EFEKTIFITAS PEMBERIAN BUBUK BIJI PEPAYA ( CARICA PAPAYA ) KERING SEBAGAI ANTIHELMINTIK ALAMIAH PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR Retno Ambarwati *, Marni ** *Staf Pengajar Keperawatan anak , Akper Giri Satria Husada Wonogiri ** Staf Pengajar Keperawatan anak , Akper Giri Satria Husada Wonogiri Abstrak
Latar Belakang.Penyakit cacingan adalah penyakit yang umum diderita oleh manusia. Sekitar 60 persen orang Indonesia mengalami infeksi cacing. Kelompok umur terbanyak adalah pada usia 5-14 tahun. Angka prevalensi 60 persen itu, 21 persen di antaranya menyerang anak usia SD dan rata-rata kandungan cacing per orang enam ekor. Selain dengan obat kimia , ada cara tradisional yang aman untuk memberantas cacingan , yaitu dengan pemberian biji pepaya (Carica papaya L.) yang telah dikeringkan dan ditumbuk halus. Cara ini dapat dipilih karena selain mudah membuatnya, bahan bakunya juga selalu tersedia. Tujuan Penelitan. Penelitian ini bertujuan mengetahui efektifitas bubuk biji pepaya kering sebagai Antihelmintik alamiah pada anak usia sekolah dasar usia 6 – 12 tahun, yaitu apakah bubuk biji pepaya kering dapat membunuh cacing dan telur cacing yang hidup di usus anak atau tidak. Metode Penelitian.Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif, dengan desain penelitian kuasi eksperimentaldan sampel diambil secara random sampel . Teknik pengumpulan data melalui: 1) observasi ,2)pemeriksaan laboratorium feces, 3) Studi dokumentasi. Penelitian diawali dengan pemeriksaan laboratorium feses terhadap seluruh siswa SD Keloran I dan Keloran 3, desa Keloran, Kecamatan Selogiri, Kabupaten Wongiri. Sampel penelitian adalah semua anak yang hasil pemeriksaan fesesnya positif mengandung telur cacing . Selanjutnya sampel diberikan bubuk biji pepaya kering sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Pemeriksaan laboratorium terhadap feses responden dilakukan sebelum perlakuan dan sesudah perlakuan selesai. Hasil Penelitian. Anak yang fesesnya positif mengandung telur Ascaris Lumbricoides terbanyak yaitu umur 6 – 7 th 6 0rang ( 60 % ), Jenis kelamin terbanyak adalah Perempuan 7 orang ( 70 % ), kelas 1 SD 6 orang ( 60 % ), minum bubuk biji pepaya selama 7 hari sebanyak 6 orang (60 % ). Hasil pemeriksaan feses setelah perlakuan 80 % tidak ditemukan telur cacing dan 20 % ditemukan telur cacing Ascaris Lumbricoides. Hasil akhir penelitian diketahuai bahwa nilai rerata kelompok pre-test sebesar 6,50 dan postest sebesar 14,50 dengan Zhitung sebesar -3,559 (pvalue = 0,000 < 0,05), maka ada perbedaan efektifitas pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya) kering sebagai antihelmintik alamiah pada anak usia Sekolah Dasar. Kata kunci : biji pepaya(carica papaya) kering, cacingan,Antihelmintik
Pendahuluan Kesehatan seorang anak dapat dinilai dari pertumbuhan dan perkembangannya, apakah sesuai dengan usianya atau tidak. Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran , jumlah, atau dimensi tingkat sel, organ , maupun individu. Pertumbuhan diukur dengan ukuran berat dan panjang. Sedangkan perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks sebagai hasil dari suatu poses pematangan fungsi organ. Yang termasuk dalam perkembangan adalah emosi, intelektual, dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Pada anak usia sekolah dasar (6 – 12 tahun) pertumbuhan dan pekembangan anak masih sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga. Orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam meletakkan dasar hidup sehat bagi anak. Masalah kebersihan diri, kebersihan rumah, kebiasaan memelihara lingkungan, kepedulian terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dapat meningkatkan derajad kesehatan anak sehingga menunjang pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan masalah kurangnya kebersihan diri dan lingkungan seperti ; typus abdominalis, diare, dan cacingan, dapat dengan mudah menyerang anak usia sekolah. Hal ini dikarenakan pada masa ini anak mulai mengeksplorasi dirinya dalam bergaul dan bermain dengan temantemannya. Selain itu anak mulai terbiasa membeli makanan sendiri di sekolah. Minimnya pengetahuan anak tentang kebersihan makanan membuat anak rentan mengkonsumsi jajanan yang tidak sehat. Dari beberapa penyakit yang dapat menyerang anak usia sekolah tersebut, penyakit cacingan merupakan penyakit yang jarang terungkap. Menurut Prof.Candra Yoga Aditama Sp.P (K) kecacingan dapat terjadi karena banyak factor seperti iklim tropis, sanitasi yang
