PENDAHULUAN Latar Belakang Aspergillosis merupakan penyakit mikotik yang paling banyak ditemukan dan paling merugikan pada unggas (Dahlausen, 2003). Kejadian aspergillosis pada unggas di Indonesia pertama kali dilaporkan sekitar tahun 1952, lebih dari 20 tahun kemudian, pengamatan dan penelitiannya mulai digiatkan dan beberapa laporan telah banyak ditulis (Hastiono, 1984). Aspergillus fumigatus telah dilaporkan dapat menginfeksi pada hampir semua jenis unggas, baik unggas produksi maupun unggas kesayangan antara lain pada ayam broiler (Akan et al., 2002; Martin et al., 2007; Zafra et al., 2008), ayam petelur (Steinlage et al., 2003), kalkun (Dyar et al., 1984), bebek (Okoye et al., 1989), angsa (Okoye et al., 1989), burung unta (Perelman dan Kuttin, 1992), burung puyuh (Olson, 1989), dan merpati (Tokarzewski et al., 2007). Aspergillosis menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan. Pada outbreak spontan, mortalitas bervariasi antara 4,5% hingga 90%, dengan variasi umur unggas diantara 3 hari hingga 20 minggu (Kunkle, 2003). Aspergillosis dapat menyebabkan kerugian secara langsung akibat kematian unggas, gangguan pertumbuhan, konversi pakan, dan terjadi efek immunosupresif (Saif, 2008; Beernaert et al., 2010). Kasus aspergillosis yang terjadi pada unggas kesayangan belum mendapat perhatian yang cukup dari praktisi dokter hewan dan sering kali terlewatkan begitu saja dalam analisa gejala klinis dikarenakan kurangnya data pendukung
1
kejadian penyakit. Ketidaktepatan diagnosis penyakit menyebabkan penanganan aspergillosis pada unggas kesayangan menjadi kurang optimal. Kendala dalam menentukan diagnosis aspergillosis pada unggas kesayangan karena terbatasnya metode diagnosis yang digunakan (Carter dan Claus, 1986; Allen et al., 1999). Kejadian aspergillosis pada saluran pernafasan unggas lebih sering terdiagnosis sebagai gejala rhinitis, pneumonia, air sacculitis, maupun conjungtivitis (Day, 2009). Pengujian serologis galaktomanan telah dilakukan untuk mengevaluasi perkembangan kasus aspergillosis pada manusia (Latge, 1999; Cray et al., 2009), akan tetapi hal ini kurang aplikatif untuk diterapkan pada unggas kesayangan. Pengamatan gejala klinis sebagai pendekatan yang rasional untuk menentukan tindakan yang akan diambil apabila terjadi kasus aspergillosis. Di Indonesia belum ada publikasi penelitian yang mengevaluasi gejala klinis dan patologis pada unggas yang mengalami aspergillosis. Prognosis dari aspergillosis seringkali infausta karena diagnosis yang terlambat dan kegagalan pengobatan (Saif, 2008; Arne et al., 2011). Berdasarkan hal tersebut diatas, perkembangan penyakit, perubahan organ secara makroskopik dan mikroskopik serta identifikasi mikroorganisme penyebab infeksi perlu diteliti untuk menentukan tindakan pengobatan yang akan diberikan dengan menggunakan hewan model. Sebagai model penelitian digunakan ayam broiler yang menjadi dasar untuk melakukan penelitian lanjutan tentang aspergillosis pada jenis unggas kesayangan. Kalkun telah dilaporkan sebelumnya oleh Beernaet et al., (2008)
2
sebagai hewan model infeksi aspergillosis melalui rute inhalasi. Unggas lain yang dipakai sebagai model infeksi aspergillosis adalah merpati (Beernaet et al., 2009) . Penelitian yang telah dilakukan ini sebagai model untuk mengetahui gejala klinis, perubahan patologis, dan antifungal terbaik yang dapat digunakan untuk terapi aspergillosis, sehingga hasil yang diperoleh dapat menjadi pertimbangan dalam menentukan terapi yang diberikan pada unggas kesayangan. Penelitian ini telah dilakukan uji efektivitas pengobatan beberapa antifungal untuk pengobatan aspergillosis pada unggas. Obat yang digunakan adalah antifungal yang banyak tersedia di Indonesia dan memiliki minimum inhibition concentration (MIC) yang baik untuk Aspergillus fumigatus berdasarkan National Comittee for Clinical Laboratory Standart (NCCLS) Hasil
yang telah didapatkan pada penelitian dianalisis
dengan
membandingkan aplikasi obat maupun cost-effectivenya untuk memberikan gambaran tindakan terbaik apabila terjadi outbreak kasus aspergillosis. Untuk mengetahui potensi kerugian ekonomi, dihitung paramater performa ayam berupa konsumsi pakan, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan sehingga dapat diketahui pengaruh infeksi Aspergillus fumigatus pada budidaya unggas.
