TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Konservasi Dari segi fungsi, hutan berfungsi sebagai pelindung (hutan lindung), konservasi (hutan konservasi), dan fungsi produksi (hutan produksi). Walaupun demikian fungsi hutan tidak lepas sebagai penyelenggara keseimbangan oksigen (O2) dan karbondioksida (CO2), mempertahankan kesuburan tanah, keseimbang tata air wilayah dan kelestarian daerah dari erosi (Arief,1994). Kawasan konservasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya adalah kawasan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai kawasan suaka alam yaitu cagar alam dan suaka margasatwa, kawasan pelestarian alam yaitu taman nasional, taman wisata alam, taman hutan raya dan taman buru. Selain itu hutan konservasi merupakan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi (Zain, 1995). Adapun kriteria penunjukan dan penetapan suatu daerah sebagai kawasan taman hutan raya adalah : 1. Kawasan dengan ciri khas baik asli maupun buatan baik pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan yang ekosistemnya sudah berubah. 2. Memiliki keindahan alam dan atau gejala alam.
4 Universitas Sumatera Utara
5 3. Mempunyai luas yang cukup yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik jenis asli dan atau bukan asli. Kawasan taman hutan raya dikelola oleh pemerintah dan dikelola dengan upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu kawasan taman wisata alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya (Gintera dan Pika, 2009). Khusus
untuk
kegiatan
kepariwisataan
dan
rekreasi,
Pemerintah
berdasarkan UU Konservasi dapat memberikan hak pengusahaan pada zona kawasan pemanfaatan di Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata dengan
mengikutsertakan
rakyat.
Kegiatan
pengusahaan
ditujukan
bagi
peningkatan pendapatan dan devisa negara serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dasar pemberian Izin Pengusahaan di Kawasan Pelestarian Alam diatur di dalam Kepmen Kehutanan RI Nomor 68/Kpts-II/1989 tentang Pengusahaan hutan Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Laut. Taman Hutan Raya Bukit Barisan Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 48 Tahun 1988 dengan luas ± 51.600 Ha dan merupakan Tahura ketiga di Indonesia. Tahura Bukit Barisan secara geografis terletak pada 0°01’16"-019’37" Lintang Utara dan 98°12’16"-9841’00" Bujur Timur. Sedangkan secara administratif termasuk Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Tanah Karo, Propinsi Sumatera Utara. Keadaan topografi lapangan Tahura Bukit Barisan sebagian datar, curam dan berbukit-bukit. Di beberapa
Universitas Sumatera Utara
6 tempat terdapat pegunungan dan puncak tertinggi yaitu Gunung Sibayak dengan ketinggian 1.430 sampai 2.200 m dpl. Areal kawasan Taman Hutan Raya yang hutannya lebat ini meliputi wilayah Pemerintah Kabupaten Karo seluas 19.805 hektar, Deli terdapat 17.150 hektar, Langkat 13.000 hektar dan Simalungun 1045 hektar. Seluruh kawasan ini yang luasnya 51.600 hektar ini berasal dari hutan lindung 38.273 hektar (74,17%), Taman Nasional 13.000 hektar (25,20%), Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit 200 hektar (0,39%), Cagar Alam Sibolangit 120 hektar (0,23%), dan Taman wisata Lau Debuk-debuk 7 hektar (0,01%). Pembangunan Tahura ini sebagai upaya konservasi sumber daya alam dan pemanfaatan lingkungan melalui peningkatan fungsi dan peranan hutan. Tahura Bukit Barisan adalah unit pengelolaan yang berintikan kawasan hutan lindung dan kawasan konservasi dengan luas seluruhnya 51.600 Ha. Sebagian besar merupakan hutan lindung berupa hutan alam pegunungan