246
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Tinjauan Pustaka
Mekanisme Apoptosis Pada Regresi Sel Luteal Restu Syamsul Hadi *) Abstract *)
Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI
Correspondence DR Restu Syamsul Hadi,M.Kes.. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, Jl. Letjen Suprapto Cempaka Putih Jakarta Pusat 10510 Telp./fax .(021)4244574 E-mail :
[email protected]
Corpus luteum is a transient endocrine gland and its presence plays pivotal role in ovulation process, implantation, and luteinization. The regression of corpus luteum or luteolysis is actually needed for next cycle survival and playing a role in providing new follicles. Luteal regression represents a broad definition of the process of demise of the corpus luteum that is capable of accommodating all new knowledge evolved on the molecular mechanisms activated or inhibited during the process of regression of the corpus luteum. Apoptosis is controlled by a number of regulator genes such as bcl-2 family. The ratio of Bax expression to Bcl-2 is a pivotal factor for a cell to survive or apoptosis. The increasing Bcl-2 expression will lengthen cell life, whereas increasing of Bax expression promotes cell death.
Key words : corpus luteum, luteolysis, apoptosis, luteal regression, cell death
Pendahuluan Korpus luteum (KL) merupakan kelenjar endokrin yang masa hidupnya singkat (transient) dan kehadirannya sangat penting (pivotal) dalam sistem reproduksi. Korpus luteum memiliki peran yang menentukan bagi kelangsungan proses ovulasi, implantasi dan luteinisasi (Niswender et al., 2000). Korpus luteum tersusun oleh sel luteal yang merupakan sel steroidogenik sebagai hasil diferensiasi dari sel granulosa dan sel teka yang sangat responsif terhadap lingkungan hormon yang berbeda. Niswender et. al., (1994) menyebutkan bahwa progesteron (P4) yang dihasilkan oleh KL sebagai produk utama proses steroidogenesis sangat diperlukan untuk implantasi embrio dan memelihara kehamilan awal. Luteolisis adalah proses regresi atau degenerasi KL yang terjadi pada fase luteal akhir (McCracken et al.,1999). Davis dan Rueda (2002) mengajukan istilah regresi luteal dengan menambah kata ‘fungsional’ dan ‘struktural’’. Regresi luteal merupakan proses sinkron yang digunakan untuk mengganti istilah luteolisis yang dinilai kurang tepat karena kematian sel yang terjadi bukan lisis tetapi apoptosis. Penggunaan istilah regresi luteal juga diajukan oleh Bowen-Shauver dan Telleria (2003) untuk proses regresi yang terjadi pada KL. Secara umum istilah luteolisis, regresi luteal maupun involusi KL menunjukkan proses rusaknya KL sampai kembali menjadi jaringan dasar pada ovarium. Pada KL yang mengalami regresi terjadi penurunan kemampuan menghasilkan P4 diikuti dengan involusi struktural yang berhubungan dengan apoptosis. Regresi korpus luteum melibatkan dua fase yaitu pertama, regresi fungsional yang berkaitan dengan hilangnya kemampuan sel luteal menghasilkan P4. Fase kedua, regresi struktural yang terjadi setelah turunnya kadar P4 yang berkaitan dengan apoptosis (Goyeneche et al. 2006).
Penelitian untuk menjelaskan mekanisme yang menyebabkan terjadinya regresi atau luteolisis telah banyak dilakukan secara in vivo maupun in vitro. Bjurulf dan Selstam (1996) melaporkan bahwa PGF2 dan analognya menurunkan kadar mRNA reseptor Luteinizing Hormone (LH) pada KL tua yang mengakibatkan hilangnya kepekaan terhadap LH selama luteolisis. Laporan sebelumnya oleh Khan et al. (1979) yang menyatakan bahwa Prostaglandin F2 (PGF2) merupakan antigonadotropik tergantung umur korpus luteum. Kepekaan PGF2 meningkat sejalan dengan umur KL. Umur KL tikus 7 hari lebih peka dari KL umur 3 hari dan umur KL 8 jam setelah ovulasi resisten terhadap pengaruh PGF2. Regulasi Apoptosis Apoptosis adalah suatu proses kematian sel yang terjadi pada sel tunggal secara terencana yang ditandai dengan gambaran morfologi dan biokimiawi khas sebagai akibat dari inisiasi oleh stimuli fisiologis maupun patologis tanpa menimbulkan reaksi radang (Alison dan Saraf,1992; Cotran et al.,1999; Zeiss, 2003). Proses apoptosis ini membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan dengan nekrosis yaitu sekitar beberapa jam hingga beberapa hari tergantung inisiatornya (Willingham,1999). Pada peristiwa apoptosis sitoplasma sel tidak keluar sehingga berbagai respon radang tidak terjadi (Chang dan Yang, 2000). Apoptosis merupakan proses aktif yang memerlukan energi karena prosesnya terjadi oleh sel sendiri hingga mengakibatkan kematian sel (Nagata, 1997). Gambaran histologis apoptosis pada umumnya terlihat pada sel tunggal dengan terjadi kondensasi kromatin, jisim apoptotik dan fagositosis jisim apoptotik tanpa reaksi radang (Cotran et al.,1999).
