TINJAUAN PUSTAKA Kakao (Theobroma cacao L.) Deskripsi Tanaman Kakao dan Klasifikasi Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao) berasal dari hutan tropis yang menyebar dari Meksiko selatan, Brasil sampai ke Bahama; terletak pada 180 LU sampai 150 LS. Populasi yang terbanyak dan diduga sebagai pusatnya adalah Upper Amazon. Kakao masuk ke Indonesia pada tahun 1560 di Sulawesi Utara dan berasal dari Filipina; jenisnya adalah Criollo dan jenis ini diduga berasal dari Venezuella. Pada tahun 1806 perluasan kakao dilakukan di Jawa Timur dengan kakao jenis Criollo (Soehardjo,dkk., 1996). Tanaman kakao termasuk marga Theobroma, suku dari Sterculiaceae yang banyak diusahakan oleh para pekebun, perkebunan swasta dan perkebunan Negara. Sistematik tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo adalah sebagai berikut: Divisi
: Spermatophyta
Anak divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Anak kelas
: Dialypetalae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Sterculiaceae
Jenis
: Theobroma cacao.
(Susanto, 1994). Berdasarkan tipe populasinya, kakao dapat dibagi menjadi tiga kelompok besar, yaitu criollo, forastero, dan trinitario. Dalam tata niaga kakao criollo 5
6
termasuk jenis kakao mulia (edel), sedangkan forastero termasuk jenis kakao lindak (bulk). Tipe trinitario merupakan hibrida antara criollo dengan forastero sehingga di dalam perdagangan dapat masuk ke jenis mulia ataupun jenis lindak, tergantung dari mutu biji yang dihasilkan. Sebagai contoh klon DR menghasilkan kakao mulia, sedang klon ICS banyak yang menghasilkan kakao lindak. (Poedjiwidodo, 1996). Syarat Tumbuh Iklim merupakan salah satu faktor lingkungan yang cukup berpengaruh terhadap pertumbuhan dan keberhasilan budi daya tanaman, termasuk budi daya kakao. Tanaman kakao dapat tumbuh pada garis lintang 10o LS – 10o LU dan pada ketinggian 0 – 600 m dpl. Untuk pertumbuhan yang optimal, kakao membutuhkan suhu dengan batasan tertentu, yaitu suhu minimum 18 – 21oC dan maksimum 30 – 32oC. Kisaran curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman kakao adalah 1.500 – 2.500 mm/tahun. Tanaman kakao menghendaki lingkungan dengan kelembaban tinggi dan konstan, yakni diatas 80%. Tanah yang cocok untuk tanaman kakao adalah yang bertekstur geluh lempung (clay loam) yang merupakan perpaduan antara 50% pasir, 10 – 20% debu, dan 30 – 40% lempung berpasir. (Wahyudi dkk., 2013). Tipe Pengering Untuk pengeringan bahan pangan terdapat berbagai tipe pengering yang digunakan. Pada umumnya pemilihan tipe pengering ditentukan oleh jenis komoditi yang akan dikeringkan, bentuk akhir produk yang dikehendaki, faktor ekonomi dan kondisi operasinya. Jenis produk yang dikeringkan dan tipe pengering yang digunakan umumnya adalah sebagai berikut:
7
Pengering Pengering drum Pengering rak hampa Pengering hampa kontinu Pengering ban berjalan (atmosferik) Pengering bedeng apung Pengering busa padat Pengering beku Pengering semprot Pengering putar Pengering kabinet atau kamar Pengering tungku Pengering terowongan
Produk Susu, sari sayuran, kranberri, pisang Produksi bahan pangan tertentu yang terbatas Buah-buahan dan sayuran Sayuran Sayuran Sari buah Daging Telur utuh, kuning telur dan susu Sebagian produk daging, biasanya tidak digunakan untuk bahan pangan Buah-buahan dan sayuran Apel, sebagian sayuran Buah-buahan dan sayuran
Pengering dapat dibedakan dalam dua golongan: Pengering adiabatis ialah pengering dimana panas dibawa ke dalam pengering oleh suatu gas yang panas. Gas memberikan panas kepada air di dalam bahan pangan dan membawa keluar uap air yang dihasilkan. Gas panas dapat merupakan hasil pembakaran atau pemanasan udara. Pemindahan panas dapat berlangsung melalui suatu permukaan yang padat, dimana panas dipindahkan kepada produk melalui suatu plat logam yang juga membawa produk tersebut (Desrosier, 1988). Kandungan dan Manfaat Biji Kakao Riset menemukan indikasi bahwa beberapa komponen yang terkandung dalam kakao dapat membantu mencegah penyakit cardiovascular dan dapat mengurangi resiko kanker. Tapi bagaimanapun hal tersebut tenggelam oleh anggapan
bahwa
cokelat
sebagai
penyebab
obesitas.
