Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
HUBUNGAN ANTARA BOBOT LAHIR DAN BODY CONDITION SCORE (BCS) PERIODE KERING DENGAN PRODUKSI SUSU DI BBPTU SAPI PERAH BATURRADEN (RELATIONSHIP BETWEEN BIRTH WEIGHT AND BODY CONDITION SCORE (BCS) DRY PERIODS WITH MILK PRODUCTION IN DAIRY CATTLE BBPTU BATURRADEN) Heru Purwanto, A.T Ari Sudewo, Sri Utami Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Sudirman, Purwokerto
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara bobot lahir dan BCS periode kering dengan produksi susu. Penelitian dilakukan pada tanggal 18 Juni - 30 September 2012 di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturraden. Materi penelitian yang digunakan adalah 93 ekor sapi perah betina di BBPTU Sapi Perah Baturraden yang diambil secara purposive sample. Variabel yang diamati adalah Bobot Lahir (X1) satuan yang digunakan kilogram, BCS (Body Condition Score) (X2) dengan menggunakan skala 1-5 saat periode kering (2 bulan prepartum), dan Produksi Susu (Y) diukur dengan nilai rata-rata produksi susu harian selama periode laktasi kedua, satuan yang digunakan liter. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis regresi. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh statistik deskriptif (nilai maksimal, nilai minimal, nilai rataan, dan simpang baku) dari seluruh variabel yang diamati yaitu (1) Bobot lahir dari calon induk; (2) Body Condition Score (BCS) dan (3) Produksi Susu. Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan bobot lahir dan Body Condition Score (BCS) periode kering dengan produksi susu. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis regresi dengan model matematik Y=a + b1X1 + b2X2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan antara bobot lahir dan BCS (Body Condition Score) periode kering dengan produksi susu dinyatakan dalam persamaan Y= 2,44 + 0,298 BL – 0,035 BCS dengan nilai koefisien korelasi r = 0,452 dan koefisien determinasi sebesar 20,47 %. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan BCS periode kering dan bobot lahir bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 20,47 % terhadap variasi produksi susu. Dari hasil analisis terhadap bobot lahir diperoleh bahwa bobot lahir memiliki hubungan dan menentukan produksi susu (P<0,01) koefisien korelasi sebesar r = 0,452 serta koefisien determinasi sebesar r2 = 20,47 % sedangkan analisis terhadap BCS (Body Condition Score) periode kering diperoleh bahwa BCS periode kering tidak memiliki hubungan dan tidak menentukan produksi susu (P>0,05) koefisien korelasi sebesar r = 0,115 dan koefisien determinasi sebesar r2 = 1,33 %. Kata Kunci : sapi perah, bobot lahir, BCS (Body Condition Score) periode kering , produksi susu ABSTRACT This research aimed to determine the relationship between birth weight and BCS dry periods with milk production. The study was conducted from June 18 to September 30 2012 at Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturraden. The material used in this research were 93 females in dairy cows BBPTU SP Baturraden taken by purposive sample that sample based on certain considerations. Observed variables is Birth weight (X1) units used kilogram, BCS (Body Condition Score) (X2) using a scale of 1-5 while the dry periods (2 months prepartum), and Milk Production (Y) was measured by recording the average daily milk production, the units used liter. The method of analysis used in this research is descriptive analysis and regression analysis. Descriptive analysis is used to obtain descriptive statistics (maximum value, minimum value, average value, and standard deviations) of all observed variables are (1) birth weight of the prospective parent, (2) Body Condition Score (BCS) and (3) Milk production. Regression analysis is 134
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
