TINJAUAN PUSTAKA
Sejarah Kopi Tanaman kopi diperkirakan berasal dari hutan-hutan tropis di kawasan Afrika. Coffea arabica dianggap berasal dari kawasan pegunungan tinggi di barat Ethiopia maupun di kawasan utara Kenya. Jenis-jenis lainnya ditemukan di banyak kawasan di Afrika. Coffea canephora di Ivory Coast dan Republik Afrika Tengah dan lainnya tersebar di banyak kawasan. Hal ini cukup memberi perhatian bahwa tanaman kopi mudah beradaptasi dengan lingkungan tumbuhnya, baik ketinggian tempat tumbuh, curah hujan, sifat dan kesuburan tanah. Tanaman kopi tahan terhadap keadaan alam/ yang kering (Siswoputranto, 1992). Pada penelitian Reginald Smith dibuktikan tentang nikotin yang terdapat dalam kopi. Smith dapat menunjukkan bagaimana asam nikotin ini dihasilkan selama kopi dibakar oleh pembusukan trigonelin (asam nikotinik N-metilbetaine). Reginald Smith, juga menyatakan bahwa kandungan kafein dari kopi Robusta dua kali lebih banyak dari kopi Arabika. Bagi industri kopi, jenis kopi Robusta lebih menguntungkan jika digunakan sebagai kopi tubruk (instant coffee extracts) karena lebih banyak ekstrak kopi yang dapat diambil (soluble extractives) (Spillane, 1990). Di Indonesia, tanaman kopi diperkenalkan pertama kali oleh VOC pada periode antara tahun 1696 – 1699. Tanaman kopi mula-mula hanya bersifat cobacoba (penelitian), tetapi karena hasilnya memuaskan dan dipandang oleh VOC cukup
menguntungkan
sebagai
komoditi
perdagangan,
maka
VOC
Universitas Sumatera Utara
menyebarkan
ke
berbagai
daerah
agar
penduduk
menanamnya
(Najiyati dan Danarti, 1997). Perkembangan Kopi di Indonesia dan Dunia Masuknya tanaman kopi ke Indonesia tercatat tahun 1669, ketika Admiral Pieter van de Broecke mengadakan perdagangan dengan bangsa Arab. Pada tahun 1721, kopi hasil perkebunan Indonesia untuk pertama kalinya diekspor ke negeri Belanda dan dijual ke pelelangan kopi Amsterdam sebanyak 894 pon (Spillane, 1990). Pada saat ini penyebaran tanaman kopi Robusta di Indonesia lebih dari 95%, sedang selebihnya adalah kopi Arabika dan jenis lainnya. Di beberapa daerah misalnya di Bali dan Sumatera Utara, petani kopi Arabika banyak yang beralih kepada kopi Robusta, karena melihat bahwa kopi Robusta lebih mudah ditanam dan tidak terlalu peka terhadap kondisi pertumbuhan yang kurang menguntungkan. Selain itu, karena tahun-tahun belakangan ini harga pasaran kopi Robusta relatif semakin tinggi (AAK, 1988). Masalah yang diperkirakan akan dihadapi oleh perkopian Indonesia untuk tahun-tahun mendatang ini di antaranya : - produksi kopi biji rakyat belum dapat terlepas dari praktik-praktik terhadap kurangnya pemeliharaan kebun, kebiasaan memanipulasi mutu kopi biji yang dapat merusak mutu kopi Indonesia - belum meningkatnya kemampuan penyediaan kopi Arabika skala ekspor yang berkapasitas besar maupun untuk kepentingan pabrik-pabrik kopi di dalam negeri sendiri
Universitas Sumatera Utara
- tidak jelasnya kebijaksaaan nasional di bidang perkopian, di bidang perkembangan produksi, pengolahan hasil dan penerapan standar mutu di tingkat desa-desa penghasil kopi biji - keterampilan profesional dan disiplin usaha yang masih belum dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis kopi di sepanjang mata rantai tata niaga kopi, terutama yang menampung kopi hasil kebun-kebun rakyat (Siswoputranto, 1992). Untuk mengatasi masalah tersebut, maka tujuan utama yang sedang dihadapi oleh pelaku bisnis kopi di Indonesia adalah terutama perbaikan mutu kopi. Selain itu, ada tugas tambahan dari Badan Kopi Dunia (ICO) yang dibahas dalam sidang ICO ke-88 pada akhir Januari 2003 yaitu peningkatan konsumsi domestik negara-negara produsen kopi dunia (Herman dan Susila, 2008). Adapun jumlah ekspor kopi Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1. sebagai berikut : Tabel 1. Jumlah Ekspor Kopi Indonesia Tahun Jumlah (ribu ton) 1981 210,6 1985 282,7 1986 298,1 1987 286,2 1988 298,7 1989 352,3 1990 394,9 2007 379,86 2008 375 Sumber : International Coffee Organization, (2008) Perkembangan pasar kopi dunia sejak sebelum tahun 1960 hingga kini selalu disertai gejolak-gejolak naik atau menurunnya penawaran dan permintaan, yang menyebabkan naik-turunnya harga kopi di pasar dunia secara tajam. Pengaturan perdagangan kopi dunia melalui kerjasama multilateral antar negara-
