TINJAUAN PUSTAKA Defenisi Lahan Kritis Pengertian lahan kritis menurut Dephut (2009) yaitu suatu lahan baik yang berada di dalam maupun di luar kawasan hutan yang telah mengalami kerusakan, sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya sampai pada batas yang ditentukan atau yang diharapkan. Lahan kritis adalah lahan yang telah mengalami kerusakan sehingga kehilangan atau berkurang fungsinya (fungsi produksi dan pengatur tata air). Menurunnya fungsi tersebut akibat dari penggunaan lahan yang kurang atau tidak memperhatikan teknik konservasi tanah sehingga menimbulkan erosi, tanah longsor dan berpengaruh terhadap kesuburan tanah, tata air dan lingkungan. Luas lahan kritis di Indonesia berdasarkan data Direktorat PDAS, Ditjen RLPS (2006), berupa lahan kritis (agak kritis, kritis dan sangat kritis) adalah seluas 77.806.880,78 Ha, sedangkan yang prioritas untuk ditangani adalah lahan dalam kategori sangat kritis dan sangat kritis seluas 30.196.799,92 Ha. Sedangakn untuk wilayah Sumatera Utara luas lahan kritis berdasarkan data (Dephut, 2007) yaitu seluas 6.745.587,5 ha sedangakan untuk lahan sangat kritis seluas 19.002.250,3 ha. Karakteristik Lahan Kritis Salah satu karakteristik lahan kritis ialah lahan yang kondisinya mengalami cengkraman kekeringan akibat laju erosi yang tinggi maupun intensitas curah hujan tahunan yang sangat rendah. Hal ini menyebabkan tanah yang berfungsi sebagai media penyimpan air yang terkandung di dalamnya tidak dapat berfungsi maksimal sehingga berimplikasi terhadap pertumbuhan tanaman yang juga menjadi tidak maksimal. Terdapat tiga permasalahan utama
Universitas Sumatera Utara
pengusahaan lahan kering, yaitu: 1) erosi (terutama bila lahan miring dan tidak tertutup vegetasi secara rapat), 2) kesuburan tanah (umumnya rendah sebagai akibat dari proses erosi yang berlanjut) dan 3) ketersediaan air (sangat terbatas karena tergantung dari curah hujan). Aspek lainnya adalah makin menurunnya produktifitas lahan sehingga berpengaruh terhadap vegetasi yang berada pada ruang lingkupnya. Ciri utama lahan kritis ialah gundul, berkesan gersang, dan bahkan muncul batu-batuan di permukaan tanah, topografi lahan pada umumnya berbukit atau berlereng curam. Tingkat produktivitas rendah yang ditandai oleh tingginya tingkat kemasaman tanah, kekahatan hara P, K, C dan Mg, rendahnya kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa dan kandungan bahan organik, tingginya kadar Al dan Mn, yang dapat meracuni tanaman dan peka terhadap erosi. Selain itu, pada umumnya lahan kritis ditandai dengan vegetasi alang-alang yang mendominasinya dengan sifat-sifat lahan padang alang-alang memiliki pH tanah relatif rendah sekitar 4,8-6,2, mengalami pencucian tanah tinggi, ditemukan rizoma dalam jumlah banyak yang menjadi hambatan mekanik dalam budidaya tanaman, terdapat reaksi alelopati dari akar rimpang alang-alang yang menyebabkan gangguan pertumbuhan pada lahan tersebut. Masalah utama yang dihadapi di lahan kritis antara lain adalah lahan mudah tererosi, tanah bereaksi masam dan miskin unsur hara. Rehabilitasi Lahan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Dephut (2006), adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsip penerapannya upaya pemulihan lahan telah banyak dilakukan dengan variasi metode, baik secara vegetatif, mekanis maupun konvensional yang kesemuanya bermuara pada tujuan yang sama yaitu agar lahan tersebut dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Salah satu cara untuk memulihkan fungsi lahan agar berfungsi kembali yaitu dengan pemberian bahan organik (pemupukan), cara ini berkaitan dengan peningkatan kesuburan tanah melalui kandungan unsur hara yang diketahui sangat penting terhadap proses pertumbuhan tanaman. Menurut Syukur dan Harsono (2008), fungsi penting bahan organik antara lain memperbaiki struktur tanah dan daya simpan air, mensuplai nitrat, sulfat, dan asam organik untuk menghancurkan material, mensuplai nutrisi, meningkatkan KPK dan daya ikat hara, serta sebagai sumber karbon, mineral, dan energi bagi organisme. Keuntungan pupuk NPK antara lain nutrisi tinggi, mengandung unsur kompleks, sesuai pada tanah marginal, dan dapat bersifat slow release. Stockdale dkk. (2001) dalam Melati dan Wisdiyastuti (2005) menyatakan beberapa sumber hara yang dapat digunakan dalam sistem pertanian organik adalah bahan organik yang berasal dari pupuk kandang, pupuk hijau, limbah pertanian, pupuk hayati, dan limbah rumah tangga/perkotaan. Sumber hara yang juga diperkenankan dalam sistem pertanian organik adalah bahan galian tambang berupa kapur, batuan fosfat, bio-super (campuran batuan dan mikroorganisme yang membantu proses pelapukan dan pelepasan hara).
