STUDI FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN Skripsi diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh : Salman Farisy ZA 1110070000024
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan illl Stta intta榛 山an bahwa:
口b 1.Skripsiini nlerupakan hasl karya asli saya yang“ 可
mtuk memenuhi
sdah Satu persyaratan memperoleh gelar sttana Strata satu(Sl)di UIN SyarifHidayatullah Jakam.
2.Semua Smber yang saya makan dalam penuliSan ini telah Saya candan sesllal dengan ketentuan yang beFlaku. 3. Jika dikemudian haFi terbukti bahWa karya llll bukan hasil karya saya atau
mempakan haSI jむ lakan daFi karya orang lain,maka saya berseda menerima sankd yang berlaku a uN syarifmdayatulltt Jakarta。
儡 NIヽ こ:1110070000024
E-mail: Salman.privacy}g @gmail'com
STUDI FAKTOR-FAKTOR PSIKOLOGIS YANG MEMPENGARUHI PERILAKU RAMAH LINGKUNGAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh: Salman Farisy Z.A NIM: 1110070000024
Pembimbing
Jahja Umar, Ph.D, NIP: 19470521 198003 1 001
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2015 M
r
LEMBAR PENGESAIIAN Skripsi bettudul “STUDI
FAKTOR‐ FAKTOR PSIKOLOGIS YANG
MEMPENGARUHI PERILAKU RAtt LINGKUNGAN"tclah dittikan dalaFn Sidang Munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas lslaln Nege五 Syarif Hidayatullah Jakarta pada 30 Ap五 12015。 Skripsi ini telah ditrima sebagd sdah satu syarat mempcЮ lch gelar sttana pSik01ogi(SoPSi)pada Fakultas Psikologi. Jakarta,30 Apri1 2015
Sidang Munaqasyah
Dekan/ Ketua Merangkap Anggota
NIP:19680641 1997031001
NIP:197208231999031002 Anggota
Gazi,M.Si NIP:19711214200701 1014
Ima S五 Rahmani,M.A.Psi
NIP:197701012003121002
MOTTO QS. Ar-Rum (30):
َ ْ َ َ َ َ ْ َْ َ َّْ ُ َ َ ْ َ ََ َّ ْ اس ِ ظهر الفساد ِفي الب ِر والبح ِر ِبما كسبت أي ِدي الن َّ َّ َ ُ ِل ُ ِ َيي ُه ْ َ ْ َ ال ِ ي َ ِم ا ل َ ُه ْ َي ْر ِ ُ َو
“Alam bukan warisan nenek moyang Tetapi titipan anak cucu” By Anonym
Go Green! Reduce, Reuse, Recycle, Replace
Skripsi ini penulis persembahkan dengan segala cinta untuk kedua orang tua, yang tak kenal lelah demi anak-anaknya. I love U Ama & Apa
ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi (B) April 2015 (C) Salman Farisy Z.A (D) Studi Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Ramah Lingkungan (E) xv + 108 Halaman + Lampiran (F) Kulitas lingkungan Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun; kerusakan hutan, kebakaran hutan, bencana alam dan kekeringan. Lebih 30% dari total air di Indonesia sudah tercemar, terutama di kota-kota besar dan juga pencemaran udara, pemakaian pupuk pestisida. Hal ini berdampak pada kesehatan, seperti diare, flu hingga kanker atau tumor dari segi psikologis lebih mudah mengalami stress, gangguan emosional dan agresivitas. Untuk itu perilaku ramah lingkungan; berupa perilakuperilaku dan usaha-usaha untuk tetap menjaga dan mempertahankan lingkungan agar dapat menjadi lebih baik dan layak perlu di teliti. Tujuan penelitiatan ini adalah untuk mengetahui pengaruh dari value orientation, (universalism, benevolence, power, achievement) responsibility feeling, (responsibility feeling, feeling guilty, responsibility judgement) sikap terhadap lingkungan, pengetahuan lingkungan (knowledge system, knowledge action-related, knowledge effectiveness), dan affiliasi dalam organisasi lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis multiple regresi. Sampel sebanyak 502 mahasiswa UIN Jakarta dengan teknik non-probability sampling, yakni convenience sampling. Dalam penelitian ini, penulis mengadaptasi instrumen pengumpulan data, yaitu General ecological behavior scale, Swartz value survey. Responsibility feeling scale, NEPS (new ecological paradigm scale) dan mengkonstruk alat ukur pengetahuan lingkungan. Hasil uji hipotesis ada pengaruh dengan nilai signifikansi sebesar 0.000, atau P < 0.05 dengan nilai R2 semua variabel penelitian yang diujikan adalah sebesar 25.1 %. Terdapat lima variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan yaitu universalism, power, responsibility feeling, responsibility judgement, sikap terhadap lingkungan, knowledge system, knowledge action related dan affiliasi organisasi lingkungan. Saran penelitian selanjutnya disarankan untuk mengkaji jenis-jenis perilaku ramah lingkungan secara spesifik, dan disarankan agar semua orang mulai menyadari tanggung jawab untuk memelihara lingkungan, dan menambah informasi-informasi mengenai lingkungan. (G) Bahan bacaan 63 : 59 Jurnal+ 1 E-book + 1 Buku + 2 Website
vii
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology (B) April, 2015 (C) Salman Farisy Z.A (D) Study of Psychological Factors Affecting Environmental Friendly Behavior (E) xv + 108 Pages + Appendix (F) Indonesian environmental-quality decreased from year to year; deforestation, forest fires, natural disasters and drought. Over 30% of the total water in Indonesia is polluted, especially in big cities as well as air pollution, fertilizer use pesticides. This has an impact on health, such as diarrhea, colds to cancer or tumors easier in terms of psychological stress, emotional disorders and aggressiveness. For the environmentally friendly behavior; such behaviors and efforts to maintain and sustain the environment in order to become better and worthy needs carefully. This research goal is to determine the effect of value orientation, (Universalism, benevolence, power, achievement) responsibility feeling, (responsibility feeling, feeling guilty, responsibility, judgment) attitude towards the environment, environmental knowledge (knowledge system, action-related knowledge, knowledge effectiveness ), and participation in environmental organizations towards environmentally friendly behavior. This study uses a quantitative approach to the multiple regression analysis. A sample of 502 students of UIN Jakarta with non-probability sampling technique, namely convenience sampling. In this study, the authors modify the data collection instruments, namely General ecological behavior scale, Swartz value survey. Responsibility feeling scale, NEPS (new ecological paradigm scale) and construct measurement tools environmental knowledge. Hypothesis test results effect with a significance value of 0.000, or P <0.05 with R2 values of all variables tested research amounted to 25.1%. There are five variables that have a significant influence on environmentally friendly behavior is Universalism, power, responsibility, feeling, responsibility, judgment, attitude towards the environment, knowledge systems, knowledge and action related participation environmental organizations. For the further research suggested advice to assess the types of specific environmentally friendly behavior, and it is recommended that all people are starting to realize the responsibility to preserve the environment, and add information about the environment. (G) Reading material 63: 59 Journal + 1 e-Book + 1 Books + 2 Website
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim Alhamdulillahi rabbil’alamin, Segala puji dan syukur kehadirat Sang Maha Pencipta Allah S.W.T atas segala rahmat, kekuatan dan hidayah yang diberikanNya dan salam selalu tercurah limpah kepada suri tauladan kita, sebaik-baik pemimpin dengan keteladanan, Nabi Muhammad S.A.W dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan syukur untuk segala anugrah tiada terkira yang telah diberikan kepada penulis selama ini sehingga dapat melalui proses studi dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Studi Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi Perilaku Ramah Lingkungan”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah mendorong, mendukung dan membimbing penulis, baik tenaga, ide-ide, maupun pemikiran. Oleh karena ini, perkenankan penulis untuk mengucapkan terima kasih tak terhingga kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag,. M.Si, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk mengembangkan kemampuan sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Jahja Umar, Ph.D., selaku dosen pembimbing penulis yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, insprasi dan motivasi, selama penulis menjalani perkuliahan dan penulisan skripsi ini. 3. Ibu Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi, dosen pembimbing akademik yang telah membimbing, mengarahkan dan memotivasi penulis selama perkuliahan. 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pembelajaran bagi penulis. 5. Para staf pegawai akademik, umum, keuangan, dan perpustakaan Fakultas Psikologi dan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis dalam proses administrasi selama ini.
ix
6. Kak Puti Febrayosi M.Si selaku pembimbing dua yang tidak jadi, yang telah mengarahkan dan memberi masukan kepada penulis khususnya pada saat analisis dan sharing-sharingnya 7. Kedua orang tua penulis, Ama Azmiwati dan Apa Zulkifli, adik-adik penulis Adi, Il dan Faiza dan keluarga besar yang telah memberikan dukungan dan do’a untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Intan Suryani S.Psi, yang selama ini membantu berdiskusi dalam merampungkan semua ide-ide untuk keperluan skripsi ini. Serta temanteman Dick, Devi, Ferdy, Sholeh, Jhon terima kasih atas kebersamaannya. 9. Psikometri 2010. Bobby, Ferdy, Haris, Deri, Ani, Dilla, Yuni dan Shophie atas diskusi-diskusinya. Teman-teman angkatan 2010 kelas A, B,C dan D terima kasih atas kritik, saran dan dukungannya. 10. Teman-teman Habib, Hadian, Doel, Man, Han, Rizal, Nop, Nel, Nisa, Vina di Bukittinggi yang memberi semangat dalam menyelesaikan skripsi. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk segala do’a dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan berguna agar pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapa pun yang membacanya.
Jakarta, 30 April 2015
Penulis
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL........................................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ HALAMAN PENGESAHAN............................................................................ HALAMAN PERNYATAAN............................................................................ HALAMAN MOTTO......................................................................................... HALAMAN PERSEMBAHAN......................................................................... ABSTRAK.......................................................................................................... KATA PENGANTAR........................................................................................ DAFTAR ISI....................................................................................................... DAFTAR TABEL............................................................................................... DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................
i ii iii iv v vi vii ix xi xv xiv xv
BAB 1.
PENDAHULUAN.............................................................................. 1.1. Latar Belakang Masalah............................................................... 1.2. Pembatasan Masalah.................................................................... 1.3. Perumusan Masalah..................................................................... 1.4. Tujuan Penelitian......................................................................... 1.5. Manfaat Penelitian....................................................................... 1.5.1. Manfaat teoritis................................................................. 1.5.2. Manfaat praktis................................................................. 1.6. Sistematika Penulisan..................................................................
1-12 1 7 9 9 10 10 10 11
BAB 2.
LANDASAN TEORI........................................................................ 2.1. Perilaku Ramah Lingkungan....................................................... 2.1.1. Definisi perilaku ramah lingkungan.................................. 2.1.2. Teori-teori perilaku ramah lingkungan............................. 2.1.3. Dimensi dan pengukuran perilaku ramah lingkungan...... 2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan........................................................................ 2.2. Orientasi Nilai (Value Orientation)............................................. 2.2.1. Definisi orientasi nilai (value orientation)........................ 2.2.2. Jenis-jenis orientasi nilai (value orientation).................... 2.2.3. Pengukuran orientasi nilai (value orientation).................. 2.3. Responsibility Feeling................................................................. 2.3.1. Definisi responsibility feeling........................................... 2.3.2. Aspek-aspek responsibility feeling................................... 2.3.3. Pengukuran responsibility feeling..................................... 2.4. Sikap Terhadap Lingkungan........................................................ 2.4.1. Definisi sikap terhadap lingkungan................................... 2.4.2. Dimensi-dimensi sikap terhadap lingkungan.................... 2.4.3. Pengukuran sikap terhadap lingkungan............................ 2.5. Pengetahuan Lingkungan............................................................ 2.5.1. Definisi pengetahuan lingkungan......................................
13-51 13 13 15 23
xi
25 30 30 32 36 37 37 40 40 41 41 42 43 43 43
2.5.2. Bentuk-bentuk pengetahuan lingkungan.......................... 2.5.3. Pengukuran pengetahuan lingkungan............................... 2.6. Variabel Demografis................................................................... 2.7. Kerangka Berpikir....................................................................... 2.8. Hipotesis Penelitian..................................................................... 2.8.1. Hipotesis mayor................................................................ 2.8.2. Hipotesis minor.................................................................
44 45 46 47 51 51 51
METODE PENELITIAN.................................................................. 3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengamilan Sampel.................... 3.2. Variabel Penelitian...................................................................... 3.2.1. Definisi operasional variabel penelitian......................... 3.2.2. Variabel demografis......................................................... 3.3. Instrumen Pengumpulan Data..................................................... 3.4. Variabel Demografis................................................................... 3.5. Uji Validitas Instrumen Penelitian.............................................. 3.5.1. Uji validitas alat ukur perilaku ramah lingkungan........... 3.5.2. Uji validitas alat ukur universalism.................................. 3.5.3. Uji validitas alat ukur benevolence................................... 3.5.4. Uji validitas alat ukur power............................................ 3.5.5. Uji validitas alat ukur achievement.................................. 3.5.6. Uji validitas alat ukur responsibility feeling.................... 3.5.7. Uji validitas alat ukur feeling guilty................................ 3.5.8. Uji validitas alat ukur responsibility judgement.............. 3.5.9. Uji validitas alat ukur sikap terhadap perilaku ramah lingkungan....................................................................... 3.5.10. Uji validitas alat ukur knowledge system....................... 3.5.11. Uji validitas alat ukur knowledge action related........... 3.5.12. Uji validitas alat ukur knowledge effectiveness............. 3.6. Metode Analisis Data................................................................
53-77 53 53 54 57 57 61 61 63 65 66 66 67 68 69 69
BAB 4
HASIL PENELITIAN....................................................................... 4.1. Gambaran Umum........................................................................ 4.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian....................................... 4.3. Pengelompokan Subjek Berdasarkan Variabel Penelitian........... 4.4. Uji Hipotesis Penelitian...............................................................
79-94 79 82 83 85
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN..................................... 5.1. Kesimpulan.................................................................................. 5.2. Diskusi......................................................................................... 5.3. Saran............................................................................................. 5.3.1. Saran teoritis...................................................................... 5.3.2. Saran praktis.......................................................................
95-108 95 96 105 105 106
BAB 3
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
70 71 72 73 74
DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 3.3. Tabel 3.4. Tabel 3.5. Tabel 3.6. Tabel 3.7. Tabel 3.8. Tabel 3.9. Tabel 3.10. Tabel 3.11. Tabel 3.12. Tabel 3.13. Tabel 3.14. Tabel 3.15. Tabel 3.16. Tabel 3.17. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4. Tabel 4.5. Tabel 4.6. Tabel 4.7.
Blue print skala pengukuran perilaku ramah lingkungan............. Blue print skala pengukuran value orientation........................... Blue print skala pengukuran responsibility feeling.................... Blue print skala pengukuran sikap terhadap lingkungan........... Blue print skala pengukuran pengetahuan lingkungan............... Muatan faktor item perilaku ramah lingkungan......................... Muatan faktor item universalism................................................ Muatan faktor item benelovence................................................ Muatan faktor item power......................................................... Muatan faktor item achievement............................................... Muatan faktor item responsibility feeling.................................. Muatan faktor item feeling guilty............................................... Muatan faktor item responsibility judgement............................ Muatan faktor item sikap terhadap lingkungan......................... Muatan faktor item knowledge system...................................... Muatan faktor item knowledge action related........................... Muatan faktor item knowledge effectiveness............................ Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin............................. Gambaran umum berdasarkan fakultas..................................... Gambaran umum berdasarkan semester.................................... Gambaran umum berdasarkan affiliasi organisasi.................... Deskripsi statistik variabel penelitian…………….................... Kategorisasi responden penelitian............................................. Summary uji regresi independent variable terhadap dependent variable……………………………………………………….. Table 4.8. Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV)…………….……………………….. Tabel 4.9. Koefisien regresi prediktor perilaku ramah............................... Tabel 4.10. Proporsi varian perilaku ramah lingkungan pada setiap independent variable ………………………………………....
xiii
58 59 60 60 61 64 65 66 67 67 68 69 70 71 72 73 74 79 80 80 81 82 83 86 86 87 90
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Model dari theory of planned behavior................................ Gambar 2.2. Value belief norms theory..................................................... Gambar 2.3. Bagan model NAT Swartz.................................................... Gambar 2.4. Model prediktor perilaku ramah lingkungan oleh Kaiser..... Gambar 2.5. Basic values orientation oleh Swartz................................... Gambar 2.6. Feeling responsibility diagram Kaiser.................................. Gambar 2.7. Bagan kerangka berpikir........................................................
xiv
17 18 20 22 35 39 50
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran A Kuesioner penelitian...................................................... Lampiran B Path diagram CFA........................................................ Lampiran C Syntax m-plus............................................................... Lampiran D Output deskriptif dan regresi.........................................
xv
111 119 125 128
1
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang penelitian yang mencakup pemaparan fenomena yang terjadi, serta beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Selain itu akan dijabarkan juga mengenai pembatasan, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian. 1.1.
Latar Belakang Masalah
Lingkungan sudah selayaknya dijaga dan dilestarikan karena merupakan tempat tinggal kita bersama agar dapat hidup tenteram dan nyaman. Lingkungan yang terjaga dapat menjamin kelangsungan hidup dari generasi hingga ke generasi mendatang. Namun kenyataannya kualitas lingkungan tempat tinggal kita semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal senada telah disampaikan oleh Menteri lingkungan
hidup
bahwa
kondisi
lingkungan
hidup
Indonesia
kian
memprihatinkan (Pramesti, 2012). Menurut data laporan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) tahun 2011 dan SHLI (Status Lingkungan Hidup Indonesia) tahun 2012 yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia. Kerusakan lingkungan yang sedang dialami Indonesia sudah mencapai taraf yang mengkhawatirkan, dari tahun ke tahun kualitas lingkungan Indonesia mengalami penurunan. Hal ini ditandai dengan pencemaran lingkungan, kerusakan hutan, kebakaran hutan, bencana alam dan kekeringan. Pada indeks tersebut dilaporkan bahwa sekitar kurang lebih 30% dari total air di Indonesia sudah tercemar,
1
2
terutama di kota-kota besar. Kondisi udara di berbagai wilayah Indonesia, dari tahun ke tahun mengalami penurunan yang disebabkan oleh penyusutan lahan hijau, disertai pencemaran udara oleh asap kendaraan dan asap pabrik industri. Pemakaian pupuk pestisida, serta krisis global warming menambah daftar panjang masalah lingkungan Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup [KLH], 2011; KLH, 2012). Salah satu penyebab buruknya kualitas lingkungan tersebut disebabkan oleh perilaku masyarakat, yaitu kurangnya inisiatif untuk menjaga lingkungan dan kebiasaan buruk yang tidak memperhatikan kelangsungan lingkungan (KLH, 2012). Menurut kementerian lingkungan hidup kepedulian masyarakat pada umumnya terhadap lingkungan dalam kehidupan sehari-hari masih cukup rendah (Shodiqnet, 2013). Kurangnya kepedulian dalam menjaga dan merawat lingkungan serta kebiasaan buruk yang kerap dilestarikan menjadi faktor yang krusial dalam mempengaruhi kelestarian lingkungan. Jika hal ini terus dibiarkan maka akan berdampak kepada banyak hal. Dilihat dari segi kesehatan, rusaknya lingkungan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan. Mulai dari yang ringan seperti diare, flu karena kondisi lingkungan yang kumuh sampai pada penyakit berat seperti kanker atau tumor akibat terpapar polusi dari berbagai bahan kimia (Corvalán, Kjellström & Smith, 1999). Sedangkan dari segi psikologis seseorang akan lebih mudah mengalami stress, gangguan emosional, bahkan dapat menimbulkan tindakan agresif karena kelelahan secara mental akibat buruknya kualitas lingkungan (Kuo & Sullivan, 2001).
3
Untuk mencegah dan meminimalisir dampak tersebut, diperlukan kepedulian terhadap lingkungan yang dimunculkan dengan mewujudkan perilaku ramah lingkungan. Perilaku ramah lingkungan diartikan sebagai tindakan sadar yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud untuk meminimalkan dampak negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan atau untuk memperbaiki lingkungan baik secara langsung maupun tidak langsung (Kollmuss & Agyeman, 2002). Lebih rincinya perilaku ramah lingkungan ini dibuktikan dengan tindakantindakan yang memperhatikan kelangsungan dan ketahanan lingkungan seperti, memanfaatkan air dan energi listrik secara efisien, memakai peralatan teknologi yang ramah lingkungan, dan memakai alat transportasi sehari-hari yang tidak mencemari lingkungan, tidak membuang sampah sembarangan, mengurangi penggunaan kantong plastik, meminimalisasi timbunan sampah dari produk atau makanan yang dikonsumsi, dan perilaku-perilaku lainnya yang berkontribusi positif terhadap lingkungan (Lehman & Geller, 2004). Penelitian terhadap perilaku ramah lingkungan, dimulai pada tahun 1970 bertepatan dengan hari Bumi yang pertama. Penelitian ini mulai berkembang untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku tersebut. Dalam sejumlah penelitian tersebut, perilaku ramah lingkungan diistilahkan berbeda-beda seperti, pro-environmental behavior (Milfont, 2006) ecological behavior (Kaiser, Ranney, Hartig & Bowler, 1999), environmentally significant behavior (Stern, 2000).
4
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan adalah nilai (Nordlund & Garvill, 2002; Stern 2000; Stern, Dietz, Abel, Guagnano & Kalof, 1999). Nilai merupakan keyakinan dan gagasan seseorang tentang tujuannya. Nilai digunakan untuk mengevaluasi suatu keadaan, dan sebagai penentu berperilaku bagi seseorang (Schwartz, 2012). Menurut peneliti nilai yang terkandung dalam diri seseorang menentukan bagaimana cara pandang seseorang mengenai objek-objek tertentu, semakin seseoran memiliki nilai-nilai yang berhubungan dengan lingkungan contohnya, maka akan membuat seseorang lebih memperhatikan dan peduli terhadap lingkunngan. Schwartz (2012) membedakan nilai berdasarkan 10 jenis orientasi motifnya,
yaitu self-direction, stimulation, hedonism, achievement, power,
security, conformity, tradition, benevolence dan universalism. Sepuluh jenis nilai tersebut disebut dengan orientasi nilai (value orientation). Berdasarkan penelitian yang lain terdapat empat jenis nilai yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan (Hansla, Gamble & Garling, 2008). Empat jenis nilai tersebut antara lain: benevolence (nilai cinta kasih dan saling menolong), universalism (nilai yang memperhatikan kesejahteraan orang banyak dan lingkungan), power (nilai yang berorietasi pada kekuasaan dan pengendalian), achievement (nilai yang beroerientasi pada pengakuan oleh sosial dan kesuksesan). Penelitian Hansla et.al (2008) menemukan bahwa benevolence dan universalism menjadi nilai positif dalam membentuk perilaku ramah lingkungan karena orang yang memiliki nilai ini lebih peduli terhadap lingkungan sekitar dan kelangsungan orang disekelilingnya sehingga lebih besar kemungkinan mereka
5
memunculkan perilaku untuk menjaga lingkungan. Sedangkan nilai power dan achievement menjadi nilai yang menghambat perilaku ramah lingkungan, karena mereka yang menganut nilai ini lebih mengutamakan kepentingan diri sehingga lebih sedikit menunjukkan perilaku yang peduli terhadap lingkungan. Faktor berikutnya yang juga berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan menurut beberapa penelitian adalah responsibility feeling (Kaiser & Shimoda, 1999; Kaiser et.al, 1999a). Responsibility feeling atau rasa tanggung jawab diartikan sebagai perasaan memiliki kewajiban mengenai keadaan tertentu. Semakin seseorang merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masalahmasalah
yang
ada
maka
semakin
besar
kemungkingannya
seseorang
memunculkan perilaku ramah lingkungan (Kaiser & Shimoda, 1999). Selain itu, responsibility feeling juga tidak banyak diteliti pada ranah perilaku ramah lingkungan, padahal rasa tanggung jawab banyak menentukan bersedia atau tidaknya seseorang untuk melakukan hal tertentu. Perilaku ramah lingkungan juga dapat muncul disebabkan faktor sikap pada lingkungan (Kaiser Wolfing & Fuhrer, 1999). Dalam studi meta-analisis Hines, Hungaford ditemukan hubungan moderat antara sikap terhadap lingkungan dengan ecological behaviour. Hal yang sama juga dilakukan Stern, Dietz dan Guagnano (1995) yang menyebutkan bahwa sikap terhadap lingkungan sebagai prediktor perilaku pro lingkungan. Dalam penelitian lain Clark, Kotchen dan Moore (2003), menjadikan sikap terhadap lingkungan sebagai prediktor perilaku hemat listrik.
6
Sikap pada lingkungan sendiri dapat diartikan sebagai perasaan mengenai isu-isu lingkungan bisa berupa perasaan positif atau negatif (Newhouse, 1990). Diasumsikan semakin positif sikap seseorang terhadap lingkungan maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. Sikap terhadap lingkungan sebagaimana sikap pada umumnya menentukan perilaku seseorang, karena sikap dan perilaku saling terkait. Faktor lain yang ikut mempengaruhi perilaku ramah lingkungan yaitu pengetahuan. Pengetahuan dianggap sebagai sarana untuk mengatasi hambatan psikologis seperti ketidaktahuan dan informasi yang salah. Pengetahuan yang dimaksud dapat berupa informasi mengenai masalah-masalah lingkungan yang terjadi. Pengetahuan juga dapat berupa wawasan mengenai cara-cara untuk meminimalisir dampak kerusakan lingkungan (Kaiser & Fuhrer, 2003). Menurut Frick, Kaiser, dan Wilson (2004), pengetahuan mencegah penghalang seperti ketidakpedulian dan kesalahan informasi sehingga dapat mempromosikan perilaku tertentu, dalam hal ini pengetahuan mengenai lingkungan dapat mempromosikan perilaku-perilaku yang lebih peduli terhadap lingkungan. Pengetahuan tentang lingkungan dipakai dalam beberapa penelitian untuk menganalisis jenis-jenis perilaku ramah lingkungan tertentu seperti memakai kendaraan umum (Walton, Thomas & Dravitzki, 2004) dan membeli green product (Aman, Harun & Hussein, 2012). Sehingga menurut peneliti semakin banyak pengetahuan yang dimiliki oleh seseoarang mengenai lingkungan, maka semakin tinggi pula kemungkinannya seseorang melakukan perilaku yang berhubungan dengan pelestarian lingkungan.
