TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam satu kelompok sangat bervariasi dari 3-143 telur. Telur P. castaneae berbentuk oval, berwarna putih kelabu kemudian berubah menjadi hitam kelabu. (Gambar 1). Peletakan telur dalam gulungan daun kering, terutama pada pucuk tanaman yang mati puser. Masa hidup stadia telur antara 9-10 hari (Pramono, 2007).
Telur
Gambar 1. Telur P. castaneae
Larva yang baru menetas panjangnya + 2,5 mm, dan berwarna kelabu. Semakin tua umur larva, warna badan berubah menjadi kuning coklat dan kemudian kuning putih, disamping itu warna garis-garis hitam membujur pada permukaan abdomen sebelah atas juga semakin jelas (Thomson et al., 2012). Larva masuk dari lidah daun ke dalam jaringan pelepah dan hidup menetap di dalam pelepah daun selama 3-7 hari kemudian larva menggerek sampai ke dalam ruas tebu (Gambar 2). Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva sekitar 78-82 hari. Pelepah yang sering diserang yaitu daun ke-2, 3, 4, 5, 6. Stadia larva terdiri dari 10 instar. Lama stadia larva sekitar 78-82 hari. (Pramono, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Larva
Gambar 2. Larva P. castaneae
Pupa berwarna coklat cerah pada saat pertama kali terbentuk. Sehari setelah pembentukan pupa berubah warna menjadi coklat gelap. Panjangnya sekitar 6,2 – 8,1 mm dengan ukuran diameter sekitar 2,9 – 3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus (Gambar 3). Pada awal pembentukkan pupa segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan segmen – segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas (Pramono, 2005).
Pupa
Gambar 3. Pupa P. castaneae Hubner.
Stadia imago ditandai dengan warna sayap depan coklat kelabu dan ujung sayap terdapat noktah berwarna ungu kehitaman. Bagian atas kepala terdapat rambut-rambut semacam jambul yang berwarna putih kuning (Gambar 4). Pada siang hari imago ini bersembunyi di antara pelepah daun kering. Imago tertarik pada cahaya lampu (James & Wood, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Sayap depan lebih memanjang, paling tidak dua kali sama panjangnya dengan lebar. Sayap bersisik lebih tipis (Borror et al., 1992).
Imago
Gambar 4. Imago P. castaneae
Gejala serangan Gejala kerusakan pada ruas ditandai oleh lubang-lubang gerekan yang mudah dilihat dari luar. Tingkat kerusakan biasanya ditentukan berdasarkan persen ruas rusak (dengan tanda kerusakan dari luar) terhadap jumlah ruas. Karena hama ini dapat menggerek lebih dari satu ruas dengan jalan menembus buku-buku ruas tanpa keluar terlebih dahulu, maka banyakya ruas rusak dengan tanda-tanda kerusakan di dalam lebih besar dari pada kerusakan dari luar (Gambar 5) (P3GI, 2011).
Gejala Serangan Gambar 5. Gejala serangan P. castaneae Hubner.
Hama penggerek batang raksasa menyerang tanaman tua maupun muda. Serangan pada tanaman muda yang belum beruas menyebabkan kerusakan tunas,
Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan terhambat, batang mudah patah dan menyebabkan tanaman mati pucuk. Pada serangan berat, bagian dalam batang tebu hancur dimakan oleh larva PBR. Pada batang tebu terdapat bekas gorokan. Semakin besar ukuran larva maka ukuran diameter gerekan juga akan semakin besar. Pada pangkal batang terdapat serat hasil gerekan larva. Bekas lubang gerekan akan berwarna merah. Bila populasi hama tinggi, juga dapat menyebabkan kematian pada tanaman tua. Larva masuk ke dalam batang dengan membuat lorong gerekan dari pelepah daun. Kerugian yang ditimbulkan mengakibatkan penurunan bobot batang, serta penurunan kualitas dan kuantitas nira (Diyasti, 2010). Kerusakan yang ditimbulkan larva ini dapat berakibat total bagi pertanaman tebu, mengingat larva ini menetap di bagian dalam, merusak pelepah dan terus mengerek ke dalam batang membentuk terowongan sampai jauh ke dalam batang tebu sehingga sulit untuk pengendaliannya (Khairiyah, 2008). Pengendalian Secara umum pengendalian hama penggerek batang tebu raksasa yaitu: 1. Sanitasi kebun dengan memusnahkan sumber inokulum berupa serasah daun kering, sisa batang, pucuk tebu pasca tebangan dan memusnahkan gelagah yang merupakan inang hama PBR. 2. Eradikasi tanaman dengan memanen tebu lebih awal yaitu sekitar umur 7-8 bulan. 