Universitas Sumatera Utara
negara produsen dan konsumen kopi diberlakukan sejak tahun 1962, yang mengendalikan perdagangan kopi dunia melalui Persetujuan Kopi Internasional. Kuota ekspor kopi diberlakukan untuk menjaga keseimbangan ekspor-impor kopi dengan tujuan memantapkan tingkat harga kopi di pasaran internasional pada taraf yang telah disepakati bersama (Siswoputranto, 1992). Varietas Kopi Di dunia perdagangan, dikenal beberapa golongan kopi, tetapi yang paling sering dibudidayakan hanya kopi Arabika, Robusta dan Liberika. Penggolongan kopi tersebut umumnya didasarkan pada jenisnya, kecuali Robusta. Kopi Robusta bukan merupakan nama jenis karena kopi ini merupakan keturunan dari beberapa jenis kopi terutama Coffea canephora (Najiyati dan Danarti, 1997). Kopi Arabika Kopi Arabika adalah kopi yang paling baik mutu cita rasanya, tandatandanya ialah biji picak dan daun yang hijau-tua dan berombak-ombak. Pertama kali kopi Arabika diperkenalkan oleh Linnaeus pada tahun 1753, tanaman ini tidak tahan terhadap hama dan penyakit, banyak terdapat di Amerika Latin, Afrika Tengah
dan
Timur,
India
dan
beberapa
terdapat
di
Indonesia
(Clifford dan Willson, 1985). Jenis-jenis kopi yang termasuk dalam golongan Arabika adalah Abesinia, Pasumah, Marago dan Congensis (Najiyati dan Danarti, 1997). Kopi Robusta Kopi Robusta digolongkan lebih rendah mutu citarasanya dibandingkan dengan citarasa kopi arabika. Hampir seluruh produksi kopi robusta di seluruh dunia dihasilkan secara kering dan untuk mendapatkan rasa lugas (neutral taste)
Universitas Sumatera Utara
tidak boleh mengandung rasa-rasa asam dari hasil fermentasi. Kopi Robusta memiliki kelebihan-kelebihan yaitu kekentalan yang lebih dan warna yang kuat. Oleh karena itu, kopi Robusta banyak diperlukan untuk bahan campuran blends untuk merek-merek tertentu (Siswoputranto, 1992). Jenis-jenis kopi robusta adalah Quillou, Uganda dan Canephora (Najiyati dan Danarti, 1997). Kopi Liberika Kopi Liberika berasal dari Angola dan masuk ke Indonesia sejak tahun 1965. Meskipun sudah cukup lama penyebarannya, tetapi hingga saat ini jumlahnya masih terbatas karena kualitas buah yang kurang bagus dan rendemennya rendah (Najiyati dan Danarti, 1997). Yang termasuk jenis Liberika antara lain : kopi Abeokutae, kopi Klainei, kopi Dewevrei, kopi Excelsa dan kopi Dybrowskii. Di antara jenis-jenis tersebut pernah dicoba di Indonesia, tetapi hanya satu jenis saja yang dapat diharapkan, ialah jenis Excelsa (AAK, 1988). Komposisi Kimia Kopi Kopi seperti halnya tanaman lain mengandung ribuan komponen kimia dengan karakteristik yang berbeda-beda. Walaupun kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari kopi yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek dari komponen yang terdapat pada kopi bagi kepentingan manusia baik dalam bentuk biji maupun dalam bentuk minuman (Wikipedia, 2008a). Adapun komposisi kimia dari biji dan bubuk kopi Robusta dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2. Komposisi Kimia Kopi Robusta Komponen Mineral Kafein Trigonelline Lipid Total Asam Klorogenat Asam Alifatik Oligosakarida Total Polisakarida Asam Amino Protein Asam Humin
