BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Air Air merupakan suatu senyawa kimia sangat sederhana yang terdiri dari dua atom hidrogen (H) berikatan dengan satu atom oksigen (O). Secara simbolik air dinyatakan sebagai H2O. Air serta bahan–bahan dan energi yang dikandung di dalamnya merupakan lingkungan bagi jasad-jasad air. Pengaruhnya terhadap kehidupan biota air, yaitu dengan sifat fisikanya sebagai medium tempat hidup tumbuhan dan hewan. Sifat kimianya sebagai pembawa zat hara yang diperlukan bagi pembentukan bahan organik oleh tumbuhan (Andi, 2007). Sifat–sifat fisik inilah yang memisahkan lingkungan air dari lingkungan udara. Berat jenis, kekentalan, dan tegangan permukaan adalah faktor yang paling banyak mempengaruhi kehidupan biota air. Berat jenis air murni adalah 775 kali lebih besar daripada udara (00 C, 760 mn Hg). Demikian pula pengaruhnya terhadap daya apung suatu benda. Ini merupakan suatu penghematan energi yang cukup besar untuk menahan beratnya sendiri dan memungkinkan reduksi dan jaringan–jaringan penunjang (Andi, 2007). Berat jenis air danau atau air sungai pada tempat dan waktu yang berlainan tidak akan sama besar. Walaupun perbedaan ini umumnya kecil, tetapi pengaruhnya penting terhadap mahluk hidup di dalam air (Andi, 2007). Air mempunyai sifat khusus di antara zat–zat cair, karena molekul– molekulnya cenderung membentuk kelompok atau agregasi akibat sifat listriknya
dan sifat tersebut bergantung pada suhu. Pada suhu rendah molekul air tersusun dalam bidang empat, yaitu suatu molekul berada di tengah–tengah dan empat molekul di sudut suatu bidang empat. Struktur seperti ini terdapat dalam bentuk es. Dalam bentuk cair bidang empat ini rusak dan menyatu, dengan bertambahnya suhu sedikit demi sedikit berubah ke dalam bentuk yang lain sampai akhirnya pada bentuk bola yang mempunyai susunan yang rapat (Andi, 2007). Sifat anomali air sangat penting bagi kehidupan. Perairan tawar hanya membeku pada permukaannya, sedangkan suhu di bagian dalamnya umumnya hanya sedikit dibawah 40 C pada musim dingin. Pembekuan ini merupakan barrier (penghalang) bagi penyebaran banyak jasad (Andi, 2007). Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat-syarat kesehatan untuk diminum. Sedangkan KEPMENKES RI No.17/MENKES/VII/2002, mengartikan air minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Standar kualitas air minum yang digunakan diatur oleh Pemerintah melalui PERMENKES No.416/MENKES/PER/IX/1990 antara lain : a. tidak berbau dan tidak berasa b. kekeruhan tidak lebih dari skala 5 NTU c. pH antara 6,5-8,5 d. besi sebagai Fe 0,3 mg / lt e. mangan sebagai Mn 0,1 mg / lt f. zat organik sebagai KMnO4 10 mg / lt g. bebas bakteri indikator penyakit yang disebarkan
Demi pemenuhan kebutuhan air bersih, maka dicari sumber-sumber air untuk diolah. Salah satunya sumber air alami misalnya air permukaan (sungai). Sebelum air permukaan dijadikan sumber pengolahan air bersih, terlebih dulu diperiksa secara fisika dan kimia untuk mengetahui kualitas dan kuantitas air tersebut. Selanjutnya metode pengolahan ditentukan dan direncanakan instalasi pengolahan air (Rivai, 2007). 2.2 Sumber Air Sumber – sumber air dapat dibagi dalam beberapa hal yaitu : a. air Laut b. air Atmosfer c. air permukaan d. air tanah i. Air Laut, terasa asin karena mengandung garam NaCl. Kadar garam NaCl dalam air laut 3%. Dengan keadaan ini, maka air laut tak memenuhi syarat untuk air minum (Sutrisno, 1996). ii. Air Atmosfer, dalam keadaan murni sangat bersih, tetapi sering terjadi pengotoran yang disebabkan oleh industri/debu, asap kendaraan. Untuk menjadikan air hujan sebagai sumber air minum, ketika menampungnya tempatkan jaring dan kawat atau kain kasa di permukaan bak atau drum untuk menampung air, lalu taburkan batu koral di atas jaringnya sebagai penyaring hujan sebelum ditampung (Sutrisno, 1996). Selain itu air hujan mempunyai sifat agresif terutama terhadap pipa–pipa penyalur maupun bak reservoir, sehingga mempercepat korosi (karatan). Air hujan