Tinjauan Pustaka
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Apoptosis atau kematian sel terprogram berasal dari bahasa Yunani yang berarti gugur (falling off). Sel yang apoptosis akan mengalami perubahan morfologi seperti : sel mengecil, terjadi kondensasi kromatin dan fragmentasi inti (Kaipia dan Hsueh, 1997). Apoptosis memiliki peran dalam proses fisiologis autodestruksi seluler yang penting bagi perkembangan, pemeliharaan homeostasis dan pertahanan hospes organisme multiseluler (Daniel dan Krosmeyer, 2004; Kramer,2000). Apoptosis merupakan bagian dari perkembangan fisiologis tubuh normal selama masa perkembangan serta sebagai mekanisme homeostasis jaringan dan mekanisme pertahanan tubuh. Apoptosis dibagi menjadi 3 fase yaitu fase induksi, fase efektor, fase degradasi. Pada fase induksi tergantung pada sinyal penyebab kematian yang menstimulasi sinyal proapoptotik dan memulai kaskade. Sinyal penyebab kematian tersebut antara lain reactive oxygen species (ROS) (Deshpande et al., 2000), ceramide (Yoshimura et al.,1998), aktivasi 2+ berlebihan dari jalur Ca , protein famili B-cell lymphoma-2 (Bcl2) seperti Bcl2 associated x protein (Bax) dan Bcl-2 associated death promotor (Bad). Pada fase efektor, sel akan mengalami kematian karena kerja pusat pengatur yaitu mitokondria mengarah pada kematian sel. Fase terakhir yaitu fase degradasi melibatkan serangkaian peristiwa yang terjadi baik di sitoplasma maupun di dalam inti sel. Aktivasi caspase terjadi di dalam sitoplasma sedangkan pada inti sel terjadi kondensasi kromatin, selubung inti pecah dan terjadi fragmentasi DNA untuk selanjutnya menjadi jisim apoptotik yang difagositosis oleh sel sekelilingnya maupun oleh makrofag (Susin et al., 1998). Menurut Kramer (2000) pada tingkat molekuler apoptosis dibagi menjadi 3 fase yaitu fase inisiasi, fase eksekusi dan fase terminasi. Pada fase inisiasi apoptosis distimulasi berbagai macam faktor seperti rendahnya konsentrasi faktor pertumbuhan, radiasi sinar gamma, obat-obatan kemoterapik dan sinyal dari death receptor. Fase eksekusi ditandai dengan penggelembungan membran sel (blebbing), fragmentasi inti, kondensasi kromatin dan degradasi DNA. Pada fase terminasi jisim apoptotik akan difagositosis oleh sel-sel fagosit (Krueger et al.,2001). Apoptosis terjadi melalui 2 jalur yang dipicu oleh bermacam-macam faktor baik internal maupun eksternal (Zeiss,2003, Hengartner,2000). Apoptosis melalui faktor internal disebut jalur intrinsik atau jalur mitokondria (mitochondrial pathway), sedangkan melalui faktor eksternal disebut jalur ekstrinsik (death receptor pathway) (Crow et al.,2004; Chang et al., 2002). Jalur intrinsik. Gangguan internal sel akan menyebabkan Bax melakukan penetrasi dalam membran mitokondria yang menyebabkan keluarnya sitokrom c. Sitokrom c dan Apaf-1 akan mengikat molekul caspase-9 dan membentuk kompleks
247
yang disebut apoptosom. Kompleks tersebut akan menginisiasi urutan aktivasi caspase sampai pada fagositosis sel tersebut (Van der Heiden et al., 1997; Waterhouse et al., 2001). Selain terjadi pelepasan sitokrom c, ada mekanisme alternatif yang melibatkan pelepasan protein mitokondrial lain yaitu apoptosis-inducing factor (AIF). AIF terbukti memiliki aktivitas proteolitik yang bisa dihambat oleh inhibitor caspase spektrum luas, tetapi tidak bisa dihambat oleh inhibitor spesifik untuk caspase-1 dan caspase7 (Susin et al., 1996). Bcl-2 banyak ditemukan terutama pada membran mitokondria bagian luar, retikulum endoplasma dan membran inti. Beberapa anggota famili Bcl-2 proapoptotik ditemukan dalam sel pada konsentrasi yang cukup untuk menyebabkan apoptosis. Meskipun demikian angggota famili Bcl-2 tersebut tidak bisa secara langsung menyebabkan apoptosis, sebab aktivitasnya dikontrol dalam bentuk laten. Protein Bax dan BH-3-interacting domain death (Bid) ditemukan dalam sitoplasma sel hidup. Adanya sinyal letal yang diterima akan menyebabkan Bax mengalami perubahan konformasi dan bergerak menuju sitosol. Setelah dipecah oleh caspase-8, Bid bergerak menuju mitokondria dan menyebabkan pelepasan sitokrom c (Chou et al.,1999; Gross et al., 1999). Dengan cara yang sama, Bax tampaknya mengalami perubahan konformasi bentuk inaktif menjadi aktif. Mekanisme seluler inilah yang bertanggungjawab terhadap pengaturan aktivitas famili gen bcl-2 dalam mengontrol apoptosis (Kirsch et al., 1999). Sebagian besar kehidupan sel tergantung tetap tidaknya suplai sitokin maupun growth factors. Tidak adanya sitokin penekan faktor apoptosis berarti akan menyebabkan apoptosis berlangsung. Bcl-2 assiciated death promoter adalah anggota famili Bcl2 yang bersifat proapoptotik, yang akan tersisih jika terdapat sitokin dalam sitoplasma. Sitokin berikatan dengan reseptor menyebabkan aktivasi phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), sehingga protein kinase B (PKB) dan Bad mengalami fosforilasi (Datta et al., 1999). Penghilangan sitokin akan menyebabkan jalur kinase terhenti, status fosforilasi Bad akan bergeser menjadi bentuk defosforilasi dan bentuk defosfosforilasi tersebut akan menyebabkan terlepasnya sitokrom c mitokondria. Penekanan terhadap kelompok antiapoptotik atau aktivasi kelompok proapoptotik famili Bcl-2 mengakibatkan perubahan permeabilitas membran mitokondria sehingga menyebabkan terlepasnya sitokrom c dalam mitokondria (Desagher dan Martinou, 2000; Hengartner, 2000). Sitokrom c awalnya terdapat dalam fraksi mitokondria sel normal (non apoptotik cell) dan dalam fraksi sitoplasma non mitokondria sel apoptosis. Penelitian dengan menggunakan fraksi mitokondria yang ditambahkan Bax, Bid dan ekstrak sel akan mempercepat pelepasan sitokrom c mitokondria ( Jurgensmeier et al., 1998).