Biji Kopi (%) 4.0 – 4.5 1.6 – 2.4 0.6 – 0.7 5 9.0 – 13.0 7.0 – 10.0 1.5 – 2.0 5.0 – 7.0 37.0 – 47.0 2.0 11.0 – 13.0 -
Kopi Bubuk (%) 4.6 – 5.0 ~ 2.0 0.3 – 0.6 6.0 – 11.0 3.9 – 4.6 1.0 – 1.5 0 – 3.5 0 13.0 – 15.0 16.0 – 17.0
(Sumber : Clarke dan Macrae, 1985) Komposisi kimia dari biji kopi bergantung pada jenis dan varietas dari kopi tersebut serta faktor-faktor lain yang berpengaruh antara lain lingkungan tempat tumbuh, tingkat kematangan dan kondisi penyimpanan. Proses pengolahan juga akan mempengaruhi komposisi kimia dari kopi. Misalnya penyangraian akan mengubah komponen yang labil yang terdapat pada kopi sehingga membentuk komponen yang kompleks (Clarke dan Macrae, 1985). Kafein Kafein merupakan senyawa alkaloid yang bersifat merangsang. Kafein banyak memiliki manfaat dan telah banyak digunakan dalam bidang obat-obatan dalam dunia medis. Kafein dapat dibuat dari ekstrak kopi, teh dan cokelat. Kafein berfungsi untuk merangsang aktivitas susunan saraf dan meningkatkan kerja jantung, sehingga jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan akan bersifat racun dengan
menghambat
mekanisme
susunan
saraf
manusia
(Hodgson dan Levi, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Kafein berbentuk kristal panjang, berwarna putih seperti sutra dan rasanya pahit. Didalam biji kopi kafein berfungsi sebagai unsur rasa dan aroma. Rumus bangun kafein dapat dilihat pada Gambar 1. sebagai berikut : O
CH 3
C
N
H3 C
N
C
O
C
C
C
N N CH 3 (1,3,7 Trymethyl xantine) Gambar 1. Rumus Bangun Kafein (Sumber : Ciptadi dan Nasution, 1978) Kadar kafein yang terdapat pada kopi robusta sedikit lebih tinggi dibanding kopi arabika. Sebaliknya, jenis arabika lebih banyak mengandung zat gula dan minyak atsiri. Di negara-negara konsumen ramuan minuman kopi ini biasanya dihidangkan dalam bentuk hasil blending kopi robusta dan arabika (Spillane, 1990). Pemanfaatan Kopi Kopi Instan (soluble coffee) Kopi instant dijual pertama kali pada tahun 1951 di Amerika Serikat dan konsumsinya terus-menerus naik. Kopi instan terbagi dua yaitu spray dried atau freeze dried. Kedua metoda pengolahan meliputi dehidrasi (dehydration) dari kopi brewed, roasted dan ground (digiling). Namun, metoda freeze dried menghasilkan produk yang berkualitas lebih tinggi dan harga lebih mahal. Konsumsi soluble coffee yang dihasilkan baik di negara pengekspor maupun pengimpor cenderung
Universitas Sumatera Utara
naik dan pada tahun 1985 mencapai lebih dari 20% dari pemakaian total dunia dari kopi mentah (Spillane, 1990). Kopi instan dibuat dengan cara mengambil ekstrak dari kopi yang telah mengalami proses penyangraian. Metoda ini pertama kali diperkenalkan oleh Morgenthaler di Switzerland pada tahun 1938. Kopi yang telah digiling diekstrak dengan menggunakan tekanan tertentu dan alat pengekstrak. Temperatur air yang digunakan pada waktu mengambil ekstrak adalah 200oC. Komponen kering yang terdapat pada kopi hasil ekstraksi adalah 15%. Kemudian hasil ekstraksi dikeringkan
dengan
menggunakan
spray
dried
atau
freeze
dried
(Belitz dan Grosch, 1987). Adapun standar mutu kopi instan tercantum pada Tabel 3. di bawah ini yaitu sebagai berikut : Tabel 3. Standar Mutu Kopi Instan Komponen Standar Mutu Keadaan (bau dan rasa) Normal Kadar Air (maks) 4,5 % Kadar Abu (maks) 7 – 14 % Kealkalian dan Abu (ml NaOH/100g) 80 - 140 ml Kafein 2 – 85 Jumlah Gula (maks) 10 % Padatan tidak larut dalam air (maks) 0,25 % Cemaran Logam: Timbal (Pb) (maks) 2 mg/kg Tembaga (Cu) (maks) 30 mg/kg Arsen (As) (maks) 1 mg/kg Mikrobiologi : Kapang (maks) 50 koloni/gram Bakteri < 300 koloni/gram (Sumber : Departemen Perindustrian Indonesia, 1983) Kopi Bubuk Kopi bubuk merupakan proses pengolahan kopi yang paling sederhana. Di mana biji kopi yang telah disangrai kemudian dihancurkan dan dikemas.
