II.
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANGKAK Angkak (Gambar 1) merupakan produk hasil fermentasi beras oleh kapang Monascus sp. melalui sistem fermentasi padat. Jenis spesies kapang Monascus yang umum digunakan dalam pembuatan angkak adalah Monascus purpureus dan Monascus ruber (Tisnadjaja 2006). Angkak banyak tersedia di pasaran dalam bentuk bulir beras hasil fermentasi ataupun dalam bentuk powder (tepung). Angkak banyak digunakan secara luas oleh masyarakat di Asia sebagai pewarna alami untuk minuman beralkohol, keju, daging dan ikan (Pinthong dan Patanagul 2004).
Gambar 1. Angkak (Anonim 2011)
Proses fermentasi angkak yang dilakukan kapang Monascus akan menghasilkan metabolitmetabolit, salah satunya adalah metabolit primer berupa pigmen warna yang terdiri atas monaskin dan ankaflavin (pigmen kuning), monaskorubin dan rubropunctatin (pigmen jingga), dan monaskorubramin dan rubropunctamin (pigmen merah) yang merupakan senyawa-senyawa poliketida (Chulyoung et al. 2006). Senyawa ini dapat larut dalam metanol, etanol, kloroform, benzena, asam asetat, dan aseton, tapi sedikit larut dalam air dan petroleum eter. Monoaskorubin dibedakan dari angkaflavin berdasarkan kelarutannya dalam eter. Kestabilan zat warna angkak dalam larutan dipengaruhi oleh cahaya matahari, suhu, pH, oksidator, dan surfaktan nonionik. Pigmen angkak kurang stabil terhadap pengaruh fisik dan kimia seperti panas, sinar UV, oksidator dan reduktor. Yamaguchi et al. (1973) melaporkan bahwa pigmen angkak dapat dibuat menjadi mudah larut air dengan cara mereaksikan pigmen tersebut dengan protein larut air, peptida larut air, asam amino atau campurannya. Reaksi ini terjadi pada pH 5.0 - 8.5. Kelarutan pigmen dalam air bervariasi tergantung dari tipe protein, peptida dan asam amino yang digunakan. Selain itu, pigmen yang mudah larut dalam air dapat dihasilkan secara langsung dengan menumbuhkan Monascus purpureus pada medium yang mengandung protein larut dalam air, peptida atau asam amino pada pH 7.0–9.0 di bawah kondisi aerobik dan suhu sekitar 27 oC selama 48–72 jam fermentasi. Mekanisme reaksi yang terjadi belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga bahwa peningkatan kelarutan pigmen terjadi karena terbentuknya senyawa kompleks antara pigmen dengan salah satu grup amino dimana grup amino adalah senyawa polar yang mudah larut dalam air. Menurut Wong dan Koehler (1981), terjadinya peningkatan kelarutan pigmen angkak dalam air karena substitusi atom oksigen pada monoaskorubin dan rubropunktatin oleh atom nitrogen dari grup amino membentuk senyawa kompleks. Struktur kompleks ini juga lebih stabil terhadap panas, cahaya dan perubahan pH. Menurut Sutrisno (1987), untuk meningkatkan kelarutan dalam
2
air dan stabilitas, pigmen angkak dapat dimodifikasi dengan p-amino benzoat, asam glutamat atau gelatin. Angkak memiliki kemampuan sebagai antimikroba, khususnya untuk mikroba patogen. Pigmen angkak mempunyai sifat membunuh (bakterisidal) terhadap Bacillus cereus. Konsentrasi angkak sebesar 0.5% (b/v) mulai dapat menghambat laju pertumbuhan Bacillus cereus setelah diinkubasi selama 24 jam. Pigmen angkak menunjukkan sifat menghambat pertumbuhan (bakteriostatik) terhadap Pseudomonas sp. pada konsentrasi 1.5% (b/v) dengan waktu efektif 48 jam. Angkak tidak efektif terhadap Salmonella typhimurium, Staphylococcus aureus, Saccharomyces cerevisiae dan Candida utilis (Kuswanto 1994). Penelitian yang dilakukan oleh Fink-Gremmels et al. (1991) menyebutkan pigmen angkak tidak mempengaruhi pertumbuhan Lactobacillus. Selain pigmen warna, proses fermentasi yang dilakukan kapang Monascus menghasilkan metabolit-metabolit sekunder yang diketahui memiliki komponen bioaktif