II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. PEPAYA (Carica papaya L.) Pepaya merupakan tanaman yang banyak ditanam orang, baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di daerah-daerah dataran dan pegunungan (sampai 1000 m dpl). Di indonesia tanaman pepaya dapat tumbuh di daerah dataran rendah sampai pegunugan yang memiliki ketinggian 1000m dpl (Warisno 2003). Berdasarkan taksonominya tanaman pepaya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Subkelas : Dicotyledonae Ordo : Caricales Famili : Caricaceae Genus : Carica Spesies : Carica pepaya L. Pepaya merupakan tanaman herba. Batangnya berongga umunya tidak bercabang, dan tingginya dapat mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar, dan bercangap. Tangkai daun panjang dan berongga. Batang, daun, dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis yang dapat memecah protein. Bunga pepaya termasuk bunga majemuk yang tersusun pada sebuah tangkai atau poros bunga (pendunculus). Kelompok bunga majemuk tersebut disebut infloresensia yang duduk pada ketiak daun. Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat sekitar 1012 bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen. (Kalie 2008.) Tanaman pepaya memiliki tiga bentuk pohon berdasarkan bentuk bunganya. Penetapan jenis kelamin pohon ini hanya dapat diketahui setelah tanaman berumur 4-6 bulan, yaitu saat tanaman telah berbunga. Struktur bunga pepaya dapat dilihat pada Gambar 1. 1. Pepaya Jantan Pohon pepaya ini memiliki bunga majemuk yang bertangkai panjang dan bercabang-cabang. Bunga pertama terdapat pada pangkal tangkai (Menegristek 2000). Bunga jantan berbentuk tabung ramping dengan panjang 2.5 cm, benang sari berjumlah 10 tersusun menjadi dua lapis yang melekat antara daun mahkota. Bakal buah yang rundimeter dan tidak berkepala. 2. Pepaya Betina Pepaya ini memiliki bunga majemuk artinya pada suatu tangkai bunga terdapat beberapa bunga. Tangkai bunganya sangat pendek dan terdapat bunga betina kecil dan besar, bunganya tidak memiliki benang sari (Menegristek 2000). Pepaya betina memiliki bunga betina yang berukuran agak besar dan memiliki bakal buah yang berbentuk bulat sehingga akan menghasilkan buah yang berbentuk bulat juga. Bunga ini memiliki lima buah pistillum (putik). Adanya putik ini membentuk alur atau garis pada buah. Meskipun buah berbentuk bulat, alur atau garis putik ini tampak memberi bekas juga. Mahkota bunga terdiri dari lima helai daun mahkota yang melekat di bagian dasar bunga (Kalie 2008). 3. Pepaya Sempurna Memiliki bunga yang sempurna susunannya, bakal buah dan benang sari dapat melakukan penyerbukan sendiri maka dapat ditanam sendirian (Menegristek, 2000). Terdapat tiga jenis pepaya sempurna, yaitu:
3
a. b. c. d. e. f.
Berbenang sari 5 dan bakal buah bulat. Berbenang sari 10 dan bakal buah lonjong. Berbenang sari 2-10 dan bakal buah mengkerut. Pepaya sempurna mempunyai dua golongan yaitu : Yang dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun Yang berbuah musiman.
Gambar 1. Struktur bunga pepaya (Kalie 2008) Tanaman pepaya memiliki empat genus utama yaitu: Carica, Jarilla, Jacaratia, dan Cylicomorpha. Genus Carica merupakan genus yang banyak dibudidayakan oleh petani karena memiliki buah yang enak dimakan. Genus Carica memiliki kurang lebih 20 jenis, dan dari 20 jenis itu berikut ini adalah jenis pepaya yang banyak ditanam di Indonesia (Warsino 2003) :
4
1.
Pepaya Jingga Jenis pepaya jingga memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Kulit buah berwarna kuning. b. Daging buah berwarna merah, banyak mengandung air, dan cukup manis. c. Berat per buah ± 1.50 kg. d. Cukup tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.
Gambar 2. Pepaya jingga (Warsino 2003) 2.