buruk, social ekonomi , dan kepadatan penduduk. Selain itu factor kurangnya kebersihan makanan dapat menjadi penyebab menyebarnya telur cacing. Cacing gelang dan cacing cambuk adalah jenis cacing yang dapat menular lewat makanan. Beberapa jenis cacing ( Helmintes ) yang biasa menjadi parasit di tubuh manusia adalah cacing kremi (Enterobiasis), cacing gelang /Ascriasis ( Ascaris lumbricoides), cacing cambuk ( Trichuris trichura), cacing tambang ( Necator americanus dan Ancylostoma duodenale) . Cacing –cacing ini dapat menular lewat makanan, tanah /air yang terkontaminasi feses, maupun sayuran yang terkontaminasi. ( Mandal, et all.: 2008). Bila anak menderita cacing kremi, maka akan timbul gejala khas yaitu gatal pada anus dimalam hari. Akibatnya anak kurang tidur dan badannya tidak bergairah. Cacing tambang dan cacing cambuk akan langsung menyerang usus dan meyerap darah serta sari makanan. Akibatnya anak lemah, tidak bergairah karena anemia, yang berdampak pada menurunnya konsentrasi dan prestasi sekolah anak. Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi kecacingan pada anak, diantaranya dengan mengadakan program pemberian obat cacing Mebendazole sekali setiap tahun bagi anak usia sekolah dasar. Pelaksanaannya dilakukan oleh petugas dari puskesmas setempat. Upaya lain untuk meningkatkan derajat kesehatan anak adalah program cuci tangan di sekolah. Meskipun telah dilakukan berbagai upaya tersebut, ternyata masih ada beberapa anak yang fecesnya positip mengandung telur cacing. Sehingga diperlukan upaya lain untuk membantu mengatasi masalah ini. Maka untuk mewujudkan generasi yang sehat dan bebas cacingan, dan dalam upaya mendukung gerakan bebas cacingan bagi
anak usia sekolah, serta memanfaatkan tanaman sebagai obat herbal. Peneliti mencoba memberikan alternatif Antihelmintes ( anti cacing ) alamiah dengan menggunakan bubuk biji pepaya kering . Mengapa biji pepaya?selain bahannya mudah didapatkan , biayanya murah, dan mudah cara membuatnya. Pepaya mempunyai nama latin Carica papaya dan termasuk dalam famili Caricaceae. Manfaat papaya bagi kesehatan pencernaan selain memperlancar buang air besar, pepaya dapat membantu membersihkan usus dari racun-racun yang tak sengaja diserap tubuh. Adalah kandungan serat dan antioksidannya, yang dapat mengangkat dan membersihkan bagian usus dan membawanya melalui saluran pembuangan. Budi Santoso, H, (1998) menyebutkan bahwa Biji Pepaya dapat mengatasi cacingan. Inilah yang mejadilkan peneliti tertarik untuk meneliti efektifitas pemberian bubuk biji pepaya kering sebagai anti helmintik pada anak usia sekolah dasar. Studi Pendahuluan yang dilakukan di dua Sekolah dasar pada bulan Mei – Juli 2015 dengan cara melakukan pemeriksaan feses siswa, menunjukkan bahwa meskipun siswa telah telah minum obat cacing pada bulan Februari, ternyata masih ada 10 orang siswa yang fesesnya mengandung telur Ascaris Lumbricoides. Metode Penelitian Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui efektifitas pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya) kering sebagai antihelmintik alamiah pada anak usia Sekolah Dasar. Bentuk desain eksperimen dalam penelitian ini yaitu quasi experimental design. Secara umum, quasi experiment melibatkan tipe intervensi atau treatment tertentu dan perbandingan, tetapi tidak memiliki derajat pengontrolan seperti ditemukan dalam eksperimen sejati. Seperti randomisasai yang menjadi tanda eksperimen sejati, tidak adanya