seperti senyawa statin alami (dikenal sebagai lovastatin, monacolin K, mevinolin). Senyawa ini dikenal sebagai senyawa yang mampu menurunkan kadar kolesterol darah yaitu dengan cara menghambat sintesis 3hidroxi-3-metilglutaril-koenzim A (HMG-CoA) reduktase yang berperan dalam biosintesis kolesterol (Chen dan Hu 2004 diacu dalam Patanagul et al. 2008). Lovastatin bersifat lipofilik dan hidrofilik, namun cenderung lipofilik (Dalimartha 2001). Lovastatin juga memiliki kemampuan untuk menghambat pelekatan molekul Lymphocyte Function Associated-Antigen 1 (LFA-1) terhadap molekul perekat intraseluler sehingga akan lebih banyak terdapat molekul LFA-1. Kadar lovastatin pada angkak umumnya sekitar 0.2%. Senyawa ini telah diuji untuk menghambat VLDL (Very Low Density Lipoprotein) di hati. Mengingat VLDL adalah prekursor LDL (Low Density Lipoprotein), penghambatan sintesis VLDL secara otomatis akan menurunkan jumlah LDL. Dengan terhambatnya kerja enzim HMGKoA reduktase, laju sintesis kolesterol di dalam tubuh dihambat sehingga secara nyata dapat menurunkan kadar kolesterol tubuh (Suharso 2008). Selain menghabat pembentukan VLDL, lovastatin juga dapat mengoksidasi LDL. LDL yang teroksidasi mampu merangsang kinetika monosit dan trombosit aktif. Oleh karena itu, senyawa pada angkak sangat berguna untuk pembentukan sel darah merah. Ketika lovastatin merangsang trombosit untuk lebih aktif, maka sel darah merah yang diproduksi akan semakin banyak. Senyawa lain yang dihasilkan dari proses fermentasi adalah asam γ-aminobutirat (GABA) yang berperan sebagai agen hipotensi, asam dimerumat dan dihidromonakolin-MV. Metabolit sekunder yang dihasilkan diidentifikasi dapat berperan sebagai anti inflamasi dan memiliki aktivitas antioksidan (Chi et al. 2011). Angkak juga mengandung sterol (β-sterol, campesterol, stigmasterol), sapogenin, isoflavon glikosida, dan asam lemak tak jenuh (Heber et al. 1999). Asam dimerumat (Gambar 2) memiliki kemampuan antioksidan dan radical scavenging action terhadap -OH dan O2-. Asam dimerumat yang terdapat dalam angkak dapat menghambat pelepasan ROS akibat adanya stress oksidatif pada proses inflamasi (Aniya et al. 2000).
Gambar 2. Struktur molekul asam dimerumat
3
B. SUSU Menurut BSN (1998), susu murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun. Buckle et al. (1987) menyebutkan bahwa komposisi susu sangat beragam dan tergantung pada beberapa faktor, tetapi angka rata-rata untuk semua jenis dan kondisi susu adalah lemak 3.90%, protein 3.40%, laktosa 4.80%, abu 0.72%, dan air 87.10%. Susu adalah emulsi dari globular lemak dalam air. Di dalam lemak susu terdapat vitamin larut lemak A, D, E, K. Masing-masing globula dikelilingi membran fosfolipid yang mempertahankan butiran lemak susu dan untuk melindungi pemecahan globula oleh enzim-enzim lipid yang ada dalam susu. Susu merupakan sumber makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi manusia. Selain itu, susu juga digunakan sebagai substrat yang baik bagi beberapa mikroorganisme untuk tumbuh. Secara alamiah, susu telah ditumbuhi oleh Lactobacillus dan Streptococcus yang dapat menyebabkan susu menjadi asam. Reaksi yang mendasari fermentasi ini adalah perubahan laktosa pada susu menjadi asam laktat yang menyebabkan penurunan pH susu.
1. Susu Segar Menurut BSN (1998), susu segar didefinisikan sebagai susu murni yang tidak mendapat perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Komposisi susu segar sangat beragam tergantung dari beberapa faktor seperti jenis ternak, waktu pemerahan, umur ternak, dan makanan ternak. Selain itu, faktor luar seperti penambahan air atau bahan lain dan aktivitas mikroba juga dapat mempengaruhi komposisi susu (Buckle et al. 1987).