juga mempunyai kadar mineral yang rendah, sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun karena dapat menghasilkan busa yang banyak (sutrisno, 1996). iii. Air Permukaan, adalah air hujan yang mengalir di permukaan bumi. Pada umumnya air permukaan ini akan mendapat pengotoran selama mengalir, misalnya oleh lumpur, batang kayu, daun, kotoran industri kota dan sebagainya. Beberapa pengotoran ini, untuk masing–masing air permukaan akan berbeda–beda, tergantung pada daerah pengaliran air permukaan tersebut. Jenis pengotoran yang umum adalah kotoran fisik, kimia, dan bakteriologi (Sutrisno, 1996). iv. Air Tanah, adalah air yang berada di bawah tanah dalam zona jenuh, tekanan hidrostatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Sutrisno, 1996). Air tanah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu air tanah tidak tertekan (bebas) dan air tanah tertekan. Air tanah bebas air bersumber di akifer yang hanya sebagian terisi air, terletak pada suatu dasar yang kedap air, dan mempunyai permukaan bebas. Air tanah tertekan adalah air dari akifer yang sepenuhnya jenuh air, bagian atas dan bawah dibatasi oleh lapisan yang kedap air (Effendi, 2003). 2.3 Penggolongan Air 2.3.1 Penggolongan air menurut Peraturan Presiden No.20/1990 : Golongan A : Air yang dapat digunakan sebagai air minum tanpa pengolahan terlebih dahulu. Golongan B : Air yang digunakan sebagai air baku air minum. Golongan C : Air yang dapat digunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan.
Golongan D : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit tenaga listrik (Rivai, 2007). 2.3.2 Penggolongan air menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/MENKES/PER/IX/90 : a. Air adalah air minum, air bersih, air kolam renang dan air pemandian umum. b. Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. c. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah dimasak. d. Air kolam renang adalah air didalam kolam renang yang digunakan untuk olahraga renang dan kualitasnya memenuhi syarat kesehatan. e. Air pemandian umum adalah air yang digunakan pada tempat pemandian bagi umum (tidak temasuk pemandian untuk pengobatan tradisional dan kolam renang) yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan (Rivai, 2007). 2.4 Persyaratan Air Minum Untuk menjamin bahwa suatu sistem penyediaan air minum adalah aman, higenis, dan baik serta dapat diminum tanpa kemungkinan dapat menginfeksi para pemakai air maka haruslah terpenuhi suatu persyaratan kualitasnya (Joko, 2010). Air minum selain harus bebas dari zat yang berbahaya bagi kesehatan, juga tidak boleh menarik rasa dan bau. Dalam perencanaan/pelaksanaan fasilitas penyediaan air minum (sumber, waduk, jaringan distribusi) harus bebas dari
kemungkinan pengotoran dan kontaminasi. Berdasarkan SK Menkes RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang syarat–syarat dan pengawasan kualitas air minum pada lampiran I persyaratan kualitas air minum adalah sebagai berikut : a. Persyaratan Fisika Air tidak boleh bewarna, tidak boleh berasa, tidak boleh berbau, suhu air hendaknya di bawah sela udara (sejuk± 25ºC), air harus jernih (Sutrisno, 1996). b. Persyaratan Bakteriologis Parameter persyaratan bakteriologis adalah jumlah maksimum E. Coli atau Fecal Coli dan total bakteri coliform per 100 ml sampel. Persyaratan tersebut harus dipenuhi oleh air minum, air yang masuk system distribusi, dan air pada sistem distribusi. c. Persyaratan Kimiawi Air minum tidak boleh mengandung racun, zat–zat mineral atau zat–zat kimia tertentu dalam jumlah melampaui batas yang telah ditentukan (Joko, 2010). 2.5 Kualitas Fisik Air Minum Standar persyaratan fisis air minum ada lima yaitu suhu, warna, bau, rasa, dan kekeruhan. Dalam tinjauan berikut ini akan diperoleh pengertian lebih jauh tentang