7
Penelitian lainnya juga menjelaskan bahwa terdapat seperangkat karakteristik-karakteristik demografis yang menentukan kemauan seseorang untuk berperilaku ramah lingkungan seperti: jenis kelamin, usia, pendapatan (Gifford & Nilsson, 2014). Affiliasi seseorang dalam kelompok yang berfokus pada isu-isu lingkungan (Eco-network) juga ikut mempengaruhi perilaku-perilaku ramah lingkungan yang dilakukan sehari-hari (Ando, Ohnuma, Blobaum, Matthies & Sugiura, 2010). Sehingga menurut peneliti seseorang yang tergabung dalam kelompok atau organisasi lingkungan akan memiliki perilaku ramah lingkungan yang lebih baik dibandingkan dengan orang-orang yang tidak tergabung dalam organisasi lingkungan. Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, maka menurut peneliti penting untuk melihat dan membuktikan ada atau tidaknya pengaruh faktor-faktor orientasi nilai (value orientation), rasa tanggung jawab (responsibility feeling), sikap terhadap lingkungan (attitude toward environment) dan pengetahuan lingkungan (environmental knowledge) serta variabel demografis affiliasi dalam organisasi lingkungan dalam memprediksi perilaku ramah lingkungan. Sehingga peneliti memutuskan untuk memberi judul: “Studi faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan” 1.2. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka peneliti membatasi penelitian ini pada pengaruh variabel independen yaitu value orientation (universalism, benevolence, achievement, power), responsibility
8
feeling, sikap terhadap lingkungan, pengetahuan lingkungan dan affiliasi organisasi lingkungan terhadap variabel dependen yaitu perilaku ramah lingkungan adapun pembatasan masing-masing variabel sebagai berikut: a. Perilaku ramah lingkungan dibatasi pada tindakan yang dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari aktivitas manusia terhadap lingkungan, dengan enam dimensi perilaku. energy conservation, mobility and transportation, waste avoidance, consumensarism, recycle, vicarious sosial toward environtment (Kaiser & Wilson 2004). b. Value orientation dibatasi pada representasi kognitif mengenai tujuan abstrak atau cara abstrak bagaimana berperilaku (Schwartz, 2012), dalam penelitian ini hanya dibatasi pada empat jenis nilai, yaitu benevolence, universalism, power dan achievement. c. Responsibility feeling dibatasi pada perasaan kewajiban pribadi terhadap lingkungan, terdapat tiga dimensi yaitu responsibility feeling, feeling guilty dan responsibility judgement (Kaiser & Shimoda, 1999), d. Sikap terhadap lingkungan dibatasi pada perasaan positif atau negatif tentang orang-orang, objek atau masalah yang berkaitan dengan lingkungan, (Newhouse, 1991) ada lima dimmensi yaitu fragility of nature's balance, the possibility of eco-crisis, the reality of limits to growth, antianthro-pocentrism, dan rejection of exemptionalis e. Pengetahuan lingkungan dibatasi pada jumlah informasi mengenai lingkungan serta permasalahan dan cara mengatasi, dengan tiga
9
dimensi yaitu knowledge system, knowledge action-related dan knowledge effectiveness (Kaiser & Fuhrer, 2003). f. Variabel demografi dalam penelitian ini adalah affiliasi organisasi lingkungan yaitu seseorang tergabung atau tidak dalam organisasi lingkungan. g. Subjek dalam penelitian ini adalah Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1.3. Perumusan Masalah Merujuk pada latar belakang yang telah dijelaskan maka peneliti merumuskan masalah sebagai berikut: a. Apakah ada pengaruh value orientation, responsibility feeling, sikap terhadap lingkungan, pengetahuan lingkungan, dan faktor demografi (affiliasi organisasi lingkungan) terhadap perilaku ramah lingkungan? b. Apakah ada pengaruh empat jenis value orientation yaitu universalism, benevolence, power, achievement terhadap perilaku ramah lingkungan? c. Apakah ada pengaruh responsibility feeling terhadap perilaku ramah lingkungan? d. Apakah ada pengaruh sikap terhadap lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan? e. Apakah ada pengaruh pengetahuan lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan? f. Apakah ada perbedaan affiliasi organisasi lingkungan dalam menjelaskan Perilaku ramah lingkungan?
10
1.4. Tujuan Penelitian Tujuan penelitiatan ini adalah menjawab pertayaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya, yaitu : a. Untuk mengetahui pengaruh dari value orientation, responsibility feeling, sikap terhadap lingkungan, pengetahuan lingkungan, dan faktor demografi (keikutsertaan dalam organisasi lingkungan) terhadap perilaku ramah lingkungan. b. Untuk mengetahui besar sumbangan pengaruh IV terhadap DV. c. Untuk melihat variabilitas dari kelompok demografi (affiliasi organisasi lingkungan) dalam menjelaskan perilaku ramah lingkungan. 1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini baik secara teoritis dan praktis ialah : 1.5.1. Manfaat teoritis Manfaat penelitian ini secara teoritik diharapkan dapat menambah khasanah keilmuan pengetahuan psikologi lingkungan. Selain itu penelitan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan masukan dalam pengembangan skala pengukuran psikologi. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan rujukan dan pembanding untuk penelitian selanjutnya yang relevan. Serta mengembangkan penelitian ini agar dapat ditemukan intervensi yang paling cocok sesuai dengan karakteristik-karasteristik psikologis yang akan di teliti nantinya. Sebagai pemberi stimulus bagi pemerhati bidang ini agar dapat melakukan hal serupa dengan harapan akan mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik.
11
1.5.2. Manfaat praktis Secara praktis hasil penelitan ini diharapkan dapat memperoleh bukti-bukti empiris mengenai pengaruh dari faktor-faktor diatas. Penelitian ini juga dapat memberikan sumbangan pemikiran mengenai pemanfaatan dan pemerhatian terhadap lingkungan dengan baik bagi masyarakat pada umumnya dan bagi peneliti pada khususnya. Diharapkan dengan penelitian ini dapat meningkatkan kesadaran bersama untuk melestarikan lingkungan demi masa depan bersama. 1.6. Sistematika Penelitian Penelitian ini dibagi menjadi beberapa bahasan seperti yang akan digambarkan sebagai berikut ini: BAB 1
PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis menguraikan tentang latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2
LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis menguraikan tentang berbagai teori mengenai variabel yang digunakan, yaitu perilaku ramah lingkungan, sub bab perilaku ramah lingkungan sebagai variabel yang menjadi model analisis, sub bab value orientation sebagai variabel yang menjadi model analisis, sub bab responsibility feeling serta variabel yang menjadi model analisis, sub bab sikap terhadap lingkungan serta variabel yang menjadi model analisis, sub bab pengetahuan
12
lingkungan serta variabel yang menjadi model analisis sub bab kerangka berpikir dan hipotesis. BAB 3
METODE PENELITIAN Pada bab ini, penulis menyajikan gambaran umum subjek, metode pengumpulan dan analisis data, dan hasil pengujian hipotesis penelitian dan interpretasinya.
BAB 4
HASIL PENELITIAN Pada bab ini, penulis menggambarkan gambaran umum respondek, uji hipotesis penelitian, proporsi varian, dan hasil penelitian. Peneliti juga menyimpulkan apa yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, diskusi hasil penelitian disertai rekomendasi dalam bentuk saran yang relevan dan sifatnya konstruktif bagi pengambilan keputusan, Analisis Regresi, Uji Hipotesis
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini, penulis memberikan kesimpulan dari apa yang telah diteliti sebelumnya. Selain itu juga penulis menyajikan diskusi serta saran dalam bentuk praktis dan teoritis.
13
BAB 2 LANDASAN TEORI
Bab ini berisi penjelasan tentang perilaku ramah lingkungan, bentuk-bentuk, teoriteori mengenai perilaku ramah lingkungan dan penjelasan singkat tentang faktorfaktor perilaku ramah lingkungan pada penelitian ini. Bab ini juga berisi tentang hipotesis penelitian, dan kerangka berpikir penelitian. 2.1. Perilaku Ramah Lingkungan 2.1.1. Defenisi perilaku ramah lingkungan Menurut Kollmuss dan Agyeman (2002) mengartikan perilaku ramah lingkungan, “pro-environmental behavior mean behavior that consciously seeks to minimize the negative impact of one’s actions on the natural and built world (e.g. minimize resource and energy consumption, use of non-toxic substances, reduce waste production“. Sedangkan menurut Stern (2000) perilaku ramah lingkungan adalah “the extent to which it changes the availability of materials or energy from the environment or alters the structure and dynamics of ecosystems or the biosphere itself “. Sedangkan menurut Krajhanzl (2010), perilaku ramah lingkungan adalah: “is such behavior which is generally (or according to knowledge of environmental science) judged in the context of the considered society as a protective way of environmental behavior or a tribute to the healthy environment”.
13
14
Perilaku ramah lingkungan dapat diartikan sebagai perilaku yang memberikan perhatian khusus terhadap lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Perilaku ini bisa berulang-ulang atau sesekali menyangkut pemeliharaan sumber daya alam maupun lingkungan sekitar, seperti pemeliharaan sumber daya yang spesifik, (air, udara, tanah), pengurangan konsumsi sumber energi (listrik, minyak, gas), mendaur ulang (mendaur ulang kertas, plastik, dll) serta memelihara kehidupan (tanaman dan hewan) (Bechtel & Churchman, 2002). Perilaku ramah lingkungan lainnya berupa mengurangi dan meminimalisir perilaku yang mengarah kerusakan sumber daya alam di tingkat lokal dan global. Misalnya, pencemaran/penyebaran berbagai jenis polusi bahan sampah di tanah (sampah dan pencemaran bahan kimia), di dalam air (pencemaran sungai dan sumber air danau dan laut), di udara (emisi gas, kebisingan, dan radiasi berbahaya bagi proses alam, efek rumah kaca dan perubahan iklim, hujan asam, lubang di lapisan ozon), atau apa pun yang berbahaya bagi kesejahteraan dan kesehatan makhluk hidup. Secara umum, ketika semua perilaku ini relevan dengan lingkungan yang berorientasi pada pemeliharaan optimal sumber daya alam, maka dapat dikatakan sebagai perilaku ramah lingkungan (Bechtel & Churchman, 2002). Berdasarkan uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa, perilaku ramah lingkungan adalah perilaku mengurangi dampak negatif aktifitas manusia terhadap lingkungan serta mengusahakan perbaikan, perlindungan dan pelestarian terhadap lingkungan.
15
2.1.2. Teori-teori perilaku ramah lingkungan Dalam menjelaskan perilaku ramah lingkungan banyak berkembang model-model teori seperti, social norms model (Cialdini, Kallgren & Reno, 1991), goal-framing theory (Lindenberg & Steg, 2007), value belief norm theory (Stern et.al, 1999), normative activation theory (Schwartz, 1977), dan theory planned behavior (Ajzen, 1991), Berikut penjelasan mengenai beberapa teori yang sering digunakan untuk menjelaskan perilaku ramah lingkungan : Theory planned behavior (TPB) : teori planned behaviour (TPB) dikembangkan oleh Ajzen pada tahun 1991. Teori ini mengusulkan sebuah model yang dapat mengukur bagaimana perilaku manusia dapat muncul. Model ini dapat memprediksi terjadinya perilaku tertentu, asalkan perilaku disengaja. Didasarkan pada asumsi bahwa manusia adalah makhluk yang rasional dan menggunakan informasi-informasi yang ada untuk memikirkan implikasi dari tindakan mereka sebelum mereka memutuskan untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku-perilaku tertentu. Berdasarkan teori tersebut, penentu terpenting perilaku seseorang adalah intensi untuk berperilaku. Intensi berperilaku dianggap sebagai anteseden terdekat dari suatu perilaku. Dipercaya bahwa semakin kuat intensi seseorang untuk menampilkan suatu perilaku tertentu, semakin mungkin baginya untuk melakukan perilaku tersebut (Ajzen, 1991). Intensi adalah suatu fungsi dari belief dan informasi yang penting mengenai kecenderungan bahwa menampilkan suatu perilaku tertentu akan mengarahkan pada suatu hasil yang spesifik, intensi berperan sebagai prekursor perilaku.
16
Meskipun tidak ada hubungan yang sempurna antara intensi perilaku dan perilaku aktual, intensi dapat digunakan ukuran proksi perilaku (Ajzen, 1991). Dalam teori TPB ada tiga variabel yang memprediksi intensi untuk melakukan perilaku. yaitu attitude toward behavior (sikap terhadap prilaku tersebut), subjective norms (norma subjektif), dan perceived behavior control (PBC).
Gambar 2.1 Model dari theory of planned behavior. sumber: The theory of planned behavior (1991)
Sikap terhadap perilaku adalah evaluasi seseorang mengenai keseluruhan perilaku, diasumsikan memiliki dua komponen yang bekerja sama: keyakinan tentang konsekuensi perilaku (behavioral belief) dan penilaian positif atau negatif sesuai tentang masing-masing fitur dari perilaku (evaluation outcome) (Ajzen, 1991). Norma subjektif perkiraan seseorang mengenai tekanan sosial untuk melakukan perilaku. Norma subjektif diasumsikan memiliki dua komponen yang bekerja adalah keyakinan tentang bagaimana seseorang yang dianggap penting
17
berharap dirinya melakukan suatu perilaku (normative beliefs) dan nilai yang dirinya miliki apabila dia mengikuti harapan mereka (motivation to comply) (Ajzen, 1991). Perceived behavior control adalah sejauh mana seseorang merasa mampu untuk melakukan perilaku. Perceived behavior control memiliki dua aspek yaitu: berapa banyak seseorang memiliki kontrol atas perilaku dan seberapa yakin seseorang merasa mampu untuk melakukan atau tidak melakukan perilaku. Hal ini ditentukan oleh keyakinan kontrol tentang kekuatan dan situasional untuk menghambat atau memfasilitasi dimunculkannya perilaku (Ajzen, 1991). Dalam beberapa penelitian TPB digunakan untuk menganalisis perilaku ramah lingkungan secara umum (Niaura, 2013; Oreg & Gerro, 2006) maupun perilaku ramah lingkungan secara spesifik seperti perilaku daur ulang (Nigbur, Lyons & Uzzell, 2010) memakaian kendaraan umum (Bamberg & Schmidt, 2003). Kebanyakan penelitian menemukan bahwa yang paling signifikan menentukan sebuah perilaku adalah intensi perilaku, sedangkan tiga komponen lainnya menjadi penjelas dari niat (Lucius & Lucius, 2010). Teori norm-activation (NAT) : Teori Norm-Activation dikembangkan oleh Schwartz (Schwartz, 1977; Schwartz & Howard, 1982). Teori ini dikembangkan untuk menjelaskan perilaku Pro-sosial (altruistically motivated). Menurut teori ini masing-masing orang memiliki moral obligation (kewajiban moral) yang berbedabeda. Seseorang akan melakukan suatu perilaku sesuai dengan kewajiban moral yang dimiliki. (Schwartz & Howard, 1984).
18
Dalam memprediksi suatu perilaku prososial, terdapat tiga variabel dalam model NAT yang mempengaruhi proses terjadinya suatu perilaku tersebut. Variabel yang pertama adalah norma pribadi (personal norms) (PN), dapat diartikan sebagai “kewajiban moral seseorang untuk melakukan atau menahan diri dari tindakan tertentu” (Schwartz & Howard, 1981). Variabel kedua, kesadaran konsekuensi (awareness of consecequence) (AC), didefinisikan sebagai kesadaran seseorang ketika tidak melakukan tindakan prososial tertentu akan mendatangkan konsekuensi negatif bagi orang lain atau hal-hal lain yang berkaitan. Yang terakhir anggapan tanggung jawab (ascription of responsibility) (AR), diartikan sebagai perasaan tanggung jawab atas konsekuensi negatif jika tidak bertindak prososial (Schwartz & Howard, 1981). Pada dasarnya, terdapat dua interpretasi NAT bagaimana ketiga variabel diatas saling tekait. Beberapa ahli menyarankan bahwa AC mempengaruhi AR, AR mempengaruhi PN, dan PN mempengaruhi perilaku, atau yang disebut mediator model. Sedangkan interpretasi yang kedua menganggap bahwa pengaruh PN terhadap perilaku prososial dimoderatori oleh AC dan AR, atau yang disebut moderator model (gambar 2.3).
Gambar 2.3 Bagan model NAT Swartz (sumber: Morality and Prosocial Behavior: The Role of Awareness, Responsibility, and Norms in the Norm Activation Model. 2009)
19
Misalnya, ketika model mediator memprediksi perilaku prososial tertentu akan relatif lebih berhasil jika mereka terlebih dahulu menargetkan kesadaran akan masalah (AC) sebelum fokus pada tanggung jawab (AR) atau norma-norma (PN). Para peneliti mengusulkan model mediator menganggap bahwa AC dan AR memiliki efek langsung terhadap niat dan perilaku melalui PN (Black, Stern, & Elworth, 1985; Steg, Drijerink, & Abrahamse, 2005; Stern & Dietz, 1994). Sedangkan model moderator, meningkatkan tanggung jawab (AR) dan kesadaran akan konsekuensi (AC) dapat meningkatkan kemungkinan munculnya perilaku prososial. Para peneliti yang mengusulkan model ini berpendapat bahwa hubungan antara PN dan prososial Perilaku dimoderatori oleh AC dan AR (misalnya, Schultz & Zelezny, 1998; Schwartz & Howard, 1980; Vining & Ebreo, 1992). Para peneliti ini meyakini hubungan antara PN dan perilaku prososial menjadi sangat kuat di antara orang-orang yang sangat menyadari konsekuensi dari tidak bertindak prososial dan orang-orang yang merasa sangat bertanggung jawab atas konsekuensi dari perilaku ini. Sebaliknya, ketika AC dan AR rendah, kemungkinan PN untuk mempengaruhi perilaku juga rendah, karena orang mungkin menolak masalah atau menolak tanggung jawab (Schwartz, 1977). Penelitian tentang Norm-activation theory awalnya dikembangkan dan diuji dalam domain perilaku prososial interpersonal (Schwartz, 1977). Setelah itu, teori ini diterapkan secara luas di domain perilaku ramah lingkungan karena kebanyakan orang berperilaku ramah lingkungan didasarkan pada perasaan alruistiknya seperi daur ulang (Hopper & Nielsen, 1991), penerimaan kebijakan energi (Groot & Steg, 2009), dan perilaku ramah lingkungan secara umum
20
(Nilsson, Borgstede & Biel, 2004), dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa norma yang dianut oleh seseorang menentukan perilaku ramah lingkungan. Value belief norm (VBN) theory : teori value-belief-norm (VBN) merupakan model yang dibuat oleh Stern (Stern, 2000; Stern, Dietz, Abel, Guagnano, & Kalof, 1999) yang merupakan pengembangan dari teori norm activation theory (NAT) (Schwartz, 1977). Teori VBN menjelaskan bahwa perilaku ramah lingkungan merupakan fungsi dari norma personal seseorang. Teori VBN menyatakan bahwa terdapat fungsi linear yang menghubungkan tiga tingkat analisis yaitu nilai-nilai pribadi, keyakinan, dan norma-norma yang menjelaskan proses terbentuknya perilaku ramah lingkungan seperti pada gambar 2.2
Gambar 2.2 Value belief norms theory. sumber: Toward a Coherent Theory of Environmentally Significant Behavior (2000).
Menurut Stern seseorang yang memiliki nilai yang mengarah pada altruistic, egoistic dan biospheric akan memiliki kecendrungan moral untuk lebih peduli terhadap lingkungan. Teori VBN menyatakan bahwa nilai-nilai yang dimiliki berpengaruh terhadap cara pandang seseorang terhadap lingkungan (world view), dan berlanjut pada kesadaran konsekuensi (AC) yakni individu yang percaya bahwa kondisi lingkungan menimbulkan ancaman terhadap orang lain, spesies lain, atau biosfer. Kesadaran konsekuensi akan menumbuhkan anggapan bahwa tindakan mereka dapat mencegah konsekuensi yang akan timbul (AR), maka
21
dengan itu semua seseorang akan merasa punya tanggung jawab moral untuk mengambil suatu tindakan (norma-norma personal) terhadap lingkungan (Stern, 2000). Teori VBN sering dipakai untuk menjelaskan anticendent perilaku ramah lingkungan (Oreg &Gerro, 2006; Steg, Dreijerink & Abrahamse, 2006) Seperti halnya teori VBN yang dikembangkan dari norm activation theory (NAT), peneliti lainnya juga mengembangkan teori NAT yaitu Kaiser et.al (1999). Kaiser mengembangkan teori ini dengan memperjelas perasaan moral obligation yang disebut personal norms pada teori NAT menjadi responsibility feeling. Hal ini dilakukan Kaiser mengingat norm activation theory hanya berfokus pada aspek personal dan tidak melibatkan aspek sosial, sehingga Kaiser menjembatani dengan melengkapinya perasaan memiliki kewajiban tersebut tidak hanya lahir dari diri seseorang tetapi juga lahir dari pandangan seseorang mengenai situasi sosialnya yang disebut dengan responsibility feeling. Selain itu Kaiser juga menambahkan environmental knowledge dan environmental value sebagai prediktor perilaku ramah lingkungan seperti pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Model prediktor perilaku ramah lingkungan oleh Kaiser (sumber: Ecological Behavior, Environmental Attitude, and Feelings of Responsibility for the Environment, 1999)
22
Berdasarkan pengembangan ini maka peneliti memakai model Kaiser et.al (1999) untuk menjadi dasar teori dalam penelitian kali ini, Karena model tersebut lebih sederhana, dimana responsibility feeling, environmental knowledge sebagai prediktor perilaku ramah lingkungan ditambah dengan value orientation dan environmental attitude sebagai tambahan prediktor. Adapun intensi tidak diikutsertakan dalam penelitian ini karena menurut banyak penelitian intensi dan perilaku memiliki korelasi yang tinggi, sehingga peneliti memutuskan untuk langsung menguji model terhadap perilaku. Lebih rincinya akan dijelaskan pada sub-bab dibawah nantinya. 2.1.3. Dimensi-dimensi dan pengukuran perilaku ramah lingkungan Banyak tokoh yang merumuskan dimensi-dimensi perilaku ramah lingkungan salah satunya menurut pendapat Kaiser dan Wilson (2004), secara umum dapat dikelompokkan menjadi 6 dimensi perilaku ramah lingkungan: 1. Energy conservation : perilaku yang berfokus pada efisiensi dan penghematan energi, serta mulai untuk beralih kepada energi terbarukan, adapun contoh perilakunya antara lain, menghemat pemakaian listrik, air dan energi lainnya, membeli produk-produk yang lebih hemat energi, memakai sumber-sumber energi dari panel surya. 2. Transportation and mobility : bentuk perilaku ini berfokus pada pemilihan modal transportasi, untuk mengurangi dampak polusi dan mengurangi pemakaian bahan bakar, seperti memilih untuk menggunakan transportasi umum untuk sehari-hari, juga memakai sepeda atau jalan kaki.
