TINJAUAN EPIDEMIOLOGIK ASPERGILLOSIS UNGGAS Sukardi Hastiono Balai Penelitian Penyakit Hewan, Bogor PENDAHULUAN Dibandingkan dengan penyakit mikotik lainnya, aspergillosis merupakan penyakit mikotik yang terbanyak kasusnya dan paling merugikan peternakan unggas di Indonesia, khususnya ayam (7) . Di pihak lain, aspergillosis juga merupakan penyakit pernafasan pada unggas yang paling sukar diobati dsn diagnose klinisnya masih sulit ditetapkan, karena gejalanya aspesifik (1 ) . Kejadian aspergillosis pada unggas di Indonesia pertama kali dilaporkan sekitar tahun 1952 (9) . Lebih dari 20 tshun kemudian, pengamatan dsn penelitiannya mulai digiatkan, dan beberapa laporan telah banyak ditulis (3, 4, 6, 7, 10, 11, 12) . Namun, sejauh itu, pembahasan epidemiologinya belum banyak dilakukan. Dalam tulisan ini, dari hasil pemeriksaan diagnostik spesimen ke arah aspergillosis yang dilakukan di laboratorium Mikologi Bakitwan selama 5 tahun terakhir (1979 - 1983), dicoba diungkapkan aspek epidemiologinya, khususnya ditinjau dari sudut ALI (Agen penyakit, Lingkungan yang mempengaruhi, dan Inang tempat penyakit bersarang) . Mengingat bahwa sebagian besar spesimen berasal dari Bogor dan sekitarnya, dsn juga analisanya dilakukan terhadap data masa lampau (re trospektif) yang terbatas pada apa yang ditemukan dari hasil pemeriksaan tersebut, maka tinjauan epidemiologik ini tidak mencerminkan epidemiologi aspergillosis unggas di Indonesia. Meskipun demikian, diharapkan tinjauan ini dapat menggambarkan situasi penyakit hingga saat ini secara garis besar.
HASIL DAN PEMBAHASAN Selama pengamatan 5 tshun secara retrospektif tersebut, telah diperiksa sebanyak 623 spesimen dengan hasil : 164 positif dan 459 ne gatif aspergillosis . Analisa epidemiologik terhadap spesimen sebanyak ini, khususnya ditinjau dari segi agen penyakit, lingkungan dan inangnya adalah sebagai berikut :
1 . Agen Dari sebanyak 164 kasus positif aspergillosis, maka sebesar 63,41 %, 28,05% dan 8,54% berturut-turut disebabkan oleh kapang Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus dan Aspergillus niger (Tabel 1) . Kesdaan ini sesuai dengan pendapat beberapa penulis sebagaimana telah dikutip oleh Ainsworth dan Austwick (1) . Wslaupun angka persentasenya selalu berbeda-beda (6, 7), namun tetap Aspergillus fumigatus (Gambar 1) sebsgai penyebab utama aspergillosis ini, disusul kemudian berturut-turut Aspergillus flavus dan Aspergillus niger. Sementara itu, kasus aspergillosis oleh Aspergillus terreus, Aspergillus nidulans dsn Aspergillus amstelodami yang menurut Ainsworth dan Austwick (1) dspat menjadi penyebab aspergillosis pada unggas, tidak dijumpai dalam pengamatan ini . Tabel 1 . Frekuensi kejadian aspergillosis pada unggas menurutjenis unggas dan spesies agennya (1979 - 1983) . Diagnose aspergillosis
Janis unggas 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 . 11 .
Fum
Ay a m Kakatus 1 tik Be o Psrkit Cucakraws Kepodang Merpsti Nuri Peksay Puyuh
60 20 7 8 4 1 1 1 1 1 0
T ot a 1
104
Persentase Keterangan :
fum fla nig
Fla 42 2 1 0 0 0 0 0 0 0 1
63,41 = = =
46 28,05
Nig 12 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
Jumish 114 23 9 8 4 1 1 1 1 1 1
14 8,54
164
% 69,51 14,02 5,49 4,88 2,44 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 0,61 100,00
100,00
fumigatus flavus niger .
Banyaknya isolat Aspergillus spp . yang diasingkan dari berbagai organ tubuh yang dibiakkan dalam medium agar Sabouraud dapat dilihat pada Tabel 2 . Angksnya memang lebih tinggi dari ba45
0. m4a I IVIVV :
llll/auarl apluunnuluyllc aspulylnusls
2.