248
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Jalur Ekstrinsik. Inisiasi apoptois melalui jalur ekstrinsik melibatkan ikatan antara protein sinyal kematian ekstraseluler seperti TNF-α, Fas-Ligand (Fas-L), TNF-related apoptosis including ligand (TRAIL) (Budiharjo et al., 1999) dan Apo-3 ligand (Apo-3L) dengan reseptor permukaan sel sasaran. Sampai saat ini telah dikenal untaian cDNA yang berasal dari 8 macam death receptor. Diantara ke 8 macam reseptor permukaan tersebut CD95 merupakan reseptor yang paling banyak diketahui (Schmitz et al., 2000). Reseptor-reseptor permukaan sel sasaran tersebut diantaranya adalah TNF- α receptor 1 (TNF-R1), TNF- α receptor 2 (TNF-R2), Fas, death receptor 3 (DR-3) (Chen dan Goeddel, 2002). Setelah berikatan dengan ligand yang sama, death receptor membentuk kompleks homotrimerik yang menyebabkan protein adaptor intraseluler tertarik ke membran sel seperti TNF-R1 dan DR-3 yang disebut TNFR-associated death domain protein (TRADD). Sedangkan Fas dan DR-4 berinteraksi dengan Fas-associated death domain protein (FADD). FADD dan TRAAD tidak berinteraksi dengan DR-5 sehingga diduga ada protein lain yang terlibat. Sinyal yang diaktivasi oleh TNF-R1 atau DR3 terpecah pada tingkat TRADD. Translokasi inti faktor transkripsi nuclear factor-қB (NF-қB), dan aktivasi c-Jun N-terminal Kinase (JNK) dimulai. Sinyal TNF-α akan berikatan dengan sinyal jalur Fas menyebabkan interaksi antara TRADD dengan FADD (Chen dan Goeddel, 2002). Ikatan-ikatan tersebut mengirimkan sinyal ke sitoplasma untuk mengaktivasi caspase-8 selanjutnya terjadi kaskade caspase untuk apoptosis (Ashkenazi dan Dixit, 1998). Caspase Caspase merupakan kunci perantara utama apoptosis yang diperlukan untuk perkembangan dan homeostasis jaringan (Chang dan Yang, 2000). Ada 100 substrat caspase dan ada 12 caspase sub klas proteases yang telah teridentifikasi yaitu caspase 112 (Nicholson dan Thornberry, 1997; Hengartner, 2000). Proteases merupakan mediator penting untuk mendegradasi protein dan recycling protein. Ada lebih 500 proteases pada mammalia yang terdapat yang terlibat pada proses proteolisis (Timmer dan Salvesen,2007). Semua caspase tersusun atas prodomain dan enzymatic domain. Heterogenitas diantara protease disebabkan karena perbedaan struktur predomain dan diduga sebagai daerah yang menyebabkan perbedaan fungsi masing-masing caspase. Setiap caspase adalah cysteine aspartase dengan sisi aktifnya nukleofilik cysteine untuk pemecahan ikatan peptida asam aspartat dalam protein. Caspase disintesis dalam bentuk prekursor inaktif yang disebut procaspase. Proses proteolitik procaspase menghasilkan enzim caspase tetrameric yang aktif (Hengartner, 2000).
Tinjauan Pustaka
Berdasarkan data kinetik, specifisitas substrat dan struktur procaspase maka secara konseptual caspase dibedakan menjadi inisiator caspase dan efektor caspase. Inisiator caspase berperan mengaktifkan efektor caspase sebagai respon sinyal kematian sel yang spesifik. Thornberry et. al., (1997) menyebutkan bahwa inisiator procaspase diaktivasi oleh oligomer sedangkan efektor caspase biasanya diaktivasi oleh protease lain yang hampir semuanya adalah inisiator caspase, maupun oleh protease lain melalui trans-aktivasi. Secara in vitro telah diketahui bahwa procaspase 3 dan procaspase 7 dapat diaktivasi oleh caspase 6, 8, 9, 10. Chang dan Yang (2000) menyebutkan caspase 3, 6 dan 7 merupakan efektor caspase yang bersifat langsung maupun tidak langsung. BCL-2. Keluarga protein B cell/lymphoma-2 (Bcl2) meliputi antiapoptosis dan proapoptosis. Gen bcl2 pertama ditemukan karena lokasinya didaerah translokasi antara kromosom 14 dan 18 dan terdapat pada sebagian besar limfoma follikuler. Overekspresi bcl-2 secara spesifik menghambat sel memulai apoptosis. Ekspresi bcl-2 berkaitan dengan prognosis yang buruk pada kanker prostat, kanker kolon dan neuroblastoma (Thomson, 1995). Schimmer et al. (2001) mengemukakan bahwa sekarang ini Bcl-2 merupakan target yang banyak digunakan dalam penemuan obat-obat baru. Bcl-2 menunjukkan overekspresi pada berbagai keganasan dan sering dihubungkan dengan kegagalan terapi klinis. Bcl-2 merupakan salah satu anggota famili protein Bcl-2 yang dapat dibedakan menjadi 3 subkelompok. Subkelompok pertama (1) bersifat anti-apoptosis terdiri dari Bcl-2, Bcl-xl, Bcl-w, Mcl-1, A1/Bfl1, Boo/Diva dan Nrf3. Protein subkelompok ini mencegah kematian sel dengan mengikat anggota famili Bcl-2 dari subkelompok yang lain. Subkelompok kedua (2) bersifat proapoptosis terdiri dari Bax, Bak dan Bok/Mtd. Aktivitas dari anggota subkelompok ini dapat menstimulasi pelepasan sitokrom c dari membran mitokondria. Subkelompok ketiga (3) yang bersifat proapoptosis, terdiri dari Bid, Bad, Bim, Bik/Nbk Blk, Hrk, Bnip3, Nix, Noxa, dan Puma. Protein subkelompok ini mendorong kematian sel sebagai protein adaptor yang terikat pada jalur upstream untuk memutuskan berlangsungnya program apoptosis (Hsu dan Hsueh, 2000; Kaufmann dan Hengartner, 2001). Protein-protein Bcl-2 bertranslokasi ke membran mitokondria dan memodulasi apoptosis dengan menimbulkan permeabilitas membran-dalam dan membran-luar mitokondria sehingga berakibat lepasnya sitokrom c. Sebagian besar protein famili Bcl-2 mampu berinteraksi secara fisik, membentuk homodimer/heterodimer, dan berfungsi mengatur apoptosis. Selain itu Bcl-xl mengikat dan menginaktivasi Apaf-1, sementara anggota-anggota yang proapoptosis dapat menggeser Bcl-xl dari ikatannya dengan Apaf-1 yang memungkinkannya
Tinjauan Pustaka
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
mengaktivasi caspase 9. Resistensi akibat kemoterapi diantaranya diakibatkan oleh peningkatan ekspresi Bcl-2 dan Bcl-xl (Herr dan Debatin, 2001). Protein Bcl-2 dapat menghambat kerja Bax/Bak dengan membentuk heterodimer yang menginaktivasi mereka, dan juga dapat berikatan dengan voltage-dependent anion channel (VDAC) pada membran-luar mitokondria dan menstabilkannya, sehingga mencegah permeabilitas membran-luar mitokondria. Molekul-molekul antiapoptosis ini juga membentuk homodimer dan saluran-saluran ion kecil. Selain itu Bcl-2 memiliki fungsi terpisah dalam mengendalikan siklus sel. Protein Bcl-2 menghentikan sel pada Go, mencegahnya memasuki siklus sel, dan menunda transisi dari fase M ke G1 (Schimmer et al., 2001).