used to determine the relationship of birth weight and Body Condition Score (BCS) dry periods with milk production. The data obtained were analyzed using regression analysis with mathematical models Y = a + b1X1 + b2X2. The results showed that the association between birth weight and BCS (Body Condition Score) dry periods with milk production is expressed in the equation Y = 2.44 + 0.298 BL – 0,035 BCS with a correlation coefficient r = 0.452 and the coefficient of determination equal to 20.47%. The coefficient of determination shows BCS dry periods and birth weight together provide a contribution of 20.47% of the variation in milk production. From the results of the analysis of birth weight found that birth weight has a relationship and determine the milk production (P <0.01) correlation coefficient of r = 0.452 and the coefficient of determination of r2 = 20.47%, while the analysis of the BCS (Body Condition Score) dry periods obtained that the BCS does not have a dry period and did not specify the relationship of milk production (P> 0.05) correlation coefficient of r = 0.115 and a coefficient of determination of r2 = 1.33%. Keywords : dairy cows, birth weight, BCS (Body Condition Score) dry periods, milk production PENDAHULUAN Susu sebagai salah satu hasil komoditi peternakan adalah bahan makanan yang menjadi sumber gizi atau zat protein hewani. Kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingkat kesadaran kebutuhan gizi masyarakat yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal tersebut ditunjukkan dengan meningkatnya konsumsi susu dari 6.8 liter per kapita per tahun pada tahun 2005 menjadi 7.7 liter per kapita per tahun pada tahun 2008 (setara dengan 25 g per kapita per hari) yang merupakan angka tertinggi sejak terjadinya krisis moneter pada tahun 1997 (Dirjen Bina Produksi Peternakan, 2008). Pengembangan usaha sapi perah merupakan salah satu alternatif dalam rangka pemenuhan gizi masyarakat serta pengurangan tingkat ketergantungan nasional terhadap impor susu. Usaha ternak sapi perah di Indonesia didominasi oleh skala kecil dengan kepemilikan ternak kurang dari empat ekor (80 persen), empat sampai tujuh ekor (17 persen), dan lebih dari tujuh ekor (3 persen). Hal tersebut menunjukkan bahwa sekitar 64 persen produksi susu nasional disumbangkan oleh usaha ternak sapi perah skala kecil, sisanya 28 persen dan delapan persen diproduksi oleh usaha ternak sapi perah skala menengah dan usaha ternak sapi perah skala besar (Erwidodo, 1998 dan Swastika dkk., 2005). Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul (BBPTU) Sapi Perah Baturraden adalah salah satu Unit Pelaksana Teknis di bawah Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian dan satusatunya UPT Perbibitan yang memiliki tugas dan tanggung jawab dalam pengembangan sapi perah di Indonesia. Kebutuhan bibit sapi perah yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan permintaan kebutuhan susu sebagai bahan baku dan bahan makanan sumber protein diharapkan Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah mampu meningkatkan kinerja berupa peningkatan produksi susu. Secara fisiologis produksi susu merupakan sejumlah air susu yang disekresikan kelenjar ambing seekor induk ternak sapi perah. Induk sapi perah dengan kondisi tubuh dan bobot lahir anaknya yang baik akan mempengaruhi produksi susu yang optimal. Kondisi tubuh menggambarkan cadangan lemak yang dapat digunakan sapi perah sebagai energi untuk mengoptimalkan produktivitasinya terutama selama pertumbuhan fetus dan produksi susu. Untuk memelihara kondisi tubuh ideal sesuai dengan status fisiologi laktasi dapat digunakan 135
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
