BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karbohidrat Karbohidrat berasal dari pengertian atom karbon yang terhidrasi dengan rumus (CH2O)n. Tetapi pengertian ini sebenarnya sudah tidak tepat lagi karena banyak senyawa karbohidrat yang tidak mengandung atom hidrogen dan oksigen dengan perbandingan 2:1, misalnya gula deoksiribosa yang mempunyai rumus C5H10O4. Disamping itu banyak pula karbohidrat yang mengandung atom lain seperti nitrogen, sulfur dan lain-lain yang menunjukkan tidak sesuainya dengan rumus karbohidrat tersebut. Walaupun demikian, nama karbohidrat ini sampai sekarang masih terus dipergunakan (Girindra, 1990). Karbohidrat tersebar luas di dalam tumbuhan dan hewan. Dalam tumbuhan, glukosa disintesis dari karbondioksida serta air melalui fotosintesis dan disimpan sebagai pati atau diubah menjadi selulosa yang merupakan kerangka tumbuhan. Hewan dapat mensintesis sebagian karbohidrat dari lemak dan protein, tetapi jumlah terbesar karbohidrat dalam jaringan tubuh hewan berasal dari tumbuhan (Iswari & Yuniastuti, 2006). Bersama-sama dengan lemak dan protein, karbohidrat memegang peranan dasar bagi kehidupan di bumi ini. Bukan hanya sebagai sumber energi utama bagi makhluk hidup, tetapi juga sebagai senyawa yang menyimpan energi kimia. Pada hewan atau manusia energi disimpan sebagai glikogen dan pada tanaman sebagai pati. Di samping kedua senyawa tersebut, ada pula karbohidrat pembentuk struktur, misalnya selulosa berperanan sebagai komponen utama dinding sel
Universitas Sumatera Utara
5
tumbuhan, dan peptidoglikan yang terdapat di dinding sel bakteri. Selain terdapat pada dinding sel bakteri dan tumbuhan, polisakarida juga banyak terdapat pada dinging sel binatang. Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk di dunia khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang walaupun jumlah kalori yang didapat dihasilkan oleh 1 gram (g) karbohidrat hanya 4 kalori (kal) dibanding lemak. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur, dan lain-lain. Di alam, karbohidrat merupakan hasil sintesa CO2 dan H2O dengan pertolongan sinar matahari dan hijau daun (chlorophyll). Hasil fotosintesa ini kemudian mengalami polimerisasi menjadi pati dan senyawasenyawa bermolekul besar lain yang menjadi cadangan makanan pada tanaman. Organisme yang dapat mensintesa biomolekuluntuk keperluan hidupnya dari bahan-bahan anorganik (misalnya CO2 dan H2O) disebut organisme autotroph. Sedangkan mikroorganisme pada umumnya, hewan dan manusia yang hanya dapat mempergunakan hasil sintesa organisme autotroph untuk keperluan hidupnya disebut organisme heterotroph (Sudarmadji, 1989). Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati, pektin, selulosa, dan lignin. Polisakarida seperti pati, banyak terdapat dalam serealia dan umbi-umbian. Sumber karbohidrat utama bagi bahan makanan kita adalaah serealia dan umbi-umbian. Misalanya kandungan pati dalam beras = 78,3%, jagung = 72,4%, singkong = 34,6%, dan talas = 40% (Budianto, 2009).