249
Regulasi apoptosis sangat tergantung dengan rasio antara Bcl-2 dan Bax untuk menentukan apakah sel akan bereaksi dengan menjadi apoptosis atau tetap bertahan hidup. Ada beberapa model untuk menggambarkan rasio prosurvival (Bcl-2) dan proapoptosis (Bax) dalam menghambat atau menyebabkan apoptosis. (Gambar 1). Model pertama menyebutkan Bcl-2 menghambat apoptosis, dan Bax menghapus hambatan tersebut sehingga terjadi apoptosis. Model kedua menyebutkan bahwa Bax menginduksi apoptosis, dan Bcl-2 menghambat induksi ini. Model ketiga yaitu model yang menyebutkan adanya saling ketergantungan. Bcl-2 menghambat apoptosis, dan Bax menginduksinya. Meskipun demikian sesungguhnya apoptosis merupakan kombinasi ketiga model yang ada dan terjadi secara kompleks (Chao dan Korsmeyer, 1998).
Gambar 1. Model rasio Bcl-2 dan Bax dalam menyebabkan apoptosis (Chao dan Korsmeyer, 1998).
Protein Bcl-2 mencegah lepasnya sitokrom c dari mitokondria dengan membentuk homodimer dan heterodimer dengan proapoptosis Bax. Ketidakseimbangan rasio Bax/Bcl-2 sehingga Bax berhasil membentuk homodimer akan menyebabkan lepasnya sitokrom c dari mitokondria. Selanjutnya sitokrom c akan mengaktifkan Apaf-1. Untuk menjadi aktif Apaf-1 memerlukan dua ko-faktor yaitu : ATP dan sitokrom c. Sitokrom c yang telah keluar dari ruang intermembran mitokondria masuk ke dalam sitoplasma, akan terikat dengan Apaf-1 yang selanjutnya akan menyebabkan kaskade caspase sampai terjadi apoptosis (Adams dan Cory, 1998).
Apoptosis
Gambar 2. Model pengaturan Apaf-1 oleh Bcl-xL ( Adams dan Cory, 1998)
250
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Rangsangan ekstraseluler seperti sitokin (Fas ligand/FasL), survival factor, stress dan genotoxicant memerlukan sejumlah molekul sinyal transduksi (ceramid, spingosine-1 phosphate/S1P) dan protein kinase (phosphatidylinositol 3’kinase/PI3K, cAkt), untuk meneruskan informasi ke pusat pengaturan yang dilakukan oleh anggota famili Bcl-2 (Bcl-2,Bclw, Bax, Bak, Bid). Jika rangsangan yang diterima menyebabkan kematian maka faktor apoptogenik seperti sitokrom c dan Smac (second mitochondriaderived activator of caspases) /Diablo akan dilepaskan ke dalam sitosol. Sitokrom penting untuk menghasilkan apoptosom yang mengandung Apaf-1 dan procaspase-9. Jika caspase sudah teraktivasi maka jalur ini tidak dapat kembali. Pada titik ini ada produk gen yang disebut inhibitor apoptosis protein (IAP) dapat mencegah apoptosis yang terlalu dini atau tidak diinginkan. Pada peristiwa apoptosis aktivitas IAP ini dihambat oleh Smac sehingga apoptosis tetap berlangsung (Pru dan Tilly, 2001).
