II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Daging Domba Daging domba berdasarkan kualitas dapat dibedakan atas umur domba,
jenis kelamin, dan tingkat perlemakan. Daging domba memiliki bobot jaringan muskuler atau urat daging yang berkisar 46% - 65% dari bobot karkas (Lawrie, 2003). Daging domba memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan daging sapi. Berdasarkan umur, jenis kelamin, dan kondisi seksual daging domba atau Sheep dapat berasal dari: Lamb, yaitu daging yang berasal dari domba yang berumur hingga satu tahun, Yearling yaitu daging yang berasal dari domba bermur satu tahun, Mutton yaitu daging yang berasal dari domba berumur lebih dari satu tahun. Mutton itu sendiri dapat berasal dari: Wether yaitu domba yang dikastrasi pada umur muda, Ewe yaitu domba betina dewasa, Ram yaitu domba jantan dewasa, Stag yaitu domba yang dikastrasi setelah mencapai umur dewasa kelamin (Lawrie, 2003).
2.2.
Atribut Objek Perilaku Konsumen Atribut
objek
perilaku
konsumen
merupakan
karakteristik
yang
membedakan merek atau produk. Atribut sebagai karaskteristik yang membedakan merek dari produk lain dan atribut merupakan faktor-faktor yang dipertimbangkan konsumen dalam mengambil keputusan tentang pembelian suatu merek (Simamora, 2004). Atribut yang akan dipertimbangkan konsumen akan berkaitan dengan
9
10
pemikiran konsumen mengenai barang atau jasa. Ketika konsumen memiliki pengetahuan yang lebih banyak tentang suatu barang atau produk, konsumen akan lebih efisien dan lebih tepat dalam mengolah informasi yang diterima tentang barang tersebut (Sumarwan, 2002). 2.2.1. Tekstur Daging Tekstur atau kekempukan pada daging merupakan salah satu faktor penentu yang paling penting pada kualitas daging. Faktor yang mempengaruhi keempukan atau tekstur daging dapat digolongkan menjadi faktor antemortem yaitu genetik termasuk bangsa, spesies, fisiologi, faktor umur, manajemen, jenis kelamin, dan stres. Faktor postmortem diantaranya meliputi metode chilling, refrigerasi, pelayuan dan pembekuan termasuk faktor lama penyimpanan, dan metode pengolahan yaitu metode pemasakan dan bahan pengempuk daging (Soeparno, 2005). Adapun sifat kasar pada tekstur daging akan lebih besar pada hewan-hewan jantan dibanding betina, hewan-hewan yang berkerangka besar dibanding hewan yang berkerangka lebih kecil. Pada umumnya, seiring meningkatnya umur maka akan berpengaruh pada tekstur dan keempukan yaitu akan menurunnya kualitas tekstur dan keempukan tersebut (Lawrie, 2003).
2.2.2. Harga Daging Harga merupakan faktor penting untuk menentukan kualitas barang. Setiap konsumen harus memberi produknya dengan harga yang tepat. Harga merupakan satu-satunya unsur bauran pemasaran yang memberikan pemasukan atau pendapatan bagi perusahaan sedangkan ketiga unsur lainnya (produk, promosi dan distribusi) menyebabkan timbulnya biaya (Tjiptono,1997). Harga dapat menjadi salah satu tolak ukur dalam strategi penjualan semakin pintar produsen menentukan
11
harga maka akan semakin banyak konsumen yang datang. Harga juga merupakan nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli (Umar, 2002). 2.2.3. Kebersihan Daging Kebersihan merupakan bagian penting dari sanitasi pangan karena akan mempengaruhi kualitas produk. Kebersihan merupakan bebasnya suatu produk dari kontaminan atau tidak terdapatnya kotoran atau noda yang menyebabkan kualitas daging menurun, kebersihan disini meliputi kebiasaan dalam penanganan daging mentah yang akan dijadikan bahan baku suatu produk (Soekarto, 1990). 2.2.4. Warna Daging Daging dari hewan muda, warnanya lebih muda dibandingkan dengan daging dari hewan lebih tua. Warna timbul karena adanya pigmen yang dihasilkan sewaktu hewan bergerak. Makin banyak hewan bergerak selama hidupnya makin merah warna daging yang dihasilkan. Gerak badan tidak hanya membuat warna menjadi lebih merah pada daging, tetapi juga memperkuat serat-serat daging, mejadikan lebih kasar dan alot pada daging (Sumoprastowo, 1993). Banyak faktor yang mempengaruhi warna daging, termasuk pakan, spesies, bangsa, umur, jenis kelamin, stres (tingkat aktivitas dan tipe otot), pH dan oksigen. Faktor-faktor ini dapat mempengaruhi penentu utama warna daging, yaitu konsentrasi pigmen daging mioglobin. Warna merah daging merupakan refleksi daripigmen mioglobin. Mioglobin merupakan protein kompleks yang berfungsi