randomisasi menjadi tanda quasi eksperimen (Shaughnessy et all, 2007). Bentuk desain quasi experimental design dalam penelitian ini adalah control group pretest and posttest design. Adapun pola penelitiannya adalah sebagai berikut: Non R
Opre
X
Opost
Non R
Opre
-X
Opost
Keterangan: Non R : Non Random Opre : Observasi pertama (data awal) Opost : Observasi kedua (pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya)) X : Treatment (antihelmintik alamiah pada anak usia Sekolah Dasar) -X : Tidak ada Treatment Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 1 sampai dengan kelas 6 di SD keloran I dan SD Keloran III sejumlah 81 siswa Penelitian ini menggunakan sampel menurut Roscoe dalam Sugiono (2012) menyarankan tentang ukuran sampel untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka jumlah anggota sampel masing-masing 10 s/d 20. Penelitian ini merupakan eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen 10 siswa. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan hasil pemeriksaan laboratorium feses sebelum dan sesudah perlakuan, dibantu dengan kuesioner untuk orang tua, serta data identitas siswa. Hasil Penelitian Responden adalah anak usia 6 – 12 tahun yang hasil fesesnya positif ditemukan telur cacing Ascaris Lumbricoides . Jumlah
responden adalah 10 orang anak. Data umum dalam penelitian ini adalah karakteristik umum responden meliputi umur, Jenis kelamin, dan kelas. a. Umur Diagram 1 menunjukkan responden berdasarkan umur.
Diagram 3 menunjukkan tingkatan kelas siswa responden.
prosentase
Dari diagram diatas dapat diketahui bahwa responden terbanyak adalah siswa berumur 6 -7 tahun , yaitu 6 orang (60%) a. Jenis Kelamin Diagram 2 mengenai prosentase responden berdasarkan Jenis Kelamin.
Prosentase terbesar yang terinfeksi cacingan adalah siswa kelas 1, yaitu sebanyak 6 siswa (60%). Selanjutnya adalah data karakteristik khusus responden yang meliputi : Hasil pemeriksaan feses sebelum perlakuan, dosis pemberian bubuk biji pepaya, waktu pemberian, penambahan bahan lain, dan hasil pemeriksaan feses setelah perlakuan. a. Hasil pemeriksaan feses sebelum perlakuan. Tabel 1 menunjukkan bahwa 10 orang responden positif terinfeksi cacing. Tabel 1 Hasil Mikroskopis pemeriksaan feses Nomor Respon den
Diagram diatas memperlihatkan bahwa sebanyak 7 orang (70 %) responden yang fesesnya mengandung telur cacing Ascaris Lumbricoides adalah siswa perempuan. b. Kelas
Jeni s Kel ami n
Umur
Kelas
7
P
6 th
I
11
P
7 th
I
18
P
6 th
I
Mikroskopis
Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan
27
L
7 th
I
31
P
12 th
VI
39
L
8 th
II
42
P
8 th
II
2.18
L
11 th
VI
2.2 3
P
6 th
I
P
6.5 th
I
2.33
telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides Ditemukan telur cacing Asc.Lumbric oides
b. Dosis Pemberian Bubuk biji pepaya Dosis diberikan sesuai dengan usianya. Sebanyak 80 % siswa yang berusia 6 – 9 tahun, mendapatkan dosis ¼ sendok teh. Sedangkan 20 % siswa yang berusia 10 – 12 tahun mendapatkan dosis ½ sendok teh.
Dari diagram tersebut dapat diketahui bahwa 60 % anak diberikan bubuk biji pepaya kering sesuai aturan lama pemberian, sedangkan 40 % anak diberikan kurang dari aturan yang telah ditentukan e. Penambahan bahan lain Dalam penelitian ini bahan tambahan lain yang diberikan orangtua saat meminumkan bubuk biji pepaya adalah air teh (10 % ), air gula (20 % ), susu (40 % ), dan madu ( 30 % ) f. Hasil pemeriksaan feses setelah perlakuan Diagram 5 menunjukkan hasil pemeriksaan feses setelah responden diberikan bubuk biji pepaya yang telah dikeringkan.
c. Waktu Pemberian Dari hasil penelitian diketahui bahwa orang tua memberikan bubuk biji pepaya pada jam 9 malam sebanyak 70 % responden , sedangkan yang memberikan pada jam 8 malam sebanyak 30 %. d. Lamanya pemberian Lamanya pemberian dapat dilihat pada diagram 4 berikut ini.
