TINJAUAN PUSTAKA Profil Domba Garut Menurut Heriyadi (2008), proses pembentukan domba Priangan atau domba garut, diyakini berawal dari persilangan antara tiga bangsa domba, yaitu domba Merino, domba Kaapstad, dan domba loka l di Priangan. Domba garut dibagi ke dalam dua tipe, yakni domba tipe tangkas dan domba tipe pedaging. Gambar do mba garut dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Domba Garut Jantan (Sumber:Heriyadi et al., 2003) Ciri-ciri domba garut jantan menurut Heriyadi et al. (2002) adalah memiliki telinga rumpung (panjang tidak lebih dari empat cm) atau berbentuk daun hiris (panjang 4-8 cm), ekor berbentuk segitiga terbalik, gemuk atau berlemak pada pangkal ekor dan mengecil ke bagian bawah, tanduk kokoh, besar, dan melingkar serta bobot badan 57,74±11,96 kg dan lingkar dada 88,73±7,58 cm. Menurut Gunawan dan Noor (2005) keunggulan domba garut yaitu memiliki produktivitas cukup baik dan memiliki keunggulan komparatif dalam performa, kekuatan dan bobot badan yang dapat bersaing dengan domba impor dalam hal kualitas dan produktivitas. Menurut Qomariya h et al. (2001) domba garut jantan memiliki pos tur yang gagah dan tanduk yang khas dengan ukuran yang besar, kokoh, kuat dan melingkar.
3
Dari segi reproduksi, Mansjoer et al. (2007) menyatakan bahwa domba garut memiliki tingkat kesuburan tinggi (prolifik), memiliki potensi yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber daging dan dapat dijadikan sebagai daya tarik pariwisata daerah. Menurut Adiati et al. (2001) dan Hastono et al. (2001) domba garut memiliki keunggulan cepat dewasa kelamin, tidak mengenal musim kawin dan mempunyai sifat dapat melahirkan anak kembar dua ekor atau lebih. Aspek-aspek reproduksi pada domba garut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabe l 1. Aspek-Aspek Reproduksi Domba Garut Jantan Aspek
Standar
Dewasa kelamin Dewasa tubuh Umur prod uktif Kualitas semen Konsistensi Warna Bau Gerakan massa Libido Masa kawin
6-8 bulan 18-24 bulan 6-8 tahun Standar Kental Krem Khas anyir +++ Tinggi Tidak mengenal musim
Sumber : Heriyadi et al. (2003)
Dewas a Kelamin pada Ternak Domba Pada umumnya proses reproduksi terjadi setelah hewan mencapai masa pubertas atau dewasa kelamin. Proses reproduksi diatur oleh kelenjar-kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan dalam tubuh hewan. Menurut Senger (1999) pubertas
dapat
didefinisikan
secara
umum
seba gai
ke mampuan
untuk
menyempurnakan reproduksi dengan baik. Ciri-ciri pubertas pada domba jantan yaitu dapat mengawini betina dan menghasilkan spermatozoa hidup di dalam semennya, sedangkan betina menunjuka n tanda-tanda berahi, tingkah laku kawin dan ovulasi (Wodzicka-Tomaszewska et al.,1991). Pada domba atau kambing yang baik untuk dijadikan pejantan adalah berumur lebih dari 12-15 bulan (Ruhyat, 2001). Domba atau kambing pada umur tersebut sudah melewati masa dewasa kelamin(pubertas) dan secara seksual sudah mampu menghasilkan spermatozoa yang mampu membuahi sel telur.
