8
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah pepaya Pepaya (Carica papaya L.) berasal dari daerah tropis Amerika Tengah dan Hindia Barat yaitu sekitar Mexico, Costa Rica dan Nikaragua. Melalui pelautpelaut bangsa Portugis pada abad ke-16 tanaman ini tersebar sampai ke Afrika, Asia serta daerah lainnya. Pada abad ke-17 pepaya menjadi lebih popular dan tersebar luas di kepulauan Hawaii dan pulau lainnya di Lautan Fasifik. Tanaman pepaya banyak ditanam orang baik di daerah tropis maupun sub tropis, di daerah-daerah basah dan kering atau di pegunungan (sampai 1000m dpl). Buah pepaya merupakan buah meja yang bermutu dan bergizi tinggi 1
2.2.
Standar Prosedur Operasional Standar Prosedur Operasional (SPO) merupakan uraian tentang tahapan
proses
pekerjaan yang terdiri dari serangkaian atau beberapa kegiatan yang
melibatkan beberapa fungsi. Manfaat dengan adanya SPO adalah dapat dijadikan sebagai alat untuk melakukan pengawasan pada setiap kegiatan; dan dasar pelaksanaan audit internal maupun eksternal. 2.2.1. Langkah – Langkah Pembuatan SPO Dalam pembuatan atau penyusunan SPO dilakukan melalui beberapa tahapan yang perlu dilakukan antara lain : 1. Persiapan terdiri dari : •
Menetapkan target produksi, baik target kuantitas maupun kualitas yang ingin dicapai.
1
http :// www. Warintek.progressio. or.id. November 2006.
9
•
Menetapkan proses produksi atau tahapan yang akan dilaksanakan.
•
Membuat/menyusun draft SPO
2. Review dan persetujuan 3. Revisi dan review 4. Check list 5. Kontrol dokumen SPO merupakan suatu dokumen pribadi seorang petani atau pelaku usaha atau suatu perusahaan, karena masing – masing pelaku uasaha mempunyai target produksi yang berbeda. Untuk membuat atau menyusun SPO ada beberapa langkah yang perlu ditempuh yaitu : •
Mengidentifikasi langkah – langkah yang akan dilaksanakan.
•
Mencari referensi berupa literatur, standar, publikasi, peraturan.
•
Mengurutkan langkah – langkah yang akan dilakukan.
•
Memverifikasi terhadap prosedur.
2.2.2. Standar Prosedur Operasional Petani Pepaya Desa Pasirgaok Target merupakan acuan utama yang digunakan untuk menyusun SPO yang akan diterapkan pada kebun petani sesuai dengan pasar yang dibidik. Pada saat ini target yang akan dicapai oleh petani pepaya Kelompok tani Rancasari di Desa Pasirgaok adalah : 1. Produktivitas ≥ 75 kg/pohon/thn atau 75 ton/ ha/ thn. 2. Jumlah kelas A ( 1,5 – 2 kg) sebanyak 30 persen 3. Jumlah kelas B ( 1 – 1,4 kg) sebanyak 30 persen 4. Jumlah Kelas C ( 0,9 – 0,7 kg) sebanyak 20 persen 5. Jumlah kelas D ( < 0,7 atau > 2 kg) sebanyak 20 persen
10
2.3.
Studi Penelitian Terdahulu
2.3.2. Studi Tentang Tanaman Pepaya Yuntini (2000) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Usahatani Komoditas Pepaya”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pendapatan atau keuntungan dari usahatani pepaya dengan usahatani komoditas alternatif yaitu pisang, talas, singkong, bengkuang, padi dan jagung. Pada komoditas alternatif ini petani sudah mendapatkan keuntungan dalam umur pengusahaan selama satu tahun dengan jumlah masing-masing bervariasi, sedangkan untuk pepaya pada tahun pertama petani masih menderita kerugian, pada tahun ke dua hingga ke empat baru petani memperoleh keuntungan. Hasil perhitungan pada discount rate 23 persen diperoleh NPV Rp 4.920.226,17 dan Net B/C 2,18 sehingga memenuhi kriteria kelayakan namun dari hasil analisis sensitivitas terhadap penurunan harga output pepaya dan tingkat produktivitas diketahui bahwa usahatani pepaya menjadi tidak layak apabila dibandingkan dengan usahatani komoditas pembanding, yaitu pada kondisi harga output turun 15 persen dan produktivitas turun 10 persen, harga output turun 15 persen dan produktivitas turun 20 persen, harga output turun 25 persen dan produktivitas turun 10 persen, harga output turun 25 persen dan produktivitas turun 20 persen, serta pada saat harga output turun 25 persen dan produktivitas tetap. Permana, (2007) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa Pengusahaan pepaya di Desa Nagrak, untuk perbandingan dengan pepaya lokal mempunyai nilai keuntungan privat (PP) sebesar Rp 378,71 per kilogram dan keuntungan