Sebagian
orang
mengklasifikasikan cokelat sebagai “junk food” karena kandungan kalorinya yang tinggi. Seiring dengan semakin besarnya perhatian terhadap aspek kesehatan dan kandungan nutrisi dari kakao dan cokelat, sekretariat ICCO (International Cocoa Organization) berinisiatif untuk ikut terlibat dalam perdebatan, dengan tujuan
8
untuk menyampaikan kepada publik suatu gambaran obyektif mengenai konsumsi kakao dan cokelat dipandang dari sisi status kesehatan dan kandungan nutrisi terhadap konsumen (Departemen Perindustrian, 2007). Aneka produk kakao yang terdiri atas cocoa liquor, cocoa butter, dan cocoa powder bisa digunakan sebagai bahan dasar pembuat makanan seperti snack, confectionery, bakery, minuman/beverages dan saat ini yang sedang tren adalah sebagai bahan terapi (spa theraphy dan aroma theraphy). Selain rasa dan aromanya yang dapat membuat addict, cokelat memiliki manfaat untuk kesehatan karena kandungan senyawa flavonoid (polyphenol) sebagai antioksidan tinggi yang dapat menurunkan risiko penyakit jantung, kanker dan stroke. Selain itu produk kakao juga mengandung phenilethylamine yang dapat menstimulasi perasaan positif dan gembira (Wahyudi, dkk., 2008). Pascapanen Kakao Pemeraman Buah Kakao Buah yang telah dipanen dikumpulkan dan dikelompokkan berdasarkan kelas kematangannya. Biasanya dilakukan pemeraman untuk memperoleh keseragaman kematangan buah dan memudahkan pengeluaran biji dari buah kakao. Pemeraman dilakukan di tempat yang teduh, lamanya sekitar 5-7 hari. (Departemen Perindustrian, 2007). Pemecahan Buah Kakao
Pemecahan buah kakao harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak keping biji. Pemecahan kakao dapat dilakukan dengan alat pemukul, sabit, kulkasau, atau saling memukulkan buah yang satu dengan lainnya. Biji-biji
9
yang baik dipisahkan dari biji-biji yang jelek/rendah dan dihindari tercampurnya dengan kotoran. Biasanya biji yang rendah difermentasi sendiri (Susanto, 1994). Fermentasi Kakao Fermentasi merupakan tahap paling menentukan dalam proses pengolahan biji kakao. Tujuan utama fermentasi adalah mematikan biji dan melepaskan pulp. Selama proses fermentasi berlangsung akan terjadi pembentukan citarasa khas kakao serta pengurangan rasa pahit dan sepat. Fermentasi dilakukan dengan memasukkan biji kakao ke dalam peti fermentasi dan ditutup dan berlangsung selama 5-7 hari untuk kakao lindak dan 3-4 hari untuk kakao mulia. Selama fermentasi
diadakan
pengadukan
agar
proses
fermentasi
merata
(Poedjiwidodo, 1996). Fermentasi secara tradisional terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu : fermentasi
dengan
menggunakan
keranjang/tomblok,
fermentasi
dengan
penimbunan diatas permukaan tanah yang dialasi daun pepaya, dan fermentasi dengan menggunakan kotak kayu. Penggunaan kotak kayu sebagai wadah fermentasi memberikan kualitas biji kakao yang lebih baik dari dua cara fermentasi tradisional lainnya (Hatmi dan Rustijarno, 2012). Menurut Susanto (1994), di samping proses fermentasi menentukan mutu biji kakao, fermentasi juga akan mempermudah pengeringan dan menghancurkan lapisan pulp yang melekat pada biji. Tanda-tanda bahwa proses fermentasi sudah dapat diakhiri adalah sebagai berikut : Biji kakao sudah tampak kering/lembab, berwarna cokelat dan berbau asam cuka, lendir yang melekat pada biji sudah mudah dikupas, bila dipotong melintang, penampang biji tampak seperti cincin