23
3. Waste avoidance : bentuk perilaku ini berfokus pada meminimalisir pemakaian barang-barang yang tidak perlu yang dapat menghasilkan limbah dan menggunakan barang-barang lama untuk dipakai kembali, seperti menggunakan kantong khusus setiap kali berbelanja. Menghindari pemakaian plastik, mengurangi pemakian kertas dan lain-lain. 4. Consumerism : bentuk perilaku ini berfokus pada perilaku memilih barang-barang yang ramah lingkungan untuk dikonsumsi, baik makanan yang ramah lingkungan seperti mengosumsi makanan organik yang diolah tanpa peptisida atau zat kimia lain, maupun barang-barang lain seperti produk kosmetik yang ramah lingkungan. 5. Recycling : bentuk perilaku ini berfokus pada perilaku pemanfaatan hasil limbah dan penggunaan barang yang sudah tidak terpakai menjadi barang lain yang berguna, seperti mendaur ulang sampah, memanfaatkan barangbarang tidak terpakai menjadi barang lain yang berguna, mengumpulkan sampah, mengolah limbah rumah tangga. 6. Vicarious, sosial behaviors toward conservation : bentuk perilaku ini berfokus pada peran aktif mengelola lingkungan dalam suatu masyarakat, meningkatkan kesadaran banyak orang untuk peduli akan lingkungan, seperti membentuk kelompok penjaga lingkungan,memberikan seminar atau diskusi mengenai lingkungan, dan lainnya. Dalam mengukur perilaku ramah lingkungan banyak alat ukur yang dikembangkan beberapa diantaranya:
24
1. Pro-environmental Behavior Scale (PEBS) dibuat oleh Markle (2013) menghasilkan 19-item dengan empat dimensi yaitu conservation, environmental citizenship, food, transportation dengan koefesien alpha untuk keseluruhan test .76.dan untuk koefesien alphas untuk subscales berkisar .62 to .74. 2. Self reported pro-environmental yang dikembangkan oleh Schultz dan Zelezny (1998), Sebuah kuesioner yang dikembangkan untuk mengukur perilaku ramah lingkungan dengan format self report. Perilaku diukur dengan menggunakan skala Likert. Responden diminta untuk menilai seberapa sering mereka melakukan beberapa perilaku dalam rentang mingguan, bulanan, tahunan atau tidak pernah sama sekali. Perilaku yang diukur adalah perilaku bertanggung jawab terhadap lingkungan seperti: daur ulang, konservasi energi, konservasi air, pembelian lingkungan aman produk, dan menggunakan transportasi umum. Kekurangan dari skala ini adalah dari segi reabilitasnya. 3. General Ecological Behavior Scale (GEBS). GEBS dikontruksi oleh Kaiser (1998), pada awalnya GEBS memiliki 38 item dan 7 sub-skala yaitu: prosocial behavior; ecological garbage removal; water and power conservation; ecologically aware consumer behavior; garbage inhibition; volunteering in nature protection activities; and ecological automobile. Dalam pengembangannya GEBS direvisi pada tahun 2004, Kaiser dan Wilson mengembangkan skala ini dengan pendekatan teori goal-directed performance, dan modifikasi hingga sekarang menjadi 50
25
item. 32 item dengan respon likert dan 18 item dengan response ya dan tidak dan meliputi 6 jenis perilaku yaitu: energy conservation, mobility and transportalion, waste avoidance, consumerism, recycling, dan vicarious, sosial behaviors toward conservation. Berdasarkan beberapa alat ukur diatas peneliti memutuskan untuk menggunakan General Ecological Behavior Scale (GEBS) dalam penelitian kali ini untuk mengukur perilaku ramah lingkungan. peneliti memilih GEBS untuk menjadi alat ukur perilaku ramah lingkungan kali ini, karena GEBS memiliki banyak dimensi perilaku dibandingkan dengan alat ukur lainnya, selain itu GEBS telah dikembangkan dengan menggunakan model statistik yang lebih baik dan GEBS juga telah dipakai dalam banyak penelitian perilaku ramah lingkungan. 2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan Selain dari teori yang telah dijabarkan, penelitian-penelitian lain yang dilakukan mengenai perilaku ramah lingkungan menemukan bahwa perilaku ini lebih kompleks. Beberapa orang melakukan perilaku ini didasarkan pada alasan lingkungan dan beberapa lain tidak, seperti karena faktor ekonomi dan lainnya. Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan: a. Pengalaman masa kecil Pengalaman masa kecil menjadi salah satu faktor yang dapat menjelaskan penyebab kepedulian terhadap lingkungan. Lebih dari 200 pendidik lingkungan dari seluruh dunia yang disurvei, prediktor terkuat dari kepedulian mereka terhadap lingkungan adalah jumlah pengalaman luar mereka sebagai anak-anak. Anak-anak yang berbicara tentang lingkungan di rumah, menonton film alam, dan
26
membaca tentang lingkungan lebih peduli terhadap lingkungan (Gifford & Nilsson, 2014). b. Pengetahuan dan pendidikan Seseorang yang memiliki pengetahuan mengenai masalah-masalah dan tindakantindakan positif yang potensial mengenai lingkungan lebih mungkin untuk secara sadar peduli terhadap lingkungan atau sengaja bertindak dengan cara yang lebih ramah terhadap lingkungan. Sebuah penelitian lainnya di Inggris menemukan bahwa diskriminator terbaik antara remaja peduli lingkungan dengan acuh tak acuh adalah jumlah pengetahuan lingkungan tentang isu-isu spesifik lingkungan (Gifford & Nilsson, 2014). Individu dengan pendidikan yang lebih tinggi secara umum lebih peduli tentang lingkungan, namun ada beberapa penelitian menunjukkan bahwa mahasiswa pendidikan bisnis dan teknologi kurang peduli terhadap lingkungan dibandingkanmahasiswa dalam disiplin lain (Gifford & Nilsson, 2014). c. Kepribadian Big-Five personality saat ini dianggap mewakili banyak domain kepribadian normal (openness to experience, conscientiousness, extraversion, agreeableness, and emotional stability). Dalam penelitian terkait, openness berhubungan dengan perilaku ramah lingkungan bahwa hubungan ini sepenuhnya dimediasi oleh sikap dan koneksi ke alam (Gifford & Nilsson, 2014). Dalam sebuah studi, kepedulian lingkungan yang lebih besar terkait tidak hanya openness yang lebih besar, tetapi juga untuk agreeableness yang lebih
27
besar (kecenderungan untuk berbelas kasih dan kooperatif daripada curiga dan bermusuhan terhadap orang lain) (Gifford & Nilsson, 2014). d. Sense of control Mereka yang percaya bahwa peristiwa atau kehidupan sebagai hasil kendali mereka sendiri atau karakteristik pribadi yang memiliki locus of control internal, mereka secara aktif mencari informasi, termasuk mengenai masalah lingkungan. Locus of control internal telah dikaitkan dengan keinginan yang lebih besar untuk membeli produk yang ramah lingkungan dan intensi yang kuat terdahap perilaku ramah lingkungan, Locus of control juga memoderasi hubungan antara nilai-nilai dan perilaku ramah lingkungan (Gifford & Nilsson, 2014). e. Nilai-nilai Nilai (dan konsep terkait yang relatif stabil dalam diri seseorang) sangat terkait dengan sikap lingkungan (Schwartz 1996; Schultz & Zelezny, 1999). Tidak mengherankan, orang yang memegang nilai-nilai yang lebih altruistik dan biosfir melaporkan berperilaku lebih ramah lingkungan (Milfont & Gouveia, 2006). f. Tanggung jawab Merasa bertanggung jawab adalah bagian penting dari kepedulian lingkungan (Kaiser, Ranney, Hartig, & Bowler, 1999). Perasaan tanggung jawab tampaknya berasal sebagian besar dari rasa bersalah (Kaiser & Shimoda, 1999). Dalam sampel nasional remaja Belanda, kepedulian lingkungan itu sangat terhubung ke kesediaan untuk berkorban, seperti pengorbanan keuangan, untuk lingkungan sebagai bentuk tanggung jawab atas lingkungan (Gifford & Nilsson, 2014).
28
g. Keterlibatan emosi keterlibatan emosional sebagai sejauh mana seseorang memiliki hubungan afektif dengan alam. Dalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa hubungan emosional seperti tampaknya sangat penting dalam membentuk keyakinan, nilai-nilai, dan sikap terhadap lingkungan. Selain itu, keterlibatan emosional dapat dilihat sebagai kemampuan untuk memiliki reaksi emosional ketika berhadapan dengan degradasi lingkungan. Semakin kuat seseorang itu bereaksi emosional terhadap masalah lingkunga, semakin besar kemungkinan orang yang akan terlibat dalam prolingkungan perilaku (Kollmuss &Agyeman, 2002). h. Usia Studi awal serta yang lebih baru menemukan bahwa orang tua lebih berperilaku ramah lingkungan daripada orang yang lebih muda. Temuan ini dapat mendukung hipotesis bahwa terjadi sesuatu yang penting untuk generasi yang lebih tua yang tidak terjadi pada generasi muda. Namun juga terdapat sebagian besar (tetapi tidak semua) penelitian menunjukkan bahwa orang yang lebih muda melaporkan menjadi lebih peduli lingkungan dari orang tua (Gifford & Nilsson, 2014). i. Jenis kelamin Ulasan penelitian awal perbedaan gender dalam sikap dan perilaku ramah lingkungan menyimpulkan hal yang tidak konsisten; bahwa tidak ada perbedaan yang jelas bisa dilihat. Namun beberapa penelitian menemukan dimana perempuan cenderung melaporkan sikap yang kuat terhadap lingkungan, kepedulian, dan perilaku daripada laki-laki. Penjelasan lain adalah bahwa kekhawatiran altruistik seperti kesehatan dan keselamatan (yang dapat terancam
29
oleh lingkungan yang rusak) lebih penting bagi wanita, terutama bagi perempuan dengan anak-anak di rumah (Gifford & Nilsson, 2014). j.
Kelas sosial
Studi yang menyelidiki perilaku konsumen, perilaku konservasi energi, dan daur ulang, menunjukkan bahwa menjaga lingkungan hidup cenderung pada individu kelas menengah atau menengah-atas. Pada skala nasional, warga negara-negara kaya tampaknya rata-rata memiliki kepedulian lingkungan yang lebih besar. Satu studi tersebut meyakinkan menunjukkan bahwa kepedulian lingkungan memiliki hubungan positif yang jelas dengan PDB per-kapita, Meningkatnya aset ekonomi membuatnya lebih mudah untuk mengalokasikan sumber daya untuk memperbaiki lingkungan (Gifford & Nilsson, 2014). k. Aktivitas sosial Kepedulian terhadap lingkungan dikaitkan dengan pilihan kegiatan oleh seseorang. Orang-orang yang terlibat dalam rekreasi di alam terbuka cenderung peduli terhadap lingkungan, tapi bervariasi dalam aktivitas. Secara umum, mereka yang lebih memilih kegiatan di luar ruangan konsumtif (misalnya, berburu atau memancing) cenderung kurang peduli dibandingkan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan non-konsumtif (misalnya, hiking, fotografi). Demikian pula, anggota organisasi bersepeda cenderung lebih peduli dari anggota organisasi kendaraan off-road (Gifford & Nilsson, 2014). l. Perkotaan dibandingkan pedesaan Orang-orang yang tinggal di daerah pedesaan merasakan berada di lingkungan dengan cara yang sangat berbeda dari mereka yang di perkotaan; mereka
30
berhubungan lebih dengan alam. Penelitian dari berbagai negara telah menghasilkan hasil yang bertentangan. Di Cina, orang yang tinggal di kota-kota besar lebih mungkin terlibat dalam perilaku ramah lingkungan daripada orang yang tinggal di kota-kota yang lebih kecil. Namun, siswa di Inggris yang dibesarkan di daerah pedesaan melaporkan orientasi yang lebih positif terhadap lingkungan alam dari siswa perkotaan. Warga British Columbia melaporkan tingkat yang relatif tinggi kepedulian lingkungan antara kedua penduduk pedesaan dan perkotaan (Gifford & Nilsson, 2014). m. Kedekatan ke situs masalah Meskipun faktor lain juga berperan, orang-orang yang hidup lebih dekat ke situs masalah lingkugan seperti tempat pembuangan sampah (TPA) atau limbah cenderung lebih peduli terhadap masalah lingkungan sekitar mereka. Dalam sebuah penelitian California Selatan, warga yang percaya bahwa kesejahteraan mereka itu terancam oleh masalah lingkungan lebih mungkin untuk terlibat dalam daur ulang, konservasi air, dan membeli produk yang lebih aman lingkungan. Tidak mengherankan, warga yang mendukung pengurangan emisi gas rumah kaca jika mereka percaya ini tidak akan mengancam diri mereka sendiri (Gifford & Nilsson, 2014). 2.2. Orientasi Nilai (Value Orientation) 2.2.1. Defenisi orientasi nilai (value orientation) Secara umum value (nilai) bisa diartikan sebagai representasi kognitif mengenai tujuan abstrak (misalnya, kedamaian dunia) atau cara abstrak bagaimana berperilaku (misalnya, penolong). Setiap orang memiliki keinginan atau
31
kepentingan berbeda-beda (Schwartz, 1992). Setidaknya ada 5 penjelasan mengenai nilai (values), (1) adalah sebuah konsep atau keyakinan, (2) merupakan tujuan yang diinginkan dan berusaha untuk dicapai, (3) melampaui situasi dan tindakan spesifik, (4) menjadi standar untuk memandu pemilihan atau mengevaluasi tindakan, kebijakan, orang, dan peristiwa, (5) nilai diurutkan berdasarkan kepentingan relatif. Nilai-nilai yang ada dalam sistem masyarakat telah diurutkan menjadi prioritas tersendiri yang menjadi ciri masing-masing individu. Apakah bagi seorang lebih penting untuk berprestasi atau berkeadilan, memilih untuk mencari hal baru atau mengikuti tradisi. hirarkis ini menjadi fitur yang membedakan nilai-nilai dari norma-norma dan sikap (Schwartz, 2012). Sebuah teori dikembangkan awalnya oleh Schwartz dengan meneliti nilai mendasar yang berlaku secara universal di berbagai tempat. Dengan tiga persyaratan yang direspon tiap individu yaitu: (1) kebutuhan biologis individu, (2) bentuk interaksi sosial, dan (3) kelangsungan hidup, kesejahteraan dan kebutuhan kelompok. Berdasarkan ketiga syarat tersebut Schwartz (1992) membagi 10 nilainilai yang mendasar, yang masing-masingnya dibedakan berdasarkan tujuan motivasinya. Kesepuluh nilai tersebut dikenal dengan orientasi nilai (value orientation) 2.2.2. Jenis-jenis orientasi nilai (value orientation) Terdapat sepuluh jenis orientasi nilai
yang berbeda-beda berdasarkan arah
tujuannya antara lain: a. Self-Direction:
pemikiran
yang
independen,
memilih
tindakan,
menciptakan, dan mengeksplorasi. Self-Direction sendiri berasal dari
32
kebutuhan organismik untuk kontrol serta penguasaan dan mensyaratkan interaksi yang otonomi dan mandiri (kreativitas, kebebasan, memilih tujuan sendiri, penasaran, mandiri, harga diri, cerdas, privasi) b. Stimulation: kegembiraan, kebaruan, dan tantangan dalam hidup. values stimulation berasal dari kebutuhan organismik untuk keragaman dan stimulasi untuk mempertahankan keadaan yang optimal, positif, bukan mengancam, dan keaktifan. Kebutuhan ini berhubungan dengan kebutuhan yang mendasari nilai-nilai pengarahan diri sendiri (hidup bervariasi, kehidupan yang menarik, penuh tantangan, berani). c. Hedonism: kesenangan atau kepuasan sensual untuk diri sendiri. values hedonism berasal dari kebutuhan organismik akan kesenangan yang terkait pada kepuasan. (kesenangan, menikmati hidup, memanjakan diri). d. Achievement: keberhasilan pribadi melalui cara menunjukkan kompetensi sesuai dengan standar sosial. Kinerja yang kompeten untuk menghasilkan sumber daya yang diperlukan bagi individu untuk bertahan hidup, untuk kelompok dan lembaga dalam mencapai tujuan mereka. Values achievement menekankan untuk menunjukkan kompetensi dalam hal standar budaya yang berlaku, sehingga memperoleh persetujuan sosial (ambisius, sukses, mampu, berpengaruh, cerdas, harga diri, pengakuan sosial). e. Power: status sosial dan prestise, kontrol atau dominasi atas orang-orang dan sumber daya. Values power juga transformasi individu untuk
33
kebutuhan dominasi dan kontrol (otoritas, kekayaan, kekuasaan sosial, melestarikan citra publik, pengakuan sosial). f. Security: keamanan, keharmonisan, dan stabilitas dalam masyarakat, dalam relation, dan dalam diri. Values security melayani kepentingan terutama individu (misalnya, kebersihan), atau yang lebih luas melayani kepentingan kelompok (misalnya, keamanan nasional). (ketertiban sosial, keamanan keluarga, keamanan nasional, kebersihan, kesehatan, rasa kepemilikan) g. Conformity: menahan diri dari tindakan, kecenderungan, impuls yang mungkin akan membuat kesal atau merugikan orang lain dan melanggar harapan sosial atau norma-norma. Values conformity berasal dari persyaratan bahwa individu menghambat kecenderungan yang akan mengganggu dan merusak interaksi halus dan fungsi kelompok. mereka menekankan pada menahan diri dalam interaksi sehari-hari (taat, disiplin diri, kesopanan, menghormati orang tua dan yang lebih tua, loyal, bertanggung jawab) h. Tradition: menghormati, komitmen, dan penerimaan dari kebiasaan dan ide-ide dari budaya atau agama yang ada, mengembangkan praktek, simbol, ide-ide, dan keyakinan. menghormati kebiasaan kelompok dan tradisi. Mereka melambangkan solidaritas kelompok, Mereka sering mengambil bentuk ritual agama, keyakinan, dan norma-norma perilaku. (menghormati tradisi, rendah hati, taat, menerima tradisi sebagai bagian dalam kehidupan, sederhana, kehidupan rohani) perbedaan antara
34
conformity dan tradition, conformity memerlukan subordinasi kepada orang-orang dengan siapa kita sering berinteraksi-orang tua, guru, dan bos. sedangkan tradition memerlukan subordinasi pada kebiasaan benda-agama dan budaya yang lebih abstrak dan ide-ide. i. Benevolence: memelihara dan meningkatkan kesejahteraan mereka dengan siapa sering melakukan kontak pribadi (terutama dalam kelompok). Values benevolence berasal dari kebutuhan dasar untuk kelancaran fungsi sebuah kelompok dan berasal dari kebutuhan organismik untuk berafiliasi. Paling kritis pada hubungan dalam keluarga dan kelompok utama lainnya. Values benevolence menekankan kepedulian sukarela untuk kesejahteraan orang lain (membantu, jujur, pemaaf, bertanggung jawab, loyal, persahabatan sejati, cinta yang dewasa, rasa memiliki yang berarti dalam kehidupan, kehidupan spiritual). j. Universalism: pemahaman, apresiasi, toleransi, dan perlindungan bagi kesejahteraan semua orang dan alam. Values universalisme berasal dari kebutuhan hidup individu dan kelompok, yang disadari sampai mereka menemukan orang lain di luar kelompok utama dan sampai mereka menyadari kelangkaan sumber daya alam. Orang-orang ini menyadari bahwa kegagalan untuk menerima orang lain yang berbeda dan memperlakukan mereka dengan tidak adil akan menyebabkan perselisihan yang mengancam jiwa. Mereka juga menyadari bahwa kegagalan untuk melindungi lingkungan alam akan menyebabkan kehancuran sumber daya tempat hidup bergantung (berwawasan luas, keadilan sosial, kesetaraan,
35
dunia damai, dunia kecantikan, kesatuan dengan alam, kebijaksanaan, melindungi lingkungan, harmoni batin, kehidupan spiritual). Kesepuluh values ini terdapat dalam struktur melingkar (Quasi-circumplex) yang mencerminkan hubungan konseptual antara satu sama lain (Schwartz 1992; Schwartz, 2012). Kesepuluh values tersebut terletak pada dua dimensi, yang pertama dimensi “openess to change” dengan “conservation”' dan dimensi “self enhancement” dengan “self transcendence”.
Gambar 2.5 Basic values orientation by Swartz (sumber: An overview of the Schwartz theory of basic values. 2012)
Berdasarkan gambar 2.5 dapat dilihat jika semakin dekat dua nilai yang ada di sekitar lingkaran, semakin cocok dan sejalan tujuan nilai mereka karena masing-masing nilai akan berbagi tujuan yang mirip. Contohnya nilai achievement dan power merupakan nilai yang cocok, karena mencari keberhasilan pribadi untuk diri sendiri cenderung memperkuat dan diperkuat dengan tindakan yang bertujuan untuk meningkatkan posisi seseorang secara sosial dan wewenang atas orang lain, begitupun dengan nilai-nilai lain sesuai dengan gambar 2.5.
36
Sedangkan semakin jauh nilai, maka akan kurang kompatibel dan saling berlawanan tujuan antara satu nilai dengan yang lain. Contohnya, orang mengejar nilai achievement biasanya bertentangan dengan benevolence, mencari kesuksesan untuk diri cenderung untuk menghalangi tindakan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain yang membutuhkan bantuan seseorang. Akibatnya, korelasi antara nilai-nilai cukup tinggi untuk nilai-nilai yang berdekatan di lingkaran dan menjadi kurang seiring jarak antara nilai meningkat, dan menjadi negatif pada nilai yang bersembrangan. Dalam penelitian mengenai perilaku ramah lingkungan, nilai power dan achievement sering dikaitkan dengan rendahnya perilaku dan kepedulian terhadap lingkungan, hal ini disebabkan kurangnya kemauan untuk berkorban terhadap lingkungan dan kemauan berkorban untuk orang sekitar karena mereka lebih berorientasi pada pemenuhan kebutuhan diri. Sedangkan benevolence dan universalism sering dilaporkan memiliki hubungan yang kuat dengan perilaku ramah lingkungan dan juga mereka menunjukkan hubungan yang positif dengan sikap terhadap lingkungan (Hansla et.al, 2008). 2.2.3. Pengukuran oreintasi nilai (value orientation) Beberapa bentuk alat ukur yang dikembangkan untuk mengukur value orientation ini antara lain melalui : 1. The Schwartz value survey (SVS, Schwartz, 1992). Dalam SVS disajikan dua kelompok daftar item yang mengukur value. Kelompok pertama berisi 30 item yang menggambarkan states akhir yang diinginkan dalam bentuk kata benda. kelompok yang kedua berisi 26 atau 27 item yang
37
menggambarkan cara bertindak yang diiingikan dalam kata sifat. Setiap item mengungkapkan aspek tujuan motivasi dari satu nilai. Responden menilai pentingnya setiap item nilai dengan skala 9-point, mulai dari berlabel 7 (penting tertinggi), 6 (sangat penting), 5, 4, 3 (penting), 2, 1, 0 (tidak penting), -1 (lawan nilai-nilai saya). 2. Portraits value questionnaire (PVQ) dalam PVQ disajikan bentuk potret lisan mengenai 40 orang yang berbeda (Schwartz, 2012). Setiap potret menggambarkan tujuan, aspirasi, atau keinginan saat itu. Sebagai contoh: "Berpikir ide-ide baru dan menjadi kreatif penting baginya. Ia suka melakukan hal-hal dengan caranya sendiri" ini merupakan item potret untuk yang nilai self-oriented. Responden diminta menjawab: "seberapa banyak diri anda seperti orang ini?” sangat mirip (6) sampai sangat berbeda (1). Peneliti memutuskan untuk memakai alat ukut SVS karena lebih sederhana dan mudah dipahami. Pada penelitian ini hanya dibatasi pada empat jenis orientasi nilai yaitu benevolence, universalism, power, dan achievement sehingga item yang akan dipakai dalam peneltian ini yaitu item-item yang mengukur ke empat value tersebut. 2.3. Responsibility Feeling 2.3.1. Defenisi responsibility feeling Kaiser, et.al (1999) mengartikan responsibility feeling sebagai perasaan kewajiban pribadi terhadap suatu hal. Kaiser menjelaskan bahwa perasaan tanggung jawab dapat muncul setidaknya melalui dua cara (Kaiser & Shimoda, 1999): yang pertama mengacu pada aspek moralitas (morality responsibility) dan yang lain
38
mengacu
pada
aspek
kesesuaian
dengan
harapan
sosial
(conventional
responsibility). Morality responsibility perasaan bertanggung jawab berkaitan dengan konsep moral seperti kesejahteraan, hak-hak orang lain, dan pertimbangan keadilan. Sedangkan conventional responsibility perasaan tanggung jawab berkaitan dengan didasarkan pada kebiasaan sosial atau tradisi dan undangundang dari lingkungan sosial. Kedua jenis tanggung jawab ini menyebabkan emosi yang berbeda, rasa malu dirasakan saat standar sosial dilanggar, dan rasa bersalah dialami saat melanggar standar moral (Kaiser & Shimoda, 1999). Sejalan dengan itu, maka responsibility feeling terhadap lingkungan dapat dibedakan menjadi dua, karena salah satu atau keduanya dapat mempromosikan perilaku ramah lingkungan (Kaiser & Shimoda, 1999). Rasa tanggung jawab konvensional terhadap lingkungan yaitu seseorang merasa bertanggung jawab terhadap orang lain, masyarakat atau pemerintah untuk memelihara lingkungan. Untuk hal ini diperlukan pengetahuan mengenai harapan apa yang harus dilakukan (sosial expectations), serta kesiapan untuk menerima ini harapan sosial (readinees to fulfill). Kesiapan ini didasarkan pada keinginan seseorang untuk diterima secara sosial atau atau ketakutannya untuk dihukum, dan lainnya (Kaiser & Shimoda, 1999). Rasa tanggung jawab secara moral adalah seseorang merasa bertanggung jawab atas apa dilakukan atau apa yang gagal dilakukannya secara pribadi tidak terikat dengan keadaan sosialnya. Tanggung jawab moral lahir dari norma dan nilai-nilai yang dianut oleh seseorang. Perilaku ramah lingkungan umumnya dianggap sebagai sesuatu yang berkaitan moral yang dianut oleh seseorang
39
mengenai lingkungan (Kaiser & Shimoda, 1999). Tanggung jawab moral ini tergantung pada setidaknya dua hal: (1) kesadaran seseorang dari konsekuensi dari perilaku tertentu yang muncul dalam bentuk rasa bersalah jika mengancam hakhak orang lain atau lingkungan (Guilt feeling). (2) Sejauh mana seseorang menganggap bahwa sesuatu yang terjadi merupakan tanggung jawab pribadinya (responsibility judgement). Jika seseorang menyadari konsekuensi dari perilaku tertentu, anggapan tanggung jawab pribadi menjadi sangat penting (Kaiser & Shimoda, 1999).