4
Penga ruh Zat Makanan terhadap Kualitas dan Kuantitas Spermatozoa Kualitas dan kuantitas pakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas ternak. Pengaruh negatif dari kekurangan pakan terhadap organ reproduksi pada domba muda dapat bersifat permanen (Thalib et al., 2001). Karbohidrat Ketersediaan karbohidrat sangat penting dalam proses reproduksi domba jantan. Laktosa merupakan contoh karbohidrat golongan disakarida yang terdiri atas satu unit glukosa dan satu unit galaktosa yang dapat dimanfaatkan oleh spermatozoa da lam proses glikolisis dan siklus Krebs untuk menghasilkan energi berupa Adenosin Trifosfat (ATP). Adenosin Trifosfat dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai energi dalam proses pergerakan sehingga dapat tetap motil dan mempertahankan hidupnya (Garner dan Hafez, 2000). Laktosa melindungi membran plasma sel spermatozoa karena pada bagian luar membran plasma terdapat karbohidrat yang berikatan dengan lipid (glikolipid) dan protein (glikoprotein) yang disebut selubung sel atau glikokaliks (Subowo, 1995). Menurut Aisen et al. (2002) golongan karbohidrat disakarida seperti laktosa berperan menggantikan posisi air pada permukaan membran plasma sel. Menurut Lehninger (1994) laktosa sebagai senyawa pereduksi memiliki fungsi yang mirip dengan
senyawa
antioksidan
karena
mampu
meredam
senyawa-senyawa
pengoksidasi sehingga tidak membahayakan kehidupan spermatozoa. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Herdis (2005) didapatkan hasil bahwa penambahan karbohidrat di dalam ransum dapat menghasilkan kualitas semen pada domba garut yang lebih baik dibandingkan dengan ransum kontrol. Lemak Ketersediaan lemak sangat penting dalam proses reproduksi domba seperti phospolipid dan kolesterol. Menurut Situmorang (2003) pemberian phospolipid dapat meningkatkan daya hidup spermatozoa. Menurut Subowo (1995) kolesterol berperan penting dalam stabilisasi membran dan menurut Voet dan Voet (1990) kolesterol merupakan faktor penting dalam mempertahankan sifat-sifat membran spermatozoa.
5
Protein Protein berfungsi sebagai zat pembe ntuk sel-sel spermatozoa. Menurut Toelihere (1993) protein dapat mempertahankan dan melindungi integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin dapat meningkatkan jumlah spermatozoa pada tikus putih dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat. Menur ut Sudha et al. (2006) proses menahan inhibitor glikolisis pada sel spermatozoa akan meningkatkan ketersediaan energi sel spermatozoa sehingga memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan konsentrasi spermatozoa. Arginin dapat meningkatkan produksi Nitrit Oksidase yaitu suatu senya wa yang dapat melindungi sel spermatozoa dari kerusakan membran yang diakibatkan oleh lipid peroksidase. Vitamin Vitamin sangat penting dalam proses reproduksi domba jantan seperti vitamin E yang berfungsi sebagai antioksidan yang dapat mengikat senyawa radikal bebas. Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas karena dapat memindahkan Hidrogen Fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes, 1995). Semakin tinggi kandungan vitamin E dalam ransum maka motilitas spermatozoa semakin baik karena proses peroksidasi lipid yang terjadi dihambat dengan adanya vitamin E dengan cara mentransfer atom hidrogen ke radikal peroksil (Feradis, 1999). Komponen Pe mbentuk Semen Domba Campuran antara spermatozoa dan cairan plasma seminal disebut semen. Spermatozoa adalah sel padat yang tidak tumbuh dan membagi diri. Plasma seminal adalah campuran sekresi dari epididymis, vas deferens, prostata, vesicula seminalis, dan kelenjar cowper (Partodihardjo,1985). Plasma seminalis merupakan media yang bersifat netral dan mengandung energi yang dibutuhka n oleh spe rmatozoa sepe rti fruktosa dan sorbitol sehingga bersifat isotonik (Garner dan Hafez, 2000). Fungsi plasma seminalis adalah sebagai media pembawa spermatozoa di dalam saluran reproduksi betina, sumber energi