Universitas Sumatera Utara
Pembuatan kopi bubuk banyak dilakukan oleh petani, pedagang pengecer, industri kecil dan pabrik. Pembuatan kopi bubuk oleh petani biasanya hanya dilakukan secara tradisional dengan alat-alat sederhana. Hasilnya pun hanya dikonsumsi sendiri atau dijual bila ada pesanan. Pembuatan kopi bubuk bisa dibagi ke dalam dua
tahap
yaitu
tahap
penyangraian
dan
tahap
penggilingan
(Najiyati dan Danarti, 1997). Adapun standar mutu kopi bubuk tercantum dalam Tabel 4. Di bawah ini yaitu sebagai berikut : Tabel 4. Standar Mutu Kopi Bubuk Komponen
Syarat Mutu
Kadar Air (maks) Kadar Abu (maks) Kealkalian Abu (ml NaOH/100 g) Kadar Sari/Kadar Seduhan Mikroskopik campuran Logam berbahaya Keadaan (rasa, bau dan warna)
8% 6% 57 – 66 20 – 36% tidak mempunyai negatif normal
(Sumber : Standar Perindustrian Indonesia, 1972)
Kopi Celup (Coffee Bags) Kopi celup sama halnya seperti teh celup. Pada kopi celup biji kopi yang telah dihancurkan kemudian dimasukkan ke dalam suatu kemasan yang berbentuk seperti filter (saringan). Dengan adanya kopi celup maka ampas yang biasanya dihasilkan pada waktu kopi diseduh dengan air panas akan berkurang atau bahkan tidak ada sama sekali karena kopi celup merupakan kelanjutan dari proses pembuatan kopi instant (Wikipedia, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Kopi Blending (Kopi Campuran) Blending merupakan suatu proses penambahan bahan-bahan lain ke dalam kopi yang bertujuan untuk meningkatkan rasa dari kopi yang dihasilkan. Blending memungkinkan penggantian perubahan selera dalam biji kopi dan penggantian jenis kopi jika ada kesulitan dalam penawaran/harga. Proses pencampuarn sering dilakukan pada waktu biji kopi disangrai, contoh bahan-bahan yang sering dicampurkan pada kopi adalah
jagung,
gandum,
rye dan sebagainya
(Belitz dan Grosch, 1987). Proses Pengolahan Kopi Pengolahan buah kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara basah dan cara kering. Pengolahan secara basah biasanya memerlukan modal yang lebih besar,
tetapi
lebih
cepat
dan
menghasilkan
mutu
yang
lebih
baik
(Najiyati dan Danarti, 1997). Pengolahan Kering Pengolahan kering mudah dikerjakan oleh petani-pekebun kopi rakyat, karena tidak membutuhkan alat dan fasilitas yang mahal serta sederhana cara pengerjaanya. Pada prinsipnya pada pengolahan kering, buah-buah kopi harus langsung dijemur di panas matahari setelah dipetik agar tidak terjadi pembusukan buah. Pengeringan di terik matahari bisa berlangsung selama 10 – 15 hari tergantung pada keadaan cuaca. Maka perlu dijaga agar selama pengeringan tidak terkena hujan dan dicegah dari macam-macam kotoran, serta seringkali diaduk agar buah-buah kopi kering secara merata dan perlu ditutup di malam hari agar buah kopi tidak kembali basah karena kena embun (Siswoputranto, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu masalah yang sering dihadapi pada pengolahan kopi secara kering adalah kadar air dari kopi yang akan dihasilkan. Lamanya proses pengeringan tergantung pada cuaca, ukuran buah kopi, tingkat kematangan dan kadar air dalam buah kopi, biasanya proses pengeringan memakan waktu sekitar 3 sampai 4 minggu. Setelah proses pengeringan Kadar air akan menjadi sekitar 12 % (Sivetz dan Foote, 1963a). Pengolahan Basah Biji-biji kopi Arabika dan Robusta dapat diolah secara basah, jika diinginkan rasa kopi khas dengan rasa sedikit asam. Rasa khas kopi ini diterima lebih lezat, juga warna minumannya lebih menarik. Biji yang telah disangrai pun nampak lebih menarik dan dengan warna agak putih pada alur ditengah keping bijinya (Siswoputranto, 1992). Pengolahan basah dimulai dengan proses pemanenan yang baik, di mana pada pengolahan ini dipastikan biji kopi yang digunakan adalah biji kopi yang telah benar-benar matang. Setelah kopi dipanen, kemudian dibersihkan dan dibuang daging buah serta kulitnya lalu difermentasi. Proses fermentasi bertujuan untuk membantu menghilangkan lendir yang terdapat pada biji kopi. Pada umumnya proses fermentasi dilakukan dengan cara merendam biji kopi dengan menggunakan air selama lebih kurang 72 jam. Proses fermentasi dianggap selesai jika lendir yang terdapat pada biji telah hilang (Clarke dan Macrae, 1985). Pengolahan basah dengan proses fermentasi dimaksudkan untuk membentuk unsur-unsur citarasa khas dari kopi olahan basah yang dibentuk melalui proses fermentasi biji kopi dan akan menghasilkan citarasa khas yang diinginkan pada waktu biji-biji kopi disangrai. Selama proses fermentasi juga