Gambar 2.6 Feeling responsibility diagram oleh Kaiser (sumber: Responsibility as a predictor of ecological behavior, 1999)
Anggapan tanggung jawab untuk diri mereka sendiri atau responsibility judgement setidaknya 3 kriteria terpenuhi: causality, freedom to choice, dan intenationality. Causality artinya seorang menganggap dirinya bertanggung jawab ketika mereka menyadari bahwa penderitaan lain (baik lingkungan atau orang lain dirugikan oleh bahaya lingkungan) sengaja disebabkan oleh perilaku mereka. Freedom to choice artinya kebebasan untuk memilih perilaku didasarkan pada
40
keputusan bebas dibuat seseorang. Intennationality artinya seseorang berniat untuk mencapai konsekuensi tertentu berdasarkan perilakunya (Kaiser & Shimoda, 1999). 2.3.2. Aspek-aspek responsibility feeling Sebagaimana yang telah disebutkan diatas Kaiser dan Shimoda (1999) membagi responsibility feeling menjadi 3 bagian: 1. Responsibility feeling perasaan bertanggung jawab seseorang terhadap orang-orang atau lingkungan sekitarnya, hal ini muncul dari 2 jenis tanggung jawab seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Moral responsibility dan conventional responsibility. 2. Feeling guilty Persasaan bersalah yang timbul ketika membiarkan sesuatu terjadi terhadap lingkungan atau orang lain, perasaan bersalah juga timbul dari kesalahan seseorang ketika melakukan tindakan yang merugikan orang lain atau lingkungan. 3. Responsibility judgement adalah penilaian seseorang sejauh mana ia menganggap apa yang terjadi pada lingkungan disebabkan oleh perilakunya. Responsibility judgement harus didasari oleh 3 kriteria causality (suatu konsekuensi muncul disebabkan oleh diri mereka sendiri), freedom to choice (tidak terpaksa) dan intentionally (perilaku tersebut memiliki tujuan tertentu). 2.3.3. Pengukuran responsibility feeling Berhubung teori responsibility feeling tidak banyak digunakan pada penelitian ramah lingkungan, sejauh dari pencarian peneliti hanya Kaiser yang mengajukan
41
model tersebut, Maka tidak banyak alat ukur untuk responsibility feeling. Kaiser dan Shimoda (1999) mengembangkan alat ukur sendiri, yang dipakai dalam penelitian perilaku ramah lingkungan. Kaiser membuat alat ukur yang terdiri dari 20 item dan terdiri dari 3 sub-dimensi responsibility feeling, feeling guilty dan responsibility judgement, dengan bentuk lima respon likert. 2.4. Sikap Terhadap Lingkungan 2.4.1. Definisi sikap terhadap lingkungan Banyak pengertian mengenai sikap antara lain, Eagly dan Chaiken (1997) mendefinisikan sikap sebagai kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat suka atau tidak suka. Menurut Ajzen (1991), sikap jika dikaitkan dengan perilaku tertentu maka sikap dapat diartikan pada sejauh mana seseorang memiliki penilaian positif atau penilaian negatif terhadap perilaku tertentu, Hal ini ditentukan oleh konsekuensi yang akan timbul dari perilaku tersebut. Sedangkan secara spesifik sikap pada lingkungan menurut Newhouse (1991) didefinisikan sebagai perasaan positif atau negatif tentang orang-orang, objek atau masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Sikap yang positif terhadap lingkungan akan memunculkan niat untuk melakukan perilaku yang lebih ramah lingkungan. Dalam penelitian mengenai perilaku ramah lingkungan, terdapat paradigm yang melihat manusia sebagai makhluk yang memiliki keterbatasan apabila berhadapan dengan lingkungan hidup yang lebih dikenal new ecological paradigm (NEP). NEP merupakan paradigma lingkungan yang bertolak belakang dengan human exemptionalism paradigm (HEP). HEP melihat manusia sebagai spesies unik
42
yang tidak terbebas dari kekuatan lingkungan dan mampu mengatasi segala macam masalah lingkungan. Pendekatan ekologis NEP yang menekankan pentingnya hak makhluk hidup lain selain hak manusia sehingga paradigm ini mempresentasikan sikap positif seseorang terhadap lingkungan (Poortinga, Steg, & Vlek, 2004; Stern, 2000).
NEP dikembangkan oleh Dunlap dan Liere pada tahun 1975 yang dikenal dengan new environmental paradigm dan direvisi pada tahun 2000 diganti dengan new ecological paradigm (NEP) (Dunlap, Van Liere, Mertig, & Jones, 2000). NEP sudah banyak dipakai pada penelitian tentang perilaku ramah lingkungan untuk mengetahui sikap seseorang terhadap lingkungan (Stern et.al., 1995; Stern et.al, 1998; Schultz and Zelezny, 1998; Evans, Brauchle, Haq, Stecker, Wong & Shapiro, 2007). 2.4.2. Dimensi-dimensi sikap terhadap lingkungan Berdasarkan NEP yang dikembangkan oleh Dunlap et.al (2000) terdapat lima dimensi sikap terhadap lingkungan, yaitu: 1. Fragility of nature's balance adalah sikap positif atau negatif individu mengenai rapuh dan rentannya keseimbangan alam. Misalnya sikap seseorang ketika alam diganggu akan menimbulkan bencana. 2. The possibility of eco-crisis adalah sikap positif atau negatif individu tentang kemungkinan terjadinya krisis pada alam. Misalnya sikap seseorang mengenai eksploitasi alam yang berlebihan akan berakibat bencana. 3. The reality of limits to growth adalah sikap positif atau negatif individu mengenai kenyataan pertumbuhan dan umur alam yang terbatas. Misalnya
43
sikap seseorang mengenai alam memiliki sumber daya yang terbatas untuk menopang kebutuhan manusia 4. Antianthropocentrism adalah sikap positif atau negatif mengenai keyakinan individu terhadap hak-hak yang dimiliki oleh alam setara dengan hak-hak manusia. Misalnya sikap seseorang mengenai hak yang seimbang antara manusia, hewan dan tumbuhan. 5. Rejection of exemptionalism adalah sikap positif atau negatif individu mengenai keterbatasan kemampuan manusia untuk memperbaiki alam. Misalnya sikap seseorang mengenai keceradasan
manusia untuk
mempertahankan kelangsungan alam. 2.4.3. Pengukuran sikap terhadap lingkungan Dunlap et.al (2000) mengembangkan skala untuk mengukur NEP, skala ini lebih dikenal dengan new ecological paradigm scale (NEPS). Pada awalnya skala ini berjumlah 38 item dengan 4 dimensi yang mengukur sikap terhadap lingkungan. Setelah itu Dunlap merevisi NEPS menjadi 15 item dengan 5 dimensi yaitu: fragility of nature's balance, the possibility of eco-crisis, the reality of limits to growth. antianthropocentrism, dan rejection of exemptionalism dan yang telah banyak dipakai dalam penelitian perilaku ramah lingkungan. 2.5. Pengetahuan Lingkungan 2.5.1. Defenisi pengetahuan lingkungan Menurut kamus psikologi pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai kesadaran akan adanya sesuatu dan informasi dan pemahaman tentang topik tertentu dari dunia pada umumnya yang biasanya diperoleh oleh pengalaman atau belajar
44
(Chaplin, 1999). Banyak teori yang menganggap perilaku sebagai fungsi dari pengetahuan. Pengetahuan menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran untuk berperilaku tertentu sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki. Secara teoritis pengetahuan juga memainkan peran penting dalam perilaku ramah lingkungan tetapi bukti empiris untuk hal ini adalah sedang (Hines, Hungerford, & Tomera, 1986-1987). Kaiser berpendapat bahwa hal tersebut disebabkan kebanyakan penelitian perilaku ramah lingkungan biasanya terbatas pada satu atau, paling banyak, dua jenis pengetahuan. Menurut Kaiser perilaku yang diharapkan tidak akan muncul tanpa disertai dengan pengetahuan yang tepat (Kaiser & Fuhrer, 2003). Menurut Frick, Kaiser dan Wilson (2004) setidaknya terdapat tiga jenis pengetahuan yang bekerja bersama-sama dengan cara yang konvergen untuk mendorong munculnya perilaku ramah lingkungan. Ketiga bentuk pengetahuan tersebut adalah declarative knowledge atau yang disebut dengan knowledge system, procedural knowledge atau knowledge action-related dan effectiveness knowledge yang akan dijelaskan dibawah ini: 2.5.2. Bentuk-bentuk pengentahuan lingkungan Menurut Kaiser dan Fuhrer (2003) pengetahuan dibagi menjadi 3 bagian agar dapat menjelaskan perilaku ramah lingkungan secara komperhensif 1. Knowledge
system
(declarative
knowledge)
:
menurut
Kaiser
pengetahuan sistem merujuk kepada knowing what, yaitu hal apa yang tengah terjadi dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi misalnya, pengetahuan tentang efek samping dari chlorofluorocarbons (CFC) di
45
atmosfer dan pengetahuan tentang hubungan antara karbon dioksida (CO2) dan iklim global. 2. Knowledge action-related (prosedural knowledge): pengetahuan ini merujuk kepada knowing how, hal apa yang mungkin dilakukan untuk menangani masalah tersebut. Pada banyak teori pengetahuan jenis ini yang paling besar sumbangannya terhadap perilaku ramah lingkungan, jika tidak secara langsung maka sebagai mediator. Contohnya, pengetahuan bagaimana seseorang dapat mengurangi limbah rumah tangga. 3. Knowledge effectiveness: pengetahuan ini merujuk pada tindakan apa yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut, misalnya ketika terjadi masalah polusi memilih untuk memakai kendaraan umum lebih efektif untuk mengurangi polusi dibandingkan dengan membeli kendaaran yang rendah emisi. Dinamika ketiga pengetahuan ini saling berhubungan dalam memunculkan perilaku ramah lingkungan, sebagai contoh, sebelum seseorang bisa bertindak, ia terlebih dahulu harus memiliki beberapa pemahaman mengenai permasalahan apa yang tengah terjadi dan penyebab dari permasalahan tersebut (pengetahuan sistem), selanjutnya seseorang juga mengetahui tindakan apa yang bisa dilakukan tentang masalah lingkungan tersebut (knowledge action-related), dan berdasarkan tindakan yang ada, dipilih tindakan yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah lingkungan tersebut.
46
2.5.3. Pengukuran pengetahuan lingkungan Pada umumnya untuk mengukur pengetahuan lingkungan para peneliti mengembangkan alat ukur mereka sendiri yang disesuaikan dengan tema penelitiannya. Pengukuran pengetahuan didasarkan pada masing peneliti seperti Barber, Taylor dan Strick (2009) yang mengonstruksi alat ukur sendiri untuk mengukur jumlah pengetahuan yang dimiliki oleh subjek penelitiannya mengenai produk-produk ramah lingkungan terkait dengan penelitian kesediaan untuk membeli produk ramah lingkungan. Penelitian lainnya Walton, et.al (2004) mengonstruksi 31 item yang mengukur pengetahuan para pengguna commuter line tentang pemahaman tentang emisi kendaraan, polusi, dan resiko kesehatan yang berhubungan dengan emisi. Sebagai contoh, “apakah kemacetan lalu lintas memperburuk masalah emisi kendaraan”, “apakah emisi sebuah kendaraan mengandung kadar merkuri yang berbahaya terhadap lingkungan”. Kaiser et.al (2004) juga mengembangkan alat ukur mereka sendiri untuk menganalisis pengetahuan lingkungan. Terdiri dari 60 item untuk menilai tiga jenis pengetahuan lingkungan: 21 item indikator pengetahuan sistem, 20 tindakan terkait pengetahuan, dan 19 pengetahuan efektivitas. 44 item tersebut disajikan dalam format pilihan ganda, dan 16 item pernyataan benar atau salah. Kaiser mengontruksi alat ukur ini menggunakan pendekatan multidimensional random coefficient multinomial logit (MRCML) model, dan Kaiser membandingkan antara 3 dimensi pengetahuan lingkungan dengan model pengetahuan lingkungan yang satu dimensi.
47
2.6. Variabel Demografis Dalam penelitian perilaku ramah lingkungan beberapa variabel demografi menunjukkan pengaruh seperti jenis kelamin, jumlah pendapatan, pendidilan, tempat tinggal dan variabel lainnya. Dalam penelitian ini peneliti memilih variabel demografi yaitu affiliasi dalam organisasi lingkungan. Affiliasi dalam organisasi lingkungan diartikan sebagai seseorang yang tergabung dalam organisasi lingkungan karena hal ini berpengaruh dalam kegiatan yang ia pilih sehari-hari. 2.7. Kerangka Berpikir Perilaku ramah lingkungan diartikan perilaku yang secara sadar maupun tidak sadar dilakukan untuk melindungi, memperbaiki, serta mengurangi dampak negatif dari perilaku manusia terhadap lingkungan. Kaiser dan Wilson, (2004) menjelaskan terdapat 6 bentuk perilaku ramah lingkungan yang dijadikan sebagai patokan untuk menilai perilaku ramah lingkungan yaitu energy conservation, mobility and transportation, waste avoidance, consumerism, recycling, dan sosial behaviors toward conservation. Menurut Schwartz (1992), seseorang yang memiliki nilai altuistik yang berorientasi pada lingkungan dan pada orang sekitar akan lebih peka terhadap kebutuhan orang yang berada di sekitarnya. Menurut Swartz, orang-orang tersebut adalah mereka yang memiliki orientasi nilai univernalism dan benevolence, sehingga mereka diasumsikan lebih peka dan lebih mungkin untuk memunculkan perilaku ramah lingkungan sedangkan sebaliknya orang yang memiliki orientasi nilai terhadap power dan pemenuhan achievement terhadap diri, cenderung untuk
48
tidak peka terhadap lingkungan sekitarnya karena lebih memilih bagaimana cara mendapatkan pengaruh dan pengakuan. Rasa tanggung jawab atau responsibility feeling (Kaiser & Shimoda, 1999) timbul dari dua hal yaitu, tanggung jawab konventional yang tumbuh dari pengaruh sosial seperti harapan sosial dan kesiapan untuk menerima harapan sosial tersebut, serta jenis yang kedua tanggung jawab moral, yang lahir dari nilainilai yang dianut oleh seseorang, sehingga dari kedua jalan ini seseorang merasa harus melakukan sesuatu untuk lingkungan karena merasa bertanggung jawab. Perasaan bersalah (feeling guilty) dan anggapan mengenai tanggung jawab (responsibility judgement) juga mempengaruhi sejauh mana seseorang akan memunculkan perilaku ramah lingkungan. Semakin besar feeling guilty mengenai masalah-masalah di lingkungan maka semakin besar pula kemungkinan seseorang melakukan perilaku ramah lingkungan. Semakin besar responsibility judgement anggapan seseorang mengenai tanggung jawabnya maka semakin besar pula kemungkinan seseorang melakukan perilaku ramah lingkungan. Selain itu sikap pada lingkungan juga diasumsikan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku ramah lingkungan. Newhouse (1991), mendefinisikan sikap pada lingkungan sebagai perasaan positif atau negatif individu, objek atau isu yang terkait dengan lingkungan. Seseorang yang memiliki perasaan yang positif terhadap lingkungan akan lebih mungkin memunculkan perilaku ramah lingkungan dan orang yang memiliki perasaan negatif terhadap lingkungan akan lebih sulit untuk memunculkan perilaku ramah lingkungan.
49
Menurut
Dunlap, Van Liere, Mertig, dan Jones (2000) sikap pada
lingkungan dapat dilihat melalui: (1) Fragility of nature's balance sikap individu terhadap rapuhnya keseimbangan alam. (2) The possibility of eco-crisis sikap individu terhadap kemungkinan terjadinya krisis pada alam. (3) The reality of limits to growth sikap individu mengenai kenyataan bahwa pertumbuhan alam yang terbatas. (4) Antianthropocentrism sikap individu terhadap hak alami yang dimiliki oleh alam berdasarkan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu tersebut. (5) Rejection of exemptionalism berkaitan dengan sikap individu terhadap penolakan kemampuan manusia untuk memperbaiki alam. Menurut Kaiser et.al (2003), pengetahuan lingkungan juga ikut menjadi prediktor perilaku ramah lingkungan. Menurut Kaiser terdapat 3 jenis pengetahuan yang saling mendukung satu sama lain untuk memunculkan perilaku ramah lingkungan. Semakin banyak dan tepat pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang maka semakin mudah untuknya melakukan perilaku ramah lingkungan. Tiga bentuk pengetahuan tersebut antara lain: knowledge system adalah pengetahuan mengenai masalah lingkungan apa yang terjadi dan penyebabnya. (2) Knowledge action-related adalah pengetahuan mengenai tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah yang terjadi. (3) Knowledge effectiveness adalah pengetahuan mengenai perilaku mana yang paling effektif mengatasi masalah yang terjadi. Faktor lain yang juga diasumsikan ikut berpengaruh terhadap perilaku ramah lingkungan adalah keikutsertaaan dalam organisasi lingkungan. Orang-orang yang
50
tergabung dalam organisasi lingkungan diasumsikan juga lebih mudah untuk memunculkan perilaku ramah lingkungan. Berdasarkan uraian kerangka berpikir, ringkasan pengaruh independent variable terhadap dependent variable dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.6 dibawah: Value Orientation Universalism Benevolence Power Achievement
Perilaku Ramah Lingkungan
Responsibility Feeling
Energy Conservation
Responsibility Feeling Feeling Guilty Responsibility Judgement Sikap Terhadap
Mobility And Transportalion Waste Avoidance Consumerism Recycling
Lingkungan
Pengetahuan Lingkungan Knowlegde System Knowledge Action Relates Knowledge Effectiveness
Affiliasi organisasi lingkungan Gambar 2.6 Kerangka berpikir
Sosial Behaviors Toward conservation
51
2.8. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu permasalahan yang masih harus diujikan, maka hipotesis yang dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut: 2.8.1. Hipotesis mayor Ada pengaruh yang signifikan value orientation, feeling responsibility, sikap terhadap lingkungan, pengetahuan lingkungan, jenis kelamin, pendapatan, keikutsertaan dalam organisasi lingkungan dan tempat tinggal terhadap perilaku ramah lingkungan. 2.8.2. Hipotesis minor H1: Ada pengaruh yang signifikan antara universalism terhadap perilaku ramah lingkungan. H2: Ada pengaruh yang signifikan antara benevolence terhadap perilaku ramah lingkungan. H3: Ada pengaruh yang signifikan antara power terhadap perilaku ramah lingkungan. H4: Ada pengaruh yang signifikan antara achievement terhadap perilaku ramah lingkungan. H5: Ada pengaruh yang signifikan antara responsibility feeling terhadap perilaku ramah lingkungan. H6: Ada pengaruh yang signifikan antara feeling guilty terhadap perilaku ramah lingkungan.
52
H7: Ada pengaruh yang signifikan antara responsibility judgement terhadap perilaku ramah lingkungan. H8: Ada pengaruh yang signifikan antara sikap terhadap lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan. H9: Ada pengaruh yang signifikan antara knowledge system terhadap perilaku ramah lingkungan. H10: Ada pengaruh yang signifikan antara knowledge action-related terhadap perilaku ramah lingkungan. H11: Ada pengaruh yang signifikan antara knowledge effectiveness terhadap perilaku ramah lingkungan H12: Ada perbedaan perilaku ramah lingkungan yang signifikan antara kelompok yang beraffiliasi dalam organisasi lingkungan dengan yang tidak
53
BAB 3 METODE PENELITIAN
Pada bab ini, akan dipaparkan tentang populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen pengumpulan data, uji validitas instrumen, dan metode analisis data. 3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN Jakarta) yang berjumlah 23.099 orang. Alasan pememilihan populasi ini sebagai subjek penelitian karena mahasiswa UIN Jakarta lebih mudah dijangkau oleh peneliti. Selanjutnya peneliti meneliti sampel sebanyak 502 orang, yang dikumpulkan dari dua belas fakultas di UIN Jakarta. Pemilihan sampel dilakukan secara non-probability sampling, dimana peluang terpilihnya anggota populasi tidak diketahui karena peneliti tidak memiliki daftar nama keseluruhan para mahasiswa UIN Jakarta. Dalam mengambil sampel peneliti menggunakan teknik convenience sampling dimana peneliti hanya menemui mereka yang dapat ditemui saja. 3.2. Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: 1. perilaku ramah lingkungan 2. universalism 3. benevolence 4. power
53
54
5. achievement 6. responsibility feeling 7. feeling guilty 8. responsibility judgement 9. sikap terhadap lingkungan 10. knowledge system 11. knowledge action related 12. knowledge effectiveess Variabel demografi yang menjadi variable control adalah affiliasi organisasi lingkungan. 3.2.1. Definisi operasional variabel penelitian Definisi operasional yang akan digunakan dalam penelitian didasarkan pada definisi konseptual yang telah dijelaskan pada bab dua. Adapun definisi operasional variabel penelitian sebagai berikut : 1. Perilaku ramah lingkungan adalah perilaku yang secara sadar dilakukan untuk melindungi, memperbaiki, serta mengurangi dampak negatif dari perilaku manusia terhadap lingkungan yang diukur dari enam dimensi. (1) energy conservation perilaku-perilaku yang menunjukkan penghematan dan efesiensi pemakaian energi, (2) mobility and transportation perilakuperilaku yang menunjukkan pemakaian modal transport yang ramah lingkungan, (3) waste avoidance perilaku-perilaku yang menghindari pemakaian yang akan menghasilkan limbah, (4) consumerism perilakuperilaku konsumsi yang ramah lingkungan, (5) recycling perilaku-perilaku
55
daur ulang, dan (6) vicarious, social behaviors toward conservation perilaku-perilaku sosial yang menggambarkan kepedulian terhadap lingkungan. 2. Value orientation adalah nilai yang menjadi dasar tujuan hidup seseorang, yang dibedakan berdasarkan arah tujuan nilai tersebut. Terdapat sepuluh macam nilai berdasarkan tujuannya yaitu universalism, benevolence, self direction, stimulation, hedonism, power, achievement, tradition, dan conformity. Dalam penelitian ini hanya 4 yang macam nilai dijadikan variabel penelitian yaitu universalism, beneloence, power, achievment a. Universalism adalah nilai yang mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang lain, dan perlindungan terhadap kesejahteraan umat manusia, dengan indikator unity with nature, social justice, broadminded, a world beauty, protecting the environtment. b. Benevolence adalah nilai prososial (pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan) kepada orang lain yang dekat dalam interaksi sehari-hari, dengan indikator helpful, honest, loyal, forgiving, responsible. c. Power adalah nilai yang mengutamakan pencapaian status sosial dan prestise, serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya tertentu, dengan indikator social power, authority, wealth, social recognition, preserving public image.
56
d. Achievement adalah nilai yang mempunyai tujuan keberhasilan pribadi dengan menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial, dengan indikator successful, capable, ambitious, influential, intelligent. 4. Responsibility feeling yaitu sejauh mana seseorang merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan sekitarnya. hal ini dilihat dari sejauh mana secara moral dan sosial seseorang merasa bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara lingkungan. 5. Feeling guilty yaitu sejauh mana seseorang merasa bersalah jika melakukan atau membiarkan sesuatu yang merugikan lingkungan. Termasuk didalamnya juga sejauh mana perasaan malu seseorang ketika tindakan mereka merusak lingkungan mengakibatkan kerugian terhadap orang lain. 6. Responsibility judgement yaitu sejauh mana seseorang menganggap apa yang terjadi pada lingkungan disebabkan oleh perilakunya. Hal ini berdasarkan 3 hal, causality perilaku yang mereka lakukan sebagai penyebab apa yang terjadi. Freedom to choice perilaku yang mereka lakukan tersebut adalah kehendak bebasnya bukan terpaksa dan intention perilaku mereka memiliki tujuan tertentu. 7. Sikap terhadap lingkungan diartikan sebagai perasaan positif atau negatif mengenai isu-isu terkait dengan lingkungan yang didasarkan pada perasaan seseorang mengenai rapuhnya keseimbangan alam, kemungkinan terjadinya krisis pada alam, keterbatasan tumbuhnya alam, keyakinan
57
individu terhadap hak alami yang dimiliki oleh alam, dan perasaan mengenai keterbatasan manusia untuk memperbaiki alam. 8. Pengetahuan lingkungan diartikan jumlah informasi dan gagasan yang ada pada seseorang mengenai isu-isu lingkungan dan cara mengatasinya yang didasari pada 3 jenis pengetahuan, dalam penelitian ini ketiga jenis pengetahuan dijadikan variabel penelitian. a. Knowledge system jumlah pengetahuan dan informasi yang dimiliki seseorang mengenai berbagai proses lingkungan dan mengenai penyebab dari masalah lingkungan yang ada. b. Knowledge action-related jumlah pengetahuan dan informasi yang dimiliki
seseorang
mengenai
tindakan-tindakan
yang
dapat
membantu menyelesaikan masalah lingkungan yang ada. c. Knowledge effectiveness sejauh mana seseorang mengetahui tindakan yang paling effektif dari berbagai tindakan-tindakan yang dapat menyelesaikan masalah lingkungan. 3.2.2. Variabel demografis Variabel demografis pada penelitian ini yaitu affiliasi organisasi lingkungan. Affiliasi dalam organisasi lingkungan adalah apakah responden mengikuti kegiatan dalam suatu organisasi yang bergerak dalam bidang lingkungan. 3.3. Instrumen Pengumpulan Data 1. Pengukuran perilaku ramah lingkungan Untuk mengukur perilaku ramah lingkungan peneliti memodifikasi dari alat ukur General ecological behavior scale (GEBS) yang dibuat oleh
58
Kaiser (2004). Terdiri dari 30 item dengan 6 dimensi, tiap-tiap item berisi respon “ya” dan “tidak” (dikotomi). Berikut tabel blue print alat ukur perilaku ramah lingkungan. Tabel 3.1. Blue print skala perilaku ramah lingkungan No Dimensi Indikator 1.
Energy Conservation
2.
Mobility and Transportation
3.
Consumenarism
4.
Waste avidance
5.
Recycling
6.