10
berwarna cokelat untuk kakao mulia dan warna ungu sudah hilang bagi kakao lindak (Susanto, 1994). Perendaman dan Pencucian Kakao Biji yang telah selesai difermentasi ada yang direndam dan dicuci, tetapi ada yang langsung dijemur. Biji yang dicuci akan kelihatan bersih, tetapi lebih rapuh dan mudah pecah. Disamping itu, biji akan mengalami penurunan berat antara 10-15%. Sedang biji yang tidak dicuci, selain memiliki rendemen yang tinggi dan tidak rapuh, aroma yang dihasilkan juga lebih baik, tetapi warnanya kurang menarik. Tujuan dari perendaman biji adalah menghentikan proses fermentasi, memperbaiki penampakan biji, mengurangi asam cuka yang timbul, dan mengurangi warna hitam pada biji. Perendaman dilakukan pada pagi hari selama 2-3 jam, kemudian dilakukan pencucian. (Poejiwidodo, 1996). Pengeringan Kakao Teknik pengeringan biji kakao ada tiga yaitu : pengeringan dengan sinar matahari, menggunakan alat pengering dan perpaduan keduanya. Pengeringan menggunakan sinar matahari memiliki sisi positif dan negatif. Sisi positifnya, akan diperoleh warna biji kakao coklat kemerahan dan tampak lebih cemerlang. Warna dan kenampakan yang demikian inilah yang diharapkan dari biji kakao kering, sehingga pengeringan di bawah sinar matahari lebih disarankan untuk biji kakao. Namun demikian, pengeringan sinar matahari memiliki kendala yang disebabkan kondisi cuaca terutama saat hujan. Metode pengeringan ini memerlukan waktu 5 hingga 7 hari untuk mencapai kadar air dibawah 7,5%. Kadar air biji kakao kering yang lebih dari 7,5% tidak memenuhi persyaratan SNI.
11
Lama tidaknya proses pengeringan sangat tergantung pada intensitas sinar matahari yang menyinari (Hatmi dan Rustijarno, 2012). Secara umum, tujuan pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji kakao dari sekitar 60% menjadi 6 – 7%. Yang perlu diperhatikan dalam pengeringan biji kakao adalah suhu dan waktu pemanasan. Biji kakao tidak menghendaki pemanasan yang cepat dengan suhu tinggi. Pemanasan hendaknya dilakukan secara perlahan dengan suhu 500C. Pengeringan yang cepat menyebabkan cashardining (bagian luar kering tetapi bagian dalam masih basah) (Poedjiwidodo, 1996). Suhu pengeringan sebaiknya antara 55-66 ºC dan waktu yang dibutuhkan bila memakai mesin pengering antara 20-25 jam, sedang bila dijemur waktu yang dibutuhkan ± 7 hari apabila cuaca baik, tetapi apabila banyak hujan penjemuran ± 4 minggu. Bila biji kurang kering pada kandungan air diatas 8% biji mudah ditumbuhi jamur (Dinas Perkebunan, 2007). Proses pengeringan adalah kelanjutan dari tahap oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi kelat dan pahit. Selain itu proses pengeringan dilakukan untuk menghasilkan biji kakao kering yang berkualitas, terutama dalam hal fisik, calon cita rasa, dan aroma yang baik. Jika pengeringan terlalu lambat, hal ini bisa menjadi berbahaya karena bisa menstimulan kehadiran jamur yang bekembang dan masuk ke dalam biji. Sementara itu, pengeringan yang terlalu cepat juga bisa mengganggu kesempurnaan reaksi oksidatif yang berlangsung dan dapat menyebabkan tingkat keasaman yang berlebih. Peningkatan suhu pengeringan akan meningkatkan kelat dan asamity sehingga suhu pengeringan tidak lebih 65-700C (Wahyudi dkk., 2008).