Universitas Sumatera Utara
turut menghilangkan lapisan lendir yang bisa menjadi tempat berkembangnya jasad-jasad renik yang bisa merusak citarasa dari kopi. Oleh karena itu, penanganan yang tepat pada proses pengolahan basah akan berpengaruh terhadap mutu kopi yang akan dihasilkan (Siswoputranto, 1992). Pengeringan pada proses pengolahan basah dapat dilakukan dengan cara alami maupun buatan. Pengeringan alami hanya boleh dilakukan pada musim kemarau, karena pada musim hujan pengeringan bisa tidak sempurna. Pengeringan yang tidak sempurna dapat mengakibatkan biji berwarna coklat, berjamur dan berbau apek. Bila matahari terik penjemuran bisa berlangsung selama 10 – 14 hari. Tetapi bila agak mendung penjemuran bisa berlangsung selama 3 minggu. Pengeringan secara buatan dilakukan dengan alat pengering yang hanya membutuhkan waktu lebih kurang 18 jam, dalam hal ini tergantung dari jenis alat yang digunakan (Najiyati dan Danarti, 1997). Secara keseluruhan maka proses pengolahan kopi meliputi sortasi, pulping (pengupasan kulit buah), fermentasi, pencucian, pengeringan, hulling (pemecahan kulit tanduk), roasting (peyangraian), penggilingan (penumbukan), ekstraksi dan mikroenkapsulasi. Sortasi Sortasi dimaksudkan untuk memisahkan kopi merah yang berbiji dan sehat dengan kopi yang hampa dan terserang bubuk. Caranya, kopi merah yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam sebuah alat yang disebut sebagai bak penerimaan atau bak sortasi. Bak ini dilengkapi dengan saringan serta kran pemasukan dan pengeluaran air. Setelah itu bak diisi air dengan cara membuka kran memasukkan air. Bila bak sudah hampir penuh, kemudian diaduk. Setelah diaduk, gelondong
Universitas Sumatera Utara
Yang terserang bubuk dan yang hampa akan mengapung, sedang yang sehat dan berisi akan tenggelam (Najiyati dan Danarti, 1997). Pulping (Pengupasan Kulit Buah) Pulping bertujuan untuk memisahkan kopi dari kulit terluar dan mesocarp (bagian daging), hasilnya pulp. Prinsip kerjanya adalah melepaskan exocarp dan mesocarp buah kopi di mana prosesnya dilakukan dilakukan di dalam air mengalir. Proses ini menghasilkan kopi hijau kering dengan jenis yang berbedabeda (Wikipedia, 2008d). Proses pulping berlangsung dengan dua tahapan yaitu : pada tahap pertama buah diberi tekanan pada bagian silinder berputar yang memiliki permukaan kasar atau pada sebuah lempengan pada mesin yang lainnya. Pada tahap kedua, terjadi pemisahan antara biji kopi dengan pulp (kulit buah). Di mana biji akan terkumpul dalam satu tempat dan pulp akan dibuang (Sivetz dan Foote, 1963a). Fermentasi Proses fermentasi bertujuan untuk melepaskan daging buah berlendir (mucilage) yang masih melekat pada kulit tanduk dan pada proses pencucian akan mudah terlepas (terpisah) sehingga mempermudah proses pengeringan. Proses fermentasi ini dapat terjadi, dengan bantuan jasad renik (Saccharomyces) yang disebut dengan proses peragian dan pemeraman. Biji kopi yang keluar dari mesin pulper dialirkan lewat saluran sebelum masuk bak fementasi (Wikipedia, 2008c). Proses fermentasi berlangsung selama 60 – 72 jam, di mana lamanya proses fermentasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu sebagai berikut ; temperatur (suhu) yang digunakan pada proses fermentasi, ketebalan dari lendir buah dan konsentrasi enzim pektinase yang terdapat pada biji kopi. Jika lendir
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat pada biji tipis maka waktu yang diperlukan untuk proses fermentasi lebih cepat dengan menggunakan suhu 86oF (30oC) (Sivetz dan Foote, 1963b). Secara umum, dengan semakin lamanya fermentasi, keasaman kopi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi, di mana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermented dengan citarasa busuk (Rubiyo, et al., 2004). Pencucian Pencucian bertujuan untuk menghilangkan seluruh lapisan lendir dan kotoran-kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah difermentasi atau setelah keluar dari mesin raung pulper. Pencucian dengan cara sederhana dilakukan pada bak memanjang yang airnya terus mengalir. Cara yang lebih sederhana lagi bisa dilakukan dalam bak yang di bawahnya diberi lubang sebagai pengatur keluarnya air. Di dalam bak yang memanjang atau pada bak yang lebih sederhana ini, kopi diaduk-aduk dengan tangan atau dengan kaki untuk melepaskan sisa lendir yang masih melekat (Najiyati dan Danarti, 1997) Pengeringan Biji kopi yang baru dicuci masih mengandung air lebih kurang 55%. Dengan jalan pengeringan, kandungan air itu dapat diuapkan, sehingga kadar air yang terdapat pada kopi hanya 10 – 13%. Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