3. Secara hayati dengan melepas musuh alami yaitu Tumidiclava sp. dan S. inferens serta penggunaan cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dan Metarrhizium anisopliae. (Diyasti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu pengendalian P. castaneae di Indonesia yaitu dengan penanaman varietas resisten yang merupakan suatu faktor penting dalam pengendalian hama. Varietas tersebut disamping menderita serangan lebih rendah dibanding varietas-varietas standar, perlu memiliki potensi produksi di atas rata-rata standar. Dalam perakitan varietas unggul terutama diarahkan pada potensi produksinya. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula faktor ketahanannya terhadap hama-hama penting (Deptan, 1994). Beberapa usaha yang dilakukan dalam pengendalian P. castaneae di PTPN II yaitu: 1. Kultur teknis dengan membongkar tanaman tebu yang terserang hama di dekat areal pertanaman tebu dan sisa batang tebu harus dibakar. Perbedaan masa tanam antara blok yang berdekatan jangan lebih dari satu bulan agar hama penggerek tidak pindah dari tebu tua ke tebu muda 2. Mekanis dengan pengambilan larva secara langsung dari tanaman tebu dan mengurangi tempat bertelur P. castaneae dengan cara membersihkan kebun dari daun yang menggulung dan daun yang kering 3. Hayati
dengan
menggunakan
musuh
alami
parasitoid
telur
(Tumidiclava sp.) dan parasitoid larva (S. inferens dan Xanthocampoplex sp.) (BPTTD, 1979).
Biologi Sturmiopsis inferens Town. (Diptera : Tachinidae) Telur S. inferens berukuran kecil dan terdapat di dalam tubuh betina, bentuknya hampir bulat dengan diameter sekitar 0,15-0,17 mm dan berwarna putih. Sering kali larva dikeluarkan masih dalam keadaan diselubungi oleh lapisan kulit telur yang tipis. Stadia telur 5-11 hari (Kalshoven, 1981).
Universitas Sumatera Utara
Larva instar pertama berwarna putih transparan mempunyai panjang tubuh sekitar 0,46 mm dan lebar 0,11 mm (Gambar 6). Instar pertama dan kedua dari larva S. inferens, tertutup oleh lapisan tipis seperti membran telur, mempunyai 13 segmen, termasuk di bagian kepala. Larva instar kedua dan ketiga tidak jauh berbeda kecuali pada warna larva dan ukurannya. Larva instar kedua mempunyai panjang tubuh 4-4,5 mm sedangkan instar ketiga panjangnya sekitar 7-7,8 mm. Larva instar ketiga berwarna krem cerah dan segmen-segmen pada tubuhnya terlihat jelas. (Saragih et al., 1986). Larva yang menemukan inangnya akan langsung melekat pada tubuh inang dan melubangi tubuh inangnya. Semakin bertambah umurnya semakin besar dan gemuk. Stadia larva 15-24 hari (Sunaryo et al., 1988).
Gambar 6. Larva S. inferens
Pupa berwarna coklat cerah pada saat terbentuk pertama kali. Sehari kemudian pupa berwarna coklat gelap. Panjang pupa sekitar 6,2-8,1 mm dengan diameter sekitar 2,9-3,4 mm. Pupa berbentuk silindris dan memiliki permukaan yang halus (Gambar 7). Pada awal pembentukan pupa, segmen masih terlihat jelas, tetapi setelah satu atau dua hari kemudian perubahan warna menyebabkan segmen-segmen pada pupa menjadi tidak terlihat dengan jelas. Masa stadia pupa 11-14 hari (Ditjenbun, 2011).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 7. Pupa S. inferens
Imago S. inferens akan muncul dari pupa pada waktu pagi hari yaitu antara jam 06.30-10.00. Imago yang baru muncul akan terbang setelah 3-5 menit kemudian (Verly et al., 1973). .Stadia imago sekitar 14-24 hari. Lalat betina mengalami masa pembuahan 1-2 minggu. Larva dikeluarkan masih diselubungi lapisan kulit telur yang tipis. Telur segera menetas setelah diletakkan Daur hidup S. inferens berkisar antara 45-73 hari (Wirioatmodjo, 1977) (Gambar 8).
