TINJAUAN PUSTAKA Faktor Perilaku Pro lingkungan Perilaku adalah respon individu terhadap suatu stimulus atau suatu tindakan yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi tersebut amat kompleks sehingga
kadang-kadang
tidak sempat
memikirkan penyebab
seseorang menerapkan perilaku tertentu (Felix 2008). Perilaku seseorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar. Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu tindakan dengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku seseorang diukur relatif terhadap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol sosial. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam rangka penatalaksanaan yang holistik dan komprehensif. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku antara lain genetika, norma sosial, sikap, dan kontrol perilaku pribadi. Menurut Sunarto (2006) diacu dalam Utami (2009) perilaku konsumen didefinisikan sebagai studi unit pembelian dan proses pertukaran. Proses pertukaran melibatkan serangkaian langkah-langkah, dimulai dengan tahap disposisi produk atau jasa. Dimana di dalamnya menyangkut pembahasan tentang jenis alasan, waktu, tempat, dan frekuensi pembelian. Dasar penting untuk segmentasi perilaku adalah harga, manfaat yang dicari, tingkat pembelian, dan penggunaan. Segmentasi menurut elastisitas harga didasarkan atas konsep ekonomi, dimana kelompok konsumen yang berbeda akan memberikan reaksi yang berbeda terhadap perubahan harga produk dan jasa. Perilaku konsumen terbagi atas dua bagian, yaitu perilaku yang tampak dan perilaku yang tidak tampak. Jumlah pembelian, waktu pembelian, karena siapa, dan bagaimana konsumen melakukan pembelian merupakan variabel-variabel yang tampak. Perilaku yang variabel-variabelnya tidak tampak meliputi persepsi, ingatan terhadap informasi, dan perasaan kepemilikan.
10
Dalam penelitian Junaedi (2008) hubungan antar-variabel model persamaan struktural penelitian ini baik konsumen pria maupun wanita memiliki kesamaan, kecuali pada konsumen wanita orientasi nilai individualistik berpengaruh pada keinginan untuk membayar pangan organik dengan harga premium.
Temuan
ini
mendukung
hasil
penelitian
sebelumnya
yang
menyebutkan bahwa konsumen yang selalu mencari produk pangan organik secara aktif kebanyakan adalah wanita yang memiliki anak, mereka lebih dipengaruhi oleh kualitas produk daripada harga dalam membuat keputusan pembelian. Para konsumen wanita ini memiliki nilai-nilai yang berorientasi pada kemakmuran, citra diri, kesuksesan, kemampuan, kecerdasan, kenikmatan hidup, tantangan hidup dan pilihan tujuan hidup yang mempengaruhi rendahnya sensitivitas terhadap produk-produk yang ramah lingkungan. Kesadaran
lingkungan
seorang
konsumen
akan
mempengaruhi
keinginannya untuk membeli produk ramah lingkungan dengan harga premium dan meningkatkan komitmen konsumen untuk bersikap dan berperilaku ramah lingkungan. Jadi seseorang yang sadar untuk tetap selalu menjaga tanggung jawab lingkungan ternyata akan meningkatkan komitmen konsumen untuk mengaktualisasikan pembelian konsumen pada produk-produk yang ramah lingkungan. Temuan ini sangat menarik untuk didalami lebih lanjut apa sebenarnya yang menyebabkan niat beli seorang konsumen untuk menunjang tanggung jawab pada lingkungan sekitarnya kecuali dipengaruhi kesadaran terhadap lingkungan (Junaedi 2008). Perilaku konsumen pada hakikatnya untuk memahami “why do consumer do what they do”. Perilaku konsumen adalah semua kegiatan, tindakan, serta proses psikologis yang mendorong tindakan tersebut pada saat sebelum membeli, ketika membeli, menggunakan, menghabiskan, produk atau jasa setelah melakukan hal-hal di atas atau kegiatan mengevaluasi (Sumarwan 2002). Sebagaimana yang telah terjadi dalam beberapa dekade terakhir bahwa keberfungsian lingkungan semakin menurun dan tidak nyaman di kalangan masyarakat. Faktor Intensi atau maksud perilaku pro lingkungan mencakup kesadaran, norma personal, dan peranan tanggung jawab dari masing-masing individu dalam menjalankan fungsi sosialnya dalam menjaga kelestarian pro lingkungan (Garling et al 2001).
11
Dalam intensi perilaku pro lingkungan, Schwartz (1977) mengembangkan teori NAT (Norm-Activation Theory) atau teori tindakan norma untuk menjelaskan perilaku altruistik. Nilai suatu objek lingkungan dapat dihargai berdasarkan norma harapan diri (normative self-expectation) yaitu norma personal sebagai bentuk konsekuensi dari kesadaran dan tanggung jawab pribadi. Kesatuan antara kesadaran, tanggung jawab, dan norma personal mempengaruhi intensi dan perilaku individu dalam pro lingkungan (Wall et al 2007). Perkembangan dari teori sikap dan perilaku lingkungan, teori intensi dalam NAM (Norm Activation Theory) yang menjelaskan bahwa NAM sebagai model pengaruh dalam faktor penentu intensi perilaku. Norma personal adalah sebagai penengah antara hubungan tanggung jawab dengan perilaku, sedangkan tanggung jawab sendiri adalah penengah hubungan antara kesadaran dan norma personal, yang akhirnya kesadaran sebagai penengah antara orientasi nilai dengan tanggung jawab. Secara keseluruhan NAM sebagai model pengengah mencontohkan dalam penelitian (Eriksson, Garvill & Nordlund 2006) mengenai pengurangan bahan bakar kendaraan bahwa intensi sebagai faktor penentu dalam implementasi pemecahan masalah dan polusi lingkungan (De Groot et al 2007). Value orientation Egoistic Altruistic Biospheric
Beliefs Ecological worldview (NEP)
Adverse consequen sces for valued object
Personal norms Perceived ability to reduce threat
Moral obligation to make pro enviromental action
ESB Activism Nonactivist behavior in the public spere Private spere behaviours Organisatioral behaviours
Secara ringkas, bagan teori NAM dapat dilihat dalam gambar di bawah ini: Kesadaran perilaku
Tanggung jawab
Norma personal
Intensi
Perilaku pro lingkungan
Gambar 1 Teori NAM (Norm Activation Theory)
12
Kesadaran individu dalam masyarakat mengenai lingkungan hidup dan kelestariannya merupakan hal yang amat penting dimana pencemaran dan perusakan
lingkungan
merupakan
hal
yang
sulit
dihindari.
