2
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu menemukan tanaman herbal yang mampu menjadi obat alami yang dapat menyembuhkan beberapa penyakit dengan menghambat apoptosis atau menjadi obat bagi penyakit yang lain dengan memacu apoptosis, misalnya kanker.
TINJAUAN PUSTAKA Apoptosis Apoptosis merupakan proses kematian secara alami dan terprogram. Hal ini berbeda dengan nekrosis yang merupakan penghancuran sel secara total. Secara etimologi, apoptosis berasal dari kata Yunani yang berarti gugur atau rontok yang memiliki konotasi daun yang jatuh dari pohon. Apoptosis terjadi ketika sel mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki lagi, terinfeksi virus, mengalami stress misalnya kelaparan, kerusakan DNA akibat radiasi ionisasi atau bahan kimia beracun, atau biasa juga disebabkan aktivitas gen penekan tumor dan radikal bebas. Apoptosis berfungsi melenyapkan sel-sel rusak atau sel-sel yang tidak dapat menjalankan fungsinya, mencegah sel yang mengalami kekurangan nutrien atau untuk mencegah penularan virus. Apoptosis juga berperan penting mencegah kanker. Jika suatu sel gagal atau tidak mampu melakukan apoptosis, ia akan terus membelah dan berkembang menjadi tumor. Tumor terjadi ketika jumlah sel tidak dapat dipertahankan pada jumlah tetap. Apoptosis melibatkan serangkaian kejadian biokimiawi melalui transduksi sinyal yang menyebabkan perubahan ciri morfologis dan bahkan kematian sel. Ciri morfologis yang diamati ketika sel mengalami apoptosis adalah pengerutan sel (pyknosis) fragmentasi inti sel, kerusakan membran (karyorrhexis) dan bahkan sel dapat pecah menjadi beberapa vesikel yang disebut badan apoptosis (Gambar 1). Proses apoptosis pada khamir dipicu dan diatur oleh sejumlah sinyal sel yang dapat berasal dari intraselular atau ekstraselular. Sinyal-sinyal ekstraselular berupa hormon, faktor petumbuhan, nitrit oksida (NO) dan sitokin. Sinyal intraselular merupakan respon dari terikatnya glukokortikoid (analog hormon yang diproduksi adrenal manusia, terdiri dari glukosa dan steroid) akibat panas, radiasi, radikal bebas, kekurangan makanan, infeksi virus, atau hipoksia. Sinyal-sinyal ini dapat
mencapai membran saja atau diteruskan ke dalam sel tergantung letak reseptornya. Sinyal-sinyal ini dapat menghambat maupun memacu apoptosis. (Wikipedia 2007). Sebelum peristiwa apoptosis sebenarnya terjadi, sinyal apoptosis terhubung ke jalur kematian aktual oleh beberapa protein regulator yang disebut protein penyesuai. Mekanisme pengaturan apoptosis terjadi di mitokondria, tergantung dari akumulasi sinyal apoptosis di mitokondria. Bila akumulasi sinyal apoptosis meningkat maka sel akan mati, tapi bila akumulasi sinyal menurun maka proses apoptosis akan dibatalkan sehingga sel tidak perlu mati (Weinberger et al. 2005). Protein-protein ini terhubung dengan mitokondria yang melanjutkan sinyal ini ke mekanisme apoptosis melalui dua mekanisme. Pertama, protein-protein penyesuai yang meneruskan sinyal ke mitokondria. Sinyalsinyal tersebut dapat menyebabkan mitokondria menggembung dengan membentuk pori pada membran mitokondria atau meningkatkan permeabilitas membran mitokondria sehingga molekul-molekul efektor apoptosis merembes ke luar. Kedua, sinyal-sinyal tersebut diteruskan oleh molekul-molekul efektor apoptosis ke nukleus hingga menyebabkan kerusakan kromosom. Molekul-molekul