Gambar 1 . Aspergillus fumigatus, penyebab utama aspergillosis . (A), biakan pada medium agar Sabouraud; clan (B), morfologi mikroskopik. nyaknya kasus positif, karena di samping ada kasus infeksi campuran, banyak juga ditemukan isolat dari spesimen yang didiagnose negatif. Hal demikian pernah pula dilaporkan oleh Ronohardjo dkk. (10) . Seperti terlihat pada Tabel 2, Aspergillus terreus berhasil diasingkan dari organ-organ yang dibiakkan tersebut, namun belum mampu menim bulkan infeksi. Keadaan ini sama dengan hasil evaluasi terdahulu (7) . PenemuanAspergillus clavatus clan Aspergillus candidus tidak memberi arti apaapa dalam kasus aspergillosis ini, karena kedua kapang ini bukan merupakan penyebab aspergillosis (1) . Namun demikian, perlu dicatat bahwa Aspergillus clavatus merupakan kapang toxigenik clan dapat mengontaminasi berbagai produk pertanian, sehingga dapat membahayakan industri pakan ternak apabila kita tak waspacla (8) . Tabel 2. Frekuensi penemuan isolat Aspergi//us spp. dari berbagai organ tubuh unggas (1979-1983) . Aspergillus spp . 1. 2. 3. 4. 5. 6.
A. A. A. A. A. A.
Banyaknya penemuan isolat
Persentase
flavus fumigatus niger terreus clavatus+ candidus + )
170 150 62 8 2 1
43,26 38,17 15,78 2,03 0,51 0,25
J u m Ia h
393
100,00
Keterangan :
46
+) Kedua spesies ini bukan merupakan penyebab aspergillosis pada unggas .
Lingkungan
Lingkungan sekitar unggas berpengaruh besar terhadap kejadian aspergillosis . Udara, tanah (termasuk juga alas-kandang) clan produk-produk per tanian, yang menjadi bahan pangan clan pakan, adalah unsur lingkungan yang paling dekat dengan kehidupan unggas, clan merupakan reservoir agen clan sumber penularan berbagai penyakit . Tidak terkecuali aspergillosis, yang dalam hal ini agennya (Aspergillus spp .) biasanya berada dalam bentuk spora (1, 7) . Sehubungan dengan itu, pakan ternak perlu mendapat perhatian khusus, karena di samping dekat kaitannya dengan kehidupan unggas, pakan juga merupakan substrat yang terbaik bagi pertumbuhan dan perkembangbiakan Aspergillus spp., sehingga dapat bertinclak sebagai sumber penularan utama bagi aspergillosis (5,7) . Dalam kaitannya dengan peran ini, Hastiono (5) telah menuturkan bahwa Aspergillus flavus menduduki posisi dominan dalam populasinya pada pakan komersial, namun belum cukup infektif untuk menimbulkan aspergillosis pada ayam yang mengonsumsinya . Gambaran yang sama tercermin pada banyaknya penemuan isolat seperti terlihat pada Tabel 2 . Seperti halnya telah dilaporkan terdahulu (10), gambaran ini sesuai benar dengan pengamatan yang dilukiskan oleh penulis luar negeri (2) . Faktor lingkungan lain adalah pengaruh cuaca, kelembaban, curah hujan, temperatur clan elevasi tanah dari muka laut, yang dalam pengamatan ini tidak dapat dievaluasi, karena clatanya tidak ditemukan dalam laporan . Namun, sekurang-kurangnya, pengaruh musim dapat tergambar dalam grafik frekuensi kasus bulanan kumulatif selama 5 tahun pengamatan tersebut (Grafik 1 ) . Dalam grafik ini tampak bahwa kasus aspergillosis ditemukan cukup tinggi pada bulan Maret (33 buah) clan Juni (20 buah) . Walaupun gambaran ini belum mencerminkan frekuensi kasus bulanan yang sebenarnya, namun setidak-tidaknya dapat diamati kapan kasus aspergillosis terjadi paling sering dan kapan terjadi paling sedikit. Pernah disimpulkan bahwa kasus aspergillosis yang tinggi dalam periode satu tahun dijumpai pada bulan-bulan yang berudara kering (berkelembaban renclah), karena pada saat itu spora Aspergillus spp. banyak beterbangan di udara sekitar ternak dan mudah terinhalasi olehnya, sedangkan sebaliknya pada musim penghujan, meskipun ditemukan banyak, spora-spora tersebut tersapu air hujan, sehingga kasusnya menjadi rendah (7) . Namun demikian, kesimpulan ini pun belum merupakan gambaran untuk aspergillosis di Indonesia .