11
sosial (PS) sebesar Rp 695,47 per kilogram nilai rasio biaya privat (PCR) sebesar 0,56 (PCR <1) dan nilai rasio biaya sumberdaya domestik (DRC) sebesar 0,39 (DRC <1). Untuk perbandingan dengan pepaya impor mempunyai nilai PP sebesar Rp 378,71 per kilogram dan PS sebesar Rp 483,82 per kilogram, sedangkan nilai PSR sebesar 0,56 (PCR <1) dan nilai DRC sebesar 0,22 (DRC ,1) Pengusahaan pepaya di Desa Pasirgaok. Untuk perbandingan dengan pepaya lokal mempunyai nilai PP sebesar Rp 792,79 per kilogram dan PS sebesar Rp 483,82 per kilogram, nilai PCR sebesar 0,44 (PCR <1) dan nilai DRC sebesar 0,57 (DRC < 1). Untuk perbandingan dengan pepaya impor mempunyai nilai PP sebesar Rp 792,79 per kilogram dan PS sebesar Rp 1.421,21 per kilogram, nilai PCR sebesar 0,44 (PCR <1) dan nilai DRC sebesar 0,31 (DRC < 1). Hal ini menunjukkan bahwa indikator tersebut mempunyai arti bahwa usahatani pepaya mempunyai keuntungan dan layak untuk terus dijalankan. 2.3.3. Studi Tentang Pemasaran Hasil penelitian Ernawati (1999), menunjukkan bahwa saluran pemasaran buah durian Simas dan Matahari di Desa Rancamaya terdiri dari empat pola saluran pemasaran dan dibagi lagi menjadi tiga berdasarkan mutunya yaitu mutu I, mutu II, dan mutu III tiap polanya. Hasil analisis margin pemasaran yang diperoleh menunjukkan bahwa marjin pemasaran terkecil terdapat pada mutu III dari setiap pola pemasaran yang ada. Hal ini disebabkan harga jual lebih rendah dibandingkan mutu I dan mutu II. Dari keempat pola pemasaran yang ada, saluran pemasaran yang paling efisien adalah pola IV karena memiliki pola terpendek, dimana lembaga pemasaran yang terlibat hanya petani. Hal ini disebabkan karena pola IV memiliki keuntungan yang tinggi, biaya yang kecil, farmer”s share yang
12
tinggi. Seluruh keuntungan diperoleh petani. Petani dapat menetapkan harga yang lebih tinggi karena mereka satu-satunya lembaga yang terlibat di dalam pola ini. Meskipun demikian petani harus siap menghadapi seluruh resiko yang akan terjadi, yaitu apabila buah tidak laku terjual. Prestiani (2004), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa rantai pemasaran untuk buah-buahan unggulan di Kabupaten Serang, yaitu buah durian, pisang, rambutan dan salak berbeda-beda. Jalur pemasaran durian dan pisang terdiri dari dua jalur pemasaran. Sedangkan untuk salak dan rambutan terdiri dari tiga saluran pemasaran. Struktur pasar yang terjadi adalah cenderung oligopoli, yaitu lebih banyak penjual dibandingkan pembeli.
Pembentukan harga yang
terjadi dilakukan dengan tawar-menawar antara petani dan pedagang dengan pembayaran secara tunai. Farmer’s share terbesar yang diterima petani durian dan pisang adalah pada jalur pemasaran kedua yaitu sebesar 70,00 persen, sedangkan untuk pisang sebesar 40,00 persen dari harga jual pedagang pengecer. Sementara itu farmer’s share terbesar yang akan diterima petani salak dan rambutan adalah pada jalur pemasaran ketiga yaitu sebesar 50,00 persen untuk salak dan 53,33 persen pada rambutan. Dari penelitian terdahulu terlihat pada umumnya penelitian yang dilakukan untuk analisis pendapatan usahatani dilakukan pada usahatani pepaya dengan perbandingan atas beberapa komoditas, selain itu untuk komoditi pepaya berdasarkan SPO belum ada yang meneliti. Karena itu dalam penelitian kali ini peneliti tertarik untuk meneliti pendapatan Usahatani dan pemasaran pepaya California yang sudah menerapkan Standar Prosedur Operasional (SPO), meliputi tata cara budidaya yang dilakukan dimulai dari persiapan dan pengolahan lahan
13
sampai dengan pemanenan dan pemasaran di bandingkan dengan usahatani pepaya yang belum menerapkan SPO.
14