Universitas Sumatera Utara
6
2.2. Klasifikasi Karbohidrat Karbohirat adalah polihidroksi aldehida atau polihidroksi keton yang mempunyai rumus molekul umum (CH2O)n. Yang pertama lebih dikenal sebagai golongan aldosa dan yang kedua adalah ketosa. Dari rumus umum dapat diketahui bahwa karbohidrat adaalah suatu polimer. Senyawa yang menyusunnya dalah monomermonomer (Matorharsono, 1998). Menurut Yazid dan Nursanti (2006) bahwa dari rumus umum karbohidrat, dapat diketahui bahwa senyawa ini adalah suatu polimer yang tersusun atas monomer-monomer. Berdasarkan monomer yang menyusunnya, karbohidrat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu monosakarida, disakarida dan polisakarida. 2.2.1. Monosakarida Karbohidrat paling sederhana yang tidak dapat dihidrolisis menjadi karbohidrat lain. Bentuk lain dibedakan kembali menurut jumlah atom C yang dimiliki dan sebagai aldosa dan ketosa. Monosakarida yang terpenting adalah glukosa, galaktosa, dan fruktosa (Yazid & nursanti, 2006). Menurut Poedjiadi dan Supriyanti (2009), monosakarida ialah karbohidrat yang sederhana, dalam arti molekulnya hanya terdiri atas beberapa atom karbon saja dan tidak dapat diuraikan dengan cara hidrolisis menjadi karbohidrat lain. Tiga senyawa gula yang penting dalam monosakarida adalah glukosa, fruktosa dan galaktosa. Tabel 1. Beberapa Jenis Monosakarida Monosakrida Rumus Molekul Triosa C3H6O3 Tetrosa C4H8O4 Pentosa C5H10O5 Heksosa C6H12O6
Aldosa Gliserosa Eritrosa Ribosa Glukosa
Ketosa Dihidroksi aseton Eritrulosa Ribulosa Fruktosa
Universitas Sumatera Utara
7 2.2.1.1. Glukosa Menurut Poedjiadi dan Supriyanti (2009) glukosa adalah suatu aldoheksosa dan sering disebut dekstrosa karena mempunyai sifat dapat memutar cahaya terpolarisasi ke arah kanan. Di alam, glukosa terdapat dalam buah – buahan dan madu lebah. Dalam alam glukosa dihasilkan dari reaksi antara karbondioksida dan air dengan bantuan sinar matahari dan klorofil dalam daun. Proses ini disebut fotosintesis dan glukosa yang terbentuk terus digunakan untuk pembentukan amilum dan selulosa. 6CO2 + 6H2O
Sinar matahari klrofil
C6H12O6 + 6O2
Amilum terbentuk dari glukosa dengan jalan penggabungan molekul-molekul glukosa yang membentuk rantai lurus maupun bercabang dengan melepaskan molekul air. n C6H12O6
(C6H10O5)n + n H2O
Dalam dunia perdagangan dikenal sirup glukosa, yaitu suatu larutan glukosa yang sangat pekat, sehingga mempunyai viskositas atau kekentalan yang tinggi. Sirup glukosa ini diperoleh dari amilum melalui proses hidrolisis dengan asam.
Gambar 1. Struktur Glukosa
Universitas Sumatera Utara
8 2.2.1.2. Fruktosa Madu lebah selain glukosa juga mengandung fruktosa. Fruktosa adalah suatu ketohektosa yang mempunyai sifat memutar cahaya terpolarisasi ke kiri dan karenanya disebut levulosa. Pada umumnya monosakarida dan sakarida mempunyai rasa manis. Fruktosa berikatan dengan glukosa membentuk sukrosa, yaitu gula yang biasa digunakan sehari-hari sebagai pemanis, berasal dari tebu atau bit (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).
Gambar 2. Struktur Fruktosa 2.2.1.3. Galaktosa Monosakarida ini jarang terdapat bebas dalam alam. Umunya berikatan dengan glukosa dalam bentuk laktosa, yaitu gula yang terdapat dalam susu. Galaktosa mempunyai rasa kurang manis daripada glukosa dan kurang larut dalam air. Galaktosa mempunyai sifat memutar bidang cahaya terpolarisasi ke kanan (Poedjiadi & Supriyanti, 2009).