6
spermatozoa terutama berada dalam saluran reproduksi betina dan sebagai buffer dalam alat kelamin betina (Garner dan Hafez, 2000). Karateristik dan komposisi kimia plasma seminal pada domba dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Karateristik da n Kompos isi Kimia Plasma Seminal pada Domba Parameter Volume ejakulat (ml) Konsentrasi spermatozoa (ml) pH Spermatozoa motil (%) Spermatozoa mor fologi nor mal (%) Natrium (mg/100 ml) Kalsium (mg/100 ml) Potasium (mg/100 ml) Magnesium (mg/100 ml) Chlorida (mg/100ml) Fruktosa Sorbitol Asam Sitrat Glyserilphopor il-Choline(GPC) Inositol Protein (g/ 100 ml)
Domba 0,8 – 1,2 2 x 109 - 3 x 109 5,9 – 7,3 60 - 80 80 – 95 178 6 89 6 86 250 26 – 170 110 – 260 1650 7 – 14 5
Sumber : Garner dan Hafez (2000)
Spermatogenesis Proses pembentukan spermatozoa di dalam tubuli seminiferi testes disebut spermatogenesis. Siklus spermatogenesis pada ternak terdiri atas dua tahapan, yaitu spermatositogenesis, dan spermiogenesis (Gambar 2). Kedua tahapan ini dicirikan oleh adanya pembelahan mitosis pada spermatogonia (2n) dan pembelahan meiosis pada spermatosit (n) dan metamorfosis dari spermatid tanpa ekor menjadi spermatozoa (n) dengan ekornya yang siap bergabung dengan oosit (n) dalam proses fertilisasi untuk membentuk mahluk baru (2n) yang mewarisi sifat-sifat genetik tetuanya. Waktu yang dibutuhkan mulai dari aktivasi ”stem-cell” sampai pelepasan spermatozoa ke dalam tubuli seminiferi mencapai 22 hari pada kambing (Evans dan Maxwell, 1987), sedangkan pada domba dapat mencapai 46-49 hari (Toelihere, 1993) dan dikontrol melalui mekanisme hormonal.
7
Gambar 2. Spermatogenesis ( Sumber : Garner dan Hafez,2000)
Karakteristik Kualitas dan Kuantitas Semen Domba Faktor yang harus dipe rhatika n unt uk menentuka n kualitas da n kua ntitas semen domba antara volume semen, pH semen, warna semen, konsistensi semen, gerakan massa spermatozoa, konsentrasi spermatozoa, motilitas spermatozoa, viabilitas spermatozoa, abnormalitas dan cytoplasmic droplet, dan HOS Test. Menurut Toelihere (1993) faktor yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas semen yang dihasilkan antara lain umur, ras, pakan, frekuensi, metode penampungan serta, kondisi lingkungan. Volume Semen Volume semen domba dipengaruhi oleh kandungan plasma seminalis yang terdapat dalam semen domba. Plasma seminalis merupakan sekresi epididimis dan kelenjar kelamin assesoris yaitu vesica seminalis, prostata, dan bulborethralis (Garner dan Hafez, 2000). Volume semen segar yang dihasilkan oleh domba jantan per ejakulatpada domba sebanyak 0,8 – 1,2 ml (Garner da n Hafez, 2000), sedangkan pada domba garut sebanyak 1,11 ± 0,4 ml (Herdis, 2005). Menurut Salisbury dan Van
8
Demark(1985) jumlah semen yang dihasilkan seekor pejantan berhubungan erat dengan level protein dalam ransumnya. pH semen Nilai pH semen segar domba yang normal ya itu 5,9-7,3 (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan nilai pH pada domba garut yaitu 6,98 ± 0,11 (Herdis, 2005). Semen dengan pH 6,8 menunjukkan fertilitas yang lebih baik dibandingkan dengan pH 7,3 dan 7,8 (Hastono et al., 2001). Terjadinya penurunan dan kenaikan pH disebabkan oleh akumulasi asam laktat hasil metabolisme karbohidrat, sedangkan peningkatan pH dapat disebabkan oleh kontaminasi bakteri atau banyaknya spermatozoa yang mati sehingga membentuk
amoniak (Handarini, 2005).
