BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan 2.1.1 Sejarah tumbuhan Pepaya (Carica papaya L.) merupakan tanaman yang berasal dari Amerika tropis. Pusat penyebaran tanaman ini diduga berada di daerah sekitar Meksiko bagian selatan dan Nikaragua. Pelayar-pelayar bangsa Portugis di abad ke-16, tanaman ini menyebar ke berbagai benua dan negara, termasuk benua Afrika dan Asia serta negara India. Tanaman ini menyebar ke berbagai negara tropis lainnya, termasuk Indonesia dan pulau-pulau di Lautan di abad ke-17 (Baga, 2000). Buah pepaya tergolong buah yang populer dan digemari oleh banyak orang dikarenakan buahnya yang manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Di Indonesia, tanaman pepaya umumnya tumbuh menyebar dari dataran rendah sampai dataran tinggi yaitu sampai ketinggian 1.000 m di atas permukaan air laut. Tanaman ini umumnya diusahakan dalam bentuk tanaman pekarangan atau usaha tani (Baga, 2000). 2.1.2 Jenis tumbuhan a. Pepaya Jantan Pohon pepaya jantan mudah dikenali karena memiliki malai bunga yang bercabang banyak yang menggantung dengan bunga-bunga jantan yang lebat. Pohon ini tidak akan menghasilkan buah karena bunganya tidak memiliki
5 Universitas Sumatera Utara
bakal buah. Pohon jantan hanya bermanfaat sebagai penyerbuk bunga pada pohon betina (Baga, 2000). b. Pepaya Betina Pohon pepaya betina memiliki 3-5 bunga betina yang bertangkai pendek yang duduk di ketiak daun. Ukuran bunganya agak besar. Tanpa adanya pohon jantan atau pohon sempurna, pohon betina tidak dapat menghasilkan buah. Tepung sari dari salah sari pohon tersebut diperlukan untuk menyerbuk putik bunga-bunga betina. Buah dari pohon betina umumnya berbentuk burung dan kurang diminati (Baga, 2000). c. Pepaya Sempurna Pohon pepaya sempurna terdiri dari beberapa bungan sempurna dan 1-4 bunga jantan yang bertangkai pendek. Berdasarkan bentuk bakal buah dan jumlah benang sarinya, pepaya sempurna dapat dibedakan menjadi tiga yaitu bunga pepaya sempurna elongata, bunga sempurna pentadria dan bunga sempurna antara. Bunga sempurna elongata mempunyai bakal buah berbentuk lonjong dan 10 benang sari yang tersusun melingkar pada bakal buah. Lima buah benang sari diantaranya bertangkai coklat dan lima buah benang sari lainnya bertangkai pendek. Bunga sempurna elongata ini akan menghasilkan buah yang berbentuk lonjong. Bunga sempurna pentadria memiliki lima buah benang sari yang bertangkai pendek. Bunga sempurna antara memiliki benang sari yang berbeda-beda jumlahnya, antara 2-10 buah. Letak perlekatan benang sari pada bakal buah lebih rendah dibandingkan kepala putik sehingga bakal buah sering
6 Universitas Sumatera Utara
mengerut tidak rata. Demikian juga bentuk buahnya menjadi berkerut atau berbentuk coklat melengkung dengan ujung lancip (Baga, 2000). Varietas pepaya yang banyak dikenal di Indonesia yaitu pepaya jingga/pepaya coklat/pepaya coklat, memiliki daging buah berwarna merah jingga, rasanya manis dan pepaya burung/pepaya batu/pepaya burung, warna daging buah kuning, harum baunya dan rasanya manis asam (Prihatman, 2000). 2.1.3 Sistematika tumbuhan Kingdom
: Plantae (Tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)
Sub-divisi
: Angiospermae (Biji tertutup)
Kelas
: Dicotyledonae (Biji berkeping dua)
Ordo
: Brassicales
Famili
: Caricaceae
Spesies
: Carica papaya L.