Vilarious, sosial toward ecological behavior TOTAL
-perilaku-perilaku yang menunjukkan penghematan dan efesiensi pemakaian energy -perilaku-perilaku yang menunjukkan pemakaian modal transport yang ramah lingkungan -perilaku-perilaku yang menghindari pemakaian barang yang menyebabkan limbah -perilaku-perilaku konsumsi yang ramah lingkungan -Perilaku memperhatikan barangbarang yang dapat didaur -perilaku-perilaku sosial yang menggambarkan kepedulian terhadap lingkungan
Item Fav Unfav 1, 7, 13 19, 25
2, 8, 14 20, 26
3, 9, 15
21, 27
4, 10, 16 5, 11, 17 6, 12, 18
22,28
18
12
23, 29 24, 30
2. Pengukuran value orientation Untuk mengukur value orientation peneliti mengadaptasi alat ukur baku dikembangkan oleh Swartz (1980) yaitu Swartz Value Survey (SVS). Terdapat 56 item berupa pernyataan nilai, dalam penelitian ini peniliti hanya memakai item-item yang mengukur 4 tipe orientasi nilai (universalism, benevolence, power, achievement). Tiap-tiap item memiliki 4 respon, “sangat tidak sesuai dengan diri saya”, “tidak sesuai dengan diri saya”, “sesuai dengan diri saya”, “paling sesuai dengan diri saya”. Berikut tabel blue print alat ukur value orientation
59
Tabel 3.2. Blue print skala pengukuran value orientation No Value orientation Indikator 1 Universalism World beauty, Protecting the environment, Unity with nature, Sosial justice, Broadminded 2
Benevolence
3
Power
4
Achievement
Item 1,2,3,4,5
Honest, Loyal, Responsible, Forgiving, Helpful
6,7,8,9,10
Sosial power, Wealth, Sosial, Authority, Preserving Successful, Intelligent, Capable, Influential, Ambitious
11,12,13,1 4,15 16,17,18,1 9,20
Total
20
3. Pengukuran responsibility feeling Untuk mengukur responsibility feeling peneliti mengadaptasi alat ukur yang dikembangkan oleh Kaiser dan Shimoda (1999). Alat ukut terdiri dari 20 item dengan 3 dimensi responsibility feeling dan feeling guilty terdiri dari 7 item sedangkan dimensi responsibility judgement terdiri dari 6 item. masing-masing item berisi 2 respon jawaban “ya” atau “tidak” (dikotomi). Berikut tabel blue print alat ukur responsibility feeling. Tabel 3.3. Blue print skala pengukuran responsibility feeling Dimensi Indikator Responsibility -merasa bertanggung jawab terhadap 1 feeling lingkungan dan kerugian terhadap orang-orang -merasa bersalah jika melakukan atau 2 Feeling guilty membiarkan terjadi sesuatu yang merugikan lingkungan Responsibility -seseorang menganggap apa yang terjadi pada 3 judgement lingkungan disebabkan oleh perilakunya Total No
Item 1,2,3,8,9 ,4,18 5,7,10,1 1,12,20 6,13,14, 19,15,16 20
4. Pengukuran sikap terhadap lingkungan Untuk mengukur sikap terhadap lingkungan peneliti mengadaptasi alat ukur NEPS (new ecological paradigm scale) yang dikembangkan oleh
60
Dunlap (2000). Terdapat 5 indikator dan masing-masing indikator terdiri dari 3 item. Respon jawaban untuk item ini terdiri dari 2 pilihan jawaban “setuju” atau “tidak setuju” (dikotomi). Berikut tabel blue print alat ukur sikap terhadap lingkungan. Tabel 3.4. Blue print skala sikap terhadap lingkungan No. Variabel Indikator
Item Fav Unfav 1,11,3 16, 25
1.
-Perasaan seseorang mengenai rapuhnya keseimbangan alam
2
-Kemungkinan terjadinya krisis pada alam
5, 7, 12
-Keterbatasan tumbuhnya alam -Keyakinan individu terhadap hak alam
13, 6, 8, 18 23 4, 9, 21 1 4 , 19
-Perasaan mengenai keterbatan manusia untuk memperbaiki alam
2, 10, 15
20, 24
12
8
3 4
Sikap terhadap lingkungan
5
T o t a l
17, 22
5. Pengukuran pengetahuan lingkungan Untuk mengukur pengetahuan lingkungan peneliti mengontuksi alat ukur berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Kaiser et.al (2003). Alat ukut ini terdiri dari 10 item untuk dimensi knowledge system dengan 2 respon jawaban “ya” atau “tidak” (dikotomi). Untuk dimensi knowledge action related terdiri dari 8 item dengan 3 respon jawaban, “banyak mengetahui”, “sedikit mengetahui” dan “tidak mengetahui sama sekali”. Sedangkan dimensi Knowledge effectiveness terdiri 6 item masing-masing item berupa pilihan ganda. Berikut ini tabel blue print item untuk alat ukur pengetahuan lingkungan.
61
Tabel 3.9. Blue print skala pengetahuan No 1
Dimensi Knowledge system
2
Knowledge actionrelated Knowledge effectiveness Total
3
Indikator -Mengetahui keadaan lingkungan pada saat sekarang -Mengetahui penyebab dari kerusakan tersebut -Mengetahui langkah-langkah yang dapat di ambil untuk menyelesaikan masalah lingkungan -Mengetahui langkah paling effektif diantara banyak solusi yang ada
Item 1,2,3,5,6, 7,8,9,10
11,12,13,14, 15,16,17,18 19,20,21,22 23,24 24
3.4. Variabel Demografi Variabel demografis pada penelitian ini diukur dengan cara responden diminta untuk mencentang kolom yang disediakan. Affiliasi dalam organisasi lingkungan diketahui dengan mencentang pilihan apakah responden tergabung dalam organisasi lingkungan (disandikan satu) atau tidak (disandikan nol). 3.5. Uji Validitas Instrumen Penelitian Semua alat ukur yang peneliti gunakan dalam penelitian ini diuji validitas kontruknya. Validitas kontruk diuji dengan pendekatan confirmatory factor analysis (CFA) menggunakan bantuan program software Lisrel 8.70 (Joreskog dan Sorbom, 2004) dan MPlus 7.0 (Muthen dan Muthen, 2012). (Umar, 2012) CFA adalah metode analisis statistik yang digunakan untuk menguji sebuah teori tentang pengukuran terhadap suatu konstruk. Dimana yang dilakukan adalah melihat apakah semua item-item yang ada hanya mengukur satu faktor yang hendak diukur, serta apakah suatu item signifikan dalam memberikan sumbangan terhadap apa yang hendak diukur (Umar, 2012). Sebelum menentukan suatu item tersebut mengukur apa yang hendak diukur (valid) perlu dilakukan uji model fit. Hal ini dapat diketahui dengan
62
melihat selisih (residu) antara data (S) yang didapat dilapangan dengan teori (E dibaca sigma) yang digunakan. suatu model dapat dikatakan fit dengan data apabila tidak ada perbedaan antara data (S) dengan teori (E) atau (∑ - S = 0). Sedangkan suatu model dikatakan tidak fit dengan data apabila terdapat perbedaan antara dara dengan teori atau (∑ - S ≠ 0) (Umar, 2012). Hal ini dapat dikethui dengan memperhatikan nilai Chi-square (x2). Apabila Chi-square tidak signifikan yaitu p>0.05 maka dapat dikatakan tidak ada perbedaan antara S dengan E (model fit). Namun jika nilai Chi-Square signifikan yaitu p<0.05 (model tidak fit), maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran dimana peneliti dapat memodifikasi model dengan membiarkan kesalahan pengukuran saling berkorelasi hingga diperoleh model yang fit, Setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi, maka akan diperoleh model yang fit (Umar, 2012). Setelah mendapatkan model fit maka langkah berikutnya menentukan apakah
item-item yang dianalisis valid atau tidak. Item yang valid akan
digunakan untuk anlisis berikutnya sednagkan item yang tidak valid akan didrop. Adapun kriteria item yang valid pada CFA adalah sebagai berikut (Umar, 2012): a. Item signifikan mengukur apa yang hendak diukur, hal ini dilihat dengan menggunakan t-test dari koefisien muatan faktor untuk setiap item atau melalui nilai p-value. Jika nilai t (t-value) untuk koefisien muatan faktor >1,96 atau nilai p-value <0.05, maka item tersebut dinyatakan signifikan mengukur konstruk yang diukur. item tersebut dapat dikatakan valid. Sedangkan sebaliknya apabila item yang nilai t (t-value) nya tidak
63
signifikan (t<1.96) atau p-value >0.05, maka item tersebut tidak valid dan didrop. b. item memiliki koefisien muatan faktor yang positif, dengan ketentuan bahwa semua item telah diskoring secaara favorable sebelumnya. apabila terdapat item memiliki koefesien muatan faktor yang negatif maka item tersebut akan didrop karena mengukur hal yang berlawanan dari apa yang hendak diukur. c. Item tidak memiiliki kesalahan pengukuran terlalu banyak, jika terdapat item yang memiliki banyak korelasi kesalahan maka item tersebut juga sebaiknya didrop, karena item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, juga mengukur hal lain (multidimensi). 3.6.1. Uji validitas alat ukur perilaku ramah lingkungan Peneliti menggunakan model second order CFA dalam menguji validitas alat ukur perilaku ramah lingkungan beserta keenam dimensinya. Peneliti menguji apakah 24 item yang bersifat unidimensional. Artinya pada analisis tingkat pertama (first order) semua item mengukur yang seharusnya diukur. Pada level kedua (second order) semua dimensi mengukur satu konstruk yaitu perilaku ramah lingkungan. Berdasarkan hasil awal analisis CFA yang dilakukan, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square=4560.91,
df=252,
P-value=0.00000,
RMSEA=0.185.
setelah
melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=171.36, df=150 P-value=0.12145, RMSEA=0.026. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian yaitu sebuah metode analisis CFA
64
dengan melakukan resampling terhadap sejumlah data yang dianalisis, kemudian melakukan sejumlah iterasi yang telah ditentukan, sehingga didapat faktor skor yang lebih akurat. Kelebihan CFA dengan metode estimasi bayesian ini, perhitungan (estimasi) terhadap faktor score lebih akurat (Muthen dan Muthen, 2012). Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.10. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.10 Muatan faktor perilaku ramah lingkungan Dimensi No item Estimate item1 0.766 Energy item2 0.366 conservation item3 0.454 item4 0.583 item5 0.991 Mobility item6 0.618 transport item7 0.783 item8 0.532 item9 0.312 item10 0.424 Waste avoidance item11 0.686 item12 0.172 item13 0.707 item14 0.103 Consumerism item15 0.557 item16 0.687 item17 0.660 item18 0.591 Recycling item19 0.712 item20 0.641 Vilarious, sosial item21 0.530 toward item22 0.668 ecological item23 0.549 behavior item24 0.832 Second order analysis Energy conservation 0.838 Mobility transport 0.207 Waste avoidance 0.930 Consumerism 0.897 Recycling 0.868 0.866 Vilarious sosial
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
Posterior s.d 0.032 0.090 0.120 0.091 0.034 0.051 0.041 0.065 0.055 0.067 0.062 0.071 0.051 0.072 0.065 0.055 0.062 0.062 0.059 0.057 0.068 0.053 0.058 0.052
P value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.007 0.000 0.076 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Signifikan V V V V V V V V V V V V V X V V V V V V V V V V
0.086 0.068 0.052 0.053 0.051 0.051
0.000 0.002 0.000 0.000 0.000 0.000
V V V V V V
65
Berdasarkan tabel 3.10 dapat dilihat bahwa semua item memiliki koefesien muatan faktor yang positif. Sedangkan berdasarkan nilai p-value terdapat satu item yang tidak signifikan yaitu item 14 dan item ini didrop. Sehingga terdapat 23 item yang telah memenuhi kriteria untuk yang akan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.2. Uji validitas alat ukur universalism Peneliti menguji apakah lima item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur universalism, Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=38.83, df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.116. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=3.16, df=3, Pvalue=0.36801, RMSEA=0.010. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.11. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.11 Muatan faktor item universalism No item Item1 item2 item3 item4 item5
Estimate
Posterior s.d
P value
Signifikan
0.698 0.739 0.627 0.842 0.792
0.044 0.043 0.046 0.036 0.036
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
V V V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05) Berdasarkan tabel 3.11 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item pada instrumen diatas telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor.
66
3.6.3. Uji validitas alat ukur benevolence Peneliti menguji apakah lima item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur benevolence, Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=24.08, df=5, P-value=0.00021, RMSEA=0.087. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=0.87, df=3, Pvalue=0.83162, RMSEA=0.000. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.12. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.12 Muatan faktor item benevolence No item Estimate Posterior s.d Item1 0.686 0.044 item2 0.823 0.042 item3 0.685 0.042 item4 0.776 0.041 item5 0.751 0.040 Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
P value
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Signifikan V V V V V
Berdasarkan tabel 3.12 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.4. Uji validitas alat ukur power Peneliti menguji apakah lima item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur power, Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, langsung didapat hasil fit dengan Chi-Square=7.47, df=5, P-value=0.18802, RMSEA=0.031. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian.
67
Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.13. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.13 Muatan faktor item power No item Item1 item2 item3 item4 item5
Estimate
Posterior s.d
0.573 0.044 0.541 0.045 0.683 0.041 0.772 0.037 0.807 0.033 Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
P value
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Signifikan V V V V V
Berdasarkan tabel 3.13 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.5. Uji validitas alat ukur achievement Peneliti menguji apakah lima item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur achievement, Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=38.80, df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.116. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=2.38, df=3, Pvalue=0.49708, RMSEA=0.000. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.14. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.14 Muatan faktor item achievement No item Estimate Posterior s.d Item1 0.768 0.047 item2 0.646 0.049 item3 0.795 0.041 item4 0.574 0.048 item5 0.649 0.047 Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
P value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Signifikan V V V V V
68
Berdasarkan tabel 3.14 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.6. Uji validitas alat ukur responsibility feeling Peneliti menguji apakah tujuh item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur responsibility feeling. Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil
tidak
fit
dengan
Chi-Square=271.69,
df=14,
P-value=0.00000,
RMSEA=0.192. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=7.29, df=9, P-value=0.60702, RMSEA=0.000. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.15. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.15 Muatan faktor item responsibility feeling No item Estimate Posterior s.d Item1 0.654 0.066 item2 0.084 0.289 item3 0.063 0.831 item4 0.069 0.644 item5 0.077 0.462 Item6 0.069 0.853 Item7 0.058 0.832 Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
P value
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Signifikan V V V V V V V
Berdasarkan tabel 3.15 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor.
69
3.6.7. Uji validitas alat ukur feeling guilty Peneliti menguji apakah enam item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur feeling guilty. Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=168.55, df=9, P-value=0.00000, RMSEA=0.188. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=12.45, df=6, P-value=0.05271, RMSEA=0.046. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.16. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.16 Muatan faktor item feeling guilty No item Estimate Posterior s.d Item1 0.504 0.102 item2 0.829 0.079 item3 0.401 0.109 item4 0.551 0.099 item5 0.684 0.108 Item6 0.234 0.100
P value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.011
Signifikan V V V V V v
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
Berdasarkan tabel 3.16 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas telah memenuhi kriteria dan digunkan untuk menghitung faktor skor. 3.6.8. Uji validitas alat ukur responsibility judgement Peneliti menguji apakah enam item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur responsibility judgement, Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil
tidak
fit
dengan
Chi-Square=112.71,
df=9,
P-value=0.00000,
RMSEA=0.152. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan
70
Chi-Square=65.03, df=0, P-value=1.00000, RMSEA=0.000. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.17. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.17 Muatan faktor item responsibility judgement No item Estimate Posterior s.d Item1 0.223 0.081 item2 -0.110 0.117 item3 -0.119 0.118 item4 0.370 0.121 item5 0.499 0.135 Item6 0.405 0.129
P value 0.000 0.169 0.156 0.000 0.001 0.001
signifikan V X X V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
Berdasarkan tabel 3.17 dapat diketahui bahwa terdapat 2 item yang memiliki koefisien muatan faktor negatif sekaligus tidak signifikan yaitu item 2 dan item 3. Sehingga hanya 4 item yang telah memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.9. Uji validitas alat ukur sikap terhadap lingkungan Peneliti menguji apakah lima belas item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur sikap terhadap lingkungan. Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=874.90, df=90, Pvalue=0.00000, RMSEA=0.132. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=65.97, df=49, P-value=0.05322, RMSEA=0.026. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian.
71
Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.18. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.18 Muatan faktor item sikap terhadap lingkungan
No item Item1 item2 item3 item4 item5 Item6 Item7 Item8 Item9 Item10 Item11 Item12 Item13 Item14 Item15
Estimate 0.280 0.399 0.368 0.405 0.629 0.686 0.365 -0.103 0.161 0.437 0.531 0.572 -0.079 0.236 0.029
Posterior s.d 0.084 0.142 0.079 0.114 0.078 0.127 0.105 0.146 0.103 0.085 0.131 0.081 0.090 0.116 0.127
P value 0.000 0.004 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.241 0.055 0.000 0.000 0.000 0.194 0.056 0.412
signifikan V V V V V V V X X V V V X X X
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
Berdasarkan tabel 3.18 dapat diketahui bahwa terdapat 5 item yang tidak memenuhi kriteria yaitu item 8, dan 13 karena memiliki koefesien muatan faktor negatif. Sedangkan item 9, 14, dan 15 tidak signifikan mengukur apa yang hendak di ukur. Sehingga hanya 10 sisanya yang memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.10. Uji validitas alat ukur knowledge system Peneliti menguji apakah sepuluh item bersifat unidimensional yaitu mengukur knowledge system. Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=779.49, df=35, P-value=0.00000, RMSEA=0.206. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=17.31,
72
df=13, P-value=0.18570, RMSEA=0.026. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.20. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.20 Muatan faktor item knowledge system No item Estimate Posterior s.d Item1 item2 item3 item4 item5 Item6 Item7 Item8 Item9 Item10
0.422 0.607 0.693 0.542 0.684 0.727 0.745 0.696 0.539 0.642
0.051 0.064 0.077 0.064 0.053 0.061 0.046 0.048 0.057 0.074
P value
Signifikan
0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
V V V V V V V V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0.05)
Berdasarkan tabel 3.20 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas memenuhi criteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.11. Uji validitas alat ukur knowledge action related Peneliti menguji apakah delapan item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur knowledge action related, Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=600.53, df=20, Pvalue=0.00000, RMSEA=0.241. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=9.26, df=6, P-value=0.15922, RMSEA=0.033. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian.
73
Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.21. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran. Tabel 3.21 Muatan faktor item knowledge action related No item Estimate Posterior s.d Item1 0.471 0.046 item2 0.643 0.045 item3 0.789 0.032 item4 0.893 0.027 item5 0.809 0.029 Item6 0.650 0.042 Item7 0.547 0.048 Item8 0.344 0.054
P value 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
Signifikan V V V V V V V V
Keterangan: tanda V = signifikan (p<0,05)
Berdasarkan tabel 3.21 dapat diketahui bahwa semua item bermuatan positif dan signifikan. Sehingga semua item diatas memenuhi criteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.6.12. Uji validitas alat ukur knowledge effectiveness Peneliti menguji apakah lima belas item yang bersifat unidimensional yaitu mengukur knowledge effectiveness. Berdasarkan analisis CFA awal yang dilakukan, didapat hasil tidak fit dengan Chi-Square=50.57, df=9, Pvalue=0.00000, RMSEA=0.096. Setelah melakukan modifikasi model didapat model fit dengan Chi-Square=10.20, df=6, P-value=0.11644, RMSEA=0.037. Setelah terbukti fit peneliti melakukan uji model CFA dengan menggunakan pendekatan estimator bayesian. Adapun hasil koefisien muatan faktor yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3.22. Sedangkan diagram CFAnya disertakan pada lampiran.
74
Tabel 3.22 Muatan faktor item knowledge effectiveness No item Estimate Posterior s.d Item1 0.309 item2 0.438 item3 0.299 item4 0.306 item5 0.112 Item6 -0.030 Keterangan: tanda V = signifikan (p>0.05)
0.102 0.148 0.144 0.137 0.125 0.136
P value
Signifikan
0.000 0.001 0.016 0.007 0.188 0.411
V V V V X X
Berdasarkan tabel 3.22 dapat diketahui bahwa terdapat 2 item yang tidak memenuhi kriteria yaitu item 5 dan 6 karena memiliki muatan faktor negatif dan tidak signifikan. Sehingga hanya 4 yang memenuhi kriteria dan digunakan untuk menghitung faktor skor. 3.7. Metode Analisis Data Sebelum melakukan analisis data, peneliti melakukan estimasi faktor skor dari item-item yang telah memenuhi kriteria item yang valid. Sehingga didapat faktor skor pada tiap variabel. Dengan demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam mengukur apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor skor (true score). True score inilah yang akan dianalisis dalam analisis berikutnya. Selanjutnya peneliti mentransformasikan faktor skor yang diukur kedalam skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean=50 dan standard deviasi (SD)=10. Sehingga tidak ada responden yang mendapat skor negatif dan setiap variabel memiliki satuan yang sama. Adapun rumus T score adalah: T skor = (10 x factor skor) + 50
75
Selanjutnya T-skor akan diinput untuk dianalisis dengan analisis regresi berganda (multiple ressgression analysis). analisis regresi berganda digunakan ketika terdapat lebih dari satu independent variable untuk memprediksi satu dependent variable. Dalam penelitian ini akan dilakukan pengujian hipotesis dengan analisis statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi hipotesis nihil. Hipotesis nihil inilah yang akan diuji dalam analisis statistik nantinya. Untuk melihat pengaruh antara dependent variable dengan independent variable maka perilaku ramah lingkungan. Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini adalah sebagai berikut: Y’ = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + b7x7 + b8x8 + b9x9 + b10x10 + b11x11+b12x12+b13x13 +e
Dimana : Y’ = prediksi mengenai perilaku ramah lingkungan a = intersept (konstan) X1 = universalism X2 = benevolence X3 = power X4 = achievement X5 = Responsibility feeling X6 = Feeling guilty X7 = Responsibility judgement
76
X8 = Sikap terhadap lingkungan X9 = Knowledge system X10 = Knowledge action related X11 = Knowledge effectiveness X12 = Jenis kelamin X13 = Affiliasi organisasi lingkungan e = residual Melalui analisis regresi berganda ini akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien determinasi yang menunjukan besarnya proporsi (presentase) varians dari DV yang bisa dijelaskan oleh bervariasinya IV secara keseluruhan. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut :
𝑅2
𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔 𝑆𝑆𝑦
Dimana : R2
= Proporsi varians yang bisa dijelaskan oleh keseluruhan IV
SSreg = Jumlah kuadrat regresi yang dapat dihitung jika koefisien regresi telah diperoleh. SSy
= Jumlah kuadrat dari DV (Y)
Selanjutnya R2 dapat diuji signifikansinya dengan uji F, Untuk terhadap R2 adalah :
𝐹=
𝑅 2 /𝑘 (1−𝑅 2 )/(𝑁−𝑘−1)
dengan df= k dan (N-k-1)
menguji F
77
Dimana K adalah banyaknya IV dan N adalah besarnya sampel. Apabila nilai F itu siginifikan (p<0,05), maka berarti seluruh IV secara bersama-sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV. Langkah berikutnya menguji signifikansi pengaruh masing-masing IV terhadap DV. Hal ini dilakukan melalui uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika nilai t > 1,96 maka berarti IV yang bersangkutan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap DV, dan sebaliknya. Adapun rumus t-test yang digunakan adalah :
𝑡𝑖 =
𝑏𝑖 𝑆𝑏𝑖
Dimana bi adalah koefisien regresi untuk IV(i) dan Sbi adalah standar deviasi sampling dari bi. Sebagai langkah terakhir adalah uji signifikan terhadap proporsi varian yang disumbangkan oleh masing-masing IV dalam mempengaruhi DV. Dalam hal ini Peneliti melakukannya melalui analisis regresi berganda yang bersifat berjenjang atau stepwise. Artinya dilakukan analisis regresi berulang-ulang dimulai dengan hanya satu IV kemudian dengan dua IV, dilanjutkan dengan tiga IV, dan seterusnya sampai IV ke sembilan. Setiap kali dilakukan analisis regresi akan diperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahkan IV baru diharapkan terjadi peningkatan R2 secara signifikan. Jika pertambahan R2 (R2 change) signifikan secara statistik maka berarti IV baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara statistik maupun dalam upaya memprediksi DV serta untuk menguji hipotesis apakah IV bersangkutan
78
signifikan pengaruhnya. Setiap pertambahan R2 ketika satu IV baru ditambahkan adalah menunjukan besarnya sumbangan unik IV tersebut terhadap bervariasinya DV setelah pengaruh dari beberapa IV terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh sebab itulah analisis regresi secara sequential seperti ini dikenal dengan sebutan stepwise regression. Adapun rumus yang digunakan untuk menguji signifikan tidaknya pertambahan proporsi varian (R2 change) adalah sebagai berikut :
𝐹=
(𝑅𝑇2 − 𝑅𝑆2 )/(𝑇 − 𝑆) 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑑𝑓 = 𝑇 − 𝑆 dan (𝑁 − 𝑇 − 𝑆) (1 − 𝑅𝑇2 )/(𝑁 − 𝑇 − 1)
Disini, adalah nilai R2 yang dihasilkan setelah IV baru ditambahkann kedalam persamaan, dan adalah nilai R2 yang diperoleh sebelum IV baru ditambahkan. Sedangkan T adalah banyaknya IV pada, dan S adalah banyaknya IV pada N adalah besarnya sampel penelitian. Rumus ini bersifat generik, artinya bisa digunakan untuk menguji signifikan tidaknya pertambahan R2 baik untuk pertambahan satu IV maupun untuk pertambahan beberapa IV. Jika nilai F yang dihasilkan signifikan berarti proporsi varian yang dapat dijelaskan dan merupakan sumbangan dari IV yang ditambahkan adalah signifikan secara statistik. Jadi rumus ini bisa diuji signifikan tidaknya pertambahan IV baik hanya dengan menambahkan satu IV maupun dengan menambahkan beberapa IV sekaligus.
