KETAHANAN BENIH BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PENGERINGAN
Oleh Edwind Pramoedinata A10400053
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN EDWIND PRAMOEDINATA. Ketahanan Benih Beberapa Genotipe Pepaya (Carica
papaya
L.)
terhadap
Pengeringan.
(Dibawah
bimbingan
MOHAMMAD RAHMAD SUHARTANTO) Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan benih beberapa genotipe pepaya (Carica papaya L.) terhadap pengeringan. Penelitian dilakukan pada bulan April 2005 sampai dengan Mei 2006 bertempat di kebun percobaan IPB Tajur dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo kampus Darmaga. Sumber benih diambil dari buah pepaya koleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT) yang ditanam di Kebun Percobaan IPB Tajur, Bogor dengan ketinggian 250 m dpl. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah lama pengeringan dengan beberapa tahapan waktu. Tahapan waktu mencakup 9 tahap pengeringan yaitu 0, 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5, 3, 3.5 dan 4 jam. Benih pepaya yang berasal dari 12 genotipe yaitu IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 6, IPB 7, IPB 8, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 , Boyolali dan STR 6-4. Benih pepaya dipanen tidak serentak dengan kisaran waktu 3 hari sekali karena waktu masak buah yang tidak sama. Pada akhir lama pengeringan dilakukan uji Tetrazolium (TTZ) untuk mengetahui viabilitas benih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap genotipe tahan terhadap pengeringan berdasarkan nilai viabilitas benih. Benih-benih tersebut mampu tumbuh walau dalam kadar air yang sangat rendah (<6%). Genotipe IPB 5 memiliki viabilitas yang tetap tinggi hingga akhir waktu pengeringan yang diindikasikan oleh nilai PTM (87.50%), DB (80%) dan KCT (6.36%/etmal) maksimum.
KETAHANAN BENIH BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PENGERINGAN
Skripsi Sebagai salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Edwind Pramoedinata A10400053
PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul : KETAHANAN BENIH BEBERAPA GENOTIPE PEPAYA (Carica papaya L.) TERHADAP PENGERINGAN Nama : Edwind Pramoedinata NRP : A10400053
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi NIP.131 803 641
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Eddy Pramono dan Ibu Hartuti. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 1982 dan sekarang tinggal di Depok, Jawa Barat. Pada tahun 1986 penulis lulus dari TK Ruwati Depok dan tahun 1994 penulis lulus dari Sekolah Dasar Negeri Tugu 4 Cimanggis Depok, kemudian pada tahun 1997 penulis berhasil menyelesaikan sekolah di SLTPN 91 Pekayon Jakarta Timur. Selanjutnya tahun 2000 penulis lulus dari SMAN 39 Cijantung Jakarta Timur dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur UMPTN.
KATA PENGANTAR Puji dan Syukur penulis panjatkan ke Hadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, maka karya tulis ini dapat diselesaikan. Melalui kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Dr. Ir. M. Rahmad Suhartanto, MSi selaku pembimbing skripsi atas bimbingan, saran, masukan selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku pembimbing akademik atas masukan dan bimbinga nnya. 3. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, MS selaku konselor atas dukungan dan perhatiannya, serta sebagai dosen penguji I atas perbaikan tulisan ini. 4. Ir. Yan Barlian, MSc selaku dosen penguji II yang telah memberikan saran atas perbaikan tulisan ini. 5. PKBT yang telah membiayai penelitian ini. 6. Seluruh Staf Pengajar dan Staf Laboratorium Benih (Bu Yeti, Bu Elli, Pak Ocid dan lain- lain) Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 7. Staf Kebun Percobaan IPB Tajur. 8. Bapak, Mamah, Jerry dan Erickson yang selalu mendukung penulis dengan penuh kesetiaan dan kasih sayang. 9. Seluruh Mutanters’37 khususnya Punjung dan keluarga atas dukungannya. 10. Keluarga besar Asrama Ekalokasari, Asrama TPB IPB dan para SR. 11. Anak-anak Lorongku tercinta (Angkatan 40, 41, dan 42). 12. Keluarga besar Bogor Nasheed Centre (BNC) dan NA’AMers. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Bogor, Mei 2007 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ....................................................................................
i
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ii
DAFTAR TABEL........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
v
PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................... Tujuan.........................................................................................................
1 2
TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.) ........................................................................ Botani .................................................................................................... Syarat Tumbuh ...................................................................................... Perbanyakan.......................................................................................... Ekstraksi Benih .......................................................................................... Pengeringan Benih ..................................................................................... Ketahanan Benih Pepaya terhadap Pengeringan........................................
3 3 3 4 4 5 6
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ..................................................................................... Bahan dan Alat ........................................................................................... Metode Penelitian....................................................................................... Pelaksanaan ................................................................................................ Persiapan Alat dan Bahan ..................................................................... Ekstraksi................................................................................................ Penurunan Kadar Air ........................................................................... Pengukuran Bobot 1000 Butir .............................................................. Pengujian Viabilitas Benih ................................................................... Pengamatan ................................................................................................
8 8 8 10 10 10 10 11 11 11
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air Benih (KA) .................. 16 Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih........... 17 Pembahasan Umum .................................................................................... 19 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan................................................................................................. 22 Saran ........................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23 LAMPIRAN .................................................................................................... 25
DAFTAR TABEL Halaman Teks
1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Viabilitas Benih beberapa Genotipe Pepaya .............................................. 15 2. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air Benih (%) beberapa Genotipe Pepaya ......................................................................................... 16 3. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Daya Berkecambah Benih (%) beberapa Genotipe Pepaya ......................................................................... 17 4. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Potensi Tumbuh Maksimum Benih (%) beberapa Genotipe Pepaya ........................................................ 18 5. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kecepatan Tumbuh Benih (%/etmal) beberapa Genotipe Pepaya ........................................................ 19 6. Kadar Air dengan Viabilitas Benih beberapa Genotipe Pepaya di Akhir Pengeringan ................................................................................................ 20 Lampiran 1. Nilai Kadar Air (KA) (Rataan (%) ± SD) Benih beberapa Genotipe Pepaya pada Lama Pengeringan................................................................. 30 2. Bobot 1000 Butir Benih beberapa Genotipe Pepaya .................................. 31
DAFTAR GAMBAR
Halaman Teks 1. Grafik Hubungan antara Kadar Air Benih Pepaya (%) dengan Lama Pengeringan (Jam) ......................................................................................
