TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK PENGELOLAAN DANA IURAN ASURANSI BPJS KESEHATAN Study Kasus Kantor BPJS Cabang Kota Salatiga
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: ISTIQOMAH NIM : 214-12-002 JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
ii
iii
iv
MOTTO HIDUP
ىََْا ِ ْي ٌمٌ َٗىِ َ ْ َ ا ِا ٍَا ٌمه# َْاْٞ ِس ََتَ ا ْى َجبَّا ِر ف ْ َِْا قْٞ ض ِ َر Aku ridho dengan apa yang diberikan Dzat yang maha perkasa. Ia beri kami ilmu dan kepada musuh harta yang berlimpah.
v
HalamanPersembahan
Skripsi ini aku persembahkan untuk: 1. Allah SWT yang selalu memberikan petunjuk dan kemudahan dalam pembuatan skripsi ini. 2. Bapak dan ibu tercinta yang telah menghabiskan waktunya untuk berdoa dan berkerja keras untukku. 3. Kakak-kakakku tercinta yang selalu memberikan dukungan. 4. Romo Kyai H. Abda’ Abdul Malik beserta ahli baitnya yang telah mengajarkan kepadaku tentang kehidupan sebenarnya. 5. Teman-teman kampus dan teman-teman santri PPHM yang telah banyak membantu. 6. Sahabat terbaikku “si Tembok” yang selalu memberikan semangat perjuangan. 7. Khubbiy “Muhammad Alwi Saifur Rohman” trimakasih sudah bersedia menunggu sampai tugas akhir ini selesai. 8. Ukhtiy Susi Marlina yang bertahun-tahun tak bosan menjadi sahabat yang baik untukku.
vi
KATA PENGANTAR Rasa syukur yang dalam penulis sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena berkat rahmat- Nya Skripsi ini penulis selesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan keharibaan junjungan ummat Islam dunia Nabiyullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya dan semoga kita semua tergolong sebagai ummatnya yang kelak mendapat syafaatmin yaumina hadza ilaa yaumil qiyamah, amien. Ribuan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu hingga skripsi ini dapat terselesaikan. 1. Rektor IAIN Salatiga, Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. 2. Dekan Fakultas Syariah, Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. 3. Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari‟ah, Ibu Evi Ariyani, MH. 4. Romo Kyai H. Abda‟ Abdul Malik selaku Murobbi Ruuhiy. Semoga keberkahan senantiasa terlimpah kepada beliau beserta keluarga. 5. Dosen Pembimbing Skripsi bapak H.M Yusuf Khummaini, S.HI,.M.H yang selalu memberikan saran, pengarahan, dan masukan guna skripsi ini dapat selesai dengan maksimal sesuai yang diharapkan. 6. Bapak dan ibuku tercinta yang telah menyayangi lahir batin tanpa mengenal lelah. 7. Kakanda Dwi Purwanto, yang telah memberikan dukungan penuh untuk pendidikanku.
vii
8. Pimpinan kantor BPJS cabang Kota Salatiga bapak Hafidh Nugroho yang telah berkenan meluangkan waktu di tengah-tengah kesibukan tugasnya. 9. Teman-teman seperjuangan di pondok pesantren Hidayatul Mubtadi-„ien. Special buat rekan imarotul ma‟had yang selalu bisa membuatku kuat dalam keadaan tersulit sekalipun 10. Teman-teman HES ‟12 yang telah menjadi keluarga selama kurang lebih 4 tahun. Semoga kita semua bisa mencapai kesuksesan bersama. 11. Muhammad Alwi Saifur Rohman, trimakasih sudah menjadi alasan tersendiri dalam penyelesaian tugas akhir ini. 12. Kak Dita Septikawati, Momot, Ipay, Nyil yang sangat aku sayangi. 13. Adik ku Hendry Gunawan, trimakasih sudah menemani perjuangan yang kadang penuh kegetiran ini. Mendampingi dalam suka dan duka. 14. Orang-orang berarti dalam hidupku yang tak bisa kusebut satu persatu. Semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan balasan pahala yang berlipat ganda serta senantiasa diberkahi segala urusan dunia ahiratnya, memperoleh perlindungan sertadilingkupi rahmat dan cinta- Nya. Amien.Akhirnya penulis ucapakan “Selamat membaca dan mengambil intisari dari apa yang telah kami Tulis” terimakasih. Wassalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh. Salatiga, 14 September 2016
Penulis viii
ABSTRAK Istiqomah, 2016. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Dana Iuran Asuransi BPJS Kesehatan (Study Kasus Kantor BPJS Cabang Kota Salatiga). Skripsi. Jurusan Syari‟ah. Progam Studi Hukum Ekonomi Syari‟ah. Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing: H.M. Yusuf Khumaini, S.HI., M.H. Masa depan asuransi syariah di Indonesia terbilang cukup cerah bersamaan dengan semakin berkembangnya minat masyarakat terhadap produkproduk perbankan syariah. Asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan. BPJS merupakan salah satu produk asuransi yang saat ini sedang hangat diperbincangkan di tengah masyarakat. Tujuan BPJS itu sendiri adalah untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia. Sebagai umat Islam, kita memiliki acuan tersendiri tentang bermuamalah. Dalam bermuamalah, Islam melarang adanya unsur-unsur yang terlarang seperti gharar, riba, maisir dan lain sebagainya. Prosedur pengelolaan dana iuran BPJS dapat dibilang belum memenuhi kriteria pengelolaan dengan prinsip syariah. Hal ini dikarenakan dalam pengelolaan dana iuran asuransi BPJS masih mengandung unsur gharar dan riba. Skripsi ini akan mengajak kita untuk memahami bagaimana asuransi dalam hukum Islam dan bagaimana Islam memandang pengelolaan dana iuran BPJS yang merupakan program wajib dari pemerintah dan setiap warga negara Indonesia diharuskan turut serta menjadi peserta.
Penulis
ix
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL PERSETUJUAN PEMBIMBING PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN MOTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Masalah........................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................. 5
C.
Tujuan Penelitian.................................................................................... 6
D.
Manfaat Penelitian.................................................................................. 6
E.
Penegasan Istilah..................................................................................... 7
F.
Tinjauan Pustaka.................................................................................... 9
G.
Metode Penelitian.................................................................................. 11
H.
Sistematika Penulisan........................................................................... 16
BAB II : ASURANSI DALAM HUKUM ISLAM A. Definisi Asuransi Dalam Hukum Islam.............................................. 17
x
B. Prinsip-prinsip Asuransi Dalam Islam............................................... 20 C. Dasar Hukum Asuransi Dalam Islam................................................. 27 BAB III : BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS) A. Definisi BPJS......................................................................................... 38 B. Dasar Hukum BPJS.............................................................................. 43 C. Prinsip-Prinsip BPJS Kesehatan......................................................... 44 D. Dana BPJS............................................................................................. 46 E. BPJS Di Kota Salatiga.......................................................................... 49 BAB IV : ANALISIS A. Analisis Pengelolaan Dana Iuran BPJS Di Kota Salatiga................. 64 B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap pengelolaan Dana BPJS di Kota Salatiga....................................................................................................65 BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan............................................................................................ 72 B. Saran...................................................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN- LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia perbankan di Indonesia ternyata sangat berpengaruh terhadap pola fikir masyarakat luas. Hal ini dibuktikan dengan semakin berkembangnya ragam transaksi perbankan yang bermunculan dengan sistem yang sama akan tetetapi memiliki inovasi yang lebih menarik. Mereka mengemas produk perbankan yang mereka tawarkan sedemikian rupa untuk bisa menarik minat masyarakat.Salah satu yang saat ini sedang berkembang dimasyarakat ialah transaksi asuransi yang juga mendapat sorotan sebagai produk perbankan yang berkembang pesat. Dalam pandangan ekonomi, asuransi merupakan suatu metode untuk mengurangi resiko dengan jalan memindahkan dan mengkombinasikan ketidakpastian akan adanya kerugian keuangan (financial).
Jadi,
berdasarkan konsep ekonomi, asuransi berkenaan dengan pemindahan dan mengkombinasikan resiko(Herman : 2001: 02 ).
1
Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Perasuransian disebutkan bahwa : “Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung,dan menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang tertanggung”. Menurut fatwa DSN-MUI No.
21/DSN-MUI/X/2001 tentang
Pedoman Umum Asuransi Syariah dalam ketentuan umum disebut bahwa asuransi syariah(ta‟min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk asset dan/atau tabarru‟ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah(Abdul : 2007 : 35 ). Dalam hukum Islam suatu akad dianggap sah jika dalam berakad kedua belah pihak dalam keadaan rela sama rela dalam hal ini adalah penanggung dan tertanggung, di mana diantara kedua belah pihak tidak ada yang merasa terpaksa atau dirugikan dengan akad tersebut. Islam melarang adanya transaksi-transaksi yang di dalamnya mengandung unsur gharar, maisir, riba, bathil, dan risywah karena secara faktualakan cenderung hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak lain. Namun Islam pun tidak mengabaikan akan arti pentingnya lembaga keuangan yang memang mendatangkan manfaat bagi umat
2
manusia dalam menjalani kehidupanya di muka bumi ini, termasuk di dalamnya
perbolehan
untuk
melaksanakan
kegiatan
dibidang
perasuransian. Dengan menghilangkan unsur-unsur yang dilarang dalam Islam, kemudian menggantinya dengan akad-akad tradisional Islam maka dapat melahirkan produk asuransi yang diperbolehkan. Akad-akad tradisional ini lazimnya disebut dengan akad berdasarkan prinsip syariah, yakni setiap akad yang di dasarkan pada aturan hukum Islam dengan menghindari unsur gharar, maisir, riba, bathil, dan risywah yang dapat merugikan salah satu pihak dan menguntungkan pihak yang lain. Asuransi syariah merupakan tuntutan masa depan, karena asuransi mengandung manfaat-manfaat sebagai berikut: 1. Membuat masyarakat atau perusahaan menjadi lebih aman dari resiko kerugian yang mungkin timbul. 2. Menciptakan efisiensi perusahaan (bussines effisiency). 3. Sebagai alat penabung (saving) yang aman dari gejolak ekonomi. 4. Sebagai sumber pendapatan (earning power), yang didasarkan pada financing the bussines(sumitro :2004 : 188 ). Salah satu dari bentuk asuransi yang saat ini sedang hangat diperbincangkan adalah BPJS.BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011. Dalam pasal 14 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 disebutkan bahwa “ Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang
3
sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS”. BPJS merupakan salah satu program pemerintah dengan sistem iuran wajib.Iuran masyarakat yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia ini menuai berbagai komentar. Masyarakat dituntut untuk membayar pengalihan resiko yang belum pasti terjadi dengan mengatasnamakan kesejahteraan. Dan apabila tidak terjadi resiko apapun di masa yang akan datang uang iuran ini dianggap sumbangan kepada negara tanpa adanya imbal balik. Berbeda dengan prinsip akad dalam Islam. Dalam asuransi BPJS, peserta atau masyarakat dituntut dan diwajibkan untuk turut serta menjadi peserta asuransi BPJS yang bahkan banyak sekali kalangan yang tidak memahami tentang bagaimana dana iuran mereka dikelola dan bahkan banyak sekali dari mereka yang tidak begitu memahami tentang manfaat apa saja yang akan mereka peroleh setelah menjadi peserta BPJS. Hal ini tentu bertentangan dengan prinsip akadAn-Taraadlindalam Islam. Dalam pelaksanaan asuransibisa dikatakan BPJS terjadi wanprestasi di mana pemerintah selaku pemegang kekuasaan memilihkan segalanya bagi masyarakat Indonesia dalam hal ini terkait asuransi BPJS. Sehingga mau tidak mau mereka tetap ikut serta menjalankan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, meskipun sebagian dari mereka merasa bahwa kebijakan tersebut dianggap bertentangan dengan
4
apa yang mereka yakini, karena selama ini asuransi yang kita kenal kebanyakan menggunakan sistem asuransi konvensional, di mana didalamnya mengandung unsur riba, gharar, maysir dan sejenisnya yang sudah jelas dilarang oleh Islam. Sehubungan dengan tidak ditemukannya implementasi prinsip AnTaraadlin dalam asuransi BPJS khususnya di Kota Salatiga, maka perlu adanya kajian khusus terkait dengan status hukum asuransi BPJS.Selain itu belum banyak ditemukan karya ilmiah yang membahas masalah ini secara rinci untuk bisa dijadikan pedoman atau rujukan dalam pemecahan masalah yang berhubungan dengan asuransi BPJS. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Bagaimana sistem pengelolaam dana iuran asuransi BPJS kesehatan di Kota Salatiga? 2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap praktik pengelolaan dana iuran asuransi BPJS kesehatan di Kota Salatiga?