efektor apoptosis terdiri dari SMACs (Second Mitochondria-derived Activator of Caspases), sitokrom c, dan sekelompok protein yang disandikan oleh keluarga gen anti apoptosis. (Stoneman 2004). Koloni khamir yang mengalami apoptosis dapat dibedakan dari koloni normal. Koloni yang mengalami apoptosis berubah menjadi koloni petit disebabkan adanya disfungsi mitokondria (kehilangan kemampuan respirasi pada mitokondria) akibat proses apoptosis sehingga laju pertumbuhan sel-sel khamir yang mengalami apoptosis jauh lebih lambat dari selsel khamir normal (Madigan et al. 2000). Selsel khamir yang berubah menjadi koloni petit memperoleh energi dari glikolisis (tidak mampu menggunakan sumber karbon nonfermentabel), sedangkan sel-sel khamir normal tidak hanya memperoleh energi dari glikolisis, tetapi juga dari respirasi yang merupakan penghasil 80% energi eukariot, oleh karena itu bentuk koloni dan ukuran sel khamir yang berubah menjadi koloni petit lebih kecil. Apoptosis pada khamir sangat jarang terjadi secara alami karena di alam jumlah glukosa melimpah sehingga bukan merupakan faktor pembatas untuk pertumbuhan khamir. Begitupula oksigen tidak bisa menjadi faktor pembatas karena jumlahnya juga melimpah.
3
Khamir (Saccharomyces cerevisiae) Khamir merupakan organisme eukariotik yang bereproduksi secara aseksual melalui pertunasan walaupun pada kasus tertentu dapat berkembang biak dengan pembelahan biner atau dengan memproduksi semacam spora haploid untuk bereproduksi secara seksual pada kondisi di bawah stress (Gambar 2) (Wikipedia 2006). Nama khamir berasal dari bahasa Inggris tua “gist” atau “gyst” dan dari akar kata IndoEropa ‘yes-“ yang berarti mendidih, gelembung atau busa sesuai dengan busa pada minuman hasil fermentasi atau gelembung yang terdapat pada roti. Mungkin khamir merupakan mikroorganisme pertama yang digunakan manusia dalam kehidupannya. (Wikipedia 2006). Khamir merupakan organisme kemoorganotrof, karena menggunakan senyawa organik sebagai sumber energi dan tidak membutuhkan cahaya untuk tumbuh. Sumber utama karbonnya adalah gula heksosa seperti glukosa dan fruktosa atau disakarida seperti sukrosa dan maltosa. Khamir memetabolisme gula menjadi alkohol dan asam-asam organik. Khamir dapat menggunakan oksigen pernafasan seluler (anaerob obligat) atau hanya menggunakan sedikit oksigen (anaerob fakultatif), namun tidak ada khamir yang hidup secara anaerob obligat. Di laboratorium, khamir dapat ditumbuhkan pada media tumbuh padat maupun cair. Media yang biasa digunakan untuk menumbuhkan khamir diantaranya Potato Dextrose Agar (PDA) atau Potato Dextrose Broth, Wellerstien Laboratories Nutrien agar (WLN), Yeast Extract Peptone Dextrose agar (YEPD) dan Yeast Mouls agar (YM) atau Yeast Mouls broth (Wikipedia 2006). Khamir penting bagi perkembangan biologi sel dan genetika karena siklus selnya sangat mirip siklus sel manusia. Karenanya mekanisme selular dasarnya dapat digunakan sebagai perbandingan sel manusia. Lagipula, banyak protein yang penting pada manusia ditemukan setelah mempelajari homolognya pada khamir. Oleh karena itu, mekanisme apoptosis pada sel manusia dapat dipelajari dengan menggunakan Khamir sebagai model. Prion PSI Dalam penelitian ini ditemukan fenomena yang tidak alami pada sel khamir. Pada kondisi tertentu sel khamir dapat menginduksi protein normalnya menjadi prion.