9
2. Gradasi Pewarnaan akibat Pengendapan Formazan pada 12 Embrio Benih Pepaya (Carica papaya L.) Hasil Uji Tetrazolium.......................... 14 Lampiran 1. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 1 ...................................... 26 2. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 2 ...................................... 26 3. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 3 ...................................... 26 4. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 4 ...................................... 27 5. Bentuk Buah Pepaya Genotipe IPB 7 ........................................................ 27 6. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 8 ...................................... 27 7. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 10 .................................... 28 8. Bentuk Buah dan Poho n Pepaya Genotipe G10 U2 ...................................... 28 9. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe G12 U2 ...................................... 28 10. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe Boyolali .................................. 29 11. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe STR 6-4 .................................. 29
PENDAHULUAN Latar Belakang Pepaya memiliki nilai ekonomi tinggi dan relatif mudah budidayanya (Tohir, 1978) dan memiliki banyak manfaat dari segi kesehatan, industri, kosmetik, maupun sebagai bahan makanan. Menurut Coronel (1997), buah memiliki 60% bagian bergizi dan bermineral tinggi yang dapat dimakan. Bagian yang paling dominan ialah air (86.6 g), protein (0.5 g) dan karbohidrat (12.1 g). Kandungan mineral antara lain kalium, kalsium, fosfor, besi, vitamin A, vitamin C, tiamin, niasin dan riboflavin dengan nilai energi 200 kJ/100 g. Kandungan gulanya juga sangat tinggi, yaitu sukrosa (48.3%), glukosa (29.8%) dan fruktosa (21.9%). Buah pepaya kaya akan karoten, vitamin C dan flavonoid sehingga berfungsi sebagai zat antikanker (Soewito, 1990). Buah pepaya dimanfaatkan untuk konsumsi buah segar, buah dapat diolah menjadi saus pepaya, manisan dan dibuat sayur. Daun yang masih muda serta bunganya dapat dimakan segar. Tanaman yang masih berdaun 3-5 helai dan buah muda dapat diambil getahnya untuk industri papain. Bagian-bagian lain seperti biji dan akarnya juga memiliki manfaat terutama dalam bidang kosmetika, industri dan kesehatan (DitJen Bina Produksi Hortikultura, 2001). Saat ini penanaman pepaya belum dilaksanakan secara optimal karena varietas unggul yang sudah dilepas masih sangat sedikit. Hal ini dikarenakan perbanyakan khusus benih pepaya belum ada di Indonesia (Sunarjono, 1998). Menurut Sutopo (1998), tanaman yang sehat serta berkualitas harus berasal dari benih yang bermutu. Sadjad (1993) menyatakan, setelah panen benih tidak langsung ditanam kembali dan harus melalui proses pengolahan benih. Benih harus diproses dengan cara diturunkan kadar airnya agar benih dapat tahan disimpan sebelum tanam. Pada periode ini benih memasuki masa konservasi atau penyimpanan (Sadjad, 1993). Kadar air benih harus berada pada titik yang tepat yaitu dimana kadar air awal tidak terlalu tinggi namun juga tidak terlalu rendah agar daya hidup benih (viabilitas) dapat bertahan. Berdasarkan tingkat ketahanan terhadap pengeringan, dikenal benih yang toleran dan peka. Benih yang toleran terhadap pengeringan disebut benih ortodoks
2
dengan tingkat ketahanan kadar air hingga <7%. Benih yang peka terhadap pengeringan disebut juga benih rekalsitran dengan tingkat kadar air >20%. Benih yang dapat bersifat seperti ortodoks namun tahan hingga kadar air 10-12% saja disebut intermediet (Adimargono, 1997). Benih yang paling mudah ditangani ialah benih ortodoks karena dapat disimpan dalam waktu yang lama dengan viabilitas yang masih baik, sedangkan benih intermediet dan rekalsitran tidak dapat disimpan lama. Ellis et al. dalam Wood et al. (2000) menggolongkan benih pepaya sebagai benih intermediet yang akan mengalami penurunan viabilitas akibat pengeringan apabila kadar air benih kurang dari 8%, namun beberapa lot benih dapat bertahan terhadap desikasi hingga kadar air 5%. Nurlovi (2004) menambahkan bahwa benih pepaya IPB 1 diduga termasuk ke dalam benih intermediet karena dengan kadar air awal 11-13% masih memiliki viabilitas yang baik. Menurut Sari (2005), benih pepaya tanpa sarkotesta yang dikeringkan hingga kadar air rendah (6-7%) masih memiliki daya berkecambah 76%, sehingga dapat digolongkan dalam benih ortodoks. Pusat Kajian Buah-buahan Tropika (PKBT), memiliki berbagai koleksi plasma nutfah pepaya yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan introduksi. Koleksi tersebut diteliti lebih lanjut tentang sifat ketahanannya terhadap
pengeringan.
Pengetahuan
tentang
ketahanan
benih
terhadap
pengeringan juga akan sangat berguna bagi industri benih sebagai informasi daya simpan benih agar perencanaan produksi dan distribusi dalam skala besar dapat berjalan dengan baik.
Tujuan Penelitian bertujuan untuk mengetahui sifat ketahanan benih pepaya terhadap beberapa tahap pengeringan.
TINJAUAN PUSTAKA Pepaya (Carica papaya L.)
Botani Pepaya berasal dari Meksiko, Amerika Tengah dan India. Tanaman ini berbentuk perdu dengan tinggi mencapai 3 meter, batangnya berongga karena intinya berupa sel gabus dan batangnya lunak berair. Pada saat musim hujan ruasnya panjang, sedangkan pada musim kemarau ruasnya pendek sesuai dengan kecepatan pertumbuhan tanaman. Daunnya berbentuk menjari dengan tangkai daun yang panjang dan berlubang. Pepaya memiliki bunga jantan, bunga betina dan bunga hermaprodit yang terletak di ketiak daun dan terdapat pada pohon yang terpisah. Buahnya bertipe buni berdaging, berbentuk bulat telur- lonjong sampai hampir bulat atau berbentuk seperti buah alpukat, berbentuk silinder atau lekuk dengan panjang buah sekitar 7-30 cm. Kulit buah tipis, halus dan berwarna kekuningan atau jingga ketika masak. Daging buah berwarna kekuningan sampai jingga merah, rasanya manis dengan aroma yang lembut dan sedap (Coronel, 1997). Pepaya umumnya menyerbuk silang dengan perantaraan serangga, akibatnya pepaya akan selalu menghasilkan tanaman yang beragam. Benihnya bulat, berwarna hitam atau kehijau-hijauan, jumlah benih per buah relatif banyak, melekat pada dinding buah dan bakal buah tersusun dalam 5 baris. Biji pepaya terbungkus oleh lapisan kulit yang berwarna keputihan lunak dan bening atau disebut sarkotesta (Kalie, 2003).
Syarat Tumbuh Tanaman pepaya memiliki daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungan. Menurut Villegas (1997), pepaya dapat tumbuh pada ketinggian tempat antara 0-1600 meter diatas permukaan laut (dpl). Tanaman pepaya akan tumbuh optimum pada lokasi dengan curah hujan 1500-2000 mm/tahun (Kalie, 2003). Suhu udara optimum berkisar antara 22-33°C. Pepaya dapat tumbuh pada beberapa tipe tanah yang berbeda (Nakasone dan Paul, 1999). Pepaya dapat tumbuh pada tanah yang remah, mudah
4
dikeringkan dan banyak mengandung bahan organik dengan pH tanah 6.0-6.5. Daerah terbuka dan tidak tergenang air lebih optimum untuk pertumbuhan. Apabila tanah tergenang air, maka tanaman akan mudah terserang penyakit pada akarnya.
Perbanyakan Pepaya diperbanyak dengan benih yang telah masak fisiologis. Benih pepaya yang masak fisiologis dapat diketahui saat buahnya berwarna kuning merata dengan buah agak lunak dan warna daging buah merah merata (Nurlovi, 2004). Salah satu teknik perbanyakan pepaya ialah dengan stek, tetapi cara ini terlalu memakan waktu dibandingkan dengan cara semai. Untuk mempertahankan sifat-sifat yang diinginkan sebaiknya diperoleh benih melalui penyerbukan terkendali. Benih pepaya berwarna hitam dan benih yang berwarna putih dibuang karena bersifat abortus, yakni tidak mempunyai embrio dan mati sejak buah pentil. Menurut Sunarjono (2000), untuk menghasilkan tanaman berbunga sempurna yang maksimum, benih yang akan ditanam diambil dari bagian ujung buah pepaya yang telah matang pohon. Benih-benih dari bagian ujung buah akan menghasilk an tanaman sempurna antara 70-80% sedangkan bagian pangkal menghasilkan tanaman sempurna antara 50-60%. Sumartuti (2004) melaporkan, benih pepaya yang berasal dari pangkal buah saat masak fisiologis masih memiliki viabilitas yang baik dan diindikasikan oleh nilai PTM (90%), DB (63.63%) dan KCT (3.3%). Arifeni (2004) menambahkan, sumber benih pepaya bagian tengah dan ujung baik untuk dijadikan sebagai benih perbanyakan karena banyak menghasilkan tanaman hermaprodit.