2.1.4 Nama daerah Sumatera
: kabaelo, betik, ralempaya, botik, kates, kepaya, pepaya, batiek, kustela, gedang, mbertik.
Jawa
: gedang, katela gantung, kates
Kalimantan
: buah medung, pisang malaka, majan, bandas
NTB dan NTT : gedang, kates, kempaja, panja, kapala Sulawesi
: kapalay, pepaya, kaliki, sumoyori
Maluku
: tele, palaki, papae, paapino, papau, papaen, sempain, kapaya
Irian
: sampain, asawa, menam, seberiani, tapaya (Dalimartha, 2009)
7 Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Morfologi Tumbuhan berbentuk pohon dengan batang yang lurus, burung silindris, umumnya tidak bercabang. Pada bagian dalam pohon berupa spons dan berongga sedangkkan di luar terdapat tanda bekas daun yang cukup banyak. Tinggi pohon pepaya bisa mencapai 10 m. Daunnya merupakan daun tunggal, berukuran besar dan bercangap. Tangkai daun burung silindris, berongga, memiliki coklat 25-100 cm. Bunga terdiri dari tiga , yaitu bunga jantan, bunga bentina dan bunga sempurna. Bentuk buah burung sampai lonjong. Batang, daun dan buahnya mengandung getah yang memiliki daya enzimatis yang dapat memecah protein. Pertumbuhan tanaman pepaya termasuk cepat karena antara 10-12 bulan setelah ditanam buahnya telah dapat dipanen (Baga, 2000). 2.1.6 Manfaat tumbuhan Seluruh bagian dari tanaman pepaya dapat dimanfaatkan. Buah pepaya yang telah masak dapat dimanfaatkan sebagai makanan pencuci mulut selain itu juga sebagai pensuplai nutrisi/gizi terutama vitamin A dan C. Bunga pepaya dapat diolah menjagi sayur yang lezat. Bahkan daun mudanya enak dilalap dan dapat menambah nafsu makan. Batangnya dapat dijadikan pencampur makanan ternak melalui proses pengirisan dan pengeringan. Tanaman pepaya secara tradisional, akarnya dapat digunakan sebagai obat gangguan kandung kemih. Daunnya sebagai obat penyembuh penyakit malaria, kejang perut dan sakit panas. Batang buah muda dan daunnya mengandung getah putih yang berisikan enzim pemecah protein yang disebut
8 Universitas Sumatera Utara
“papaine” sehingga dapat melunakan daging dan kulit dalam industri tekstil, serta untuk bahan kosmetik dalam industri farmasi (Prihatman, 2000).
2.2 Ekstrak Ekstraksi adalah suatu proses yang dilakukan untuk memperoleh kandungan senyawa kimia dari jaringan tumbuhan maupan hewan. Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung, ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk. Cairan penyari dapat berupa air, etanol dan campuran air etanol (Depkes, 1979).