yang ditetapkan sejak jaman Belanda, meliputi Hutan Lindung Sibayak I dan Simancik I, Hutan Lindung Sibayak II dan Simancik II serta Hutan Lindung Sinabung. Bagian lain kawasan Tahura ini terdiri dari CA/TW. Sibolangit, SM. Langkat Selatan TW. Lau Debuk-debuk dan Bumi Perkemahan Pramuka Sibolangit. Keadaan Lapangan Tahura Bukit Barisan ini pada umumnya terjal hingga puncak gunung berapi Sinabung yang tingginya 2.451 meter dan Sibayak setinggi 2.211 meter di Kabupaten Karo, dan sebagian kecil bergelombang dan landai di kaki perbukitan Bukit Barisan. Faktor penunjang utama sebagai obyek wisata adalah udara yang sejuk, vegetasi alam yang baik dan pemandangan alam yang
Universitas Sumatera Utara
7 indah,
sumber
air
dan
danau
Toba
serta
budaya
yang
memikat
(Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, 2005). Potensi Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Hutan Lindung Sibayak merupakan hutan lindung yang berada pada kawasan Taman Hutan Raya di Kabupaten Karo, Sumatera Utara dengan luas 70.030 ha. Termasuk Gunung Sibayak yang merupakan bagian dari Hutan Lindung Sibayak yang memiliki ketinggian 2.094 mdpl. Sebagaimana fungsinya sebagai sistem penyangga Hutan Lindung Sibayak memiliki tingkat biodiversitas yang tinggi karena kondisi ekosistemnya yang masih terjaga mulai dari fauna, tanaman obat, tanaman racun, termasuk tumbuhan bawah. Salah satu potensinya adalah jamur makroskopis. Jumlah spesies jamur beracun yang ditemukan di Hutan Lindung Sibayak ditemukan 30 jenis spesies jamur. Spesies jamur beracun yang ditemukan pada penelitian ini terbagi ke dalam 2 Divisi, 4 Kelas, 6 Ordo dan 15 Famili. Jamur beracun yang ditemukan terdiri dari divisi Ascomycota dan Basidiomycota (Tambunan, 2013). Tanaman obat yang paling banyak ditemukan di Tahura Bukit Barisan yaitu tanaman obat yang berasal dari ordo Lamiales dan ordo Asterales. Adapun ciri khas ordo Asterales yaitu memiliki bunga yang berbentuk sekumpulan bunga kecil yang berkarang pada satu bongkol bunga. Ordo Asterales memiliki habitus yang terdiri dari pohon, semak dan herba Tanaman ini tumbuh pesat dan liar di kawasan lereng gunung, lapangan maupun di pinggir jalan yang yang berhawa sejuk. Adapun ciri khas ordo Lamiales yaitu tumbuhan berbunga dikotiledon yang memiliki bunga dengan mahkota yang sederhana. Ordo Lamiales memiliki habitus yang terdiri dari pohon, perdu dan herba (Sembiring, 2012).
Universitas Sumatera Utara
8 Adanya daya tarik yang ditawarkan suatu lokasi merupakan alasan utamapengunjung untuk datang ke lokasi tersebut untuk melakukan kegiatan wisata. Tahura Bukit Barisan memiliki begitu banyak daya tarik yang cukup kuat untuk bisa menarik minat wisatawan. Daya tarik tersebut dapat berupa sumber daya alam yang menonjol misalnya flora ataupun fauna, gejala alam seperti batuan, kegiatan yang dapat dilakukan di lokasi wisata misalnya kegiatan berkemah, olahraga dan lain-lain, daya tarik berupa kebersihan, keamanan dan juga kenyamanan lokasi wisata (Ginting dkk, 2013). Sebagai taman hutan raya, Taman Hutan Raya Bukit Barisan memiliki potensi sebagai berikut: a. Sumber plasma nutfah flora dan fauna. b. Fungsi hutan lindung. h. Area penelitian. i. Area penyuluhan. j. Tempat pendidikan dan pelatihan. k. Pembinaan cinta alam. l. Sarana rekreasi dan wisata alam. Adapun tempat wisata pada Taman Hutan Raya Bukit Barisan yang sudah dapat dipromosikan dan memiliki kelayakan usaha bila dikelola dengan baik adalah sebagai berikut: a. Taman Wisata dan Bumi Perkemahan Sibolangit. b. Danau Lau Kawar. c. Air Terjun Sikulikap. d. Pemandian Air Panas Lau Debuk-debuk.