Body Condition Score (BCS), yang merupakan suatu metode untuk memberi skor kondisi tubuh ternak baik secara visual maupun dengan perabaan terhadap lemak tubuh pada bagian tertentu tubuh ternak. Besar kecilnya bobot lahir pedet berkaitan dengan kondisi tubuh induk pada saat bunting, dengan manajemen yang baik dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisinya diharapkan juga akan meningkatkan produksi susu. METODE Penelitian menggunakan metode survei. Survei dilakukan di BBPTU Sapi Perah Baturraden untuk pengambilan data penelitian meliputi data bobot lahir, data BCS (Body Condition Score) periode kering (2 bulan prepartum) dan data produksi susu rataan harian selama periode laktasi kedua. Data yang diambil meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh dari hasil observasi dan pengamatan serta wawancara, sedangkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait dengan objek penelitian serta hasil studi pustaka. Materi penelitian yang digunakan adalah 93 ekor sapi perah betina di BBPTU Sapi Perah Baturraden yang diambil secara “purposive sample”. Variabel yang diamati dalam penelitian ini, yaitu: Bobot lahir (X1), satuan yang digunakan kilogram, (Body Condition Score) BCS (X2) ternak dinilai berdasarkan metode Montel dan Ahuja (2005) yaitu menggunakan skala 1 – 5 pada saat periode kering mendekati kelahiran (2 bulan prepartum) disertai foto standar ternak sapi perah dan Produksi Susu (Y) diukur dengan mencatat produksi susu laktasi kedua setiap induk yang menjadi sampel, satuan yang digunakan liter. Model analisis yang digunakan dalam penelitian menggunakan analisis deskriptif dan analisis regresi. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh statistik deskriptif (nilai maksimal, nilai minimal, nilai rataan, dan simpang baku) dari seluruh variabel yang diamati yaitu (1) Bobot lahir dari calon induk; (2) Body Condition Score (BCS) periode kering dan (3) Produksi Susu, sedangkan Analisis regresi digunakan untuk mengetahui hubungan bobot lahir dan Body Condition Score (BCS) periode kering dengan produksi susu menggunakan model matematik Y=a + b 1X1 + b2X2 (Sudjana, 2002). HASIL DAN PEMBAHASAN Hubungan Antara Bobot Lahir dan Body Condition Score (BCS) dengan Produksi Susu Hasil penelitian terhadap 93 ekor ternak sapi perah di BBPTU Sapi Perah Baturraden diperoleh data bobot lahir, BCS periode kering dan produksi susu seperti tercantum pada Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa rataan bobot lahir pedet di BBPTU Sapi Perah Baturraden sebesar 43,8 kg ± 4,6 kg, bobot lahir tersebut sesuai dengan standar BBPTU Sapi Perah Baturraden yaitu sekitar 40 – 45 kg. Besarnya bobot lahir di BBPTU Sapi Perah Baturraden diduga dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan relatif mencukupi kebutuhan, sehingga energi yang diberikan untuk hidup pokok, produksi susu dan pertumbuhan fetus terpenuhi. Tabel 1. Data Bobot Lahir, BCS dan Produksi Susu Nilai Rataan
Simpang Baku
136
Nilai Maksimal
Nilai Minimal
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
Bobot Lahir (kg) BCS Periode Kering Produksi Susu (ltr/hr)
43,8 3,10 15,40
4,60 0,29 3,02
55,0 3,50 23,08
32,0 2,25 8,342
Evaluasi kebutuhan protein dan energi sapi perah periode kering di BBPTU Sapi Perah Baturraden disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Evaluasi kebutuhan protein dan energi pada sapi perah perah peride kering di BBPTU Sapi Perah Baturraden. Bahan kering Protein kasar TDN (kg) (kg) (kg) Pemberian 19,50 2,13 78,70 Kebutuhan 18,00 2,34 75,00 Evaluasi
+ 1,5
- 0,21
+ 3,70
Data pada Tabel (2) menunjukkan bahwa pakan konsentrat dan hijauan yang diberikan pada ternak sapi perah periode kering di BBPTU Sapi Perah Baturraden memiliki kecernaan nutrien (TDN) sebesar 78,7 kg dan protein sebesar 2,13 kg. Jumlah pemberian tersebut masih terdapat kekurangan pada protein. Menurut pendapat Hamdan (2010) bahwa kebutuhan protein pada ternak sapi perah 2,30 – 2,60 kg dan TDN 74 – 80 kg. Menurut Adiarto (1995) bahwa nilai zat pakan yang dikonsumsi oleh ternak selama bunting mempengaruhi bobot lahir pedet serta induk sapi yang mengkonsumsi pakan berkualitas baik secara teratur akan melahirkan anak dengan bobot yang optimal. Pemberian pakan tersebut masih belum mampu untuk terbentuknya