WARTAZOA Vol. 1 No. 3, Januari 1984
Infeksi ini merupakan infeksi murni pada saluran pernafasan tersebut . Infeksi pada organ atau jaringan tubuh lain di luar saluran pernafasan persentasenya rendah, yaitu 8,54%, meliputi hati, ginjal, jantung, tembolok, usus, selaput rongga dada clan perut, mata dan mulut. Selebihnya, sebesar 14,02% merupakan infeksi tak murni, yaitu gabungan antara saluran pernafasan dan organ tubuh lainnya (Tabel 3) . Gambaran ini sesuai dengan pendapat para peneliti di negara lain sebagaimana telah dikutip (1), bahwa alat pernafasan merupakan organ utama yang diinfeksi aspergillosis, karena mereka merupakan jalan masuk utama bagi spora Aspergillus spp . yang beterbangan di udara.
Tabel 3. Daftar hasil diagnose aspergillosis menurut predileksi organ tubuh unggas (1979 1983) . Diagnose aspergillosis
Organ tubuh
Grafik 1 .
Frekuensi kasus aspergillosis bulanan kumulatif (Januari - Desember) selama 5 tahun (19 79 - 1983).
Fum
1 . Pernafasan
Mengenai inang ini, dijumpai data yang lebih terperinci, sehingga dalam tinjauan ini informasi lebih banyak berbicara seperti terlihat pada Tabel 1 . Ada sebanyak 1 1 spesies unggas yang terlibat dan didiagnose positif aspergillosis, meliputi ternak, burung-burung hias, piaraan dan liar, yakni ayam (terbanyak), burung kakatua, itik, burung beo, parkit, cucakrawa, kepodang, merpati, nuri, peksay dan puyuh . Tiga jenis burung lainnya yang ikut diperiksa adalah burung cenderawasih, elang clan tekukur. Namun, karena hasil pemeriksaannya negatif, maka mereka tak dimasukkan dalam daftar ini . Ayam, burung kakatua dan itik diinfeksi oleh ketiga spesies agen penyakit yang lumrah terdapat di Indonesia, yaitu Aspergillus fumigatus, Asper gillus flavus dan Aspergillus niger, sedangkan unggas lainnya hanya diinfeksi oleh Aspergillus fumigatus, agen utama aspergillosis, kecuali puyuh yang diinfeksi oleh Aspergillus flavus (Tabel 1) . Organ-organ tubuh yang diinvasi terutama saluran pernafasan, yakni paru-paru, kantong udara dan tenggorok (trakhea) sebanyak 77,44% .
Jumlah
%
76
38
13
127
9
4
1
14
8,54
3. Gabungan
19
4
0
23
14,02
104
46
14
164
100,00
Persentase
Inang
Nig
2. Organ lain
T ota 1
3.
Fla
Keterangan :
63,41
28,05
8,54
77,44
100,00
fum = fumigatus fla
= fiavus
nig
=
niger .
Khusus pada ayam, yang kasusnya paling banyak dijumpai, yaitu 69,51 % (lihat Tabel 1), dijumpai informasi lebih lanjut sebagai berikut : a . Kasus aspergillosis fumigatus, aspergillosis flavus dan aspergillosis niger ditemukan masing-masing 60, 42 dan 12 buah dari seba nyak 114 buah kasus positif, atau berturutturut 52,63%, 36,84% dan 10,53% . b . Frekuensi kasus positif juga ditentukan oleh faktor umur yang bersangkutan . Tabel 4 memperlihatkan bahwa kasus aspergillosis positif tertinggi ditemukan pada umur sekitar 2 bulan. Gambaran ini tidak cocok dengan keadaan yang sebenarnya, karena biasanya anak-anak ayam yang berumur sampai 14 harilah yang sangat peka terhadap infeksi aspergillosis (1 ) . Yang menjadi penyebab penyimpangan ini adalah datanya yang kurang representatif, yaitu 74 buah dari 114 buah kasus positif (64,91 %) tidak diketahui umurnya . Gambar 2 memperlihatkan seekor anak ayam yang mati oleh aspergillosis . 47
S. HAST/ONO : Tinjauan epidemiologik aspergillosis
Tabel 4 . Daftar frekuensi kasus positif aspergillosis pada ayam menurut kelompok umur (1979 - 1983) . Kelompok umur ayam 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Sehari sampai 1 5 hari 16 hari sampai 1 bulan Sampai dengan 2 bulan Sampai dengan 3 bulan Sampai dengan 4 bulan Sampai dengan 5 bulan Sampai dengan 6 bulan Lebih dari 6 bulan Tak diketahui umurnya Jumlah :
peka itu, karena terdapat 39 buah kasus (34,21 %) yang galurnya tidak diketahui . Walaupun dalam tabel ini terdapat 16 buah kasus positif pada galur CP 707 (14,04%), namun belum tentu galur ini yang terpeka, karena mungkin galur ini yang terbanyak dikirim spesimennya .