1. Pengeringan dengan panas matahari. Cara ini, semua biji kopi diletakkan pada lantai penjemuran hingga merata. Tetapi cara ini kurang efisien, sebab memerlukan banyak tenaga dan menyulitkan pekerjaan 2. Dengan menggunakan bahan bakar. Dalam proses pengeringan ini, biji kopi yang masih basah diserakkan di atas lantai besi tipis-tipis dengan merata dan selalu dibolak-balik. 3. Dengan menggunakan mesin pengering. Mesin tersebut terdiri dari tromol besi yang besar dan dindingnya berlubang-lubang kecil. (AAK, 1988). Hulling (Pemecahan Kulit Tanduk) Hulling bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah kering dari kulit tanduk dan kulit arinya. Pemisahan ini dilakukan dengan menggunakan mesin huller yang mempunyai bermacam-macam tipe. Di dalam mesin huller, kulit yang sudah terlepas dari biji akan dihembuskan keluar sehingga terpisah dari biji dan biji bisa keluar dari mesin dalam keadaan bersih. Kopi yang keluar dari huller ini adalah kopi beras yang sudah siap disortasi untuk diklasifikasikan mutunya (Najiyati dan Danarti, 1997). Roasting (Penyangraian) Roasting (pengyangraian) bertujuan untuk mengeluarkan aroma yang khas dari kopi serta untuk menghasilkan warna kopi sesuai dengan yang diinginkan. Suhu yang digunakan pada proses penyangraian adalah sekitar 200 – 250oC yang akan menyebabkan perubahan yang besar. Penyangraian akan memperbesar volume dari biji kopi (sekitar 50 – 80%) serta akan mengubah struktur dan warna dari biji kopi yang dihasilkan. Di mana biji kopi yang dihasilkan akan berwarna
Universitas Sumatera Utara
cokelat, biji akan kehilangan beratnya sekitar 13 – 20% dan dihasilkan aroma yang khas dari kopi (Belitz dan Grosch, 1987). Proses penyangraian akan mengubah bentuk kimia dan fisik dari biji kopi menjadi produk kopi hasil sangrai. Proses penyangraian akan menghasilkan aroma yang khas dari kopi dan akan menyebabkan perubahan pada biji kopi serta terjadi perubahan warna, aroma, rasa dan volume dari biji kopi. Pada umumnya biji kopi yang belum mengalami penyangraian mengandung asam-asam, protein dan kafein tetapi kekurangan aroma. Dengan adanya reaksi maillard dan berbagai reaksi kimia lainnya dalam proses penyangraian akan meningkatkan aroma dari kopi (Siswoputranto, 1992). Penyangraian dihentikan apabila kopi sudah mudah pecah dengan kedua jari atau dengan menggigit kopi tersebut. Hal ini dilakukan berulang-ulang untuk mengetahui kerapuhan dari biji kopi tersebut. Pada saat penyangraian, pada biji kopi akan terjadi perubahan-perubahan sebagai berikut : 1. Ukuran atau volume biji kopi akan bertambah besar 2. Turunnya pH dari 6 menjadi 5 3. Terbentukanya CO 2 yang mengisi rongga-rongga atau pori-pori dari biji kopi (Ciptadi dan Nasution, 1978). Perubahan zat yang terkandung dalam biji kopi setelah penggongsengan dapat dilihat pada Tabel 5. berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5. Perubahan Zat dalam Biji Kopi setelah Penggongsengan No Substrat Jumlah pada kopi Setelah penggongsengan biji (mg/100 g) dan penggilingan 1 Tiamin 0,2 0,0 2 Riboflavin 3,2 0,30 3 Asam Pantotenat 1,0 0,23 4 Vitamin B 6 0,143 0,011 5 Vitamin B 12 0,00011 0,00006 6 Natrium 4,0 1,4 7 Kalsium 104,0 105,0 8 Besi (Fe) 3,7 4,7 (Sumber : Sivetz, 1963) Penggilingan (Penumbukan) Penggilingan adalah proses pemecahan (penggilingan) butir-butir biji kopi yang telah megalami proses penyangraian untuk mendapatkan kopi bubuk yang berukuran maksimum 75 mesh. Ukuran butir-butir (partikel-partikel) bubuk kopi akan berpengaruh terhadap rasa dan aroma kopi. Secara umum, semakin kecil ukurannya akan semakin baik rasa dan aromanya karena sebagian besar bahanbahan yang terdapat di dalam kopi bisa larut di dalam air ketika diseduh (Najiyati dan Danarti, 1997). Ekstraksi Pada dasarnya minuman kopi diperoleh melalui