Gambar 3. Struktur Galaktosa
Universitas Sumatera Utara
9
2.2.2. Disakarida Senyawa yang termasuk oligosakarida mempunyai molekul yang terdiri atas beberapa molekul monosakarida. Dua molekul monosakarida yang berikan satu dengan yang lain, membentuk satu molekul disakarida. Oligosakarida yang paling banyak terdapat dalam alam ialah disakarida (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Disakarida merupakan karbohidrat yang pada hidrolisis menghasilkan 2 molekul monosakarida yang sama atau berlainan, misalnya sukrosa, maltosa dan laktosa (Iswari & Yuniastuti, 2006). Karbohidrat yang tersusun dari dua sampai sepuluh satuan monosakarida. Oligosakarida yang umum adalah disakarida, yang terdiri atas dua satuan monosakarida dan dapat dihidrolisis menjadi monosakarida. Contoh: sukrosa, maltosa, dan laktosa (Yazid & Nursanti, 2006). 2.2.2.1. Sukrosa Sukrosa ialah gula yang kita kenal sehari – hari, baik yang berasal dari tebu maupun bit. Selain dari tebu dan bit, sukrosa terdapat pula pada tumbuhan lain, misalnya dalam buah nanas dan dalam wortel. Dengan hidrolisis sukrosa akan terpecah dan menghasilkan glukosa dan fruktosa (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Sukrosa, berbeda dengan disakarida yang lain. Sukrosa tidak mempunyai daya mereduksi sama sekali, karena gugus pereduksi kedua satuan itu ikatmengikat. Terdiri dari glukosa dan fruktosa. Ikatannya adalah 1,2-glukosidik (Iswari & Yuniastuti, 2006). Sukrosa mudah dihidrolisis menjadi D-glukosa dan D-fruktosa. Hidrolisis ini biasa disebut proses inversi dan akan diikuti oleh perubahan rotasi optik dari kanan ke kiri apabila telah tercapai campuran dalam
Universitas Sumatera Utara
10
jumlah yang sama antara glukosa dan fruktosa. Campuran ini disebut gula invert (Girindra, 1990).
Gambar 4. Struktur Sukrosa 2.2.2.2. Maltosa Maltosa adalah suatu disakarida yang terbentuk dari dua molekul glukosa. Ikatan yang terjadi ialah antara atom karbon nomor 1 dan atom nomor 4, oleh karenanya maltosa masih mempunyai gugus –OH glikosidik dan dengan demikian masih mempunyai sifat mereduksi. Maltosa merupakan hasil antara dalam proses hidrolisis amilum dengan asam maupun dengan enzim (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Pada maltosa, sebuah molekul glukosa dihubungkan oleh ikatan glikosida melalui atom karbonnya yang pertama dengan gugus hidroksil atom karbon keempat pada glukosa lainnya. Ikatan antara kedua unit monosakarida ini disebut ikatan α (1,4)-glikosida, sebab atom karbon hemiasetal yang ikut mengikat kedua molekul glukosa ialah atom karbon dengan konfigurasi α (Girindra, 1990).
Gambar 5. Struktur Maltosa
Universitas Sumatera Utara
11
2.2.2.3. Laktosa Dengan hidrolisis laktosa akan menghasilkan D-galaktosa dan D-glukosa, kerena ini laktosa adalah sutu disakarida. Ikatan galaktosa dan glukosa terjadi antara atom karbon nomor 1 pada galaktosa dan atom nomor 4 pada glukosa. Oleh kerenanya molekul laktosa masih mempunyai gugus –OH glikosidik. Dengan demikian laktosa mempunyai sifat mereduksi dan mutarotasi (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Laktosa yang biasa disebut gula susu terdiri dari D-galaktosa dan Dglukosa yang berikatan melalui ikatan α (1,4)-glikosidik. Laktosa mempunyai satu atom karbon hemiasetal, maka laktosa termasuk disakarida pereduksi (Girindra, 1990).