5
C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui bagaimana praktik pengelolaan dana iuran asuransi BPJS kesehatan di Kota Salatiga. 2. Untuk mengetahui status hukum pengelolaan dana iuran Asuransi BPJS kesehatan dalam tinjauan hukum Islam. D. Manfaat Penelitian Adapun beberapa manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini, antara lain adalah: 1. Bagi Penulis Bagi penulis sendiri penelitian ini bermanfaat secara akademik, yakni menambah khazanah pengetahuan penulis guna pengembangan ilmu ekonomi Islam, yang salah satunya terkait tentang asuransi yang dijalankan di Indonesia. 2. Bagi Lembaga BPJS Untuk
mengetahui
sejauh
mana
peranan
BPJS
terhadap
kesejahteraan masyarakat, juga sebagai wujud sosialisasi terhadap manyarakat yang belum mengenal BPJS untuk bisa meningkatkan produktifitas. Penelitian ini juga bisa dijadikan bahan acuan atau pedoman dalam pengelolaan dana asuransi BPJS agar tidak
6
bertentangan dengan hukum Islam.Karena, masyarakat Indonesiayang dituntut untuk ikut serta menjadi peserta BPJS di dominasi oleh masyarakat beragama Islam. 3. Bagi Lembaga IAIN Salatiga Memberikan masukan dan informasi terkait Asuransi BPJS yang disampaikan dalam bentuk laporan
serta dapat dijadikan sebagai
referensi penelitian lebih lanjut dengan judul dan tema yang hampir sama bagi perpustakaan IAIN Salatiga. 4. Bagi Masyarakat Umum Tulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat luas dan dapat memberikan pemahaman tersendiri tentang asuransi dalam hukum Islam. Dengan adanya tulisan ini, masyarakat diharapkan dapat mengenal lebih dekat BPJS dan sistem yang dijalankan, serta memahami tentang bagaimana Islam memandang BPJS yang merupakan program jaminan kesehatan yang bersifat wajib. E. Penegasan Istilah BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) menurut wikipedia merupakan Badan Usaha Milik Negara yang ditugaskan khusus oleh pemerintah untuk menyelenggarakan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia, terutama untuk
7
Pegawai Negeri Sipil, Penerima Pensiun PNS dan TNI/POLRI, Veteran, Perintis Kemerdekaan beserta keluarganya dan Badan Usaha lainnya ataupun rakyat bisaa (lihat Peraturan BPJS No. 1/ 2014, Pasal 1). Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum Asuransi di Indonesia memaknai asuransi sebagai “suatu persetujuan pihak yang menjamin dan berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas”(Wirjono : 1987 : 1 ). Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246 dijelaskan bahwa yang dimaksud asuransi atau pertanggungan adalah “suatu perjanjian (timbal balik) , dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu”. Dalam hukum Islam asuransi dikenal sebagai takaful( )تكافمyang berarti menolong, mengasuh, memelihara, memberi nafkah, dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful dimaksud, yang akar katanya berasal dari kafala-yakfulu kafaalatan, mempunyai pengertian menanggung. Takaful dalam pengertian fiqh mu‟amalah adalah saling memikul resiko di antara sesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.
Saling pukul resiko
dimaksud, dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan
8
cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (baca; tabarru‟) yang ditujukan untuk menanggung risiko tersebut( Zainuddin : 2008 :6-7 ). F. Tinjauan Pustaka BPJS bisa dikatakan
program baru dalam tatanan pemerintahan
Indonesia, sehingga belum banyak karya tulis yang membahas tentang pengelolaan dana BPJS itu sendiri. Berdasarkan penelusuran penulis, terdapat beberapa skripsi/penelitian yang membahas mengenai investasi. Akan tetetapi penulis belum pernah menemukan skripsi/penelitian yang secara khusus membahas tentang “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Praktik Pengelolaan Dana Asuransi BPJS kesehatan”. Adapun beberapa artikel atau petian tentang jaminan kesehatan yang diberikan pemerintah kepada masyarakat yang pernah ada sebelumnya yaitu: 1. Skripsi dengan judul “Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Bagi Pekerja Setelah Transformasi Kelembagaan Jamsostek Menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)”, karya Suryani Risqi Amaliyah pada tahun 2014.
Permasalahan yang dibahas
dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan jaminan kesehatan bagi pekerja setelah transformasi JAMSOSTEK menjadi BPJS
(Badan
Penyelenggara
Jaminan
Sosial)
dan
untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penghambat
9
pelaksanaan BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan). 2. Jurnal dengan judul “Analisis Akuntansi Pendapatan Asuransi Sosial (Studi Pada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Tanjung pinang)” karya Dwi Haryati pada tahun 2014.
Permasalahan yang dibahas dalam jurnal ini adalah
menganalisis
pendefinisian,
pengakuan,
pengukuran,
pengungkapan pendapatan berdasarkan PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan) No. 23 pada BPJS Ketenagakerjaan Cabang Tanjungpinang. 3. Skripsi dengan judul “Jaminan Sosial Kesehatan Sebagai hak Masyarakat Dalam Undang-Undang No 40 Tahun 2004 (Kajian Hukum
Islam)”
karya
Aris
Setiawan
pada
tahun
2011.
Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang hak masyarakat sebagai wujud kesejahteraan yang diperoleh dari pemerintah
selaku
pemimpin
dan
bagaimana
Islam
menanggapinya. Dari pemaparan ketiga penelitian di atas, belum ada penelitian yang membahas secara khusus mengenai pengelolaan dana pada asuransi BPJS Kesehatan dari perspektif hukum Islam. Sehingga, penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti lebih lanjut dengan judul Tinjauan Hukum
10
IslamTerhadap
Praktik
Pengelolaan
Dana
Asuransi
BPJSKesehatan(Study Kasus di Kantor BPJS CabangKota Salatiga). Studi seperti ini penting untuk dihadirkan kepada para peminat studi hukum Islam dan pemerintah sebagai pengelola secara umum dan seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam khususnya, agar mereka mengetahui dan memahami bagaimana pengelolaan dana asuransi yang sesuai dengan hukum Islam. Sehingga, kita semua tidak jatuh pada hal-hal yang dilarang oleh agama. Dengan harapan nantinya dapat diperoleh perspektif baru bagi hukum Islam dalam rangka melaksanakan tugas dan kewajibannya yakni menjawab problematika yang ada sekarang ini. G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian dan Pendekatan Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yaitu dengan pendekatan normatif sosiologis. Peneliti akan ikut serta dalam beberapa kegiatan yang ada di kantor cabang BPJS Kota Salatigaseperti pelayanan
sosialisasi,
terhadap
rekruitment
masyarakat
KotaSalatiga.
11
di
peserta kantor
juga
dalam
cabang
BPJS
2. Kehadiran Peneliti Pada penelitian ini penulis hadir dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh BPJS Salatiga. Penulis juga akan mewawancarai beberapa peserta BPJS untuk mengetahui sejauh mana pengelolaan dana asuransi BPJS yang berlaku pada mereka selama menjadi peserta BPJS. 3. Lokasi Penelitian Penelitian
ini
dilaksanakan
di
kantor
cabang
BPJS
KotaSalatigaJl. Veteran No. 4 KotaSalatiga Jawa Tengah 50717. Penulis memilih kantor BPJS cabang Kota Salatiga karena penulis menganggap tempat ini adalah yang paling tepat. Selain karena lokasi yang mudah dijangkau, di kantor BPJS cabang Kota Salatiga ini hanya memiliki 2 karyawan tetap, padahal masyarakat yang harus dilayani cukup banyak. Permasalahan ini juga yang kemungkinan menjadi penyebab berganti-gantinya karyawan (karyawan kontrak) sehingga pelayanan yang diberikan terutama pelayanan komplain kurang maksimal.
12
4. Sumber Data a.
Sumber Data Primer : 1) Informan Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi
tentang
penelitian.Dalam
situasi penelitian
dan ini
kondisi yang
latar
menjadi
informan adalahstaff karyawan, direksi, dan peserta asuransi BPJS. 2) Dokumen Dalam hal penelitian ini dokumen yang digunakan adalah Undang-Undang sebagai peraturan yang memuat aturan tentang BPJS, surat surat penting yang digunakan oleh kantor BPJS dalam pelayanan peserta, juga beberapa polis yang dimiliki peserta BPJS. b.
Data Sekunder Data Sekunder adalah buku-buku atau hasil penelitian yang terkait dengan asuransi Islamdan BPJS.
13
dalam hokum
5. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan secara langsung dari sumbernya di tempat penelitian. Pada pengumpulan data secara primer, penulis menggunakan beberapa tehnik guna memperoleh data antara lain : a) Observasi merupakan pengamatan yang dilakukan secara langsung pada objek yang diteliti yakni bagaimana sistem pengelolaan dana iuran peserta setelah berada dalam pengelolahan pihak BPJS serta penelitian tentang pelaksanaan akad asuransi dalam BPJS. Dalam penelitian ini penulis akan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh BPJSSalatiga, baik kegiatan yang berada didalam kantor maupun diluar kantor sepertisosialisasi, pelayanan dan penanggapan keluhan peserta BPJS dan rutinitas kerja lainnya yang berkaitan dengan kinerja BPJS. b) Indepth
Interview(wawancara
mendalam)
karena
penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif, maka
pengumpulan data dengan wawancara secara
mendalam dianggap paling tepat untuk menghasilkan data dan menjawab setiap pertanyaan yang ada.
Dengan
dilakukan wawancara, akan lebih memungkinkan untuk memperoleh informasi secara detail dari objek yang
14
diteliti. Wawancara mendalam dilakukan secara langsung terhadap informan yakni pimpinan kantor BPJS cabang Kota Salatiga beserta beberapa karyawannya dan juga beberapa peserta BPJS yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang sudah disusun oleh peneliti sebelumnya. 6. Analisis Data Dalam menganalisis data, penulis akan mencari titik temu antara kaidah-kaidah Ushul Fiqh juga prinsip bermuamalah dalam hukum Islam dengan data yang penulis peroleh baik dari pihak BPJS, peserta BPJS, dan pihak-pihak lain terkait dengan praktik pelaksanaan asuransi BPJS dilapangan. 7. Tahap-Tahap Penelitian Setelah menentukan tema yang akan diteliti, penulis melakukan penelitian pendahuluan ke kantor cabang BPJSSalatiga dengan melakukan pengamatan terhadap kinerja BPJS dan melakukan wawancara kepada pimpinan kantor BPJS, staff karyawan, beberapa peserta BPJS. Dilanjutkan ke tahap pembuatan proposal penelitian kemudian setelah selesai membuat proposal penelitian langkah selanjutnya ialah melakukan penelitian dan menyusun hasil penelitian tersebut.
15
H. Sistematika Penulisan Bab I
:PENDAHULUAN,
bab
ini
berisi
Latar
Belakang
Masalah,Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan. Bab II
: LANDASAN TEORI: merupakan bab yang membahas
secara umum mengenai landasan teori tetang pengertian asuransi dalam persepektif hukum Islam. Bab III
: PAPARAN DATA HASIL PENELITIAN meliputi :
Gambaran umum tentang aturan atau konsep pengelolaan dana asuransi BPJS yang dibuat serta pelaksanaannya dikantor BPJS cabang Kota Salatiga. Bab IV
:
PEMBAHASAN, meliputi: Analisis hukum Islam
mengenai pengelolaan dana asuransi BPJS kesehatan di kantor cabang Kota Salatiga. Bab V
: PENUTUP ; Kesimpulan dan Saran.
16
BAB II ASURANSI DALAM HUKUMISLAM
A. Definisi Asuransi Dalam Hukum Islam Maraknya penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan Bank dipenghujung abad XX yang dimulai dengan didirikannya Bank Muamalat Indonesia (BMI), juga berdampak bagi lembaga keuangan bukan Bank, termasuk didalamnya asuransi. Kebutuhan mengenai asuransi yang mendasarkan pengelolaannya pada prinsip syariah dirasa semakin meningkat, karena dalam kehidupan sekarang ini asuransi memiliki kemanfaatan bagi setiap orang yang tertimpa musibah, sehingga dapat mengurangi
beban
penderitaan
yang
dialaminya.
Disamping
itu
keberadaan asuransi memang sangat terkait erat dengan perbankan itu sendiri, misalnya dicantumkannya klausul perjanjian antara Bank dengan nasabah berupa keharusan bagi nasabah untuk mengasuransikan barang yang menjadi jaminan kredit atau pembiayaan. Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para peserta menghibahkan sebagian atau seluruh premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta yang lain.
17
Asuransi syariah mempunyai beberapa padanan dalam bahasa Arab, di antaranya yaitu (1) takaful(2)ta‟min dan (3)tadhamun. At-Ta‟min dalam Ensiklopedi Hukum Islam disebutkan bahwa transaksi perjanjian antara dua pihak, pihak yang satu berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran jika terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama sesuai dengan perjanjian yang dibuat(Zainudin;2008 : 03). Takaful dalam pengertian fiqh muamalah adalah saling memikul resiko di antarasesama muslim sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang lainnya.
Saling pikul resiko
dimaksud, dilakukan atas dasar saling menolong dalam kebaikan. At-Tadhamun berarti saling menanggung. Hal dimaksud, bertujuan untuk menutupi keruguian atas suatu peristiwa dan musibah yang dialami oleh seseorang. Hal ini dilakukan oleh seseorang yang menanggung untuk memberikan sesuatu kepada orang yang ditanggung berupa pengganti (sejumlah uang atau barang) karena adanya musibah yang menimpa tertanggung. Oleh karena itu, makna dari kata tadhamun adalah saling menolong saudaranya yang sedang ditimpa oleh musibah. Berdasarkan pengertian di atas, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (selanjutnya disebut DSN-MUI) memberikan pengertian asuransi syariah adalah sebagai berikut. Asuransi syariah(ta‟min, takaful atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang/pihak melalui dana investasi dalam bentuk asset atau tabarru‟ yang memberikan pola
18
pengembalian untuk mengahdapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah yang dimaksudkan adalah akad yang
tidak
mengandung
dzalim(penganiayaan),
risywah
gharar, (suap),
maisir(perjudian)riba, barang
haram
dan
maksiat(Zainuddin;2008 : 17). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa asuransi syariah dilaksanakan oleh seseorang atau lebih untuk memperkuat ikatan solidaritas dan tanggung jawab sosial bagi kaum muslimin melalui mekanisme saling menolong untuk menciptakan keharmonisan dan stabilitas dalam kehidupan sosial masyarakat. Mekanisme itu dibenarkan, bahkan dianjurkan oleh ahli hukum Islam berdasarkan teori maslahah mursalah-nya yang besar bagi kesejahteraan umat manusia. Maslahah mursalah menurut bahasa adalah mencari kemaslahatan (yang mutlak).Sedangkan menurut Ahli Ushul Fiqh adalah suatu kemaslahatan di manasyar‟i tidak mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu. Selain itu, tidak ada dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya atau menetapkan hukum suatu masalah yang tidak ada nash-nya atau tidak ada ijma‟nya dengan berdasar pada kemaslahatan semata (yang oleh syara‟ tidak dijelaskan dibolehkan atau dilarang) atau bisa juga dikatakan memberikan hukum syara‟ kepada suatu kasus yang tidak ada dalam nash atau ijma‟ atas dasar memelihara kemaslahatan atau kebaikan bersama.