Universitas Sumatera Utara
9 e. Gunung Sibayak. f. Gunung Sinabung. g. Area Koleksi Satwa di Kaki Gunung Sibayak. h. Kawasan Suaka Margasatwa Langkat Selatan. i. Semangat Gunung/Raja Beureuh. j. Tongkoh. Wisata sebagian dari kawasan taman hutan raya, terutama sekitar Tongkoh dan Brastagi telah berkembang menjadi salah satu daerah tujuan wisata yang penting di Sumatera Utara. Faktor penunjang utama sebagai obyek wisata adalah udara yang sejuk, vegetasi alam yang baik dan pemandangan alam yang indah, sumber air dan budaya lokal yang memikat. Untuk sarana penelitian, Taman Hutan Raya Bukit Barisan merupakan tempat bagus untuk meneliti flora dan fauna, hidrologi dan sosial budaya. Sarana akomodasi dan penginapan sudah tersebar disekitar, mulai dari Sibolangit sampai Brastagi baik berupa penginapan sederhana maupun hotel berbintang taraf internasional. Tongkoh merupakan jantung utama Taman Hutan Raya Bukit Barisan (Satrio, 2012). Masyarakat Sekitar Taman Hutan Raya Bukit Barisan Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata, menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan produk wisata. Pengelolaan lahan pertanian secara tradisional seperti di Bali, upacara adat, kerajinan tangan dan kebersihan merupakan beberapa contoh peran yang memberikan daya tarik bagi wisatawan (Damanik dan Weber, 2006).
Universitas Sumatera Utara
10 Pembangunan kepariwisataan memiliki tiga fungsi, yaitu: menggalakkan kegiatan ekonomi, memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mutu lingkungan hidup, dan memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional (Fandeli, 2001). Keterlibatan masyarakat desa dalam pengelolaan Tahura Bukit Barisan berdasarkan penelitian Damanik (2013), yaitu sebanyak 62 responden bersedia terlibat atau dilibatkan dalam mengelola Tahura Bukit Barisan karena masyarakat tersebut memiliki persepsi bahwa hutan sangat penting untuk dijaga dan dilestarikan karena menganggap hutan sebagai sumber kehidupan. Namun ada juga 14 responden yang kadang-kadang bersedia dan 14 responden yang tidak bersedia dilibatkan dalam pengelolaan Tahura Bukit Barisan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain umur yang tidak memungkinkan lagi untuk ikut serta terlibat atau dilibatkan dalam pengelolaan Tahura Bukit Barisan dan adanya aktivitas lain dan pekerjaan yang menyebabkan kurangnya waktu untuk ikut serta dalam mengelola hutan. Sedangkan partisipasi masyarakat dalam tahap kegiatan pelaksanaan dalam pengelolaan hutan yaitu berupa kegiatan penanaman beberapa bibit pohon yaitu ingul (Toona sureni), pinus (Pinus merkusii), rasamala (Altingia excelsa), puspa (Schima wallichii), hapas-hapas (Exbucklandia populnea), sampinur (Dacrydium junghuhnii), bibit MPTS (Multi Purpose Tree Species) yaitu durian (Durio zibethinus), alpokat (Perseae fructus), kemiri (Aleurites moluccana), aren (Arenga pinnata), dan bambu (Bamboo sp.) yang ditanam di sekitar sumber mata air.