Pepaya Semangka Jenis pepaya semangka memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Kulit buah berwarna kuning menarik. b. Daging buah berwarna merah semangka, banyak banyak mengandung air, dan rasanya manis. c. Buah berbentuk bulat seperti semangka. d. Berat per buah ± 1 kg. e. Agak tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.
Gambar 3. Pepaya semangka (Warsino 2003) 3.
Pepaya Cibinong Jenis pepaya cibinong banyak di daerah Cibinong, Jawa Barat, memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Buah berbentuk panjang besar dan lancip pada bagian ujung. b. Tangkai buah cukup panjang. c. Kulit buah tidak rata. d. Daging buah agak keras dan cukup manis. e. Berat per buah ± 2.5 kg. f. Lebih tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.
Gambar 4. Pepaya Cibinong (Warsino 2003)
5
4.
Pepaya Meksiko Pepaya meksiko sering disebut juga pepaya solo atau pepaya tunggal karena memiliki ukuran buah yang kecil-kecil dan hanya cukup untuk satu orang. Jenis pepaya ini memiliki karakteristik sebagai berikut : a. Buah berbentuk seperti avokad, bulat berleher. b. Daging buah berwarna kuning dengan rasa manis. c. Berat per buah ± 0.5 kg. d. Tahan terhadap kerusakan selama pengangkutan.
Gambar 5. Pepaya Meksiko (Warsino 2003)
5.
Pepaya Bangkok Jenis pepaya bangkok memiliki karakteristik sebagai berikut: a. Buah berbentuk seperti pepaya cibinong, namun lebih bulat dan lebih besar. b. Kulit buah kasar dan tidak rata atau berbenjol-benjol. c. Daging buah berwarna jingga kemerahan, keras, dan memiliki rasa manis. d. Berat per buah ± 3.5 kg.
Gambar 6. Pepaya Bangkok (Warsino 2003)
Kemudian seiring dengan berkembangnya daya beli masyarakat dan perubahan selera konsumen, berkembang pula budidaya pepaya unggul sebagai berikut (Sobir 2009) :
1.
Pepaya IPB-1 Lebih dikenal sebagai pepaya Arum Bogor. Pepaya ini tergolong jenis pepaya kecil dengan bobot sekitar 0.65 kg. Bentuk buah lonjong, agak masuk ke dalam di bagian pangkal dan tidak beraturan di bagian tengah. Panjang buah sekitar 14 cm dengan diameter 10 cm. Kulit buah berwarna hijau sedang dan bertekstur licin. Daging buahnya berwarna jingga kemerahan dengan rasa yang cukup manis (kandungan padatan terlarut total daging buah sekitar 11-12o brix). Keunggulan dari IPB-1 adalah kemampuan berbuah yang lebih kontinu dan kurang menunjukkan menunjukkan kosong buah (skip), sehingga lebih menjamin suplai buah pepaya.
6
Gambar 7. Pepaya IPB-1 (Sobir 2009)
2.
Pepaya IPB-3 Pepaya ini juga termasuk pepaya kecil dengan bobot 0.53 kg. Bentuk buah lonjong dan pangkal buah tegak. Kulit buah bertekstur sedang dan berwarna hijau. Rasa daging buahnya manis dan berwarna jingga kemerahan. Tekstur buahnya agak keras. Kadar kemanisan 1214o. Pepaya ini berbunga setelah empat bulan bibit dipindahkan ke lahan, sedangkan buah dapat dipanen pada umur 140 hari setelah berbunga.
Gambar 8. Pepaya IPB-3 (Sobir 2009)
3.
Pepaya IPB-9 Pepaya ini lebih dikenal sebagai pepaya California. Pepaya ini memiliki bobot sekitar 1.24 kg. Bentuk buah silindris dengan pangkal buah yang agak menjorok ke dalam. Kulit buah berwarna hijau terang bertekstur halus. Daging buah berwarna jingga kemerahan dan bertekstur keras dengan rasa yang cukup manis (kandungan padatan terlarut total daging buah pepaya sekitar 10-11o brix).