2.3 Kandungan Kimia Kandungan kimia dalam buah pepaya (Carica papaya L.) adalah papain yang terdapat dalam getah buah pepaya, yaitu suatu senyawa yang dapat mempercoklat daya cerna pepsin sehingga pencernaan lebih sempurna (YinFang dan Cheng-Jun, 2002). Kandungan senyawa lain dalam biji pepaya memiliki potensi antibakteri, antara lain tanin, saponin, triterpenoid dan flavonoid (Miean dan Suhaila, 2000). 2.3.1 Saponin Saponin adalah glikosida triterpenoida dan sterol. Senyawa golongan ini banyak terdapat pada tumbuhan tinggi. Saponin merupakan senyawa dengan rasa yang pahit dan mampu membentuk larutan koloidal dalam air serta menghasilkan busa jika dikocok dalam air. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan, bersifat seperti sabun dan dapat di uji berdasarkan kemampuannya
9 Universitas Sumatera Utara
membentuk busa. Pembentukan busa yang mantap sewaktu mengekstraksi tumbuhan atau pada waktu memekatkan ekstrak tumbuhan merupakan bukti terpercaya akan adanya saponin (Harborne, 1987). Saponin adalah suatu glikosida yang bila dihidrolisa menghasilkan bagian aglikon yang disebut sapogenin dan bagian glikon. Senyawa ini dapat mengiritasi membran mukosa dan pada konsentrasi rendah dapat menyebabkan hemolisa darah merah. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan dari larutan berair sehingga dalam bidang farmasi digunakan sebagai penstabil sediaan suspensi (Tyler, et al., 1976). 2.3.2 Tanin Tanin adalah senyawa fenol yang tersebar luas pada tumbuhan berpembuluh, biasanya terdapat pada daun, buah, kulit kayu atau batang. Tanin tumbuh dibagi menjadi dua golongan, yaitu tanin terkondensasi dan tanin terhidrolisis. Kadar tanin yang tinggi mempunyai arti yang penting bagi tumbuhan yakni pertahanan bagi tumbuhan dan membantu mengusir hewan pemakan tumbuhan. Tanin terkondensasi terdapat pada paku-pakuan, gimnospermae, dan angiospermae, sedangkan tanin terhidrolisa penyebarannya terbatas pada tumbuhan berkeping dua. Tanin dapat diidentifikasi dengan cara penambahan pereaksi ferri klorida, menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru kehitaman (Harborne, 1987). 2.3.3 Flavonoid Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam yang tersebar luas pada tumbuhan hijau dan mengandung 15 atom karbon dalam inti
10 Universitas Sumatera Utara
dasarnya,yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6 yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat membentuk cincin ketiga, umumnya senyawa flavonoid dalam tumbuhanterikat dengan gula disebut sebagai glikosida (Markham, 1988). Fenol adalah senyawa dengan suatu gugus OH yang terikat pada cincin aromatik (Fessenden dan Fessenden, 1982). Fenolik merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tumbuhan. Senyawa fenolik dalam tumbuhan dapat berupa fenol sederhana, antraquinon, asam fenolat, kumarin, flavonoid, lignin dan tanin (Harborne, 1987). Senyawa fenolik telah diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antibakteri. Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik yang dapat ditemukan di buah dan sayur. Flavonoid telah diteliti memiliki berbagai aktivitas
biologis.
Flavonoid
berperan
sebagai
antikanker,
antiviral,
antiinflamasi, mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan penangkapan radikal bebas. Kekuatan aktivitas antioksidan dari flavonoid bergantung pada jumlah dan posisi dari gugus OH yang terdapat pada molekul (Farkas, et al., 2004). Semakin banyak substitusi gugus hidroksi pada flavonoid, maka aktivitas antiradikalnya semakin besar (Amic, et al., 2003;Farkas, et al., 2004 ). Adanya gugus orto-katekol (3‘4‘-OH) pada cincin B flavonoid merupakan faktor penentu kapasitas antioksidan yang tinggi (Amic, et al., 2003) 2.3.4 Glikosida Glikosida adalah senyawa organik yang bila dihidrolisis akan menghasilkan satu atau lebih gula yang disebut glikon dan bagian bukan gula
11 Universitas Sumatera Utara
yang disebut aglikon. Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida adalah glukosa. Glikosida berbentuk kristal atau amorf yang umumnya larut dalam air dan etanol kecuali glikosida resin. Berdasarkan hubungan ikatan antara glikon dan aglikonnya, glikosida dibagi (Robinson, 1995): a.
O-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom O. Contoh: Salisin.
b.
S-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antar glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom S. Contoh: Sinigrin.
c.
N-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom N. Contoh: Krotonosid.
d.
C-glikosida, yaitu senyawa glikosida yang ikatan antara glikon dan aglikonnya dihubungkan oleh atom C. Contoh: Barbaloin.