Gambar 6. Struktur Laktosa
2.2.3. Polisakarida Karbohidrat yang tersusun dari sepuluh satuan monosakarida dan dapat berantai lurus atau bercabang. Polisakarida dapat dihidrolisis pleh asam atau enzim tertentu yang kerjanya spesifik. Hidrolisis sebagian polisakarida menghasilkan oligosakarida dan dapat digunakan untuk menentukan struktur molekul polisakarida. Contoh: amilum, glikogen, dekstrin, dan selulosa
Universitas Sumatera Utara
12
2.2.3.1. Pati Pati merupakan bentuk karbohidrat yang disimpan dalam bentuk karbohidrat tanaman. Pati terdiri dari 2 fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan (-(1,4)) D-Glukosa. Sedang amilopektin mempunyai cabang dengan ikatan (-(1,6)) D-Glukosa. Glukosa sebanyak 4-5% dari berat total. Sumber pati anatara lain: biji-bijian, akar-akaran, umbi-umbian, dan buah yang belum matang. Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan a-glikosidik. Berbagai macam pati tidak samaa sifatnya, tergantung dari panjang rantai C-nya, serta apakah lurus atau bercabang rantai molekulnya (Budianto, 2009). Pada umumnya, karbohidrat berupa serbuk putih yang mempunyai sifat sukar larut dalam pelarut nonpolar, tetapi mudah larut dalam air. Kecuali, polisakarida bersifat tidak larut dalam air. Amilum dengan air dingin akan membentuk suspensi dan bila dipanaskan akan terbentuk pembesaran berupa pasta dan bila didinginkan akan membentuk koloid yang kental semacam gel. Suspensi amilum akan memberikan warna biru dengan larutan iodium. Hal ini dapat digunakan untuk mengindetifikasikan adanya amilum dalam suatu bahan. Hidrolisis sempurna amilum oleh asam atau enzim akan menghasilkan glukosa. Glikogen mempunyai struktur empiris yang serupa dengan amilum pada tumbuhan. Pada proses hidrolisis, glikogen menghasilkan pula glukosa karena, baik amilum maupun glikogen, tersusun dari sejumlah satuan glukosa (Yazid & Nursanti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
13
Polisakarida ini merupakan cadangan makanan dalam tumbuh-tumbuhan, misalnya pada gandum, kacang, umbi, dan sebagainya. Pati yang terdapat di alam tidak larut air dan memberi warna biru dengan iodium. Bentuk mikroskopik butirbutir pati berlainan menurut sumbernya. Polisakarida ini disebut juga glukosa karena hidrolisisnya hanya dibentuk glukosa sebagai zat akhir. Pati terdiri atas 2 bagian: 1. Amilosa (15-20%) yang merupakan rantai panjang tidak bercabang yang terdiri dari molekul-molekul alfa-D-glukopiranosa yang bersambungan dengan ikatan 1-4.
Gambar 7. Struktur Amilosa
2. Amilopektin (80-85%) yang merupakan rantai bercabang sebanyak 24-30 molekul alfa-D-glukopiranosa yang bersambungan dengan ikatan 1-4 dan 1-6. Berat molekul pati berkisar antara 50.000 sampai beberapa juta. Hidrolisis pati akan terjadi pada pemanasan dengan asam encer dimana berturut-turut akan terbentuk amilodekstrin yang memeberi warna biru dengan iodium, eritrodekstrin yang memberi warna merah dengan iodium, serta berturut-turut akrodekstrin, maltosa, glukosa yang tidak memberi warna dengsan iodium (Iswari & Yuniastuti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
14
Gambar 8. Struktur Amilopektin Amilosa dan amilopektin adalah molekul-molekul penusun utama pati. Secara umum, pati terdiri dari 25% amilosa dan 75% amilopektin. Perbandingan jumlah penyusunan sangat beragam tergantung jenis tanamannya. Perbandingan ini menentukan secara umum sifat-sifat pati. Jenis pati yang banyak mengandung amilopektin, misalnya pati jagung dan pati tapioka mempunyai kemampuan lebih besar terhadap kekentalan larutan pada keadaan panas, daripada jagung biasa. Pati banyak digunakan sebagai pengental, yang lebih mantap adalah pati termodifikasi. Tingkat modifikasi kimiawi yang digunakan dalam pangan tergantung tekstur dan kekentalan yang dikehendaki pada suatu keadaan khas, yaitu keasaman, kandungan gula, suhu pengolahan, dan lain-lain (Cahyadi, 2009). 2.2.3.2. Selulosa Karbohidrat ini membentuk struktur sel tumbuh-tumbuhan. Pada hidrolisis yang tidak lengkap terbentuk disakarida selobiosa, sedangkan pada hidrolisis yang lengkap terbentuk beta-glukosa. Satuan beta-glukosa ini berhubungan dengan ikatan 1-4. Selulosa tidak larut dalam air, berat molekulnya antara 50.000 sampai 400.000 dan ini sesuai dengan 300-2500 molekul glukosa (Iswari & Yuniastuti, 2006).