Menurut Sardjito (2003), dalam suasana asam konsentrasi H+ meningkat semakin tinggi sehingga menyebabkan gangguan metabolisme sel sehingga energi yang dihasilkan tidak optimal dan menurunkan daya hidup dari spermatozoa. Tidak terdapatnya perubahan yang nyata pada volume serta pH semen berarti bahwa kelenjar assesoris masih bisa bekerja sesuai fungsinya (Elya et al., 2010). Warna Semen Warna semen segar sangat dipengaruhi oleh konsentrasi sperma yang terkandung di dalam semen. Semakin keruh biasanya jumlah spermatozoa permililiter semen semakin banyak (Partodihardjo, 1985). Semen segar normal memiliki warna seperti susu atau krem keputih-putiha n da n keruh (Toelihere, 1993). Ditemuka n juga hewan ya ng menghasilka n semen normal be rwarna kuning. Warna kuning merupakan warna yang normal dan tidak berpengaruh jelek terhadap spermatozoa dan tidak mempengaruhi fertilitas pejantan. Zat warna riboflavin dalam semen akan kehilangan zat warna karena sinar alam dan sinar buatan. Sebagian dari zat warna di dalam cairan vesicula seminalis adalah flavin, Adeneisoalloazine Dinucleotide (Salisbury dan VanDemark, 1985). Konsistensi Semen Konsistensi adalah derajat kekentalan (Partodihardjo, 1985). Semen segar yang berwarna terang menunjukan tingkat kekentalan yang encer disertai konsentrasi spermatozoa rendah. Toelihere (1993) menyebutkan semen segar domba berwarna
9
krem dan kental menunjukkan tingginya konsentrasi spermatozoa, sedangkan konsentrasi renda h ditandai de ngan warna semen seperti air susu. Gerakan Massa Spermatozoa Gerakan massa merupakan cerminan dari motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Kecepatan bergeraknya satu kelompok spermatozoa membe ntuk gelombang-gelombang tergantung dari konsentrasi, motilitas, dan abnormalitas (Toelihere,1993). Spermatozoa dalam suatu kelompok memiliki kecenderungan untuk bergerak bersama-sama ke satu arah dan membentuk gelombang-gelombang yang tebal atau tipis, bergerak cepat atau lambat tergantung dari konsentrasi sperma hidup di dalamnya. Semakin besar pergerakan gelombang yang terjadi, semakin tinggi motilitas dan konsentrasi spermatozoa. Konsentrasi Spermatozoa Konsentrasi spermatozoa domba yang normal adalah 2x109 –3x10 9 /ml (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan konsentrasi spermatozoa pada domba garut adalah 3,242±0,535 x10 9 (Herdis, 2005). Konsentrasi spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kematangan seksual pejantan, volume ejakulat, interval penampungan, kualitas pakan, kesehatan reproduksi, besar testis, umur, musim, dan perbedaan geografis (Salisbury dan VanDemark , 1985). Motilitas Spermatozoa Motilitas spermatozoa pada semen segar domba mempunyai rata-rata sekitar 60%-80% (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan motilitas spermatozoa pada domba garut adalah 72,5±2,74% (Herdis, 2005). Motilitas spermatozoa sangat sensitif terhadap panas yang berlebihan dan keberadaan benda asing serta bahan-bahan kimia yang dapat mengganggu kelangsungan hidup spermatozoa (Ax et al., 2000). Motilitas juga digunakan sebagai ukuran kesanggupan spermatozoa untuk membuahi (Toelihere, 1993). Menurut Nuranti (2005) penurunan laju motilitas spermatozoa disebabkan karena energi spermatozoa berkurang akibat proses metabolisme yang terus berjalan dan dipengaruhi oleh pengenceran semen yang dapat menyebabkan rusaknya membran plasma. Garner dan Hafez (2000) menyatakan bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat motilitas spermatozoa, yaitu: faktor endo gen (us ia, maturasi 10