Gambar 9. Pepaya IPB-9 (California) (Sobir 2009)
7
4.
Pepaya IPB-6c Pepaya ini lebih populer dengan nama pepaya Sukma yang merupakan kepanjangan dari Sukabumi Manis. Pepaya ini termasuk jenis pepaya besar dengan bobot mencapai 2.8 kg. Panjang buah 30-35 cm. Buah berbentuk lonjong dengan pangkal tegak. Kulit buah berwarna hijau dan bertekstur licin. Daging buah berwarna jingga dan bertekstur keras. Kandungan padatan terlarut total daging buah berkisar 10-12o brix.
Gambar 10. Pepaya IPB-6c (Sobir 2009) Buah pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni dengan ciri-ciri sebagai berikut (Pantastico1986): 1. Kulit luar tipis. 2. Daging buah buah tebal dengan rongga besar di tengah. 3. Berasal dari bakal buah yang menumpang. Buah pepaya juga termasuk ke dalam buah kelas berat dengan kisaran bobot 1000-5000 g. Buah pepaya berdasarkan asal-usulnya dan jumlah ruang bakal buahnya termasuk ke dalam buah sejati tunggal yaitu buah yang berasal dari perkembangan satu bakal buah dari kuntum bunga yang sama. Berdasarkan bentuk dan sifat daging buahnya , pepaya termasuk ke dalam tipe buah buni, memiliki kulit luar yang tipis, kuat, lentur sedangkan lapisan dalam berdaging, berair dan dapat dimakan, dengan rongga besar di bagian tengah (Pantastico 1986). Komposisi buah dan daun pepaya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Analisis komposisi buah dan daun pepaya Unsur Komposisi
Buah Masak
Buah Mentah
Daun
Energi (kal) Air (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Vitamin A (IU) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Besi (mg)
46 86.7 0.5 * 12.2 365 0.04 78 23 1.7
26 92.3 2.1 0.1 4.9 50 0.02 19 50 0.4
79 75.4 8 2 11.9 18.250 0.15 140 353 0.8
Fosfor (mg)
12
16
63
Sumber: Direktorat Gizi, Depkes RI, 1979 dalam acuan Kalie, 2008. Keterangan *Sedikit sekali, dapat diabaikan.
8
B. PASCAPANEN PEPAYA Tanaman pepaya dipanen setelah berumur 9-12 bulan. Tanda-tanda buah dapat dipetik adalah warna kulit buah yang mulai menguning. Pemanenan buah pepaya dilakukan pada pagi dan sore hari, serta dilakukan setiap 10 hari sekali. Buah pepaya memiliki tingkat kematangan sebagai berikut (Prayoga 2011): 1. Matang fisiologis (mature green) 2. Sremburat kuning (colour break) 3. 25% kuning (quarter ripe) 4. 50% kuning (half ripe) 5. 75% kuning (ripe) 6. 100% kunig (full ripe) 7. Terlalu matang (over ripe) Prayoga (2011) mengatakan buah pepaya yang dipanen adalah buah pepaya dengan tingkat kematangan 25% semburat merah. Pantastico (1986) dalam bukunya mengatakan mutu buah yang baik diperoleh bila pemanenan hasilnya dilakukan pada tingkat kemasakan yang tepat. Buah-buah yang belum masak, bila dipetik akan menghasilkan mutu jelek dan proses pematangan yang salah. Sebaliknya penundaan waktu pemetikan akan meningkatkan kepekaan buah terhadap pembusukan, akibatnya mutu dan nilai jualnya rendah. Panen dilakukan pada keadaan buah yang sudah tua tetapi belum masak untuk hasil yang akan dikirim ke pasar yang jauh letaknya. Pemanenan dilakukan menggunakan sarung tangan untuk menghindari luka pada kulit buah. Buah pepaya yang dipilih dipetik dengan cara memutar buah menggunakan tangan sampai terlepas dari tangkainya atau menggunakan “songgo” (berupa bambu yang ujungnya berbentuk setengah kerucut yang berguna menjaga buah tidak jatuh saat dipetik). Buah yang dipanen diusahakan tidak terjatuh agar tidak memar. Tangga yang digunakan untuk memanen dilapisi kertas untuk mencegah gesekan antar buah. Wadah yang digunakan untuk hasil panen dialasi kertas sebagai bantalan. Buah hasil panen diletakkan dengan posisi berdiri dan tangkai buah menghadap ke bawah. Setiap lapisan buah diberi bantalan yang sama dengan bantalan wadah. Tinggi tumpukan buah maksimum 3 lapisan (Prayoga 2011). Pencucian buah pepaya dilakukan untk mengoptimalkan tampilan buah pepaya. Buah pepaya disortir