Gambar 8. Imago S. inferens
Parasititasi Sturmiopsis inferens Sturmiopsis inferens tergolong ke dalam famili Tachinidae yang merupakan lalat parasit yang sering digunakan sebagai pengendali hayati. Parasitoid ini memiliki ciri–ciri pada tubuhnya terdapat rambut halus yang lebih banyak berwarna hitam atau kelabu. Lalat ini memiliki bentuk hampir sama
Universitas Sumatera Utara
dengan lalat rumah hanya saja lalat ini meletakkan telur atau larva pada tubuh ulat (serangga lain) dan memiliki rambut yang lebih banyak dari lalat rumah. Larva akan hidup dalam tubuh inang, bila larva keluar akan menyebabkan kematian pada inang (Susilo, 2007) Imago S. inferens meletakkan larvanya pada umur 7 hari pada lubang gerekan inangnya yaitu larva penggerek batang tebu. Pada umur 8-18 hari telah banyak inang yang terparasit. Secara umum terdapat kecenderungan bahwa semakin tua umur induk lalat S. inferens maka akan semakin turun kemampuan memarasitnya (Rao & Baliga, 1968). Larva S. inferens apabila telah menemukan inangnya akan bergerak menuju sela-sela ruas tubuh larva inang dan kemudian masuk ke dalam tubuh inang. Waktu yang diperlukan larva S. inferens untuk masuk ke dalam tubuh inang
adalah
sekitar
15
menit,
tergantung
pada
kondisi
inang
(Sudheendrakumar, 1997). Larva yang memperoleh cukup makanan (tubuh inang) akan dapat menyelesaikan perkembangannya sedangkan yang tidak mendapatkan makanan akan mati. Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa persaingan antara larva-larva dalam inangnya hanya didasarkan atas jumlah makanannya (Fergus et al., 2002). Larva yang diletakkan dekat lubang gerek, akan memasuki lorong gerek. Larva dapat merayap jauh ke dalam lorong gerek untuk mendapatkan inang dengan menggunakan kait yang terdapat dalam mulut, larva masuk ke dalam rongga badan inang melalui bagian kulit yang tipis (Wirioatmodjo, 1977). Inang biasanya mati menjelang saat larva menjadi pupa. Larva yang keluar dari inang akan berubah menjadi pupa dan terdapat dalam lorong gerek dekat
Universitas Sumatera Utara
dengan lubang keluar. Dalam satu inang dapat dijumpai lebih dari satu parasit (Smith et al., 1993). Nisbah Kelamin Nisbah kelamin dan reproduksi parasitoid dipengaruhi oleh umur dan kepadatan populasi inang. Telur inang tua menghasilkan jumlah parasitoid yang lebih sedikit dan proporsi jantan yang lebih banyak dibandingkan dengan telur inang muda. Demikian juga umur parasitoid mempengaruhi kemampuan reproduksi dan penurunan proporsi betina. Persentase betina yang banyak akan menguntungkan bagi perbanyakan massal. Jumlah betina yang keluar merupakan faktor penting yang dapat menentukan keberhasilan parasitoid mengendalikan populasi inangnya dan
dapat menjadi indikator potensi parasitoid dalam
mempertahankan hidupnya di lapangan (Mangangantung, 2001). Nisbah kelamin juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti karakteristik spermatozoa, viabilitas, transformer gen, pautan dan resesif, segregation distortion dan umur jantan. Hal ini membuktikan faktor yang berasal dari dalam parasitoid juga sangat mempengaruhi perbandingan nisbah jantan maupun nisbah betina parasitoid (Welch, 2006). Keadaan inang seperti ukuran, kualitas inang atau kepadatan inang akan mempengaruhi nisbah kelamin. Jika inang relatif besar, imago akan menghasilkan parasitoid yang memiliki kelamin betina lebih banyak dibanding kelamin jantan (Anggraeni & Jamili, 2012). Semakin banyak betina yang dihasilkan, maka semakin banyak keturunan yang dapat dihasilkan. Dalam suatu populasi, kecenderungan betina untuk menghasilkan keturunan betina lebih banyak daripada keturunan jantan akan menguntungkan populasi tersebut, karena betina lebih menentukan eksistensi
Universitas Sumatera Utara
suatu
populasi
dibandingkan
jantan.
Jadi,
populasi
yang
memiliki
individu-individu yang cenderung untuk mempunyai keturunan betina akan lebih bugar. Proporsi jumlah keturunan betina yang lebih banyak diduga karena kecenderungan imago betina parasitoid meletakkan telur-telur jantan pada inang yang kecil dan meletakkan telur-telur betina pada inang yang besar (Clausen 1939 dalam Godfray, 1994).
Universitas Sumatera Utara