ekstraksi zat-zat padat yang terbentuk dalam sel-sel biji kopi sewaktu biji kopi disangrai. Ekstraksinya dengan menggunakan air panas. Cara ini memerlukan alat penyeduh, air panas dan memerlukan waktu. Kopi serbuk pada dasarnya dihasilkan dari ekstraksi kopi bubuk hasil biji kopi yang telah disangrai melalui saringan-saringan. Hasil akhir ekstraksi adalah produk agak padat yang disebut liquor yang kemudian disaring melalui filter-filter dan kemudian dikeringkan (Siswoputranto, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Proses ekstraksi untuk mendapatkan hasil yang maksimum sangat bergantung pada temperatur pada waktu proses ekstraksi dilakukan dan pada umumnya proses ekstraksi dilakukan pada suhu 180oC dengan menggunakan tekanan yang tinggi. Hasil akhir dari proses ekstraksi dikeringkan dengan menggunakan spray-drying atau freeze-drying (Clarke dan Macrae, 1985). Salah satu tujuan dari proses ekstraksi adalah untuk mengurangi kadar kafein yang terdapat pada kopi, di mana aroma dan rasa kopi yang dihasilkan diupayakan tidak berkurang. Oleh karena itu, proses ekstraksi dilakukan dengan kecermatan yang tinggi agar aroma dan citarasa kopi yang dihasilkan tidak turut terekstrak (Siswoputranto, 1992). Pada proses ekstraksi bahan cair dicampurkan secara terus-menerus dengan bahan atau bahan cair lain yang komponennya akan dipisahkan dan kemudian kedua aliran akan dipisahkan. Dalam hal ini, pemisahan antara bahan padat dan bahan cair akan dilakukan melalui proses pengendapan yang bertujuan agar bahan padat tidak bercampur dengan bahan cair. Dalam beberapa hal, pada proses ekstraksi untuk memisahkan antara kedua bahan dapat digunakan pelarut (Earle, 1969). Bubuk kopi diektraksi dengan cara batch dengan tekanan di dalam percolator atau secara terus menerus di ekstraktor. Suhu air dapat mencapai suhu 200oC, sedangkan temperatur dari ekstrak terakhir yang meninggalkan kolom ekstraktor sekitar 40oC-80oC. Bahan padatan pada awal ekstraksi sebesar 15% dan dipekatkan menjadi 35-40%. Jumlah ekstrak yang dapat diambil menggunakan ekstrasi sebesar 36-46% dari bubuk kopi (Belitz dan Grosch, 1987).
Universitas Sumatera Utara
Kopi yang telah disangrai dan digiling halus dimasukkan ke dalam kolom ekstrasi. Beberapa kolom di berikan tekanan dengan uap (50-250 inch Hg) selama 5 sampai 45 menit untuk meningkatkan keasaman dari kopi. Kopi yang di steam diekstrak
menggunakan
air
untuk
menghasilkan
ektsrak
kopi
(Robert dan Roger, 1982). Rasio konsentrasi air dengan kopi umumnya ditentukan dari konsentrasi cairan dengan ekstrak. Walaupun konsentrasi dari ekstrak kopi dapat didapatkan dengan panas, ukuran partikel dan metode-metode lain dari sistem percolator. Rasio dari air dengan kopi perbandingan berat adalah 3:1 atau 4:1 (Sivetz dan Foote, 1963a). Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi adalah metode yang relatif baru berupa penyalutan secara tipis inti berbentuk zat padat, cair dan gas oleh suatu bahan penyalut melalui teknik khusus. Dalam industri makanan, mikroenkapsulasi kini diteliti secara mendalam untuk melindungi zat terhadap lingkungan dari kemungkinan terjadinya oksidasi, penguapan kelembaban dan udara, melindungi komponen makanan dari bau dan rasa yang tidak enak, untuk formulasi makanan serta mengubah
bentuk
cair
menjadi
padatan
yang
mudah
penanganannya
(Muchtadi, et al., 1997). Teknik-teknik mikroenkapsulasi yang banyak digunakan secara komersial adalah “spray drying”, “air suspension coating”, ekstruksi, “spray cooling dan spray chilling”, “centrifugal exstruxsion”, “rotational suspension separation” dan
“inclusion complexing”. “Spray drying” atau pengering semprot
merupakan teknik mikroenkapsulasi yang banyak digunakan untuk minyak atsiri
Universitas Sumatera Utara
dan oleoresin rempah-rempah serta bahan yang berupa cairan. Keuntungan dari mikroenkapsulasi dengan pengeringan semprot adalah kemampuannya untuk mengeringkan banyak senyawa yang labil terhadap panas (Koswara, 2008). Tujuan umum dari proses mikroenkapsulasi adalah untuk membuat zat cair menjadi padat, memisahkan bahan reaktif dan melindungi komponen secara fisik, memberikan perlindungan kepada bahan inti dari pengaruh lingkungan dan mengontrol
pelepasan
mikroenkapsulat
yang
karakteristik dihasilkan
dari oleh
bahan-bahan proses
tersalut.