Universitas Sumatera Utara
Metode Rehabilitasi Lahan dengan Bahan Organik 1. Pupuk Kandang Sebagian besar masyarakat umumnya mengartikan pupuk kandang adalah hasil akhir pembuangan (kotoran) hewan dan telah banyak diaplikasikannya dalam kegiatan bercocok tanam. Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan
cair dari hewan ternak yang
bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah. Menurut Arsyad (1989) menyatakan bahwa bahan organik yang telah lapuk mempunyai kemampuan menyerap dan menahan air yang tinggi. Sementara Musnamar (2002), bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air 80-90% dari berat totalnya. Penambahan bahan organik ke dalam tanah terutama pada tanah yang mempunyai kadar liat yang tinggi dapat memperbaiki struktur tanah yang menjadi lebih lemah, distribusi ruang pori menjacli lebih merata dan kapasitas memegang air meningkat. Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara,
juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah
yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air. 2. Pupuk Kompos Kompos adalah sampah organik yang telah mengalami proses pelapukan atau dekomposisi akibat adanya interaksi mikroorganisme yang
bekerja di
dalamnya. Bahan – bahan organik yang biasa dipakai bisa berupa dedaunan, rumput, jerami, sisa ranting atau dahan pohon, kotoran hewan, kembang yang telah gugur, air
kencing hewan, dan sampah dapur. Menurut Sutejo (2004),
Universitas Sumatera Utara
pemberian kompos dapat memperbaiki struktur tanah. Pada tanah pasiran, pemberian kompos dapat meningkatkan daya ikat partikel tanah. Sedangkan pada tanah yang berat dapat mengurangi ikatan partikel tanah sehingga strukturnya menjadi remah. Kompos dapat meningkatkan kapasitas menahan air, aktivitas mikroorganisme di dalam tanah dan ketersediaan unsur hara tanah. Selain itu, kompos juga dapat menyediakan sumber energi bagi aktifitas organisme tanah baik makro maupun mikro yang berperan dalam meningkatkan kesuburan tanah melalui proses peningkatan humus. Tabel 1. Kandungan Unsur Hara dalam Kompos Unsur Hara
Jumlah
Nitrogen (N)
1,33 %
Fosfor
0,85%
Kalium
0,36%
Zat Besi
2,1%
Seng
28,5 ppm
Timah
575 ppm
Tembaga
65 ppm
Kadmium
5 ppm
Kalsium
5,61 %
pH
7,2
Humus
53,7 ppm
Sumber : Nan Djuarni, Kristian dan Budi (2005) dalam Suhut dan Salundik ( 2006)
Penggunaan Briket Pupuk Salah satu bentuk aplikasi pupuk selain dengan penggunaan secara langsung ialah dengan metode pemadatan (briket). Penggunaan pupuk briket pada lahan yang marginal dapat meningkatkan kadar bahan organik tanahnya, serta dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Menurut Herawady (2004),
Universitas Sumatera Utara
pemberian briket kompos serta air dapat memperbaiki sifat fisik tanah serta mampu menyimpan air jika dicampurkan ke dalam media tumbuh. Sementara menurut Annafi (2004), briket orgaik (kompos dan kandang) selain dapat digunakan sebagai media tanam dan pupuk organik juga dapat menjadi alternatif pemberian kompos terhadap tanah dan tanaman, jika di digunakan pada lahan lahan marginal, dapat meningkatkan bahan organik tanahnya dan dapat meningkatkan kapasitas menyimpan air. Fungsi Air Bagi Tanaman Air merupakan faktor penting untuk pertumbuhan tanaman. Air berfungsi sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transport senyawa, memberikan turgor bagi sel, bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman supaya konstan, evaporasi air untuk mendinginkan permukaan (Gardner dkk., 1991). Air adalah komponen utama tanaman hijau. Kandungan air bervariasi antara 70-90%, tergantung pada umur, spesies jaringan tertentu dan lingkungan. Air dibutuhkan untuk bermacam-macam fungsi tanaman seperti: 1. Sebagai komponen sel terbesar 2. Pelarut unsur hara dan media transportasi 3. Media yang baik untuk reaksi biokimia 4. Rektan pada beberapa reaksi metabolisme, misalnya fotosintesis 5. Pembentuk struktur sel melalui pengaturan tekanan turgor, misalnya daun 6. Media pergerakan gamet dalam peristiwa pembuahan 7. Media pada penyebaran anakan atau propagul, misalnya kelapa
