4
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Pisang (Musa spp. L) termasuk ke dalam divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, keluarga Musaceae (Purseglove, 1972). Tabel 1. Karakteristik Buah pada Beberapa Kultivar Pisang Group AA
Subgroup Pisang Mas
Karakteristik Ukuran buah kecil (8-12 cm), kulit tipis berwarna emas, daging buah berwarna oranye rasa sangat manis, 5-9 sisir per tandan, 12-18 buah per sisir.
AAA
Pisang Ambon
Ukuran buah sedang-besar, kulit tebal, daging buah berwarna keputihan, tekstur daging halus, 8-12 sisir per tandan.
Cavendish
Ukuran buah sedang-besar, kulit berwarna kuning, jumlah sisir per tandan 14-20, dan 16-20 buah per sisir.
AAB
Pisang Raja
Ukuran buah besar (14-20 cm), kulit tebal, tekstur daging kasar, 6-9 sisir per tandan, 14-16 buah per sisir.
Pisang Tanduk
Kulit berwarna kuning, daging buah berwarna kuning muda atau putih kekuningan, tekstur daging buah kasar, 2 sisir per tandan.
ABB
Bluggoe
Ukuran buag sedang-besar, tekstur daging kasar dan warna daging buah akan berubah menjadi merah kecoklatan ketika matang, 7 sisir per tandan.
BBB
Pisang Kepok
Ukuran buah sedang-besar (10-15 cm), bentuk buah bersiku atau bersegi, kulitnya tebal berwarna kuning, tekstur daging lembut, 8-16 sisir per tandan, 12-20 buah per sisir.
Sumber : Robinson, 1996
5
Pisang komersial berasal dari persilangan Musa acuminata (AA) dan Musa balbisiana (BB). Variasi group genom Musa yang terbentuk yaitu AA, AAA, AAB, AB, ABB, ABBB (Robinson, 1996). Menurut Hasan dan Pantastico (1990), beberapa kultivar pisang yang populer di Indonesia antara lain Pisang Ambon Putih/AAA, Pisang Ambon Lumut/AAA, Pisang Raja Sereh/AAB, Pisang Raja/AAB, Pisang Mas/AA, Pisang Tanduk/AAB, dan Pisang Nangka/AAB. Keistimewaan Pisang Tanduk adalah bentuk buahnya yang besar panjang dan melengkung seperti tanduk. Menurut PKBT (2009), umur panen Pisang Tanduk berkisar antara 10-12 BST. Panjang buah Pisang Tanduk berkisar 28-32 cm, sedangkan diameter buah berkisar 4.4-4.8 cm. Produksi buah Pisang Tanduk sangat sedikit. Satu pohon hanya menghasilkan dua atau tiga sisir, rata-rata tiap sisirnya terdiri dari 11-13 buah. Berat buah mencapai sekitar 300-320 g. Daging buah berwarna kuning kemerahan. Derajat kemanisan buah sebesar 31-33obriks, sedangkan kadar beta karoten sebesar 0.71 per 100 g. Morfologi Pisang Menurut Robinson (1996), tanaman pisang merupakan tanaman tahunan dan bersifat monokotiledon. Tanaman ini hanya berbuah sekali dalam satu periode. Tinggi tanaman pisang dapat mencapai 2-9 m (Nakasone and Paull, 1998). Sistem perakaran tanaman pisang merupakan sistem akar adventif yang lunak. Akar primer berasal dari permukaan silinder pusat sepanjang rhizome, muncul secara berkelompok tiga atau empat. Akar primer berwarna putih ketika muncul kemudian berubah warna menjadi coklat keabu-abuan. Ketebalan akar primer 5-8 mm. Rhizome yang sehat dapat menghasilkan 200-500 akar primer. Jumlah akar primer dapat mencapai 1 000 ketika anakan sudah mulai muncul (Robinson, 1996). Dari masing-masing akar primer, berkembang akar sekunder dan tersier. Akar primer dan sekunder berukuran lebih tebal dan pendek dibandingkan akar primer. Rambut akar tumbuh di dekat ujung akar dari akar primer. Rambut akar inilah yang bertanggung jawab atas pengangkutan air dan mineral ke dalam tanaman. Efektivitas penyerapan tanaman ditentukan secara langsung oleh jumlah akar primer dan daya tembus akar dalam tanah (Robinson, 1996).