Universitas Sumatera Utara
15
Selulosa terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel. Serat kapas boleh dikatakan seluruhnya adalah selulosa. Dalam tubuh kita selulosa tidak dapat dicernakan karena kita tidak mempunyai enzim yang dapat menguraikan selulosa (Poedjiadi & Supriyanti, 2009). Polisakarida struktur yang paling banyak terdapat di dalam tumbuhan ialah selulosa. Selulosa ini berupa rantai lurus homopolisakarida yang disusun oleh unit-unit D-glukopiranosa melalui ikatan β (1,4)-glukosida. Selulosa banyak terdapat pada dinding sel dan berfungsi untuk menjaga struktur sel tersebut. Pada tumbuhan tinggi, dinding sel berperan sebagai penyangga seluruh berat tanaman (Girindra, 1990).
Struktur 9. Struktur Selulosa
2.3. Fungsi Karbohidrat Dalam konteks ilmu gizi karbohidrat mempunyai fungsi yang cukup banyak, di antaranya adalah: a) sebagai sumber energi utama (1 gram = 4 kalori), b) ikut terlibat dalam metabolisme lemak, (terkait dengan sintesis asam lemak), c) menghemat protein (protein spater). Jika asupan karbohidrat mencukupi tubuh akan terhindar dari glukoneogenesis asam amino, d) glukosa sebagai sumber energi utama bagi otak dan sistem syaraf, e) sebagai energi cadangan dalam bentuk glikogen (glikogenesis) yang disimpan di hati dan otot, f) serat berfungsi memperbaiki kinerja peristaltik usus dan pemberi muatan pada sisa makanan, punya efek hipolipidemik, efek hipoglikemik, dan lain sebagainya (Budianto, 2009)
Universitas Sumatera Utara
16
2.4. Analisis Karbohidrat Berbagai cara analisis dapat dilakukan terhadap karbohidrat untuk memenuhi berbagai keperluan. Dalam ilmu dan teknologi pangan, analisis karbohidrat yang biasa dilakukan misalnya penentuan jumlahnya secara kuantitatif dalam rangka menentukan komposisi suatu bahan makanan, penentuan sifat fisisnya atau kimiawinya dalam kaitannya dengan pembentukan kekentalan, kelekatan, stabilitas larutan dan tekstur hasil olahannya. Karbohidrat yang berbentuk polimer memliki ukuran molekul yang sangat besar dan kompleks serta memiliki satuan monomer berbagai jenis jenis menyebabkan karbohidrat sulit ditentukan jumlah sebenarnya. Sering jumlah karbohidrat hanya dapat dinyatakan sebagai jumlah monomer penyusunnya saja misalnya sebagai heksosa atau pentosa total. Bahkan untuk senyawa yang homogen (homoglikan) misalnya pati yang terdiri dari monomer glukosa saja, masih memerlukan kurva standar yang menunjukkan hubungan antara jumlah pati murni dengan indikatornya (misalnya gula hasil hidrolisanya). Karena terdapat perbedaan ukuran molekul antara jenis pati yang satu dengan yang lain dan sulitnya mendapatkan pati yang betul-betul murni yang bebas air dan senyawasenyawa lain, maka cara penentuan jumlah pati yang sebenarnya menjadi sangat sulit 2.4.1 Analisis Kadar Gula Banyak cara yang dapat digunakan untuk menentukan banyaknya karbohidrat dalam suatu bahan yaitu antara lain dengan cara kimiawi, cara fisik, cara enzimatik atau biokimiawi dan cara kromatografi. Penentuan karbohidrat yang termasuk polisakarida maupun oligosakarida memerlukan perlakuan pendahuluan