2.3.5 Steroid/Triterpenoid Steroid adalah triterpenoid yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidrofenantren. Uji yang biasa digunakan adalah reaksi Lieberman Bourchard yang dengan kebanyakan triterpen dan steroid memberikan warna hijau biru (Harborne, 1987). Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehid atau asam karboksilat. Berupa senyawa warna berbentuk Kristal. Sering kali bertitik leleh tinggi dan aktif optik (Harborne, 1987).
12 Universitas Sumatera Utara
2.3.6 Alkaloid Alkaloid adalah suatu golongan senyawa organik yang terbanyak ditemukan di alam. Hampir seluruh alkaloid berasal dari tumbuh-tumbuhan dan tersebar luas dalam berbagai tumbuhan tingkat tinggi. Sebagian besar alkaloid terdapat pada tumbuhan dikotil sedangkan untuk tumbuhan monokotil dan pteridofita mengandung alkaloid dengan kadar yang sedikit. Pengertian lain Alkaloid adalah senyawa organik yang terdapat di alam bersifat basa atau alkali dan sifat basa ini disebabkan karena adanya atom N (Nitrogen) dalam molekul senyawa tersebut dalam struktur lingkar heterosiklik atau aromatis, dan dalam dosis kecil dapat memberikan efek farmakologis pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, morfina sebagai pereda rasa sakit, reserfina sebagai obat penenang, atrofina berfungsi sebagai antispamodia, kokain sebagai anestetik lokal, dan strisina sebagai stimulan syaraf. Selain itu ada beberapa pengecualian, dimana termasuk golongan alkaloid tapi atom N (Nitrogen) nya terdapat di dalam rantai lurus atau alifatis. 2.4 Bakteri 2.4.1 Uraian umum Nama bakteri berasal dari kata “bakterion” (Bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan pembelahan diri serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop. Pembagian bakteri berdasrkan tahap pewarnaan dibagi atas
13 Universitas Sumatera Utara
dua bagian, yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif (Dwidjoseputro, 1994). Bakteri pertama ditemukan oleh Anthony van Leeuwenhoek pada 1674 dengan menggunakan mikroskop buatannya sendiri. Istilah bacterium diperkenalkan di kemudian hari oleh Ehrenberg pada tahun 1828 (Anonim, 2010). Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu, berbentuk bola, batang atau spiral berdiameter sekitar 0,5-10 mikrometer (µm) dan coklatnya 1,5-2,5 mikrometer
(µm).
Berkembang
biak
dengan
cara
membelah
diri
(Dwijoseputro, 1994). 2.4.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri Pada pertumbuhan bakteri terjadi sintesa yang khas dan berimbang dari komponen-komponen protoplasma dari bahan-bahan gizi (nutrient) yang terdapat dalam lingkungannya. Ini merupakan proses yang terus berubah menurut waktu dan merupakan sifat utama makhluk hidup. Bakteri-bakteri merupakan kelompok organisme yang sangat omnivor (memakan segalanya). Mereka
mampu
melaksanakan
proses-proses
metabolisme
dengan
memanfaatkan segala macam sumber bahan makanan, mulai substrat anorganik sampai bahan organik yang sangat kompleks. Faktor-faktor yang memperngaruhi pertumbuhan bakteri yaitu: a.
Temperatur Tiap-tiap bakteri mempunyai temperature optimum yaitu di mana bakteri
tersebut tumbuh sebaik-baiknya, dan batas-batas temperature dimana
14 Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dapat terjadi. Pembelahan sel terutama sangat peka terhadap pengaruh merusak dari temperature tinggi. Bentuk-bentuk besar dan ganjil (bizarre = aneh) sering dijumpai pada biakan pada suhu tinggi daripada suhu optimum. Berdasarkan batas-batas suhu pertumbuhan, bakteri dibagi atas golongan : 1.
Psikhrofilik
: -5 sampai +30 C dengan optimum 10-20 C
2.