6
Distribusi akar dipengaruhi oleh jenis tanah, kerapatan tanah dan drainase. Tanah yang memiliki draninase baik akan lebih banyak menginduksi akar. Terdapat korelasi positif antara volume akar dengan bobot tandan.
Pada
umumnya, sistem perakaran adventif pisang mencapai 1-2 m. Zona perakaran vertikal pisang sangat dangkal, hanya 40% volume akar pada kedalaman 100 mm dan 85% pada kedalaman di atas 300 mm. Perakaran primer pisang jarang menembus tanah hingga di bawah 600 mm. Perbandingan akar sekunder dan tersier pada plantain adalah 53 dan 46% dibandingkan dengan 22 dan 77% pada banana. Hal ini diduga merupakan faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas dan penurunan hasil dari golongan plantain (Robinson, 1996). Budidaya Pisang Berdasarkan data BPS (2010) sentra produksi pisang berada di daerah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Total produksi pisang di Jawa Barat mencapai 1 090 777 ton. Pola pertanaman pisang di Indonesia masih dalam skala kecil. Penanaman pisang dilakukan di pekarangan atau tegalan dengan luasan kurang dari 1 ha. Menurut Direktorat Hortikultura (2005) luas lahan untuk perkebunan kecil adalah 10-30 ha, sedangkan perkebunan besar seluas lebih dari 30 ha. Pisang dapat tumbuh di daerah tropis baik di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian ≤ 1 600 m dpl. Suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 27oC sedangkan suhu maksimumnya 38oC, dengan keasaman tanah (pH) 4,5-7,5. Curah hujan 2 000-2 500 mm/tahun atau 100 mm/bulan. Apabila suatu daerah mempunyai bulan kering berturut-turut melebihi 3 bulan maka tanaman pisang memerlukan tambahan pengairan agar dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik (Mulyanti et al., 2008). Menurut Nakasone dan Paull (1998), kisaran suhu penanaman pisang 15-38 oC. Penggunaan sistem budidaya sesuai dengan standar operasional produksi pisang berpotensi meningkatkan hasil. Menurut Harti et al. (2007), alur kegiatan SOP Pisang Rajabulu dimulai dari pemilihan lokasi tanam hingga pengangkutan (Lampiran 2). Lokasi tanam yang baik adalah lahan yang terbebas dari penyakit layu fusarium atau lahan endemis, subur dengan lapisan top soil tanah yang cukup tebal dan banyak
7
mengandung humus serta memiliki ketersediaan air tanah yang cukup. Penyiapan lahan dilakukan dengan membersihkan lahan dari hal-hal yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Penanaman pisang sebaiknya dilakukan pada awal musim hujan. Penyediaan Bibit. Tersedianya bibit pisang yang sehat akan menentukan hasil produksi Pisang. Bibit dapat diperoleh dari tunas, anakan, bonggol dan bibit yang diperbanyak secara kultur jaringan. Bahan tanam dapat berasal dari anakan yang baru muncul dari tanah. Terdapat dua macam anakan yaitu anakan air dan anakan pedang. Anakan pedang memiliki daun sempit dan rimpang besar. Anakan air memiliki daun luas dan rimpang kecil. Penggunaan anakan air sebagai bahan tanam sebaiknya dihindari. Secara umum, perkebunan pisang tropis menggunakan anakan pedang sebagai bahan tanam (Nakasone and Paull, 1998). Bahan yang paling baik digunakan adalah anakan pedang dengan tinggi 41-100 cm, daunnya berbentuk seperti pedang dengan ujung runcing. Anakan rebung (20-40 