Ekstraksi Benih Setelah panen, benih harus dibersihkan dari bagian-bagian tanaman agar didapatkan benih yang berkualitas. Proses ini harus tetap memperhatikan kondisi benih agar tidak terjadi kerusakan. Proses ini disebut juga ekstraksi yang merupakan proses mengeluarkan atau memisahkan benih dari dalam daging atau bagian buah lainnya hingga didapatkan benih yang bersih.
5
Pepaya (Carica papaya L.) adalah termasuk bua h wet fleshy fruit (buah berdaging dan berair) sehingga pada saat masak fisiologis maupun morfologis kandungan air benih masih sangat tinggi dan benih masih diselimuti sarkotesta. Sarkotesta pembungkus benih hendaknya dibuang karena menyebabkan terjadinya induksi dormansi (Sari, 2005). Salah satu caranya adalah dengan jalan menggosok-gosokkan benih secara manual hingga bersih dari sarkotesta yang melekat. Setelah itu, benih dikeringkan dengan cara kering angin selama 2 jam dengan kipas angin agar didapat benih dengan kadar air awal tanpa pengaruh air saat ekstraksi. Proses ekstraksi tidak menggunakan bahan-bahan seperti kapur tohor atau abu gosok karena dikhawatirkan akan mempengaruhi bobot benih pada saat akan ditimbang. Menurut Sumartuti (2004), benih yang diekstraksi dengan air dan dikeringkan dengan kering angin tetap memiliki nilai Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) yang tinggi.
Pengeringan Benih Kadar air dalam benih dijumpai dalam bentuk air bebas (free water) dan air terikat (bound water). Air bebas sangat penting untuk pergerakan molekul antar metabolisme sel. Saat pengeringan, yang diuapkan adalah air bebas dan ditunjukkan
sebagai
kadar
air
dengan
berkurangnya
bobot
benih
(Chin et al., 1984). Pengeringan benih dalam pertanian diartikan pula sebagai proses perpindahan air dari dalam benih ke permukaan benih, dan kemudian air yang berada di permukaan benih tersebut akan diuapkan jika kelembaban ruangan lebih rendah hingga mencapai batas kesetimbangan dengan udara ruangan. Keuntungan yang didapat dari proses pengeringan adalah jangka penyimpanan hasil panen dapat lebih lama dengan daya berkecambah yang tetap baik
sehingga
para
petani
maupun
perusahaan
benih
tidak
dirugikan
(Sudarsono dalam Sadjad et al., 1974). Menurut Kuswanto (2003), pada benih ortodoks, kadar air benih yang tinggi dapat menyebabkan turunnya kualitas saat penyimpanan dan mengakibatkan antara lain : memperpendek storability (masa simpan) benih, menurunkan persentase viabilitas benih, meningkatkan laju respirasi benih, menyebabkan terjadinya heating atau peningkatan suhu, baik akibat
aktivitas
laju
respirasi
atau
bakteri,
meningkatkan
aktivitas
6
perkembangbiakkan cendawan, benih akan menjadi makanan hama gudang. Sedangkan menurut King dan Roberts (1980) pada benih rekalsitran bila kadar air terlalu rendah, maka akan mengakibatkan benih cepat mengabsorbsi air sehingga membran terganggu yang akan menyebabkan terjadinya kematian sel dan merusak organ benih. Pengeringan benih dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti pemanasan, pendinginan, vent ilasi dan dengan proses kimiawi. Pengeringan lebih banyak dilakukan dengan pemanasan karena prosesnya lebih cepat dan dapat mempertahankan kualitas benih dari deteriorasi (Kuswanto, 2003). Menurut Justice dan Bass (1990), pemanasan yang membutuhkan energi panas matahari harus memperhatikan beberapa faktor seperti aliran udara, lama pengeringan dan keadaan cuaca saat pengeringan dilaksanakan. Apabila kondisi cuaca tidak memungkinkan untuk pengeringan benih maka digunakan pengeringan buatan dengan cara pemanasan buatan.
Ketahanan Benih Pepaya terhadap Pengeringan Menurut tingkat ketahanannya terhadap pengeringan, benih dapat dibedakan kedalam tiga kelompok, yaitu benih ortodok, intermediet, dan rekalsitran (Hong dan Ellis dalam Adimargono, 1997). Dilaporkan oleh Ellis et al. dalam Wood et al., (2000) benih pepaya diduga termasuk kelompok benih intermediet karena sifat toleransinya terhadap pengeringan dan terjadinya penurunan viabilitas apabila kadar air benih kurang dari 8%. Benih pepaya IPB 1 diduga termasuk kedalam benih intermediet karena pada kadar air 11-13% masih memiliki viabilitas yang baik (Nurlovi, 2004). Ditambahkan oleh Adimargono (1997), benih yang bersifat intermediet toleran pada kadar air 10-12% dan dapat tahan disimpan pada suhu 5°C hingga 15°C. Penelitian Sari (2005) menunjukkan adanya keragaman sifat benih pepaya. Benih IPB 1 tanpa sarkotesta yang berkadar air 6-7% memiliki nilai daya berkecambah 76% sehingga diduga termasuk kedalam benih ortodoks. Menurut Ellis et al. dalam Wood et al. (2000) beberapa lot benih pepaya bahkan dapat bertahan terhadap desikasi hingga kadar air 5%. Benih ortodoks bersifat tahan
7
disimpan pada suhu dibawah nol dengan kadar air <7% dan dapat bertahan hingga >10 tahun.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2005 sampai dengan Mei 2006 bertempat di kebun percobaan IPB Tajur dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Leuwikopo dan Darmaga.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih dari 12 genotipe pepaya (Carica papaya L.) yang berasal dari koleksi Pusat Kajian Buah-buahan Tropika yang ditanam di kebun Tajur yang terletak pada ketinggian tempat ±250 m dpl yaitu IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 , Boyolali dan STR 6-4 (Gambar Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11). Benih diekstraksi dari buah yang masak dengan menggunakan air untuk menghilangkan sarkotestanya. Bahan untuk uji viabilitas secara kimia adalah garam tetrazolium 0.5% dan air aquades. Media tanam yang digunakan adalah pasir. Alat yang digunakan adalah oven 105ºC untuk mengukur kadar air, box dryer suhu 43-45ºC untuk menurunkan kadar air, bak kecambah untuk menguji Daya Berkecambah (DB), Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) dan Kecepatan Tumbuh (K CT ), cawan porselen, saringan, timbangan elektronik, gelas ukur, desikator, silet, pinset, pisau dan ember.