Gambar 3. Skema mekanisme apoptosis pada jalur intrinsik dan ekstrinsik (Pru dan Tilly, 2001) Morita dan Tilly (1999) menyebutkan 4 tahapan terjadinya apoptosis. Pada tahap pertama ada sejumlah stimuli yang menginduksi apoptosis. Selanjutnya akan terjadi aktivasi molekul sinyal yang akan diproses oleh mekanisme pengaturan. Pada tahap selanjutnya akan dievaluasi kekuatan sinyal yang proapoptosis dan sinyal yang antiapoptosis. Apabila induktor kematian lebih kuat maka sel akan masuk tahap terakhir dengan aktivitas protein eksekutor yang bertanggungjawab terhadap apoptosis sel (Gambar 4). STIMULI
SIGNALS
REGULATORS EXECUTORS
APOPTOSIS
Gambar 4. Skema tahapan terjadinya apoptosis (Morita dan Tilly 1999)
Tinjauan Pustaka
Apoptosis pada Regresi Korpus Luteum Pru dan Tilly (2001) menyebutkan sedikitnya telah diidentifikasi 60 macam protein dan molekul yang terlibat dalam apoptosis pada mammalia. Pada sistem reproduksi, peristiwa apoptosis itu sendiri telah memiliki dampak yang luas yang berkaitan dengan fungsi dan perkembangan normal ovarium. Apoptosis dijumpai terjadi pada tiga macam sel ovarium yang berbeda yaitu : oosit, sel granulosa dan sel luteal (Morita dan Tilly, 1999). Adanya apoptosis diketahui selama proses perkembangan folikel yang dikenal dengan atresia dan proses luteolisis dengan terjadinya regresi KL (Yacobi et al., 2007; Roughton et al.,1999). Apoptosis paling banyak dijumpai pada umur korpus luteum 10 hari, dan melibatkan ekspresi caspase-3 (Vaskivuo, 2002). Tilly et al. (1995) telah melakukan identifikasi adanya ekspresi gen bax pada sel granulosa. Dharmaradjan et al.(1999) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa ada hubungan fungsional antara luteotropin (hCG), enzim antioksidan (SOD, katalase, peroksidase), dan anggota keluarga Bcl-2 dengan peristiwa apoptosis bagi kelangsungan hidup KL. Hasil penelitian tersebut didukung oleh Sugino et al. (2000) yang menyebutkan adanya peran Bcl-2 dan Bax dalam mengatur lamanya hidup korpus luteum dengan cara mengontrol apoptosis. Pemberian hCG memperpanjang hidup KL dengan meningkatkan ekspresi Bcl-2 dan menurunkan ekspresi Bax yang terjadi ketika dalam keadaan hamil. Mekanisme LH dalam menginduksi caspase melalui aktivitas P450scc dengan meningkatkan reactive oxygen species (ROS). ROS terdapat pada seluruh jaringan dan paling banyak dijumpai pada ovarium (Adashi,1991). Pada tubuh orang sehat ROS dan antioksidan dalam keadaan seimbang. Stress oksidatif terjadi bila ROS berlebih, pada sistem reproduksi dapat menyebabkan patofisiologi infertilitas (Agarwal et al., 2005). ROS dihasilkan oleh sel steroidogenik berupa oksigen tunggal, anion superoksida, hydrogen peroksida serta radikal hidroksil (Niswender et al.,2000). Gugus radikal bebas sangat reaktif utamanya radikal hidroksil karena dapat merusak DNA dan menyebabkan mutasi gen (Adashi,1991). Pada sel granulosa ROS menghambat aktivasi enzim adenilat siklase, menghambat biosintesis progesteron dan menyebabkan folikel mengalami apoptosis menjadi atresia (Behrman dan Romero,1991). Venkatesen dan Rao (2000) melaporkan bahwa kurkumin dapat menetralkan ROS melalui mekanisme penangkapan gugus radikal bebas. Yacobi et al. (2007) melaporkan bahwa peningkatan ROS dapat menfasilitasi aktivasi caspase. Aktivasi caspase-3 dan-7 oleh stimulasi LH menurun dengan dihambatnya aktivitas sitokrom P450scc maupun dengan pemberian antioksidan. Stimulasi LH dalam meningkatkan produksi P4 melalui P450scc terjadi di dalam mitokondria yang
Tinjauan Pustaka
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
251
merupakan organel tempat kerja dan tempat sinyal apoptosis mengaktivasi caspase (Gambar 5).
SINYAL APOPTOSIS
LH
PREGNENOLON AKTIVASI CASPASE
PROGESTERON
Gambar 5. Skema kaitan antara produksi progesteron dan aktivasi caspase melalui P450scc pada mitokondria (Yacobi et al., 2007) Aktivitas P450scc menghasilkan efek ganda yaitu bekerja sebagai antiapoptosis melalui peningkatan kadar progesteron dan sebagai proapoptosis melalui produksi ROS yang akan menstimulasi aktivitas caspase. Keseimbangan antara kedua mekanisme tersebut yang akan menentukan nasib sel selanjutnya (Yacobi et al.,2007). Matsubara et al. (2000) menyatakan bahwa PGF2 menyebabkan regresi korpus luteum dengan cara menginduksi terjadinya apoptosis. Apoptosis sel luteal yang diinduksi oleh PGF2α melibatkan mekanisme intrinsik dan ekstrinsik. PGF2α menginduksi sinyal apoptosis pada korpus luteum dengan melibatkan aktivasi protein kinase seperti JNK dan p38 mitogen-activated protein kinase (MAPK) yang selanjutnya akan meningkatkan ekspresi gen Bax dan FasL/Fas yang merupakan inisiator primer apoptosis. Dilaporkan Quirk et al. (2000) bahwa Fas yang merupakan reseptor di membran sel akan menginduksi apoptosis ketika berikatan dengan Fas ligand. Apoptosis terlibat dalam regresi KL dibuktikan melalui jalur ini. Ekspresi protein Fas dijumpai lebih banyak pada KL regresi dari pada KL yang sedang dalam pertumbuhan. Dengan meningkatnya ekspresi Bax dan FasL, menyebabkan aktivasi caspase-9,-8 dan -3. (Rueda et al., 2000). Hal serupa dilaporkan oleh Yadaf et al. (2005) yang menunjukkan bahwa pemberian PGF2α eksogen pada sapi betina setelah 18 jam menyebabkan apoptosis sel luteal. Pemberian PGF2α dengan penyuntikan terbukti meningkatkan rasio Bax/Bcl-2. PGF2α menyebabkan peningkatan ekspresi FasL dan Fas yang menginduksi aktivitas caspase-8. Ikatan FasL dengan reseptor Fas menyebabkan perubahan permeabilitas membran mitokondria dan mengaktifkan inisiator (caspase-8 dan-9) serta caspase eksekutor (caspase-3).