Kesadaran
masyarakat terwujud dalam berbagai aktifitas lingkungan maupun aktifitas kontrol lainnya adalah hal yang sangat diperlukan untuk mendukung apa yang dilakukan pemerintah melalui kebijakan-kebijakan penyelamatan lingkungan. Kesadaran lingkungan tidak hanya bagaimana menciptakan suatu yang indah atau bersih saja, akan tetapi sudah masuk pada kewajiban manusia untuk menghormati hakhak orang lain. Hak orang lain tersebut adalah untuk menikmati dan merasakan keseimbangan alam secara murni (Arif 2007). Kesadaran menurut Sartre berifat itensional dan tidak dapat dipisahkan di dunia. Kesadaran selalu terarah pada etre en sio (ada begitu saja) atau berhadapan dengannya. Kesadaran sebagai keadaan sadar, bukan merupakan keadaan yang pasif melainkan suatu proses aktif yang terdiri dari dua hal hakiki, yaitu diferensiasi dan integrasi. Meskipun secara kronologis perkembangan kesadaran manusia berlangsung pada tiga tahap, yaitu sensansi (pengindraan), perseptual (pemahaman), dan konseptual (pengertian). Secara epistemologi dasar dari segala pengetahuan manusia adalah tahap perseptual, yaitu kesadaran yang terdiskreminasi pada tingkatan persepsi dimana manusia memahami fakta dan memahami realitas. Kesadaran lingkungan di dalam Revolusi dari Belgrade International Conference an Enviromental Education (1875) adalah kepekaan terhadap lingkungan secara keseluruhan termasuk permasalahan-permasalahan yang terkait di dalamnya (Rahman 2007). Peningkatan kesadaran lingkungan dapat dilakukan melalui berbagai cara antara lain pendidikan dalam arti memberi arahan pada sistem nilai dan sikap hidup untuk mampu memelihara keseimbangan antara pemenuhan kepentingan pribadi, kepentingan lingkungan sosial, dan kepentingan alam. Kedua, memiliki solidaritas sosial dan solidaritas alam yang besar mengingat tindakan pribadi berpengaruh kepada lingkungan sosial dan lingkungan alam. Kegiatan karya wisata di alam bebas merupakan salah satu program yang mendekatkan generasi muda dengan lingkungan, sekaligus cinta akan lingkungan yang serasi dan asri. Pendidikan lingkungan secara informal dalam keluarga dapat dikaitkan dengan pembinaan disiplin anak-anak atas tanggung jawab dan kewajibannya dalam menata rumah dan pekarangan (Harun 2009).
13
Hampir semua masyarakat memiliki norma. Norma lebih spesifik daripada nilai. Norma akan mengarahkan seseorang tentang perilaku yang diterima dan yang tidak diterima. Norma adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan tidak boleh. Ada tiga jenis norma, yaitu kebiasaan (custom), larangan (mores), dan konvensi (Sumarwan 2002). Norma personal digambarkan sebagai bentuk etika moral maupun kewajiban terhadap sesuatu yang menyangkut orientasi dalam memperlakukan sesuatu. pendekatan etis dalam menyikapi masalah lingkungan hidup sungguh sangat diperlukan. Pendekatan tersebut dimaksudkan untuk menentukan sikap, tindakan dan perspektif etis serta manejemen perawatan lingkungan hidup dan seluruh
anggota
ekosistem
di
dalamnya
dengan
tepat.
Maka,
sudah
sewajarnyalah jika saat ini dikembangkan etika lingkungan hidup dengan opsi “ramah” terhadap lingkungan hidup (Parwiyanto 2010). Etika lingkungan hidup sendiri secara singkat dapat diartikan sebagai sebuah usaha untuk membangun dasar-dasar rasional bagi sebuah sistem prinsip-prinsip moral yang dapat dipakai sebagai panduan bagi upaya manusia untuk memperlakukan ekosistem alam dan lingkungan sekitarnya. Paling tidak pendekatan etika lingkungan hidup dapat dikategorikan dalam dua tipe yaitu tipe pendekatan human-centered (berpusat pada manusia atau antroposentris) dan tipe pendekatan life-centered (berpusat pada kehidupan atau biosentris). Teori etika human-centered mendukung kewajiban moral manusia untuk menghargai alam karena didasarkan atas kewajiban untuk menghargai sesama sebagai manusia. Sedangkan teori etika life-centered adalah teori etika yang berpendapat bahwa kewajiban manusia terhadap alam tidak berasal dari kewajiban yang dimiliki terhadap manusia. Dengan kata lain, etika lingkungan bukanlah subdivisi dari etika human-centered (Parwiyanto 2010). Tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita lakukan agar kita menerima sesuatu yang dinamakan hak. Tanggung jawab merupakan perbuatan yang sangat penting dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimanapun juga tanggung jawab menjadi nomor satu di dalam kehidupan seseorang, dengan kita bertanggung jawab maka kita akan dipercaya orang lain, selalu tepat melaksanakan sesuatu, mendapatkan hak dengan wajarnya. Jika kita melalaikan tanggung jawab, maka kualitas dari diri kita mungkin akan rendah. Maka itu, tanggung jawab adalah suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan, karena menyangkut orang lain dan terlebih diri kita.
14
Masalah lingkungan hidup merupakan suatu fenomena besar yang memerlukan perhatian khusus dari kita semua. Setiap orang diharapkan berpartisipasi dan bertanggung jawab untuk mengatasinya (Harun 2009). Menurut Siahaan (2004) asas baru dalam hukum lingkungan adalah asas tanggung jawab yang bersifat khusus yang disebut dengan strict liability. Asas ini oleh sarjana-sarjana hukum lingkungan disebut sebagai asas tanggung jawab langsung dan seketika. Asas baru tersebut termuat dalam Pasal 35 ayat (1) UUPLH yang bunyi lengkapnya adalah “Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau mungkin menghasilkan limbah berbahaya atau beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup” (Siahaan 2004).