79
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Bab ini berisi gambaran umum subjek penelitian, gambaran umum variabel penelitian, dan kategorisasi variabel penelitian, serta pengujian hipotesis penelitian. 4.1. Gambaran Umum Total reponden yang dikumpulkan oleh peneliti adalah sebanyak 502 mahasiswa yang dikumpulkan berbagai fakultas di UIN Jakarta. Gambaran umum yang akan dijelaskan selanjutnya berdasarkan Jenis kelamin, fakultas, semester, dan tingkat kepedulian terhadap lingkungan. Berdasarkan jenis kelamin, responden dalam penelitian ini dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.1 Gambaran umum berdasarkan jenis kelamin Jenis kelamin perempuan laki-laki total
N 321 181 502
% 63.9% 36.1% 100%
Dari tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 321 orang (63.9%) dan laki-laki sebanyak 181 orang (31.1%). Jika disimpulkan bahwa responden didominasi oleh perempuan. Berdasarkan fakultas, responden dalam penelitian ini dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut:
79
80
Tabel 4.2 Gambaran umum berdasarkan fakultas Fakultas Fakultas Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan (FITK) Fakultas Adab Dan Humaniora (FAH) Fakultas Ushuluddin (FU) Fakultas Syariah Dan Hukum (FSH) Fakultas Ilmu Dakwah Dan Ilmu Komunikasi (FIDKOM) Fakultas Dirasat Islamiyah (FDI) Fakultas Psikologi (FPsi) Fakultas Ekonomi Dan Bisnis (FEB) Fakultas Sains Dan Teknologi (FST) Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Total
N 65 48 36 63 43 20 94 38 46 10 39 502
% 12.9% 9.6% 7.2% 12.5% 8.6% 4.0% 18.7% 7.6% 9.2% 2.0% 7.8% 100%
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini berasal dari berbagai fakultas di UIN Jakarta. Responden paling banyak berasal dari Fakultas Psikologi sebanyak 94 orang (18.7%), dan paling sedikit dari fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan sebanyak 10 orang (2%). Berdasarkan semester, responden dalam penelitian ini dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut: Tabel 4.3 Gambaran umum berdasarkan semester Semester 2 4 6 8 10 12 Total
N 75 124 112 101 82 8 502
% 14.9% 24.7% 22.3% 20.1% 16.3% 1.6% 100.0
Dari hasil di atas dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini terbanyak pada semester 4 sebanyak 124 orang (24.7%) dan responden yang paling sedikit berasal dari semester 12 yaitu sebanyak 8 orang (1.6%). Berdasarkan affiliasi organisasi lingkungan, responden dalam penelitian ini dapat digambarkan pada tabel sebagai berikut:
81
Tabel 4.4 Gambaran umum berdasarkan affiliasi organisasi affiliasi organisasi Tidak Ya Total
N 459 43 502
% 91.4% 8.6% 100%
Dari tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang tidak tergabung kedalam organisasi lingkungan yaitu 459 orang (91.4%). Sedangkan yang mengikuti dan tergabung kedalam organisasi lingkungan sebanyak 43 orang (8.6%). 4.2. Statistik Deskriptif Variabel Penelitian Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah faktor skor yang dihitung menggunakan pendekatan estimasi bayesian untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran dan agar mendapat faktor skor yang lebih akurat. Faktor skor dihitung dari item-item yang bermuatan positif dan signifikan. Setelah itu semua faktor skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan nilai mean = 50 dan SD=10, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada bab 3 sehingga data yang dihasilkan satuannya berbentuk Zscore. Setelah itu data tersebut disebut dengan T-score, sehingga T-score tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan gambaran umum tentang deskriptif statistik dari variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan adalah nilai minimum, nilai maksimul, mean, dan standar deviasi (SD) dari masing-masing variabel dan juga dapat dipakai untuk melakukan uji hipotesis. Adapun statistik deskriptif tersebut disajikan dalam tabel 4.5 berikut ini.
82
Tabel 4.5 Deskripsi statistik variabel penelitian variabel
N
Minimum Maximum
Mean
Std. Deviation
perilaku ramah lingkungan
502
27.28
73.25
49.9700
8.04404
universalism benevolence power achievement responsibility feeling feeling guilty responsibility judgement sikap knowledge system knowledge action related knowledge effectiveness Valid N (listwise)
502 502 502 502 502 502 502 502 502 502 502 502
15.03 17.83 36.72 12.95 28.58 35.17 44.16 43.40 37.94 35.03 44.24
62.69 62.08 68.25 66.88 57.05 54.01 52.75 64.92 56.48 63.37 55.09
49.9767 49.8563 50.0573 49.8135 49.6865 49.8471 49.9465 50.0605 49.9698 49.9978 49.9560
8.35382 7.90222 6.11096 10.12164 5.79805 3.40747 1.67232 3.46708 3.94602 4.85052 2.27783
Setelah semua skor telah diletakkan pada skala yang sama, dari tabel 4.4 dapat diketahui skor terendah dari perilaku ramah lingkungan adalah 27.28 dan skor tertinggi 73.25. Skor terendah dari variabel universalism adalah 15.03 dan skor tertinggi 62.69. Skor terendah pada variable benevolence adalah 17.83 dan skor teringgi adalah 62.08. Skor terendah pada variabel power adalah 36.72 dan skor tertinggi adalah 68.25. Skor terendah pada variabel achievement adalah 12.95 dan skor teringgi adalah 66.88. Skor terendah pada variabel responsibility feeling adalah 28.58 dan skor tertinggi adalah 57.05. Skor terendah pada variabel feeling guilty adalah 35.17 dan skor tertinggi adalah 54.01. Skor terendah pada variabel responsibility judgement adalah 44.16 dan skor tertinggi adalah 52.75. Skor terendah dari variabel sikap adalah 43.40 dan skor tertinggi adalah 64.92. Skor terendah pada variabel knowledge system adalah 37.94 dan skor tertinggi adalah 56.48. Skor terendah pada variabel knowledge
83
action related adalah 35.03 dan skor tertinggi adalah 63.37. Skor terendah pada variabel knowledge effectiveness adalah 44.24 dan skor tertinggi adalah 55.09. 4.3. Pengelompokan Subjek Berdasarkan Variabel Penelitian Peneliti mengelompokkan menjadi 2 macam. Tinggi yaitu individu yang memiliki atribut diatas rata-rata dan rendah yaitu individu yang memiliki atribut dibawah rata-rata. berikut tabel 4.5 kategorisasi subjek peneliti. Tabel 4.6 Kategorisasi responden penelitian Variabel Perilaku ramah lingkungan
Universalism
Benevolence
Power
Achievement
Responsibility Feeling
Feeling Guilty
Responsibility Judgement
Sikap
Knowledge System
Knowledge Action Related
Knowledge Effectiveness
kategori tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total tinggi rendah total
frekuensi 243 259 502 253 249 502 258 244 502 270 232 502 255 247 502 318 184 502 315 187 502 269 233 502 240 262 502 236 266 502 199 303 502 250 252 502
% 48.4 51.6 100 50.4 49.6 100 51.4 48.6 100 53.8 46.2 100 50.8 49.2 100 63.3 36.7 100 62.7 37.3 100 53.6 46.4 100 47.8 52.2 100 47.0 53.0 100 39.6 60.4 100 49.8 50.2 100
84
Berdasarkan tabel 4.6, dapat dilihat bahwa hasil variabel perilaku ramah lingkungan sebanyak 249 orang (48.4%) masuk kategori tinggi, sedangkan 259 orang sisamya (51.6%) termasuk pada kategori rendah. Dengan demikian jumlah kategori tinggi dan rendah bisa disimpulkan seimbang. Berikutnya hasil dari variabel universalism sebanyak
253 orang (50.4%) masuk kategori tinggi,
sedangkan sebanyak 249 orang (49.6%) pada kategori rendah. Hasil dari variabel benevolence sebanyak 258 orang (51.4%) termasuk pada kategori tinggi, sedangkan 244 orang sisanya (48.6%) pada kategori rendah. Variabel berikutnya yaitu power sebanyak 270 orang (53.8%) masuk kedalam kategori tinggi, sedangkan sebanyak 232 orang (46.2%) masuk pada kategori rendah. Variabel berikutnya yaitu achievement sebanyak 255 orang (50.8%) termasuk kedalam kategori tinggi, sedangkan sebanyak 247 orang sisanya (49.2%) masuk pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran variabel universalism, benevolence, power dan achievement berimbang antara kategori tinggi dengan kategori rendah. Selanjutnya, hasil dari variabel responsibility feeling sebanyak 318 orang (63.3%) masuk pada kategori tinggi, dan 184 orang (36.7%) masuk pada kategori rendah. Hasil dari variabel feeling guilty sebanyak 315 orang (62.7%) masuk pada kategori tinggi, sedangkan 187 orang sisanya (37.3%) masuk pada kategori rendah. Dengan demikian sebaran variabel responsibility feeling dan feeling guilty di dominasi oleh kategori tinggi. Hasil dari variabel responsibility judgement sebanyak 269 orang (53.6%) masuk pada kategori tinggi. sedangkan 233 orang
85
(46.4%) masuk pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran dari variabel responsibility judgement seimbang antara kategori tinggi dan rendah. Hasil dari variabel sikap sebanyak 240 orang (47.8%) masuk pada kategori tinggi, sedangkan 262 orang sisanya masuk pada kategori rendah. Variabel berikutnya knowledge system sebanyak 236 orang (47.0%) masuk pada kategori tinggi, sedangkan 266 orang (53.0%) masuk pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran untuk variabel sikap dan knowledge system seimbang antara kategori rendah dan tinggi. Variabel berikutnya knowledge action related
sebanyak
199 orang
(39.6%) masuk pada kategori tinggi dan 303 orang (60.4) masuk pada kategori rendah. Sehingga dengan demikian pada varaibel knowledge action related di dominasi oleh kategori rendah. Selanjutnya, variabel terakhir knowledge effectiveness diperoleh hasil sebanyak 250 orang (49.8%) masuk pada kategori tinggi, sedangkan 502 orang (50.2%) masuk pada kategori rendah. Dengan demikian, dari hasil sebaran knowledge effectiveneess berimbang antara kategori tinggi dengan rendah. 4.4. Uji Hipotesis Penelitian Pada tahapan uji hipotesis penelitian, peneliti menggunakan teknik analisis regresi berganda (multiple reggression) dengan bantuan software SPSS 17.0 seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dalam regresi ada tiga hal yang dilihat, yaitu pertama melihat Rsquare untuk mengetahui berapa persen (%) varian DV yang dijelaskan oleh IV, yang kedua apakah keseluruhan IV berpengaruh secara
86
signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama adalah peneliti melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable dijelaskan oleh independent variable. Untuk tabel R square dapat dilihat pada tabel 4.7 di bawah : Tabel 4.7 Summary uji regresi independent variable terhadap dependent variable Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate a 1 .501 .251 .232 7.04829
Setelah dilakukan analisis menggunakan software SPSS diperoleh hasil R2 sebesar 0.251, hal ini berarti universalism, benevolence, power, achievement, responsibility feeling, feeling guilty, responsibility judgement, sikap pada lingkungan, knowledge system, knowledge action related, knowledge effectiveness dan affiliasi organisasi lingkungan menjelaskan 25.1% varian dari perilaku ramah lingkungan. Sedangkan 75% dari bervariasinya perilaku ramah lingkungan dijelaskan oleh variabel lain yang tidak peneliti teliti. Langkah kedua, peneliti menganalisa dampak dari seluruh independent variable terhadap intensitas child physical abuse, adapun hasil uji F dapat dilihat pada table 4.8. Tabel 4.8 Signifikansi uji regresi independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV) Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
8125.270 24292.727 32417.998
12 489 501
677.106 49.678
13.630
.000a
Berdasarkan uji F terhadap R2, doperoleh bahwa pengaruh universalism, benevolence,
power,
achievement,
responsibility
feeling,
feeling
guilty,
87
responsibility judgement, sikap pada lingkungan, knowledge system, knowledge action related, knowledge effectiveness dan affiliasi organisasi lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan signifikan yaitu 0.000, (p < 0.001). Sehingga peneliti dapat menolak hipotesis nihil (mayor) yang berbunyi “tidak ada pengaruh yang signifikan value orientation, responsibility feeling, sikap terhadap lingkungan, pengetahuan lingkungan, dan affiliasi dalam organisasi lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan”. Selanjutnya peneliti menguji apakah dua belas independent variable universalism, benevolence, power, achievement, responsibility feeling, feeling guilty, responsibility judgement, sikap pada lingkungan, knowledge system, knowledge action related, knowledge effectiveness dan affiliasi organisasi lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Adapun hasil uji signifikansi terhadap koefisien regresi masingmasing independen variabel dapat dilihat pada tabel 4.7 berikut: Tabel 4.9 Koefisien regresi prediktor perilaku ramah lingkungan Unstandardized Coefficients
Model 1 (Constant) universalism benevolence power achievement responsibility feeling feeling guilty responsibility judgement sikap knowledge system knowledge action related knowledge effectiveness affiliasi _org
B -28.840 .140 -.016 -.149 -.083 .214 -.046 .655 .312 .308 .216 -.109 6.294
Std. Error 15.568 .063 .067 .071 .050 .066 .113 .204 .101 .088 .071 .143 1.153
Standardized Coefficients
Beta .145 -.015 -.113 -.105 .154 -.019 .136 .134 .151 .130 -.031 .219
t -1.852 2.219 -.236 -2.102 -1.667 3.261 -.406 3.217 3.079 3.515 3.030 -.764 5.456
Sig. .065 .027 .814 .036 .096 .001 .685 .001 .002 .000 .003 .445 .000
88
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7 dapat dibuat persamaan regresi sebagai berikut: Perilaku ramah lingkungan = -28.840 + (0.140) universalism + (-0.016) benevolence + (-0.149) power + (-0.083) achivement + (0.214) responsibility feeling + (-0.046) feeling guilty + (0.665) responsibility judgement + (0.312) sikap terhadap lingkungan + (0.308) knowledge system + (0.216) knowledge action related + (-0.109) knowledge effectiveness + (6.294) affiliasi organisasi lingkunngan Untuk membandingkan besarnya pengaruh masing-masing variabel, peneliti menggunakan koefisien regresi yang terstandardisasi atau beta (β), yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Nilai beta dari universalism ialah (β =0.145), serta memiliki sig .027 (sig<0.05) yang berarti universalism memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefisien beta yang positif memiliki arti bahwa semakin tinggi nilai universalism seseorang maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungan seseorang. 2. Nilai beta dari benevolence ialah (β =-0.015), serta memiliki sig .814 (sig>0.05) yang berarti benevolence tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. 3. Nilai beta dari power ialah (β =-0.113) serta memiliki sig .036 (sig<0.05) yang berarti power memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefesien beta negatif dapat diartikan semakin tinggi
89
nilai power yang dimiliki seseorang maka semakin rendah perilaku ramah lingkungannya. 4. Nilai beta dari achievement ialah (β =-0.105), serta memiliki sig .096 (sig>0.05) yang berarti achievement tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. 5. Nilai beta dari responsibility feeling ialah (β =0.154), serta memiliki sig .001 (sig<0.05) yang berarti responsibility feeling memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefisien beta yang positif memiliki arti bahwa semakin tinggi nilai responsibility feeling seseorang maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. 6. Nilai beta dari feeling guilty ialah (β =0.019), serta memiliki sig .685 (sig>0.05) yang berarti feeling guilty tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. 7. Nilai beta dari responsibility judgement ialah positif (β =0.136), serta memiliki sig .001 (sig<0.05) yang berarti responsibility feeling memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefisien beta yang positif memiliki arti bahwa semakin tinggi responsibility judgement seseorang maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. 8. Nilai beta dari sikap terhadap lingkungan ialah (β =0.134), serta memiliki sig .001 (sig<0.05) yang berarti sikap terhadap lingkungan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefisien beta yang positif memiliki arti bahwa semakin tinggi atau positif sikap
90
seseorang terhadap lingkungan maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. 9. Nilai beta dari knowledge system ialah (β =0.151), serta memiliki sig .000 (sig<0.05) yang berarti knowledge system memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefisien beta yang positif memiliki arti bahwa semakin tinggi knowledge system seseorang maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. 10. Nilai beta dari knowledge action related ialah (β =0.130), serta memiliki sig .003 (sig<0.05) yang berarti knowledge action related memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. Koefisien beta yang positif memiliki arti bahwa semakin tinggi knowledge action related
seseorang
maka
semakin
tinggi
pula
perilaku
ramah
lingkungannya. 11. Nilai beta dari knowledge effectiveness ialah (β =0.13), serta memiliki sig .445 (sig>0.05) yang berarti knowledge effectiveness tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan. 12. Nilai beta dari affiliasi organisasi lingkungan (β =0.219), serta memiliki sig .000 (sig<0.05) yang berarti bahwa ada perbedaan signifikan antara orang yang beraffiliasi dalam organisasi lingkungan dengan yang tidak. Koefesien beta yang positif dapat diartikan bahwa seseorang yang ikut dalam organisasi lingkungan memiliki perilaku ramah lingkungan yang tinggi dibandingkan dengan yang tidak.
91
Berdasarkan tabel 4.7 dan penjelasan diatas, dapat dilihat bahwa terdapat delapan variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku ramah lingkungan,
yaitu
variabel
universalism,
power,
responsibility
feeling,
responsibility judgement, sikap terhadap lingkungan, knowledge system, knowledge action related dan affiliasi organisasi lingkungan. Selanjutnya peneliti ingin mengetahui proporsi varian sumbangan dari tiap independent variable. Untuk itu peneliti melakukan analisis regresi berganda secara stepwise yaitu dengan menambahkan satu independent variable setiap melakukan analisis regresi. Dalam hal ini dilakukan agar dapat menghitung pertambahan dari R2 (Rsquare change). Peneliti juga menguji apakah pertambahan R2change signifikan atau tidak. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.10 berikut. Tabel 4.10 Proporsi varian perilaku ramah lingkungan pada setiap independent variable Change Statistics Model
R Square
universalism benevolence power achievement responsibility feeling feeling guilty responsibility judgement sikap knowledge system knowledge action related knowledge effectiveness affiliasi _org
.060 .060 .068 .073 .127 .127 .149 .156 .186 .204 .205 .251
R Square Change F Change .060 .000 .008 .005 .054 .000 .022 .008 .030 .018 .001 .046
31.663 .032 4.428 2.479 30.841 .002 12.833 4.403 17.847 11.019 .534 29.960
df1
df2
Sig. F Change
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
500 499 498 497 496 495 494 493 492 491 490 489
.000 .857 .036 .116 .000 .962 .000 .036 .000 .001 .465 .000
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui besaran sumbangan variabel dan signifikan atau tidak terhadap penambahan varian dari perilaku ramah lingkungan.
92
berikut ini merupakan proporsi varian perilaku ramah lingkungan yang terkait dengan independent variable sebagai berikut: 1. Universalism memberi sumbangan R2 (R Square) sebesar 6% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.000 (sig < 0.05). Artinya sumbangan universalism signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 2. Benevolence memberi sumbangan R2 (R Square) sebesar 0.0% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.857 (sig > 0.05).
Artinya
sumbangan
benevolence
tidak
signifikan
terhadap
penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 3. Power memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 0.8% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.036 (sig < 0.05). Artinya sumbangan power signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 4. Achievement memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 0.5% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.116 (sig < 0.05).
Artinya
sumbangan
achievement
tidak
signifikan
terhadap
penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 5. Responsibility feeling memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 5.4% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.000 (sig > 0.05). Artinya sumbangan responsibility feeling signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan.
93
6. Feeling guilty memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 0.0% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.962 (sig > 0.05). Artinya sumbangan feeling guilty tidak signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 7. Responsibility judgement memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 2.2% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.000 (sig > 0.05). Artinya sumbangan responsibility judgement signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 8. Sikap terhadap lingkungan memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 0.8% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.036 (sig > 0.05). Artinya sumbangan sikap signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 9. Knowledge system memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 3% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.000 (sig > 0.05). Artinya sumbangan knowledge system signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 10. Knowledge action related memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 1.8% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.001 (sig < 0.05). Artinya sumbangan knowledge action related signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan.
94
11. Knowledge effectiveness memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 0.1% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.465 (sig < 0.05). Artinya sumbangan knowledge effectiveness tidak signifikan terhadap penambahan proporsi varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. 12. Affiliasi organisasi lingkungan memberikan sumbangan R2 (R Square) sebesar 4.6% terhadap varian perilaku ramah lingkungan, dengan sig F change sebesar 0.000 (sig < 0.05). Artinya sumbangan Keiukutsertaan organisasi lingkungan
tidak signifikan terhadap penambahan proporsi
varian keseluruhan perilaku ramah lingkungan. Dengan demikian sumbangan varian masing-masing independent variable yang signifikan terhadap varian perilaku ramah lingkungan adalah universalism, power,
responsibility
feeling,
responsibility
judgement,
sikap
terhadap
lingkungan, knowledge action system, knowledge action related dan affiliasi organisasi lingkungan.
95
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri atas kesimpulan, diskusi, dan saran. 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan dari universalism, benevolence, power, achievement, responsibility feeling, feeling guilty, responsibility judgement, sikap terhadap linkgungan, knowledge system, knowledge action-related, knowledge effectiveness, dan affiliasi organisasi lingkungan secara bersama-sama terhadap perilaku ramah lingkungan. Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi koefisien regresi masing-masing variabel terhadap perilaku ramah lingkungan, terdapat delapan koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi perilaku ramah lingkungan yaitu universalism, power, responsibility feeling, responsibility judgement, sikap terhadap lingkungan, knowledge system, knowledge action related dan keiktusertaan organisasi lingkungan. Peneliti menyimpulkan bahwa perilaku ramah lingkungan secara signifikan
dipengaruhi
oleh
universalism,
power,
responsibility feeling,
responsibility judgement, sikap terhadap lingkungan, knowledge system, knowledge action related dan keiktusertaan organisasi lingkungan.
95
96
5.2. Diskusi Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, ditemukan bahwa ada pengaruh yang signifikan dari universalism, power, responsibility feeling, responsibility judgement, sikap terhadap lingkungan, knowledge system, knowledge action related dan affiliasi organisasi lingkungan terhadap perilaku ramah lingkungan. Berdasarkan hasil ini didapatkan suatu konsep teoritik tentang pemahaman atas model perilaku ramah lingkungan berdasarkan empat variabel yaitu value orientation, responsibility feeling, sikap terhadap lingkungan dan pengetahuan lingkungan. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa model perilaku ramah lingkungan yang diusulkan oleh Kaiser et.al (1999) dapat memprediksi perilaku ramah lingkungan walaupun tidak mengikutsertakan intensi ke dalam model penelitian kali ini. Pada penelitian kali ini variabel universalism secara signifikan memprediksi perilaku ramah lingkungan. Nilai-nilai universalism yang ada pada diri seseorang merupakan penentu kepedulian seseorang terhadap kelangsungan orang banyak dan lingkungan. Sehingga dengan nilai-nilai universalism yang tinggi akan lebih mungkin bagi seseorang untuk melakukan perilaku ramah lingkungan dibanding dengan yang tidak. Hal ini sesuai dengan penjelasan Schwartz (2012) orang-orang yang memiliki nilai universalism adalah orangorang yang mengutamakan kesejahteraan orang banyak, memiliki wawasan yang lebih luas, melindungi alam serta menyelaraskan diri dengan alam.
97
Dalam penelitian Hansla, et.al (2008) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara universalism dengan kesadaran konsekuensi (awareness consequences) dari perilaku mereka terhadap lingkungan dan nilai universalism juga behubungan dengan kepedulian seseorang terhadap lingkungan. Menurut Hansla nilai-nilai biosfer yang ada pada universalism saling terkait dengan belief (sikap) dan komponen lainnya dalam membentuk kepedulian lingkungan dan perilaku ramah lingkungan. Dalam penelitian lain Jonsson dan Nilsson (2002), menemukan bahwa ada hubungan nilai dengan perilaku pro-lingkungan. Nilai self-transendance (universalism dan benevolence) memiliki efek positif pada perilaku ramah lingkungan. Dalam penelitiannya juga ditambahkan bahwa nilainilai self trancendanse (universalism dan benevolence) dihubungkan dengan locus of control internal memiliki pengaruh yang positif terhadap perilaku ramah lingkungan. Sehingga berdasarkan temuan tersebut menunjukkan bahwa nilai memiliki efek langsung maupun tidak langsung pada kepedulian lingkungan dan perilaku ramah lingkungan. Dalam penelitian kali ini ditemukan bahwa variabel power secara signifikan dapat memprediksi perilaku ramah lingkungan. Namun berdasarkan hasil temuan bahwa variabel power memiliki pengaruh yang negatif terhadap perilaku ramah lingkungan, bahwa semakin tinggi nilai power yang dimiliki oleh seseorang maka akan semakin kecil kemungkinan orang tersebut melakukan perilaku ramah lingkungan. Orang-orang yang menganggap penting baginya untuk mendominasi atas orang lain, memiliki kekayaan materi, status sosial sangat mungkin untuk mengabaikan kepentingan lingkungan dan tidak berperilaku ramah
98
lingkungan. Menurut Schwarzt (2012) orang-orang yang memiliki nilai power yang tinggi adalah orang-orang yang mengutamakan status sosial dan prestise, serta orang-orang yang memiliki nilai power yang tinggi mengutamakan kontrol atau dominasi atas orang-orang dan sumber daya disekitarnya. Sesuai dengan temuan Hansla, et.al (2008) terdapat hubungan yang negatif antara nilai power dengan kesadaran konsekuensi (awareness consequences) dari perilaku mereka terhadap lingkungan dan kepedulian terhadap lingkungan. Dalam temuan Jonsson dan Nilsson (2002) juga bahwa self enchacement (power dan achievement) memiliki hubungan yang negatif dengan perilaku ramah lingkungan. Dalam temuan lainnya juga dijelaskan bahwa power memiliki hubungan yang negatif beberapa jenis perilaku pro-lingkungan (Gutierrezkarp, 1996). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya menurut Schwartz (2012), antara universalism dengan power adalah nilai yang saling bertentangan sehingga tidak heran antara dua jenis nilai ini saling memiliki hubungan yang negatif atau bertolak belakang. Orang-orang yang memiliki nilai universalism lebih peka dan peduli terhadap lingkungan, karena mereka memiliki orientasi untuk kemaslahatan orang banyak. Sedangkan orang-orang dengan nilai power mereka lebih berorientasi terhadap kepentingan diri, kekuasaan, serta dominasi dan cenderung mengabaikan lingkungan sekitarnya. Adapun benevolence pada penelitian ini tidak signifikan karena benevolence sendiri menurut Schwartz (2012) merupakan nilai berorientasi pada kesejahteraan, tanggung jawab dan kelangsungan orang-orang terdekat yang berada di sekitarnya. Orang yang memiliki nilai benevolence yang tinggi akan
99
menjadi lebih peduli pada lingkungan ketika orang-orang yang berada disekitarnya terancam oleh kerusakan lingkungan. Berdasarkan hal diatas bahwa benevolence akan memunculkan perilaku ramah lingkungan harus didukung situasi bahwa orang-orang disekitar mereka terancam oleh masalah-masalah lingkungan seperti yang ditemui pada sampel Hansla et.al (2008), bahwa pada sampel tersebut orang-orang benevolence mempersepsikan bahwa orang-orang di sekitarnya terancam oleh kerusakan lingkungan. Sehingga Peneliti menyimpulkan pada sampel penelitian kali ini keadaan tersebut tidak ditemui sehingga efek benevolence terhadap perilaku ramah lingkungan tidak terlihat. Seperti yang disebutkan oleh Swartz (2012) bahwa benevolence dan achievement berbagi orientasi yang bertolak belakang sehingga apabila benevolence signifikan maka nilai achievement juga signifikan. Berdasarkan temuan diatas bahwa terdapat pengaruh nilai terhadap perilaku ramah lingkungan, nilai yang berpengaruh adalah nilai yang mengandung unsur altruism. Ini membuktikan bahwa perilaku ramah lingkungan sangat erat hubungannya
perilaku-perilaku
altruism.