Gambar 6. Skema peran PGF2α dalam proses apoptosis (Yadav et al., 2005) Dengan melibatkan ICAD (inhibitor of caspaseactivated DNase) selanjutnya menyebabkan protein seluler tersebut terpecah menghasilkan pelepasan CAD (caspase-activated DNase) yang diikuti dengan translokasi CAD menuju nukleus untuk selanjutnya terjadi fragmentasi DNA. Peran Progesteron dalam Apoptosis Sel Luteal Progesteron berperan penting pada pengaturan viabilitas sel granulosa maupun sel luteal dan diketahui menghambat proses apoptosis pada sel folikel ovarium. Engmann (2006) melaporkan bahwa P4 menghambat apoptosis pada sel luteal. Peluso et al. (2006) menjelaskan bahwa antiapoptosis P4 diperantarai melalui reseptor membran kompleks yang tersusun oleh dua protein yaitu progesterone receptor membrane componen-1 (PGRMC1) dan plasminogen activator inhibitor RNA-binding protein-1 (PAIRBP1). Progesteron menginduksi transkripsi gen yang diperantarai oleh reseptor P4 inti (PGR-A dan B). Dilaporkan adanya aksi P4 secara langsung pada sel luteal dalam memelihara integritas struktural dan kemampuan steroidogenesis. Pendapat tersebut tersebut sebenarnya didukung dengan kejadian secara tidak langsung dan hasil penelitian sekarang yang menunjukkan bahwa : (1) reseptor P4 dalam inti (PGRs) diketahui ada dalam sel luteal manusia, (2) P4 terikat pada sel luteal dengan afinitas kuat, (3) P4 mampu mencegah apoptosis sel luteal hanya dalam takaran dosis nanomolar. Suatu obat yang dikenal sebagai antiprogestin yang mempunyai efek luteolisis seperti. mifepriston (RU486) dilaporkan dapat menginduksi apoptosis dan menghambat sekresi P4 (Makino et al.,2005). Dimattina et al. (1986) dan Parinaud et al. (1990) melaporkan bahwa RU486 menurunkan produksi P4 dengan menghambat sitokrom P450scc dan 3ßhidroksisteroid dehidrogenase. Hal ini menunjukan bahwa efek apoptosis RU486 tidak hanya melibatkan interaksi dengan PGR saja tetapi dapat melalui aktivitas enzim steroidogenik.
252
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Jalur sinyal transduksinya dapat dimediasi oleh PGR pada membran plasma dan mengaktifkan SRC famili kinase, reseptor membran progestin yang responsif terhadap P4 dengan menurunkan cAMP intaseluler dan menaikan aktivitas MAPK3 kompleks membran reseptor (PAIRBP1) dan (PGRMC1), yang meningkatkan PKG dan memelihara Ca bebas intrasel tetap rendah, mencegah mitosis dan apoptosis sel granulosa dan sel luteal. Reseptor P4 di dalam inti hanya terekspresi pada sel granulosa 46 jam setelah surge gonadotropin dan pada sel luteal hanya dijumpai pada membran sel. Ada sedikitnya dua membran potensial reseptor P4 yang dapat menjelaskan aksi P4 dalam sel ovarium. Salah satu dari reseptor P4 membran yang terlibat dan telah diketahui diekspresi pada ovarium manusia dan membrane progestin receptors (MPRs) semuanya diekspresi pada sel luteal tikus. Progesteron memiliki kemampuan sebagai antiapoptosis pada sel granulosa dan sel luteal dengan kerja yang cepat dalam waktu beberapa menit, yang diinisiasi pada membran plasma dan terlibat aktivasi protein kinase G serta menekan kalsium bebas intraseluler. PGRMC1 merupakan komponen penting membran yang menginisiasi mekanisme antiapoptosis oleh P4 (Peluso et al.,2006). Simpulan Regresi luteal merupakan proses sinkron yang lebih tepat digunakan untuk mengganti istilah luteolisis karena terjadi kematian sel melalui peristiwa apoptosis. Apoptosis sel luteal melibatkan mekanisme intrinsik dan ekstrinsik yang regulasinya sangat tergantung dengan rasio antara pro-survival (Bcl-2) dan pro-apoptosis (Bax). Daftar Pustaka Adams, J.M. and Cory, S. 1998. The Bcl-2 Protein Family : Arbiter of Cell Survival. Science 281: 1322-1325. Adashi, E.Y.1991.The Ovarian Life Cycle. In: Yen, S.S.C.,and Jafee,R.B.(eds.): Reproductive Endocrinology; Physiology, Pathophysiology and Clinical Management. Third-ed. W.B. Saunders Co.USA Agarwal, A., Gupta, S., and Sharma,R.K. 2005. Role of Oxidative Stress in Female Reproduction. Reprod. Biol. Endocrinol. 3: 38. Alison,M.R. and Sarraf,C.E.1992. Apoptosis : a GeneDirected Program of Cell Death. J.R.Coll.Physicians 26:25-35. Ashkenazi, A. and Dixit,V.M. 1998. Death Receptor: Signaling and Modulation. Science 281 : 13051308. Behrman,H.R. and Romero, R.J.1991. Prostaglandins and Prostaglandin-like Product in Reproduction : Eicosanoids, Peroxides and Oxygen Radicals. In: In: Yen, S.S.C.,and Jafee,R.B.(eds.): Reproductive Endocrinology; Physiology, Pathophysiology and Clinical Management. Thirded. W.B. Saunders Co.USA. Bjurulf, E. and Selstam, G. 1996. Rat Luteinizing Hormone Receptor Messenger Ribonucleic Acid
Tinjauan Pustaka