Lingkungan Definisi lingkungan Lingkungan adalah suatu sistem kompleks yang berada di luar individu yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organisme. Setiap organisme hidup dalam lingkungannya masing-masing. Faktor-faktor yang ada dalam lingkungan selain berinteraksi dengan organisme, juga berinteraksi sesama faktor tersebut sehingga sulit untuk memisahkan dan mengubahnya tanpa mempengaruhi bagian lain dari lingkungan itu. Lingkungan bersifat dinamis dalam arti berubah-ubah setiap saat. Perubahan dan perbedaan terjadi baik secara mutlak maupun relatif dari faktor-faktor lingkungan akan berbeda menurut waktu, tempat, dan keadaanya (Irwan 2007). Hari Lingkungan Hidup Sedunia diperingati pada 5 Juni setiap tahunnya sejak PBB mengadakan Konferensi Lingkungan Hidup di Stockholm pada tahun 1977. Peringatan Hari Lingkungan Hidup
Sedunia
diselenggarakan
di
bawah
kordinasi
United
Nations
Environmental Programme (UNEP), yang dibentuk PBB sejak 1977. Menurut Soemarwoto (2004) ruang lingkup tentang lingkungan hidup dapat sempit, misalnya sebuah rumah dengan pekarangannya, atau luas misalnya sebuah pulau. Lapisan bumi dan udara yang ada makhluknya dapat juga dianggap sebagai suatu lingkungan hidup yang besar, yaitu biosfer. Bahkan
15
tata surya kita atau malahan seluruh alam semesta dapat menjadi objek tujuan. Sifat lingkungan hidup ditentukan oleh bermacam-macam faktor, yaitu jenis dan jumlah masing-masing jenis unsur lingkungan hidup tersebut, hubungan atau interaksi antara unsur dalam lingkungan, kelakuan atau kondisi unsur lingkungan, serta faktor non-materiil (suhu, cahaya, dan kebisingan). Salah satu hakikat lingkungan adalah sifatnya tidak statis dan berproses secara terusmenerus dengan hukum alam meskipun terdapat suatu homeostatis berupa kemampuan menahan berbagai perubahan (Siahaan 2004). Hubungan antara manusia dengan lingkungan adalah sirkuler. Perubahan pada lingkungan itu pada gilirannya akan mempengaruhi manusia. Interaksi antara manusia dengan lingkungannya tidaklah sederhana, melainkan kompleks karena pada umumnya dalam lingkungan itu terdapat banyak unsur. Pengaruh terhadap suatu unsur akan merambat pada unsur lain, sehingga pengaruhnya terhadap manusia sering tidak dapat dengan segera terlihat dan terasakan. Manusia hidup dari unsur-unsur lingkungan, yaitu udara untuk pernapasannya, air untuk minum, keperluan rumah tangga untuk kebutuhan lain, tumbuhan dan hewan untuk makanan, tenaga dan kesenangan, serta lahan untuk tempat tinggal dan produksi pertanian (Soemarwoto 2004). Manusia selalu berusaha mengubah lingkungannya untuk memperoleh keperluannya. Kadang-kadang dalam kegiatannya demikian manusia seolaholah mengganggu dan bahkan merusak komponen-komponen yang ada di dalamnya. Manusia adalah heterotrof dan phagototrof, ketergantungannya dari lingkungan tetap akan terjadi, tidak peduli bagaimanapun rumitnya teknologi yang dimilikinya (Irwan 2007). Mutu lingkungan Mutu lingkungan sangatlah penting karena merupakan dasar dan pedoman untuk mencapai tujuan pengelolaan lingkungan. Mutu lingkungan hanyalah dikaitkan dengan masalah lingkungan, misalnya pencemaran, erosi, dan banjir. Mutu lingkungan yang baik membuat orang kerasan atau betah hidup dalam lingkungan tersebut. Oleh karena itu, pengelolaan lingkungan bersifat holistik, yaitu memandang keseluruhan sebagai suatu kesatuan. Pengelolaan lingkungan untuk mendapatkan kondisi optimum, didasarkan pada pertimbangan untung rugi. Orang bersedia untuk mengurangi atau mengorbankan suatu keuntungan untuk mendapatkan keuntungan lain atau mengurangi suatu kerugian (Soemarwoto 2004).
16
Tidak semua kebutuhan hidup bersifat esensial, melainkan ada yang bersifat hanya sekedar tambahan agar dapat menikmati hidup dengan lebih baik. Kebutuhan hidup yang esensial disebut dengan kebutuhan dasar yang mutlak diperlukan untuk dapat hidup dengan sehat, aman, dan manusiawi. Persepsi orang tentang kebutuhan dasar berbeda-beda, karena dipengaruhi oleh faktor sosial budaya, ekonomi, dan waktu, serta pertimbangan kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang. Mutu hidupnya sangatlah tergantung pada pemenuhan kebutuhan dasarnya. Makin baik kebutuhan dasar itu dipenuhi makin baik pula mutu hidupnya (Soemarwoto 2004). Menurut Soemarwoto (2004) mutu lingkungan dapat diartikan sebagai kondisi lingkungan dalam hubungannya dengan mutu hidup. Makin tinggi derajat mutu hidup dalam suatu lingkungan tertentu, makin tinggi pula derajat mutu lingkungan tersebut, dan sebaliknya. Karena mutu hidup tergantung dari derajat pemenuhan kebutuhan dasar, mutu lingkungan dapatlah diartikan sebagai derajat pemenuhan kebutuhan dasar dalam kondisi lingkungan tersebut. Makin tinggi derajat pemenuhan kebutuhan dasar itu, makin tinggi pula mutu lingkungan dan sebaliknya. Adanya mutu lingkungan dengan derajat pemenuhan kebutuhan dasar berarti lingkungan itu merupakan sumberdaya. Dari lingkungan itu diperoleh unsur-unsur yang diperlukan untuk produksi dan konsumsi. Sebagian dari sumberdaya itu dimiliki oleh perorangan dan badan tertentu, misalnya lahan dan sepetak hutan. Sebagian lagi sumberdaya itu merupakan milik umum, misalnya udara, sungai, pantai, laut, dan ikan laut (Soemarwoto 2004). Sumberdaya lingkungan milik umum sering dapat digunakan untuk bermacam simultan, tanpa mengurangi manfaat yang dapat diambil dari sumberdaya itu sendiri. Misalnya, air sungai dapat digunakan sekaligus untuk melakukan proses produksi dalam pabrik, mengangkut limbah, pelayaran sungai, produksi ikan, dan keperluan rumah tangga. Akan tetapi apabila pemanfaatan tersebut melampaui batas daya regenerasi sumberdaya, maka yang lainnya akan menderita. Misalnya, pembuangan limbah yang melampaui batas daya asimilasi sungai akan mengganggu atau bahkan merusak air untuk proses produksi pabrik, produksi ikan, dan keperluan rumahtangga (Soemarwoto 2004).