12
membawa oksigen untuk sel. Pada umumnya, makin bertambah umur ternak, konsentrasi mioglobin semakin meningkat, tetapi peningkatan ini tidak konstan (Muchtadi dkk,2011). Perbedaan warna permukaan daging disebabkan oleh status kimia molekul mioglobin. Kadar mioglobin pada domba lebih tinggi dari kadar mioglobin sapi muda (veal). Bentuk kimia warna daging segar yang diinginkan oleh kebanyakan konsumen adalah merah terang (Soeparno, 2005). 2.2.5. Kemasan Pada Daging Kemasan pada daging disini ditujukan untuk melindungi daging dari kerusakan. kemasan pada daging ini dapat berupa wadah atau pembungkus yang akan melapisi daging. Fungsi utama pengemasan adalah untuk melindungi daging dan produk daging terhadap kerusakan yang terlalu cepat, baik karena perubahan kimiawi, maupun kontaminasi mikrobial (Ramsbottom, 1971 dalam Soeparno, 2005). Pengemasan pada daging merupakan salah satu cara pengawetan bahan, karena pengemasan dapat memperpanjang umur suatu bahan Pengemasan pada daging juga memiliki peranan penting selain dapat memperpanjang umur suatu bahan pengemasan juga dapat menjadi sarana promosi pada suatu produk (Soekarto, 1990).
2.2.6. Kandungan Lemak Daging Jaringan lemak pada daging dibedakan menurut lokasinya, yaitu lemak subkutan, lemak intramuskular, lemak intermuskuler, dan lemak intraselular. Jaringan lemak subkutan di sekitar otot, langsung dibawah permukaan kulit, jaringan lemak intermuskuler diantara jaringan otot, jaringan intramuskular terletak diantara serabut-serabut otot, dan jaringan lemak intraseluler terletak didalam sel (Muchtadi dkk, 2011). Kadar lemak daging bervariasi, tergantung dari jumlah
13
lemak eksternal dan lemak intramuskular. Ditinjau dari segi nutrisi, komponen lemak yang penting adalah trigliserida, fosfolipida kolestrol, dan vitamin yang terlarut dalam asam lemak (Soeparno, 2005). 2.2.7. Aroma atau Bau Daging Aroma daging atau flavor adalah sensasi yang kompleks dan saling terkait. Flavour melibatkan bau, rasa, tekstur, temperatur dan pH (Lawrie, 2003). Daging ternak yang lebih tua mempunyai bau yang lebih kuat daripada daging ternak yang lebih muda. Flavour serta aroma daging masak dipengaruhi oleh umur ternak, tipe ternak, tipe pakan, spesies, jenis kelamin, lemak, bangsa, lama waktu dan kondisi penyimpanan daging setelah pemotongan, serta jenis, lama dan temperatur penyimpanan (Soeparno, 2005). 2.2.8. Bagian Tubuh Karkas domba sebelum meninggalkan rumah potong hewan biasanya dibelah menjadi dua sepanjang garis tengah tulang punggung, belahan-belahan karkas tersebut selanjutnya dipotong lebih lanjut masing-masing menjadi dua potongan bagian depan (fore quarters) dan dua potongan belakang disebut hind quarters (Muchtadi dkk, 2011). Bagian tubuh domba setelah disembelih akan menjadi karkas utuh. Potongan primal karkas domba terbagi menjadi dua bagian yaitu bagian depan yang terdiri dari bahu (shoulder), termasuk leher (neck), rusuk (ribs) atau rack, paha depan (shank) dan dada (breast). Potongan karkas bagian belakang terdiri dari paha (leg) termasuk sirloin, loin dan flank yang termasuk karkas bagian belakang (hind-
14
saddle) (National Livestock and Meat Board Amerika Serikat, 1973 dalam Soeparno, 2005).
Ilustrasi 2. Gambar Karkas Domba 2.3.