2. Susu Skim Susu skim adalah susu yang tertinggal setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua komponen gizi dari susu yang tidak dipisahkan, kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak (Buckle et al. 1987). Susu skim mengandung lemak kurang dari 0.1% sebagai hasil pemisahan fisik terhadap sebagian besar lemak dari susu full cream (Hefelrich dan Westhoff 1980). Selain itu juga dikenal “susu rendah lemak” yang kandungan lemaknya sekitar 2.0% dan merupakan susu skim sebagian. Keuntungan penggunaan susu skim adalah mudah dicerna dan dapat dicampur dengan makanan padat atau semi padat. Karena lemaknya sudah dipisahkan, umur simpan susu krim lebih lama daripada susu murni.
3. Susu Full Cream Cream adalah bagian dari susu yang kaya akan lemak, yang timbul ke bagian atas susu pada waktu didiamkan atau dipisahkan dengan separator sentrifugal. Menurut Hefelrich dan Westhoff (1980), kandungan lemak susu full cream dapat mencapai 3.5-3.7%.
4
Komposisi susu full cream dengan susu skim perlu diketahui dalam pembuatan yogurt sehingga dihasilkan yogurt yang “thick and smooth”. Tabel 1. Komposisi susu skim dan susu full cream Komponen (%)
Susu Skim
Susu Full Cream
Air
4.00
4.00
Protein
37.40
27.20
Lemak
1.00
26.00
Laktosa
49.20
36.80
Air
8.40
6.00
Sumber: Buckle et al. (1987)
C. YOGURT Yogurt berasal dari bahasa Turki, yaitu “jugurt” yang berarti susu asam. Menurut BSN (2009), yogurt adalah produk yang diperoleh dari fermentasi susu dan atau susu rekonstitusi dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dan atau bakteri asam laktat lain yang sesuai, dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan. Yogurt dikelompokkan menjadi beberapa kategori, seperti berdasarkan kandungan lemak, cara pembuatan, flavor, dan proses yang dilakukan terhadap yogurt pasca inkubasi (Rahman et al. 1992). Berdasarkan kandungan lemaknya, BSN (2009) membagi yogurt ke dalam tiga jenis, yaitu: yogurt berkadar lemak lebih dari 3.0 %, yogurt rendah lemak dengan kandungan lemak antara 0.6 – 2.9%, dan yogurt tanpa lemak dengan kandungan lemak kurang dari 0.5%. Berdasarkan cara pembuatannya, yogurt dibagi menjadi dua tipe, yaitu set yogurt dan stirred yogurt. Set yogurt merupakan yogurt yang diinkubasi dengan kultur dalam kemasankemasan kecil yang siap jual sehingga gel atau koagulum yang terbentuk berasal dari aktivitas kultur starter itu sendiri. Stirred yogurt merupakan yogurt yang difermentasi dengan kultur pada wadah besar yang kemudian diaduk sehingga koagulum pecah dan dapat dialirkan ke dalam kemasan-kemasan kecil. Gel atau koagulum yang terbentuk dalam kemasan kecil bukan merupakan hasil aktivitas kultur starter, melainkan penambahan stabiliser seperti gelatin (Hefelrich dan Westhoff 1980). Berdasarkan flavornya, yogurt dibedakan menjadi dua tipe, yaitu plain yogurt dan flavored yogurt. Plain yogurt merupakan yogurt dengan cita rasa alami yang tidak ditambahkan flavor dari luar, sedangkan flavored yogurt merupakan yogurt yang ditambahkan flavor. Penambahan flavor biasanya dilakukan dengan menambahkan buah-buahan asli dalam bentuk yang diawetkan seperti buah dalam kaleng, buah kering atau puree. Berdasarkan proses yang dilakukan pasca inkubasi, yogurt dibedakan menjadi empat tipe, yaitu: yogurt pasteurisasi, yogurt beku, dietik yogurt, dan yogurt konsentrat. Yogurt pasteurisasi merupakan yogurt yang mengalami proses pasteurisasi setelah melalui tahap inkubasi. Yogurt beku merupakan yogurt yang disimpan pada suhu beku. Dietik yogurt merupakan yogurt yang dibuat dari bahan-bahan yang rendah kalori, rendah laktosa, atau ditambah dengan vitamin dan protein. Yogurt konsentrat merupakan yogurt yang memiliki total padatan 24% atau yogurt kering dengan total padatan 90-94% (Rahman et al. 1992).