Metode Penelitian Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan lama pengeringan menggunakan box dryer selama 0 jam, 0.5 jam, 1 jam, 1.5 jam, 2 jam, 2.5 jam, 3 jam, 3.5 jam dan 4 jam. Pengeringan benih dilakukan 3 kali ulangan tiap tahap pengeringan. Model Rancangan Acak Lengkap yang digunakan adalah :
9
Yij = µ + α i + ε ij
dimana : Yij = Respon pengamatan perlakuan lama pengeringan jam ke- i, ulangan ke-j µ = Nilai tengah umum α i = Pengaruh perlakuan ke- i ε ij = Pengaruh galat percobaan perlakuan lama pengeringan kadar air jam ke-i, ulangan ke- i
Penentuan tahap waktu ini berdasarkan pada hasil penelitian pendahuluan. Hasil yang diperoleh adalah pengeringan selama 4 jam memiliki hasil maksimal (Gambar 1). 80
Kadar Air (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
2
4
6
8
Lama Pengeringan (Jam)
Gambar 1. Grafik Hubungan antara Kadar Air Benih Pepaya (%) dengan Lama Pengeringan (Jam) Benih yang dibutuhkan untuk pengujian viabilitas benih adalah 40 butir diulang 3 kali. Pengukuran kadar air membutuhkan 30 butir diulang 2 kali. Pengukuran bobot 1000 butir membutuhkan 100 butir diulang 2 kali. Uji tetrazolium (TTZ) hanya dilakukan di akhir pengeringan untuk mengetahui viabilitas akhir benih. Pengukuran uji TTZ membutuhkan 30 butir diulang 3 kali. Pengamatan viabilitas benih diperpanjang hingga hari ke-55 untuk melihat perkembangan perkecambahan lebih lanjut. Data yang diperoleh diuji dengan
10
uji F dan apabila menunjukkan pengaruh yang nyata maka akan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf 5%.
Pelaksanaan Persiapan Alat dan Bahan Alat yang digunakan untuk mengeringkan benih ialah box dryer dengan pemanas dan kipas (fan) di bagian atasnya. Alat ini mencapai suhu 50ºC, oleh karena itu, modifikasi dilakukan terhadap alat pengeringan ini dengan cara menambahkan tutup kerucut pada bagian atas sehingga memiliki kestabilan suhu berkisar antara 43-45ºC dengan kelembaban udara 31%. Persiapan bahan dilakukan dengan pemanenan buah pepaya yang memiliki tingkat kemasakan 50-80% kuning merata, keras atau tidak terlalu lunak dan bila digores terdapat getah berwarna putih. Benih yang digunakan adalah seluruh benih yang ada dalam buah. Buah dipanen secara tidak serentak dengan kisaran 3 hari tiap minggu karena perbedaan waktu masak buah saat pemanenan. Perlakuan pengeringan terhadap masing- masing genotipe dilakukan secara terpisah karena sulit melakukan panen secara serempak pada setiap genotipe.
Ekstraksi Proses ekstraksi dilakukan secara manual yaitu dengan cara memasukkan benih ke dalam ember berisi air lalu diremas-remas hingga sarkotesta yang melekat pada kulit benih lepas. Benih kemudian ditiriskan sekaligus juga dilakukan seleksi terhadap benih-benih hampa, yaitu bila benih ditekan tidak memiliki isi serta mengambang di permukaan air.
Penurunan Kadar Air Setelah ekstraksi, benih dikering-anginkan untuk menghilangkan air yang ada di sekeliling kulit benih. Caranya benih dikeringkan dengan kipas angin selama 2 jam atau lebih sampai benih tidak terasa basah lagi saat ditekan namun juga tidak sampai terlalu kering. Setelah itu benih dikeringkan dalam box dryer dengan urutan waktu pengeringan yang telah ditentukan, yaitu pertama
11
memasukkan benih yang dikeringkan sesuai dengan perlakuan waktu pengeringan (4, 3.5, 3, ..., 0 jam). Penimbangan dilakukan dengan timbangan digital dengan ketelitian 4 angka di belakang koma agar didapat nilai bobot yang akurat untuk kemudian dinamakan Bobot Basah (BB). Setelah ditimbang untuk mendapatkan BB, maka benih-benih tadi dikeringkan di oven pengering 105ºC selama 18 jam untuk kemudian ditimbang guna mendapatkan Bobot Kering (BK).
Pengukuran Bobot 1000 Butir Selain untuk penurunan kadar air, benih yang telah diekstraksi dipisahkan untuk pengukuran bobot 1000 butir. Seluruh varietas benih dikering-anginkan agar mendapatkan kesetimbangan kadar air yang sama selama 2-3 hari berturutturut hingga benih menjadi kering. Setelah itu benih disimpan dalam botol kaca yang tertutup rapat dan kedap udara sehingga terbebas dari pengaruh kelembaban udara luar. Lalu benih ditimbang pada timbangan elektronik sebanyak 100 butir untuk kemudian dikonversi menjadi 1000 butir.
Pengujian Viabilitas Benih Setelah dikeringkan di dalam box dryer, benih-benih tersebut diuji viabilitasnya yang meliputi tolok ukur daya berkecambah (DB) sebagai parameter viabilitas potensial, kecepatan tumbuh (K CT ) sebagai parameter vigor kekuatan tumbuh, potensi tumbuh maksimum (PTM) sebagai parameter viabilitas total dan uji tetrazolium (TTZ) sebagai parameter viabilitas benih.
Pengamatan Perhitungan berbagai tolok ukur yang diamati dalam penelitian adalah : 1. Kadar Air Benih (KA) Kadar air benih diukur dari 30 butir benih yang dioven pada suhu 105ºC selama ± 18 jam setelah keluar dari oven benih dimasukkan dalam desikator selama ± 20 menit. Kadar air dihitung berdasarkan rumus :
12
KA =
BB − BK X 100% BB
Keterangan : KA
: Kadar air yaitu kandungan air yang terdapat di dalam benih (%)
BB
: Bobot basah yaitu berat awal benih sebelum dimasukkan ke dalam oven (gram)
BK
: Bobot kering yaitu berat akhir benih setelah dikeluarkan dari oven (gram)
2. Parameter Viabilitas Potensial dengan Tolok Ukur Daya Berkecambah (DB) Daya berkecambah adalah kemampuan benih untuk berkecambah dan berproduksi normal dalam kondisi optimum, dengan kriteria kecambah normal yaitu akar primer dan hipokotil tumbuh lurus dan panjang, daun pertama tumbuh normal serta tidak ada akar sekunder. Pengamatan hari pertama dan kedua menggunakan hari ke-14 dan 21 hari (Sari, 2005). Rumusnya adalah sebagai berik ut: DB =
KN I + KN II X 100% Kecambah yang Di tan am Kecambah yang Ditanam
Keterangan : KN I : Jumlah kecambah yang tumbuh normal pada hari pengamatan pertama KN II : Jumlah kecambah yang tumbuh normal pada hari pengamatan kedua
3. Parameter Vigor Kekuatan Tumbuh dengan Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih (K CT) Kecepatan tumbuh benih dihitung tiap satuan percobaan berdasarkan jumlah pertambahan persen kecambah normal per etmal (satuan waktu) pada kurun waktu perkecambahan dalam kondisi optimum, dengan rumus sebagai berikut :
K CT =
N1 N 2 N + + ..... X W1 W2 WX
Keterangan : N
: Persentase kecambah normal tiap kali pengamatan
13
W