Perilaku-perilaku
melestarikan,
melindungi lingkungan disaat yang sama juga membantu orang-orang sekitar untuk tidak terkena dampak kerusakan lingkungan. Pada penelitian kali ini variabel berikutnya yang secara signifikan memprediksi perilaku ramah lingkungan adalah responsibility feeling. Semakin tinggi rasa tanggung jawab seseorang terhadap lingkungan baik secara moral maupun secara sosial maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. Dilihat dari sudut pandang moral munculnya perasaan bertanggung jawab
100
terhadap
lingkungan
berasal
dari
perasaan
memiliki
kewajiban
untuk
mempertahankan kelangsungan lingkungan dan menyelematkan orang-orang yang akan dirugikan jika lingkungan rusak. Sedangkan seseorang yang merasa secara sosial merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan dapat muncul dari perasaan kewajiban untuk taat terhadap aturan, norma sosial yang menuntut untuk menjaga lingkungan. Hal ini konsisten dengan penelitian Kaiser, et.al (1999) yang menemukan hubungan yang signifikan antara responsibility feeling dengan intensi ecoligical behavior dan ecological behavior. Menurut Kaiser dan Shimoda (1999), bahwa seseorang yang merasa bertanggung jawab terhadap lingkungan memiliki kepekaan dan sesitifitas terhadap masalah lingkungan, serta lebih memiliki kesadaran untuk menjaga dan mempertahankan lingkungan. Variabel berikutnya adalah responsibility judgement yang signifikan memprediksi perilaku ramah lingkungan. Dapat diartikan semakin seseorang menggangap apa terjadi di lingkungan akibat dari sesuatu yang mereka lakukan maka semakin tinggi pula perilaku ramah lingkungannya. Hal ini sesuai dengan temuan Kaiser dan Shimoda (1999) dalam penelitiannya bahwa responsibilty judgement menyumbang 12% dari varians perilaku pro lingkungan yang ditelitinya. Seseorang yang memiliki responsibility judgement yang tinggi adalah seseorang yang menganggap apa yang terjadi di lingkungan disebabkan oleh tindakan yang mereka lakukan. Orang-orang yang sadar bahwa mereka mempunyai kontribusi langsung terhadap baik atau buruknya lingkungan, lebih mungkin untuk menjaga lingkungan. Dibandingkan dengan orang-orang yang menggangap bahwa apa yang terjadi di lingkungan baik atau buruk tidak ada
101
kaitannya dengan diri mereka, sehingga meraka akan cenderung tidak acuh dan tidak merasa ada tanggung jawab terhadap permasalahan lingkungan. Sedangkan dimensi feeling guilty pada penelitian ini tidak signifikan, peneliti berasumsi penyebab tidak signifikannya karena feeling guilty (perasaan bersalah) ini tidak berefek langsung terhadap perilaku ramah lingkungan. Hal ini peneliti simpulkan karena orang yang memiliki feeling guilty (perasaan bersalah) tidak selalu memunculkan perilaku ramah lingkungan. Peneliti berpedapat hal ini perlu melihat locus of control seseorang. Ketika seseorang memiliki locus of control external walaupun mereka merasakan perasaan bersalah ketika terjadi halhal yang buruk terhadap lingkungan tetapi mereka tidak memiliki kontrol atas apa yang terjadi, sehingga mereka tidak dapat berbuat banyak karena mengganggap yang terjadi diluar kendali mereka (Rotter, 1966). Dibandingkan dengan orangorang yang memiliki locus of control internal yang memiliki kontrol atas apa yang terjadi sehingga seseorang dapat bertindak untuk mengatasi rasa bersalahnya. Variabel berikutnya secara signifikan memprediksi perilaku ramah lingkungan adalah sikap terhadap lingkungan, bahwa semakin positif dan tinggi sikap seseorang terhadap isu-isu dan masalah lingkungan maka semakin tinggi pula kemungkinannya melakukan perilaku ramah lingkungan. Penelitian lain yang menemukan hal yang sama bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sikap dan perilaku ramah lingkungan, diataranya penelitain Heyl, Díazy dan Cifuentes (2013); Stern (2000) yang menemukan bahwa sikap mempengaruhi perilaku ramah lingkungan. Selain itu menurut Schultz dan Zelezny (1999),
102
bahwa terdapat hubungan sikap yang dengan nilai-nilai pro-lingkungan. Sejalan dengan hasil penelitian Kaiser, Ranney, Hartig, dan Bowler (1999) bahwa perasaan positif (sikap) individu terhadap isu lingkungan dapat mempengaruhi individu untuk melakukan perilaku pro-lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara sikap dengan perilaku seseorang. Selanjutnya berdasarkan variabel pengetahuan lingkungan yang terdiri dari tiga dimensi yaitu konwledge system, knowledge action related dan knowledge effectivenes, terdapat dua jenis pengetahuan lingkungan yang secara signifikan memprediksi perilaku ramah lingkungan yaitu knowledge system dan knowledge action related. Nilai koefisien yang positif dari knowledge system dapat diartikan bahwa semakin banyak informasi mengenai masalah lingkungan dan bagaimana masalah lingkungan tersebut dapat terjadi maka semakin besar kemungkinan seseorang melakukan perilaku ramah lingkungan. Sedangkan variabel knowledge action related yang juga signifikan dapat diartikan seseorang yang memilki jumlah informasi mengenai langkah-langkah atau solusi mengenai isu-isu lingkungan lebih banyak akan lebih besar kemungkinan untuk melakukan perilaku ramah lingkungan dibandingkan dengan yang tidak. Kedua hal diatas di dukung oleh temuan Frick, Kaiser dan Wilson (2004) dalam penelitiannya mereka menemukan sebesar 6% varian perilaku ramah lingkungan dijelaskan oleh jumlah ketiga jenis pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Menurut Kaiser dan Fuhrer (2003), beberapa penelitan mengenai
pengetahuan lingkungan
memang
memperlihatkan hasil yang kecil, namun pengetahuan memainkan peran penting baik secara langsung dan tidak langsung (mediator). Dengan mengetahui apa yang
103
terjadi dan bagaimana sesuatu di lingkungan dapat terjadi (knowledge system) meningkatkan kesadaran seseorang terhadap lingkungan. kesadaran terhadap masalah-masalah yang ada di lingkungan akan membuat seseorang lebih peduli terhadap lingkungan. Sedangkan pada orang yang tidak memiliki informasi yang memadai mengenai lingkungan tidak sadar akan adanya masalah. Berikutnya dengan mengetahui tindakan apa yang dapat diambil seseorang untuk mengatasi masalah lingkungan tertentu (knowledge action related) akan membimbing seseorang untuk menyelesaikan masalah tersebut. Walaupun seseorang memiliki kepedulian terhadap lingkungan tetapi tanpa dilengkapi pengetahuan yang tepat seseorang mungkin akan mengambil tindakan yang salah alih-alih menjaga lingkungan. Seperti yang disampaikan Gardner dan Stern (1996), pengetahuan dapat membantu seseorang menghidari kesalahan informasi dan dengan pengetahuan seseorang dapat membuat seseorang lebih sadar akan keadaan lingkungan sekitarnya. Sedangkan dimensi ketiga yaitu knowledge effectiveness tidak signifikan. Berdasarkan data di lapangan bahwa masing-masing item yang terdiri dari 4 macam pilihan solusi, masing-masing dipilih oleh responden secara berimbang. Peneliti menyimpulkan bahwa para sampel penelitain kali ini tidak mengetahui langkah yang paling effektif bagaimana memecahkan permasalahan lingkungan. Ketidaktahuan mengenai langkah apa yang efektif mengatasi masalah lingkungan, membuat mereka salah dalam menerapkan perilaku ramah lingkungan (Kaiser & Fuhrer, 2003).
104
Variabel
terakhir
adalah
affiliasi
organisasi
lingkungan,
peneliti
menemukan bahwa orang-orang yang terlibat atau tergabung dalam organisasi lingkungan melakukan perilaku ramah lingkungan signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan yang orang-orang yang tidak tergabung, walaupun hanya 10% dari sampel yang tergabung kedalam organisasi lingkungan. Hal ini sesuai dengan temuan Mayer dan Frantz (2004) yang menjelaskan dalam penelitiannya bahwa orang-orang yang berada pada komunitas atau kelompok yang fokus terhadap lingkungan, didapati mereka lebih memiliki keterhubungan dengan alam (connected with nature) yang tinggi. Mereka yang ikut serta dalam komunitas atau organisasi lingkungan dalam kesehariannya lebih menerapkan gaya hidup ramah lingkungan dibandingkan dengan yang tidak. Pada penelitian ini ternyata pengaruh independent variable universalism, power,
responsibility
feeling,
responsibility
judgement,
sikap
terhadap
lingkungan, knowledge system, knowledge action related dan affiliasi organisasi lingkungan terhadap dependent variable yaitu perilaku ramah lingkungan menyumbang sebesar 25%. Hal ini membuktikan bahwa lebih banyak variabel diluar penelitian yang mempengaruhi perilaku ramah lingkungan. Hal ini bisa terjadi karena faktor-faktor yang diukur lebih menganalisa faktor psikologis dari subjek penelitian, sedangkan masih banyak faktor lainnya yang tidak diteliti. Sebagaimana umumnya variabel psikologi lainnya yang merupakan suatu konstruk yang kompleks dan membutuhkan multi-disiplin ilmu untuk dapat menjelaskan variabel tersebut secara komprehensif. Selain itu kecilnya sumbangan independent variable, juga bisa disebabkan karena jenis perilaku
105
ramah lingkungan yang diukur masih belum mencakup semua jenis perilaku ramah lingkungan yang beragam dan banyak. Masih ada jenis perilaku ramah lingkungan lainnya yang belum ikut dalam item perilaku ramah lingkungan pada penelitian kali ini. 5.3. Saran 5.3.1. Saran teoritis 1. Penelitian selanjutnya mengenai perilaku ramah lingkungan disarankan untuk mengkaji jenis-jenis perilaku ramah lingkungan secara spesifik, dikarenakan jenis-jenis perilaku ramah lingkungan banyak dan beragam. Setiap jenis perilaku ramah lingkungan kemungkinan memiliki faktorfaktor yang mempengaruhi berbeda-beda antara satu sama lain. 2. Terdapat banyak model teori yang menjelaskan perilaku ramah lingkungan disarankan untuk mencoba menganalisis model teori lain untuk menjelaskan perilaku ramah lingkungan seperti teori values-belief-norms yang dikembangkan oleh Stern, Dietz, Abel, Guagnano, dan Kalof (1999), theory planned behavior oleh Ajzen (1991) dan teori-teori lainnya seperti health belief model oleh Rosenstock (1996) dengan asumsi bahwa ada hubungan antara kepedulian terhadap kesehatan dengan memelihara lingkungan yang sehat untuk mendapatkan sudut pandang lain dalam menjelaskan perilaku ramah lingkungan. 3. Penelitian tentang perilaku ramah lingkungan kali ini sumbangan independent variablenya sebesar 25.1% sedangkan 74.9% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Sehingga penelitian selanjutnya dapat
106
menganalisis berbagai faktor-faktor lainnya yang ikut mempengaruhi perilaku ramah lingkungan. 4. Untuk sampel penelitian berikutnya disarankan untuk menggunakan subjek penelitian yang lebih akrab dengan perilaku ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-harinya, seperti para aktivis lingkungan. Sampel lainnya yang dapat diambil untuk penelitian berikutnya adalah orang-orang yang berada di lingkungan kumuh atau orang-orang yang rawan masalah lingkungan, sehingga dapat diperoleh informasi yang lebih akurat dan banyak. 5. Disarankan untuk peneiliti berikutnya untuk menggunakan model perhitungan statistik yang lebih akurat seperti stuctural equation model (SEM) untuk memperoleh hasil yang lebih baik dan juga dapat mempertimbangkan variabel mediator. Selain itu dengan metode SEM berbagai error dalam model dapat ikut diperhitungkan. 5.3.2. Saran praktis 1. Nilai merupakan sesuatu yang menentukan bagaimana seseorang memandang sesuatu serta berperilaku, maka disarankan agar mulai menumbuhkan nilai-nilai cinta lingkungan, menjaga kelestarian lingkungan dan memupuk sedini mungkin nilai-nilai tersebut. Sehingga nantinya akan banyak muncul pemerhati lingkungan yang peduli terhadap kelangsungan lingkungan dan kesejahteraan orang banyak. 2. Perasaan tanggung untuk menjaga lingkungan harus dibina, walaupun secara moral mungkin hanya sebagian orang merasa bertanggung jawab
107
terhadap lingkungan, tetapi hal ini bisa diimbangi dengan meningkatkan regulasi dan aturan untuk menjaga lingkungan sehingga setiap harus tunduk terhadap aturan tersebut. Selain itu setiap orang harus menyadari bahwa mereka memiliki kontribusi terhadap lingkungan, baik itu kontribusi positif dan negatif. Sehingga semua orang dapat memikirkan dampak perilaku mereka terhadap lingkungan. Serta disarankan untuk menumbuhkan sikap kepedulian terhadap lingkungan. 3. Pengetahuan secara signifikan memberi sumbangan terhadap perilaku ramah lingkungan, untuk itu disarankan untuk menambah informasiinformasi dan wawasan mengenai permasalahan lingkungan. Berikutnya mulai mempelajari cara-cara mengurangi permasalah lingkungan tersebut, agar kita dapat mempraktekkan gaya hidup ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. 4. Untuk para Mahasiswa pada khususnya dan semua masyarakat pada umumnya agar bersama menjaga lingkungan, karena lingkungan bukan warisan nenek moyang tapi titipan anak cucu. Maka hendaknya saling bahu-membahu untuk menpertahankan, merawat dan mengembalikan lingkungan menjadi lebih baik. Saling mengajak kepada orang-orang disekitar untuk menjaga lingkungan. 5. Untuk Instansi atau lembaga yang berkaitan dengan lingkungan, agar senantiasa memberikan dan mengajak kepada masyarakat luas untuk menjaga lingkungan. Dimulai dari memperkaya wawasan mengenai isu-isu lingkungan serta cara mengatasi atau solusi mengenai penyelesaian masalah
108
lingkungan tersebut. Melakukan pelatihan-pelatihan dan workshop untuk mengedukasi orang banyak dan menumbuhkan kepedulian terhadap lingkungan. Memperlakukan aturan yang ketat mengenai pelestarian lingkungan agar dapat memunculkan tanggung jawab orang banyak untuk menjaga lingkungan. 6. Kepada pihak Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah khususnya dan Universitas lainnya pada umumnya agar memberikan sarana dan prasarana berupa fasilitas yang lebih ramah lingkungan. Pihak UIN disarankan ikut berperan aktif dalam mendukung program eco-campus sehingga mahasiswa juga terbiasa untuk lebih ramah lingkungan dalam kegiatan kampus seharihari.
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational behavior and human decision processes, 50 (8), 179-211. Aman, A., Harun, A., & Hussein, Z. (2012). The influence of environmental knowledge and concern on green purchase intention the role of attitude as a mediating variable. British Journal of Arts and Social Sciences, 7 (2), 145-167. Retrieved from: http://www.bjournal.co.uk/BJASS.aspx. Ando, K., Ohnuma, S., Blobaum, A., Matthies, E., & Sugiura, J. (2010). Determinants of individual and collective pro-environmental behaviors: comparing Germany and Japan. Journal of Environmental Information Science, 38 (5), 21-32. Bamberg, S., & Schmidt, P. (2003). Incentives, morality, or habit? predicting students’ car use for university routes with the models of Ajzen, Schwartz, and Triandis. Environment and behavior, 35 (2), 264-285. DOI: 10.1177/0013916502250134. Barber, N., Taylor, C., & Strick, S. (2009). Wine consumers’ environmental knowledge and attitudes: influence on willingness to purchase. International Journal of Wine Research, 1 (1), 59-72. Bechtel, R., & Churchman, A. (2012). Handbook of environmental psychology. New York: John Wiley & Sons, Inc. Black, J. S., Stern, P., & Elworth, J. T. (1985). Personal and contextual influences on household energy adaptations. Journal of Applied Psychology, 70 (1), 3–21. Chaplin, J. P. (1999). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Cialdini, R., Kallgren, C., & Reno, R. (1991). A focus theory of normative conduct: a theoretical refinement and re-evaluation of the role of norms in human behavior. Advances in experimental social psychology, 24 (5), 201–234. Clark, C., Kotchen, M & Moore, M. (2003). Internal and external influences on pro-environmental behavior: participation in a green electricity program. Journal of Environmental Psychology, 23 (4), 237-246. Corvalán, C., Kjellstrom, L., & Smith, K. (1999). Health, environment and sustainable development: identifying links and indicators to promote action. Epidemiology, 10 (5), 656-660.
Dunlap, R., Van Liere., Mertig, A., & Jones, R. (2000). Measuring endorsement of the new ecological paradigm: a revised NEP scale. Journal of Social Issues, 56 (3), 425–442. Eagly, A. H., & Kulesa, P. (1997). Attitudes, attitude structure and resistance to change implications for persuasion on environmental issues. Dalam Max H Bazerman (Ed). Environment, ethics, and behavior : the psychology of environmental valuation and degradation (122-155). San Francisco : New Lexington Press. Evans, G. W., Brauchle, G., Haq, A., Stecker, R., Wong, K., & Shapiro., E. (2007). Young children's environmental attitudes and behaviors. Environment and behavior, 39 (6), 635-652. Frick, J., Kaiser, F., & Wilson, M. (2004). Environmental knowledge and conservation behavior : exploring prevalence and structure in a representative sample. Personality and individual differences, 3 (2), 1597-1613. Gifford, R., & Nilsson, A. (2014). Personal and social factors that influence proenvironmental concern and behavior: a review. International Journal of Psychology, 49 (3), 141–157. DOI: 10.1002/ijop.12034. Groot, J., & Steg L. (2009). Morality and prosocial behavior: the role of awareness, responsibility, and norms in the norm activation model. The Journal of Social Psychology, 149 (4), 425–449. DOI: 10.3200/SOCP.149.4.425-449 Hansla, A., Gamble, A., Juliusson, A., & Garling, T. (2008). The relationships between awareness of consequences, environmental concern, and value orientations. Journal of Environmental Psychology, 28 (2), 1-9. DOI:10.1016/j.jenvp.2007.08.004. Heyl, M., Díazy, M. E., & Cifuentes, L. (2013). Environmental attitudes and behaviors of college students: a case study conducted at a chilean university. Revista latinoamericana de psicología, 45 (3), 489-502. Hines, J., Hungerford, H., & Tomera, A. (1986). Analysis and synthesis of research on responsible environtmental behavior: a meta analysis. Journal of Environmental Education, 18 (2), 1-8. Hopper, J. R., & Nielsen, J. M. (1991). Recycling as altruistic behavior: normative and behavioral strategies to expand participation in a community recycling program. Environment and behavior, 23 (2), 195–220. Jonsson, A., & Nilsson, A. (2014). Exploring the relationship between values and pro-environmental behavior: the influence of locus of control. Environmental values, 23 (3), 297-314.
Kaiser, F & Fuhrer, U. (2003). Ecological behavior’s dependency on different forms of knowledge. Applied psychology, 52 (4), 598-613. Kaiser, F. (1998). A general measure of ecological behavior. Journal of Applied Social Psychology, 28 (5), 395-422. Kaiser, F., & Shimoda, T. A. (1999). Responsibility as a predictor of ecological behavior. Journal of Environmental Psychology, 19 (3), 234-253. Kaiser, F., & Wilson, M. (2004). Goal-directed conservation behavior: the specific composition of a general performance. Personality and individual differences, 36 (2), 1531–1544. DOI: 10.1016/j.paid.2003.06.003 . Kaiser, F., Ranney, M., Hartig, T & Bowler, A. (1999). Ecological behavior, attitude, and feeling responsibility for the environment. European psychologist, 4 (2), 59-74. Kaiser, F., Wolfing, S., & Fuhrer, U. (1999). Environmental attitude and ecological behavior. Journal of Environmental Psychology, 19 (1), 119. Available online at http:///rrwww.idealibrary.com. Kementerian Lingkungan Hidup. (2012). Indeks kualitas lingkungan hidup indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup. Kementerian Lingkungan Hidup. (2012). Status lingkungan hidup indonesia. Jakarta: Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Kollmuss, A., & Agyeman, J. (2002). Mind the gap: why do people act environmentally and what are the barriers to pro-environmental behavior?. Environmental education research, 8 (3), 239-260. DOI: 10.1080/1350462022014540 1. Krajhanzl, J. (2010). Environmental and proenvironmental behavior. Health education: international experiences, 21 (4), 251-274. Kuo, S., & Sullivan, W. (2001). Aggression and violence in the inner city: effects of environment via mental fatigue. Environment and behavior, 33 (4), 543-571. Lehman, P & Geller, E. (2004). Behavior analysis and environmental protection: accomplishments and potential for more. Behavior and social issues, 13 (2), 13-32. Lindenberg, S., & Steg, L. (2007). Normative, gain and hedonic goal-frames guiding environmental behavior. Journal of Social Issues, 63 (1), 117– 137.
Lucius., & Stuttgart, L. (2010). Different routes to explain pro-environmental behavior: an overview and assessment. Analyse & kritik : zeitschrift für sozialtheorie, 32 (1), 137-157. Markle, G., (2013). Pro-environmental behavior: does it matter how it’s measured? development and validation of the pro-environmental behavior scale (PEBS). Human ecology, 41 (8), 905–914. DOI 10.1007/s10745-013-9614-8. Mayer, F. S., & Frantz, C. M. (2004). The connectedness to nature scale: a measure of individuals feeling in community with nature. Journal of Environmental Psychology, 24 (5), 503–515. Milfont, T., Duckitt, J., & Cameron, L. (2006). A cross-cultural study of environmental motive concerns and their implications for proenvironmental behavior. Environment and behavior, 38 (6), 745767. Newhouse, N. (1990). Implications of attitude and behavior research for environmental conservation. Journal of Environmental Education, 22 (1), 2-32. Niaura, A. (2013). Using the theory of planned behavior to investigate the determinants of environmental behavior among youth. Environmental research: engineering and management, 1 (3), 74-81. Nigbur, D., Lyons, E., & Uzzel, D. (2010). Attitudes, norms, identity and environmental behaviour: using an expanded theory of planned behaviour to predict participation in a kerbside recycling programme. British Journal of Social Psychology, 49 (1), 259–284. DOI:10.1348/014466609X449395. Nilsson, A., Borgstede, V., & Biel, A. (2004). Willingness to accept climate change strategies: the effect of values and norms. Journal of Environmental Psychology, 24 (2), 267–277. Nordlund, A & Garvill, J. (2002). Value structures behind proenvironmental behavior. Environment and behavior, 34 (6), 740-756. DOI: 10.1177/001391602237244. Oreg, S., & Gerro, T. (2006). Predicting proenvironmental behavior crossnationally values, the theory of planned behavior, and value-beliefnorm theory. Environment and behavior, 38 (4), 462-483. DOI: 10.1177/0013916505286012. Poortinga, W., Steg, L & Vlek, C. (2004). Values, environmental concern, and environmental behavior: a study into household energy use. Environtment and behavior, 36 (1), 70-93. DOI: 10.1177/0013916503251466.