Mesofilik
: 10-45 C dengan optimum 20-40 C
3.
Termofilik
: 25-80 C dengan optimum 50-60 C
Temperatur optimum biasanya merupakan refleksi dari lingkungan normal organisme tersebut. Oleh karena itu bakteri-bakteri yang pathogen bagi manusia biasanya tumbuh dengan baik pada 37oC. b.
pH pH perbenihan juga mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Kebanyakan
bakteri yang patogen mempunyai pH optimum 7,2–7,6. Meskipun suatu perbenihan pada permulaannya baik bagi suatu bakteri, tetapi pertumbuhan selanjutnya juga akan terbatas karena produk metabolisme bakteri-bakteri itu sendiri. Hal itu teruatama dijumpai pada bakteri-bakteri yang bersifat fermentative yang menghasilkan sejumlah besar asam-asam organic yang bersifat menghambat. c.
Tekanan Osmotik Bakteri-bakteri dengan sifat perbenihan yang biasa dapat beradaptasi
dengan lingkungan sekitar dengan cepat, tetapi bagi bakteri-bakteri yang berasal dari air laut dan bakter-bakteri yang diadaptasikan terhadap
15 Universitas Sumatera Utara
pertumbuhan dalam larutan gula berkadar tinggi faktor-faktor tersebut perlu diperhatikan. Bakteri-bakteri yang memerlukan kadar garam tinggi disebut halofilik, sedangkan yang memerlukan tekanan osmotik yang tinggi disebut osmofilik. d.
Potensial oksidasi-reduksi (Eh) Potensial oksidasi-reduksi (Eh) suatu perbenihan merupakan faktor yang
menentukan apakah suatu bakteri yang dibiakkan dapat tumbuh atau tidak. Eh kebanyakn perbenihan bila berkontak dengan udara adalah kurang lebih +0,2– o,4 volt pada pH 7. Bakteri-bakteri anaerob tidak mungkin tumbuh kecuali apabila Eh perbenihan mencapai -0,2 volt. e.
Oksigen Berdasarkan keperluan oksigen, bakteri dibagi dalam 5 golongan:
1.
Bakteri anaerob obligat hidup tanpa O2,
2.
Bakteri anaerob aerotoleran tidak mati dengan adanya O2.
3.
Bakteri anaerob fakultatif mampu tumbuh baik dalam suasana dengan atau tanpa O2
4.
Bakteri aerob obligat tumbuh subur bila ada oksigen dalam jumlah besar.
5.
Bakteri mikroaerofilik hanya tumbuh baik dalam tekanan O2 yang rendah. (Syahrurachman, 1994). Berdasarkan reaksi bakteri terhadap pewarnaan gram, maka bakteri
dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu: a.
Bakteri gram positif, yaitu bakteri yang dapat mengikat zat warna utama (kristal violet) sehingga tampak berwarna ungu tua.
16 Universitas Sumatera Utara
b.
Bakteri gram negatif, yaitu bakteri yang kehilangan warna utama (kristal violet) ketika dicuci dengan alkohol dan menyerap zat warna kedua sewaktu pemberian safranin tampak berwarna merah (Lay, 1994).