mikroenkapsulasi
Ukuran adalah
0,2 – 5000 µm. bentuk mikroenkapsulat bervariasi, ada yang bulat atau tidak beraturan. Berdasarkan strukturnya ada yang bersifat monolitik, di mana partikel yang terbentuk terpisah satu sama lain dan ada pula yang partikel mikroenkapsulat yang bersatu sehingga membentuk agregat (Rusmarilin, 1999). Alasan dilakukan proses mikroenkapsulasi adalah untuk mengurangi tingkat kehilangan pada bahan pangan yang diolah. Salah satunya caranya adalah dengan mengisolasi komponen-komponen penting yang terdapat pada bahan misalnya vitamin, mencegah penguapan komponen-komponen volatil yang terdapat pada bahan dengan cara mengubah bentuk bahan menjadi bentuk yang lebih tipis, serta untuk melindungi komponen-komponen kimia lainnya yang terdapat pada bahan. Pada umumnya proses mikroenkapsulasi sering dilakukan pada proses absorpsi atau ekstraksi (Jackson dan Lee, 1991). Mikroenkapsulasi yang dilakukan pada bahan yang kaya akan komponen volatil dengan menggunakan spray drying akan mengeluarkan air yang terdapat pada bahan dan mengakibatkan berkurangnya aroma dari bahan. Pada proses mikroenkapsulasi ekstrak kopi, untuk melindungi komponen volatil yang terdapat
Universitas Sumatera Utara
pada bahan maka ditambahkan cashew gum yang dibuat dari Anacardium
occidentale L., cashew gum merupakan sejenis bahan penyalut yang dapat menggantikan gum arab (Rodriques dan Grosso, 2008). Bahan pengisi yang biasa digunakan dalam proses mikroenkapsulasi harus memiliki kelarutan yang tinggi, bersifat emulsifier, pembentuk film dan memiliki viskositas yang rendah. Persyaratan lain yang harus dimiliki oleh bahan untuk proses mikroenkapsulasi Bakan (1986) yang dikutip dari Rusmarilin (1999) adalah sebagai berikut : 1. bahan pengisi harus mampu memberikan lapisan tipis yang bersifat kohesif dengan bahan inti. 2. bahan pengisi dan inti harus dapat bercampur secara kimia maupun tidak dapat bereaksi, karena reaksi dapat mengakibatkan perubahan atau kerusakan bahan inti. 3. bahan pengisi harus mampu memberikan sifat pengisian yang diinginkan seperti kekuatan, fleksibilitas, impermeabilitas, sifat-sifat optik dan stabilitas. Dekstrin Dekstrin merupakan karbohidrat dengan berat molekul yang rendah hasil dari hidrolisis pati. Dekstrin memiliki rumus kimia yang sama dengan karbohidrat akan tetapi memiliki ikatan yang lebih pendek. Dekstrin digunakan secara umum dalam industri karena tidak beracun dan harganya yang murah. Dekstrin umumnya digunakan sebagai pegental dalam proses produksi makanan dan sebagai penyalut dalam industri farmasi (Wikipedia, 2008c). Dekstrin adalah karbohidrat yang dibentuk selama hidrolisis pati menjadi gula oleh panas, asam atau enzim. Dekstrin larut dalam air tetapi dapat diendapkan dengan alkohol. DE yang tinggi menunjukkan adanya depolimerisasi
Universitas Sumatera Utara
pati yang besar. Maltodekstrin adalah produk dengan DE yang rendah. (Satria, 2008).
Universitas Sumatera Utara