Loyalitas Konsumen Pengertian Konsumen menurut Kotler (2001) adalah
individu atau
kelompok yang berusaha untuk memenuhi atau mendapatkan barang dan jasa untuk kebutuhan pribadi atau kelompoknya. Adapun pengertian konsumen menurut UU Perlindungan konsumen No 8 tahun 1999 adalah setiap orang yang memakai barang atau jasa yang tersedia di masyarakat, baik untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Loyalitas konsumen dapat diartikan sebagai sikap positif seorang konsumen terhadap suatu produk dimana konsumen tersebut mempunyai keinginan kuat untuk membeli ulang produk dan jasa tersebut yang sama pada saat sekarang maupun di masa yang akan datang (Sumarwan, 2002). Loyalitas konsumen dapat diartikan sebagai kesetiaan seseorang terhadap suatu produk, baik barang maupun jasa. Pelanggan loyal terhadapt suatu produk tidak akan pernah dengan mudah untuk
15
memindahkan pembeliannya ke merek lain apapun yang terjadi dengan merek tersebut. Loyalitas konsumen dikelompokan dalam dua kelompok yaitu Loyalitas merek (brand loyalty) dan Loyalitas toko (store loyalty). Loyalitas toko diartikan sebagai sikap setia dari para konsumen terhadap toko-toko tertentu yang cenderung juga setia terhadap merek-merek tertentu di toko tersebut. Loyalitas merek dapat diartikan sebagai sikap menyenangi suatu merek yang direpresentasikan dalam pembelian yang konsisten dilakukan terhadap merek tersebut sepanjang waktu (Sutisna, 2001). Loyalitas merek terdiri dari beberapa tingkatan. Tiap tingkatan menunjukan tantangan yang harus dihadapi sekaligus sebagai aset yang dapat dimanfaatkan (David dalam Simamora, 2001). 1.
Switcher (Konsumen yang berpindah-pindah) Konsumen yang berada di tingkatan ini disebut sebagai pelanggan yang
berada di tingkatan paling dasar. Semakin tinggi frekuensi pelanggan untuk memindahkan
pembeliannya
dari
suatu
merek
ke
merek
yang
lain,
mengindikasikan bahwa individu tersebut sebagai pembeli yang sama sekali tidak loyal atau tidak tertarik sama sekali dengan produk tersebut. ciri yang terlihat dari konsumen ini adalah selalu mencari harga yang lebih murah. 2.
Habitual Buyer (Konsumen berdasarkan kebiasaaan) Pembeli yang berada di tingkatan loyalitas ini dapat dikelompokan sebagai
pembeli yang puas dengan merek produk yang dibelinya atau setidaknya mereka tidak mengalami ketidakpuasan dalam mengonsumsi merek produk tersebut. Konsumen di tingkatan ini membeli produk hanya berdasarkan kebiasaan.
16
3.
Satisfied Buyer (Konsumen yang merasa puas dengan biaya peralihan) Pembeli pada tingkatan ini termasuk ke dalam kategori puas apabila
mengonsumsi merek tersebut, meskipun merasa puas, mungkin saja mereka memindahkan pembeliannya ke produk lain dengan menanggung biaya peralihan (switching cost) yang terkait dengan waktu, uang, resiko, kinerja, yang melekat dengan tindakan berganti produk. 4.
Likes the Brand (Konsumen yang menyukai merek) Konsumen yang termasuk dalam tingkatan ini merupakan konsumen yang
sungguh-sungguh menyukai merek tersebut. perasaan emosional terhadap merek sering dijumpai pada tingkatan ini, rasa suka konsumen biasanya didasari oleh asosiasi yang terkait dengan simbol rangkaian pengalaman dalam penggunann sebelumnya. 5.
Committed Buyer (Konsumen yang berkomitmen) Pelanggan pada tahapan ini adalah pelanggan yang setia. Mereka mempunyai
suatu kebanggan kepada produk yang dibelinya. Merek dari prosuk tersebut dianggap penting bagi mereka karena dipandang sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka sebenarnya. Salah satu aktualiasasi loyalitas pembeli ditunjukan oleh tindakan merekomendasikan dan mempromosikan produk atau merek tersebut. Salah satu aktualiasasi tingkatan loyalitas kosnuemn dapat digambarkan melalui piramida loyalitas. Piramida loyalitas konsumen yang rendah bisa terjadi dikarenakan semakin tinggi kualitas loyalitas maka akan semakin kecil kuantitas konsumennya dan akan menyebabkan semakin kecil luas piramida semakin kecil (Aaker dalam Simamora, 2001). Tingkatan loyalitas konsumen yang rendah dapat digambarkan melalui piramida loyalitas konsumen rendah atau bentuk piramida normal seperti pada ilustrasi 3 sebagai berikut :
17
Commited Buyer
Y
Likes the Brand Satisfied Buyer Li Habitual Buyer Switcher Ilustrasi 3. Piramida Loyalitas Konsumen Rendah Piramida loyalitas konsumen yang tinggi dapat digambarkan pada ilustrasi
4 sebagai berikut : Commited Buyer Likes the Brand Satisfied Buyer Habitual Buyer Switcher
Li
Satisfied Buyer
Ilutrasi 4. Piramida Loyalitas Konsumen Tinggi