2.4.3 Bakteri Escherichia coli Escherichia coli adalah bakteri gram negatif, berbentuk batang coklat, berderet seperti rantai. Escherchia coli dapat menfermentasi glukosa dan lactosa membentuk asam dan gas. Escherichia coli dapat tumbuh baik pada media Mc. Conkey dan dapat memecah laktosa dengan cepat, juga dapat tumbuh pada media agar darah. Escherichia coli dapat merombak karbohidrat dan asam-asam lemak menjadi asam dan gas serta dapat menghasilkan gas karbondioksida dan heterogen (Pelczar, 1988). Escherichia coli banyak di temukan didalam usus besar manusia sebagai flora normal, tetapi bila kesehatan menurun, bakteri ini dapat bersifat patogen terutama akibat toksin yang dihasilkan. Escherichia coli umumnya tidak menyebabkan penyakit bila berada dalam usus, tetapi dapat menyebabkan penyakit pada saluran kencing, paru, saluran empedu dan saluran otak (Jawetz, et al., 2001). Escherichia coli dapat menyebabkan penyakit seperti diare, saluran kemih, pneumonia, meninggitis pada bayi yang baru lahir dan infeksi luka (Karsinah, dkk., 1994). 2.4.4 Bakteri Staphylococcus aureus Staphylococcus berasal dari kata Staphyle yang berarti kelompok buah anggur dan Coccus yang berarti benih burung. Bakteri ini sering ditemukan
17 Universitas Sumatera Utara
sebagai bakteri flora normal pada kulit dan selaput lendir pada manusia. Dapat menjadi infeksi baik pada manusia maupun pada hewan. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, aerob dan anaerobfakultatif berbentuk bola atau kokus berkelompok tidak teratur, diameter 0,8–1,0 µm, tidak membentuk spora atau tidak bergerak, koloni berwarna kuning. Bakteri ini tumbuh pada suhu 37oC tetapi paling baik membentuk pigmen pada suhu 20-25oC. Koloni pada pembenihan padat terbentuk burung halus, menonjol dan berkilau membentuk berbagai pigmen. Bakteri ini terdapat pada kulit, selaput lendir, bisul dan luka. Dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuanya berkembang biak dan menyebar luas dalam jaringan (Jawetz, et al., 2001).
2.5 Antibakteri Antibakteri adalah obat atau senyawa kimia yang digunakan untuk membasmi bakteri khusunya bakteri yang bersifat merugikan manusia (Jawetz, et al., 1991). Kadar minimal yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuh masing-masing dikenal senbagai Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM). Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Gan, dkk., 1987). Faktor–faktor yang mempengaruhi aktivitas antimikroba adalah faktor pH lingkungan, komponen-komponen perbenihan, stabilitas obat, besarnya inokulum bakteri dan aktivitas metabolik miroorganisme.
18 Universitas Sumatera Utara
2.5.1 Pengukuran aktivitas antibakteri Pengukuran aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode dilusi (pengenceran) atau dengan metode difusi. a.
Metode Dilusi Metode ini menggunakan antimikroba dengan konsentrasi yang
berbeda-beda dimasukkan pada media cair. Media tersebut langsung diinokulasikan dengan bakteri dan diinkubasi. Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konsentrasi terkecil suatu zat antibakteri dapat menghambat pertumbuhan atau membunuh bakteri uji. Metode dilusi agar membutuhkan waktu lama dalam pengerjaannya sehingga jarang digunakan (Jawetz, et al., 2001). b.
Metode Difusi Metode yang paling sering digunakan adalah metode difusi agar
dengan menggunakan cakram kertas, cakram kaca, pencetak lubang. Prinsip metode ini dalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri di dalam media padat melalui pencadang. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih di sekitar cakram. Luas daerah hambatan berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakterinya maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini dipengaruhi oleh banyak faktor fisik dan kimia, misalnya: pH, suhu, zat, inhibitor, sifat dari media dan kemampuan difusi, ukuran molekul dan stabilitas dari bahan obat (Jawetz, et al., 2001).
19 Universitas Sumatera Utara
c.
Metode Turbidimetri Pada cara ini digunakan media cair. Pertama dilakukan penuangan
media kedalam tabung reaksi, lalu di tambahkan suspensi bakteri, kemudaian dilakukan pemipetan larutan uji, dilakukan inkubasi. Selanjutnya dilakukan pengukuran kekeruhan, kekeruhan yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri diukur dengan menggunakan instrumen yang cocok, misalnya spektrofotometer setelah itu dilakukan penghitungan potensi antimikroba (Depkes, 1995) a.
20 Universitas Sumatera Utara