Universitas Sumatera Utara
11 Bentuk Pemanfaatan Sumberdaya Alam Kawasan Tahura Bukit Barisan Bentuk pemanfaatan sumberdaya alam kawasan Tahura Bukit Barisa oleh masyarakat Dusun III Tongkoh yang dikemukakan oleh responden dibagi dalam 3 jenis. Jenis pemanfaatan tersebut meliputi : pemanfaatan lahan, pemanfaatan hasil hutan kayu dan pemanfaatan hasil hutan non-kayu. Pemanfaatan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Dusun III Tongkoh adalah sebagai lahan pertanian. Kawasan Tahura Bukit Barisan yang dimanfaatkan sebagai lahan pertanian adalah lahan kosong yang ada di tepi jalan. Pemanfaatan hasil hutan non-kayu yang dimanfaatkan oleh masyarakat Dusun III Tongkoh berupa humus, rotan, tanaman obat, kupu-kupu, anggrek dan kawasan wisata. Pemanfaatan hasil hutan kayu yaitu berupa pengambilan ranting-ranting kayu untuk dijadikan kayu bakar. Masyarakat Dusun III Tongkoh menginginkan kerjasama dengan UPT Pengelola Tahura Bukit Barisan dalam hal pemanfaatan lahan sebagai lahan pertanian. Pemanfaatan lahan kosong ditepi jalan diharapkan diperbolehkan oleh UPT Pengelola Tahura Bukit Barisan bila diurus perizinannya. Namun, masyarakat Dusun III Tongkoh tidak boleh menebang pohon untuk membuka lahan baru ( Rahmawaty, dkk, 2006). Tutupan Lahan Dalam perencanaan dan pegembangan suatu wilayah, diperlukan antara lain peta tutupan lahan. Dalam pembuatan peta tutupan lahan dapat dilakukan dengan
memanfaatkan
teknologi
penginderaan
jauh,
misalnya
dengan
menganalisa citra satelit Landsat. Dalam melakukan analisa tersebut, diperlukan perangkat lunak pengolah citra (Situmorang, 2010).
Universitas Sumatera Utara
12 Dalam pembangunan, diperlukan data gambaran kawasan suatu wilayah. Gambaran biasanya didapat melalui pemetaan. Kegiatan pemetaan biasanya dimulai dengan menggambarkan lokasi (tempat) secara umum mudah dikenali dan diidentifikasi masyarakat atau tipe lansekap dan wilayah yang penting seperti jalan desa/dusun, sungai, rumah ibadah, sekolah, rumah kepala dusun, hutan dan pegunungan utama, sawah, ladang, dan lain-lain (Djohani, 1996). Tutupan lahan hutan kering primer Kabupaten Karo mengalami perubahan ke lahan belukar/semak sebesar 152.886 Ha. Untuk hutan tanaman mengalami perubahan ke dalam pertanian lahan kering sebesar 137.41 Ha. Pertanian lahan kering mengalami perubahan luas dan fungsi menjadi sawah sebesar 1738.283 Ha, menjadi lahan belukar sebesar 286.142 Ha dan menjadi pemukiman sebesar 368.617 Ha. Tutupan lahan sawah menjadi lahan pertanian lahan kering sebesar 66.707 Ha. Untuk lahan belukar mengalami perubahan ke lahan pertanian lahan kering sebesar 33.038 Ha dan menjadi lahan tanah kosong sebesar 157.607 Ha. Adapun tutupan lahan yang tidak mengalami perubahan luas maupun fungsi dalam periode ini adalah Perkebunan, Pemukiman, Tanah kosong dan Badan air (Ginting dkk, 2012). Sistem Informasi Geografis GIS (Geographic Information System) merupakan seperangkat sistem/alat untuk membuat, mengumpulkan, menyimpan, memanipulasi, menvisualisasikan, menquery, mentransformasi, memanggil kembali, menampilkan dan menganalisis informasi dikaitkan dengan posisi pada permukaan bumi (georeferensi). GIS juga dapat dikatakan sebagai sistem pendukung keputusan (decision support system) yang computerized, yang melibatkan integrasi data spasial dalam memecahkan
Universitas Sumatera Utara