: Waktu pengamatan setelah tanam/24 jam (etmal)
X
: Hari pengamatan terakhir
4. Parameter Viabilitas Total dengan Tolok Ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) Potensi tumbuh maksimum dihitung berdasarkan persentase benih ya ng mampu tumbuh me njadi kecambah normal maupun abnormal pada pengamatan hari terakhir per jumlah benih yang ditanam. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran benih yang tumbuh hingga hari ke-55. Rumusnya adalah sebagai berikut: PTM =
KN + KAB X 100% Kecambah yang Di tan anam Kecambah yang Ditanam
Keterangan : KN
: Kecambah normal
KAB : Kecambah abnormal
5. Parameter Viabilitas Potensial Benih dengan Tolok Ukur Uji Tetrazolium (TTZ) Uji tetrazolium adalah cara pengujian vigor secara tidak langsung yang digunakan karena lebih sederhana dan praktis, lebih cepat dan keragamannya dapat dikurangi. Keuntungan dari uji ini adalah dapat diketahui viabilitas benih yang dorman dan waktu pengujian yang singkat. Benih direndam dalam air dengan suhu 30ºC selama 24 jam lalu dilepaskan testa dan endospermanya. Benih direndam dalam 0.5% larutan tetrazolium selama 3 jam pada suhu 37.5ºC. Benih yang telah terwarnai dilihat pada bagian embrionalnya. Benih yang akan diuji adalah benih dengan taraf pengeringan paling lama waktunya yaitu 4 jam. Hal ini dilakukan untuk melihat apakah benih tersebut masih hidup atau mati. Kategori embrio benih pepaya yang masih memiliki viabilitas maupun tidak setelah diuji tetrazolium menurut hasil penelitian Shie dan Kuo dalam Sari (2005) ditunjukkan
14
oleh Gambar 2. Dari gambar tersebut didapatkan 12 kategori pewarnaan embrio benih pepaya hasil pengujian TTZ, dengan rumus sebagai berikut : MC
VP TZ
VT ZMerah Gelap Kecambah KN = X 100% Kecambah yang Diamati ∑ Embrio yang Diuji
Keterangan : VPT Z
= Viabilitas potensial dengan indikasi uji tetrazolium
VT ZMC = Viabilitas hasil uji tetrazolium dengan indikasi merah cerah
Keterangan : Benih berviabilitas 1. Seluruh embrio berwarna merah cerah. 2. Bagian dasar dari radikula berwarna merah pucat dan sisanya berwarna merah cerah. 3. Setengah bagian distal dari kotiledon berwarna merah pucat dan sisanya berwarna merah cerah. Embrio benih yang ujung radikulanya kurang dari ? yang tidak terwarnai, berarti termasuk diantara 3 pola di atas. Benih tidak berviabilitas 4. Lebih dari ? ujung radikula tidak terwarnai. 5. Kotiledon terwarnai merah seperti kaca/ bening. 6. Radikula tidak terwarnai. 7. Seluruh embrio berwarna merah buram. 8. Lebih dari ? radikula tidak terwarnai dan sisanya berwarna merah bening. 9. Kotiledon tidak terwarnai. 10. Bagian dasar dari radikula dan kotiledon berwarna merah pucat. 11. Seluruh embrio berwarna merah pucat. 12. Seluruh embrio tidak terwarnai.
Gambar 2. Gradasi Pewarnaan akibat Pengendapan Formazan pada 12 Emb rio Benih Pepaya (Carica papaya L.) Hasil Uji Tetrazolium
HASIL DAN PEMBAHASAN Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh waktu pengeringan terhadap beberapa tolok ukur viabilitas maupun vigor benih beberapa genotipe pepaya dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Pengaruh Waktu Pengeringan terhadap Tolok Ukur Viabilitas Benih beberapa Genotipe Pepaya. Lama Pengeringan Genotipe KA
DB
PTM
KCT
IPB 1
**
tn
tn
tn
IPB 2
**
tn
tn
tn
IPB 3
**
tn
tn
tn
IPB 4
**
**
**
**
IPB 5
*
tn
tn
*
IPB 7
**
*
tn
*
IPB 8
**
**
*
**
IPB 10
**
**
**
**
G10 U2
**
**
**
**
G12 U2
**
**
**
**
Boyolali
**
*
*
*
STR 6-4
**
tn
*
tn
Keterangan: ** : berpengaruh sangat nyata (1%) * : berpengaruh nyata (5%) tn : tidak berpengaruh nyata
Tabel 1 memperlihatkan bahwa lama pengeringan berpengaruh sangat nyata pada Kadar Air (KA) seluruh genotipe. Lama pengeringan tidak berpengaruh nyata terhadap Daya Berkecambah (DB) benih genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 5 dan STR 6-4, serta berpengaruh nyata terhadap DB genotipe IPB 4, IPB 7, IPB 8, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 dan Boyolali. Lama pengeringan juga tidak berpengaruh nyata terhadap Potensi Tumbuh Maksimum (PTM) genotipe IPB 1,
16
IPB 2, IPB 3, IPB 5 dan IPB 7, serta berpengaruh nyata terhadap PTM genotipe IPB 4, IPB 8, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 , Boyolali dan STR 6-4. Sementara itu, lama pengeringan juga tidak berpengaruh nyata terhadap KCT genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3 dan STR 6-4, serta berpengaruh nyata terhadap KCT genotipe IPB 4, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 dan Boyolali. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air Benih (KA) Perlakuan lama pengeringan dengan sembilan tahap yang berbeda menyebabkan penurunan kadar air dengan nilai yang sangat berbeda nyata. Pada umumnya setiap genotipe menunjukkan kecenderungan penurunan KA dengan semakin lama waktu pengeringan (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kadar Air Benih (%) beberapa Genotipe Pepaya
Genotipe IPB 1 IPB 2 IPB 3 IPB 4 IPB 5 IPB 7 IPB 8 IPB 10 G10 U2 G12 U2 Boyolali STR 6-4
Lama Pengeringan (Jam) 0
0.5
1
c
28.21
d
45.10
d
58.21
d b
9.77
c
52.64
e
39.22
c
5.74
e
33.47
c
20.96
c
30.60
g
10.07
49.22 62.78 71.66 55.60 17.93 62.46
67.27 53.49 58.43 60.98
64.12 38.98
1.5
b
5.24
a
c
29.44
c
37.40
37.97
c
9.02
ab
7.86
b
10.60
b
11.39
b
8.93
ab
4.01
c
51.22
d
20.31
b
2 a
5.99
b
9.36
ab
2.79
b
4.61
a
5.30
a
8.35
d
2.01
2.88
b
26.24
6.47
f
5.03
e
3.38
3.67
a
3.17
3.41
10.42
3.26
b
a
38.54
a
7.60
6.57
b
7.25
a
b
5.24
b
4.05
4.73
a
a
6.14
a
10.73 8.54
10.21
b
4.61
b
d
2.25
a
c
c
a
b
3.5
a
5.47
36.62
ab
3
2.25
a
c
3.34
2.5 a
4.31
a
13.62
b
7.91
ab
2.62
ab
3.54
a
3.57
a
6.83
c
1.77
4
a
0.77
a
3.51
a
8.02
a
3.17
a
3.15
a
20.07
ab
5.77
ab
2.91
ab
1.91
a
2.63
a
6.44
c
1.26
a
2.36
a
3.48
a
5.89
a
3.08
a
2.75
a
10.71
ab
4.12
ab
1.57
a
2.23
a
2.65
a
4.24
bc
0.51
a a a a a a
18.66
a
3.13
a
a
1.69
a
2.35
a
2.84
a
4.17
ab
0.23
a a a a a
Ket: Angka pada baris yang menunjukkan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%
Umumnya penurunan KA secara nyata terjadi setelah 1-1.5 jam pengeringan. Kadar air genotipe IPB 7 masih terlihat tinggi (18.66%) meskipun telah dikeringkan selama 4 jam. genotipe lainnya memiliki kadar air kurang dari
17
6% pada akhir pengeringan. Pada Tabel 2, KA genotipe IPB 5 menunjukkan penurunan yang cukup signifikan yaitu pada jam ke-0.5 walaupun kadar air awal relatif tidak tinggi.