19
Perbedaan asuransi syariah dan asuransi konvensional di antaranya adalah: a. Dalam asuransi syariah dikenal adanya DPS (Dewan Pengawas Syariah) yang tidak ditemukan dalam asuransi konvensional. b. Prinsip akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah takaful (tolong-menolong). Yakni, nasabah satu menolong nasabah yang lain yang tengah mengalami kesulitan.
Sedangkan asuransi
konvensional bersifat tabaddul(jual beli antara nasabah dan perusahaan). c. Dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul diinvestasikan berdasarkan syariah dengan sistem bagi hasil (mudhArabah). Sedangkan dalam konvensional diinvestasikan pada sembarang sektor dengan sistem bunga. B. Prinsip-prinsip Asuransi Dalam Islam Islam
melarang adanya
transaksi-transaksi
yang didalamnya
mengandung unsur gharar, maisir, riba, bathil, dan risywah karena secara faktual akan cenderung hanya menguntungkan satu pihak dan merugikan pihak yang lain.
AgamaIslam sendiri tidak mengabaikan akan arti
pentingnya lembaga keuangan yang memang mendatangkan manfaat bagi umat manusia dalam menjalani kehidupannya dimuka bumi ini, termasuk didalamnya
kebolehan
untuk
perasuransian. 20
melaksanakan
kegiatan
dibidang
Prinsip-prinsip perjanjian Islam sebagai suatu perjanjian yang bebas dari unsur gharar, maisir, dan riba dapat diimplementasikan dalam kegiatan
usaha
suatu
reasuransi.Adapun
perusahaan
ketentuan
asuransi
mengenai
akad
atau
perusahaan
dalam
asuransi
syariahmenurut Fatwa Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariahadalah sebagai berikut: 1. Akad dalam asuransi a. Akad yang dilakukan antara perusahaan asuransi dengan peserta asuransiterdiri atas akad tijarah dan/atau akad tabarru‟. b. Akad tijarah yang dimaksud
dalam ayat (1) adalah
mudharabah, sedangkan akad tabarru‟ adalah hibah. c. Dalam akad, sekurang-kurangnya harus disebutkan: 1) Hak dan kewajiban peserta dan perusahaan; 2) Cara dan waktu pembayaran premi; 3) Jenis akad tijarah dan atau akad tabarru‟ serta syaratsyarat yang disepakati sesuai dengan jenis asuransi yang diakadkan. 2. Kedudukan para pihak dalam akad tijarah dan tabarru‟. Adalah sebagai berikut:
21
a. Dalam akad tijarah(mudharabah) perusahaan bertindak sebagai mudharib(pengelola) dan peserta bertindak sebagai shahibul maal(pemegang polis). b. Dalam akad tabarru‟, peserta memberikan hibah yang akad digunakan untuk menolong peserta lain yang terkena musibah, sedangkan perusahaan bertindak sebagai pengelola danahibah. Dalam hal ini prinsip dasar asuransi syariah ada beberapa macam, yaitu;tauhid, keadilan, tolong menolong, kerja sama, amanah, kerelaan, larangan riba, larangan judi, dan larangan gharar. 1. Tauhid Prinsip tauhid adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan. Dalam berasuranssi yang harus diperhatikan adalah bagaimana seharusnya menciptakan suasana dan kondisi bermuamalah yang tertuntun oleh nilai-nilai ketuhanan. Paling tidak dalam melakukan aktivitas berasuransi ada semacam keyakinan dalam hati bahwa Allah SWT selalu mengawasi seluruh gerak langkah kita dan selalu berada bersama kita.Kalau pemahaman semacam ini terbentuk dalam setiap pemain yang terlibat dalam perusahaan asuransi maka pada tahap awal masalah yang sangat urgensi telah terlalui dan dalpat melangsungkan perjalanan bermuamalah. 2. Keadilan (justice) Prinsip kedua dalam berasuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah (anggota) dan perusahaan asuransi. Pertama, nasabah asuransi harus memposisikan pada kondisi yang mewajibkannya untuk selalu membayar iuran uang
22
santunan (premi) dalam jumlah tertentu kepada perusahaan asuransi dan mempunyai hak untuk mendapatkan sejumlah dana santunan jika terjadi peristiwa kerugian. Kedua, perusahaan asuransi yang berfungsi sebagai lembaga pengelola dana mempunyai kewajiban membayar klaim (dana santunan) kepada nasabah. Disisi lain, keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan asuransi dari hasil investasi dana nasabah harus dibagi sesuai dengan akad yang disepakati sejak awal. Jika nasabah yang disepakati antara kedua belah pihak 40:60, maka realita pembagian keuntungan juga harus mengacu pada ketentuan tersebut. 3. Tolong menolong (ta‟awun) Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi harus didasari dengan semangat tolong menolong (ta‟awun) antara anggota (nasabah). Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian. 4. Kerja sama (cooperation) Prinsip kerja sama(cooperation) merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literature ekonomi Islami. Manusia sebagai makhluk yang mendapat mandat dari kholiknya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran dimuka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan dapat hidup sendiri tanpa adanya bantuan dari yang lain. Sebagi apresiasi dari posisi dirinya sebagai makhluk sosial, nilai kerja sama adalah suatu norma yang tidak dapat ditawar lagi. Hanya dengan mewujudkan kerja sama antara sesama, manusia baru dapat merealisasikan kedudukannya sebagai makhluk sosial. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih yang mengharuskan pemilik modal (dalam hal ini nasabah asuransi) menyerahkan sejumlah dana (premi) kepada perusahaan asuransi (mudharib) untuk dikelola. Dana yang terkumpul oleh perusahaan asuransi diinvestasikan agar memperoleh keuntungan (profit) yang nantinya akan dibagi antara perusahaan dan nasabah asuransi. Jika akadnya menyebutkan pembagian nasabah keuntungan antara kedua belah pihak 70:30, yaitu 70% untuk nasabah dan 30% untuk perusahaan, maka pembagian profit dari investasi yang dilakukan
23
oleh perusahaan juga harus mengacu pada ketentuan akad tersebut. 5. Amanah (trustworthy / al-amanah) Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor publik. Prinsip amanah juga harus berlaku pada diri nasabah asuransi. Seseorang yang menjadi nasabah asuransi berkewajiban menyampaikan informasi yang benar berkaitan dengan pembayaran dana iuran dan tidak memanipulasi kerugian yang menimpa dirinya. Jika seorang nasabah asuransi tidak memberikan informasi yang benar dan memanipulasi data kerugian yang menimpa dirinya, berarti nasabah tersebut telah menyalahi prinsip amanah dan dapat dituntut secara hukum. 6. Kerelaan (al-ridha) Prinsip kerelaan (al-ridha) dalam ekonomi Islami berdasar pada firman Allah SWT dalam QS an-Nisa‟ [4]: 29.
َُْ٘ َْ ُن ٌْ بِاىبا ِط ِو اِ ََّل أَُْ تَ ُنْٞ َ أَ ٍَُْ ْ٘ ََل تَأْ ُميُ ْ٘ا أَ ٍْ َ٘اىَ ُن ٌْ بٛ ْ ُّ َٖا اىَّ ِذََٝا أٝ ًَاْٞ س ُن ٌْ اَُِّ هللاَ َماَُ بِ ُن ٌْ َر ِح َ ُض ٍِ ْْ ُن ٌْ َٗ ََل تَ ْقتُيُ ْ٘ا أَ ّْف ٍ تِ َجا َرةً َِْ تَ َزا Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha penyayang. (Qs. An-Nisa : 29) Ayat ini menjelaskan tentang keharusan untuk bersikap rela dan ridha dalam setiap melakukan akad (transaksi) dan tidak ada paksaan antara pihak-pihak yang terkait oleh perjanjian akad, sehingga kedua belah pihak bertransaksi atas dasar kerelaan bukan paksaan. Dalam bisnis asuransi, kerelaan (al-ridha) dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari 24
awal untuk merelakan sejumlah dana(premi) yang disetorkan ke perusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial (tabarru‟). Dana sosial (tabarru‟) memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugian. 7. Larangan riba Riba secara bahasa bermakna ziyadah(tambahan).Sedangkan secara istilah riba berarti pengambilantambahan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (padanan) yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam. Terdapat beberapa jenis riba yang dikenal. Wahbah Zuhaili dalam bukunya al-fiqh Islami wa „adillatuhu membagi menjadi empat, yaitu riba qardh, riba jahiliah, riba fadhl, dan riba nasi‟ah. Riba qardh ikenal dengan istilah riba duyun, yaitu tambahan terhadap utang. Riba ini terjadi dalam utang-piutang (qardh) atau pun dalam transaksi non tunai selain qardh, misalnya transaksi jual-beli kredit (bai‟ muajjal). Perbedaan antara utang yang muncul karena qardh dengan utang yang muncul karena jual-beli terletak pada asal kedua akad tersebut. Utang qardh muncul karena akad utang-piutang, yaitu meminjam harta orang lain lalu diganti pada waktu yang lain. Sedangkan utang dalam jual-beli muncul karena harga yang belum diserahkan pada saat transaksi, baik sebagian atau keseluruhan. Pengertian riba jahiliyah yaitu riba karena adanya utang yang dibayar lebih dari pokoknya karena peminjam tidak mampu melunasi hutangnya setelah jatuh tempo. Ketidakmampuan mengembalikan utang ini kemudian dimanfaatkan oleh kreditur untuk mengambil keuntungan. Dalam perbankansyariahcara seperti ini dilarang karena merupakan bagian dari riba. Pengertian riba fadhl adalah riba yang timbul akibat pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria secara : kualitas, kuantitas dan penyerahan yang tidak dilakukan secara tunai. Pertukaran jenis ini mengandung ketidakjelasan bagi kedua belah pihak terhadap barang yang ditukar (dipertukarkan).Dalam lembaga keuangan perbankan, riba fadhl dapat ditemui pada transaksi jual beli valuta asing yang tidak dilakukan secara tunai.
25
Pengertian riba nasiah ialah riba yang timbul karena adanya hutang piutang yang tidak memenuhi kriteria untuk muncul bersama risiko dan hasil usaha yang muncul bersama biaya. Dengan demikian keuntungan muncul tanpa adanya risiko atau hasil usaha yang diperoleh tanpa adanya biaya modal akan mengakibatkan riba. Dalam perbankan konvensional, riba nasiah dapat ditemui dalam pembayaran bunga kredit dan pembayaran bunga deposito, tabungan dan lain sebagainya. Razi dalam kitabnya Tafsir Kabir mengajukan beberapa alasan mengenai pengharaman riba: a. Riba tak lain adalah mengambil harta orang lain tanpa ada nilai imbalan apapun. Padahal menurut sabda Nabi SAW, harta seseorang adalah seharam darahnya bagi orang lain; b. Riba dilarang karena menghalangi manusia untuk terlibat dalam usaha yang aktif. Orang kaya, jika ia mendapat penghasilan dari riba, maka ia akan cenderung bergantung pada cara yang gampang ini dan membuang pikiran untuk giat berusaha; c. Kontrak riba adalah media yang digunakan oleh orang kaya untuk mengambil kelebihan dari modal. Perbuatan ini haram dan bertentangan dengan keadilan dan persamaan; d. Kontrak riba memunculkan hubungan yang tegang di antara sesama manusia; e. Keharaman riba dibuktikan dengan ayat Al-Qur‟an, dan kita tidak perlu mengetahui alasan pengharamannya. Kita harus membuangnya karena haram, meskipun kita tidak tahu alasannya. 8. Larangan judi (maisir) Syafi‟i Antonio mengatakan bahwa unsur judi artinya adanya salah satu pihak yang untung namun dilain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, bisaanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan. 9. Larangan gharar(ketidakpastian) Gharar dalam pengertian bahas adalah al-khida‟(penipuan), yaitu suatu tindakan yang didalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.Wahbah Zuhaili memberi pengertian tentang gharar sebagai al-khatar dan al-taghrir, yang artinya penampilan yang menimbulkan kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya menyenangkan tetetapi hakikatnya menimbulkan kebencian.
26
Secara syariah dalam akad pertukaran harus jelas berapa yang harus dibayarkan dan berapa yang harus diterima. Keadaan ini akan menjadi rancau (gharar) karena kita tahu berapa yang akan kita terima (sejumlah uang pertanggungan), tetetapi tidak tahu berapa yang akan dibayarkan (jumlah seluruh premi) karena hanya Allah yang tahu kapan seseorang akan meninggal. (Ali:2004: 136)
C. Dasar Hukum Asuransi Dalam Islam Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah.
Karena sejak awal asuransi syariah
dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu al-Qur‟an dan sunnah Rasul, maka landasan yang dipakai dalam hal ini tidak jauh berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian ahli hukum Islam. Pada kesempatan kali ini, landasan yang digunakan dalam memberi nilai legalisasi dalam praktik bisnis asuransi adalah: Al-Qur‟an, sunnah Nabi, piagam madinah, praktik sahabat, ijma‟, qiyas, syar‟u man qoblana, dan istihsan. 1. Al-Qur‟an Al_Qur‟an tidak menyebutkan secara tegas ayat yang menjelaskan tentang praktik asuransi seperti yang ada pada saat ini. Hal ini terindikasi dengan tidak munculnya istilah asuransi atau at-ta‟min secara nyata dalam al_Qur‟an. Walaupun begitu al-Qur‟an masih mengakodomir ayat-ayat yang mempunyai
27
muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam praktik asuransi, seperti nilai dasar tolong menolong, kerja sama, atau semangat untuk melakukan proteksi terhadap peristiwa kerugian (peril) dimasa mendatang. Di antara ayat-ayat al-Qur‟an yang mepunyai muatan nilainilai yang ada dalam praktik asuransi adalah: a. Surah al-Maidah (5): 2
ُِ ا ِإل ْث ٌِ َٗاى ُع ْ َٗاَٚ َٗ ََل تَ َعا َُّٗ ْ٘ َ يَٙ٘ اىبِ ِّز َٗاىتَ ْقََٚٗ تَ َعا َُّٗ ْ٘ا َ ي ب َ َ َٗاتَّقُ ْ٘ا هللاَ إَُِّ هللا. ِ ُ اى ِعقَاْٝ ِ ش Artinya:“…Tolong menolonglah kamu dalam (mengerjaka) kebaikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya”.(QS. Al-Maidah [5]: 2)
Ayat ini memuat perintah (amr) tolong menolong antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, nilai ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi
untuk menyisihkan dananya agar digunakan
sebagai dana sosial (tabarru‟). Dana sosial ini berbentuk rekening
tabarru‟
pada
perusahaan
asuransi
dan
difungsikan untuk menolong salah satu anggota (nasabah) yang sedang mengalami musibah (peril).