Universitas Sumatera Utara
8. Pengatur pergerakan tumbuhan karena keluar-masuknya air, misalnya pergerakan diurnal, pembukaan dan penutupan stomata dan bunga mekar. 9. Pengatur pemanjangan sel dan pertumbuhan 10. Menstabilkan suhu 11. Penting dalam proses evolisi, baik tumbuhan di daerah kering (xerofit), sedang (mesofit) dan lembab (hidrofit). (Gardner dkk., 1991). Kebutuhan Air Tanaman Kebutuhan air tanaman dapat didefenisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang tanah yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi produksi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Sumarno, 2004). Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Gardner dkk., 1991). Kekurangan air tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tesebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorpsi tidak dapat dihitung kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensivitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik (Sinaga, 2008). Hubungan Tanaman dan Air Tanah Air merupakan komponen utama dalam tumbuhan, dimana air menyusun 60-90% dari berat daun. Jumlah air yang dikandung tiap tanaman berbeda-beda, hal ini bergantung pada habitat dan jenis spesies tumbuhan tersebut (Fitter dan Hay, 1981). Air yang tersedia dalam tanah adalah selisih antara air yang terdapat pada kapasitas lapang dan titik layu permanen. Cekaman kekeringan pada tanaman disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh laju transpirasi, sistem perakaran dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996). Jika kadar air tanah di daerah perakaran rendah, akar tumbuhan akan mengabsorbsi air secepatnya pada tanah lapisan atas. Begitu tanah mulai mengering dan tegangan air di permukaan meningkat, pengambilan air bergeser
Universitas Sumatera Utara
ke lapisan bawah. Dengan cara demikian secara progresif akar menyerap air tersedia (Hakim dkk., 1986). Pada dasarnya, semua tanaman, pada tingkatan tertentu mempunyai resistensi terhadap cekaman air. Yang dimaksud dengan resistensi terhadap cekaman air adalah berbagai cara yang dilakukan oleh tanaman agar tetap dapat tumbuh dengan baik pada kondisi kekurangan air. Tanaman resisten terhadap cekaman air karena protoplasmanya mempunyai toleransi dehidrasi sehingga terjadinya dehidrasi tidak menyebabkan kerusakan yang tetap (permanent) dan dapat juga disebabkan oleh protoplasmanya mempunyai struktur atau ciri fisiologis yang dapat menghindari atau menunda tingkatan pengeringan (desication) yang mengakibatkan kematian tanaman (Islami dan Utomo, 1995). Pengaruh Stres Air Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Organ Tanaman Menurut Haryati (2000) stres air dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan organ tanaman antara lain: a. Pembelahan dan pembesaran sel Pengaruh yang paling penting dari kekeringan yaitu pengurangan luas daun permukaan fotosintesis (source) karena 2 faktor, yaitu adanya penurunan proses perluasan daun dan karena terlalu awalnya terjadi proses penuaan (senence) pada daun. Stres air yang sedikit saja, beberapa bars -1 sampai -3 menyebabkan lambat atau berhentinya pembelahan dan pembesaran sel (contohnya seperti perluasan daun).