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Respon terhadap lama pengeringan pada umumnya seragam yaitu benih tahan terhadap pengeringan. Menurut Adimargono (1997), benih yang tahan terhadap pengeringan ialah apabila benih masih dapat tumbuh bila dikecambahkan pada KA <7%. Ellis et al. dalam Wood et al. (2000) menambahkan bahwa benih yang tahan terhadap pengeringan juga tahan disimpan pada suhu dibawah nol. Parameter
viabilitas
potensial
dapat
menggambarkan
kemampuan
pertumbuhan normal suatu lot benih dalam keadaan optimum di lapangan. Parameter tersebut dideteksi dengan tolok ukur Daya Berkecambah (DB) (Sadjad, 1994). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa lama pengeringan tidak mempengaruhi viabilitas potensial benih pada genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 5 dan STR 6-4.
Tabel 3. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Daya Berkecambah Benih (%) beberapa Genotipe Pepaya Lama Pengeringan (Jam)
Genotipe 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
IPB 1
17.78
17.78
14.45
26.67
22.22
22.22
20.00
30.00
12.22
IPB 2
40.00
43.33
45.00
51.67
41.67
48.33
30.00
48.33
30.00
IPB 3
31.11
22.22
21.11
13.33
26.67
18.89
15.56
16.67
21.11
IPB 4
7.50a
24.17 b
8.33a
30.00 b
2.50a
24.17 b
1.67a
25.00 b
23.33 b
IPB 5
58.33
70.83
50.00
70.00
50.00
84.17
64.17
73.33
80.00
ab
8.00a
36.00 d
33.33 cd
17.33 b
24.00 bcd
20.00 b
5.33a
IPB 10
6.67ab
16.67 ab
63.33 d
4.17a
3.33a
3.33a
47.50 cd
27.50 bc
64.17 d
G10 U2
11.11 a
2.22a
7.78a
9.91a
10.00 a
16.66 a
15.56 a
38.89 b
39.91 b
de
e
25.56
36.67
21.11
43.33
57.78
48.00
c
22.67 bc
16.67
33.33
bc
25.33 bcd
abc
21.33
ab
20.00 b
cd
21.33
ab
IPB 8
bcd
38.67
bc
17.33
ab
33.33
bc
IPB 7
a
25.33
abc
35.56
bcd
34.45 bcd
G12 U2
6.667
BOYOLALI
14.67 abc
36.00 c
18.67 abc
12.00 ab
10.67 ab
24.00 abc
32.00 bc
2.67a
17.33 abc
STR 6-4
18.89
30.00
23.33
20.00
12.22
31.11
32.22
20.00
36.67
Ket: Angka pada baris yang menunjukkan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%
18
Viabilitas potensial genotipe IPB 4, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 dan Boyolali, meningkat nyata dibandingkan kontrol (0 jam) pada tingkat pengeringan yang paling lama (4 jam). Penurunan viabilitas potensial di akhir pengeringan terjadi pada genotipe IPB 7 dan IPB 8 dibanding dengan kontrol. Pada pengujian viabilitas benih, terdapat parameter viabilitas total yang menggambarkan nilai semua benih yang hidup termasuk yang dorman. Parameter ini diukur dengan tolok ukur Potensi Tumbuh Maksimum (PTM). Nilai indikasi langsung PTM perlu dikorelasikan dengan nilai uji TTZ sebagai indikasi tidak langsung karena uji TTZ pada hakikatnya menjabarkan viabilitas total (Sadjad, 1994). Pada Tabel 4, lama pengeringan tidak mempengaruhi viabilitas total dengan tolok ukur PTM pada genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3, IPB 5 dan IPB 7. Sementara itu, pada genotipe IPB 4, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 , Boyolali dan STR 6-4 viabilitas total meningkat nyata dibandingkan kontrol pada akhir pengeringan. Genotipe yang viabilitas totalnya mengalami penurunan nyata dibanding kontrol di akhir pengeringan adalah galur IPB 8.
Tabel 4. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Potensi Tumbuh Maksimum Benih (%) beberapa Genotipe Pepaya Lama Pengeringan (Jam)
Genotipe 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
IPB 1
17.78
20.00
15.56
26.67
22.22
25.56
22.22
33.33
12.22
IPB 2
76.67
76.67
76.67
78.33
71.67
80.00
61.67
78.33
60.00
IPB 3
46.67
37.77
37.78
22.22
40.00
45.56
34.44
43.33
50.00
IPB 4
8.33a
27.50 b
10.00 a
31.67 b
2.50a
24.17 b
2.50a
25.83 b
24.17 b
IPB 5
76.67
83.33
68.33
79.17
64.17
87.50
66.67
81.67
87.50
IPB 7
24.00
37.33
36.00
46.67
28.00
37.33
45.33
54.67
16.00
45.33
IPB 8
ab
46.67
ab
54.67
b
66.67
b
54.67
b
56.00
b
52.00
b
52.00
b
26.67 a
IPB 10
6.67a
19.17 ab
61.67 c
4.17a
4.17a
3.33a
54.17 c
31.67 b
70.00 c
G10 U2
16.67 ab
2.22a
11.11 ab
10.00 ab
11.11 ab
24.45 b
27.77 bc
45.56 c
46.67 c
G12 U2
10.00 a
18.89 ab
25.55 abcd
43.33 cde
22.22 abc
47.77 de
63.33 e
42.22 bcde
41.11 bcde
BOYOLALI
32.00 ab
61.33 bc
56.00 bc
40.00 abc
32.00 ab
53.33 bc
69.33 c
13.33 a
36.00 ab
STR 6-4
57.77 bc
58.89 bc
62.22 bc
44.44 ab
31.11 a
61.11 bc
68.89 c
50.00 abc
58.89 bc
Ket: Angka pada baris yang menunjukkan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%
Sadjad (1994) menyatakan bahwa tolok ukur Kecepatan Tumbuh (K CT ) secara umum dapat mengindikasikan kemampuan suatu lot benih untuk tumbuh
19
pada keadaan suboptimum di lapang atau disebut juga vigor kekuatan tumbuh. Tabel 5 memperlihatkan bahwa, pengaruh lama pengeringan tidak nyata terhadap vigor kekuatan tumbuh dengan tolok ukur KCT benih pada genotipe IPB 1, IPB 2, IPB 3 dan STR 6-4. Pada genotipe IPB 4, IPB 5, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 dan Boyolali dapat dilihat bahwa vigor kekuatan tumbuh-nya meningkat secara nyata dibanding kontrol. Pada benih genotipe IPB 8 mengalami kecenderungan vigor yang menurun. Menurut Copeland (1976), menurunnya keserempakan tumbuh merupakan proses terjadinya kemunduran benih.