(a)
(b)
Gambar 1 Sel khamir yang mengalami apoptosis: a. SEM (Scanning Electron Micrograph), b. TEM (Transmission Electron Micrograph) (Granot 2003)
(a)
(b)
(c)
Gambar 2 Sel khamir: a. koloni, b. pengamatan mikroskopik, c. diagram sel khamir Prion ditemukan oleh Stanley B. Prusiner dari University of Califonia, Chicago tahun 1982. Prion merupakan partikel protein infektif yang mampu memperbanyak diri dan menginfeksi dengan melipat ulang protein normal menjadi bentuk yang abnormal. Prion memiliki struktur β-amiloid yang memungkinkan semua monomernya tersusun rapat dalam lipatan β (Derkatch et al. 1996; Schlumberger et al. 2001; Bradley dan Liebman 2003 dalam Park et al. 2006; Allen et al. 2006; dan Scheibel et al. 2003). Struktur ini sangat stabil sehingga prion resisten terhadap denaturasi secara fisik maupun kimia. Prion berakumulasi pada sitoplasma sel (Song et al. 2005). Prion menyebar melalui sitoduksi (pembagian sitoplasma) ketika proses pertunasan dan perkawinan (Wickner 1994; King dan Diaz-Avaloz 2004; Tanaka et al. 2004 dalam Fan et al. 2007). Prion merupakan penyebab dari beberapa jenis penyakit yang mematikan dan belum dapat disembuhkan pada hewan dan manusia, biasanya penyakit yang menyerang system syaraf (Prusiner 2004 dalam Park et al. 2006; dan Prusiner 1998 dalam Fan et al. 2007). Protein normal pada khamir yang fungsional pada lingkungan normal, namun pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan, protein tersebut berubah strukturnya menjadi bentuk prion. Bentuk prion dan non prion dari suatu protein dapat
4
berupa sekuen asam amino yang identik tetapi memiliki konformasi yang berbeda. (Allen et al. 2004). Prion PSI ditemukan oleh Brian Cox pada tahun 1965, namun penyebab terbentuknya baru diketahui setelah tahun 1994 oleh Reed Wickner. Prion PSI memiliki dua isogenik yaitu PSI+ dan psi-. Prion PSI terbentuk dari protein normal Sup35. Sup35, bersama Sup45 merupakan termination factor pada translasi protein untuk sintesa protein pada ribosom khamir (Stansfield et al. 1995 dalam Park et al. 2006). Protein Sup35 terdiri dari tiga bagian, yaitu Sup 35C, Sup35M, dan Sup35N. Sup35C merupakan bagian yang esensial bagi fungsi terminasi translasi, Sup35M merupakan bagian tengah, sedangkan Sup35N merupakan daerah pembentukan dan perbanyakan prion (Gambar 3d) (Serio dan Lanquist 2000; Chernoff 2001 dalam Borchsenius et al. 2001 dan Song et al. 2005). Prion PSI terbentuk akibat mutasi nonsense pada kodon yang menyandi asam amino ke 40 dan 90 dari bagian Sup35N protein Sup35. Daerah tersebut kaya terminal-N dari Glutamin, Asparagin, dan Lisin. Daerah tersebut dikenal sebagai daerah NM (Scheibel et al. 2003; Borschsenius et al. 2001). Terbentuknya Prion PSI menyebabkan translasi protein ribosom mampu membaca mRNA yang kodonnya telah mengalami mutasi nonsense (supresi mutasi nonsense). Biasanya kodon yang mengalami mutasi nonsense merupakan kodon yang menyandi protein yang berperan dalam metabolisme adenine dan leusin (Cox 1965 dan Firoozan et al. 1991 dalam Park et al. 2006) Prion PSI+ merupakan varian kuat sedangkan psi- merupakan lemah. PSI+ mampunyai efisiensi supresi mutasi nonsense yang paling baik sedangkan