17
Manfaat dan resiko lingkungan Setiap orang mengetahui bahwa dari segi lingkungan, cara hidup sekarang tidak dapat dipertahankan lagi. Ekonomi global secara harfiah menghancurkan sistem alami yang menopangnya, namun rencana kerja yang terinci dan masuk akal tentang ekonomi yang dapat dipertahankan dimana energinya akan didapat, bagaimana produk dan jasanya dihasilkan, bagaimana mengangkutnya dan memberi makan kepada penduduknya tidak terdapat dalam lingkaran resmi (Brown 1992). Pada hakekatnya orang menganalisis manfaat dan resiko lingkungan agar kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi secara optimum (Soemarwoto 2004). Tabel 2 Gambaran umum sebagian manfaat dan resiko lingkungan di Indonesia Sumber manfaat dan resiko lingkungan Iklim: Suhu dan kelembaban tinggi sepanjang tahun, curah hujan tinggi di sebagian besar tempat, angin lemah, penyinaran matahari tinggi Gunung berapi
Gempa bumi Flora dan fauna
Penduduk
Pembangunan
Manfaat yang dapat didapat - Baik untuk pertumbuhan banyak tumbuhan dan hewan sepanjang tahun - Tidak perlu investasi besar untuk rumah dan pakaian khusus - Persediaan air cukup untuk di sebagian besar tempat - Penyuburan tanah - Sumberdaya energi - Pemandangan yang indah - Air panas - Pembentukan hujan dan penyimpanan air Sumberdaya energi - Sumberdaya hayati dan gen yang kaya - Pemandangan yang mengasyikkan dan menarik - Objek ilmu pengetahuan yang kaya Sumberdaya manusia
- Perbaikan sanitasi - Berkurangnya vektor penyakit - Bertambahnya pengairan
Resiko yang dihadapi - Pertumbuhan yang cepat untuk hama, vektor penyakit, dan patogen - Resiko kejang panas - Banjir dan erosi - Pedangkalan danau, sungai, waduk, dan saluran irigasi - Letusan yang merusak dan kematian ternak dan manusia - Banjir lahar hujan
Merusak dan menyebabkan kematian ternak dan manusia Banyak hama, vektor, dan penyakit patogen
- Penyusutan sumberdaya - Pencemaran oleh limbah domestik - Penyusutan sumberdaya - Pencemaran oleh industri dan transportasi
Sumber: The Worldwacth Reader, on Global Enviromental Issues (Brown 1992)
Masalah lingkungan Kerusakan dan pencemaran lingkungan yang terus berlangsung empat dekade ini berakumulasi sedemikian luas, sehingga kini manusia berhadapan dengan masalah lingkungan yang kompleks. Sungai, danau, laut yang rusak dan
18
tercemar semakin luas sehingga berakumulasi dan intensifikasi pertanian yang berlebihan, aktifitas penambangan dan industri, serta pemukiman. Perubahan iklim global timbul sejak sisa dari buangan CO2 (karbondioksida) yang besarbesaran dan meluasnya kerusakan hutan. Degradasi hutan atau kepunahan keanekaragaman hayati melonjak secara eksponensial sebagai akibat dari intensifikasi pertanian, kerusakan hutan, dan pemukiman penduduk (Adiwibowo 2006 dalam Septiana 2010). Menurut Siahaan (2004) masalah lingkungan telah menyusup dalam berbagai bentuk dan variasi, lalu membawa rentetan akibat kepada ekosistemekosistem lainnya secara meluas. Bukan saja pada tingkatan lokal, daerah, pulau, atau seluruh bagian negara, namun juga telah meluas secara transnasional, yakni ke tingkat regional dan global (dunia keseluruhan). Kini, masalah lingkungan telah menjadi masalah internasional yang sangat populer dan mendesak. Adapun bentuk dan variasi rentetan masalah lingkungan dapat digambarkan seperti berikut ini:
Pencemaran
Eksploitasi secara tidak kendali
Kelaparan
Interaksi manusia Terhadap lingkungannya Ledakan penduduk
Tekanan-tekanan yang terlampaui
Teknologisasi modernisasi
Kapasitas lingkungan (environmental capacity)
Kemiskinan
Konsumerisasi Ketidakseimbangan ekosistem sosial
Gambar 2 Diagram masalah-masalah lingkungan (Siahaan 2004).