Expression and Luteolysis: Inhibition by Prostaglandin F2. Biol.Reprod. 54 : 1350-1351. Bowen-Shauver, J.M.and Telleria, C.M. 2003. Luteal Regression: A Redefinition of The Terms, Reprod Biol Endocrinol, 1: 28. Chang, D.W, Xing, Z., Pan, Y., Algeciras-Schimnich, A., Barnhart, B.C.,Yaish-Ohad, S., Peter, M.E., and Yang, X. 2002. c-FLIP L is a Dual Function Regulator for Caspase-8 Activation and CD95Mediated Apoptosis. The EMBO J. 21 :37043714. Chang, H.Y. and Yang, X. 2000. Proteases for Cell Suicide: Functions and Regulation of Caspase. Microbiol.Mol.Biol.Rev. 64: 821-846. Chao, D.T., and Korsmeyer, S.J. 1998. Bcl-2 Family : Regulator of Cell Death. Annu.Rev.Immunol. 16: 395-419. Chen, G., and Goeddel, D.V. 2002. TNF-R1 Signaling : A Beautiful Pathway. Science 296 (5573): 16341635. Chou,J.J, Li,H., Salvesen,G.S., Yuan,J.,and Wagner,G. 1999. Solution Structure of Bid, an Intracellular Amplifier of Apoptotic Signaling. Cell. 96 : 615624. Cotran, R..M., Kumar, V., and Robins, S.L. 1999. th Pathologic Basic of Disease, 5 Ed., WB Sounders, New York. Crow, M.T., Mani, K., Nam, Y.J., and Kritsis, R.M., 2004. The Mitochondrial Death Pathway and Cardiac Myocyte Apoptosis. Circ.Res 95 :957-969. Daniel, N.N., and Krosmeyer, S.J. 2004. Cell Death : Critical Control Points.Cell. 116 : 205-219. Datta, S.R., Brunet A., and Greenberg, M.E.1999. Cellular Survival : a Play in Three. Akts.Genes.Dev.13: 2905-2927. Davis, J.S. and Rueda, B.R. 2002. The Corpus Luteum: An Ovarian Structure with Maternal Instincts and Suicidal Tendencies. Frontiers in Bioscience., 7: d1949–d1978. Deshager,S.and Martinou,J. 2000. Mitochondria as the Central Control Point of Apoptosis. Trends in Cell Biol. 10 : 369-377. Deshpande, S.S., Angkeow, P., Huang, J., Ozaki, M., and Irani, K. 2000. Rac1 Inhibits TNF-α-Induced Endothelial Cell Apoptosis: Dual Regulation by Reactive Oxygen Species. The FASEB Journal 14 : 1705-1714. Dharmarajan, A.M., Hisheh, S., Singh, B., Parkinson, S., Tilly, K.I.and Tilly, J.L.1999. Antioxidants Mimic the Ability of Chorionic Gonadotropin to Suppress Apoptosis in the Rabbit Corpus Luteum in Vitro: A Novel Role for Superoxide Dismutase in Regulating Bax Expression. Endocrinology 140 (6): 2555-2561. Dimattina, M., Albertson, B., Seyler, D.E., Loriaux, D.L., and Falk, R.J. 1986. Effect of the Antiprogestin RU486 on Progesterone Production by Cultured Human Granulosa Cells: Inhibition of the ovarian 3ß-hydroxysteroid dehydrogenase. Contraception 34:199-206. Engmann, L., Losel,R., Wehling, M., and Peluso,J.J. 2006. Progesterone Regulation of Human Granulosa/Luteal Cell Viability by an RU486Independent Mechanism. J Clin Endocrinol Metab. 91 (12) : 4962-4968. Goyeneche AA., Harmon JM., and Telleria CM. 2006. Cell Death Induced by Serum Deprivation in Luteal
Tinjauan Pustaka
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Cells Involves the Intrinsic Pathway of Apoptosis. Reproduction.131: 103-111. Gross, A., McDonnell,J.M.and Korsmeyer,S.J.1999. BCL-2 Family Members and the Mitochondria in Apoptosis. Genes Dev. 13: 1899-1911. Hengartner, M.O. 2000. The Biochemistry of Apoptosis. Nature. 407, 770-776. Herr, I. and Debatin, K.M. 2001. Celluler Stress Response and Apoptosis in Cancer Therapy. Blood. 98 : 2603-2614. Hsu, S.Y. and Hsueh, A.J.W. 2000. Tissue-Specific Bcl-2 Protein Partners in Apoptosis: An Ovarian Paradigm. Physiol. Rev. 80 (2) : 593-614. Jurgensmeier, J.M., Xie, Z., Deveraux Q., Ellerby, L., Bredesen, D., and Reed, J.C. 1998. Bax Directly Induces Release of Cytochrome c from Isolated Mitochondria. Proc.Natl.Acad.Sci. 95 : 49975002. Kaipia, A. and Hsueh, A.J.W. 1997. Regulation of Ovarian Follicle Atresia. Annu Rev Physiol. 59: 349-363. Kaufmann,S.H., and Hengarter, M.O. 2001. Programmed Cell Death: Alive and Well in The New Millennium. Trends in Cell Biol. 11 (12) : 526534. Khan, M.I., Rosberg, S., Lahav, M., Lamprecht, S.A., Selstam ,G., Herlitz, H.and Ahren, K. 1979. Study of the Mechanism of Action of the Inhibitory Effect of PGF2α on cyclic AMP Accumulation in Rat Corpora Lutea of Variations Ages. Biol.Reprod. 21 : 1175-1183. Kirsch, D.G., Doseff ,A., Chau, B.N., Lim, D.S., de SousaPinto, N.C., Hansford, R., Kastan, N.B., Lazebnik, Y.A., and Wardwick, J.M. 1999. Caspase-3 Dependent Cleavage of Bcl-2 Promotes Release of Cytochrome c. J. Biol. Chem. 273 (30) : 2115521161. Kramer, P.H. 2000. CD95’s Deadly Mission in the Immune System. Nature. 407:789-795. Krueger, A., Bauman, S., Krammer, P.H., and Kirchhoff , S. 2001. FLICE-Inhibitory Protein : Regulators of Death Receptor-Mediated Apoptosis. Mol.Cell Biol. 21 (24): 8247-8254. Makino, A., Ozaki, Y., Matsubara, H,, Sato, T., Ikuta, K., Nishizawa, Y.,and Suzumori, K. 2005. Role of Apoptosis Controlled by Cytochrome c Released from Mitochondria for Luteal Function in Human Granulosa Cells. Am J Reprod Immunol.53:144152. Matsubara, H., Ikuta, K., Ozaki, Y., Suzuku, N., Sato, T.and Suzumori, K. 2000. Gonadotropin and Cytokines Affect Luteal Function through Control of Apoptosis in Human Luteinized Granulosa Cells. J.Clin. Endocrinol. Metab. 85 (4) : 16201626. McCracken, J.A., Custer, E.E., and Lamsa, J.C. 1999. Luteolysis: A Neuroendocrine-Mediated Event. Physiol Rev. 79:263-323. Morita, Y., and Tilly, J.L. 1999. Oocyte Apoptosis: Like Sand Through an Hourglass. Dev Biol 213:1-17. Nagata, S.1997.Apoptosis by Death Factor.Cell. 88:355365. Nicholson, D.W., and Thornberry, N.A. 1997. Caspase : Killer Proteases. Trends Biochem.Sci. 22 : 299306. Niswender, G.D., Juengel, JL, McGuie, W.J., Belfiore, C.J.and Wiltbenk, M.C. 1994. Luteal Function : The Estrous Cycle and Early Pregnancy. Biol. Reprod. 50: 239-247.