spermatozoa, ketersediaan energi, dan kemampuan bertahan terhadap benda asing) dan faktor eksogen (lingkungan, stimulan, dan inhibitor). Preparasi semen pasca penampungan, kondisi panas yang berlebihan, pengaruh kimia dan benda asing dapat menurunkan gerak progresif spermatozoa domba (Toelihere, 1993). Viabilitas Spermatozoa Persentase hidup spermatozoa menggambarkan spermatozoa yang hidup pada saat dicampur dengan zat warna yang menyebabkan perbedaan afinitas zat warna antara sel-sel spermatozoa yang mati da n hidup (Garner da n Hafez, 2000). Viabilitas semen segar domba garut sebesar 84,5±2,74% (Herdis, 2005). Spermatozoa yang mati akan menyerap warna sedangkan yang hidup tidak menyerap warna. Hal ini dikarenakan pada spermatozoa yang hidup permeabilitas selnya masih aktif sehingga tidak akan menyerap warna yang masuk. Abnormalitas dan Cytoplas mic Droplet Cuaca panas akan meningkatkan spermatozoa abnormal pada ternak domba (Rege, 2000). Abnormalitas semen segar domba sebesar 5%-20% (Garner dan Hafez, 2000), sedangkan abnormalitas pada domba garut adalah 2,5±0,84% (Herdis, 2005). Semen domba yang fertil secara normal tidak boleh mengandung lebih dari 15% spermatozoa abnormal (Ax et al., 2000). Menurut Bearden dan Fuquay (1997), angka morfologi abnormal 8%-10% tidak memberi pengaruh yang cukup berarti bagi fertilitas, namun jika abnormalitas lebih dari 25% dari satu ejakulat maka penurunan fertilitas tidak dapat diantisipasi. Abnormalitas spermatozoa terbagi atas 2 tipe yaitu abnormalitas primer dan abnormalitas sekunder. Abnormalitas primer adalah segala bentuk perubahan yang terjadi pada saat proses spermatogenesis di tubuli seminiferi. Abnormalitas sekunder terjadi setelah spermatozoa meninggalkan tubuli seminiferi (Barth dan Oko, 1989). Salah satu contoh abnormalitas yang didapat ketika menggunakan domba yang belum dewasa kelamin adalah adanya butiran sitoplasma pada bagian ekor spermatozoa (spermatozoa muda). Semua spermatozoa yang telah keluar epididimis sudah mengalami pematangan.
Proses pematangan tersebut ditandai oleh
berpindahnya posisi butiran sitoplasma dari bagian proksimal ke arah distal ekor atau
11
hilang sama sekali dari sel spermatozoa (Toelihere, 1993). Menurut Rizal (2005) cytoplasmic droplet pada domba jantan yang sudah dewasa kelamin adalah 8,5%. Limbah Kulit Kecambah Tauge Limbah tauge adalah bagian dari tauge yang tidak dikonsumsi oleh manusia, yaitu berupa kulit tauge atau tudung atau lebih dikenal dengan angkup tauge yang berwarna hijau. Limbah tauge biasanya bercampur dengan sedikit potonganpotongan ekor tauge dan kepala tauge yang tidak utuh. Limbah tauge pada umumnya termasuk limbah pasar, terutama pasar sayuran pagi, sehingga limbahnya merupakan bagian dari limbah pasar. Limbah tauge dihasilkan dari kacang hijau yang mengalami perubahan secara fisik dan kimia menjadi tauge, kemudian dilakukan pengayakan tauge di pasar sebelum dijual ke konsumen. Total produksi tauge di daerah Bogor sekitar 6,5 ton/hari dan berpeluang untuk menghasilkan limbah tauge sebesar 1,5 ton/hari (Rahayu et al., 2010). Limbah tauge sudah mulai dipergunakan oleh peternak di Indonesia khususnya kota Bogor untuk pakan ternak. Peternak umumnya memberikan limbah tauge dalam bentuk segar kepada ternaknya tanpa mengalami proses pengolahan terlebih dahulu.