Dari diagram diatas diketahui bahwa Hasil pemeriksaan feses dari 10 responden, 8
orang ( 80% ) tidak ditemukan telur cacing Ascaris Lumbricoides, sedangkan 2 orang ( 20 % ) masih ditemukan telur Ascaris Lumbricoides. Diskusi Karakteristik responden pada penelitian ini terdiri atas umur, Jenis kelamin, kelas, hasil pemeriksaan feses sebelum perlakuan, dosis pemberian bubuk biji pepaya, waktu pemberian, penambahan bahan lain, dan hasil pemeriksaan feses setelah perlakuan
Umur responden dalam penelitian ini adalah 6 – 12 tahun. Menurut perkembangan Psikososial ( Erikson ) anak usia ini masuk dalam fase Industri versus Inferiority dimana anak akan belajar bersama dan bersaing dengan anak lain baik dalam kegiatan akademik maupun pergaulan melalui permainan yang dilakukan bersama teman. Kemampuan anak untuk berinteraksi sosialpun lebih luas. ( Supartini, 2004). Jumlah responden yang terbanyak menderita kecacingan adalah umur 6 – 7 tahun yaitu 6 siswa ( 60 % ). Usia 6 – 7 tahun ( kelas 1 SD ) termasuk dalam periode kanak-kanak pertengahan dimana perkembangan motorik lebih sempurna, dan anak melakukan aktivitas bermain dengan teman kurang lebih 4 – 5 jam . (Supartini,2004) Proporsi terbanyak pada karakteristik jenis kelamin adalah jenis kelamin perempuan, yaitu sebanyak 7 siswa ( 70 % ). Banyaknya siswa perempuan yang terinfeksi cacing juga ditulis oleh Pipit Festi dalam penelitiannya tentang Hubungan antara penyakit cacingan dengan status Gizi anak SD, yaitu. Survey yang dilakukan oleh Sub Dir Penanggulangan Pencegahan Diare, Cacingan, dan ISPL Depkes Jakarta pada tahun 2006, bahwa siswa perempuan memiliki prevalensi kecacingan lebih tinggi 51,5 % dibandingakan dengan siswa
laki – laki sebanyak 48,5 %. Dalam penelitian ini, peneliti melibatkan orang tua dalam hal ini ibu, untuk terlibat dalam memberikan bubuk biji pepaya kering sesuai dosis yang telah ditentukan. Sebelum memberikan bahan tersebut, peneliti telah menjelaskan cara pemberian sesuai usia anak. Keterlibatan orang tua sangatlah penting karena menurut Piaget Perkembangan kognitif anak usia 7 – 11 tahun telah memasuki fase Concrete Operational, kemampuan berpikir anak sudah rasional dan imajinatif. Sehingga perlu bimbingan ibu dalam tumbuh kembangnya. Dalam pemberian bubuk pepaya kering, peneliti membebaskan orang tua dalam untuk mencampurkannya dengan bahan tambahan lainnya, dengan maksud agar anak mau untuk meminumnya. Dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang diberikan bubuk biji pepaya secara teratur selama 7 hari hanya 60 %. Sedangkan 40 % tidak teratur, yaitu selama 6 hari 20 %, 5 hari 10 % , dan 4 hari 10 %. Prosentase hasil pemeriksaan feses setelah perlakuan menunjukkan bahwa 80 % tidak ditemukan telur cacing sedangkan 20 % masih ditemukan telur cacing Ascaris lumbricoides. Analisis bivariat digunakan untuk menganalisis efektifitas pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya) kering sebagai antihelmintik alamiah pada anak usia Sekolah Dasar. Uji Independent Sample ttest (t-independent), uji ini bertujuan untuk mencari perbedaan nilai rata-rata antara dua kelompok. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik komputerisasi dan program SPSS for windows. Adapun hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 2 Hasil Uji Beda Wilcoxon Efektifitas Pemberian Bubuk Biji Pepaya (Carica Papaya) Kering
Kelompok Observasi Antihelmintik Alamiah
Rerata PrePostest test
Zung
pvalue
6,50
3,559
0,000
14,50