Universitas Sumatera Utara
b. Perangkat fotosintesis Pengaruh stres air terhadap proses fotosintesis bisa juga melalui pengaruh pada kandungan dan organisasi klorofil dalam kloroplas di dalam jaringan atau sel yang aktif berfotosintesis. Stres air dapat menurunkan kandungan klorofil daun. c. Sistem reproduksi Sistem reproduksi tanaman menentukan kapasitas sink tanaman tersebut. Pengaruh lingkungan terhadap sistem reproduksi (pembungaan, pembuahan, pengisian biji atau buah) juga memiliki pengaruh terhadap sink. Stres air (tanpa irigasi) memperlambat munculnya bunga yang akibatnya memperpendek periode pengisian biji sehingga meningkatkan kandungan air dalam biji. d. Layu dan menggulungnya daun Respon terhadap adanya stres air ini dapat diamati secara visual. Adanya respon layu dan menggulungnya daun berarti terhambatnya fotosintesis baik karena menutupnya stomata dan karena berkurangnya luas permukaan fotosintetis. Stres air (kekeringan) pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air yang berlebihan oleh daun, dimana laju evapotranspirasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman, walaupun keadaan air tanah cukup (jenuh). Stres air pada tanaman dapat terjadi pada keadaan air tanah tidak kekurangan (Haryati, 2000). Rendahnya ketersediaan hara pada keadaan kekeringan menunjukkan bahwa kekeringan mengurangi ketersediaan hara bagi tanaman. Hal ini ditunjukkan oleh menurunnya total serapan hara tanaman. Jika konsentrasi hara dalam tanaman yang sedang tumbuh dengan berbagai suplai air adalah konstan,
Universitas Sumatera Utara
padahal kekeringan menghambat pertumbuhan, berarti total serapan hara menjadi berkurang. Jika konsentrasi menurun, maka ketersediaan hara tanah lebih dihambat daripada pertumbuhan. Hal ini dapat terjadi bila sebagian besar hara berada pada permukaan tanah (lapisan tanah) yang menjadi kering, sedangkan akar tanaman memperoleh air (untuk pertumbuhan) dari lapisan yang lebih dalam (Haryati, 2000). Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat Fisik Tanah, Evapotranspirasi dan Pertumbuhan Tanaman Bahan organik adalah bagian dari tubuh tanah yang merupakan suatu sistem yang kompleks dan dinamis, berasal dari sisa tanaman dan hewan yang mengalami perubahan bentuk secara terus menerus. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor fisik, kimia serta biologi. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap sifat fisik tanah mencakup : (1) memperbaiki dan membantu pembentukan struktur tanah yang baik, (2) meningkatkan porositas tanah, (3) memperbaiki drainase tanah, (4) meningkatkan kapasitas menahan air, (5) menjaga kelembaban tanah, (6) meningkatkan kemampuan infiltrasi tanah, dan (7) menurunkan erobilitas tanah (Herawady, 2004). Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara disebut evaporasi. Peristiwa penguapan air dari tanaman disebut transpirasi, dan jika keduanya terjadi bersama sama disebut evapotranspirasi. Kehilangan air pada tanah dapat dikurangi dengan menambahkan bahan organik. Bahan organik mampu meningkatkan kemampuan meretensi air tanah sehingga air dapat tinggal lebih lama di dalam tanah.