5
1. Cara Pembuatan Yogurt Pada pembuatan yogurt, susu yang akan difermentasi dipanaskan sampai 90 oC selama 15-30 menit kemudian didinginkan sampai 43oC, diinokulasikan dengan kultur campuran dan dipertahankan pada suhu ini selama kira-kira 3 jam sampai tercapai keasaman yang dikehendaki yaitu kurang lebih 1% dan pH 4.0 – 4.5. Produk didinginkan segera sampai 5 oC untuk selanjutnya dikemas (Buckle et al. 1987). Pembuatan yogurt pada prinsipnya meliputi pemanasan (pasteurisasi) susu, pendinginan, inokulasi, dan inkubasi. Pemanasan susu dalam pembuatan yogurt sangat bervariasi, baik dalam penggunaan suhu maupun lama pemanasan. Pada dasarnya variasi suhu dan lama pemanasan memiliki tujuan yang sama yaitu untuk menurunkan populasi mikroba dalam susu dan memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan biakan yogurt. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi kandungan air susu sehingga diperoleh yogurt dengan tekstur yang kompak (Bramayadi 1986). Penambahan bahan penstabil pada yogurt perlu dilakukan agar tidak terjadi sineresis. Penggunaan bahan penstabil menurut Orihara et al (1992), memungkinkan terjadinya koagulasi dengan sedikit wheying off (sineresis). Menurut Tamime dan Robinson (1980), tujuan penambahan bahan penstabil adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan karakteristik yogurt seperti tekstur, viskositas, konsistensi, penampakan, dan mouthfeel. Pada pembuatan stirred yogurt umumnya ditambahkan bahan pengental sehingga diperoleh konsistensi yang baik. Bahan penstabil yang dapat digunakan antara lain agar-agar, maizena, CMC, gum arab, gelatin, karagenan, dan xanthan gum. Maizena merupakan salah satu jenis bahan penstabil karena kemampuannya untuk mengikat air. Maizena terbuat dari jagung yang telah mengalami tahap-tahap proses pembersihan dalam air 50 oC selama 30-36 jam, pemisahan lembaga, pengembangan, penggilingan halus, penyaringan, sentrifugasi, pencucian, dan pengeringan pati. Maizena mempunyai granula-granula yang berbentuk poligonal dan bulat. Diameter maizena berkisar antara 5-25 mikron. Kandungan zat gizi tepung maizena per 100 gram bahan adalah sebagai berikut: kadar air 14%, kadar abu 0.8%, protein 0.3%, lemak 0% dan karbohidrat 98.8%. Maizena mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau gel bersifat kental. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Kandungan amilosa maizena adalah 24%, sedangkan kandungan amilopektin maizena sebesar 76%. Perbandingan kandungan antara amilosa dan amilopektin berperan dalam pembentukan adonan. Semakin besar kandungan amilopektin, semakin lekat produk olahannya (Winarno 1997). Menurut Tamime dan Robinson (2000), perlakuan pemanasan susu sebelum difermentasi memiliki beberapa kegunaan, diantaranya adalah untuk mendenaturasi protein whey (albumin dan globulin) agar yogurt yang dihasilkan lebih kental, mengurangi jumlah mikroba awal yang terdapat dalam susu, mengurangi jumlah oksigen dalam susu agar kultur yogurt yang secara normal bersifat mikroaerofilik dapat tumbuh baik, serta untuk merusak protein susu dalam batas-batas tertentu sehingga dapat dimanfaatkan dengan mudah oleh kultur yogurt untuk pertumbuhannya. Foster et al. (1957) yang dikutip oleh Bramayadi (1986) merekomendasikan pemanasan susu pada suhu 80 - 90°C selama 10 menit. Selain itu, pemanasan susu dapat dilakukan pada suhu 85°C selama 30 menit (Tamime dan Deeth 1979 diacu dalam Bramayadi 1986). Buckle et al. (1987) merekomendasikan pemanasan susu pada suhu 90°C selama 15-30 menit.
