TI. TINJALJANPUSTAKA Pada urnumnya tujuan kebijakan ekonomi yang ingin hcapai adalah keseimbangan intern dan ekstern. Keseirnbangan intern diarahkan untuk mencapi laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kesempatan keja yang rneningkat dan laju inflasi yang rendah. Pertumbufian ekonomi rnerupdcan persentase perubahan produksi domestik bruto yang diukur menurut harga tetap tahun tertentu. Besaran
ini dalam pembangunan ekonorni menjadi salah satu kriteria untuk mengukur
perkembangan ekonomi suatu negara atau daerah. Masalah pertumbuhan ekonomi menjadi salah satu fokus utama dalam literatur ekonomi pembangunan. Pertumbuhan ekonomi berpokok pada proses peningkatm prduksi barang dan jasa claim kegiatan ekonomi masyarakat. Paham teori pertumbufian digunakan dalam teori dinamika sebagaimana ha1 itu
dikembangkan oleh para pemikir Keynesian dan Neoklasik (Todaro, 2000). Pertumbuhan ekonomi sangat diperlukan untuk meningkatkan kekayaan suatu negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi menjadi salah satu
tujuan utama dari pembangunan suatu negara atau wilayah. Pertumbuhan ekonomi menurut Soubbtina dan Sheram (2000), sebagaimana dikutip oleh Bhinadi
(2002), selain meningkatkan kekayaan suatu negara (atau daerah) juga berpotensi
untuk menurunkan kerniskinan dm mengatas] permasalahan-pernasalahan sosiai lainnya. Meskipun sejarah juga mencatat bahwa pertumbuhan ekonomi kadangkadang tidak diikuti oleh kemajuan di dalam perribangunan surnberdaya manusia. Pertumbuhan ekonomi yang diinginkan tentunya adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuf dengan peningkatan kualitas hidup manusia (quuljg growth), bukan sekedar pertwnbuhan ekonomi yang mengejar tingginya angka
10
pertumbuhan. Pertumbuban ekonomi yang berkelanjutan dan bukan mempakan pertumbuhan ekonomi yang terdi storsi atau pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan. Ciri dari pertumbuhan yang tidak berkelanjutm (mustained growth) &ah
pertumbuhan ekonomi yang berlangsung begitu tinggi, namun
pada satu titik waktu mengalami penurunan dm terjadi stagnasi. Perekonomian
dalam keadaan tidak stabil, tejadi perubahan kondisi perekonomian yang cepat berubah, akibatnya menyebabkan perekonomian mandek dan kesejahteraan
lenyap. Kondisi ini biasanya terjadi dalam konteks pemerintahan yang buruk dan korup yang berakibat pada rendahnya investasi dan alokasi pengelwan pubiik yang tidak efisien. Sementara itu pertumbuhan yang terdistorsi (distorted growth)
dicirikan oleh keadaan di mana perekonomim ham mernbayar berbagai biaya yang muncul skibat tejadinya distorsi dalam perekonomian, antara lain: biaya merosotnya
SDA,
ketertinggalan investasi
SDM, tidak
mencukupinya
perlindungan keamanan bag tenaga kerja anak-anak, subsidi untuk modal fisik, potongadpembebasan pajak, ijin bagi tunggakan pajak, bantuan keuangan sebagai insentif bagi investasi di bidang tertenty menyediakan subsidi kredit investasi
(World Bank, 2000).
Pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan (sustuined growth) diceminkan
oleh keadaan di mana pertumbuhan ekonomi didukung melalui akumdasi aset yang tidak mengalami distorsi, adanya dukungan publik untuk mengembangkan pendidikan, memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan melindungi sumber daya
alam. Pola pertumbuhan jenis ini lebifi baik dibandingkan dua pola sebelumnya untuk perbaikan kesejahteraan dan penurunan kemislunan. Supaya pertumbuhan
ekonomi dapat berkelanjutan, aset-aset utarna d a m perekonomian berupa fisik
11
dan keuangan, rnanusia dan sosial, alam dan lingkungan perlu tumbuh tanpa terjadinya distorsi atau berada pada tingkat keseimbangan yang baik (World Bank, 2000).
Pembmgunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional salah satunya juga memiliki tujuan terciptanya pertumbuhan ekonorni yang tinggi. Ada banyak teori perturnbuhan dan pembangunan ekonorni daerah di &lam
literatu ekonomi pernbartgunan, diantaranya adalah teori ekonomi Neo Klasik,
teori basis ekonomi dan teori kasusasi kurnulatif. 2.1. Teori Ekonomi Neo msik
Peranan teori ekonomi neo klasik tidak terlalu besar dalam menganalisis pembangunan ekonomi daerah ( r e g i o d ) karena teori ini tidak memiliki dimensi
spesialis yang signifikan. Menurut Manuwoto (20031, Teori ini diplopri oleh Borts Stein (1 964) dan dikemhangkan oleh Roman (1965) dan Siebert (1 969).