19
Kota-kota besar merupakan parasit semata dalam biosfer. Makin besar kota itu makin banyak mereka meminta dari daerah pinggiran di sekitarnya dan makin besar bahaya serta kemungkinan dari perusakan lingkungannya. Sedemikian jauh manusia dengan ilmu pengetahuan dan teknologinya telah sibuk menaklukkan alam sehingga kurang memperhatikan atau menenggang kesejahteraan makhluk hidup lain sebagai penghuni lingkungan (Irwan 2007). Menurut Frans Doorman dari Global Development dalam Susanto (2010), walaupun ada kemajuan di negara-negara kaya dalam mengendalikan polusi dan melindungi ekosistem namun di belahan bumi lainnya kondisinya sangat memprihatinkan. Negara kaya menilai bahwa hanya 20 persen dari daratan bumi yang benar-benar aman dari dampak negatif kerusakan lingkungan, selebihnya dalam kondisi beresiko terhadap kerusakan dan dampak negatif. Beberapa kondisi di bawah ini merupakan contoh betapa kerusakan lingkungan mengancam planet bumi kita: 1. Ekosistem alami hilang secara cepat. Jika hal ini terjadi terus maka dalam 2030 tahun hutan tropis dan hutan pegunungan akan habis. Demikian juga lahan basah akan musnah atau setidaknya terkena polusi berat. 2. Polusi udara dan air akan menimpa jutaan orang setiap tahun, sehingga menyebabkan infeksi akut dan permasalahan kesehatan yang kronis dan berujung pada kematian prematur. Polusi tanah akan meningkat dan akan menurunkan kualitas air tanah. 3. Pemanasan global akan menaikkan permukaan laut dalam beberapa kaki dan akan mengancam setengah penduduk yang bermukim di pesisir. Spesies flora dan fauna terancam existensinya di daerah yang kering bertambah luas. 4. Menurunnya kualitas dan kuantitas hasil pertanian karena meningkatnya salinasi air irigasi. Hal ini terutama pada daerah-daerah yang padat penduduk. 5. Diperkirakan tahun 2050 baik negara kaya maupun miskin akan menghadapi permasalahan serius dalam penyediaan air bersih. Keraf (2002) dalam Septiana (2010) berpendapat bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi sekarang ini baik pada lingkup global maupun nasional, sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan, seperti di laut, hutan, atmosfer, air, tanah, dapat bersumber pada perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab, tidak peduli dan hanya mementingkan diri sendiri. Manusia adalah penyebab utama dari kerusakan dan pencemaran lingkungan. Berkaitan dengan keinginan manusia,
20
keinginan yang mendominasi masalah lingkungan dapat dibagi dalam beberapa pola. Pola-pola keinginan ini didasarkan pada potensinya dalam mempengaruhi keseimbangan tata ekologi, yaitu sebagai berikut: 1. Pola individual, tergolong lagi ke dalam faktor-faktor yang berupa faktor tidak adanya perangkat-perangkat norma yang mengatur interaksi-interaksi individu pada
lingkungannya,
faktor
tidak
adanya
sarana-sarana
pembinaan
lingkungan, faktor egoisme atau mementingkan diri sendiri, serta faktor pengawasan dan penegakan hukum 2. Pola politik pembangunan, pola ini meliputi ambisi yang tidak pernah memuaskan dan politik pembangunan versus politik lingkungan 3. Pola negara-negara industri, meliputi ketidakjujuran negara-negara maju dan negara berkembang yang haus pembangunan. Ada enam sasaran pengelolaan lingkungan, yaitu: 1. Tercapainya keselarasan, keserasian, dan keseimbangan antara manusia dengan lingkungan hidup 2. Terwujudnya manusia Indonesia sebagai insane dan pembina lingkungan. Salah satu corak atau karakteristik masalah lingkungan adalah bersifat transfortir, yaitu bersifat lintas batas atau tidak mengenal batas-batas yang dibuat oleh manusia. Oleh karena itu pembinaan ekologi merupakan kebutuhan yang bersifat universal, sehingga wajar jika bangsa Indonesia turut ambil bagian dalam upaya pembinaan lokal dan regional 3. Terjaminnya kepentingan generasi kini dan generasi mendatang 4. Tercapainya kelestarian fungsi lingkungan 5. Terkendalinya pemanfaatan sumberdaya secara bijaksana 6. Terlindunginya negara dari dampak kegiatan di luar wilayah negara berupa kerusakan dan pencemaran lingkungan Menurut Soemarwoto (2004) pembuangan limbah ke udara dan perairan juga terus bertambah. Di banyak tempat telah tampak gejala-gejala bahwa daya udara dan air untuk mengasimilasi limbah itu telah dilampaui dan menghadapkan pada masalah pencemaran. Dengan adanya pencemaran udara, pernapasan dan air untuk rumah tangga telah terganggu. Pencemaran / polusi kendaraan bermotor Menurut Isnaini (2008) polusi kendaraan bermotor merupakan masalah lingkungan yang berdampak pada kondisi sosial kemasyarakatan. Karena polusi
21
udara yang mayoritas berasal dari asap kendaraan bermotor, mengandung zatzat yang sangat berbahaya jika terhirup oleh manusia, antara lain CO2 (karbondioksida), HCL (asam klorida), dan NOx (nitrooksida) yang akan menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan seperti bronchitis dan asma. Bahkan, dalam taraf yang paling berbahaya zat-zat tersebut dapat mengakibatkan tingkat kecerdasan otak anak dan dewasa. Ketiga jenis gas tersebut sangat berbahaya bagi kesehatan. CO adalah gas beracun yang apabila terhirup berlebihan bisa menyebabkan kematian mendadak. NOx dan HCL sama beracunnya yang dapat merusak paru-paru sedikit demi sedikit. Bahaya akibat racun sisa pembakaran dan pemanasan global demikian memaksa otoritas transportasi untuk menerbitkan regulasi terkait dengan pembatasan polusi di dunia (Ilham 2007). Penanganan masalah polusi kendaraan bermotor ini sudah dilakukan oleh pemerintah pusat melalui keputusan dari kementrian lingkungan hidup tentang pengendalian pencemaran udara. Di lingkup daerah, belum semua daerah melakukan penanganan ekstra terhadap masalah ini. Baru ada satu daerah yaitu Jakarta yang telah membuat peraturan perundang-undangan melalui Perda DKI Jakarta No.22 tentang pencemaran udara (Isnaini 2008). Tabel 3 Pengaruh bahan pencemar kendaraan bermotor terhadap kesehatan Bahan pencemar Karbon monoksida
Timah
Nitrogen oksida
Ozon
Emisi beracun