Berdasarkan tabel di atas diketahuai bahwa nilai rerata kelompok pre-test sebesar 6,50 dan pos-test sebesar 14,50 dengan Zhitung sebesar -3,559 (pvalue = 0,000 < 0,05), maka ada perbedaan efektifitas pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya) kering sebagai antihelmintik alamiah pada anak usia Sekolah Dasar. Simpulan dan Saran Bubuk biji pepaya kering efektif sebagai antihelmintik alamiah pada anak usia sekolah 6 – 12 tahun. Hal ini di tunjukkan pada nilai rerata kelompok pre-test sebesar 6,50 dan pos-test sebesar 14,50 dengan Zhitung sebesar -3,559 (pvalue = 0,000 < 0,05), maka ada perbedaan efektifitas pemberian bubuk biji pepaya (carica papaya) kering sebagai antihelmintik alamiah pada anak usia Sekolah Dasar sebelum dan sesudah perlakuan. Dalam penelitian ini anak umur 6 – 7 tahun memiliki prevalensi lebih tinggi 60 % dibandingkan anak umur 8 – 12 tahun sebesar 40 %. Anak perempuan lebih banyak yang terinfeksi cacing yaitu 70 % , sedangkan anak laki-laki yang terinfeksi cacing sebanyak 30 %. Dalam pemberian bubuk biji pepaya 60 % anak rutin meminum selama 7 hari sedangkan 40 % tidak rutin. Hasil penelitian ini akan dikoordinasikan dengan pihak orang tua dan pihak sekolah agar dapat dilakukan pencegahan sehingga siswa terhindar dari infeksi cacing. Kegiatan penyuluhan kesehatan sebaiknya rutin diberikan , kebiasaan mencuci tangan sebelum dan setelah bermain hendaknya ditanamkan kepada siswa. Bagi orangtua, Pemberian bubuk biji
pepaya ini harus dilakukan dengan benar sesuai anjuran agar berkhasiat dalam mengatasi kecacingan pada anak. Beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pada saat proses pengeringan biji pepaya harus betul betul kering agar biji pepaya tidak lembab. karena kelembaban dapat menimbulkan jamur yang dan ini tentu akan mengurangi manfaatnya. Bagi Peneliti selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya untuk lebih detail lagi dalam melakukan penelitian dan menambah variabel penelitian dengan desain penelitian dan teknik pengambilan data yang lebih baik untuk mengurangi kebiasan hasil penelitian. DAFTAR PUSTAKA Adriana, Dian 2013. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak,cetakan ke 2. Jakarta. Salemba Medika Champetier de Ribes G1, Fline M, Désormeaux AM, et.all. 2002.Intestinal helminthiasis in school children in Haiti in 2002. diunduh tanggal 21 April 2014, di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/1605 0381 Festi, Pipit. Hubungan antara penyakit cacingan dengan status gizi anak SD di SD Al Mustofa , Surabaya http://dokumen.tips/documents/hubunganantara-penyakit-cacingan-dengan-statusgizi-pada-anak-sekolah-dasar-sddisekolah-dasar-al-mustofa-surabaya.html Mandal,B.K.,Wilkins.et all., Lecture note : Penyakit Infeksi. Edisi ke 6. 2008.Jakarta. Erlangga. Okeniyi JA1, Ogunlesi TA, et.all. 2007.Effectiveness of dried Carica papaya seeds against human intestinal parasitosis: a pilot study., diunduh pada tanggal 21 April 2014, di http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/174
72487 Santoso, H.B. 2006. TOGA 1 Tanaman Obat Keluarga. Cetakan ke 8.Yogyakarta. Kanisius Santoso, H.B. 2006. TOGA 2 Tanaman Obat Keluarga. Cetakan ke 8.Yogyakarta. Kanisius Santoso, H.B. 2006. TOGA 3 Tanaman Obat Keluarga. Cetakan ke 8.Yogyakarta. Kanisius Sodikin, 2011. Keperawatan Anak : gangguan pencernaan. Cetakan 2012. Jakarta. EGC Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. CV Alfabeta Supartini, Yupi. (2008). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC Wong. (2008). Buku ajar keperawatan pediatrik. Volume 2. Jakarta: EGC ,