cm) kurang baik jika ditanam langsung karena bonggolnya masih lunak dan belum berdaun sehingga mudah kekeringan, sedangkan anakan dewasa (tinggi >100 cm) terlalu berat dalam pengangkutan dan kurang tahan terhadap cekaman lingkungan karena telah memiliki daun sempurna (Balitbangtan, 2008). Bibit anakan setelah dipisahkan harus segera ditanam, jika terlambat akan meningkatkan serangan hama penggerek dan kematian di kebun. Apabila pada saat tanam kekurangan air dalam waktu yang cukup lama, bibit akan layu dan mati bagian batangnya, tetapi bonggol yang tertimbun dalam tanah masih mampu untuk tumbuh dan memulai pertumbuhan kembali membentuk bonggol baru diatas bonggol yang lama (Balitbangtan, 2008). Penanaman. Semua bahan tanam sebaiknya diberi perlakuan perendaman agen antagonis bakteri untuk meminimalkan serangan
penyakit. Selain itu, bahan
tanam dapat dicelupkan ke dalam air panas pada 53-55oC selama 20 menit. Lubang tanam dibuat lebih lebar dari bahan tanam. Menurut Harti et al, (2007), ukuran lubang tanam yang biasanya digunakan pada penanaman pisang Rajabulu adalah 50 cm x 50 cm x 50 cm. Penanaman bibit dilakukan sebatas 10 cm dari pangkal tanah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan dan
8
produksi lebih tinggi jika penanaman dilakukan lebih dalam. Pengairan perlu dilakukan setelah penanaman (Nakasone and Paull, 1998). Pemupukan. Tanaman pisang membutuhkan tambahan unsur hara makro maupun mikro dalam proses pertumbuhan vegetatifnya (Erawati et al., 2007). Menurut Nakasone and Paull (1998), pisang membutuhkan jumlah nutrisi yang besar untuk pertumbuhan dan produksi buahnya. Kebutuhan nitrogen tanaman pisang sekitar 388 kg/ha/tahun, fosfor 52 kg/ha/tahun, kalium 1 438 kg/ha/tahun, kalsium 227 kg/ha/tahun, dan magnesium 125 kg/ha/tahun. Pemupukan diperlukan pada tahap awal pertumbuhan vegetatif karena akan mempengaruhi produksi buah. Pisang membutuhkan N dan K dalam jumlah yang cukup tinggi. Nitrogen harus diberikan pada interval pendek selama pertumbuhan, sedangkan kalium hanya diberikan saat tanam dan dua kali setahun sesudahnya. Fosfat diberikan saat tanam (Nakasone and Paull, 1998) Pemberian pupuk ini diharapkan dapat meningkatkan produksi buah. Dosis pupuk urea Pisang Rajabulu sebesar 600 g/tanaman, SP-36 400 g/tanaman dan KCl 1 550 g/tanaman. Pemupukan pertama dilakukan pada 1 BST dengan dosis 150 g urea, 100 g SP-36 dan 200 g KCl per tanaman. Pemupukan kedua, ketiga dan keempat dilakukan 4 BST, 8 BST dan 12 BST dengan dosis 150 g urea, 100 g SP-36 dan 450 g KCl per tanaman (Harti et al., 2007). Pemeliharaan. Pemeliharaan dilakukan untuk memberikan kondisi optimum bagi pertumbuhan tanaman. Pemeliharaan tanaman Pisang Rajabulu meliputi penjarangan anakan, sanitasi lahan, pemotongan jantung, pembrongsongan serta penyanggahan (Harti et al., 2007). Panen. Panen dilakukan dengan cara melukai batang dilukai menggunakan sabit atau parang sampai lewat separuh tebal batang. Tandan tidak jatuh ke tanah, tetapi menggantung agar tidak mengalami kerusakan. Pemanenan sebaiknya dilakukan oleh dua orang, satu orang memotong dan yang lainnya menangkap tandan sewaktu jatuh (Nakasone and Paull, 1998). Maryayah et al. (1986) menyatakan bahwa umur panen Pisang Tanduk 80 hari setelah antesis pada tingkat masak sempurna menunjukkan sifat fisik dan kimia 1ebih baik dibandingkan dengan umur panen 70 dan 90 hari setelah antesis. Menurut Harti et al. (2007), kriteria panen Pisang Rajabulu meliputi daun bendera