psi- paling tidak efisien menekan mutasi nonsense (Uptain et at. 2001). Mutasi itu juga menyebabkan overproduksi protein Sup35. Protein-protein Sup35 yang baru terbentuk langsung berubah menjadi bentuk prion (Derkatch et al. 1996 dalam Uptain SM et at. 2001; Chernoff et al. 1993 dan Derkatch et al. 1996 dalam Borchsenius et al. 2001). Prion PSI (Gambar 3a dan 3b) pada sel khamir tersebut membuat inangnya mampu beradaptasi pada keadaan yang kurang menguntungkan (Morano dan Thiele 1999 dalam Park et al. 2006; Pirkala et al. 2001 dalam Fan et al. 2007). Hal itu memberikan keuntungan fenotipik kepada sel inang karena menyebabkan protein yang kodonnya telah rusak akibat mutasi nonsense dapat diproduksi kembali hingga protein tersebut mampu
fungsional kembali sehingga khamir dapat tumbuh optimal pada lingkungan yang kurang menguntungkan (Chernoff 2001; Uptain dan Lindquist 2002 dalam Rakauskaite dan Citavicidius 2003; Song et al. 2005). Namun lama kelamaan semakin banyaknya protein prion di dalam sel inang menyebabkan prion menjadi toksik bagi sel inang sehingga inangnya mati (Rakauskaite dan Citavicidius 2003). Kaperon dari keluarga Hsp (Heat Shock Protein) belakangan diketahui bertanggung jawab terhadap pelipatan ulang protein Sup 35 hingga membentuk prion PSI (Chernoff et al. 1995; Jung et al. 2000; Kushnirov et al. 2000; Jung dan Masison 2001; Sondheimer et al. 2001; Allen et al. 2005 dalam Park et al. 2006; Fan et al. 2007). Hsp merupakan sekelompok protein yang ekspresinya meningkat ketika terpapar stress seperti temperatur yang tinggi, infeksi, inflamasi, bahan kimia beracun, radiasi, kelaparan, dan hipoksia (Pirkala et al. 2001 dalam Park et al. 2006). Overekspresi itu akibat mutasi nonsense pada kodon yang menyandi ujung karboksil daerah aktivasi Hsp tersebut (Park et al. 2006 dalam Fan et al. 2007). Hsp juga merupakan regulator utama untuk mengontrol ekspresi suatu protein pada khamir (Park et al. 2006). Hsp terikat pada promoter DNA yang terikat secara cis pada DNA khamir. Promoter itu dikenal sebagai Heat Shock elements (HSes) (Amin et al. 1988 dalam Park et al. 2006). Protein keluarga Hsp 110 dan keluarga Hsp 90 berperan dalam pembentukan prion PSI de novo dengan memacu konversi Sup35 dengan menstabilkan intermediat pelipatan (Jones et al. 2004 dalam Park et al. 2006; dan Sadlish et al. 2008). Selain Hsp 110 dan Hsp 90, protein lain juga diduga terlibat dalam pembentukan prion. PrPSc yang merupakan protein yang biasa terdapat dalam sel normal yang biasa bertugas membantu pelipatan protein secara umum, diduga terlibat dalam pelipatan ulang Sup35 normal menjadi bentuk prion PSI infektif baik PSI+ maupun psi(Prusiner 2004 dalam Park et al. 2006). Hsp 110 juga membantu Hsp 104 dibantu keluarga Hsp 70 berperan dalam pembentukan benih prion dengan mengubah struktur (melipat ulang dan menstabilkan strukturnya hingga lebih larut air) daerah NM protein Sup35 hingga meningkatkan kelarutannya dalam sitoplasma. Peningkatan kelarutan tersebut memicu segregasi protein prion menjadi monomer-monomernya yang berperan dalam sifat infektif prion (Sadlish et al. 2008; dan Song et al. 2005). Monomer-
5