Pengaruh terhadap kesehatan Mengganggu kemampuan darah untuk menyerap oksigen, merusak persepsi dan berpikir, memperlambat reflex, menimbulkan kantuk, dan dapat menyebabkan pingsan dan kematian; kalau dihirup wanita hamil, dapat mengancam pertumbuhan dan perkembangan mental dari janin Mempengaruhi sistem sirkulasi, reproduksi, syaraf, ginjal; diduga penyebab kegiatan yang luar biasa (hiperaktif), dan pada anak-anak mengurangi kemampuan belajar; berbahaya bahkan sesudah penyingkapan berakhir Dapat menambah kerentanan terhadap infeksi oleh virus seperti influenza. Dapat pula merangsang paru-paru dan menyebabkan bronkitis dan pneumonia Merangsang selaput lendir sistem pernapasan; menyebabkan kantuk, tercekik, dan mengganggu fungsi paru-paru; mengurangi ketahanan terhadap pilek dan pneumonia; dapat menambah buruk penyakit jantung kronis, asma, bronkitis, dan emphysema Diduga menyebabkan kanker, masalah yang berkenaan dengan reproduksi, dan cacat pada kelahiran. Benzena adalah karsinogen (bahan penyebab kanker) yang terkenal
Sumber: National Clean Air Coalition and the US Enviromental Protection Agency (Brown 1992)
22
Limbah rumah tangga Pembuangan limbah ke udara dan perairan juga terus bertambah. Di banyak tempat telah tampak gejala-gejala bahwa daya udara dan air untuk mengasimilasi limbah itu telah dilampaui dan menghadapkan pada masalah pencemaran. Dengan adanya pencemaran udara, pernapasan dan air untuk rumah tangga telah terganggu (Soemarwoto 2004). Limbah rumah tangga adalah limbah yang berasal dari dapur, kamar mandi, cucian, limbah bekas industri rumah tangga dan kotoran manusia. Limbah merupakan buangan atau bekas aktifitas yang berbentuk cair, gas dan padat. Dalam air limbah terdapat bahan kimia sukar untuk dihilangkan dan berbahaya. Bahan kimia tersebut dapat memberi kehidupan bagi kuman-kuman penyebab penyakit disentri, tipus, kolera, dan sebagainya. Air limbah tersebut harus diolah agar tidak mencemari dan tidak membahayakan kesehatan lingkungan. Air limbah harus dikelola untuk mengurangi pencemaran air, tanah, maupun udara (Menristek 2010). Menurut AMPL (2008) limbah rumah tangga dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu sampah, air buangan yang dihasilkan dari kegiatan mandi dan mencuci, serta kotoran yang dihasilkan manusia. Limbah-limbah ini jika tak dikelola baik maka akan berpotensi tinggi mencemari lingkungan sekitar, yaitu: 1. Pemanfaatan sampah organik Di tingkat rumah tangga diperlukan kesadaran untuk memisahkan sampah antara sampah organik dan sampah anorganik. Sampah organik antara lain dapat berupa sampah persiapan masakan, kulit telur, kulit buah-buahan, rumput, daun, ranting, rambut, bulu, dan sebangsanya. Sedangkan sampah anorganik adalah sampah yang terdiri dari sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui seperti mineral, minyak bumi, atau proses industri. Sampah anorganik antara lain plastik, kaleng, kertas, kaca dan Styrofoam. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng minuman, kertas, dapat diolah dalam industri menjadi beraneka bahan baku. Tempat untuk mengolah sampah organik, selain dibuat dari bahan jaringan baja tulangan (BRC), dapat pula dibuat dari drum besi yang diberi lubang, batang kayu atau bambu, atau kerangka baja profit L dengan kawat kasa yang berbelit. Selain itu, yang perlu diperhatikan adalah bagian bawah tempat sampah harus menyentuh tanah sehingga dapat men jamin sampah organik menjadi kompos dan pupuk alam dalam waktu singkat dengan bantuan cacing
23
dan serangga dari dalam tanah, perlu juga sampah tersebut diaduk seminggu sekali agar seluruh bagiannya terkena udara. 2. Pemanfaatan grey water Grey water biasanya berupa air sabun bekas kegiatan rumah tangga seperti mencuci dan mengepel, mandi, dan lain sebagainya. Air ini disalurkan lewat selokan terbuka. Untuk memanfaatkan grey water sebagai sumber air bersih, dibutuhkan instalasi khusus yang tidak mudah dibuat sendiri. Grey water masih dapat digunakan untuk menyiram kebun, namun perlu dipastikan bahwa air tidak mengandung detergen yang keras, pemutih, ataupun zat kimia berbahaya lainnya. Grey water bekas mencuci sayuran dan buah dapat langsung ditampung untuk menyiram kebun. Untuk memaksimalkan grey water sebagai air penyiram tanaman, dapat dipilih sabun deterjen atau sabun cuci piring yang bebas dari zat kimia. Saat ini beberapa produsen sabun telah membuat produk yang hanya mengandung sedikit zat kimia bahkan marnpu menyuburkan tanah saat larut di dalam air. Pastikan grey water yang masih mengandung bahan kimia dialirkan melalui saluran yang baik, memiliki penampang yang memadai sesuai volumenya agar limbah dapat mengalir dengan baik menuju saluran pembuangan sehingga tidak menimbulkan penyakit ataupun bau yang tidak sedap. 3. Pemanfaatan air tinja/Black Water Air tinja adalah kotoran manusia baik padat maupun cair, ditambah dengan air siram. Air tinja mengandung kolibakteri (E. coli) dan kuman yang dapat mengganggu kesehatan manusia, serta berbau tidak sedap. Maka pembuangan air tinja harus disalurkan dalam pipa tertutup. Air tinja dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan menggunakan instalasi septictank yang tepat. Untuk daerah dengan iklim tropis, dapat digunakan "septictank vietnam". Dibandingkan
dengan
septictank
biasa,
septictank
vietnam
tidak
perlu
dikuras/dibersihkan, karena isi septictank dapat digunakan sebagai pupuk. Septictank ini terdiri dari dua buah bak dengan ukuran yang sama, serta alat untuk memindahkan saluran pengisian. Satu bak digunakan terlebih dahulu, setelah penuh, saluran pengisian dipindahkan ke bak kedua. Sesudah enam bulan sampai satu tahun, isi bak pertama telah menjadi pupuk, tidak berbau, dan dapat dimanfaatkan untuk tanaman atau kebun sayur. Untuk menghindari pencemaran tanah yang mungkin terjadi akibat kebocoran, atau bakteri
24