12
Penyangraian dan Pembuatan Bubuk Kakao Biji kakao yang sudah kering dengan kadar air sekitar 6% - 7% digoreng sangan (tanpa menggunakan minyak). Lamanya penggorengan sekitar 40 menit. Selanjutnya kulit dikupas dengan tangan atau memakai alat. Setelah bersih, biji kakao tersebut ditumbuk sehingga biji menjadi halus. Tepung yang masih mengandung lemak berkadar rendah ini selanjutnya dikeringkan lagi secara alami dengan sinar matahari atau dengan oven, kemudian diayak untuk mendapatkan tepung yang halus. Bubuk kakao inilah yang dimanfaatkan sebagai campuran minuman, serta untuk membuat permen cokelat (Susanto, 1994). Untuk memperbaiki warna dan aroma bubuk kakao yang dihasilkan, selama pengolahan juga dapat dilakukan proses alkalisasi pada nib, pasta kakao, atau bungkil kakao. Ada beberapa macam bubuk kakao yang beredar di pasaran, diantaranya adalah : a) Bubuk kakao minuman (drinking cocoa) Bubuk kakao ini biasa digunakan untuk bahan tambahan minum susu dan untuk pembuatan kue. Beberapa aroma tambahan digunakan pada produk ini, antara lain vanili atau kayu manis. b) Bubuk kakao instant (cocoa instant) Bubuk kakao ini menggunakan bahan tambahan pengemulsi, terutama lecithin antara 1,5 – 3,0 %, sehingga mudah terdispersi di dalam air. Bubuk ini dapat digunakan sebagai pemberi aroma susu dan kue. c) Cokelat minuman (drinking chocolate) Untuk memperoleh butiran cokelat minuman yang seragam, hasil pengeringan ini diayak. Cokelat minuman biasanya terdiri dari gula 70 %
13
dan
bubuk
kakao
30
%
serta
beberapa
aroma
tambahan
(Wahyudi dkk., 2008). Standar Mutu Kakao Bubuk Syarat mutu kakao bubuk berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3747 : 2013 dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1. Standar Mutu Kakao Bubuk No 1. 1.1 1.2 1.3 2. 3. 4. 5. 6. 6.1 6.2 6.3 6.4 7. 8. 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5
Kriteria Uji Keadaan Bau Rasa Warna Kehalusan (lolos ayakan mesh 200) Kulit (shell) dihitung dari bahan kering bebas lemak Kadar air Kadar lemak Campuran logam Timbal (Pb) Kadmium (Cd) Timah (Sn) Merkuri (Hg) Cemaran Arsen (As) Cemaran mikroba Angka lempeng total Escherichia coli Salmonella Kapang Khamir
Satuan
Persyaratan
% (b/b) % (b/b)
Normal Normal Normal min. 99,5 maks. 1,75
% (b/b) % (b/b)
maks. 5,0 min. 10,0
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
maks. 1,0 maks. 1,0 maks. 40,0 maks. 0,03 maks. 1,0
koloni/g APM/g koloni/g koloni/g
maks. 5 x 103 <3 negatif/25 g maks. 50 maks. 50
Sumber : (SNI 3747 : 2013) Pengeringan Kabinet Metode ini menggunakan alat pengering untuk sistem batch dengan proses pengeringan dilakukan pada suhu yang konstan. Pada alat ini kelembaban udara dapat mengalami penurunan. Alat ini terdiri dari ruang tertutup dengan alat pemanas, kipas untuk sirkulasi udara, dan alat pengatur kecepatan udara, serta inlet dan outlet udara. Alat pengering ini biasa digunakan untuk pengembangan produk baru sebelum diproduksi skala besar (Estiasih dan kamadi, 2009).