monomer tersebut di dalam sel khamir lain yang normal akan memicu pembentukan serat β-amiloid (Gambar 3c) yang baru dengan metode polimerasi berinti (Scheibel et al. 2003; Borchsenius et al. 2001). Namun prion PSI tidak ditemukan pada isolat khamir untuk industri maupun isolat khamir liar (Chernoff 2001 dan Chernoff et al. 1998 dalam Borchsenius et al. 2001) (a)
(b)
(c)
Salam (Eugenia polyantha Wight.) Salam merupakan tanaman obat yang sering digunakan masyarakat Indonesia. Daun salam sering digunakan sebagai bumbu masak (Asian Food 1998). Menurut Tjitrosoepomo (2005) salam tergolong ordo Myrtales, Famili Myrtaceae, genus Eugenia, spesies Eugenia polyantha Wight. Salam memiliki beberapa nama lain yaitu meselangan, ubar serai (melayu), serai kayu (sumatera), gowok (sunda), manting (jawa) dan kastolam (kangean). Salam dapat tumbuh liar di hutan dan pegununungan atau ditanam di pekarangan pada ketinggian yang relatif rendah hingga 1800 m di atas permukaan laut (Wijayakusumah et al.), bahkan tanaman ini masih dapat ditemukan pada ketinggian 2000 m di atas permukaan laut (PSB 2006). Salam dapat dikembangbiakkan dengan stek batang, cangkok atau biji. Ekawati (2007) melaporkan bahwa ektrak etanol daun salam memiliki aktivitas antioksidan. Aktivitas tersebut mungkin berhubungan dengan senyawa aktif yang terkandung pada salam, diantaranya eugenol, tannin, flavonoid, saponin, fenolik hidrokuinon, triterpenoid dan alkaloid. Seluruh bagian tanaman dapat digunakan sebagai obat, terutama daunnya. Kulit pohonnya digunakan sebagai pewarna pada kerajinan anyaman (Wikipedia 2006). Salam memiliki daun hijau yang rimbun. Daunnya terletak berhadapan, menyirip, berbentuk lonjong hingga elips dengan panjang 5-15 cm, lebar 3-8 cm, dan memiliki tangkai dengan panjang 0,5-1 cm. Bunganya merupakan bunga majemuk bersusun berwarna putih dan berbau harum. Pohonnya berbentuk bulat, ditutup oleh kulit pohon yang licin dan dapat mencapai tinggi 25 m dengan akar tunggang. Buahnya berdiameter 8-9 mm yang memiliki rasa sepat, berwarna hijau saat muda namun berubah menjadi merah gelap setelah masak. Bijinya bulat, berwarna coklat dengan diameter sekitar 1 cm (Gambar 4) (Wikipedia 2006).
(d) Gambar 3 Sel khamir yang terinduksi prion: a. prion PSI+, b. prion psi-, c. model 3 dimensi komputer grafis struktur β-amiloid protein prion, d. diagram protein Sup35 (True dan Lindquist 2000)
(a)
(b)
Gambar 4 Salam: a. pohon, b. buah
Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) Jambu Biji merupakan tumbuhan perdu yang berasal dari Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan bagian utara. Tanaman ini tumbuh dengan baik pada ketinggian 5-2000 m di atas permukaan laut dengan curah hujan berkisar antara 10002000 mm/tahun yang merata sepanjang tahun pada daerah tropis maupun subtropis. Daunnya menyirip, berbentuk bulat telur hingga menyirip dengan panjang 5-15 cm. Bunganya kecil berwarna putih dengan lima kelopak dan banyak benang sari. Pohonnya keras, memiliki banyak cabang, ranting dan akarnya tunggang. Permukaan kulit luar pohon Jambu Biji berwarna coklat dan licin. Apabila kulit kayu Jambu Biji tersebut dikelupas, akan terlihat permukaan batang
6