6
Setelah pemanasan selesai, susu didinginkan sampai suhu sekitar 45°C, untuk kemudian diinokulasikan dengan kultur starter. Tujuan pendinginan susu sebelum inokulasi adalah menurunkan suhu susu setelah pemanasan sampai kondisi optimum bagi pertumbuhan starter yogurt. Inokulasi dilakukan dengan menambahkan kultur starter bakteri sebanyak 2% dari jumlah susu (Buckle et al. 1987). Helferich dan Westhoff (1980) menyarankan konsentrasi kultur sebesar 3% dari jumlah susu yang akan dibuat yogurt. Selama inkubasi, dihasilkan senyawa-senyawa yang mudah menguap yang memberikan citarasa khas pada yogurt sebagai hasil proses fermentasi yang terjadi. Buckle et al. (1987) menyebutkan bahwa pada saat biakan diinokulasikan ke dalam susu, bakteri S. thermophilus mula-mula tumbuh dengan cepat, kemudian pada saat pH turun karena terbentuknya asam format, L.bulgaricus tumbuh dengan baik. Menurut Walstra et al. (1999), kultur campuran S.thermophilus dan L.bulgaricus menghasilkan lebih banyak asam daripada dalam kultur murni. Karena kedua bakteri ini hidup bersimbios maka sangat penting untuk mempertahankan rasio 1:1 di antara keduanya agar asam-asam terbentuk dengan cepat. Perbandingan S.thermophilus dan L.bulgaricus dapat berkisar antara 1 : 1 sampai 1 : 3. Rasio ini perlu diawasi agar dihasilkan bentuk dan citarasa yang baik. Citarasa dan konsistensi yogurt bervariasi sesuai dengan daerah dan serta konsumennya. Citarasa yogurt ditentukan oleh terbentuknya asam laktat, asetaldehida, asam asetat, diasetil dan asetil. Susu yang digunakan untuk pembuatan yogurt umumnya susu murni, susu skim, susu bubuk tanpa lemak, susu skim kondensat, susu yang sebagian lemaknya telah dihilangkan maupun kombinasi dari berbagai macam susu tersebut. Kultur starter memegang peranan penting dalam pembuatan yogurt. Beberapa hal yang patut diperhatikan pada kultur starter yang digunakan adalah bebas dari kontaminasi, pertumbuhan yang cepat, menghasilkan flavor yang khas, tekstur dan bemtuk yang bagus, tahan terhadap bakteriofage dan juga tahan terhadap antibiotik (Tamime dan Robinson 2000). Kultur starter yang baik harus memenuhi beberapa persyaratan seperti: (a) harus mengandung jumlah sel maksimum, (b) bebas dari cemaran mikroba lain, dan (c) harus aktif di bawah kondisi fermentasi. Kultur starter dapat ditemukan dalam bentuk cair (Gambar 3) dan bentuk kering. Kultur starter dalam bentuk kering mempunyai daya tahan yang lebih lama bila dibandingkan dengan starter dalam bentuk cair. Dalam pembuatan kultur cair, mikroba dibiakkan dalam medium cair, misalnya susu. Agar aktivitasnya tidak menurun, kultur starter harus disegarkan secara berkala. Rahman et al. (1992) menyebutkan bawa kultur starter cair pada umumnya mengandung 109/ml starter.
Gambar 3. Kultur starter
7
Kultur starter yang umum digunakan dalam pembuatan yogurt adalah Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus yang jika ditumbuhkan bersama-sama akan memproduksi asam lebih banyak dibandingkan jika tumbuh secara terpisah. Streptococcus thermophillus dan Lactobacillus bulgaricus merupakan bakteri asam laktat homofermentatif yang mampu mengubah laktosa menjadi asam laktat. Pada mulanya Lactobacillus tumbuh dominan dan menghasilkan asam amino glisin dan histidin. Asamasam amino ini merangsang pertumbuhan Streptococcus (Tamime dan Robinson 2000). Lactobacillus bulgaricus (Gambar 4) merupakan bakteri Gram positif, anaerob fakultatif, homofermentatif, berbentuk batang, tidak berspora dan bersifat katalase negatif. Golongan bakteri heterofermentatif menghasilkan sekitar 90% asam laktat dengan cara mengubah heksosa menjadi asam laktat.