cadangan lemak tubuh, sehingga energi dan protein yang digunakan hanya cukup untuk kebutuhan hidup pokok, produksi dan perkembangan fetus yang mengakibatkan nilai BCS periode kering rendah. Kondisi tersebut dapat dilihat pada rataan BCS sapi perah periode kering di BBPTU Sapi Perah Baturraden adalah 3,10 ± 0,29 (Tabel 1), dan nilai tersebut lebih kecil dari yang diharapkan yaitu sebesar 3,50. Menurut Waltner (1993), standar rataan nilai BCS sapi perah periode kering sebesar 3,50 – 4,00. Penn State (2004) merekomendasi bahwa rataan BCS minimum pada periode kering adalah 3,25. Energi berlebih saat periode kering penting untuk mengembalikan kondisi tubuh dan bobot badan yang hilang selama laktasi. Menurut Stevenson (2001) bahwa kondisi tubuh saat periode kering memerlukan waktu untuk penyesuain, ketika BCS kurang optimal maka pemberian pakan berenergi tinggi harus ditingkatkan selama pertengahan sampai akhir laktasi. Hubungan antara bobot lahir dan BCS periode kering terhadap produksi susu di BBPTU Sapi Perah Baturraden dinyatakan dalam persamaan Y = 2,44 + 0,298 BL – 0,035 BCS dengan nilai koefisien korelasi r = 0,452 dan nilai koefisien determinasi r2= 20,47 %. Nilai koefisien determinasi tersebut menunjukkan bahwa BCS periode kering dan bobot lahir bersama-sama memberikan sumbangan sebesar 20,47 % terhadap variasi produksi susu. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bobot lahir dan BCS periode kering secara bersama-sama memberikan tingkat keeretan hubungan yang relatif kecil. Hal tersebut menunjukkan pula bahwa bobot lahir dan BCS periode kering relatif kecil hubungannya dalam menentukan variasi produksi susu. Menurut Sudono dkk., (2003) bahwa produksi susu dipengaruhi oleh kemampuan sapi untuk berproduksi, pakan yang diberikan, dan manajemen yang dilakukan peternak.
137
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
Hasil analisis terhadap koefisien regresi pada bobot lahir dan BCS (Body Condition Score) periode kering diperoleh hasil bahwa hanya bobot lahir yang memiliki hubungan dan menentukan produksi susu (P<0,01), sedangkan BCS periode kering tidak memiliki hubungan sehingga tidak dapat menentukan produksi susu (P>0,05). Hal tersebut berarti diantara dua variabel yaitu bobot lahir dan BCS periode kering, maka hanya bobot lahir yang mempunyai hubungan yang berarti terhadap produksi susu. Dengan kata lain variasi produksi susu dipengaruhi oleh variasi bobot lahir, disisi lain variasi BCS periode kering tidak berhubungan dengan variasi produksi susu. Hubungan Antara Bobot Lahir dengan Produksi Susu Hasil analisis menunjukkan bahwa variasi bobot lahir memiliki hubungan dengan variasi produksi susu (P<0,01), hubungan tersebut mengikuti persamaan regresi Y = 2,361 + 0,297 BL dengan koefisien korelasi sebesar r = 0,452 serta koefisien determinasi r2 = 20,47%. Koefisien deteminasi r2 = 20,47% artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa bobot lahir memberikan kontribusi sebesar 20,47 % terhadap variasi produksi susu. Menurut Arbel (2001) faktor-faktor yang mempengaruhi produksi susu antara lain: bangsa sapi perah (breeds), faktor individu, faktor keturunan (genetik), faktor umur (periode laktasi), lama laktasi, faktor kebuntingan, faktor siklus estrus, faktor hormonal, faktor musim, temperatur lingkungan, frekuensi pemerahan, kecepatan pemerahan, pergantian pemerah, faktor pakan (kualitas dan nutrisi), faktor obat-obatan, dan faktor penyakit. Manalu dan Sumaryadi (1999) menyatakan bobot lahir sangat menentukan kualitas anak di saat pasca sapih, sebagai calon induknya. Habel (2001) menambahkan pertumbuhan anak setelah lahir sangat dipengaruhi oleh bobot lahir yang merupakan akumulasi pertumbuhan embrio sampai fetus. Batubara dkk., (2003) mengatakan bobot lahir pedet jantan 1 – 5 kg lebih berat dibanding dengan yang betina. Menurut Hardjosubroto (1994) bobot lahir termasuk sifat kuantitatif yang dapat diukur, dan sifat ini dikendalikan oleh banyak pasangan gen dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Tingginya bobot lahir pedet di BBPTU Sapi Perah Baturraden yaitu sebesar 43,8 kg disebabkan karena pemeliharaan yang baik, kuantitas pakan yang diberikan maksimal dan berkualitas sesuai dengan kebutuhan ternak sapi perah. Menurut Sudjatmoko (2006) bahwa pemberian pakan konsentrat pada akhir kebuntingan dapat meningkatkan bobot lahir. Grafik hubungan antara bobot lahir dan produksi susu dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik hubungan bobot lahir dengan produksi susu