kayunya basah. Buahnya dapat dimakan berdiameter sekitar 3-10 cm (pada beberapa varietas dapat mencapai 12 cm). Tanaman Jambu Biji memiliki kulit buah yang manis namun agak asam, berwarna hijau hingga kuning jika masak daging buah berwarna putih, oranye atau merah dengan banyak biji kecil yang keras dan memiliki aroma khas (Gambar 5) (Wikipedia 2005). Jambu Biji memiliki beberapa nama daerah diantaranya: jambu batu, jambu klutuk (Sunda), tetokal, tokal, bayawas (Jawa), Jambu bender (Madura) dan lima breuh (Aceh). Jambu Biji termasuk divisi Magnoliphyta, subdivisi Angiospermae, kelas Magnolipsideae, ordo Myrtales, family Mytaceae, genus Psidium, spesies Psidium guajava Linn. (Tjitrosoepomo 2005). Alviani (2007) melaporkan bahwa Jambu Biji memiliki beragam senyawa aktif yaitu polifenol, tannin, saponin, minyak atsiri, asam ursolat, asam psidiolat, asam kratogolat, asam oleanolat, asam guajaverin, vitamin A, vitamin B dan vitamin C. Karena senyawa-senyawa tersebutlah Jambu Biji memiliki aktivitas antioksidan. Vitamin C pada buah Jambu Biji 3-6 kali lebih tinggi dari pada vitamin C pada jeruk. Daun Jambu Biji digunakan untuk mengobati diare karena memiliki antivitas antimikroba (Triarsari 2006). Daunnya juga digunakan untuk memanggang daging karena memberikan rasa enak dan bau yang lebih harum pada daging panggang. Jambu Biji juga dipercaya memiliki aktivitas antidiabetes, antiinflamasi, antimutagenik, analgesik dan antimaag (Soesilo dalam Alviani 2007). Khasiat tanaman Jambu Biji sebagai tanaman obat berkaitan dengan senyawa aktif yang dimilikinya.
Jati Belanda memiliki pohon yang besar, tumbuh cepat dengan tinggi 10-22 m, mengugurkan daunnya pada musim kemarau. Bunganya kuning dengan bintikbintik merah. Daunnya menyirip, berselangseling, berujung runcing, berbentuk hati, berambut pada bagian bawahnya dengan pinggir kasar, panjang 10-16 cm lebar 3-6 cm. buahnya berruang lima berwarna hijau tapi berubah menjadi hitam ketika matang, berbiji banyak yang berwarna kuning kecoklatan, berlendir dan terasa agak manis (Gambar 6). Daun Jati Belanda digunakan sebagai obat tradisional untuk menyembuhkan diare, perut kembung, batuk, kaki bengkak, juga sebagai pelangsing tubuh. Tombilangi (2004) dalam Martsolich (2007) melaporkan bahwa daun Jati Belanda juga memiliki aktivitas antioksidan. Hasil. penelitian secara in vivo menunjukksn bahwa aktivitas antioksidan daun Jati Belanda berasal dari kemampuan ekstraknya menghambat perosidasi lipid Khasiatnya sebagai obat berkaitan dengan senyawa aktif yang dimilikinya yaitu flavonoid, karotenoid, asam fenolat, kalkon, auron, flavonol (Miradiono 2002 dalam Martsolich 2007), steroid dan triterpenoid (Rachmadani 2002 dalam Martsolich 2007).
(a)
(b)
Gambar 5 Jambu Biji: a. pohon, b. buah Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Jati Belanda merupakan genus tanaman kayu keras tropis dari divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dycotyledone, ordo Steruliaceae, genus Guazuma, spesies Guazuma ulmifolia Lamk. Jati Belanda berasal dari daerah tropis di Amerika Tengah dan Selatan juga sering ditemukan pada hutan monsoon. Tanaman ini di jawa biasa dipanggil jati londo atau jotos landi.
(a)
(b)
Gambar 6 Jati Belanda: a. pohon, b. bunga