Tabel 5. Pengaruh Faktor Lama Pengeringan terhadap Tolok Ukur Kecepatan Tumbuh Benih (%/etmal) beberapa Genotipe Pepaya Lama Pengeringan (Jam)
Genotipe 0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
IPB 1
0.98
0.97
0.82
1.46
1.22
1.17
1.04
1.62
0.68
IPB 2
3.05
2.97
3.09
3.45
2.84
3.20
2.15
3.40
2.01
IPB 3
1.95
1.33
1.35
0.79
1.53
1.16
0.85
0.90
1.25
IPB 4
0.41a
1.31b
0.43a
1.63b
0.13a
1.40b
0.09a
1.36b
1.33b
IPB 5
4.31ab
5.26ab
3.67a
5.15ab
3.55a
6.31b
4.75ab
5.56ab
6.36b
IPB 7
0.97ab
1.59ab
2.20bc
2.16bc
1.27ab
1.71abc
1.91abc
3.17c
0.54a
IPB 8
1.43bc
1.60bc
1.47bc
2.28d
2.11cd
0.99ab
1.48bc
1.17b
0.33a
IPB 10
0.36a
0.93a
3.50b
0.25a
0.20a
0.26a
2.97b
1.59a
3.90b
G10 U2
0.58a
0.11a
0.46a
0.44a
0.53a
0.94a
0.98a
2.28b
2.27b
G12 U2
0.41a
0.97ab
1.60bcd
2.19cd
1.30abc
2.71de
3.62e
2.23cd
2.14bcd
BOYOLALI
0.96abc
2.30c
1.25abc
0.78ab
0.78ab
1.75bc
2.20bc
0.17a
1.08abc
STR 6-4
1.32
1.80
1.47
1.24
0.72
1.92
2.00
1.28
2.42
Ket: Angka pada baris yang menunjukkan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata menurut DMRT 5%
Pembahasan Umum Pada penelitian ini perkecambahan benih yang diamati memiliki hasil yang relatif rendah. Bahkan dapat dikatakan berada di bawah batas normal benih yang baik untuk ditanam pada keadaan optimum, yaitu minimal 80%. Hal ini diduga disebabkan kepekaan benih pepaya terhadap pengeringan. Menurut Ellis et al. dalam Wood et al., (2000), benih pepaya akan mengalami penurunan viabilitas apabila dikeringkan hingga kadar air kurang dari 8%. Sementara Magill et al .dalam Wood et al. (2000) melaporkan ada beberapa lot benih pepaya yang dapat
20
tahan terhadap desikasi hingga kadar air 5%. Wood et al. (2000) juga mengungkapkan adanya induksi dormansi pada benih pepaya berkadar air rendah. Pada benih yang masih terdapat sarkotesta, akan menyebabkan terjadinya induksi dormansi. Hal ini dibuktikan oleh Sari (2005) yang melaporkan bahwa benih pepaya ber-sarkotesta hanya memiliki DB 39% dan 50% namun nilai uji TTZ-nya sebesar 76% dan 72%. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan antara ukuran buah dengan ketahanan benih terhadap pengeringan. Seperti pada genotipe IPB 1, IPB 3 dan IPB 4 (Gambar Lampiran 1, 3 dan 4) yang buahnya berukuran kecil, benihnya tahan terhadap pengeringan. Begitu juga genotipe lainnya yang buahnya berukuran besar, seperti IPB 2, IPB 5, IPB 7, IPB 8, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 , Boyolali dan STR 6-4 (Gambar Lampiran 2, 5, 6, 7, 8, 9, 10 dan 11) memiliki benih yang tahan terhadap pengeringan.
Tabel 6. Kadar Air dengan Viabilitas Benih beberapa Genotipe Pepaya di Akhir Pengeringan Genotipe
Hasil Uji TTZ
KA (%)
DB (%)
PTM (%)
IPB 1
2.36
12.22
12.22
56.79
IPB 2
3.48
30.00
60.00
56.67
IPB 3
5.89
21.11
50.00
76.33
IPB 4
3.08
23.33
24.17
21.00
IPB 5
2.75
80.00
87.50
40.00
IPB 7
18.7
8.00
16.00
66.63
IPB 8
3.13
5.33
26.67
52.17
IPB 10
1.69
64.17
70.00
28.83
G10 U2
2.35
39.91
46.67
52.17
G12 U2
2.84
34.45
41.11
69.84
BOYOLALI
4.17
17.33
36.00
78.67
STR 6-4
0.23
36.67
58.89
70.00
(%)
21
Pada pengukuran bobot benih 1000 butir dapat disimpulkan bahwa bobot benih tidak memiliki hubungan dengan ketahanan benih terhadap pengeringan. Seperti pada Tabel Lampiran 2, walaupun nilai bobot 1000 butir beragam namun hasilnya tidak mempengaruhi sifat ketahanan benih terhadap pengeringan. Nilai uji TTZ pada akhir pengeringan setiap genotipe menunjukkan masih adanya kegiatan metabolisme benih yang menunjukkan kehidupan walaupun tolok ukur viabilitas lainnya rendah (Tabel 6). Hasil uji TTZ memperlihatkan bahwa pada genotipe IPB 7 dan 8 masih memiliki nilai viabilitas yang cukup tinggi yaitu masing- masing 66.63% dan 52.17% (Tabel 6). Hal ini menunjukkan bahwa benih genotipe tersebut tahan terhadap pengeringan dan diduga mengalami induksi dormansi akibat pengeringan. Menurut Ernan (1995), benih akan mengalami induksi dormansi dan benih keras akibat pengeringan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Lama pengeringan tidak berpengaruh nyata pada viabilitas benih genotipe pepaya IPB 1, IPB 2, IPB 3 dan IPB 5. Genotipe IPB 5 memiliki viabilitas yang tetap tinggi dengan KA sangat rendah (2.75%) di akhir pengeringan yang diindikasikan oleh PTM (87.50%), DB (80%) dan KCT (6.36%) maksimum. Pada genotipe IPB 4, IPB 7, IPB 10, G10 U2 , G12 U2 , Boyolali dan STR 6-4, lama pengeringan berpengaruh nyata atau sangat nyata terhadap kenaikan viabilitas benih di akhir pengeringan. Kedua fakta tersebut menunjukkan sifat benih yang tahan terhadap pengeringan. Viabilitas benih genotipe IPB 8 mengalami penurunan nyata yang dipengaruhi oleh lama pengeringan, namun hasil uji TTZ masih menunjukkan adanya benih yang hidup sebesar 52%.
Saran Pada penelitian seperti ini perlu dilakukan perlakuan praperkecambahan dengan menggunakan KNO3 agar dormansi benih dapat dipatahkan. Pengujian TTZ perlu dilakukan di setiap tahap pengeringan agar didapatkan data pendukung yang lebih lengkap.
DAFTAR PUSTAKA Adimargono, S. 1997. Recalsitrant Seeds, Identification and Storage. Thesis. Larenstein International Agricultural College. Deventer. Arifeni, F. 2004. Karakterisasi Sifat-sifat Morfologi dan Kimiawi pada Dua Genotipa Tanaman Pepaya (Carica papaya L.) dengan Perbedaan Sumber Benih dalam Buah. Skripsi. Departemen Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Chin, Hor and M. B. Mohd Lassim. 1984. Identification of Recals itrant Seed. Seed Sci. and Technology 12: 429-437. Copeland, L. O. 1976. Principle of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minneapolis, Minnesota. 369p Coronel, R. E. 1997. Carica papaya L. Hal 125-131 dalam Prosea: Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 2 Buah-buahan yang Dapat Dimakan. R. E. Coronel dan E. W. M. Verheij (eds). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2001. Produksi Tanaman Sayuran, Buah-Buahan, Tanaman Hias dan Obat di Indonesia tahun 2000. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. Departemen Pertanian. Jakarta. 79 hal. Ernan, T. D. 1995. Pengaruh Wadah Simpan, Cara Pengeringan dan Lama Penyimpanan terhadap Viabilitas Benih Asam (Tamarindus indica L.). Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertania n Bogor. Justice, O. L., dan L. N. Bass. 1994 Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan. Rajawali Press. Jakarta. 446 hal. Kalie, M. B. 2000. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta. 120 hal. King, M. W. Dan M. W. Roberts. 1980. Maintenance of recalcitrant seed in storage p: 53-79. in H. F. Chin. dan E. H. Roberts (eds.). Recalcitrant Crop Seed SDN. BHD. Kuala Lumpur. Malaysia. Kuswanto, H. 2003. Teknologi Pemrosesan, Pengemasan dan Penyimpanan Benih. Kanisius. Jogjakarta.127 hal. Nakasone, H. Y. dan R. E. Paull. 1999. Crop Production Science in Horticulture. Wallingford: CAB International Wallingford, p:259-263. Nurlovi, D. 2004. Viabilitas Benih Pepaya (Carica papaya L.) pada beberapa Tingkat Kadar Air Awal selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 30 hal.