Frekuensi kasus 5 9 14 1 3 1 4 3 74 114
Tabel 5 . Daftar frekuensi kasus positif aspergillosis menurut galur ayam (1979 - 1983) . Galur ayam 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 . 11 . 12 . 13 . 14 . 15 .
Frekuensi kasus
D . Warent Tatum Kim Brown Sx 288 Dekalb Harco H i sex Hyline Hubbard Ro ss Hybro Golden Comet CP 707 Ayam kampung Tak diketahui galurnya Jumlah :
1 1 2 2 3 3 3 3 5 5 6 7 16 18 39 114
KESIMPULAN
Gambar 2 .
Anak ayam yang mati oleh aspergillosis.
c. Galur ayam pun agaknya menentukan peka tidaknya seekor ayam terhadap aspergillosis . Dalam analisa ini, seperti terlihat pada Tabel 5, tidak tergambar galur ayam yang mana yang 48
1 . Agen penyakit aspergillosis unggas di Indonesia adalah Aspergillus fumigatus, Aspergillus flavus dan Aspergillus niger, yang berturutturut menimbulkan penyakit sebesar 63,41 %, 28,05% dan 8,54% . 2 . Lingkungan, terutama pakan dan alas-kandang, merupakan sumber infeksi aspergillosis pada unggas . Populasi terbanyak adalah Aspergillus flavus, yang tercermin pada banyaknya isolat yang dapat diasingkan dari organorgan tubuh (43,26%) . Kasus aspergillosis yang tinggi ditemukan pada bulan Maret dan Juni, yang ditafsirkan sebagai pengaruh musim terhadap frekuensi kasus . 3. Ditemukan 11 spesies unggas yang menjadi inang aspergillosis, yakni ayam, burung kakatua, itik, burung beo, parkit, cucakrawa, kepo dang, merpati, nuri, peksay dan puyuh . Organ tubuh yang diinvasi kebanyakan alat pernafasan . Ayam umur 2 bulan dan galur CP 707 tercatat menderita aspergillosis terbanyak.
WARTAZOA Vol. 1 No . 3, Januari 1984
DAFTAR PUSTAKA 1 . Ainsworth, G .C . dan P.K .C . Austwick . 1973 . Fungal Diseases of Animals. 2nd Ed ., C .A .B ., Farnham Royal, Slough, England. 2 . Chute, H .L . dan E . Barden . 1964 . The fungous flora of chick hatcheries . Avian Diseases 8 : 13 - 19 . 3 . Hastiono, S . 1976 . Aspergillosis tembolok pada burung pinguin . Bul. LPPH 8 (11 12) : 26 - 32 . 4 . Hastiono, S. 1977 . Aspergillosis pada ayam di Indonesia . Makalah yang disajikan dalam Seminar Ilmu dan Industri Perung gasan I. Cisarua, Bogor, 30 - 31 Mei 1977 . 5 . Hastiono, S . 1978 . Populasi Aspergillus spp. dalam ransum ayam normal . Bul. LPPH 10(16) :13-27 . 6 . Hastiono, S. 1979 . Kasus aspergillosis niger pada ayam . Bul. LPPH 1 1 (17) : 59 - 66 . 7 . Hastiono, S. 1980 . Evaluasi aspergillosis pada unggas hingga saat ini dan problematiknya . Risalah (Proceedings) Seminar
8.
9. 10 . 11 . 12 .
Penyakit Reproduksi dan Unggas . Tugu, Bogor, 13 - 15 Maret 1980 . Lembaga Penelitian Penyakit Hewan, p . 285 309 . Hastiono, S ., P . Zahari, B .P .A . Radjagukguk dan Sudarisman . 198 1 . Isolasi Aspergillus clavatus dari sebuah mesin penetas telur dan kemungkinan peranannya bagi perkembangan peternakan dan industri makanan ternak di Indonesia. Bul. LPPH 13 (22) : 29 - 37 . Kraneveld, F .C . dan R . Djaenoedin . 1952 . Long-aspergillosis bij de kip . Hemera Zoa 59 : 525 - 526 . Ronohardjo, P., Sri Poernomo dan S . Hastiono . 1975 . Aspergillosis pada ayam . Bul. LPPH6(8-9) :23-28 . Sri Poernomo . 1976 . Aspergillosis pada burung kakatua. (Snapshots veteriner) . Bul. LPPH801 -12) :7-8 . Sri Poernomo . 1977 . Aspergillosis pada anakanak ayam broiler. Bul. LPPH 9 (14) 13-21 .