13 masalah lingkungan. GIS juga mempunyai kemampuan untuk melakukan teknik analisis spasial misalnya buffering, overlaying, dan lain-lain. Aplikasi GIS telah banyak digunakan untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian yang berbasiskan wilayah geografi. Pada umumnya aplikasi GIS telah banyak digunakan dalam melakukan pengolahan sumberdaya alam, penataan umum tata ruang, perencanaan tata guna lahan, pengaturan infrastruktur dan dalam bidang pariwisata. Allen, et al., menggunakan GIS untuk melakukan integrasi sistem dan tolls analisis guna menilai dan melakukan memprediksi parcel-based land use change, dimana hal ini penting untuk sebagai sumber data alternatif dalam melakukan analisis perubahan, khususnya area tujuan pariwisata. Lebih jauh dikatakan bahwa GIS memliki keunggulan lebih dibandingkan dengan metode konvesional dalam mengintegrasi berbagai data sources, melakukan analisis spatial, pemetaan hasil dalam studi pengembangan pemanfaatan lahan. Berdasarkan pemahaman diatas, maka nampaklah bahwa GIS sangat diperlukan untuk mendukung pengembangan kepariwisataan. GIS memiliki peranan dalam melakukan pemetaan potensi geografi sumber daya pariwisata, terutama dalam melakukan visualisasi potensi pariwisata. Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasikan strategi yang perlu dikembangkan dalam rangka pengusahaan ekowisata. Dalam penyusunannya dipertimbangkan berbagai kondisi internal lokasi, yaitu strength dan weakness serta kondisi eksternal, yaitu opportunity dan threat. Analisis SWOT ini dirumuskan berdasarkan hasil studi pustaka, wawancara dan pengamatan langsung
Universitas Sumatera Utara
14 dilapangan. Selanjutnya hasil analisis ini dipakai sebagai dasar untuk menyusun strategi dan operasionalisasi pengusahaan ekowisata. Dalam mengusahakan ekowisata di suatu tempat perlu dilakukan analisis SWOT. Yang sangat penting dikenali adalah keadaan (keindahan, daya tarik) yang spesifi atau unik dan obyek wisata yang bersangkutan. Selanjutnya prasarana apa yang tersedia ; lancar/tidak lancar, nyaman/,tidak nyaman, sudah lengkap/masih harus diadakan atau dilengkapkan dan sebagainya. Tersedianya sumberdaya manusia yang terlatih maupun yang dapat dilatih, berhubungan dengan tingkat pendidikan dan budaya masyarakatnya (Latifah, 2004). Strategi pengembangan lokasi wisata TWA Sibolangit yang merupakan salah satu kawasan Tahura Bukit Barisan diperoleh dengan menggunakan Analisis SWOT dimana digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya ekowisata dengan sumberdaya yang lain. Jadi kekuatan dan kelemahan sumberdaya tersebut perlu ditegaskan sejak awal. Agak berbeda dengan studi kelayakan, analisis sumberdaya ekowisata sudah harus menghasilkan sintesis yang akan dijadikan basis proyek. Bahkan hasil analisis ini merupakan produk akhir untuk menyimpulkan apakah proyek ekowisata dapat dilakukan atau tidak. Oleh karena itu semua pihak, khususnya masyarakat lokal, perlu mengetahui apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh kawasan dan objek wisata tersebut . Dalam analisis SWOT, kawasan TWA Sibolangit berada pada kuadran I yang berarti bahwa kawasan wisata ini berada pada situasi yang menguntungkan dimana TWA Sibolangit memiliki kekuatan dari segi internalnya dan peluang dari segi eksternalnya. Strategi yang dapat dilakukan adalah memanfaatkan peluang yang ada untuk pengembangannya (Ginting dkk, 2013).
Universitas Sumatera Utara