unsur–unsur
tersebut,
khususnya
dalam
hubungannya
dengan
dicantumkannya unsur – unsur tersebut dalam standar persyaratan kualitas a. Suhu Temperatur air akan mempengaruhi penerimaan masyarakat akan air tersebut dan dapat mempengaruhi pula reaksi kimia dalam pengelolaan, terutama apabila temperatur tersebut sangat tinggi. Temperatur yang diinginkan adalah
50ºF - 60ºF atau 10ºC - 15ºC, tetapi iklim setempat, kedalaman pipa–pipa saluran air, dan jenis dari sumber–sumber air akan mempengaruhi temperatur ini. Di samping itu, temperatur air juga mempengaruhi secara langsung toksisitas banyak bahan kimia pencemar, pertumbuhan mikroorganisme dan virus. Secara umum, kelarutan bahan–bahan padat dalam air akan meningkat, meskipun ada beberapa pengecualian. Pengaruh temperatur pada kelarutan terutama tergantung pada efek panas secara keseluruhan pada larutan tersebut.Kalau panas larutan itu adalah endothermis, maka larutan meningkat dengan meningkatnya temperatur. Kalau panas dari larutan exothermis, kelarutan akan menurun dengan naiknya temperatur, dan apabila perubahan panasnya kecil, kelarutan sangat kecil dipengaruhi oleh perubahan temperature (Sutrisno, 1996). Tidak semua standar persyaratan kualitas air minum mencantumkan suhu sebagai salah satu unsur standar. Meskipun demikian, uraian tersebut di atas dapat memberikan gambaran alasan mengapa suhu dimasukkan sebagai salah satu unsur standar persyaratan, yakni dapat disimpulkan untuk : a. Menjaga penerimaan masyarakat terhadap air minum yang dibutuhkannya. b. Menjaga derajat toksisitas dan kelarutan bahan–bahan polutan yang mungkin terdapat dalam air, serendah mungkin. c. Menjaga adanya temperatur air yang sedapat mungkin tidak menguntungkan bagi pertumbuhan mikroorganisme dan virus dalam air. Penyimpangan terhadap standar suhu ini, yakni apabila suhu air minum lebih tinggi dari suhu udara, jelas akan mengakibatkan tidak tercapainya maksudmaksud tersebut di atas, yakni akan menurunkan penerimaan masyarakat,
meningkatkan toksisitas dan kelarutan bahan–bahan polutan, dan dapat menimbulkan suhu bagi kehidupan mikroorganisme dan virus tertentu. b. Warna Banyak air permukaan khususnya yang berasal dari daerah rawa–rawa sering kali berwarna sehingga tidak dapat diterima oleh masyarakat baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan industri, tanpa dilakukannya pengolahan untuk menghilangkan warna tersebut. Bahan–bahan yang menimbulkan warna tersebut dihasilkan dari kontak antara air dengan reruntuhan organis seperti daun, duri pohon jarum dan kayu, yang semuanya dalam berbagai tingkat–tingkat pembusukan. Air yang mengandung bahan–bahan pewarna ilmiah yang berasal dari rawa dan hutan, dianggap tidak mempunyai sifat–sifat yang membahayakan atau toksis. Meskipun demikian, adanya bahan–bahan tersebut memberikan warna kuning – kecoklatan pada air, yang menjadikan air tersebut tidak disukai oleh sebagian konsumen. Standar yang ditetapkan oleh U.S, Public Health Service untuk intensitas warna dalam air minum adalah 20 unit dengan skala Pt-Co. Standar ini lebih rendah dari standar yang ditetapkan oleh standar Internasional dari WHO maupun standar nasional dari Indonesia yang besarnya 5 – 50 unit. Hal yang dapat disimpulkan dari tinjauan tentang unsur warna sebagai satu standar persyaratan kualitas air minum adalah bahwa : i. air yang bewarna dalam tingkatan tertentu akan mengurangi segi estetika, dan tidak diterima oleh masyarakat.