Universitas Sumatera Utara
17
yaitu hidrolisa lebih dahulu sehingga diperoleh monosakarida. Untuk keperluan ini maka bahan dihidrolisa dengan asam atau enzim pada suatu keadaan yang tertentu. Salah satu cara untuk menganalisis kadar pati dengan diubah menjadi gula terlebih dahulu adalah dengan cara Luff Schoorl. Pada penetuan gula cara Luff Schoorl dimana yang ditentukan bukannya kuprooksida yang mengendap tetapi dengan menentukan kuprioksida dalam larutan sebelum direaksikan dengan gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel). Penentuannya dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan kuprooksidayang terbentuk dan juga ekuivalen dengan jumlah gula reduksi yang ada dalam bahan/larutan. Reaksi yang terjadi selama penentuan karbohidrat cara ini mula-mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida. Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknya iod dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na-tiosulfat. Untuk mengetahui bahwa titrasi sudah cukup maka diperlukan indikator amilum. Apabila larutan berubah warna dari biru menjadi putih berarti titrasi sudah selesai. Agar supaya perubahan warna biru menjadi putih dapat tepat maka penambahan amilum diberikan pada saat titrasi hampir selesai. Setelah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel kemudian dikonsultasikan dengan tabel yang sudah tersedia yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Natiosulfat dengan banyaknya gula reduksi.
Universitas Sumatera Utara
18
Reaksi yang terjadi dalam penetuan gula cara Luff Schoorl dapat dituliskan sebagai berikut: R — COH
+
CuO
Cu2O
+
R — COOH
H2SO4
+
CuO
CuSO4
+
H2O
CuSO4
+
2 KI
CuI2
+
K2SO4
Cu2I2
+
I2
2 CuI2 I2
+
2 Na2S2O3
I2
+
Amilum : Biru
Na2S4O6 +
2 NaI (Sudarmadji, 1989).
Untuk dapat dilakukan analisis ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1. Reaksinya harus berlangsung secara cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi syarat ini. 2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi. Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan perbandingan kesetaraan stoikiometris. 3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekivalen tercapai, baik secara kimia atau fisika. 4. Harus ada indikator jika syarat 3 tidak terpenuhi. Indikator juga dapat diamati
dengan
pengukuran
daya
hantar
listrik
(titrasi
potensiometri/konduktometri) Berikut adalah hal-hal yang diperlukan dalam analisis : 1. Alat pengukur volume seperti buret, pipet volume, dan labu takar yang ditera secara teliti (telah dikalibrasi) 2. Senyawa pembakuan harus senyawa dengan kemurnian yang tinggi 3. Indikator atau alat lain untuk mengetahui selesainya titrasi.