9
mulai mengering, buah pisang tidak bersudut, perubahan warna kulit buah dari cerah menjadi tua. Indeks skala warna kulit buah pisang digunakan untuk mengetahui tahapan pematangan pisang. Derajat kekuningan kulit buah dinilai dengan angka 1 sampai 8. Nilai tersebut adalah : 1 : Hijau
5 : Kuning dengan ujung hijau
2 : Hijau dengan sedikit kuning
6 : Kuning penuh
3 : Hijau kekuningan
7 : Kuning dengan sedikit bintik coklat
4 : Kuning lebih banyak dari hijau
8 : Kuning dengan bercak coklat lebih luas
Sumber : www.postharvest.ucedavis.edu Kualitas dan Mutu Pisang Sebagian besar konsumen memperhatikan mutu buah berdasarkan mutu visual atau penampakan, tekstur, citarasa dan kandungan gizi. Kader (1992) menyatakan bahwa secara keseluruhan kualitas buah dipengaruhi oleh penampilan (ukuran, bentuk, warna, kilapan dan cacat), tekstur (kekerasan, kelembutan, dan serat), flavour (rasa dan aroma), nilai nutrisi (karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral), dan keamanannya yaitu keamanan dari kandungan senyawa toksik dan mikroba. Buah pisang memiliki kandungan vitamin A yang cukup tinggi sebesar 0.003-1.0 mg per 100 g, terutama pada Pisang Tanduk. Kandungan vitamin C pada pisang meja sebesar 10 mg per 100 g, sedangkan kandungan vitamin C pisang olahan sekitar 20-25 mg per 100 g (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). Pisang juga mengandung asam-asam yaitu meliputi asam malat, asam sitrat dan asam oksalat. Saat Pisang masih mentah asam organik utamanya adalah asam oksalat, tetapi setelah tua dan matang asam organik yang utama adalah asam malat. Sementara itu, pH menurun dari 5.4 (mentah) menjadi 4.5 ketika Pisang menjadi matang (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). Simmonds (1959) menyatakan bahwa kandungan gula pada daging buah Pisang mentah sangat sedikit, sekitar 1-2% dan meningkat menjadi 15-29% saat
10
buah matang. Pantastico (1989) menambahkan pada awal pertumbuhan buah, kadar gula total termasuk gula pereduksi dan non pereduksi sangat rendah. Dengan meningkatnya pemasakan kandungan gula total naik cepat dengan timbulnya glukosa dan fruktosa. Kenaikan gula tersebut dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya kemasakan. Selain berbagai vitamin tersebut diatas, Pisang juga mengandung senyawa amin yang bersifat fisiologis aktif dalam jumlah yang relatif besar yaitu seretonin 50 µg per 100 g dan norepinephrine 100 µg per 100 g. Seretonin dan norepinephrine merupakan dua jenis amin yang aktif sebagai neurotransmitter yang berpengaruh dalam kelancaran fungsi otak (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004). Kandungan mineral yang menonjol pada pisang adalah kalium. Sebuah pisang kira-kira dapat menyumbang kalium sebesar 440 mg. Kalium berfungsi antara lain untuk menjaga keseimbangan air dalam tubuh, kesehatan jantung, menurunkan tekanan darah dan membantu pengiriman oksigen kedalam otak (Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2004).