24
Sadjad, S., H. Suseno, S. S. Harjadi, J. Sutakaria, Suginarso dan Sudarsono. 1974. Dasar – Dasar Teknologi Benih Capita Selecta. Departemen Agronomi. Insititut Pertanian Bogor. Biro Penataran. hlm 78-81. _______. 1993. Dari Benih kepada Benih. Gramedia. Jakarta. 143 hal. _______. 1994. Kuantifikasi Metabolisme Benih. Gramedia. Jakarta. hal 20-32. Sari, M. 2005. Pengaruh Sarcotesta dan Kadar Air Benih Terhadap Viabilitas, Kandungan Total Fenol dan Daya Simpan Benih Pepaya (Carica papaya L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Soewito. 1990. Bercocok Tanam Pepaya. CV Titik Terang. Jakarta. 127 hal. Sumartuti, H. 2004. Pengaruh Cara Ekstraksi dan Pengeringan terhadap Viabilitas Benih dan Vigor Bibit Pepaya (Carica papaya L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sunarjono, H. 1998. Prospek Berkebun Buah. Penebar Swadaya. Jakarta. 153 hal. Sutopo. L. 1988. Teknologi Benih. CV Rajawali. Jakarta. 238 hal. Tohir, K. A. 1978. Bercocok Tanam Pohon Buah-buahan. Penerbit Paramita. Jakarta. 122 hal. Villegas, V. N. 1997. Carica papaya L. in E. W. M. Verheij & R.. E. Coronel (eds.). Prosea Sumber daya Nabati Asia Tenggara 2. Buah-buahan yang dapat dimakan. Terjemahan. PT. Gramedia. Jakarta. Hal. 125-131p. Wood, C. B., Hugh W. P., and Dilip Amritphale. 2000. Dessication- induce dormancy in papaya (Carica papaya L.) seeds is alleviated by heat shock. Seed Science Research. 10: 135-145.
LAMPIRAN
Gambar Lampiran 1. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 1
Gambar Lampiran 2. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 2
Gambar Lampiran 3. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 3
27
Gambar Lampiran 4. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 4
Gambar Lampiran 5. Bentuk Buah Pepaya Genotipe IPB 7
Gambar Lampiran 6. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 8
28
Gambar Lampiran 7. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe IPB 10
Gambar Lampiran 8. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe G10 U2
Gambar Lampiran 9. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe G12 U2
29
Gambar Lampiran 10. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe Boyolali
Gambar Lampiran 11. Bentuk Buah dan Pohon Pepaya Genotipe STR 6-4
30
Tabel Lampiran 1. Nilai Kadar Air (KA) (Rataan (%) ± SD) Benih berbagai Genotipe Pepaya pada Lama Pengeringan Lama Pengeringan (Jam)
Genotipe IPB 1 IPB 2 IPB 3 IPB 4 IPB 5 IPB 7 IPB 8 IPB 10 G10U2 G12U2 BOYOLALI STR 6-4
0 49.20 ± 18.00 62.8 ± 0.85 71.70 ± 0.31 55.60 ± 1.08 17.90 ± 2.70 62.50 ± 0.11 67.3 ± 0.81 53.50 ± 0.51 58.4 ± 2.14 61.00 ± 0.39 64.10 ± 0.38
0.5 28.2 ± 18.30 45.1 ± 3.42 58.2 ± 0.82 38.00 ± 2.69 15.4 ± 10.90 52.60 ± 3.36 39.2 ± 0.42 5.74 ± 3.70 33.5 ± 0.82 21.00 ± 6.14 30.6 ± 7.40
1 5.24 ± 4.48 29.4 ± 8.00 37.40 ± 12.30 9.02 ± 0.88 15.70 ± 11.30 51.20 ± 2.58 20.30 ± 5.78 3.34 ± 0.11 10.2 ± 2.13 7.25 ± 0.48 26.2 ± 14.70
1.5 5.99 ± 4.24 10.6 ± 5.15 11.40 ± 2.22 8.93 ± 0.36 4.01 ± 0.76 36.60 ± 5.88 10.40 ± 0.62 2.88 ± 0.08 6.14 ± 1.53 6.52 ± 4.61 6.47 ± 0.55
2 4.31 ± 2.08 5.47 ± 0.40 10.70 ± 0.44 8.54 ± 0.41 5.24 ± 2.48 38.5 ± 7.21 9.36 ± 1.12 2.79 ± 0.03 4.61 ± 1.20 5.30 ± 0.25 8.35 ± 2.20
2.5 2.25 ± 1.49 4.61 ± 0.66 9.46 ± 6.69 6.57 ± 0.86 3.41 ± 0.21 13.6 ± 4.67 7.91 ± 0.87 2.62 ± 0.33 3.54 ± 0.61 3.57 ± 0.09 6.83 ± 0.72
3 4.49 ± 3.20 4.05 ± 0.60 7.60 ± 0.60 3.67 ± 0.30 3.17 ± 0.30 20.1 ± 3.20 5.77 ± 0.70 2.91 ± 1.60 1.91 ± 0.20 2.63 ± 0 6.44 ± 2.30
3.5 0.77 ± 0.65 3.51 ± 0.23 8.02 ± 1.62 3.17 ± 0.23 3.15 ± 0.23 10.7 ± 7.86 4.12 ± 1.06 1.57 ± 0.22 2.23 ± 0.33 2.65 ± 0.13 4.24 ± 0.13
4 2.36 ± 1.44 3.48 ± 0.03 5.89 ± 2.88 3.08 ± 0.60 2.75 ± 0.02 18.7 ± 7.03 3.13 ± 0.19 1.69 ± 0.10 2.35 ± 0.05 2.84 ± 0.46 4.17 ± 0.57
39.00 ± 0.25
10.10 ± 0.77
5.03 ± 0.03
3.38 ± 0.17
2.01 ± 0.17
1.77 ± 0.24
1.26 ± 0.30
0.51 ± 0.34
0.23 ± 0.27
31
Tabel Lampiran 2. Bobot 1000 Butir Benih (g) beberapa Genotipe Pepaya Genotipe IPB 1 IPB 2 IPB 3 IPB 4 IPB 5 IPB 7 IPB 8 IPB 10 G10U2 G12U2 BOYOLALI STR 6-4
Bobot 100 Butir (g) 1.342 1.627 1.6 1.75 1.467 1.827 2.482 1.522 1.9 1.927 2.014 2.417
Bobot 1000 Butir (g) 13.42 16.27 16.6 17.5 14.67 18.27 24.82 15.22 19 19.27 20.14 24.17