28
b. Surah al-Baqarah [2]: 185
س َز ْ ُ ُ بِ ُن ٌُ اىعْٝ ُ ِزٝ َس َز ََٗل ْ ُٞ ُ هللاُ بِ ُن ٌُ اىْٝ ُ ِزٝ. Artinya: “… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…”(QS. al-Baqarah [2]:185) Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa kemudahan adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya, dan sebaliknya kesukaran adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh-Nya. Maka dari itu, manusia dituntun oleh Allah SWT agar dalam setiap langkah kehidupannya selalu dalam bingkai kemudahan dan tidak mempersulit diri sendiri.
Dalam
konteks bisnis asuransi, ayat tersebut dapat dipahami bahwa dengan
adanya
memudahkan
lembaga
untuk
asuransi,
menyiapkan
seseorang
dan
dapat
merencanakan
kehidupannya dimasa yang akan datang dan dapat melindungi kepentingan ekonominya dari sebuah kerugian yang tidak disengaja. c. Surah an-Nisaa [4]: 9
ٌِٖ ْٞ َض َعافًا َخافُ ْ٘ا َ ي َ َ ْخَٞٗاى ِ ًَّتَِْٝ ىَ ْ٘ تَ َز ُم ْ٘ا ٍِِْ َخ ْيفِ ِٖ ٌْ ُذ ِّرٝش اىَّ ِذ ًاْٝ ِ س َ ًَقُ ْ٘ىُ ْ٘ا قَ َْ٘لَٞتَّقُ ْ٘ا هللاَ َٗ ْىٞفَ ْي Artinya: “ dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anakanak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
29
bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.(QS. an-Nisaa‟ [4]: 9) Ayat ini menggambarkan kepada manusia yang berfikir tentang
pentingnyaperencanaan
mempersiapkan
diri
yang
untuk
matang
menghadapi
dalam segala
kemungkinan yang akan terjadi dimasa yang akan datang. d. Surah al-Taghaabun [64]: 11
َ ص َ ٍََا أ ِبَ ٍت إَِلَّ بِئ ِ ْذ ُِ هللاْٞ ص ِ ٍُ ٍِِْ اب Artinya: “ Tidak ada sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah…”(QS. al-Taghaabun [64]: 11)
Allah SWT telah memberi penegasan dalam ayat di atas bahwa segala musibah atau peristiwa kerugian (peril) yang akan terjadi dimasa mendatang tidaklah dapat diketahui kepastiannya oleh manusia. Nilai implisit dari ayat di atas adalah dorongan bagi manusia untuk selalu menghindari kerugian dan berusaha meminimalisir kerugian. Salah satu metodenya adalah dengan memperbanyak doa kepada Allah SWT sebagai pengatur kehidupan di alam agar terhindarkan dari bencana serta kerugian ekonomi. Dalam bisnis asuransi, hal semacam ini dipelajari dalam bentuk manajemen resiko, yaitu bagaimana caranya mengelola resiko tersebut agar dapat terhindar dari
30
kerugian atau paling tidak resiko kerugian tersebut dapat diminimalisasi. 2. Sunnah Nabi Kalangan Ahli agama di dalam memberikan pengertian sunnah berbeda-beda, sebab para ulama memandang sunnah dari segi yang berbeda-beda pula dan membicarakannya dari segi yang berlainan. Ulama hadits memberikan pengertian sunnah sebagai berikut:
ٍزْٝ سيَّ ٌَ ٍِِْ قَ ْ٘ ٍه أَ ْٗ فِ ْع ٍو أَ ْٗ تَ ْق ِز َ َٗ ِٔ ْٞ َ هللاُ َ يَّٚصي َ ْٜ ٍَِا ُّقِ َو َ ِِ اىَّْب . ُز َذىِ َلْٞ َ ْٗ َأ Artinya: “ segala yang dinukilkan dari Nabi SAW baik berupa perkataan, perbuatan, taqrirnya atau selain itu. ” Jadi menurut pengertian ini, sunnah meliputi biografi Nabi, sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, misal; mengenai tubuhnya, rambutnya, dan sebagainya, maupun yang mengenai psikis dan akhlak Nabi dalam keadaan sehari-hari sebelum atau sesudah bi‟tsah(diangkat) menjadi Rasul. a. Hadits tentang anjuran menghilangkan kesulitan seseorang
ٌَ َّسي َ َٗ ِٔ ْٞ َ هللاُ َ يَّٚصي َ ْٜ ِ هللاُ َ ُْْٔ َ ِِ اىَّْبَٜ ض ِ َزةَ َرْٝ ُٕ َزْٜ َِِْ أَب ًِ ْ٘ َٝ س هللاُ َ ُْْٔ ُم ْز َب َ ََّا َّفّْٞ ُّ س َِْ ٍُ ْؤ ٍِ ٍِ ُم ِز َب اى َ َّ ٍَِْ َّف: قَا َه
31
َا َٗاألَ ِخ َز ِةّْٞ ُ اىِٚ ِٔ فْٞ َس َز هللاُ َ ي َّ َٝ س ٍز َّ َٝ ٍَِْ َٗ َا ٍَ ِتِٞاىق ِ ٍُ ْعَٚس َز َ ي ٌرٗآ ٍسي Artinya: “ diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, Nabi Muhammad SAW bersabda: barang siapa yang menghilangkan kesulitan duniawinya seorang mu‟min, maka Allah SWT akan menghilangkan kesulitannya pada hari kiamat. Barangsiapa yang mempermudah kesulitan seseorang, maka Allah SWT akan mempermudah urusannya di dunia dan di akhirat. ” (HR. Muslim) b. Hadits tentang anjuran meninggalkan Ahli waris yang kaya
ْ َ َٗقِٜس ْع ٍ ا ْب ِِ أَب ُ اص قَا َه قَا َه َر َ ِس ْ٘ ُه هللا َ ِِ َِْ َا ٍِ ٍزا ْب ُ هللاَّٚصي ً ٌمز ٍِِْ تَتَ َز َمُٖ ٌْ َاىَتْٞ َا َا َخِْٞ ْ َسيٌَّ إُِْ تَ َز ْمتَ َٗىَ َ َك أ َ َٗ ِٔ ْٞ ََ ي ٙ رٗآ اىبخار.اا َ ََّْتَ َنفَّفُ َُْ٘ اىٝ Artinya: “diriwayatkan dari Amir bin Sa‟ad bin Abi Waqasy, telah bersabda Rasulullah SAW: “Lebih baik jika engkau meninggalkan anak-anak kamu (Ahli waris) dalam keadaan kaya raya, daripada meninggalkan mereka dalam keadaan miskin (kelaparan) yang meminta-minta kepada manusia lainnya. ”(HR. Bukhari) 3. Piagam Madinah Rasulullah SAW mengundangkan sebuah peraturan yang terdapat dalam Piagam Madinah yaitu sebuah konstitusi pertama yang mmerhatikan keselamatan hidup para tawanan yang tinggal dinegara tersebut.Seseorang yang menjadi tawanan perang musuh, maka aqilah dari tawanan tersebut akan menyumbangkan tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh, sebagai pesanan yang memungkinkan terbebaskan tawanan tersebut (Ali : 2004 : 120) 32
Dalam konstitusi ini dijelaskan tentang peraturan bersama antara orang Quraisy yang berhijrah dengan suku-suku yang tinggal di Madinah untuk saling melindungi dan hidup bersama dalam suasana kerja sama saling tolong menolong. Pasal 11 Piagam Madinah memuat ketentuan bahwa kaum mukminin tidak boleh membiarkan sesama mukmin berada dalam kesulitan memenuhi kewajiban membayar diyat atau tebusan tawanan seperti disebutkan dalam pasal-pasal terdahulu.Ketentuan ini menekankan solidaritas sesama mukmin dalam mengatasi kesulitan. 4. Praktik Sahabat Praktik sahabat berkenaan dengan pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah dilakukan oleh khalifah kedua, Umar bin Khattab. Pada suatu ketika khalifah Umar bin Khattab berkata “Orang yang namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak menerima bantuan dari satu sama lain dan harus menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja)
yang
dilakukan
oleh
salah
seorang
anggota
masyarakat mereka” (Ghofur :2007 : 33) Khalifah Umarlah orang yang pertama kali mengeluarkan perintah
untuk
menyiapkan
33
daftar
secara
professional
perwilayah, dan orang-orang yang terdaftar diwajibkan saling menanggung beban. 5. Ijma‟ Para sahabat telah melakukan ittifaq(kesepakatan) dalam hal ini (aqilah). Terbukti dengan tidak adanya penentangan oleh sahabat lain terhadap apa yang dilakukan oleh khalifah Umar bin Khattab, sehingga dapat disimpulkan bahwa mereka sepakat mengenai persoalan ini. Sebagai dalil dari kebolehannya memakai ijma‟ dalam menetapkan hukum adalah:
سٌِم ْ َُ ٍَا َرأَُٓ اى َ سًْا فَُٖ َ٘ ِ ْْ َ هللاِ َح َ سيِ َُ َُْ٘ َح Artinya: “segala sesuatu yang menurut mayoritas kaum muslimin itu baik maka dalam pandangan Allah SWT juga baik”. Rahasia praktik aqilah adalah mengangkat perselisihan dan percekcokan antar suku Arab.Dengan adanya aqilah berarti telah membangun suatu nilai kehidupan yang positif (al-hasan)di antara para suku Arab.Adanya aspek kebaikan dan nilai positif dalam praktik aqilah mendorong para ulama untuk bermufakat (ijma‟) bahwa perbuatan semacam aqilah tidak bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam syariahIslam.
34
6. Qiyas Yang dimaksud dengan qiyas adalah metode ijtihad dengan jalan menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam al-Qur‟an dan Sunnah dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam al-Qur‟an dan Sunnah karena persamaan illat(penyebab atau alasannya). Dengan datangnya Islam system aqilah diterima Rasulullah SAW menjadi bagian dari hukum Islam. Ide pokok dari aqilah adalah suku Arab zaman dahulu harus siap untuk melakukan kontribusi finansial atas nama pembunuh untuk membayar ahli waris korban. Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan ini sama dengan pembayaran premi pada praktik asuransi syariah saat ini. Jadi, jika dibandingkan permasalah asuransi syariah yang ada pada saat ini dapat disamakan hukumnya (qiyas) dengan system aqilah yang telah diterima di masa Rasulullah. 7. Syar‟u Man Qoblana(syar‟iat orang-orang sebelum kita) Syar‟u man qoblana adalah salah satu dalil hukum yang dapat dijadikan pedoman (sumber) dalam melakukan penetapan hukum (istinbath al-hukm) dengan mengacu pada cerita dalam al-Qur‟an atau sunnah Nabi yang berkaitan dengan hukum syar‟i umat terdahulu tanpa adanya pertentangan dengan ketetapan yang ada dalam al-Qur‟an maupun sunnah Nabi.
35
Orang Arab kuno memiliki kebisaaan asli.Di mana seluruh anggota suku diwajibkan membayar ganti rugi. Kata A. Rahim “prinsip hukuman bagi semua kejahatan terhadap orang adalah pembalasan (dendam) yang dapat di ubah menjadi pembayaran uang darah atau ganti rugi untuk luka-luka. Jika luka-lukanya mengakibatkan kematian, maka kerugian yang disebabkannya dianggap sebagai kerugian bagi suku atau keluarga almarhum, dan adalah hak mereka untuk menuntut penyelesaian yang memuaskan dari suku atau keluarga di pelanggar (Ali : 2004 : 123). 8. Istihsan Istihsan dalam pandangan AhliUshul adalah memandang sesuatu itu baik.
Kebaikan dari kebisaaan aqilah dikalangan
suku Arab kuno terletak pada kenyataan bahwa ia dapat menggantikan balas dendam berdarah. Muslehudindalam
bukunya,
melihat
manfaat
yang
signifikansi dari praktik aqilah, di antaranya adalah: a. Mempertahankan keseimbangan kesukuan dan demikian, kekuatan pembalasan dendam darisetiap suku dapat menghalangi kekejaman suku lain; b. Menambah sebagian besar jaminan sosial, karena mengingat tanggung jawab kolektif untuk membayar ganti rugi, suku harus menjaga seluruh kegiatan anggotanya dengan seksama;
36
c. Mengurangi beban anggota perorangan jika ia diharuskan membayar ganti rugi; d. Menghindarkan dendam darah yang jika tidak dicegah mengakibatkan kehancuran total suku-suku yang terlibat; dan e. Mempertahankan sepenuhnya kesatuan dan kerja sama para anggota dari setiap suku, yang tak lain merupakan mutualitas ( Muslehuddin : 1999 : 31 ).