Kelompok ini berdasarkan analisis pada wur-unsur produksi, yang menentukan pertumbuhan ekonomi regonal seperti tanah, tenaga keja, modal serta lalu lintas
(mobilisasi) modal terhadap p e r t u m b h ekonomi regional. Menurut Manuwoto (20031, teori neo klasik menekankan bahwa pembangunan daerah addah suatu upaya memacu pertumbuhan ekonorni daerah rnelalui ekspor, aglomerasi daerah simp111 perturnbuhan, dan pemanfaatan
t e h l o g serta modemisasi yang ada untuk mencapai suatu keseimbangan dengan daerah yang lebih maju. Pemiiciran neo klasik ter&pat hubungan antar tingkat
perturnbuhan suatu negara dengan perbedaan kemakmuran daerah (region disparity) pada negara bersangkutan. Pada saat proses pembangunan baru dimulai
tingkat perbedaan kemakmuran antar daerah cenderung akan tingg (divergence),
17
2.2, Teori Bash Ekonomi (Ecomntie Base Tkeo'y)
Tmri ekonomi basis berasal dari export bass yang menjelaskan bahwa sektor ekspor berperan penting dalam pemhgunan daerah, karena sektor
tersebut dapt memberikan kontribusi penting kepada perekonomian daerah, karma: 1. Ekspor akan secm langsung meningkatkan pendapatan faktor-faktor produksi
dm penclapatan daerah. 2. Perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan terhadap produksi industri lokal yaitu industn yang produknya dipakai untuk melayani pasar
lokal . Pertumbuhan suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi kernanfaatan
alamiah dan pertumbuhan basis ekspr daerah yang bersangkutan. Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu
daerah adalah berhubungan langsung dengan tingkat permintaan akan b a m g clan jasa dari Iuar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan
sumberdaya lokal, termasuk temga kerja dan balm baku untuk diekspr, akan menghasilkan kekayaan dan menciptakan lapangan kerja di daerah. Pendapatan
yang diperoIeh dari hasil ekspor akan mengakrbatkan perkembangan kegiatankegiatan penduduk setempat, mobilisasi modal dm tenaga kerja, keuntungan
eksternal dan pertumbuhan tenaga kerja. Inti dari model ekonomi basis adahh bahwa arah clan pertumbuhan s u m wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu
13
sektor merupakan sektor basis ahu non-basis dapt digunakan beberapa metode, yaitu: (1) metode pengukuran langsung dan (2) metade pengukuran tidak
langsung. Metode pengukuran langsung &pat
melalui survei langsung untuk
mengidentifikasi sektor mana yang mempakan sektor basis. Akan tetapi, metode ini memerlukan biaya, waktu dan tenaga kerja yang banyak. Mengmgat ha1
tersebut di atas, maka sebagian besar pakar ekonomi wilayah menggmakan
metade pengukuran tidak langsung. Beberapa metode pengukuran tidak langsung, yai tu: (1 ) rnetode melalui pendekatan asumsi; (2) metode location quotient; (3) metode kombinasi (1 ) dan (2); dan (4) metode kebutuban minimum (Budiharsono, 200 1).
2.3. Teori ffiusasi Kumulatif (CumlotiveCo~csafabro) Teori ini pada awalnya dikemukakan oleh ahli-ahli teori pusat pettumbuhan seperti Myrdal ( 1957). Myrdal ( 1957) menjelaskan bahwa proses
kausasi kumulatif berdasarkan kekuatan relatif dm spread eflecr &n backwash efect. Spread eflect dab kekuatan-kekuatan yang menuju konvergensi antar
daerah-daerah kaya dm daerah-daerah mislun. Dengan tumbuhnya daerah-daerah kaya maka a h bertambah pula permintam terhadap produk dari daerah miskin dm dengan demikian mendorong pertumbuhan daerah miskin tersebut.
Permintaan prctduk dan daerah miskin dapat mendorong lebih efisiemya penggunaan sumberdaya, rnelalui realokasi intern dan sektor upah rendah ke
sektor upah tingg atau produktivitas tinggi yang menimbujkan pertumbuhan. Kondisi daerahdaerah di sekitar kota yang semakin buruk menunjukan konsep dasar dari tmri kausisi kumulaif ini. Kekuahn-kekuatan pasar cenderung memperparah kesenjangan antar
daerahdaerah
tersebut (maju
dengan
14
terbelakang). Daerah yang maju mengalami akumulasi keunggulan kompetitif
dibandingkan daerah-daerah lainnya. Hal ini yang disebut dengan "backwash effect". Tmri ini melihai bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar
daerah ti&
hanya diserahkan pada kekuatan pasar (market mechanism) namun
perlu adanya campur tangan pemerintah dalam bentuk program-program
panbangunan daerah, terutama daerah yang relatif masih terbelakang.