Universitas Sumatera Utara
19
Disamping itu diperlukan juga neraca analitik untuk menimbang bahan yang akan diselidiki atau senyawa baku untuk membuat larutan baku (Rohman, 2007). 2.4.2. Analisis Kandungan Air Analisis kandungan air dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya adalah metode pengeringan (thermogravimetri). Metode ini prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan di dalam oven dengan suhu ± 100-110 oC selama 3 jam atau sampai berat yang konstan. Untuk bahan-bahan yang tidak panas, seperti pada bahan yang berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap ataupun bahan-bahan yang lainnya, pemanasan dilakukan pada oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis dari pada bahan aslinya. Oleh karena itu selama pendingan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup, yang kering misalnya dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Zat penyerap ini dapat menggunakan kapur aktif, asam sulfat silika gel alumunium oksida, kalium klorida, dalium hidroksida dan lain-lain (Budianto,2009). Menurut Sudarmadji (1989) bahwa kelemahan cara ini adalah: 1. Bahan lain disamping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain. 2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya. 3. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
Universitas Sumatera Utara
20
2.4.3. Analisis Kandungan Abu Sebagian besar bahan makanan, yaitu 96 % terdiri dari organik dan air sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal sebagai zat anorganik atau abu. Dalam proses pembakaran bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Karena itulah disebut abu. Menurut Sudarmadji (1989) bahwa penentuan abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan yaitu diantara lain: 1. Untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan. Misalnya pada proses penggilingan gandum diharapkan dapat dipisahkan antara bagian endosperm dengan kulit/katul dan lembaganya. Apabila masih banyak katul atau lembaga terikut dalam endosperm maka tepung gandum yang dihasilkan akan akan mempunyai kadar abu yang relatif tinggi. Hal ini karena pada bagian katul kandungan mineralnya dapat mencapai 20 kali lebih banyak daripada dalam endosperm. 2. Untuk mengetahui jenis bahan yang digunakan. Penetuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan untuk membuat Jelly atau marmelade. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintetis. 3. Penentuan kadar abu sangat berguna sebagai parameter nilai gizi bahan makanan. Adanya kandungan abu yang tidak larut dalam asam yang cukup tinggi menunjukkan adanya pasir atau kotoran yang lain. Penentuan abu total dapat dikerjakan dengan pengabuan secara kering atau cara langsung dan dapat pula secara basah atau cara tidak langsung. 1. Penentuan Kadar Abu Secara Langsung (Cara Kering)
Universitas Sumatera Utara
21
Penentuan kadar abu dengan cara ini adalah dengan mengoksidasikan semua zat organik pada suhu tinggi. Yaitu sekitar 500-600oC yang kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran. Bahan yang mempunyai kadar tinggi sebelum pengabuan harus dikeringkan hilang. Baru kemudian dinaikkan sesuai suhunya sesuai dengan yang dikehendaki. 2. Penentuan Kadar Abu Secara Tidak Langsung (Cara Basah) Pengabuan basah dapat digunakan untuk diganti sampel dalam usaha penentuan froce elemen dan logam-logam beracun. Pengabuan cara basah ini prinsipnya adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Berbagai bahan kimia yang sering digunakan adalah asam sulfat yang ditumbuhkan ke dalam sampel untuk membantu mempercepat terjadi reaksi oksidasi, campuran asam sulfat dan potasium sulfat dipergunakan untuk mempercepat dekomposisi sampel. Campuran asam sulfat, asam sitrat yang berfungsi mempercepat proses pengabuan dan masih banyak lagi zat-zat kimia yang lain yang membantu salam proses pengabuan ( Budianto, 2009). Perbedaan pengabuan cara kering dan cara basah. 1. Cara kering biasa digunakan untuk menentukan total abu dalam suatu bahan makanan dan hasil pertanian, sedangkankan cara basah untuk trace element. 2. Cara kering untuk penentuan abu yang larut dan tidak larut dalam air serta abu yang tidak larut dalam asam memerlukan waktu yang relatif lama sedangkan cara basah memerlukan waktu yang cepat.
Universitas Sumatera Utara
22
3. Cara kering memerlukan suhu yang relatif tinggi, sedang cara basah dengan suhu relatif rendah. 4. Cara kering dapat digunakan untuk sampel yang relatif banyak, sedang cara basah sebaiknya sampel sedikit dan memerlukan reagensia yang kadangkala berbahaya. Karena menggunakan reagensia maka penentuan cara basah perlu koreksi terhadap reagen yang digunakan (Sudarmadji, 1989).
Universitas Sumatera Utara