138
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
Gambar 1 menunjukkan semakin besar nilai bobot lahir pedet dari setiap induk yang melahirkan maka semakin besar pula jumlah susu yang di produksi oleh induknya. Kenaikkan bobot lahir pedet pada ternak sapi perah di BBPTU Sapi Perah Baturraden disebabkan karena manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan ternak. Hubungan Antara Body Condition Score (BCS) Periode Kering dengan Produksi Susu Hasil analisis menunjukkan bahwa BCS periode kering tidak memiliki hubungan terhadap variasi produksi susu (P>0,05) di BBPTU Sapi Perah Baturraden, selanjutnya hubungan antara BCS periode kering dengan produksi susu mengikuti persamaan Y = 11.81 + 1.16 BCS koefisien korelasi sebesar r = 0,115 dan koefisien determinasi r2 = 1,33 %. Koefisien determinasi r2 = 1,33 % artinya nilai tersebut menunjukkan bahwa BCS memberikan kontribusi yang sangat kecil sebesar 1,33 % terhadap variasi produksi susu. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa antara produksi susu dengan BCS tidak memiliki hubungan yang berarti. Kondisi tersebut diduga karena pakan tercerna yang diberikan pada ternak induk sapi perah masih belum dapat mencapai maksimal dalam menyimpan cadangan lemak tubuh yang berpengaruh terhadap nilai Body Condition Score (BCS) ternak sapi perah, meskipun TDN sudah memenuhi standar sebesar 79,4 kg (Tabel 2) dan kekurangan protein kasar sebesar 0,24 kg menyebabkan nutrien tersebut hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan pertumbuhan fetus sehingga nilai BCS yang dihasilkan rendah. Menurut Rustomo (1995) bahwa sapi perah yang diberikan supplemen by-pass protein telah berhasil mempertahankan deposisi lemak selama masa kering dan telah menunjukkan produksi susu sebanyak 17 % selama 12 minggu pertama laktasi. Menurut Taylor dan Field (2004) bahwa setelah beranak sapi perah akan mengalami kesulitan menyediakan nutrisi untuk produksi susu karena konsumsi pakan terbatas, sehingga cadangan lemak tubuh digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Moe (2002) menyatakan bahwa pada 100 hari terakhir masa laktasi merupakan periode kritis untuk mengatur kondisi tubuh. Kondisi tubuh menggambarkan cadangan lemak tubuh ternak yang akan digunakan sapi periode laktasi pada saat tidak cukup mendapatkan nutrien untuk produksi susu, sehingga saat periode kering perlu dijaga kondisi tubuh. Menurut Montel dan Ahuja (2005) bahwa evaluasi dengan BCS efektif untuk mengukur sejumlah energi metabolik yang disimpan sebagai lemak subcutan dan otot pada ternak. Menurut Schmidt dan Van Vlek (1998) bahwa kondisi tubuh saat periode kering diperlukan untuk pengembalian kondisi tubuh pada periode laktasi berikutnya. Kondisi tubuh optimal dan saat mengalami periode kering diharapkan dapat mencapai produksi maksimum. Pemberian pakan berenergi tinggi perlu diberikan pada saat pertengahan laktasi sampai akhir laktasi sehingga memiliki cadangan lemak tubuh yang banyak dan mampu digunakan sebagai energi untuk kebutuhan induk, perkembangan fetus serta produksi susu secara optimal. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa bobot lahir mempunyai hubungan dan menentukan variasi prduksi susu, sedangkan Body Condition Score (BCS) periode kering tidak memiliki hubungan dan tidak menentukan variasi produksi susu di BBPTU Sapi Perah Baturraden.