mencemari air lewat pipa atau sumur resapan, septictank harus dibuat kedap. Septictank sebaiknya berjarak minimal 11 m dari sumur air. Menurut Anwar (2007) limbah atau sampah domestik dapat berarti sampah yang dihasilkan oleh sampah rumah tangga baik organik atau anorganik. Sampah ini biasanya terdiri dari campuran sisa-sisa makanan, potongan daging, hingga daun kering. Sampah organik merupakan sampah basah seperti sayuran, kulit buah-buahan, kulit udang, sisa udang, sisa daging, ikan, dan ayam, daun kering, pangkasan tanaman, potongan rumput, bunga layu, jerami, dan serbuk gergaji. Jumlah sampah organik ini mencapai 300-500 gram per hari untuk satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan tiga orang anak. Angka ini dihitung dari sisa makanan yang dikonsumsi sehari-hari oleh satu keluarganya. Sampah yang berasal dari pohon volumenya tergantung dari luas halaman dan banyaknya tanaman. Lebih dari 60 persen total produksi sampah penduduk yang mencapai 6000 ton per hari berasal dari limbah rumah tangga. Sampah anorganik berasal dari limbah bahan pabrikasi, misalnya sisasisa kertas yang tidak terpakai dan plastik bekas bungkus makanan atau detergen, juga potongan kain atau benang. Sumber sampah ini berada di ruang kerja, ruang keluarga, dapur, juga teras belakang (Anwar 2007). Ekosistem Lingkungan Keluarga Lingkungan dari suatu sistem adalah berbagai kondisi dan karakteristik tertentu yang mempengaruhi sistem tersebut, tetapi bukan sistem, sedang di dalam sistem ada elemen sistem. Hubungan yang terjadi antar elemen sistem struktur internal, sedangkan antara elemen dengan lingkungan disebut struktur eksternal. Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap sistem keluarga yaitu faktor dari dari lingkungan makro maupun lingkungan mikro (Deacon dan Firebaugh 1988). Lingkungan makro meliputi sistem sosial dan sistem alami-buatan. Pada sistem alami dan buatan, sifat dan struktur sistem meliputi lingkungan fisik dan biologis dimana sistem-sistem kemasyarakatan berfungsi. Kedua faktor ini akan menyediakan bahan-bahan mentah untuk berbagai macam proses produksi yang dibutuhkan oleh sistem sosial. Faktor ini juga menyediakan lingkungan alam bagi kepentingan sosial. Manusia mampu merubah bahan mentah dan energi ke dalam berbagai macam bentuk. Akibat eksploitasi sumberdaya alam yang tidak terkendali menyebabkan terganggunya keseimbangan alam dan lingkungan, sehingga timbul berbagai macam bencana alam dan polusi, yang pada
25
hakekatnya diciptakan oleh manusia itu sendiri. Manusia dan sistem sosial lah yang juga akan langsung merasakan akibatnya dengan berbagai masalah. Disinilah diperlukan adanya kesadaran terhadap lingkungan dari setiap anggota keluarga, yang merupakan bagian terkecil sistem sosial (Guhardja et al 1989). Perhatian terhadap lingkungan perlu ditumbuhkan untuk meningkatkan pengenalan terhadap hubungan antar berbagai sistem. Perubahan terhadap lingkungan alami seringkali dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang lebih baik. Tiap keluarga mempunyai kontribusi penting dalam melestarikan dan memelihara lingkungan, karena keluarga yang biasanya memilih lahan untuk pemukiman (Guhardja et al 1989). Menurut Puspitawati dan Herawati (2009) revolusi hijau dimulai sejak tahun 1960-an yang pada dasarnya adalah merubah sistem pertanian tradisional menjadi sistem mekanisasi dimana dengan menggunakan alat-alat mesin seperti traktor, mesin penyemprot, penyemprot air, dan variasi hasil panen. Hal tersebut juga tidak terlepas dari penggunaan insektisida, pupuk, dan benih-benih yang berkualitas tinggi untuk hasil panen. Keluarga sebagai konsumen menghasilkan atau membuang berbagai limbah dan polusi secara langsung melalui alat-alat yang digunakannya, seperti asap kendaraan, gas dari ruang pemanasan dan pembakaran, berbagai bunyi dari mesin dan sampah (Guhardja et al 1989). Sumberdaya alami dan yang mengelilinginya secara serius dipengaruhi oleh tingkat kehidupan yang disenangi manusia. Perhatian terhadap kualitas lingkungan harus dipertimbangkan terhadap masalah-masalah lain, seperti adanya kekurangan energi. Manusia telah berusaha untuk mengontrol dan memodifikasi lingkungannya termasuk iklim. Peningkatan pengawasan manusia terhadap lingkungan terutama pada tingkat mikro, mungkin lambat laun akan mengurangi kemampuan biologis, psikologis, dan sosial dalam menyerap dan menerima kondisi lingkungan yang baru. Manusia lebih mementingkan modifikasi lingkungannya daripada mengawasi makhluk hidup atau manusia sehingga memberikan kemampuan untuk menanggulangi lingkungan. Sistem keluarga dan individu berinteraksi secara teratur dengan seluruh aspek lingkungan makro yang dibuat manusia itu sendiri, yang semuanya sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan individu. Interaksi lingkungan makro (fisik dan biologis) dengan sistem sosial dalam lingkungan makro akan memberikan pertukaran penting dari ekosistem secara keseluruhan (Guhardja et al 1989).
26
Karakteristik Contoh Umur Umur seseorang dapat mempengaruhi seleranya terhadap beberapa barang dan jasa. Umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi seseorang dalam pembuatan keputusan untuk menerima segala sesuatu, seperti barang dan jasa, sebagai sesuatu yang baru. Hal tersebut disebabkan oleh umur yang berpengaruh terhadap kecepatan seseorang dalam menerima informasi baru. Seseorang yang berumur relatif muda akan relatif lebih cepat dalam menerima sesuatu yang baru (Kotler 2002). Sumarwan (2002) menyatakan bahwa memahami usia konsumen adalah penting, karena konsumen yang berbeda usia akan mengkonsumsi produk dan jasa yang berbeda pula. Perbedaan usia juga akan mengakibatkan perbedaan selera dan kesukaan terhadap merek. Para pemasar harus memahami apa kebutuhan dari konsumen dengan berbagai tingkat usia, dan membuat beragam produk yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Jenis Kelamin Pada setiap masyarakat, sangat umum sekali untuk menemukan sesuatu produk yang khusus diasosiasikan pada jenis kelamin tertentu. Di Amerika Serikat misalnya, alat cukur, rokok, dan dasi diasosiasikan sebagai produk pria, sedangkan gelang, hair spray, dan pengering rambut diasosiasikan sebagai produk wanita. Oleh sebab itulah, jenis kelamin telah menjadi dasar segmentasi pasar yang digunakan pada berbagai produk (Schiffman & Kanuk 1994). Pendidikan dan Pekerjaan Pendidikan dan pekerjaan adalah dua karakteristik konsumen yang saling berhubungan. Pekerjaan juga mempengaruhi pola konsumsi seseorang (Kotler 2003). Pendidikan akan menentukan jenis pekerjaan yang dilakukan oleh konsumen. Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1991) pendidikan adalah proses yang dilakukan secara sadar, terus-menerus, sistematis, dan terarah yang mendorong
terjadinya
perubahan-perubahan
di
dalam
setiap
individu.