253
Niswender, G.D., Juengel, J.L., Silva, P.J., Rollyson, M.K.and McIntush, E.W. 2000. Mechanisms Controlling the Function and Life Span of the Corpus Luteum. Physiol. Rev. 80 (1) : 1-29. Parinaud, J., Perret, B., Ribbes, H., Vieitez, G., and Baulieu, E.E. 1990. Effects of RU486 on Progesterone Secretion by Human Preovulatory Granulosa Cells in Culture. J Clin Endocrinol Metab 70:1534-1537. Peluso, J.J., Pappalardo, A., Losel R., and Wehling, M. 2006. Progesterone Membrane Receptor Component 1 Expression in the Immature Rat Ovary and Its Role in Mediating Progesterone’s Antiapoptotic Action. Endocrinology. 147, 6 : 3133-3140. Pru, J.K. and Tilly, J.L. 2001. Programmed Cell Death in the Ovary: Insights and Future Prospects Using Genetic Technologies. Mol. Endocrinol. 15 (6): 845-853. Quirk,S.M., Harman,R.M., Huber,S.C., and Cowan,R.G. 2000. Responsiveness of Mouse Corpora Luteal Cells to Fas Antigen (CD95)-Mediated Apoptosis, Biol.Reprod. 63 : 49-56. Roughton, S.A., Lauren, R.R., Bittles, A.H., Dharmaradjan, A.M. 1999. Fas and Fas Ligand Messenger Ribonucleic Acid and Protein Expression in the Rat Corpus Luteum during Apoptosis Mediated Luteolysis, Biol.Reprod. 60 (4) : 797-804. Rueda, B.R., Hendry, I.R., Hendry, I.W., Stormshak, F., Slayden, O.D., and Davis, J.S. 2000. Decreased Progesterone Levels and Progesterone Receptor Antagonists Promote Apoptotic Cell Death in Bovine Luteal Cells. Biol Reprod. 62:269–276. Schimmer, A.D., Hedley, D.W., Penn, L.Z., and Minden, M.D. 2001.Receptor and Mitochondrial- Mediated Apoptosis in Acute Leukemia: A Translational View. Blood. 98 (13) : 3541-3553. Sugino, N., Suzuki, T., Kashida, S., Karube, A., Takiguchi, S. and Kato H. 2000. Expression of Bcl-2 and Bax in the Human Corpus Luteum during the Menstrual Cycle and in Early Pregnancy: Regulation by Human Chorionic Gonadotropin. J. Clin. Endocrinol. Metab. 85 (11) : 4379-4386. Susin, S.A., Zamzami, N., and Kroemer, G. 1998. Mitochondria as Regulators of Apoptosis : Doubt no More. Biochim.Biophys.Acta.1366: 151-165. Thomson, C.B. 1995. Apoptosis in the Pathogenesis and Treatment of Disease. Science. 267 : 1456-1461. Thornberry,N.A., Rano, T.A., Peterson, E.P., Rasper, D.M., Timkey, T., Garcia-Calvo, M., Houtzager,V.M., Nordstorm, P.A., Roy,S., Vailancourt, J.P., Chapman, K.T., and Nicholas,D.W. 1997. A Combinatorial Approach Defines Specificities of Members of the Caspase Family and Granzyme B. J. Biol Chem. 272 : 17907-17911. Tilly, J.L., Tilly, K.I., Kenton, M.L., and Johnson, A.L. 1995. Expression of Members of the Bcl-2 gene Family in the Immature Rat Ovary : eCGmediated Inhibition of Granulosa Cells Apoptosis is Associated with Decreased Bax and Constititive Bcl-2 and Bcl-xL mRNA levels. Endocrinology. 136 : 232-241. Timmer,J.C., and Salvesen,G.S. 2007. Caspase Substrates, Cell Death and Differ. 14 : 66–72. Van der Heiden, MG., Chandel NS., Williamson EK., Schumacher PT., and Thompson CB. 1997
254
Majalah Kesehatan PharmaMedika, 2011 Vol,3, No,1
Bcl- xL Regulates the Membrane Potensial and Volume Homeostasis of Mitochondria. Cell. 91 : 627-637. Vaskivuo, T. 2002. Regulation of Apoptosis in the Female Reproductive System. Thesis. University of Oulu. Venkatesen, P., and Rao, M.N.A. 2000. Structure-Activity Relationships for the Inhibition of Lipid Peroxidation and the Scavenging of Free Radicals by Synthetic Symmetrical Curcumin Analogues. J.Pharm Pharmacol. 52: 1123-1128. Waterhouse, N.J., Goldstein, J.C., Ahsen, O., Schuler, M., Newmeyer, D.D., and Green DR. 2001. Cytochrome c Maintains Mitochondrial Transmembrane Potensial and ATP Generation After Outer Mitochondrial Membrane Permeabilization During the Apoptosis Process. J.Cell Biol. 153 (2): 319-328. Willingham, M.C. 1999. Cytochemical Methods for Detection of Apoptosis. J.H.C. 47 : 1101-1110. Yadaf,V.K., Lakshmi,G.,and Medhamurthy,R. 2005. Prostaglandin F2 -mediated Activation of Apoptotic Signaling Cascades in the Corpus Luteum during Apoptosis. Involvement of Caspase-Activated DNase. J. Biol. Chem. 280, (11) : 10357-10367. Yakobi,K.,Tsafriri,A. and Gross,A. 2007. Luteinizing Hormone-Induced Caspase Activation in Rat Preovulatory Follicles Is Coupled to Mitochondrial Steroidogenesis. Endocrinology.148 (4) : 17171726 Yoshimura, S., Banno, Y., Nakashima, S., Takenaka, K., Sakai, H., Nishimura, Y., Sakai, N., Shimizu, S., Eguchi, Y., Tsujimoto, Y., and Nozawa, Y. 1998. Ceramid Formation Leads to Caspase 3 Activation During Hypoxic PC12 Cell Death. Inhibitory Effect of Bcl-2 on Ceramid Formation and Caspase-3 Activation. J.Biol.Chem. 273: 6921-6927. Zeiss, C.J. 2003. The Apoptosis-Necrosis Continuum : Insight from Genetically Altered Mice.Vet.Pathol.40 :481-495.
Tinjauan Pustaka