ii. dengan ditetapkannya standar warna sebagai salah satu persyaratan kualitas, diharapkan bahwa semua air minum yang akan diberikan kepada masyarakat akan dapat langsung diterima oleh masyarakat. c. Bau dan Rasa Seperti halnya pada unsur warna, adanya bau dan rasa pada air minum akan menurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebur. Bau dan rasa biasanya terjadi bersama–sama dan biasanya disebakan oleh bahan–bahan organik yang membusuk, tipe–tipe tertentu organisme mikroskopik, serta persenyawaan kimia seperti fenol. Bahan–bahan yang menyebabkan bau dan rasa dapat meningkat, bila dilakukan khlorinasi. Karena pengukuran rasa dan bau itu tergantung pada reaksi individual, maka hasil yang dilaporkan adalah tidak mutlak. Intensitas bau dilaporkan sebagai berbanding terbalik dengan rasio pencemaran bau sampai pada keadaan yang nyata tidak berbau. Standar persyaratan air minum yang menyangkut bau dan rasa ini baik yang ditetapkan oleh WHO maupun U.S. Public terdapat bau dan rasa yang tidak diinginkan. Efek kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh adanya bau dan rasa dalam air ini adalah : i. Serupa dengan unsur warna, dengan air minum yang berbau dan berasa ini, masyarakat akan mencari sumber–sumber air lain yang kemungkinan besar bahkan tidak “safe”. ii. Ketidaksempurnaan usaha menghilangkan bau dan rasa pada cara pengolahan yang dilakukan, dapat menimbulkan kekhawatiran bahwa air
yang terolah secara tidak sempurna itu masih mengandung bahan–bahan kimia yang bersifat toksis. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efek yang dapat ditimbulkan adalah merupakan efek yang terjadi secara tidak langsung. d. Kekeruhan Air dikatakan keruh, apabila air tersebut mengandung banyak partikel bahan yang tersuspensi sehingga memberikan warna/rupa yang berlumpur dan kotor. Bahan–bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel–partikel kecil yang tersuspensi lainnya. Nilai numerik yang menunjukkan kekeruhan didasarkan pada ikut campurnya bahan–bahan tersuspensi pada jalannya sinar melalui sampel. Kekeruhan tidak merupakan sifat dari air yang membahayakan, tetapi ia menjadi tidak disenangi karena rupanya. Untuk membuat air memuaskan dan penggunaan rumah tangga, usaha penghilangan bahan–bahan yang menyebabkan kekeruhan seperti lumpur, kotoran adalah penting. Kebanyakan bangunan pengolahan air yang modern menghasilkan air dengan kekeruhan 1 ppm atau kurang. Kekeruhan pada air juga merupakan satu hal yang harus dipertimbangkan dalam penyediaan air bagi umum, mengingat bahwa kekeruhan tersebut akan mengurangi segi estetika, menyulitkan dalam usaha penyaringan, dan akan mengurangi efektivitas usaha desinfeksi. Berdasarkan tinjauan tentang standar kualitas fisis ini, secara umum dapat dilihat bahwa :
a. penyimpangan terhadap standar yang telah ditetapkan akan mengurangi penerimaan masyarakat terhadap air tersebut, yang selanjutnya dapat mendorong masyarakat untuk mencari sumber air lain yang kemungkinan tidak aman. b. terdapatnya suhu, intensitas bau, rasa, dan kekeruhan yang melebihi standar yang ditetapkan, dapat menimbulkan kekhawatiran terkandungnya bahan– bahan kimia yang dapat mengakibatkan efek toksis terhadap manusia. 2.6 Proses Pengolahan Air Pengolahan air adalah usaha teknis yang dilakukan untuk mengubah sifat– sifat suatu zat. Hal ini penting bagi air minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka didapatkan air minum yang memenuhi standar yang telah ditentukan (Widiatmoko, 1994). Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara, yakni : a. Pengolahan Lengkap, yaitu air akan mengalami pengolahan lengkap, baik fisika, kimiawi, dan bakteriologi. Pada pengolahan cara ini biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh. Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan pengolahan, yaitu : i. pengolahan fisika, yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk mengurangi/menghilangkan kotoran–kotoran yang kasar, penyisihan lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar zat–zat organik yang ada dalam air yang akan diolah.