Pramesti, O. (2012). Potret lingkungan indonesia kian memprihatinkan. Diunduh pada tanggal 24 September 2014 dari: http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/10/potret-lingkunganindonesia-kian-memprihatinkan. Rotter, J. B. (1966). Generalized expectancies for internal versus external control of reinforcement. Psychological monographs, 80 (1), 1-28. Schultz, P. W. & Zelezny, L. (1998). Values and proenvironmental behavior: a five-country survey. Journal of Cross-Cultural Psychology, 29 (7), 540558. Schultz, P. W., & Zelezny, A. (1999). Values as predictors of environmental attitudes: evidence for consistency across 14 countries. Journal of Environmental Psychology, 19 (3), 255-265. Schwartz, S. (1977). Normative influences on altruism. Advances in experimental social psychology, 10 (5), 221-279. Schwartz, S. H. (1992). Universals in the content and structure of values: theory and empirical tests in 20 countries. Dalam M. Zanna (Ed). Advances in experimental social psychology, (1-65). New York: Academic Press. http://dx.doi.org/10.1016/S0065-2601(08)60281-6. Schwartz, S. H. (1994). Are there universal aspects in the content and structure of values?. Journal of Social Issues, 50 (4), 19-45. Retrieved from: http://dx.doi.org/10.1111/j.1540- 4560.1994.tb01196.x. Schwartz, S. H. (2012). An overview of the Schwartz theory of basic values. Online readings in psychology and culture, 2 (1), 1-20. Retrieved from: http://dx.doi.org/10.9707/2307-0919.1116. Schwartz, S. H., & Howard, J. A. (1980). Explanations of the moderating effect of responsibility denial on the personal norm-behavior relationship. Social psychology quarterly, 43 (8), 441–446. Schwartz, S., & Howard, J. (1982). Chapter 14: Helping and cooperation: a selfbased motivational model. Dalam V. J. Derlaga & J. Grzelak (Ed). Cooperation and helping behavior: theories and research (327-352). New York: Academic Press. Schwartz. S.. & Howard, J. (1984). Chapter 11: Internalized values as motivators of altruism. Dalam E. Staub, D. Bar-Tal, J. Karylowski, & J. Reykowski (Ed). The development and maintenance of pro-social behavior: international perspectives on positive development (229255). New York: Plenum Press.
Shodiqnet. (2013). Indeks perilaku lingkungan masyarakat rendah. Diunduh pada tanggal 25 September 2014 dari http://ppejawa.com/news165_indeks_ perilaku_lingkungan_masyarakat_rendah.html. Steg, L., Dreijerink, L., & Abrahamse, W. (2005). Factors influencing the acceptability of energy policies: a test of VBN theory. Journal of Environmental Psychology, 25 (2), 415–425. DOI: 10.1016/j.jenvp.2005.08.003. Stern, P. (2000). Toward a coherent theory of environmentally significant behavior. Journal of Social Issues, 56 (3), 407–424. Stern, P., & Dietz, T. (1994). The value basis of environmental concern. Journal of Social Issues, 50 (3), 65–84. Stern, P., Dietz, T & Guagnano, G. (1995). The new ecological paradigm in social-psychological context. Environment and behavior, 27 (6), 723– 743. DOI: 10.1177/0013916595276001. Stern, P., Dietz, T., Abel, T., Guagnano, G., & Kalof, L. (1999). A value-beliefnorm theory of support for social movements: the case of environmentalism. Human ecology review, 6 (2), 81-97. Umar, J. (2012). Bahan pelatihan analisis faktor. Jakarta: Institut Asesmen Indonesia. Vining, J., & Ebreo, A. (1992). Predicting recycling behavior from global and specific environmental attitudes and changes in recycling opportunities. Journal of Applied Social Psychology, 22 (5), 1580–1607. Walton, D., Thomas, J., &. Dravitzki V. (2004). Commuters’ concern for the environment and knowledge of the effects of vehicle emissions. Transportation research, 9 (4), 335–340. DOI: 10.1016/j.trd.2004.04.001.
Lampiran A Kusioner Penelitian
Assalamu’alikum wr.wb.
Saya Salman Farisy Z.A, mahasiswa dari Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, saat ini sedang melakukan penelitian untuk skripsi mengenai topik Psikologi lingkungan. Saya membutuhkan bantuan Saudara/i untuk menjadi responden dalam penelitian dengan mengisi data dan pernyataan yang terlampir. Pada setiap bagian akan tersedia petunjuk pengisian sehingga jawaban yang Saudara/i berikan sesuai dengan apa yang diminta. Tidak ada jawaban yang salah, semua jawaban adalah benar, dan saya menjaga kerahasiaan jawaban Saudara/i. Terima kasih atas kesediaannya, semoga kontribusi Saudara/i bermanfaat untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya psikologi lingkungan. Wassalamu’alaikum wr.wb Ciputat, Februari 2015 Hormat Saya
Peneliti
IDENTITAS DIRI PETUNJUK 1. Saudara/i diharapkan bersedia menjawab semua pertanyaan yang ada dengan jujur 2. Berilah tanda checklist () pada kotak untuk pilihan jawaban yang tepat 3. Jika ada hal yang kurang jelas silakan bertanya kepada peneliti.
Data Responden Penelitian Nama Inisial :................................................................. Umur :.................... Jenis Kelamin : Perempuan Laki-Laki Fakultas : semester : Jurusan : Apakah anda mengikuti organisasi yang bergerak dalam bidang lingkungan ? TIDAK YA Jika ya sebutkan :……………………….. Berapa Jumlah uang saku ditambah pendapatan (apabila sudah bekerja) perbulan : <500.000 500.000-1.000.000 1.000.000-1.500.000 1.500.000-2.000.000 >2.000.000
Apakah anda pernah tinggal di desa ? YA TIDAK Jika ya, dimana :…………… berapa lama………….. Saat ini anda tinggal di ? Rumah Kost Lainnya (......................................) Dari skala 1 sampai 6, Seberapa peduli anda terhadap lingkungan : sangat tidak peduli sangat peduli 1
2
3
4
5
6
Dari skala 1 sampai 6, Seberapa anda mengetahui tentang perilaku ramah lingkungan : banyak mengetahui tidak mengetahui sama sekali 1
2
3
4
5
6
Dengan data di atas, Saya izinkan peneliti menggunakan jawaban saya hanya untuk keperluan penelitian, dan saya mengisi dengan sebenar-benarnya. Responden
(
)
SKALA 1 Berilah tanda ceklis (√) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan hal yang Anda lakukan! Contoh: No Pertanyaan ya Tidak √ 1 Saya menikmati suasana alam
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PERNYATAAN Saya memiliki peralatan elektronik yang hemat energi (ex: lampu, tv, dispenser dll) Saya mengendarai kendaraan pribadi (mobil, motor) ketika bepergian Saya membawa tas/kantong belanja sendiri, ketika berbelanja Saya mengkonsumsi produk makanan organik dengan alasan lebih ramah lingkungan Saya melakukan daur ulang kertas bekas Setelah piknik, saya membersihkan tempat tersebut sebersih awalnya Saya membuka jendela atau ventilasi dirumah untuk sirkulasi udara daripada menghidupkan AC atau kipas angin Saya mengendarai kendaraan pribadi ketika pergi ke tempat yang kurang dari 1 kilometer Saya memanfaatkan kembali kertas yang sudah dipakai Saya membunuh serangga dengan insektisida kimia
Ya
Tidak
11 12 13
Saya membawa botol plastik ke tempat daur ulang Saya membaca dan mengikuti tentang isu-isu lingkungan Saya mematikan peralatan listrik saat tidak digunakan, (ex: lampu, kipas angin, AC, TV, Komputer/Laptop, dll)
No
PERNYATAAN
14
Saya memakai transportasi umum, sepeda atau berjalan kaki ketika bepergian ke kampus. Saya mengurangi makanan atau minuman dalam kemasan sekali pakai untuk meminimalisir sampah. Saya mengurangi konsumsi makanan hasil peternakan karena peternakan ikut menyumbang gas metana (ayam, sapi, telur dll) Saya mengolah sampah dapur atau daun-daunan untuk dibuat kompos Saya berkontribusi secara finansial untuk organisasi lingkungan Saya melakukan pembatasan pemakaian listrik untuk menjaga lingkungan Saya memilih untuk tidak memiliki mobil atau motor dengan alasan menjaga lingkungan Saya menggunakan tissue untuk mengelap sehari-hari Saya menghindari memakai barang-barang yang tidak ramah lingkungan Saya memisahkan sampah sesuai jenis untuk dikelola limbahnya Saya mengajak orang banyak agar lebih peduli lingkungan (ex melalui tulisan, sosmed dll)
15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Ya
Tidak
SKALA 2 Berilah tanda ceklis (√) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan hal yang Anda alami!
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
PERNYATAAN Saya merasa bertanggung jawab untuk mengurangi polusi udara Saya merasa bersalah ketika boros dalam memakai listrik Dengan menghemat listrik, saya telah berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan secara tidak langsung Saya tidak merasa bertanggung jawab atas efek rumah kaca Saya merasa malu ketika membuang sampah sembarangan Pada prinsipnya, satu orang saja tidak dapat memberikan kontribusi untuk kualitas udara yang lebih baik Saya merasa bertanggung jawab untuk mengemat listrik Saya merasa tidak bersalah kepada orang lain yang dirugikan karena perbuatan saya yang tidak menjaga lingkungan Saya tidak memberikan kontribusi terhadap kualitas lingkungan yang lebih baik Saya merasa bertanggung jawab mengingatkan orang lain agar menjaga lingkungan saya merasa bersalah ketika ikut serta menyumbang polusi udara Saya mencemari lingkungan karena terpaksa Saya tidak merasa bertanggung jawab untuk memberdayakan lingkungan Saya merasa malu jika merusak lingkungan Barang-barang yang tidak ramah lingkungan yang saya peroleh bukan atas kemauan saya Saya merasa bertangung jawab untuk menjaga kebersihan lingkungan dari sampah Berita tentang keadaan lingkungan yang buruk tidak membuat saya merasa
Ya Tidak
19
bersalah. Saya berniat untuk mengurangi polusi udara dengan meminimalisir pemakaian kendaraan bermotor Saya merasa bertanggung jawab apabila perbuatan saya yang tidak menjaga lingkungan merugikan orang lain SKALA 3 Berilah tanda ceklis (√) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan sikap Anda!
No
PERNYATAAN
18
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Setuju
Tidak setuju
Ketika manusia mengganggu alam, seringkali memunculkan bencana keseimbangan alam mudah terganggu keseimbangan alam cukup kuat untuk mengatasi dampak dari negara-negara industri modern Manusia menyalahgunakan lingkungan "krisis lingkungan" yang dihadapi manusia terlalu dibesar-besarkan Jika alam terus dieksploitasi, kita akan segera mengalami bencana besar Bumi memiliki ruang dan sumber daya yang terbatas Bumi memiliki banyak sumber daya alam jika kita bisa belajar untuk mengembangkannya Saat ini bumi semakin tidak dapat menampung manusia yang terus bertambah Manusia memiliki hak untuk mengubah lingkungan dalam memenuhi kebutuhan mereka Tanaman dan hewan memiliki hak seperti manusia untuk hidup Manusia dimaksudkan untuk menguasai seluruh alam Kecerdasan manusia tidak dapat mempertahankan kelangsungan bumi Meskipun manusia memiliki akal pikiran, manusia masih harus tunduk pada hukum-hukum alam Manusia akhirnya akan belajar tentang bagaimana mengendalikan alam SKALA 4 Berilah tanda ceklis (√) pada pertanyaan di bawah ini penting bagi diri Anda
NO
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
PERNYATAAN
kesetiaan terhadap teman atau kelompok Melestarikan alam Kesuksesan mencapai tujuan Kendali / dominansi atas orang lain Mengutamakan Ketulusan / keikhlasan Toleran terhadap perbedaan Berpikir secara logis Kekayaan materi Bertanggung jawab terhadap orang lain Menyukai keindahan dunia dan seni
Sangat penting bagi saya
Penting bagi saya
Tidak penting bagi saya
Sangat tidak penting bagi saya
11 12 13 14 15 16 NO
Kemampuan dan kecakapan Pegakuan sosial / respek Menjadi orang pemaaf Keselarasan dengan alam Memiliki pengaruh bagi orang dan peristiwa Memimpin atau memberikan arahan PERNYATAAN
17 18 19 20
Membantu kesejahteraan orang lain Peduli pada pihak yang lemah Ambisius dan bekerja keras Menjaga kesan / reputasi di publik
Sangat penting bagi saya
Penting bagi saya
Tidak penting bagi saya
Sangat tidak penting bagi saya
SKALA 5a Berilah tanda ceklis (√) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan apa yang Anda ketahui ! NO PERNYATAAN YA TIDAK saya mengetahui untuk memproduksi 1 ton kertas, dibutuhkan 3 ton 1 kayu. saya mengetahui meningkatnya suhu bumi dan perubahan iklim 2 merupakan konsekuensi “efek rumah kaca“ saya mengetahui bahwa kualitas air tanah dikota-kota besar sudah 3 tercemar saya mengetahui minyak dan batu bara menjadi sumber pembangkit 4 listrik utama di Indonesia saya mengetahui bahwa dibutuhkan waktu 200 tahun oleh tanah untuk 5 menguraikan sampah plastik saya mengetahui mencairnya es di kutub, dapat mengakibatkan banjir 6 pada pantai dan pulau-pulau saya mengetahui logam atau timbal beracun masuk ke dalam makanan 7 melalui air tanah saya mengetahui pestisida sintetik dalam waktu sekitar 200 tahun 8 menjadi bahan kimia berbahaya saya mengetahui mengenai sumber-sumber energi alternatif yang 9 terbarukan saya mengetahui penyebab hewan menjadi punah karena perusakan 10 habitat oleh manusia. SKALA 5b Berilah tanda ceklis (√) pada pertanyaan di bawah ini sesuai dengan hal yang Anda lakukan! Contoh NO
PERNYATAAN
Tidak Mengetahui Sama Sekali
Cukup Mengetahui
Banyak Mengetahui
sejauh mana anda mengetahui bagaimana pembuatan dan perancangan energi terbarukan sejauh mana anda mengetahui bagaimana mengurangi pencemaran air sejauh mana anda mengetahui cara mengurangi polusi udara sejauh mana anda mengetahui cara meningkatkan penghematan listrik PERNYATAAN
1 2 3 4 NO
Tidak Mengetahui Sama Sekali
Cukup Mengetahui
Banyak Mengetahui
sejauh mana anda mengetahui cara menjaga kelestarian lingkungan sekitar anda sejauh mana anda mengetahui cara mendaur ulang sampah sejauh mana anda mengetahui memanfaatkan plastik yang tidak dipakai lagi sejauh mana anda mengetahui tentang konsep pembangunan berkelanjutan
5 6 7 8
SKALA 5c Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban a,b,c atau d berdasarkan pertanyaan di bawah ini sesuai dengan apa yang Anda ketahui!
NO
PERNTANYAAN
1
dalam menghemat listrik di lingkungan rumah manakah langkah yang paling effektif : a. memakai peralatan hemat energi b. pembatasan penggunaan peralatan listrik c. mengeringkan pakaian secara alami di bawah sinar matahari d. pencahayaan yang baik dengan cukup ventilasi
2
manakah dari langkah dibawah ini yang lebih efektif dalam mengelola limbah rumah tangga : a. mengurangi pemakaian kemasan plastik b. mengolah makanan basi menjadi kompos c. membuat saluran air kotor d. membuat bak peresapan
3
manakah langkah yang lebih efektif untuk menurunkan polusi udara : a. mengurangi emisi pabrik b.memakai transportasi umum atau bersepeda c. menghentikan pembakaran sampah rumah tangga d. memakai kendaraan hemat energi
4
manakah yang lebih efektif mengurangi pencemaran di sungai-sungai dan lautan a. mengurangi pembuangan sampah oleh masyarakat kota. b. pembersihan sampah di laut dan pantai. c. mengelola limbah dibuang oleh pabrik d. membuat tempat pembuangan sampah sementara
5
manakah yang lebih efektif untuk mengurangi pemanasan global a. menambah jumlah pohon untuk meningkatkan oksigen di atmosfer. b. mengurangi emisi karbon dari mobil, rumah dan industri c. mengurangi konsumsi hasil pertanian d. mengusahakan energi terbarukan
6
manakah yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalah krisis energi a. memulihkan sumur-sumur tua tempat penambangan sumber energi b. mengurangi pemakaian bahan bakar minyak (bbm) c. pengembangan energi baru dan terbarukan. d. gerakan hemat energi
Saya ucapkan banyak terima kasih atas bantuan saudara/i
Lampiran B Path Diagram CFA Path Diagram Perilaku Ramah lingkungan
Path Diagram Universalism
Path Diagram Benevolence
Path Diagram Power
Path Diagram Achievement
Path Diagram Responsibility Feeling
Path Diagram Feeling Guilty
Path Diagram Responsibility Judgement
Path Diagram Sikap Terhadap Perilaku Ramah Lingkungan
Path Diagram Knowledge System
Path Diagram Knowledge Action Related
Path Diagram Knowledge Effectiveness
Syntax Perilaku ramah lingkungan title: perilaku ramah lingkungan data:file is prl.dat; variable:names=u1-u24; usevariables are u1-u24; categorical are u1-u24; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:Ec by u1-u4; MT by u5-u8; wa by u9-u12; co by u13-u16; re by u17-u20; vs by u21-u24; Prl by Ec MT wa co re vs*; prl@1; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=prl_scores.dat;save=fscores(100); Syntax universalism title: uji valididtas uni data:file is unv.dat; variable:names=u1-u5; usevariables are u1-u5; categorical are u1-u5; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:unv by u1-u5; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=autho_scores.dat;save=fscores(100); Syntax benelovence title: uji valididtas benevo data:file is bene.dat; variable:names=u1-u5; usevariables are u1-u5; categorical are u1-u5; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:bene by u1-u5; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=bene_scores.dat;save=fscores(100); Syntax power title: uji valididtas power data:file is pow.dat; variable:names=u1-u5; usevariables are u1-u5; categorical are u1-u5; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:pow2 by u1-u5; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=pow2_scores.dat;save=fscores(100);
Syntax achievement title: uji valididtas ach data:file is ac.dat; variable:names=u1-u5; usevariables are u1-u5; categorical are u1-u5; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:ach by u1-u5; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=autho_scores.dat;save=fscores(100); Syntax responsibility feeling title:UJI VALIDITAS FEELING RSPONSIBILITY data:file is fr2.dat; variable:names=fr1-fr7; usevariables are fr1-fr7; categorical are fr1-fr7; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:f_respon by fr1-fr7; output:standardized (stdyx); plot:type=plot3; savedata:file=fr3_scores.dat;save=fscores(100); Syntax feeling guilty title:Uji validitas feeling guilty data:file is fg.dat; variable:names=fg1-fg6; usevariables are fg1-fg6; categorical are fg1-fg6; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:feeling_guilty by fg1-fg6; output:standardized (stdyx); plot:type=plot3; savedata:file=fg_scores.dat;save=fscores(100); Syntax responsibility judgement title: uji validitas responsibility judgement data:file is rj.dat; variable:names=rj1-rj6; usevariables are rj1-rj6; categorical are rj1-rj6; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:re_judge by rj1-rj6; output:standardized (stdyx); plot:type=plot3; savedata:file=rj_scores.dat;save=fscores(100);
Syntax sikap terhadap lingkungan title: uji validitas sikap data:file is sik123.dat; variable:names=u1-u15; usevariables are u1-u15; categorical are u1-u15; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:sikap by u1-u15; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=sikap123452_scores.dat;save=fscores(100); Syntax Knowledge system title: uji validitas know system data:file is ks.dat; variable:names=ks1-ks10; usevariables are ks1-ks10; categorical are ks1-ks10; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:Know_sys by ks1-ks10; output:standardized (stdyx); MODINDICES (0); plot:type=plot3; savedata:file=ks_scores.dat;save=fscores(100); Syntax Knowledge action related title: uji validitas know ac rela data:file is kar.dat; variable:names=kar1-kar8; usevariables are kar1-kar8; categorical are kar1-kar8; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:know_ar by kar1-kar8; output:standardized (stdyx); plot:type=plot3; savedata:file=kar_scores.dat;save=fscores(100); Syntax Knowledge effectiveness title:uji validitas ke data:file is ke.dat; variable:names=ke1-ke6; usevariables are ke1-ke6; categorical are ke1-ke6; analysis:estimator=bayes; fbiteration=20000; processors=2; model:otoriter by ke1-ke6; output:standardized (stdyx); plot:type=plot3; savedata:file=ke_scores.dat;save=fscores(100);
Output Deskriptif dan Regresi
Descriptives [DataSet1] E:\college\S 1\SKRIPSI saya\data\regressi dan bab 4.sav Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Variance
perilaku ramah lingkungan
502
27.28
73.25
49.9700
8.04404
64.707
universalism
502
15.03
62.69
49.9767
8.35382
69.786
benevolence
502
17.83
62.08
49.8563
7.90222
62.445
power
502
36.72
68.25
50.0573
6.11096
37.344
achievment
502
12.95
66.88
49.8135
10.12164
102.448
feeling responsibility
502
28.58
57.05
49.6865
5.79805
33.617
feeling guilty
502
35.17
54.01
49.8471
3.40747
11.611
responsibility judgement
502
44.16
52.75
49.9465
1.67232
2.797
sikap
502
43.40
64.92
50.0605
3.46708
12.021
knowledge system
502
37.94
56.48
49.9698
3.94602
15.571
knowledge action related
502
35.03
63.37
49.9978
4.85052
23.528
knowledge effectiveness
502
44.24
55.09
49.9560
2.27783
5.189
Valid N (listwise)
502
Regression [DataSet1] E:\college\S 1\SKRIPSI saya\data\regressi dan bab 4.sav Variables Entered/Removed Model 1
Variables Entered keikut_org, feeling guilty, knowledge effectiveness, power, responsibility judgement, knowledge system, knowledge action related, sikap, benevolence, feeling responsibility, achievment, universalism
a
a. All requested variables entered.
Variables Removed
Method . Enter
Model Summary Std. Error of the Model
R
1
R Square .501
a
Adjusted R Square
.251
Estimate
.232
7.04829
a. Predictors: (Constant), keikut_org, feeling guilty, knowledge effectiveness, power, responsibility judgement, knowledge system, knowledge action related, sikap, benevolence, feeling responsibility, achievment, universalism
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
F
8125.270
12
677.106
Residual
24292.727
489
49.678
Total
32417.998
501
Sig.
13.630
.000
a
a. Predictors: (Constant), keikut_org, feeling guilty, knowledge effectiveness, power, responsibility judgement, knowledge system, knowledge action related, sikap, benevolence, feeling responsibility, achievment, universalism b. Dependent Variable: perilaku ramah lingkungan Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
Std. Error -28.880
15.372
universalism
.140
.063
benevolence
-.016
power achievment
Coefficients Beta
t
Sig.
-1.879
.061
.145
2.222
.027
.067
-.016
-.236
.813
-.149
.071
-.113
-2.107
.036
-.083
.050
-.105
-1.672
.095
.214
.065
.154
3.279
.001
-.046
.113
-.019
-.406
.685
responsibility judgement
.655
.203
.136
3.220
.001
sikap
.312
.101
.135
3.085
.002
knowledge system
.308
.087
.151
3.520
.000
knowledge action related
.216
.071
.130
3.033
.003
knowledge effectiveness
-.109
.142
-.031
-.767
.443
keikut_org
6.292
1.150
.219
5.474
.000
feeling responsibility feeling guilty
b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
df
Mean Square
8125.270
12
677.106
Residual
24292.727
489
49.678
Total
32417.998
501
F
Sig.
13.630
.000
a
a. Predictors: (Constant), keikut_org, feeling guilty, knowledge effectiveness, power, responsibility judgement, knowledge system, knowledge action related, sikap, benevolence, feeling responsibility, achievment, universalism a. Dependent Variable: perilaku ramah lingkungan
Variables Entered/Removed Model
Variables Entered
b
Variables Removed
Method
a
. Enter
a
. Enter
1
universalism
2
benevolence
3
power
4
achievment
a
. Enter a
. Enter
5
feeling responsibility
6
feeling guilty
a
. Enter
a
. Enter a
7
responsibility judgement
8
sikap
9
knowledge system
10
knowledge action related
11
knowledge effectiveness
12
. Enter
a
keikut_org
. Enter a
. Enter a
. Enter
a
. Enter
a
. Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: perilaku ramah lingkungan
Model Summary Change Statistics
Model
R
R Square
Adjusted R
Std. Error of the
R Square
Square
Estimate
Change
Sig. F F Change
df1 df2
Change
1
.244
a
.060
.058
7.80863
.060
31.663
1 500
.000
2
.244
b
.060
.056
7.81619
.000
.032
1 499
.857
3
.261
c
.068
.062
7.78949
.008
4.428
1 498
.036
d
.073
.065
7.77795
.005
2.479
1 497
.116
4
.269
e
.127
.118
7.55446
.054
30.841
1 496
.000
f
.127
.116
7.56207
.000
.002
1 495
.962
.386
g
.149
.137
7.47328
.022
12.833
1 494
.000
.396
h
.156
.143
7.44767
.008
4.403
1 493
.036
i
.186
.171
7.32359
.030
17.847
1 492
.000
j
.204
.188
7.25014
.018
11.019
1 491
.001
k
.205
.187
7.25359
.001
.534
1 490
.465
l
.251
.232
7.04829
.046
29.960
1 489
.000
5
.356
6
.356
7 8 9
.431
10
.452
11
.452
12
.501
a. Predictors: (Constant), universalism b. Predictors: (Constant), universalism, benevolence c. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power d. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power, achievment e. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power, achievment, feeling responsibility f. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power, achievment, feeling responsibility, feeling guilty g. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power, achievment, feeling responsibility, feeling guilty, responsibility judgement h. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power, achievment, feeling responsibility, feeling guilty, responsibility judgement, sikap i. Predictors: (Constant), universalism, benevolence, power, achievment, feeling responsibility, feeling guilty, responsibility judgement, sikap, knowledge system j. Predictors: (Constant), knowledge system, sikap, benevolence, responsibility judgement, feeling responsibility, power, feeling guilty, achievment, universalism, knowledge action related k. Predictors: (Constant), knowledge system, sikap, benevolence, responsibility judgement, feeling responsibility, power, feeling guilty, achievment, universalism, knowledge action related, knowledge effectiveness l. Predictors: (Constant), knowledge system, sikap, benevolence, responsibility judgement, feeling responsibility, power, feeling guilty, achievment, universalism, knowledge action related, knowledge effectiveness, keikut_org