Keterlibatan seseorang dalam proses pendidikan atau tingkat pendidikan yang dicapainya akan mempengaruhi dan membentuk cara, pola dan kerangka berpikir, persepsi, pemahaman, dan kepribadian. Tingkat pendidikan seseorang juga akan mempengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap
27
informasi (Sumarwan 2002). Semakin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang, semakin tinggi pendapatan dan posisi orang tersebut dalam pekerjaan (Schiffman dan Kanuk 1994). Kotler (1997) menyatakan bahwa pilihan produk sangat dipengaruhi oleh keadaan ekonomi seseorang. Keadaan ekonomi terdiri atas penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, hutang, kemampuan untuk meminjam, dan sikap atas belanja atau menabung. Orangtua berpendidikan tinggi cenderung lebih mengembangkan diri dan pengetahuannya serta lebih terbuka untuk mengikuti perkembangan masyarakat dan perkembangan informasi dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan rendah (Pulungan 1993 dalam Widianti 2004). Pendidikan juga merupakan indikator sosial ekonomi yang dapat mempengaruhi cara pengasuhan (Berns 1997 dalam Wahini 2001). Pendapatan Pendapatan merupakan sumberdaya material bagi konsumen untuk membiayai kegiatan konsumsinya. Jumlah pendapatan yang diperoleh akan menggambarkan besarnya daya beli dari konsumen. Jumlah pendapatan menggambarkan besarnya daya beli seorang konsumen. Daya beli akan menggambarkan banyaknya barang/jasa yang dapat dibeli dan dikonsumsi oleh seorang konsumen dan seluruh anggota keluarganya. Pendapatan yang diukur dari konsumen biasanya bukan hanya pendapatan yang diterima individu, melainkan
pendapatan
yang
diterima
oleh
seluruh
anggota
keluarga.
(Sumarwan 2002). Pengetahuan Menurut Engel et al (2004) Pengetahuan dapat didefinisikan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan. Psikolog kognitif mengemukakan bahwa ada dua jenis pengetahuan dasar yaitu deklaratif dan prosedural. Pengetahuan deklaratif melibatkan faktor subjektif yang sudah diketahui. Arti subjektif disini adalah pengetahuan seseorang tersebut mungkin tidak selalu sesuai dengan realitas yang sebenarnya. Sedangkan pengetahuan prosedural mengacu pada pengertian bagaimana fakta-fakta tersebut dapat digunakan. Mowen dan minor (2002) membagi pengetahuan konsumen menjadi tiga kategori, yaitu: (1) pengetahuan objektif, (2) pengetahuan subjektif, dan (3) infomasi mengenai pengetahuan lainnya. Pengetahuan objektif adalah informasi yang benar mengenai kelas produk yang disimpan di dalam memori jangka
28
panjang konsumen. Pengetahuan subjektif adalah persepsi konsumen mengenai apa dan berapa banyak yang diketahui mengenai kelas produk. Konsumen mungkin juga memiliki informasi mengenai pengetahuan berbagai hal lainnya. Pengetahuan deklaratif dibagi menjadi dua kategori yaitu episodik dan semantik. Pengetahuan episodik melibatkan pengetahuan yang dibatasi dalam lintasan waktu. Sebaliknya, pengetahuan semantik mengandung pengetahuan yang digeneralisasikan yang memberikan arti bagi dunia seseorang (Engel et al 2004). Pengetahuan di dalam Revolusi dari Belgrade International Conference an Enviromental Education (1875) adalah pemahaman terhadap lingkungan, permasalahan-permasalahan yang terkait, serta kehadiran manusia yang menyandang peran dan tanggung jawab di dalamnya (Rahman 2007). Riset yang dilakukan oleh Said et al (2003) dalam judul ”Environmental concerns,
knowledge
and
practices
gap
among
Malaysian
teachers”
menyimpulkan bahwa pengetahuan mengenai isu-isu lingkungan sudah relatif baik namun demikian tingkat pengetahuan dan perhatian terhadap lingkungan tidak berbanding lurus dengan perilaku ramah lingkungan terutama yang berkaitan dengan aktifitas reduce, reuse, recycle produk yang dikonsumsi (Rahayu 2008). Akses Informasi Konsumen
membutuhkan
informasi,
karena
informasi
mempunyai
berbagai fungsi bagi konsumen. Informasi membantu konsumen untuk mengambil keputusan dengan rasional dan efisien, sehingga konsumen dapat menggunakan sumberdayanya dengan baik. Informasi juga dapat mengurangi resiko dan ketidakpastian. Konsumen bukan sekedar membutuhkan informasi, melainkan informasi yang benar. Informasi yang salah bukan saja akan berakibat fatal
bagi
konsumen
dalam
mengambil
keputusan,
tetapi
juga
akan
menghilangkan kepercayaan konsumen kepada produsen (Sumarwan 2002). Kebutuhan informasi semakin penting pada era industralisasi ini, karena konsumen dihadapkan kepada beragam produk makanan dan minuman dengan berbagai macam merek (Sumarwan 2002). Menurut Kotler (2002), sumber informasi konsumen digolongkan ke dalam empat kelompok, yaitu: (1) sumber pribadi (keluarga, teman, tetangga, dan kenalan), (2) sumber komersial (iklan, wiraniaga, penyalur, kemasan, dan pajangan di toko), (3) sumber publik (media massa), dan (4) sumber pengalaman (penanganan, pengkajian, dan pemakaian produk).
29
Tabel 4 Akses penduduk terhadap media massa, tahun 1998-2006 Indikator Terpilih Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Mendengarkan Radio Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Menonton Televisi Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Membaca Koran/Majalah
1998
2000
2003
2006
64,52
43,72
50,29
40,26
88,72
87,97
84,94
85,86
28,36
17,47
22,06
23,46
Sumber: Akses terhadap media massa, BPS 2009
Menurut Junaedi (2008) informasi yang diperoleh konsumen akan mempengaruhi
pemahaman
pengetahuan
ekologikal
konsumen.
Sumber
informasi ini didapatkan seseorang dari berbagai sumber media, misalnya televisi, surat khabar, majalah, tabloid dan artikel ilmiah. Dalam pemilihan media pada kenyataannya juga dapat mengindikasi karakteristik demografi dari segmen konsumen yang dipilih sebagai konsumen yang memiliki kepedulian dan kesadaran terhadap lingkungan. Penyebaran ide melalui media massa sangat efektif menyadarkan konsumen untuk ambil bagian dan turut serta memberikan sumbangannya dalam menghentikan atau mengurangi laju degradasi kualitas lingkungan. Pada realitasnya, ketersediaan data dan informasi berkaitan dengan lingkungan dan produk-produk yang diklaim ramah lingkungan masih cukup minim sehingga konsumen sebenarnya tidak mengetahui sepenuhnya kebenaran dari klaim-klaim tersebut (Rahayu 2008).