untuk mendapatkan buah dengan ukuran yang seragam. Pengelompokan dilakukan berdasarkan ukuran, bentuk buah, tingkat kematangan dan keseragaman warna buah. Buah pepaya dikemas dengan kardus yang memiliki sekat-sekat dan lubang sirkulasi udara untuk menjaga mutu buah pada saat pengangkutan dan penyimpanan. Tinggi tumpukan kardus pada saat pengiriman diatur sesuai kekuatan kemasan dan dihindarkan dari goncangan yang terlalu keras agar buah tidak rusak (Prayoga 2011). Menurut Satuhu (2004) pengemasan buah adalah meletakkan buah-buahan ke dalam suatu wadah yang cocok dan baik sehingga komoditi tersebut terlindungi dari kerusakan mekanis, fisiologis, kimiawi, dan biologis. Tujuan dari kegiatan pengemasan secara umum adalah: 1. Melindungi hasil (produk) dari kerusakan. 2. Melindungi dari kehilangan air. 3. Melindungi dari pencurian. 4. Mempermudah dalam pengangkutan. 5. Mempermudah penyusunan baik dalam pengangkutan maupun penyimpanan. 6. Mempermudah dalam perhitungan. Luketsi (2011) meniliti kemasan yang paling baik untuk mengurangi kerusakan mekanis pada saat transportasi pepaya IPB 9 (Callina). Berdasarkan hasil penelitiannya,kemasan yang paling baik
9
adalah kemasan dengan bahan pengisi cacahan kertas koran dan posisi penyusunan buah secara horizontal, tingkat kerusakan mekanis yang terjadi pada pepaya merupakan yang terkecil dibandingkan bahan pengisi dengan lembaran dan cacahan spons/gabus atau pun kardus berpola. Berdasarkan pengukuran pada parameter susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut, serta uji statistik yang telah dilakukan pada buah pepaya, bahan pengisi kemasan yang paling baik untuk mempertahankan mutu dari paremeter tersebut adalah sekat kardus dan posisi penyusunan yang paling baik adalah posisi vertikal. Kusumah (2007) pernah mengkaji pengaruh berbagai jenis kemasan dan suhu simpan terhadap mutu fisik mentimun selama transportasi. Penelitian dilakukan dengan meletakan mentimun dalam empat kemasan yang berbeda di atas meja getar selama tiga jam (setara dengan 516.53 km pada jalan luar kota). Berdasarkan penelitian tersebut kemasan yang paling baik untuk pendistribusian mentimun untuk jarak jauh adalah karton kardus dibandingkan peti kayu, plastik atau pun kantong jaring. Buah mentimun ditinjau dari sudut susunannya tidak jauh berbeda dengan buah buni, sementara itu buah pepaya merupakan salah satu buah yang tergolong buah buni . Menurut Yuwono et al (2008) penyimpanan adalah suatu cara untuk mempertahankan mutu hasil pertanian setelah dipanen dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual atau dikonsumsi. Hal ini penting untuk menjamin daya simpan buah semaksimal mungkin. Penyimpanan buah adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperpanjang ketersediaannya sampai kepada konsumen dan menyediakannya untuk memenuhi permintaan pasar (Satuhu, 2004). Hamaisa (2007) pernah meneliti pengaruh suhu penyimpanan terhadap umur simpan dan kualitas buah pepaya IPB 1 selama penyimpanan dan pematangan buah. Berdasarkan hasil penelitiannya buah pepaya yang disimpan pada suhu ruang memiliki umur simpan 9 hari, sedangkan buah pepaya yang disimpan pada suhu 10oC memiliki umur simpan hingga 20 hari penyimpanan. Laju produksi CO2, perubahan warna, penurunan kekerasan, peningkatan total padatan terlarut dan susut bobot selama penyimpanan dapat dihambat pada suhu ruang penyimpanan 10oC dibanding pada suhu ruang dan suhu 15oC. Pelapisan lilin atau waxing dapat menekan laju respirasi sehingga perlakuan ini merupakan salah satu alternatif untu memperpanjang masa simpan buah-buahan (Yowono et al 2008). Fitradesi (1999) pernah melakukan penelitian mengenai pengaruh perlakuan bahan pelapis dan suhu simpan terhadap daya simpan dan kualitas buah pepaya. Hasil penelitiannya menunjukan pelapisan lilin lebah 6% dan lilin carnauba 6% dapat mempertahankan daya simpan buah pepaya . Pepaya yang dilapisi emulsi lilin carnauba 6% dan lilin lebah 6% yang disimpan pada suhu dingin berturut-turut mempunyai daya simpan 19.0 HSP dan 15.9 HSP (Hari Setelah Panen). Satuhu (2004) mengatakan, Di Indonesia perhubungan darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api. Menurut Soedibyo (1985), pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horisontal, guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali. Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta api dapat mengakibatkan kememaran, susut berat dan memperpendek masa simpan. Hal ini terjadi terutama pada pengangkutan buah- buahan dan sayuran yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek goncangan, tetapi daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas di dalam kemasan dan susunan kemasan di dalam alat pengangkut (Purwadaria 1992).
10
Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan dapat mengakibatkan jumlah kerusakan yang dialami oleh komoditi pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30 50%. Pada umumnya hambatan - hambatan yang menyebabkan penurunan mutu tersebut adalah kegiatan penanganan pasca panen yang tidak sempurna walaupun mutu pada waktu pemanenan sudah baik. Kegiatana penanganan pasca panen meliputi masalah tempat pengumpulan, grading/sortasi, pengemasan, pengangkutan dan pemasaran (Soedibyo 1985).
C. KEHILANGAN PASCAPANEN Produk hortikultura merupakan produk yang mudah rusak. Hal ini terjadi karena pada saat bagian dari suatu tanaman dipanen, sejak saat itulah pasokan hasil metabolisme dari tanaman untuk mendukung kegiatan fisiologisnya terputus. Sementara itu, bagian tanaman tersebut masih terus melakukan kegiatan fisiologisnya (Soesanto 2006). Kerusakan dari produk tersebut disebut juga sebagai kehilangan pascapanen. Kehilangan pascapanen selain berpengaruh terhadap kuantitas, juga dapat mengakibatkan berkurangnya kualitas produk. Kehilangan kuantitas adalah hilangnya produk pascapanen yang ditunjukkan oleh berkurangnya volume atau berat produk, sedangkan kehilangan kualitas dikaitkan dengan berubah ke arah menurunnya komponen nutrisi produk pasca panen. Berkurangnya volume atau berat produk pascapanen berkaitan erat dengan proses fisiologi yang masih terus berlangsung pada produk setelah dipetik dari tanaman, tanpa adanya pasokan bahan nutrisi dan air, produk mengalami penyusutan. Sementara itu, berubahnya atau menurunnya kandungan nutrisi dalam produk pascapanen berkaitan erat dengan proses biokimia produk, yaitu tidak lancarnya daur Krebbs dalam produk (Soesanto 2006). Selain faktor dalam produk itu sendiri, faktor luar juga sangat berperan dalam kerusakan dan kehilangan produk pascapanen. Beberapa faktor dalam dan luar yang sangat penting peranannya di antaranya (Soesanto 2006) : 1. Kemunduran fisiologi Laju kemunduran fisiologi produk meningkat karena terjadinya perubahan proses fisiologi produk dari proses normalnya. Perubahan tersebut terjadi karena pendedahan produk pascapanen pada suhu tinggi, kelembapan tinggi, karena kerusakan fisik dan suhu penyimpanan yang tidak sesuai. 2. Kerusakan mekanis Pemanenan dan penanganan produk pascapanen yang dilakukan kurang hati-hati akan menyebabkan timbulnya kerusakan mekanis, seperti memar, retak, tergores, atau pecahnya kulit produk. Penggunaan lahan tanam yang tidak sesuai juga dapat menyebabkan terjadinya luka mekanis. 3. Adanya Serangan hama dan patogen Produk pascapanen segar sangat riskan terhadap serangan hama dan mikroba patogen. Keberadaan hama dan patogen dapat terjadi sejak produk masih berada di lahan atau belum dipanen. Kerusakan karena hama dapat disebabkan oleh serangan serangga, tikus, dan hewan lain yang menjadi masalah serius di tempat penyimpanan. Sementara itu serangan patogen disebabkan oleh jamur, bakteri, dan virus. 4.