14
Beberapa contoh alat pengering tipe kabinet :
Gambar 1. Cabinet Dryer -Dimensi 150 x 110 x 200 cm - Jumlah rak : 24 buah - Pemanas Kompor gas
Gambar 2. Pengering tipe rak •
Kapasitas : 4 rak / loyang
•
Dimensi : 70x53x104 cm
•
Listrik blower : 150 watt , 220 V
•
Listrik Heater : 750 watt, 220 V
15
Komponen Alat Pengering (Tipe Kabinet) Ruang Pemanas Ruang pemanas terdiri dari beberapa komponen yaitu: Kompor Gas LPG Berfungsi sebagai sumber panas. Panas berasal dari pembakaran LPG (Liquefied Proteleum Gas). Merupakan gas hidrokarbon produksi dari kilang minyak dan kilang gas dengan komponen utama gas propane (C3H8) dan butane C4H10. Pada tekanan atmosfer, LPG berbentuk gas, tetapi untuk kemudahan distribusinya, LPG diubah menjadi fase cair dengan memberi tekanan.Dalam bentuk cair, LPG mudah didistribusikan dalam tabung maupun tangki. Plat Rata Terbuat dari plat besi berukuran 35 cm x 60 cm dengan ketebalan 2 inchi. Berfungsi sebagai media penghantar panas dari api yang dihasilkan oleh kompor gas ke udara pada ruang pengering. Suatu plat rata bila dipanaskan akan membentuk suatu lapisan batas konveksi bebas. Daerah aliran yang terbentuk dari tepi plat itu, dimana terlihat pengaruh viskositas disebut lapisan batas. Untuk menandai posisi dimana lapisan batas itu berakhir, dipilih suatu titik sembarang. Titik sembarang ini dipilih sedemikian rupa pada koordinat dimana kecepatan menjadi 99 persen dari nilai arus bebas u∞, jadi u=0,99u∞ (Koestoer, 2002). Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu jarak kritis sifat-sifat fluida, gangguan-gangguan kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga akhirnya aliran menjadi turbulen. Karakteristik aliran ini ditentukan oleh suatu besaran yang disebut bilangan
16
Reynolds. Untuk aliran melintas plat rata, bilangan Reynolds didefinisikan sebagai : 𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝑢𝑢 ∞ 𝑥𝑥
𝑢𝑢∞
= kecepatan aliran bebas (m/s)
X
= jarak dari tepi dengan plat (m)
v
= viskositas kinematik fluida (m2/s)
Dengan :
𝑣𝑣
............................................................................................... (1)
Berbeda dengan logam cair; fluida yang umum seperti udara (Pr ≅ 0.7) atau air memiliki angka Pr> 1.Oleh karena itu lapisan batas kecepatannya lebih tebal dari pada lapisan batas kalor. Untuk mendapatkan kalor total yang dilepaskan plat untuk mencapai suhu fluida yang mengalir diatasnya diperlukan bilangan Nusselt, yaitu fungsi dari bilangan Reynold dan Prandtl, dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑁𝑁𝑁𝑁 = 0,332𝑃𝑃𝑃𝑃 1⁄3 . 𝑅𝑅𝑅𝑅 1⁄2 ......................................................................... (2)
Dimana :Re = Bilangan Reynolds Pr = Bilangan Prandtl (Koestoer, 2002).
Perpindahan kalor total dapat dirumuskan menjadi ; 𝑄𝑄 = ℎ . A (Tω − T∞ ) ............................................................................................ (3) Dimana : h
= koefisien perpindahan kalor rata-rata
A
= luas penampang
Tω
= suhu plat rata
T∞
= suhu aliran fluida (Koestoer, 2002).