37
BAB III BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL (BPJS)
A. Definisi BPJS Dalam pasal 1 Ketentuan Umum Undang-undang Nomor 40 Tahun 2011 disebutkan definisi Badan penyelenggara kesehatan Nasional (selanjutnya disebut BPJS) adalah badan hukum yangdibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial. Jaminan Sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapatmemenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. BPJS terdiri dari BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. Sedangkan yang dimaksud dengan BPJS Ketenagakerjaan ialah merupakan program publik yang memberikan perlindungan bagi tenaga kerja untuk mengatasi risiko sosial ekonomi tertentu. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta
memperoleh
manfaat
pemeliharaan
kesehatan
dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.
38
Setiap warga yang menjadi peserta BPJS memiliki hak dan kewajiban. Adapun kewajiban setiap peserta BPJS antara lain: 1. Mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 2. Melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian, kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I; 3. Menjaga Kartu Peserta agar tidak rusak, hilang atau dimanfaatkan oleh orang yang tidak berhak; dan 4. Mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan.
Selain kewajiban yang harus dipenuhi, setiap peserta BPJS memiliki hak yang wajib diberikan oleh pemerintah selaku pengelola dana atau penanggung. Di antara hak-hak tersebut antara lain: 1. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan kesehatan; 2. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; 3. Mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan; dan 4. Menyampaikan keluhan atau pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke Kantor BPJS Kesehatan.
Pemberi Kerja/Badan Usaha mendaftarkan seluruh karyawan beserta anggota keluarganya ke Kantor BPJS Kesehatan dengan melampirkan: 1. Formulir registrasi Badan Usaha/Badan Hukum lainnya 2. Data karyawan dan anggota keluarganya sesuai format yang ditentukan oleh BPJS Kesehatan 3. Anggota keluarga meliputi istri/suami sah, anak kandung/anak tiri, anak angkat sebanyak banyaknya 3 orang dengan kriteria belum berusia 21 tahun atau belum berusia 25 tahun bagi yang masih melanjutkan pendidikan formal dan belum pernah menikah serta belum memiliki penghasilan sendiri. 4. Untuk mengikutsertakan anggota keluarga lain (anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu, dan mertua ) maka pekerja memberikan 39
5.
6.
7.
8. 9.
surat kuasa kepada pemberi kerja/Badan Usaha untuk menambahkan iuranya kepada BPJS Kesehatan Jika pekerja menginginkan hal lain, pekerja dapat mendaftarkan langsung anggota keluarga tersebut ke BPJS Kesehatan dengan mengisi formulir Daftar Isian Tambahan Anggota Keluarga dan menunjukkan kartu identitas/KTP/Kartu Keluarga/Surat Nikah/Akta Kelahiran. Tambahan kerabat (adik,kakak,asisten rumah tangga,sopir dan lain-lain) didaftarkan secara perorangan dikantor BPJS Kesehatan terdekat (tidak melalui Perusahaan/Badan Usaha) dan akan diterbitkan Virtual Account perorangan, dengan cara mengisi formulir Daftar Isian Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja serta menunjukkan kartu identitas/KTP/Kartu Keluarga/Surat Nikah/Akta Kelahiran. Pemberi Kerja/Badan Usaha menerima nomor Virtual Account (VA) Badan Usaha dari petugas BPJS Kesehatan, untuk dilakukan pembayaran iuran ke Bank yang telah kerjasama. Bukti iuran diserahkan ke petuga BPJS Kesehatan untuk dicetakkan Kartu Peserta. Pemberi Kerja/Badan Usaha menerima Kartu Peserta untuk didistribusikan kepada karyawan.
Ada 2 (dua) manfaat jaminan kesehatan, yakni berupa pelayanan kesehatan dan Manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulance. Ambulance hanya diberikan untuk pasien rujukan dari Fasilitas Kesehatan dengan kondisi tertentu yang ditetapkan oleh BPJS Kesehatan. Paket manfaat yang diterima dalam program JKN ini adalah sesuai kebutuhan medis.Dengan demikian pelayanan yang diberikan bersifat paripurna (preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif) tidak dipengaruhi oleh besarnya biaya premi bagi peserta.Promotif dan preventif yang diberikan dalam konteks upaya kesehatan perorangan (personal care).
40
Manfaat pelayanan promotif dan preventif meliputi pemberian pelayanan: 1. Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat. 2. Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmett Guerin(BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan HepatitisB(DPTHB), Polio, dan Campak. 3. Keluarga berencana, meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi, dan tubektomi bekerja sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. 4. Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu.
Meskipun manfaat yang dijamin dalam JKN bersifat komprehensif namun masih ada yang dibatasi, yaitu kaca mata, alat bantu dengar, alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda dan korset).Sedangkan beberapa fasilitas yang tidak dijamin dalam BPJS menurut PMK No 28 Tahun 2014meliputi: 1. Pelayanan kesehatan yang dilakukan tanpa melalui prosedur sebagaimana diatur dalam peraturan yang berlaku; 2. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerja sama dengan BPJS Kesehatan, kecuali dalam keadaan darurat; 3. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan kerja terhadap penyakit atau cidera akibat kecelakaan kerja atau hubungan kerja; 4. Pelayanan kesehatan yang telah dijamin oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas yang bersifat wajib sampai nilai yang ditanggung oleh program jaminan kecelakaan lalu lintas; 5. Pelayanan kesehatan yang dilakukan di luar negeri; 6. Pelayanan kesehatan untuk tujuan estetik; 7. Pelayanan untuk mengatasi infertilitas; 8. Pelayanan meratakan gigi (ortodonsi);
41
9. Gangguan kesehatan akibat sengaja menyakiti diri sendiri, atau akibat melakukan hobi yang membahayakan diri sendiri; 10. Pengobatan komplementer, alternatif dan tradisional, termasuk akupunktur non medis, shin she, chiropractic, yang belum dinyatakan efektif berdasarkan penilaian teknologi kesehatan (health technology assessment); 11. Pengobatan dan tindakan medis yang dikategorikan sebagai percobaan (experimen); 12. Alat kontrasepsi, kosmetik, makanan bayi, dan susu; 13. Perbekalan kesehatan rumah tangga; 14. Pelayanan kesehatan akibat bencana pada masa tanggap darurat, kejadian luar biasa/wabah; 15. Biaya pelayanan kesehatan pada kejadian tak diharapkan yang dapat dicegah (preventable adverse events);. Yang dimaksudkan preventable adverse events adalah cidera yang berhubungan dengan kesalahan atau kelalaian penatalaksanaan medis termasuk kesalahan terapi dan diagnosis, ketidaklayakan alat dan lain-lain kecuali komplikasi penyakit terkait; 16. Biaya pelayanan lainnya yang tidak ada hubungan dengan manfaat jaminan kesehatan yang diberikan. BPJS Kesehatan wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan yang diberikan kepada Peserta paling lambat 15 (lima belas) hari sejak dokumen klaim diterima lengkap. Besaran pembayaran kepada fasilitas kesehatan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara BPJS Kesehatan dan Asosiasi Fasilitas Kesehatan di wilayah tersebut dengan mengacu pada standar tarif yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.Dalam hal tidak ada kesepakatan atas besaran pembayaran, Menteri Kesehatan memutuskan besaran pembayaran atas program JKN yang diberikan. Asosiasi fasilitas kesehatan ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Dalam JKN, peserta dapat meminta manfaat tambahan. Manfaat tambahan tersebut merupakan manfaat yang bersifat non medis yang berupa akomodasi. Misalnya, peserta yang menginginkan kelas perawatan
42
yang lebih tinggi daripada haknya, dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS Kesehatan dan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan. Ketentuan tersebut tidak berlaku bagi peserta PBI (penerima bantuan iuran). Sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugasnya, BPJS Kesehatan wajib menyampaikan pertanggungjawaban dalam bentuk laporan pengelolaan program dan laporan keuangan tahunan (periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember).Laporan yang telah diaudit oleh akuntan publik dikirimkan kepada Presiden dengan tembusan kepada DJSN paling lambat tanggal 30 Juni tahun berikutnya. Laporan tersebut dipublikasikan dalam bentuk ringkasan eksekutif melalui media massa elektronik dan melalui paling sedikit 2 (dua) media massa cetak yang memiliki peredaran luas secara nasional, paling lambat tanggal 31 Juli tahun berikutnya. B. Dasar Hukum BPJS Adapun dasar hukum pelaksanaan BPJS antara lain adalah: 1. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Kesehatan; 2. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial; 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan;
43
4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2013 Tentang Jaminan Kesehatan. 5. Peraturan Menteri Kesehatan No 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional. 6. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.06/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. 7. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 21/DSN-MUI/X/2001
Tentang
Pedoman
Umum
asuransi
Syariah. 8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No: 53/DSN-MUI/III/2006 Tentang Akad Tabarru‟ pada Asuransi Syariah. C. Prinsip-prinsip BPJS Kesehatan BPJS Kesehatan menyelenggarakan jaminan kesehatan berdasarkan asas-asas sebagai berikut: 1. Asas Kemanusiaan Asas kemanusiaan adalah asas yang terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia. 2. Asas Manfaat Asas
manfaat
adalah
asas
yang
bersifat
menggambarkan pengelolaan yang efektif dan efisien.
44
operasional
3. Asas Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah asas yang bersifat adil bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tujuan
diadakannya
BPJS
itu
sendiri
adalah
mewujudkan
terselenggaranya pemberian jaminan kesehatan yang layak bagi setiap peserta dan/atau anggota keluarganya sebagai pemenuhan kebutuhan dasar hidup penduduk Indonesia.(UU No. 24 Tahun 2011 Pasal 3). Prinsip-prinsip penyelenggaraan BPJS Kesehatan sesuai UU No. 24 Tahun 2011 pasal 4 yaitu: 1. Kegotongroyongan Dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN), prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaannya bersifat wajib untuk seluruh penduduk. 2. Nirlaba Dana yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan SosialKesehatan (BPJS Kesehatan) adalah dana amanah yang dikumpulkan dari masyarakat secara nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Tujuan utamanya adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. 3. Keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, efisiensi, dan efektivitas.Prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang berasal dari iuran peserta dan hasil pengembangannya. 4. Portabilitas Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta sekalipun mereka berpindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Kepesertaan bersifat wajib Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat terlindungi.Meskipun kepesertaan bersifat wajib bagi seluruh rakyat, penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah, serta kelayakan penyelenggaraan program.
45
6. Dana Amanah Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan penyelenggara untuk dikelola sebaik-baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk kesejahteraan peserta. 7. Hasil pengelolaan dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar-besar kepentingan peserta.
D. Dana BPJS Sumber pendanaan dalam penyelenggaraan JKN berasal dari iuran peserta PBI (dibayar oleh pemerintah) dan bukan PBI (Pekerja Penerima Upah dibayar oleh Pekerja dan Pemberi Kerja sedangkan Pekerja Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja dibayar oleh peserta yang bersangkutan). 1. Mekanisme pembayaran Mekanisme pembayaran iuran peserta kepada BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kepesertaan yang terdaftar di BPJS Kesehatan. a. Iuran bagi peserta PBI dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan. b. Iuran bagi peserta yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah dibayarkan oleh Pemerintah Daerah dengan besaran iuran minimum sama dengan besar iuran untuk peserta PBI. c. Iuran Jaminan Kesehatan bagi Peserta Pekerja Penerima Upah dibayar oleh pemberi kerja dan pekerja dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Pemberi kerja memungut iuran dari pekerja dan membayar iuran yang menjadi tanggung jawab pemberi kerja kemudian iuran disetorkan ke BPJS Kesehatan. 2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sebagai pemberi kerja menyetorkan iuran kepada BPJS Kesehatan melalui rekening kas negara dengan tata cara pengaturan penyetoran dari kas negara kepada BPJS
46
Kesehatan sebagaimana diatur oleh Kementerian Keuangan. d. Iuran bagi Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja dibayarkan oleh peserta sendiri kepada BPJS Kesehatan sesuai dengan kelas perawatannya. e. Iuran bagi penerima pensiun, veteran, dan perintis kemerdekaan dibayar oleh pemerintah kepada BPJS Kesehatan. 2. Besaran Iuran Peserta a. Pekerja Penerima Upah (PNS,TNI,POLRI,Pejabat Negara,Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri) 1) Iuran jaminan kesehatan sebesar 5% dari gaji/upah perbulan, di mana 3% dibayar oleh pemberi kerja dan 2% dibayar oleh pekerja. 2) Gaji atau Upah yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran bagi PNS, TNI/POLRI dan Pejabat Negara adalah gaji pokok dan tunjangan keluarga. 3) Gaji dan upah yang dipakai sebagai dasar perhitungan iuran untuk pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri adalah penghasilan tetap dengan batas paling tinggi sebagai dasar perhitungan 2 kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Status Kawin anak 1. b. Pekerja Penerima Upah selain peserta di atas 1) Iuran Jaminan Kesehatan sebesar 4,5% dari gaji atau upah yang diterima setiap bulan, di mana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 0,5% dibayar oleh pekerja. 2) Iuran jaminan kesehatan yang dibayarkan mulai 1 juli 2015 sebesar 5% dari gaji/upah yang diterima setiap bulan, di mana 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh pekerja. 3) Gaji atau upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran jaminan kesehatan terdiri dari gaji pokok dan tunjangan tetap. Batas paling bawah gaji atau upah perbulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah upah minimum kabupaten Kota yang berlaku. Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran adalah 2 kali Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dengan status kawin anak 1. 4) Untuk keluarga lainnya, yaitu terdiri dari anka keempat dan seterusnya, orang tua dan mertua besaran iuran sebesar 1% per orang dari gaji/upah sesuai ketentuan. 5) Untuk tambahan kerabat, seperti kakak, adik, keponakan, asisten rumah tangga, sopir dan sebagainya,
47
besaran iuran adalah nominal sesuai dengan pilihan ruang kelas perawatan. c. Untuk peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran dibayarkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Kesehatan kepada BPJS Kesehatan besarannya sesuai kelas perawatan. d. Untuk peserta umum membayar secara mandiri baik melalui pembayaran tunai melalui instansi pembayaran yang telah berkerja sama atau auto debet melalui Bank tertentu. e. Besaran iuran sesuai kelas perawatan yang dipilih adalah sebagai berikut: 1) Kelas 1 = besar iuran yang harus dibayar adalah Rp. 80.000,-/orang/bulan. 2) Kelas II = besar iuran yang harus dibayar adalah Rp. 51.000,-/orang/bulan. 3) Kelas III = besar iuran yang harus dibayar adalah Rp. 25.500,-/orang/bulan. 3. Ketentuan Hak Ruang Kelas Perawatan Peserta a. Untuk peserta umum ruang kelas perawatan sesuai dengan kelas perawatan yang dipilih. b. Untuk PNS, TNI/POLRI dan Penerima Pensiun beserta keluarganyya hak kelas perawatannya adalah: 1) Kelas I = PNS dan Penerima Pensiun Golongan Ruang III dan IV serta TNI/POLRI dan penerima Pensiun serta PNS Golongan ruang III dan IV. 2) Kelas II = PNS dan Penerima Pensiun Golongan ruang I dan II serta TNI/POLRI dan Penerima Pensiun serta PNS Golongan ruang I dan II. c. Kelas I = Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah di atas 1,5 kali dengan status kawin anak 1, beserta anggota keluarganya. d. Kelas II = Pekerja Penerima Upah dan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri dengan gaji atau upah sampai dengan 1,5 kali PTKP dengan status kawin anak 1, beserta anggota keluarganya.