ii. pengolahan Kimia, yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat– zat kimia untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya: dengan pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya. iii. pengolahan
bakteriologis,
yaitu
suatu
tingkat
pengolahan
untuk
membunuh/memusnahkan bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara/jalan membubuhkan kaporit (zat desinfektan). b. Pengolahan sebagian, Diadakan pengolahan kimiawi dan/atau pengolahan bakteriologik saja. Pengolahan ini pada lazimnya dilakukan untuk: i. Mata air bersih ii. Air dari sumur yang dangkal/dalam (Widiatmoko, 1994). 2.6.1 Unit – unit Pengolahan Air Minum Adapun unit – unit pengolahan air minum terdiri dari: a. Bangunan Penangkap Air b. Bangunan Pengendap Pertama c. Pembubuhan Koagulan d. Bangunan Pengaduk Cepat e. Bangunan Pembentuk flok f. Bangunan Pengendap Kedua g. Bangunan Penyaring h. Reservoir i. Pemompaan
i. Bangunan Penangkap Air Bangunan
penangkap
air
ini
merupakan
suatu
bangunan
untuk
menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat dimanfaatkan. Adapun bentuk dan konstruksi ini bergantung kepada jenis dan macam sumber air yang kita tangkap. Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk menjaga kontinuitas pengaliran. ii. Bangunan Pengendap Pertama Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk mengendapkan partikel–partikel padat air sungai dengan gaya gravitasi. Pada proses ini tidak ada penambahan zat/bahan kimia. Untuk instalasi penjernihan air minum, yang air sungainya cukup jernih, tetapi sadah, bak pengendap pertama tidak diperlukan. Penanganan pada unit ini terutama ditujukan terhadap: a) Aliran air Harus dijaga supaya aliran air pada unit ini laminair (tenang), dengan demikian pengendapan secara gravitasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita lakukan dengan mengatur pintu air masuk dan pintu air keluar pada unit ini. b) Unit Instalasi Hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan pada dasar bak.Untuk menjaga pada unit iniadalah terbentuknya lumpur pada dasar bak.Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodic lumpur endapan harus kita keluarkan.Peralatan untuk pembuangan lumpur harus
dikontrol/diperiksa setiap saat agar supaya tetap dapat bekerja secara sempurna. iii. Pembubuhan Koagulan Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu proses pengendapan partikel–partikel kecil yang tak dapat mengendapakan dengan sendirinya (secara gravimetris). Sesuai dengan nama dari unit ini, maka unit ini berfungsi untuk tempat pembubuhan koagulan secara teratur sesuai dengan kebutuhan (dengan dosis yang tepat). Alat pembubuh koagulan yang banyak dikenal sekarang, dapat dibedakan dari cara pembubuhannya: a) Secara gravitasi, dimana bahan/zat kimia (dalam bentuk larutan) mengalir dengan sendirinya karena gravitasi. b) Memakai pompa (dosering pump), pembubuhan bahan/zat kimia supaya tidak tersumbat. Maka perlu pemeriksaan secara teliti terhadap peralatan– peralatannya. iv. Bangunan Pengaduk Cepat Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulan) yang ditambahkan agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna, dan cepat. Cara pengadukan: a) Alat mekanis : motor dengan alat pengaduknya b) Penerjun Air : dengan bantuan udara bertekanan Yang perlu diperhatikan dalam pengadukan cepat adalah:
c) Alat/cara pengadukannya, supaya mendapat pengadukan yang sempurna dan sesuai dengan yang kita inginkan. v. Bangunan Pembentuk Flok Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan bahan/zat koagulan yang kita butuhkan. Faktor–faktor yang mempengaruhi bentuk flok–flok (partikel yang lebih besar dan bisa mengendap dengan gravitasi): a) Kekeruhan pada baku air b) Tipe dari Suspended Solid c) pH d) Alkalinitas e) Bahan koagulan yang dipakai f) Lamanya pengadukan Pada unit ini kita usahakan supaya tidak terbentuk endapan flok. vi. Bangunan Pengendap Kedua Unit ini berfungsi untuk mengendapkan flok yang terbentuk pada unit bak pembentuk flok. Pengendapan disini dengan gaya berat flok sendiri (gravitasi). Penanganan unit bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak pengendapan pertama. Aliran pada unit dijaga sedemikian rupa sehingga tetap tenang. vii. Filter (Saringan) Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter yaitu: a) Saringan pasir lambat
b) Saringan pasir cepat Dari bentuk bangunannya saringan, dikenal 2 macam: a) Saringan yang bangunannya terbuka b) Saringan yang bangunannya tertutup Aliran dari bak pengendap mengalir ke filter, gumpalan–gumpalan dan lumpur tertahan pada lapisan atas filter. Pada saat tertentu dimana hilangnya tekanan dari air di atas saringan terlalu tinggi, yaitu karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas dari saringan, maka saringan akan dicuci kembali dengan air bertekanan dari bawah. viii. Reservoir Air yang telah melalui filter dapat dipakai untuk air minum. Air tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologis dan ditampung pada bak reservoir (tendon) untuk diteruskan pada konsumen. Untuk keperluan pemakaian terbanyak pada jam 16.00 – 18.00 diperlukan tendon minimum 10% debit/harinya. Selanjutnya air akan melalui tahap pemompaan (Widiatmoko, 1994). 2.7 pH (Power Of Hydrogen) Konsentrasi ion hidrogen (H+) dalam suatu cairan dinyatakan dengan pH. Organisme sangat sensitif terhadap perubahan ion hidrogen. Pada proses penjernihan air dan air limbah. pH menjadi indikator untuk meningkatkan efisiensi
proses
penjernihan.
Air
limbah
pertambangan
atau
pertanian
mengakibatkan tingginya konsentrasi ion hidrogen sehingga membahayakan kehidupan air. Tingginya konsentrasi ion hidrogen, menunjukkan perairan bersifat
asam. Sebaliknya cairan basa menunjukkan konsentrasi ion hidroxil (OH) lebih tinggi daripada konsentrasi ion hidrogen (Widiatmoko, 1994). pH air normal berkisar 6,5 – 9,2. Apabila pH kurang dari 6,5 atau lebih besar dari 9,2; akan mengakibatkan pipa air yang terbuat dari logam mengalami korosif sehingga pada akhirnya air tersebut akan menjadi racun bagi tumbuh manusia. Kalau pH berkisar antara 6,0 – 8,0 merupakan keadaan yang sangat baik bagi pertumbuhan mikroba (Gabriel, 2001) Dalam sanitasi air, klor merupakan pilihan utama (oleh karena murah) namun dalam pembasmian kuman, klor menghasilkan asam kuat (Hcl) sehingga air cenderung bersifat asam (pH air kurang dari 6). Keasaman air akan bertambah dengan adanya klor bebas bereaksi dengan zat humus. Dalam proses koagulasi dengan tawas, air cenderung bersifat asam pula (Gabriel, 2001). Perubahan derajat keasaman pH dapat berpengaruh terhadap tingkat toksisitas ammonia, dengan semakin rendah pH air maka semakin rendah daya racun ammonia dan sebaliknya semakin tinggi pH air, semakin tinggi pula daya racunnya (Nugroho, 2006). 2.8 Koagulan Koagulan adalah zat kimia yang digunakan untuk pembentukan flok pada proses pencampuran (koagulasi-flokulasi). Koagulan menyebabkan destabilisasi muatan negatif partikel di dalam suspensi. Secara umum koagulan berfungsi untuk mengurangi kekeruhan akibat adanya partikel koloid anorganik maupun organik, mengurangi warna yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air, mengurangi rasa dan bau yang diakibatkan oleh partikel koloid di dalam air (Rivai, 2007).