Jenis produk segar Produk pascapanen segar dapat dibedakan dalam beragam jenis bagian tanaman yang dipanen. Komoditas pascapanen tersebut dapat berupa buah, daun, akar, biji, bunga, atau
11
5.
6.
7.
8.
umbi yang masing-masing memerlukan penanganan pascapanen dan penyimpanan yang sangat khusus. Fisiologi pascapanen produk segar Komoditas pascapanen segar merupakan bagian tanaman yang hidup, yang masih melanjutkan proses kehidupannya. Gangguan terhadap berlangsungnya proses tersebut akan menyebabkan kemunduran atau kerusakan fisiologi produk pascapanen. Respirasi Respirasi merupakan pengambilan oksigen dari udara, yang digunakan untuk memecah rantai karbohidrat di dalam tanaman menjadi air dan karbon dioksida. Proses ini akan terus berlangsung meskipun produk telah dipisahkan dari tanaman induknya. Kurangnya pasokan oksigen akan menyebabkan proses ini menjadi proses fermentasi yang akan memecah gula menjadi alkohol dan karbon dioksida. Fenomena ini menyebabkan bau yang tidak sedap, kerusakan jaringan, gagalnya pemasakan. Penguapan Komoditas pascapanen setelah dipanen akan terus mengalami kehilangan air sementara pasokan air dari akar tanaman telah terputus. Kehilangan air yang tidak ditanggulangi dapat menyebabkan produk berubah bentuk dan ukuran, seperti mengerut dan layu. Kehilangan air produk pascapanen yang berada dalam ruang simpan dapat dipengaruhi oleh kelembapan udara ruang simpan, pergerakan udara dalam ruang simpan, dan macam produk yang disimpan. Pemasakan produk pascapanen Pemasakan produk pascapanen dapat digolongkan ke dalam dua jenis sifat pemasakan, yang memperlihatkan perbedaan pola respirasi produk. Buah pepaya termasuk ke dalam buah klimakterik. a. Pemasakan buah non-klimakterik: Buah yang tergolong jenis ini mempunyai sifat hanya dapat masak ketika buah masih menempel pada tanaman induknya. Laju respirasi secara perlahan melambat selama pertumbuhan dan setelah buah dipanen. b. Pemasakan buah klimakterik: Buah jenis ini dapat dipanen ketika masih dalam kondisi matang tetapi belum mulai masak. Buah golongan ini dapat dipacu pemaskannya dengan cara buatan. Awal pemasakan buah diikuti dengan laju respirasi yang cepat,yang disebut klimak respirasi. Setelah pemasakan, laju respirasi akan lambat karena buah mencapai tingkat masak dan buah siap dikonsumsi.