17
Blower Blower pada dasarnya sama dengan fan, dalam bangun yang lebih besar, blower sering digunakan karena tekanan hantarannya yang tinggi yang diperlukan untuk mengatasi turun tekan dalam sistem ventilasi. Sebagian besar blower berbentuk sentrifugal. Blower juga dapat digunakan untuk memasok udara draft ke boiler dan tungku (Harahap, 1993). Fan biasanya digunakan untuk tekanan rendah. Tekanan yang dihasilkan biasanya kurang dari 0.5 lb/in2 (3.45 kPa). Sebaliknya, blower digunakan pada tekanan yang relatif lebih tinggi, namun biasanya lebih rendah dari 1.5lb/in2 (10.32 kPa), secara umum fan dan blower dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu aliran sentrifugal dan aliran aksial (Harahap, 1993). Ruang Pengeringan Ruang pengeringan terdiri dari beberapa komponen yaitu: Nampan/ Tray Nampan pada alat pengering tipe kabinet, terbuat dari alumunium berbentuk persegi. Nampan dibuat berongga supaya udara panas dapat melalui bahan yang akan dikeringkan. Pemilihan alumunim sebagai bahan nampan karena berat jenis alumunium relatif rendah (Sumanto, 1994) sehingga mempermudah dalam memuat bahan ke ruang pengeringan. Pintu Pemasangan pintu bertujuan untuk mempermudah memasukkan dan mengeluarkan bahan dari ruang pengeringan serta untuk memerangkap panas. Pada pintu juga dipasang kaca, agar pemakai dapat memeriksa bahan selama pengeringan tanpa membuka pintu, sehingga efisiensi lebih tinggi.
18
Keluaran Udara Berupa lubang keluaran udara yang dapat dibuka dan ditutup dengan kisi yang telah dirancang sedemikian rupa, sehingga udara panas dapat keluar dari ruang pengeringan sesuai dengan besaran yang diinginkan. Pindah Panas Perpindahan panas dapat didefinisikan sebagai berpindahnya energi dari satu daerah ke daerah lainnya sebagai akibat dari beda suhu antara daerah-daerah tersebut. Aliran panas bersifat universal yang berkaitan dengan tarikan gravitasi. Secara umum ada tiga cara perpindahan panas yang berbeda yaitu konduksi (conduction; dikenal dengan istilah hantaran), radiasi (radiation) dan konveksi (convection; dikenal dengan istilah ilian). Jika kita berbicara secara tepat, maka hanya konduksi dan radiasi dapat digolongkan sebagai proses perpindahan panas, karena hanya kedua mekanisme ini yang tergantung pada beda suhu. Sedang konveksi, tidak secara tepat memenuhi definisi perpindahan panas, karena untuk penyelenggaraanya bergantung pada transport massa mekanik pula. Tetapi karena konveksi juga menghasilkan pemindahan energi dari daerah yang bersuhu lebih tinggi ke daerah yangbersuhu lebih rendah, maka istilah “perpindahan panas dengan cara konveksi” telah diterima secara umum (Klara, 2008). Semakin tinggi suhu udara pengering maka akan semakin besar energi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindah panas semakin cepat sehingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat maka akan semakin banyak air yang keluar dari bahan yang akan dikeringkan dalam bentuk uap air. Uap air tersebut harus dikeluarkan, sebab bila tidak uap air
19
tersebut akan memenuhi atmosfir di sekeliling permukaan bahan sehingga memperlambat proses pindah massa selanjutnya (Rohanah, 2006). Pada umumnya, semakin besar perbedaan suhu antara medium pemanas dengan bahan pangan semakin cepat pindah panas ke bahan pangan dan semakin cepat pula penguapan air dari bahan pangan. Semakin tinggi suhu, semakin banyak uap air yang dapat ditampung oleh udara tersebut sebelum terjadi kejenuhan. Dapat disimpulkan bahwa udara bersuhu tinggi lebih cepat mengambil air
dari
bahan
pangan
(Estiasih dan Kamadi, 2009).
sehingga
proses
pengeringan
lebih
cepat