Ada dua jenis bahan kimia yang umum digunakan, yaitu : a. Koagulan garam logam, antara lain : i. Alumminium sulfat (Al3(SO4)3.14H2O) ii. Feri chloride FeCl3 iii. Fero chloride FeCl2 iv. Feri sulphate Fe2(SO4)3 Pada koagulan garam logam yang sering digunakan adalah aluminium sulfat daripada garam besi, karena harganya yang lebih murah. Bila aluminimum sulfat ditambahkan ke air maka ion alumunium akan terhidrasi sehingga anion yang ada dalam air akan menyerang ion alumunium. Selanjutnya terjadi olasi (olation) di mana mikroflok yang terbentuk akan bergabung. Hasilnya muatan elektrik dari partikel tersebut berkurang, suspensi terdestabilisasi. b. Koagulan polimer kationik, antara lain : i. Poly Alumunium Chloride sering disingkat PAC (Al10(OH)15Cl15) ii. Chitosan iii. Curie flock Koagulan jenis polimer kationik yang sering digunakan adalah Poly Aluminium Chloride atau PAC. PAC merupakan polimer pendek berantai panjang yang memiliki rumus umum kimiawi Aln(OH)mCl3n-m. Penggunaan koagulan jenis ini akan menghasilkan flok-flok yang lebih padat dan dengan kecepatan mengendap yang tinggi untuk fluktuasi kualitas yang besar (range pengolahan lebih besar), juga pH air olahan yang dihasilkan lebih stabil (rangenya sangat kecil) bila terjadi kelebihan dosis. Perbedaan dari kedua jenis koagulan ini adalah
pada tingkat hidrolisisnya di dalam air.Koagulan bahan logam mengalami hidrolisis sedangkan koagulan polimer tidak (Rivai, 2007). 2.9 Poly Aluminium Chloride (PAC) Menurut Raharjo dalam Setianingsih (2000), PAC adalah polimer alumunium yang merupakan jenis koagulan baru sebagai hasil riset dan pengembangan teknologi pengolahan air. Sebagai unsur dasarnya adalah alumunium, dan alumunium ini berhubungan dengan unsur lain membentuk suatu unit yang berulang dalam suatu ikatan rantai molekul yang cukup panjang. Dengan
demikian
PAC
menggabungkan
netralisasi
dan
kemampuan
menjembatani partikel–partikel koloid sehingga koagulasi berlangsung lebih efisien (Rosariawari, 2013). PAC memiliki rantai polimer yang panjang, muatan listrik positif yang tinggi dan memiliki berat molekul yang besar, PAC memiliki koefisien yang tinggi sehingga dapat memperkecil flok dalam air yang dijernihkan meski dalam dosis yang berlebihan. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa, sebab PAC memiliki muatan listrik positif yang tinggi sehingga PAC dapat dengan mudah menetralkan muatan listrik pada permukaan koloid dan dapat mengatasi serta mengurangi gaya tolak menolak elektrostatis antar partikel sampai sekecil mungkin, sehingga memungkinkan partikel–partikel koloid tersebut saling mendekat (gaya tarik menarik kovalen) dan membentuk gumpalan / massa yang lebih besar (Rosariawari, 2013). Rentang pH untuk PAC adalah 6 – 9. Daya koagulasi PAC lebih baik dan flok yang dihasilkan relatif lebih besar. Konsumsi PAC lebih sedikit sehingga
biaya penjernihan air persatuan waktu lebih kecil. Akibat langsung dari proses penjernihan keseluruhan yang lebih singkat adalah kapasitas penjernihan air (dari instalasi yang sudah ada) akan meningkat. Sedangkan segi negatif penggunaan PAC adalah penyimpanan PAC cair memerlukan kondisi temperature maksimal 40°C. PAC tidak keruh bila pemakaiannya berlebih, sedangkan koagulan utama (seperti alumunium sulfat, besi klorida dan ferro sulfat). bila dosis berlebihan bagi air akan keruh, akibat dari flok yang berlebihan. Maka pengunaan PAC dibidang penjernihan air lebih praktis. PAC lebih cepat membentuk flok daripada koagulan biasa. PAC merupakan kelas dari Aluminium Chloride, yang telah dikenal dalam persenyawaan kimia organik kompleks dengan ion hidroksil (-OH) serta ion-ion aluminium bertaraf klorinasi yang berlainan sebagai bentuk polynuclear. Rumus umum PAC adalah (Al2(OH)nCl6-n )m (Rosariawari, 2013). PAC digunakan sebagai koagulan dan flokulan dalam suatu proses pengolahan air. Aplikasi PAC pada dasarnya dibagi menjadi 2 bagian, yaitu pada pemrosesan air permukaan untuk keperluan air bersih, air minum dan air untuk proses industri (PDAM, industri kertas, industri textile, industri baja, industri kayu, dll) begitu juga pada pemrosesan limbah cair industri, yaitu: industri kertas, Industri textil, industri gula, industri makanan (Rosariawari, 2013). 