48
E. BPJS di Kota Salatiga 1. Sejarah singkat Kota Salatiga Cikal bakal lahirnya Salatiga tertulis dalam batu besar berjenis andesit berukuran panjang 170cm, lebar 160cm dengan garis
lingkar
5
meter
yang selanjutnya
disebut
prasasti
Plumpungan. Berdasarkan Prasasti yang berada di Dukuh Plumpungan, Kelurahan Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo itu, maka Salatiga sudah ada sejak tahun 750 Masehi, yang ada pada saat itu merupakan wilayah Perdikan. Sejarahwan yang sekaligus Ahli Epigraf Dr. J. G. de Casparis mengalihkan tulisan tersebut secara lengkap yang selanjutnya disempurnakan oleh Prof. Dr. R. Ng Poerbatjaraka. Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum tentang status tanah perdikan atau swatantra bagi suatu daerah yang ketika itu bernama Hampra, yang kini bernama Salatiga. Pemberian perdikan tersebut merupakan hal yang istimewa pada masa itu oleh seorang raja dan tidak setiap daerah kekuasaan bisa dijadikan daerah Perdikan. Perdikan berarti suatu daerah dalam kerajaan tertentu yang dibebaskan dari segala kewajiban pembayaran pajak atau upeti karena memiliki kekhususan tertentu. Dasar pemberian daerah
49
perdikan itu diberikan kepada desa atau daerah yang benar-benar berjasa kepada seorang raja. Prasasti yang diperkirakan dibuat pada Jumat, 24 Juli tahun 750 Masehi itu, ditulis oleh seorang Citraleka, yang sekarang dikenal dengan sebutan penulis atau pujangga, dibantu oleh sejumlah pendeta atau resi dan ditulis dalam bahasa jawa kuno: "Srir Astu Swasti Prajabyah" yang berarti "Semoga Bahagia, Selamatlah Rakyat Sekalian". Sejarahwan memperkirakan, bahwa masyarakat Hampra telah berjasa kepada Raja Bhanu yang merupakan seorang raja besar dan sangat memperhatikan rakyatnya, yang memiliki daerah kekuasaan meliputi sekitar Salatiga, Kabupaten Semarang, Ambarawa, dan Kabupaten Boyolali. Penetapan di dalam prasasti itu merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah Perdikan dan dicatat dalam prasasti Plumpungan. Atas dasar catatan prasasti itulah dan dikuatkan dengan Perda No. 15 tahun 1995 maka ditetapkan Hari Jadi Kota Salatiga jatuh pada tanggal 24 Juli. 2. Gambaran Umum BPJS Kota Salatiga Untuk Kota Salatiga sendiri merupakan Kota yang kecil dengan penduduk rata-rata pendatang yang sebagian sudah pindah domisili menjadi warga Kota Salatiga. Kantor cabang BPJS Kota
50
Salatiga beralamat di Jl. Veteran No. 4 Kota Salatiga Jawa Tengah 50717. BPJS di Kota Salatiga masih belum banyak dikenal secara rinci oleh
masyarakat. Sebagian masyarakat mengenal istilah
BPJS tetapi mereka tidak memahami apa itu BPJS. Kebanyakan dari mereka mengetahui BPJS hanyasebatas biaya berobat gratis dengan kewajiban membayar iuran setiap bulannya.
Hal ini
kemungkinan disebabkan kurang optimalnya sosialisasi dan pihak BPJS perlu meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat mengenal lebih dekat BPJS. Faktor lain yang menjadi penyebabnya adalah kurangnya rasa ingin tahu dari masyarakat tentang program yang direncanakan oleh pemerintah. Selain itu, banyak pula masyarakat yang tidak mau turut serta menjadi peserta BPJS karena mereka merasa tidak membutuhkan. Kurang lebih 30% kalangan masyarakat menganggap bahwa BPJS tidak penting. Anggapan ini dikarena mereka merasa apa yang mereka punya sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan kesehatan mereka. Kalangan ini merupakan kalangan menengah keatas yang notabenenya kebanyakan pegawai negeri yang sudah memiliki tunjangan tersendiri. Sebagian masyarakat lain merasa tidak mau untuk turut menjadi peserta BPJS karena mereka merasa
51
dana iuran yang
mereka bayarkan akan hangus atau hilang tanpa ada manfaat yang mereka peroleh dari pemerintah jika tidak terjadi resiko di masa yang akan datang. Dengan alasan inilah mereka merasa dirugikan secara materi. Kalangan ini di dominasi oleh kalangan ekonomi menengah kebawah yang menjadi peserta mandiri. 3. Faktor Pendukung dan Penghambat Kinerja BPJS Kota Salatiga Sejauh ini pihak BPJS mengakui ada banyak faktor pendukung kinerja BPJS di Kota Salatiga.Salah satu faktor yang sangat mendukung kinerja BPJS ialah dukungan yang diberikan dari pemerintah Kota Salatiga juga antusias masyarakat Kota Salatiga. Dukungan dari pemerintah ini terbukti dengan ikut sertanya instansi pemerintah dalam sosialisasi program JKN ini kepada masyarakat khususnya Kota Salatiga.Beberapa waktu lalu, BPJS dengan didampingi oleh Dinas Kesehatan Kota Salatiga melakukan sosialisasi program JKN ke beberapa kelurahan yang masuk wilayah kecamatan yang ada di Kota Salatiga. Sosialisasi ini diharapkan akan menimbulkan rasa kepedulian masyarakat terhadap keselamatan jiwa mereka dengan cara memperoleh pelayanan kesehatan yang praktis dan mudah, apalagi sosialisasi yang dilakukan oleh BPJS kali ini didampingi oleh Dinas Kesehatan Kota Salatiga, hal ini tentu akan sangat
52
mendukung proses untuk mengajak masyarakat Kota Salatiga sadar akan pentingnya kesehatan. Untuk Kota Salatiga sendiri, kepesertaan masyarakat dan antusias terhadap program BPJS bisa dibilang cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan pencapaian BPJS untuk mengikutsertakan masyarakat Kota Salatiga sebagai peserta BPJS per bulan maret 2016 telah mencapai 77% dan presentase ini diharapkan akan terus meningkat. BPJS Kota Salatiga mengakui, sejauh ini tidak ada faktor penghambat yang sangat berat, hanya saja kantor BPJS Kota Salatiga ini hanya memiliki 2 orang pegawai/staff tetap, selebihnya merupakan karyawan dengan sistem kerja kontrak yang setiap tahunnya dilakukan penggantian karyawan. Penggantian karyawan di setiap tahunnya ini sebenarnya tidak terlalu mempengaruhi kinerja BPJS tetapi paling tidak setiap tahun juga BPJS harus mengulang training untuk setiap karyawan baru.Ketika diwawancara terkait hal ini, pimpinan BPJS Kota Salatiga Bapak Hafidh Nugroho menyampaikan bahwa hal ini bukanlah suatu penghambat bagi BPJS untuk melaksanakan tugasnya. Kedepan,
BPJS
sangat
berharap
kepada
masyarakat
khususnya yang ada di Kota Salatiga untuk bisa mendukung berjalannya program JKN ini dengan mengikut sertakan diri
53
sebagai peserta BPJS juga mengubah pola fikir mereka yang selama ini menganggap BPJS tidak penting menjadi BPJS itu kebutuhan, dengan demikian ada keseimbangan antara target yang ingin dicapai oleh BPJS dengan pelaksanaannya. Berkaitan dengan mencuatnya isu-isu yang sedang hangat diperbincangkan masyarakat saat ini yang berkaitan dengan halal atau haramnya BPJS, pihak BPJS khususnya cabang Kota Salatiga menentang hal ini.
Pimpinan BPJS Kota Salatiga menjelaskan
bahwa secara garis besar dana iuran peserta BPJS dikelola sesuai dengan aturan yang ada. Dana iuran BPJS itu dialirkan sebagai dana sosial bagi para peserta BPJS dan BPJS tidak mengambil keuntungan atau profit demi kepentingan pribadi dari dana iuran tersebut. Ketika ditanya tentang bagaimana BPJS mampu membayar gaji karyawan dan bagaimana BPJS mampu menjalankan kegiatan operasional jika BPJS tidak meraup keuntungan dari dana iuran tersebut, pihak BPJS dengan sangat tegas menjawab bahwa segala bentuk pengeluaran BPJS baik yang berkaitan dengan gaji karyawan maupun kegiatan operasional lainnya BPJS sudah memiliki dana anggaran sendiri dari pusat. Secara garis besar antara dana iuran peserta dan operasional intern BPJS tidak dicampur aduk, kedua dana tersebut memiliki alur sendiri-sendiri.
54
4. Stuktur Organisasi Mengingat bahwa BPJS Kota Salatiga saat ini hanya memiliki 2 karyawan tetap maka struktur kepegawaian BPJS Kota Salatiga dapat dilihat pada bagan dibawah ini. KEPALA LAYANAN OPERASIONAL KOTA/KABUPATEN
STAF PEMASARAN, KEPESERTAAN, DAN UPMP4
STAF PENAGIHAN STAF MPK STAF VERIFIKATOR
5. Jasa yang dilayani Sebagaimana kita ketahui bahwa BPJS merupakan badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial dengan bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak. Jika kita mengutip visi dari lembaga BPJS paling lambat per tanggal 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia memiliki jaminan
kesehatan
nasional
55
untuk
memperoleh
manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya. Target
yang
dibuat
pemerintah
tentang
kepesertaan
masyarakat dalam jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS ini menimbulkan banyak konflik, salah satu yang menjadi konflik paling dominan ialah permasalahan iuran setiap bulannya. Apalagi per tanggal 1 april 2016 kemarin kenaikan biaya iuran wajib perbulan bagi peserta BPJS telah diberlakukan. Untuk BPJS Kota Salatiga sendiri kepesertaan masyarakatnya telah mencapai 77% dari jumlah masyarakat yang ada di Kota Salatiga.BPJS Kota Salatiga ini juga sering melaksanakan program sosialisasi ke beberapa kecamatan. Setiap masyarakat yang ingin menjadi peserta BPJS bisa dilayani di kantor cabang yang ada di Kota Salatiga dengan melampirkan berkas persyaratan berupa: 1. Foto copy KTP 2. Foto copy Kartu Keluarga 3. Foto berwarna ukuran 3x4 sebanyak 2 lembar 4. Mengisi formulir pendaftaran Setelah berkas persyaratan terpenuhi, BPJS Kesehatan akan memberikan nomor account (Virtual Account) untuk dibayar iurannya melalui kantor Bank terdekat yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan (Bank Mandiri, Bank BRI dan Bank BNI).
56
Kemudian setelah membayar iuran dari Bank, calon peserta ini kembali ke kantor BPJS Kesehatan untuk menyerahkan bukti pembayaran iuran dari Bank dan mendapatkan kartu peserta dan telah sah menjadi peserta BPJS yang memiliki hak dan kewajiban sebagai peserta BPJS. Bagi masyarakat yang kurang mampu, mereka bisa memperoleh pengobatan gratis dengan kartu BPJS. Untuk mendapatkan kartu berobat gratis itu masyarakat yang kurang mampu tersebut harus memperoleh rekomendasi dari pemerintahan desa. Pemerintahan desa menyerahkan data masyarakat kurang mampu ke Dinas Sosial yang nantinya akan diurus prosesnya sampai Kementrian Kesehatan sehingga masyarakat tersebut bisa memperoleh kartu sehat secara gratis tanpa dipungut biaya karena biaya pengobatan sudah ditanggung oleh pemerintah atau dalam hal ini olehKementrian Kesehatan. Adapun hak dan kewajiban peserta BPJS adalah: a. Mendapatkan kartu peserta sebagai bukti untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang dibutuhkan. b. Memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur pelayanan kesehatan BPJS sesuai ketentuan yang berlaku. c. Mendapat pelayanan kesehatan di fasilitas yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan dalam waktu 24 jam. d. Menyampaikan keluhan atau pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke kantor BPJS kesehatan sebagai penyelenggara resmi JKN.