D. RANTAI PASOK Konsep rantai pasok merupakan mata rantai penyediaan barang dari bahan baku sampai barang jadi (Indrajit RE,R Djokopranoto.2002. Konsep Manajemen Supply Chain Cara Baru Memandang Mata Rantai Penyediaan Barang. Jakarta: Grasindo.). Manajemen rantai pasok produk pertanian berbeda dengan manajemen rantai pasok produk manufaktor karena : (1) produk pertanian bersifat mudah rusak, (2) proses penanaman, pertumbuhan, dan pemanenan tergantung pada iklim dan musim, (3) hasil panen memiliki bentuk dan ukuran yang bervariasi, (4) produk pertanian bersifat kamba sehingga sulit untuk ditangani (Brown 1994 dalam Marimin 2010). Pola umum rantai pasok produkproduk pertanian di Indonesia(Limbong dan Sitorus 1987) :
12
Petani/
Tengkulak
Produsen
Koperasi/KUD
Pedagang Besar Perantara
Pengecer
Pabrik/Eksportir
Konsumen Akhir Domestik
Gambar 11. Pola umum rantai pasok produk-produk pertanian di Indonesia Sumber: Limbong dan Sitorus, 1987. Mekanisme rantai pasok produk pertanian tradisional adalah petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak, dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar tradisional dan pasar swalayan. Pada rantai pasok modern, petani sebagai produsen dan pemasok pertama produk pertanian membentuk kemitraan berdasarkan perjanjian atau kontrak dengan manufaktur, eksportir, atau langsung dengan pasar sebagai retail, sehingga petani memiliki posisi tawar yang baik (Marimin 2010). Kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja sistematis dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemutraan rantai pasok suatu komoditas. Dalam perkembangannya, bentuk kelembagaan rantai pasok peretanian terdiri dari dua pola, yaitu perdagangan umum dan pola kemitraan. Pola perdagangan umum melibatkan berbagai pelaku tata niaga yang umum ditemukan di banyak lokasi. Lembaga tata niaga merupakan suatu lembaga dalam bentuk perorangan, perserikatan atau perseroan yang akan melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang berusaha untuk memperlancar arus/gerak barang dari produsen sampai tingkat konsumen melalui berbagai kegiatan/aktifitas. Dalam tata niaga barang dan jasa terlibat beberapa badan mulai dari produsen, lembaga-lembaga perantara dan konsumen. Pihak produsen adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan. Pihak lembaga perantara adalah yang memberikan pelayanan dalam hubungannya dengan pembelian dan atau penjualan barang/jasa dari produsen ke konsumen, yaitu pedagang besar (wholesaler) dan pedagang pengecer (retailer). Sedangkan konsumen akhir adalah pihak yang langsung menggunakan barang/jasa yang dipasarkan. Konsumen akhir ini dapat terdiri dari rumah tangga dan perusahaanperusahaan (Limbong dan Sitorus1987). Analisis yang dapat digunakan untuk menentukan efisiensi operasional pada proses tataniaga suatu produk yaitu analisis marjin tataniaga, farmer’s share serta rasio keuntungan dan biaya (Mubyarto 1989).
E. MARJIN PEMASARAN DAN FARMER’S SHARE Marjin adalah perbedaan harga atau selisih harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima petani produsen, atau dapat juga dinyatakan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan tataniaga sejak dari tingkat produsen sampai ke titik konsumen akhir. Kegiatan untuk memindahkan barang dari titik produsen ke titik konsumen membutuhkan pengeluaran baik fisik maupun materi. Pengeluaran yang harus dilakukan untuk menyalurkan komoditi dari produsen ke konsumen disebut sebagai biaya tata niaga. Adanya perbedaan kegiatan dari setiap lembaga akan menyebabkan perbedaan harga jual dari lembaga yang satu dengan lembaga yang lain sampai ke tingkat konsumen akhir. Semakin banyak lembaga yang terlibat dalam penyaluran suatu komoditi, maka semakin besar perbedaan harga komoditi tersebut di titik produsen dibandingkan dengan harga yang akan dibayar oleh konsumen (Limbong dan Sitorus 1987).
13
Indikator lain dalam membandingkan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir adalah farmer’s share. Farmer’s share merupakan perbandingan antara bagian yang diterima petani terhadap harga yang dibayar oleh konsumen akhir. Farmer’s share berhubungan negatif dengan marjin pemasaran, artinya semakin tinggi marjin pemasaran maka bagian yang diperoleh petani semakin rendah.
14