2.10 Aluminium Sulfat (Tawas) Tawas atau alum, Al2(SO4)3.14H2O (Dalam bentuk batuan, serbuk, cairan) Massa jenis alum adalah 480 kg/m3, dengan kadar air 11 – 17 %. Dosis alum dapat dikurangi dengan cara : penurunan kekeruhan air baku, filtrasi langsung untuk kekeruhan <50 NTU, penambahan polimer, dan penyesuaian pH
optimum (6.0 – 8.0). Alum dilarutkan dalam air dengan kadar 3 – 7 % (5 % ratarata) untuk pembubuhan. Kadar maximum aplikasi 12 –15% (Rosariawari, 2013). Dua faktor yang penting dalam proses koagulasi terutama pada saat penambahan koagulan adalah faktor pH dan dosis koagulan. Dosis optimum koagulan dan pH harus ditentukan dengan test di laboratorium. Range pH optimal alum adalah antara 5.5 – 6.5 dengan proses koagulasi yang memadai rangenya dapat antara pH 5.0 – 8.0 pada beberapa kondisi (Rosariawari, 2013). Turunan Al yang lain adalah PAC yang merupakan polimer polihidroksida klorida yang merupakan senyawa komplek antara ion Al, ion hidroksida dan ion klorida
yang
membentuk
molekul
besar
(polimer)
dengan
rumus
Alm(OH)n(Cl)3m-n. Keuntungan PAC dibanding alum adalah pH flokulasi yang terjadi tidak mengakibatkan penurunan pH yang tajam dibanding alum atau pH flokulasi yang terjadi tidak asam dibanding alum, karena dalam air PAC akan terhidrolisis membentuk flok dan ion klorida yang terlepas akan tergabung dengan flok struktur, sehingga terhindar terbentuk HCl sebagai produk samping, maka dalam operasionalnya koagulan ini akan menekan biaya produksi melalui penggunaan pH (Rivai, 2007). 2.11 Jar test 2.11.1 Pengertian Suatu percobaan yang berfungsi untuk menentukan dosis optimum dari koagulan yang digunakan dalam proses pengolahan air bersih. Apabila percobaan dilakukan secara tepat, informasi yang berguna akan diperoleh untuk membantu operator instalasi dalam mengoptimalkan proses-proses koagulasi flokulasi dan
penjernihan. Jar test memberikan data mengenai kondisi optimum untuk parameter-parameter proses seperti : a. Dosis koagulan dan koagulan pembantu. b. pH. c. Metode pembubuhan bahan kimia (pada atau dibawah permukaan air, pembubuhan beberapa bahan kimia secara bersamaan atau berurutan, lokasi pembubuhan relatif terhadap peralatan pengadukan). d. Kecepatan larutan kimia. Waktu dan intensitas pengadukan cepat dan pengadukan lambat (flokulasi). iv. Waktu penjernihan. Untuk Jar test penetapan standarisasi dan prosedur tetap merupakan syarat untuk mendapatkan hasil-hasil yang benar. Terpisah dari parameter-parameter proses yang disebutkan di atas, variable-variable berikut juga harus dimonitor dan dikontrol, seperti : i. Temperatur air di dalam gelas beaker Jar test. ii. Warna dan kekeruhan air baku yang telah diolah atau air olahan. iii. Metode pengeluaran contoh air (sample air). iv. Peralatan percobaan laboratorium dan prosedur analisis laboratorium. 2.11.2 Peralatan Bagian-bagian penting dari sebuah Jar test sebagai berikut : a. Sebuah motor yang dapat diatur b. Batang-batang pengaduk dengan impeller atau rotor dan kecepatan rotasi rotor dapat diatur
c. Sebuah gelas beaker atau tabung di bawah setiap rotor d. Sebuah pengatur waktu (otomatis dan manual) e. Perlengkapan pada setiap tabung : i. Stater pada setiap tabung ii. Tabung pembubuh bahan kimia, satu atau dua buah untuk setiap jar yang iii. dipasang pada sebuah jar iv. Siphon untuk mengambil sample air (alat ini biasa diganti dengan slang v. plastik kecil) vi. Tempat sample (sebuah untuk Jar test) (Rivai, 2007).