57
Setelah mengetahui hak-hak sebagai peserta BPJS Kesehatan, ada beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sebagai peserta BPJS Kesehatan, adapun kewajiban tersebut antara lain: a. Setelah mendaftar sebagai peserta BPJS, maka peserta wajib membayar iuran yang besarannya sesuai dengan pilihan kelas yang dipilih dan sesuai dengan ketentuan yang diberlakukan oleh pihak BPJS. b. Melakukan pelaporan jika terdapat perubahan data peserta baik disebabkan pernikahan, kematian, kelahiran, pindah alamat, atau pindah fasilitas kesehatan tingkat 1. c. Menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang, atau dimanfaatkan orang lain yang tidak berhak mendapatkan fasilitas kesehatan dari BPJS. d. Menaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan mulai dari pendaftaran, alur pelayanan dan pembayaran iuran. 6. Kepesertaan Sejauh ini kepesertaan masyarakat Kota Salatiga pada program BPJS telah mencapai 77%. Masyarakat Kota Salatiga mengakui bahwa program BPJS sangat membantu mereka terutama mereka yang memiliki penghasilan ekonomi menengah kebawah. Kaitannya
dengan
kepesertaan
sebagian
dari
mereka
mengakui bahwa mereka ikut menjadi peserta secara suka rela atau atas kehendak mereka masing-masing namun ada juga di antara mereka yang menjadi peserta BPJS karena merasa dituntut oleh aturan pemerintah yang mewajibkan mereka untuk ikut menjadi peserta BPJS.
58
Tuntutan dari pemerintah yang bersifat wajib ini menuai berbagai respon dari masyarakat.Hampir 45% dari mereka mengeluhkan tentang jumlah premi yang harus dibayar setiap bulannya. Ada sekitar 30% dari masyarakat yang mengeluhkan program BPJS karena ketidakfahaman mereka tentang apa itu BPJS. Mereka ini merupakan kalangan yang bisa dikatakan non akademisi atau dalam istilah lain merupakan masyarakat awam. Berkaitan dengan kinerja BPJS, ada sekita 10% Masyarakat yang notabenenya merupakan masyarakat beragama Islam yang kental dan sebagian dari mereka merupakan masyarakat yang akademisi juga mengkritisi BPJS senada dengan Majelis Ulama Indonesia. Kritik ini berkenaan dengan sistem dan tata pengelolaan dana
BPJS.
Mereka
berharap,
program
BPJS
hendaknya
disesuaikan dengan asuransi yang menggunakan prinsip syariah. Dengan demikian, masyarakat Indonesia yang mayoritas merupkan umat Islam merasa nyaman dalam bertransaksi. Hal ini seharusnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah.Selain karena mayoritas masyarakat Indonesia adalah Islam, ini juga bisa dinyatakan sebagai demokrasi negara.
59
Berhubungan dengan kepesertaan, hampir 90% dari mereka dan rata rata merupakan masyarakat non akademisi mengakui bahwa mereka tidak tahu banyak mengenai pengelolaan dana iuran BPJS yang mereka bayarkan setiap bulan. Bahkan di antara mereka ada yang mengira bahwa iuran BPJS itu merupakan tabungan yang suatu saat bisa mereka ambil. Kebanyakan masyarakat ( didominasi masyarakat dengan ekonomi
menengah
kebawah)
sebelum
adanya
perubahan
peraturan baru mereka mengeluhkan tentang sistem kelas rawat.Sistem kelas rawat ini bagi mereka cenderung membedabedakan yang berujung kecemburuan sosial. Berkenaan dengan dana iuran yang mereka bayarkan setiap bulan, hampir 85% dari masyarakat Kota Salatiga tidak mengetahui kemana dana mereka akan diputar. Bahkan, mereka yang beragama Islam pun sepertinya kurang memperdulikan akan akad yang mereka lakukan apakah telah sesuai syariat atau belum. Mereka bahkan tidak peduli mengenai riba, gharar dan lain sebagainya. Mereka hanya mengetahui sebatas menaati peraturan yang telah dibuat juga sebagai jembatan untuk sedikit meringankan beban mereka jika sewaktu-waktu terjadi resiko yang tidak diinginkan. Permasalahn ini kemungkinan besar disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka tentang muamalah Islam. Faktor
60
lain yang menjadi penyebabnya adalah, kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap produk-produk syariah yang saat ini sedang berkembang.
Kurangnya
kepercayaan
ini
disebabkan
oleh
ketidakjelasan pelaksanaan akad syariah tersebut.Bahkan, tidak sedikit produk syariah yang hanya menjadikan syariah sebagai lebel atau formalitas semata. 7. Pengelolaan Dana Iuran Peserta BPJS Asuransi pada umumnya, melakukan pengelolaan dana iuran dengan dua cara yakni pengelolaan dana iuran murni dan dana investasi. Pengelolaan dana iuran pada asuransi BPJS hanya menerima satu pengelolaan dana saja yakni, dana iuran bantuan murni non saving. Artinya, BPJS tidak menerima investasi dari para pesertanya dan hal ini berarti dana iuran yang telah dibayarkan tidak dapat diambil kembali kecuali jika terjadi resiko pada diri peserta. Semua perusahaan asuransi diberi amanah untuk mengelola premi dengan cara yang halal dan memberikan santunan kepada pihak yang mengalami musibah sesuai dengan akad yang telah dibuat (Nopriansyah: 2016: 74). Secara garis besar penulis akan memberikan gambaran bagaimana dana iuran BPJS di kelola. Penjelasan tersebut dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
61
PESERTA
PREMI
62
BANK
BPJS
KLAIM
RESIKO PESERTA
KARTU PESERTA
Dari bagan di atas dapat dijelaskan bahwa, setelah peserta melakukan pembayaran pertama peserta akan memperoleh kartu kesehatan BPJS. Bagi setiap peserta yang telah melakukan pembayaran, mereka memiliki hak untuk mendapatkan pengobatan gratis apabila terjadi resiko pada diri mereka. Dana dari peserta tersebut masuk ke rekening BPJS melalui Bank Nasional (BRI,Mandiri dan BNI). Setelah dana iuran dibayarkan pada rekening BPJSmaka, dana itu berada di Bank konvensional dan setiap bulannya akan memperoleh tambahan atau bunga. Jika sewaktu waktu terjadi resiko pada diri peserta maka peserta dapat mengajukan klaim melalui BPJS untuk mendapat pengobatan gratis sesuai dengan kelas masing-masing. Pencairan dana klaim ini sudah pasti tidak lepas pula dari tambahan (suku bunga) yang diperoleh dari Bank terkait. Dengan demikian, secara tidak langsung kita selaku peserta dibiayai oleh pemerintah dengan dana iuran yang telah tercampur dengan bunga Bank yang diperoleh setiap bulan. Mengenai hal ini, pihak BPJS Kota Salatiga mengelak untuk menanggapi. Menurut mereka, hal ini diluar wewenang BPJS karena,pihak BPJS hanya melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Kementrian Kesehatanuntuk menjadi sarana dan fasilitas bagi 63
masyarakat agar masyarakat bisa mendapatkan kemudahan serta keringanan untuk menghadapi resiko kesehatan yang terjadi. Pihak BPJS menyampaikan bahwa, mereka tidak memiliki wewenang untuk menentukan Bank atau lembaga mana yang akan mereka jadikan jembatan masuknya dana iuran tersebut. Pihaknya juga menanggapi bahwa, tidak ada pilihan Bank lain yang bisa mereka jadikan jembatan penyaluran dana iuran karena, di Indonesia sendiri belum ada Bank Nasional yang menerapkan prinsip syariah dan bisa dijangkau oleh seluruh masyarakat. Mengenai polemik tersebut, penulis menganggap wajar saja jika dana iuran ini masuk melalui Bank yang didalamnya menerapkan sistem konvensional. Sejauh ini, di Indonesia belum ada BankSyariah yang secara totalitas menjalankan kegiatannya dengan prinsip syariah yang bisa dijangkau oleh masyarakat Indonesia disegala nusantara. Hal ini tentu saja menjadi faktor penghambat jika kita menginginkan program BPJS menerapkan proses pembayaran yang berbasis syariah.
64
BAB IV ANALISIS A. Analisis Pengelolaan Dana Iuran BPJS di Kota Salatiga Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa dana yang masuk dan dikelola oleh BPJS merupakan dana yang berasal dari iuran peserta setiap bulannya. Dana iuran ini masuk melalui Bank nasional sebagaimana dijelaskan pada pemaparan sebelumnya. Dana iuran ini setiap bulannya akan mendapat ziyadah atau tambahan yang dalam dunia perbankan disebut bunga atau riba. Bertambahnya dana ini merupakan dana yang haram menurut syariat Islam karena Islam melarang adanya riba dalam suatu muamalah. Berkaitan dengan pengelolaan dana iuran ini, BPJS berperan sebagai perantara. Maksudnya, BPJS tidak memiliki wewenang secara langsung untuk menentukan kemana dan bagaimana dana iuran tersebut akan dikelola. Keadaan ini disebabkan oleh faktor kedudukan BPJS yang membawahi Kementrian Kesehatan dalam menjalankan progran JKN ini. BPJS sendiri mengakui bahwa pihaknya hanya menjalankan apa yang menjadi tugas mereka tanpa memiliki wewenang untuk membuat aturan sendiri, termasuk didalamnya berkenaan dengan prosedur pembayaran iuran peserta setiap bulannya. Pihak BPJS memberi penjelasan bahwa, dana yang telah masuk dari setiap peserta setiap bulannya itu tidak selalu dalam keadaan diam. Maksudnya, setiap haridana 65
itu diputar karenasetiap hari pasti terjadi klaim peserta dari berbagai wilayah dan daerah yang berbeda-beda. Setiap peserta yang mengalami resiko, dapat mengajukan klaim untuk mendapatkan dana berobat gratis. Pengobatan ini dilakukan di Fasilitas Kesehatan tingkat I (puskesmas atau dokter yang telah berkerja sama dengan BPJS), apabila fasilitas kesehatan tingkat I tidak mampu untuk memberikann pelayanan maka peserta dapat meminta surat rujukan dari Faskes I untuk mendapat perawatan lebih intensif di rumah sakit di wilayahnya masing-masing. Perlu diingat kembali bahwasanya BPJS ini merupakan sistem asuransi non saving, artinya peserta BPJS tidak akan mendapatkan kembali dana iuran yang telah disetorkan kecuali adanya resiko yang terjadi. B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pengelolaan Dana BPJS di Kota Salatiga Dalam Fatwa DSN No: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang akad tabarru‟ dijelaskan bahwa pengelolaan dana asuransi hanya boleh dilakukan oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang amanah. Ini berarti bahwa yang boleh mengelola dana iuran peserta BPJS itu adalah pihak BPJS yang dalam hal ini di atasi oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
66
Hukum Islam telah memberikan aturan tersendiri tentang muamalah yang didalamnya juga tercantum tentang pengelolaan dana asuransi. Hukum Islam melarang keras adanya unsur-unsur yang bersifat merugikan satu pihak dan pihak lain meraup keuntungan pribadi. Dalam ushul fiqh terdapat kaidah yang berbunyi :
األَصْ ُم فِ ْي األَ ْشيَا ِء ا ِإلبَا َحةُ َحتَّى يَ ُد َّل ان َّدنِ ْي ُم َعهَى تَحْ ِر ْي ِم ِه Hukum asal setiap perkara adalah mubah (boleh) sampai ada dalil yang mengharamkannya. Maksud dari kaidah di atas adalah, hukum asal setiap perkara itu diperbolehkan sebelum kita mengetahui terdapat dalil atau hukum yang melarangnya. Akan tetetapi kita tidak boleh asal memperbolehkan setiap perkara yang kita temui sebelum kita tahu jelas tentang hukumnya. Misal, jika kita menemukan perkara yang membuat kita ragu antara halal atau haram, maka sebaiknya kita menjauhi perkara tersebut karena Islam mengajarkan kita untuk menjauhi perkara yang syubhat. Dalam kaitanya dengan pengelolaan dana iuran BPJS, penulis menganggap bahwa prosedur pengelolaan dana iuran asuransi BPJS belum memenuhi syarat asuransi dengan prinsip syariah. Hal ini dapat di nilai dari proses pengelolaan dana yang ada di BPJS yang menurut penulis mengandung unsur gharar dan riba.
67
Dikatakan gharar karena masyarakat dituntut untuk wajib mengikuti program pemerintah tanpa ada pengecualian dengan membayarkan iuran setiap bulannya dan masyarakat tidak mengetahui apakah mereka akan mengalami resiko atau tidak. Jika peserta BPJS ini mengalami resiko sudah jelas adanya hubungan timbal balik antara BPJS dan peserta. Akan tetetapi jika tidak terjadi resiko, maka masyarakat akan merasa dirugikan karena uang yang telah mereka bayarkan setiap bulannya tidak dapat diambil kembali dan dianggap masuk dalam kas negara yang digunakan untuk kepentingan bersama. Selain karena hal di atas, kenyataan yang ada dalam pelaksanaan BPJS pun dirasa kurang sesuai dengan tujuannya. Salah satu tujuan adanya program BPJS adalah demi kesejahteraan bersama. Kaidah ushul fiqh yang lain berbunyi :
ِٔ ٍُ ْب ِ ٌموْٞ ُِِ فَا ْى َخ َأ ُ فْٞ ِٞ ِٔ اىتَّ ْعْٞ ُِ ْ تَ َزطُ فٝ ٍَا Sesuatu yang didalamnya disyaratkan ta‟yin, maka jika salah menentukannya akan membatalkan. Kaidah ini menjelaskan tentang keharusan kita untuk menjelaskan dengan rinci tentang hal-hal yang berkenaan dengan muamalah antar sesama manusia. Jika dikaitkan dengan asuransi kesehatan BPJS, ini berarti bahwa dalam pelaksanaannya BPJS harus menjelaskan secara rinci
68
tentang apa itu BPJS dan bagaimana pelaksanaan programnya kepada para calon peserta yang akan mendaftarkan diri. Pimpinan kantor cabang BPJS Kota Salatiga menolak jika pihaknya dianggap tidak memberikan penjelasan secara rinci kepada masyarakat sebelum mereka menjadi peserta. Setelah diteliti lebih jauh, pada kenyataannya banyak sekali masyarakat yang turut menjadi peserta BPJS tetapi tidak mengerti dengan jelas tentang pelaksanaan program tersebut. Hampir 90% dari informan yang penulis temui menyampaikan keluhan mereka. Di antara keluhan tersebut, mereka menyatakan jika pemerintah menginginkan kesejahteraan atas
diri
mereka selaku
masyarakat, maka tidak perlu ada sistem kelas perawatan sebagaimana yang ada di BPJS. Bagi mereka, sistem kelas yang diberlakukan BPJS menimbulkan cemburu sosial yang bisa berakibat pada membeda-bedakan suku, kaya dan miskin, pegawai dan non pegawai. BPJS dianggap mengandung unsur riba karena prosedur pembayaran dana iuran BPJS ini dilakukan melalui Bank Nasional Konvensional yang dalam pelaksanaan pada umumnya BankBank ini menerapkan sistem riba atau tambahan. Tambahan yang diperoleh setiap bulan direkening iuran BPJS ini sudah jelas keharamannya dan tidak menutup kemungkinan uang tambahan ini digunakan untuk membayar klaim jika terjadi risiko pada diri peserta BPJS.