Gambar 3. Limbah Tauge (Sumber : Rahayu et al., 2010)
12
Tabe l 3. Kandungan Zat Makanan Limbah Tauge Berdasarkan Bahan Kering Zat makanan Bahan Kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar Beta-N Ca P
Komposisi(%) 30 4,95 15,30 50,13 0,04 29,58 1,27 0,41
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)
Secara kualitatif berdasarkan uji laboratorium menunjukkan bahwa limbah tauge memiliki kandungan nutrisi yang cukup baik, yaitu mengandung protein kasar (PK) sebesar ± 13%-14%, serat kasar 49,44% dan TDN sebesar 64,65% (Rahayu et al., 2010). Kadar air limbah tauge adalah 65%-70% dan ka ndungan energi metabolis sebesar 3737 kcal/kg (Saenab, 2010). Pada limbah tauge terkandung vitamin E yang berguna sebagai antioksidan bagi spermatozoa yaitu 1,5287 mg/10g (Zakaria et al., 1997) dan arginin 1,672gram/100gram (USDA, 2007). Vitamin E mempunyai kemampuan memutuskan berbagai rantai reaksi radikal bebas pada spermatozoa karena dapat memindahkan hidrogen fenolat pada radikal bebas dari asam lemak tidak jenuh ganda yang telah mengalami peroksidasi (Mayes,1995). Indigofera Sp. Indigofera sp. merupakan tanaman leguminosa dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar mulai dari benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara. Jenis leguminosa pohon ini cocok dikembangkan di Indonesia karena toleran terhadap musim kering, genangan air, dan tahan terhadap salinitas (Hassen et al., 2007). Produktivitas indigofera Sp. mencapai 2,6 ton bahan kering/ha/panen (Hassen et al., 2006) Pertumbuhan Indigofera Sp. sangat cepat, adaptif terhadap tingkat kesuburan rendah, mudah dan murah pemeliharaannya. Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai hijauan pakan ternak karena kandungan bahan organik hijauan ini dapat meningkat dengan adanya pemberian pupuk organik sehingga nilai kecernaan juga dapat meningkat (Suharlina, 2010).
13
Gambar 4. Indigofera Sp. (Sumber : Tapsoba dan Deschamps, 2006)
Perlakuan pemupukan pada daun mengakibatkan peningkatan nilai cerna (in vitro) menjadi 70%-80% untuk kecernaan bahan kering dan 67%-73% untuk kecernaan bahan organik (Abdullah, 2010). Nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang diberikan sebanyak 45% dari total ransum kambing Boerka adalah 60% (Tarigan, 2009). Pada Indigofera terkandung berbagai jenis asam amino, salah satunya adalah arginin. Menurut Abdullah (2010) kandungan arginin di dalam Indigofera Sp. adalah 0,1gram/100gram. Menurut Mayasari (2005) asam amino arginin dapat meningkatkan jumlah spermatozoa dengan cara menghambat inhibitor glikolisis spermatozoa sehingga meningkatkan aktivitas metabolik hingga delapan kali lipat. Tabe l 4. Kandungan Zat Makanan Legum IndigoferaBerdasarkan Bahan Kering Zat makanan Bahan Kering Abu Protein Kasar Serat Kasar Lemak Kasar Beta-N Ca P
Komposisi (%) 32 12,50 27,88 32,73 1,48 25,41 4,65 0,58
Sumber : Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan (2011)
14
Dari hasil penelitian Abdullah dan Suharlina (2010), umur panen yang tepat untuk menghasilkan kualitas Indigofera sp. terbaik adalah pada defoliasi umur 60 hari. Tepung daun Indigofera sp. mengandung protein kasar 27,9%, NDF 19%-50%, serat kasar 15%, calcium 0,22%, phosphor 0,19% dan kecernaan bahan organik (in vitro) sebesar 56%-72% (Hassen et al., 2007).
15