Gambar 4. Lactobacillus delbrueckii subsp. Bulgaricus (Lactina 2007)
Lactobacillus bulgaricus bersifat toleran terhadap asam, dapat melakukan metabolisme terhadap laktosa, fruktosa, glukosa, dan beberapa strain tertentu dapat melakukan metabolisme galaktosa. Lactobacillus bulgaricus menghasilkan asetaldehid, aseton, asetoin dan diasetil dalam jumlah yang cukup rendah. Lactobacillus bulgaricus membebaskan asam-asam amino antara lain: valin, histidin dan glisin yang diperlukan Streptococcus thermophilus. Streptococcus thermophilus (Gambar 5) merupakan bakteri Gram positif, berbentuk bulat yang membentuk rantai, katalase negatif, tidak menghasilkan spora, bersifat termofilik, tidak dapat tumbuh pada suhu 10oC dan pH pertumbuhan optimum adalah 6.5 (Helferich dan Westhoff 1980). Suhu optimum pertumbuhannya berkisar antara 42 - 45oC, namun masih dapat tumbuh pada suhu maksimal 50 – 52 oC.
Gambar 5. Streptococcus thermophiles (YLFA International 2011)
8
Streptococcus thermophilus bukan merupakan bakteri alami yang terdapat dalam usus manusia dan tidak tergolong sebagai bakteri probiotik karena hanya mampu bertahan selama sekitar 2 jam setelah masuk ke dalam usus bersama dengan yogurt yang diminum (Tirtasujana 1998). Bakteri ini bersimbiosis mutualisme dengan Lactobacillus bulgaricus. Keberadaan Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus secara bersamaan di dalam susu dapat menyebabkan pertumbuhan keduanya menjadi lebih cepat (Helferich dan Westhoff 1980). Streptococcus thermophilus merupakan bakteri homofermentatif yang memproduksi sebagian besar asam laktat yang dapat menurunkan pH sehingga dapat menstimulir pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus.
2. Manfaat Yogurt untuk Kesehatan Kontribusi zat gizi utama dari yogurt adalah protein, kalsium, dan vitamin B kompleks (Hefelrich dan Westhoff 1980). Yogurt secara umum memiliki kandungan nutrisi yang tidak berbeda jauh dengan kandungan nutrisi susu sebagai bahan bakunya. Namun, karena proses pemanasan susu dan aktivitas kultur yogurt selama fermentasi mengubah komponen gizi yogurt menjadi bentuk yang lebih sederhana, daya cerna yogurt menjadi tiga kali lebih tinggi daripada daya cerna susu. Yogurt dikenal sebagai sumber protein yang sangat baik karena kemudahannya untuk dicerna dan kualitas protein yang tinggi sehingga dapat dijadikan komplemen bahan pangan yang kandungan proteinnya rendah. Selama fermentasi, protein susu akan dipecah oleh bakteri yogurt menjadi asam-asam amino bebas yang siap diserap oleh usus kecil tanpa harus dicerna lagi. Asam-asam amino yang dihasilkan yogurt merupakan asam amino esensial yang tidak disintesis oleh tubuh seperti lisin dan histidin. Kandungan kalsium dalam yogurt cukup tinggi, dapat mencapai 10 kali lipat lebih banyak daripada kalsium daging dan ikan berdasarkan berat. Yogurt juga memiliki kandungan vitamin B yang lebih tinggi daripada susu. Selama proses fermentasi terjadi sintesis vitamin B1 (tiamin) dan vitamin B2 (riboflavin). Selain kandungan zat gizi, yogurt juga memiliki manfaat untuk kesehatan karena keberadaan bakteri-bakteri hidup yang menguntungkan bagi kesehatan pencernaan yang dikenal sebagai probiotik. Probiotik berasal dari bahasa Yunani yang berarti “untuk hidup”. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Lilley & Stillwell pada tahun 1965 untuk menjelaskan substansi yang disekresikan oleh mikroorganisme yang mampu merangsang pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Fuller (1992) mendefinisikan probiotik sebagai mikroorganisme hidup yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk meningkatkan keseimbangan populasi mikroba dalam usus. Menurut Hoier (1991), kriteria yang harus diperhatikan untuk menentukan strain mikroba probiotik, yaitu: 1) Mampu melakukan aktivitas dalam memfermentasikan susu dalam waktu yang relatif cepat; 2) Mampu menggandakan diri; 3) Tahan terhadap susasana asam sehingga mampu bertahan dalam saluran pencernaan; 4) Menghasilkan produk akhir yang dapat diterima konsumen; dan 5) Mempunyai stabilitas yang tinggi selama proses fermentasi, penyimpanan, dan distribusi. Salah satu jenis probiotik yang menguntungkan bagi kesehatan pencernaan adalah Bifidobacterium sp. Bifidobacterium memiliki bentuk batang, bersifat anaerob strict, Gram positif, tidak berspora, heterofermentatif dan mempunyai suhu optimal pertumbuhan 36–37 oC. Bifidobacterium tidak tumbuh pada pH di atas 8.0 atau dibawah 4.0. Bifidobacterium bukan
9
merupakan famili Lactobacillus sp.. Genus ini termasuk golongan Eubacteria yang memiliki penampilan seperti tangkai (rod). Bifidobacterium tergolong sebagai bakteri probiotik karena bakteri ini mampu tetap bertahan melewati keasaman lambung sehingga sampai ke usus besar. Bifidobacterium dapat diisolasi dari feses manusia, terutama pada feses bayi berumur 2-3 hari. Beberapa spesies Bifidobacterium yang diisolasi dari feses manusia diantaranya adalah Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium brevis, Bifidobacterium infatis, Bifidobacterium adolescentis. Beberapa dari spesies ini telah digunakan pada produk susu untuk menyuplai sel-sel hidup dalam jumlah besar untuk mengembalikan dan menjaga kesehatan usus manusia (Ray 2004). Bifidobacterium bifidum (Gambar 6) merupakan spesies bakteri asam laktat dari genus bifidobakteria. Pada awalnya dikenal dengan nama Bacillus bifidus, kemudian menjadi Lacbacillus bifidus, dan akhirnya diubah menjadi Bifidobacterium bifidum oleh Tissier pada tahun 1899 (Yuguchi et al. 1992). Bifidobacterium bifidum bersama dengan spesies Bifidobacteria yang lain merupakan organism yang predominan pada usus besar bayi yang masih mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu), yaitu sekitar 99% dari total mikroflora. Beberapa efek positif dari Bifidobacterium bifidum, yaitu: 1) mencegah kolonisasi bakteri pathogen pada saluran pencernaan; 2) memproduksi asam laktat dan asam asetat (2:3) yang akan menurunkan pH saluran pencernaan; 3) peningkatan berat badan bayi; dan 4) memproduksi vitamin B. Fungsi lain dari bakteri ini adalah untuk pengobatan diare karena virus dan menciptakan keseimbangan mikroflora intestinal (Prangdimurti 2001).
Gambar 6. Bifidobacterium bifidum (Science Photo Library 2012)
3. Parameter Mutu Yogurt (SNI) Dalam pembuatan yogurt, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi. BSN (2009) mencantumkan syarat mutu pembuatan yogurt dalam SNI 2981-2009 (Tabel 2). Tabel 2. Syarat mutu yogurt berdasarkan SNI 2981-2009 No
Kriteria Uji
Satuan
Jenis Yogurt
Yogurt Rendah
Yogurt Tanpa
Lemak
Lemak
1
Keadaan
1.1
Penampakan
-
Cairan kental/padat
1.2
Bau
-
Asam/khas
1.3
Rasa
-
Asam/khas
10
Tabel 2. Syarat mutu yogurt berdasarkan SNI 2981-2009 (lanjutan) No
Kriteria Uji
Satuan
Jenis Yogurt
Yogurt Rendah
Yogurt Tanpa
Lemak
Lemak
Homogen
1.4
Konsistensi
-
2
Kadar lemak (b/b)
%
3
Total padatan susu
%
Min. 8,2
Min.3,0
0,6-2,9
maks 0,5
bukan lemak (b/b) 4
Protein (b/b)
%
Min. 2,7
5
Kadar abu (b/b)
%
Maks. 1,0
6
Keasaman (b/b)
%
0,5-2,0
7
Cemaran Logam
7.1
Timbal (Pb)
mg/kg
Maks. 0,3
7.2
Tembaga (Cu)
mg/kg
Maks. 20,0
7.3
Timah (Sn)
mg/kg
Maks. 40,0
7.4
Raksa (Hg)
mg/kg
Maks. 0,03
8
Arsen
mg/kg
Maks. 0,1
9
Cemaran Mikroba
9.1
Bakteri koliform
APM/g
Maks. 10
atau Koloni/g 9.2
Salmonella
-
Negatif/25 g
9.3
Listeria
-
Negatif/25 g
Koloni/g
Min. 107
monocytogenes 10
Jumlah bakteri starter
Sumber: Badan Standarisasi Nasional (2009)
11