69
Dilihat dari hal di atas sudah cukup jelas mengenai status hukum pengelolaan dana iuran BPJS menurut hukum Islam. Tetapi kita semua tidak boleh menutup mata atau memandang sebelah mata. Kembali lagi pada suatu keadaan di mana kita hidup bukan di Negara Islam. Diakui atau tidak sejauh ini negara Republik Indonesia yang memiliki penduduk muslim terbesar ini tidak bisa menerapkan hukum Islam 100%. Dalam ushul fiqh terdapat sebuah kaidah yang bebunyi:
ب أَ َخفِّ ِٖ ََا ْ ِض َز ًرا ب َ أَ ْ ظَُٖ ََاَٜ ِ ٗس َ تَا ُِ ُر َ ض ٍَ ْف َ إِ َذا تَ َعا َر ِ ارتِ َنا Jika terdapat dua perkara yang merusak berlawanan, maka dijaga yang lebih besar kemudlorotannya dengan melaksanakan yang lebih ringan. Dipandang
dari
sisi
pengelolaan
dananya
BPJS
memang
mengandung unsur riba, tetapi jika kita memandang dari sisi kemanfaatannya, maka kita akan menemukan banyak sekali masyarakat kecil yang merasa terbantu dengan adanya program JKN ini. Masyarakat kebanyakan merasa diringankan bebannya dalam bidang penanganan kesehatan. Dengan demikian sisi mana yang akan kita ambil sebagai jalan tengah itu bergantung pada diri kita masing-masing. Kita semua mengetahui bahwa, Indonesia ini sendiri belum memiliki lembaga keuangan syariah(yang menerapkan prinsip syariah secara totalitas) yang dapat dijangkau oleh seluruh rakyat Indonesia yang bisa menjadi fasilitas untuk bertransaksi terutama mengenai pembayaran premi BPJS. Hal ini tentu sangat mempengaruhi pola fikir para pembuat
70
ketentuan untuk memutuskan lembaga mana yang akan mereka pilih sebagai jalur untuk menjalankan programnya. Begitu juga dengan pihak BPJS, mereka memiliki program jaminan kesehatan yang diharapkan dapat dinikmati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Seiring dengan adanya programini, bagaimana bisa mereka menyesuaikan prosedur pembayaran dengan prinsip syariah sedangkan saat ini mereka tidak memiliki pilihan lembaga keuangan yang menerapkan prinsip syariah secara totalitas. Permasalahan diataslah yang menjadi alasan bagi
mereka untuk
akhirnya memilih lembaga keuangan konvensional meskipun tidak sesuai dengan harapan dari banyak kalangan terutama mereka yang menganut agama Islam. Melihat keadaan masyarakat Indonesia yang mayoritas muslim yang sebagian besar dari mereka merasa ragu dengan asuransi BPJS sebab akad dan pengelolaan dananya, seharusnya pemerintah bisa memberi solusi terhadap keraguan ini. Pemerintah diharapkan bisa memberikan penjelasan dan jalan keluar dari persoalan yang berkecamuk dalam diri masingmasing masyarakat dengan tujuan agar tercapainya kesejahteraan bersama sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu solusi yang sangat dinantikan oleh banyak kalangan terutama masyarakat Indonesia yang beragama Islam adalah pemerintah menyesuaikan tata pelaksanaan dan pengelolaan dana iuran asuransi BPJS
71
ini dengan aturan hukum Islam dan pemerintah diharapkan dapat menjadi pelopor terciptanya lembaga keuangan syariah yang secara totalitas menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah hal ini tentu saja membutuhkan bantuan dan dorongan dari masyarakat sebagai pelaku muamalah. Sehingga, tidak terjadi kesenjangan antara tuntutan pemerintah yang mewajibkan seluruh lapisan masyarakat untuk turut serta menjadi peserta BPJS dengan syariat agama Islam yang mereka anut. Penulis berharap pihak BPJS akan menciptakan suatu lembaga khusus untuk mengelola dana iuran tersebut. Lembaga khusus ini diharapkan dapat tersebar diseluruh wilayah sehingga paling tidak dana iuran peserta tidak masuk melalui rekening konvensional. Jika sudah ada lembaga khusus untuk pengelolaan dana iuran ini maka diharapkan dana iuran BPJS akan terhindar dari menyalahi aturan hukum Islam. Sehingga hal ini akan menumbuhkan kepercayaan masyarakat untuk ikut serta menjadi peserta BPJS secara suka rela tanpa merasa terpaksa.
72
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari uraian pembahasan di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa: 1. Asuransi
dalam
hukum
Islam
adalah
suatu
pengaturan
pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan syariah, tolong menolong secara mutual yang melibatkan peserta dan operator. Dalam bahasa Arab asuransi disebut at-ta‟min, at-takaful dan tadamun. At-ta‟min berari perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut. At-takaful secara etimologis berarti menjamin atau saling menanggung atau secara muamalah adalah saling memikul resiko di antara sesama manusia sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas risiko yang terjadi terhadap orang yang lainnya. Tadamun juga berarti saling menanggung yang bertujuan untuk menutup kerugian atas suatu peristiwa dan musibah yang dialami seseorang dengan tujuan saling menolong bukan untuk meraih keuntungan secara pribadi. Kaitannya dengan asuransi, hukum Islam telah mengatur tentang bagaimana asuransi itu dilaksanakan. Akad dalam asuransi harus dilakukan dalam keadaan pihak yang rela sama rela tanpa adanya
73
paksaan dari pihak lain. Sebelum melaksanakan akad, kedua belah pihak harus mengetahui secara rinci tentang perjanjian yang akan mereka lakukan jangan sampai ada pihak yang dirugikan dan pihak lain yang meraup keuntungan pribadi. Perjanjian tersebut tidak boleh mengandung unsur gharar, riba, maisir serta unsur lain yang terlarang dalam hukum Islam. Dalam perjanjian tersebut, pihak yang melakukan akad harus memahami apa saja hak dan kewajiban kedua belah pihak setelah mencapai kesepakatan. 2. Pengelolaan dana asuransi BPJS telahdiketahui mengandung unsur riba. Dikatakan mengandung unsur riba karena setiap bulan dana iuran yang masuk pada rekening BPJS sudah barang tentu mendapatkan
ziyadah
atau
tambahan
sebagaimana
Bank
konvensional pada umumnya. Selain itu, dana tambahan yang diterima setiap bulan dikelola bersamaan dengan dana iuran peserta dan disalurkan kepada setiap peserta yang mengajukan klaim. Secara tidak langsung, peserta yang mangalami resiko dan mengajukan klaim itu mendapatkan pembayaran berobat dari dana iuran dan dana tambahan dari bank atau bisaa disebut bunga. 3. Dalam hukum Islam perkara yang halal itu jelas dan yang haram itu juga jelas. Hukum bunga dalam Islam juga sangat jelas keharamanya dan sangat terlarang untuk ada dalam suatu
74
muamalah. Dengan demikian, jelaslah status hukum dari pengelolaan dana iuran asuransi BPJS Kesehatan ini, dengan adanya riba dalam pengelolaan dananya maka hukum dari pengelolaan dana iuran tersebut haram dan terlarang dalam Islam. Jika kita memandang dengan konsep ta‟awun dalam Islam, BPJS memang sangat berperan dalam hal ini. Masyarakat banyak yang merasa diringankan bebannya dengan hadirnya program JKN. Namun, sangat disayangkan jika dalam program yang bersifat ta‟awun ini didalamnya mengandung unsur terlarang meskipun adanya unsur ini dikarenakan tidak adanya pilihan lain yang bisa dijadikan solusi. HukumIslam sejatinya memiliki banyak solusi dari berbagai permasalahan yang ada, termasuk permasalahan yang berkaitan dengan pengelolaan dana iuran asuransi BPJS.Hubungannya dengan
dlarurat,
Islam
tetap
memberi
batasan
untuk
diperbolehkannya sesuatu yang terlarang karena adanya udzur. Sebagaimana dalam sebuah kaidah Ushul Fiqh:
َّ َما َجا َز نِه ضرُوْ َر ِة يُقَ َد ُر بِقَ ْد ِرهَا “ Apa yang diperbolehkan karena darurat harus diukur dengan kadar kedaruratannya “
Dari kaidah ini sudah cukup jelas, bahwa darurat dalam Islam juga memiliki batasan juga kadar. Kembali pada pangelolaan
75
dana iuran asuransi BPJS, semestinya para pembuat kebijakan bisa menghilangkan kedaruratan ini dengan mewujudkan adanya lembaga keuangan syariah yang benar-benar menerapkan prinsip syariahyang diawasi dengan baik sehingga tidak terjadi pelanggaran dalam pelaksanaannya. Lembaga ini hanya akan terwujud jika antara pembuat kebijakan, pelaku usaha, dan masyarakat mampu berkerja sama dengan baik. Dengan adanya lembaga keuangan berbasis syariah yang mampu dijangkau oleh seluruh masyarakat, diharapkan akan benar-benar menjadi solusi dari pertentangan antara riba dan ta‟awun dalam BPJS. B. Saran Dalam skripsi ini, penulis ingin memberikan saran kepada beberapa pihak yang bersangkutan dengan pokok pembahasan yakni pengelolaan dana iuran BPJS. Semoga saran ini bersifat membangun dan dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. 1. Kepada seluruh jajaran pemerintah mulai dari Presiden, Kementrian Kesehatan, Pihak BPJS dan seluruh lapisan yang merupakan pelopor adanya program BPJS, penulis sangat berharap dalam membuat suatu ketentuan atau aturan hendaknya mempertimbangkan dengan teliti tentang akibat dari adanya peraturan tersebut. Penulis juga berharap para pembuat kebijakan hendaknya sudah lebih dulu mempersiapkan solusi jika terjadi
76
suatu masalah yang terjadi setelah ketentuan itu dibuat. Sehingga, ketika terjadi pro kontra antara pemerintah selaku pembuat aturan dan masyarakat sebagai objek aturan, tidak menjadi polemik yang berkepanjangan dan dapat diselesaikan secepat mungkin. 2. Kepada para pelaku usaha dibidang lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan syariah. Penulis sangat berharap agar lebel syariah tidak hanya dijadikan sebagai formalitas untuk mencuri perhatian nasabah dan dijadikan ladang untuk meraup keuntungan. Lebel syariah hendaknya menjadi payung untuk kita berlindung dari segala tingkah laku yang menyalahi aturan dan prinsip
muamalah
syariah.
Sehingga
dengan
demikian
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga keuangan khususnya lembaga keuangan syariahakan terbangun dan tidak lagi menimbulkan perselisihan juga kecurigaan. Pengelolaan dana iuran BPJS perlu dilakukan revisi mengingat mayoritas masyarakat Indonesia beragama Islam agar tidak lagi terjadi polemik antara peraturan pemerintah dan keyakinan masyarakat terhadap agamanya. Untuk itu, kedepan diharapkan akan ada perbaikan sistem dari pihak pelaksana program. Perbaikan ini juga perlu dilakukan pada bagian awal pelaksanaan akad sampai pencairan dana bantuan untuk penerima resiko agar lebih berhati-hati dalam pengelolaan dana. Adanya lembaga
77
keuangan syariah yang menjalankan prinsip syariah secara totalitas dan dapat dijangkau oleh masyarakat diseluruh nusantara tentunya akan sangat membantu terciptanya muamalah yang sesuai dengan ajaran Islam. Hal ini tentunya menjadi PR bagi kita semua terutama para pelaku usaha keuangan yang berlebel syariah juga dewan pengawas syariah untuk mendorong dan membantu pemerintah mewujudkan harapan tersebut. 3. Kepada seluruh lapisan masyarakat selaku objek dari adanya program BPJS, penulis berharap masyarakat dapat membantu pemerintah dalam menjalankan program yang telah dirancang sedemikian rupa dan hendaknya masyarakat turut menjadi pengawas pelaku usaha yang menyalahi aturan hukum dan prinsip muamalah Islam agar di Indonesia lekas terwujud lembaga keuangan syariah dan lembaga lembaga lain yang bergerak dibidang muamalah yang benar-benar menerapkan prinsip syariah. 4. Kepada Civitas Akademika IAIN Salatiga, penulis berharap
tulisan ini tidak hanya dijadikan semata-mata syarat kelulusan. Penulis sangat berharap tulisan ini juga tulisan-tulisan rekan kami yang lain dapat menjadi acuan dan referensi pustaka bagi mahasiswa IAIN Salatiga khususnya dan masyarakat lain pada umumnya. Agar apa yang telah kami tulis tidaklah hanya sebatas coretan yang tiada bermanfaat.
78
79
80
81
82
83
84
85
86