139
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
UCAPAN TERIMAKASIH Ucapan terimakasih disampaikan kepada Ir. A.T. Ari Sudewo, MS dan Ir. Sri Utami, MP selaku pembimbing I dan II. Kepada Ir. Ali Rahman, M.Si. Kepala Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul Sapi Perah Baturraden di Kabupaten Banyumas Provinsi Jawa Tengah yang telah memberikan tempat untuk pelaksanakan penelitian. DAFTAR PUSTAKA Adiarto. 1995. Evaluasi Kapasitas Produksi Susu Sapi Perah Sampai Umur Produksi Optimum. Buletin Peternakan Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta. Halaman: 12. Arbel G., Chalid D., dan Ensminger M.E., 2001. Karakteritik Sapi Perah Fries Holland. Fakultas Peternakan IPB. Bogor. Batubara, L.P., M.. Rangkuti dan P. Sitorus. 2003. Performans Domba Periangan yang dipelihara pada pastura dan diberikan makanan penguat. Seminar Penunjang Pengembangan Peternakan. Departemen Pertanian, Bogor. Dirjen Bina Produksi Peternakan. 2008. Statistik Produksi Ternak. Jakarta. Erwidodo. 1998. Usaha Persusuan di Indonesia. PT. Gramedia Pustaka. Jakarta. Habel. 2001. Guide to The Dissection of Domestic Ruminant. The Authors Ithaca, New York. Hamdan. 2010. Feeding The Dairy Cow During Lactation. Fakultastas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapang. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta . Manalu, W. Dan M.Y. Sumaryadi., 1999. Tantangan dan Kesempatan dalam Bidang Endokrinologi dalam Penelitian Ilmu-ilmu Peternakan dan Peningkatan Produksi Ternak di Indonesia. Makalah Simposium Reproduksi Ternak. Kongres Nasional IX, Seminar Ilmiah X. Semarang. Montel and Ahuja. 2005. Body Compotition of Dairy Cows According To Lactation Stage, Somatrotropin Treatment and Consentrat Supplementation. Journal Dairy Science, Champaign III. Americant Daury Science Association. Vol 77 (9) p: 2695 – 2703. Moe, P.W. 2002. Energy merabolism ofdairy cattle. J. Dairy Sd. 64 : 1.120-1.139. Penn State. 2004. Begginer’s Guide to Body Condition Scoring: a tool for dairy herd management. Revised Edition. National Academy Press. Washington D.C. Rustomo,B., 1995. The Effect Of Pre-Partum Feeding of a Rumen Un-Degradable Protein or Energy Feed Pre-Partum on Mammary Gland Development During The Cate Stage of Digestion of Grazing Ewes. Dep of Animal Sci. UNE. Armidale, New South Wales. Australia. Schmidt, G.H. dan L.D. Van Vlek., 1998. Principles of Dairy Science. W.H. Freeman and Company. San Fransisco. Stevenson, J.S. 2001. Reprodudive managemem of dairy cow in high milk produciug tterd. J. Dairy Sci. 84 (E. Suppl.) : E128-E143. Sudjana. 2002. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. Sudjatmoko. 2006. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sudono, A. R. F. Rosdiana dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia 140
Heru Purwanto dkk/Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1):134-141, April 2013
Pustaka, Jakarta. Swastika, Danuwijaya, D., Sudono, A. 2005. Kondisi Persusuan di Indonesia. PT. Gramedia. Jakarta. Taylor, R.E. dan T.G. Field. 2004. Scientific Farm Animal Production : An Introduction to Animal Science. Perason Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Waltner, S.S. 1993. Relationship of Body Condition Score to Productions Variable In High Producing Holstein Dairy Cattle. Journal Dairy Science. Champaign, III. American Dairy Science Association. Vol 76 (11), Halaman 3410 – 3419.
141