3
Perumusan Masalah 1.
Bagaimanakah gejala klinis dan gambaran patologis pada ayam broiler yang diinfeksi buatan dengan spora Aspergillus fumigatus ?
2.
Bagaimanakah efektivitas terapi beberapa jenis antifungal (Itraconazol, Nistatin, dan Terbinafin) terhadap infeksi Aspergillus fumigatus ?
3.
Bagaimanakah pengaruh infeksi Aspergillus fumigatus terhadap performa ayam broiler ?
Tujuan Penelitian 1.
Mengetahui gejala klinis dan gambaran patologis perkembangan pada ayam broiler yang diinfeksi Aspergillus fumigatus.
2.
Mengetahui efektifitas terapi beberapa jenis antifungal (Itraconazol, Nistatin, dan Terbinafin) terhadap infeksi Aspergillus fumigatus.
3.
Mengetahui pengaruh infeksi Aspergillus fumigatus terhadap performa ayam broiler. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, diharapkan dengan
mengetahui gejala klinis yang menciri pada kasus aspergillosis dapat menjadi landasan dalam menentukan diagnosis untuk dapat diterapkan pada unggas kesayangan tanpa melakukan prosedur nekropsi. Berdasarkan pengamatan perubahan patologis yang terjadi dapat menjadi dasar dalam melakukan tindakan yang dapat dilakukan, yaitu diobati atau tidak. Pengamatan terhadap efektifitas antifungal dapat bermanfaat untuk menetapkan antifungal terbaik yang dapat
4
digunakan untuk terapi aspergillosis. Manfaat lainnya adalah memberikan gambaran potensi kerugian ekonomi apabila terjadi aspergillosis dengan menganalisa paramater performa ayam.
Keaslian Penelitian Penelitian mengenai gejala klinis dan gambaran patologis perkembangan penyakit akibat infeksi buatan Aspergillus fumigatus pernah diteliti oleh Beernaert et al, (2009) yang meneliti model aspergillosis pada unggas menggunakan hewan model merpati. Penelitian yang dilakukan tersebut menggunakan rute inokulasi yang berbeda yakni inhalasi konidia dosis 2x107 spora/ml serta mengamati perbandingan gejala klinis dengan perubahan serologis-hematologis. Pengamatan gejala klinis pada infeksi aspergillosis secara buatan pada burung puyuh pernah dilaporkan oleh Pandita et al. (1991) Penelitian menggunakan kalkun sebagai hewan model pernah dilakukan sebelumnya oleh Le Loc’h et al. (2006) untuk mendeteksi serum galaktomannan yang bersirkulasi setelah dilakukan infeksi buatan secara injeksi intra air sac konsentrasi konidia 108 spora/ml. Metode infeksi secara injeksi intra air sac juga pernah dilakukan oleh Femenia et al. (2007) untuk mengamati perubahan klinis dan aspek mikologi menggunakan hewan model kalkun. Penelitian mengenai efektivitas antifungal pada isolat Aspergillus fumigatus pernah diteliti diantaranya oleh Beernaet et al. (2009) dengan melakukan pengujian secara in vitro menggunakan amphotericin B, itraconazol, and voriconazol dengan metode microdilution broth (CLSI M38-A2). Penelitian
5
mengenai penggunaan beberapa antifungal untuk mengobati aspergillosis juga pernah dilakukan oleh Sionov (2005) dengan menggunakan hewan coba mencit. Penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya tidak dilaporkan secara menyeluruh gejala klinis dan patologis perkembangan infeksi aspergilosis yang terjadi pada ayam dan efek pengobatan antifungal yang diberikan, sehingga penelitian ini perlu untuk dilakukan.
6