Universitas Sumatera Utara
Pertumbuhan tanaman saat dimulai dari kecambah hingga dewasa dipengaruhi oleh bahan organik. Sisa tanaman yang dikembalikan ke dalam tanah mampu merangsang pertumbuhan kecambah tanaman. Bahan organik yang terdekomposisi mampu melepas unsur hara dan asam asam yang membantu pertumbuhan. Asam-asam tersebut mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman. Humus yang bersal dari bahan organik terdekomposisi sempurna bila terlarut dalam air akan mengeluarkan enzim yang mampu merangsang pertumbuhan tanaman ( Herawady, 2004). Taksonomi Sukun Sukun (A. communis) adalah tumbuhan dari genus Artocarpus dalam famili Moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan Indonesia. Ketinggian tanaman ini bisa mencapai 20 meter (Dephut, 1998). Taksonomi tanaman sukun dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Subdivision
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Subclass
: Hamamelidae
Ordo
: Urticales
Family
: Moraceae
Genus
: Artocarpus
Spesies
: Artocarpus communis Forst
(Dephut, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik Sukun Tanaman sukun memiliki kulit kayu berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga jantan berbentuk tongkat panjang yang biasa disebut ontel. Bunga betina berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada nangka. Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik seperti pada nangka. Kulit buah bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1998). Syarat Tumbuh Sukun Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian kurang lebih 600 m dari permukaan laut. Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun curah hujan yang tinggi antara 1800 – 2250 mm per tahun dengan kelembaban 60% – 80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat penyinaran matahari. Tanaman sukun tumbuh lebih baik di tempat yang lebih panas, dengan temperatur antara 150C – 380C (Irwanto, 2006). Kegunaan Tanaman Sukun Kegunaan dari tanaman sukun adalah sebagai berikut: 1. Buahnya dapat digunakan sebagai bahan makananan pokok (cadangan pangan).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Perbandingan Komposisi Kandungan Gizi Sukun dengan Beberapa Bahan Pangan Lainnya dalam 100 gram
Jenis Bahan Pangan Tepung sukun Buah Sukun tua Beras Jagung Ubi Kayu Ubi Jalar Kentang
Energi (Kal) 302 108
Protein (g)
Lemak (g)
3,6 1,3
0,8 0,3
Karbohidrat (g) 78,9 28,2
360 129 146 123 83
6,8 4,1 1,2 1,8 2,0
0,7 1,3 0,3 0,7 0,1
78,9 30,3 34,7 27,9 19,1
2. Bunganya dapat diramu sebagai obat. Bunganya juga dapat menyembuhkan sakit gigi. 3. Daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak, dan dapat juga diramu sebagai obat, yaitu menurunkan tekanan darah. 4. Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat, elastis dan tahan rayap, digunakan sebagai bahan bangunan antara lain mebel, partisi interior, papan selancar dan peralatan rumah tangga lainnya. Serat kulit kayu bagian dalam dari tanaman muda dan ranting dapat digunakan sebagai material serat pakaian. (Irwanto, 2006). Kondisi Umum Lokasi Penelitian Padang Lawas Utara adalah salah satu kabupaten di provinsi Sumatera utara yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan. Ibukota kabupaten ini adalah Gunung Tua yang luasnya 3.918,05 km2 dan memiliki 9 kecamatan dimana salah satu kecamatannya adalah kecamatan Halongonan tepatnya desa Hutaimbaru yang merupakan lokasi penelitian dilaksanakan. Padang Lawas Utara yang sebagian besar masih berupa lahan kritis yang tersebar pada
Universitas Sumatera Utara
berbagai kecamatan, sehingga perlu dilakuan suatu tindakan yang dapat menjadikan lahan tersebut dapat berfungsi dengan baik (Pramono, 2002). Secara astronomis lokasi penelitian berada pada 010 38’ 28,5’’ LU dan 0990 53’ 28,6’’BT. Daerah ini memiliki topografi dataran sampai bergelombang dan berbahan induk batuan sedimen halus hingga kasar dan jenis tanahnya sebagian besar adalah ultisol. Berdasarkan curah hujan pada tahun 1994 hingga 2000 memperlihatkan bahwa curah hujan tahunan berkisar 1077 mm hingga 3400 mm dengan bulan basah mulai dari September hingga mei. Menurut klasifikasi Oldmen, daerah ini termasuk beriklim tipe C1 yaitu jumlah bulan basah (>200 mm) adalah 4-5 bulan dan jumlah bulan kering (>100 mm) adalah 7-8 bulan. (Pramono, 2002).
Gambar 1. Peta Tipe Iklim Di Kabupaten Tapanuli Selatan (lokasi penelitian adalah bagian peta yang diarsir lebih tebal)
Universitas Sumatera Utara