TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH
M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM : 0790761033
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
TESIS
PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH
M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM : 0790761033
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister Program Studi Ilmu Biomedik Program Pascasarjana Universitas Udayana
M.M. VALENTINA LIANIWATI B. NIM : 0790761033
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011
TESIS Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI Pada tanggal, 18 April 2011
Pembimbing I
Pembimbing II
Prof.Dr.dr.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And NIP : 194402011964091001
Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK NIP : 194606191976021001
Mengetahui
Ketua Program Magister Program Pascasarjana Universitas Udayana
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila, Sp.And, FAACS NIP: 194612131971001
Prof.Dr.dr. AA Raka Sudewi,Sp.S(K) NIP : 19590215985102001
Tesis Ini Telah Diuji dan Dinilai Oleh Panitia Penguji Program Pasca Sarjana Universitas Udayana Pada Tanggal 18 April 2011
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No : 0775/UN14.4/HK/2011
Ketua
: Prof.Dr.dr.Alex Pangkahila, M.Sc.,Sp.And
Anggota
: 1. Prof.dr.I Gusti Made Aman,Sp.FK 2. Prof.Dr.dr.Wimpie I. Pangkahila 3. Prof.dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D 4. Dr.dr. Ida Sri Iswari, M.Kes
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karunia-Nya tesis yang berjudul “Pemberian
Ekstrak
Buah
Naga
Merah
(Hylocereus
Polyrhizus)
Menurunkan Kadar F2 Isoprostan Pada Tikus Putih Jantan (Albino Rat) yang Diberi Aktivitas Berlebih” dapat diselesaikan. Tulisan ini disusun untuk memenuhi persyaratan tugas akhir studi yang menjalani Penulis untuk memperoleh gelar Magister pada program Magister Studi Ilmu Kedokteran Program Studi Ilmu Kedokteran Biomedik, Kekhususan AntiAging Medicine, Program Pascasarjana Universitas Udayana. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan, dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Prof. Dr. dr. Wimpie Pangkahila, Sp.And, FAACS selaku ketua program studi Ilmu Kedokteran Biomedik Kekhususan Anti Aging Medicine Universitas Udayana dan sekaligus penguji yang telah memberikan banyak sekali masukan dan bimbingan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 2. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M.Sc., Sp.And., selaku pembimbing I dan penguji, yang telah banyak memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan masukan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. 3. Prof. dr .I Gusti Made Aman, Sp.FK., selaku pembimbing II, penguji, dan kepala Laboratory Animal Unit Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana, yang telah banyak memberikan bimbingan dan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 4. Prof. dr. N. Tigeh Suryadhi, MPH, Ph.D., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 5. Dr.dr.Ida Sri Iswari,Sp.MK.M.Kes., selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama proses penyusunan tesis ini. 6. Prof. Drh. Nyoman Mantik Astawa, Ph.D., Bagian Virologi, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yang telah membantu dalam pemeriksaan laboratorium untuk pemeriksaan F2 isoprostan selama penelitian. 7. Pak Gede Wiranatha, yang banyak membantu dan menjaga tikus peneliti selama penelitian dibagian Farmakologi Universitas Udayana. 8. Ibunda tercinta, T. Mariavi D., Suami tercinta, Hadi H. Samsuria, dan kelima putra-putri saya
(Stephanie
Dewi,
Raymond
Adiwicaksana,
Ronald
Adiwijaya, Caroline Dewi, Richard Adinugraha),serta seluruh keluarga atas doa, dukungan, dan pengertiannya selama penulis menempuh pendidikan. 9. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh pendidikan ini. Penulis berharap tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pribadi, bagi program pendidikan Magister Program Studi Ilmu Biomedik, Pasca Sarjana Universitas Udayana, serta bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan. Akhir kata, semoga Allah Yang Maha Kuasa, senantiasa melimpahkan berkat dan rahmat-Nya kepada kita semua. Amin.
Denpasar, April 2011 Penulis,
M.M. Valentina Lianiwati B.
ABSTRAK PEMBERIAN EKSTRAK BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) MENURUNKAN KADAR F2 ISOPROSTAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (ALBINO RAT) YANG DIBERI AKTIVITAS BERLEBIH Reactive oxygen species (ROS) bisa terjadi secara fisiologis atau patologi. Aktivitas berlebih dapat mengakibatkan oksidatif stres. Oksidatif stres yang diketahui mempunyai peran penting dalam patogenesis penyakit seperti proses penuaan, infeksi, diabetes melitus. F2 isoprostan adalah biomarker peroksidasi lipid sebagai petanda dari stres oksidatif invivo. Penelitian ini mengukur efek pemberian ekstrak buah naga merah (Hylocereus Polyrhizus) yang kaya antioksidan yaitu vitamin C,E,Carotenoid dan antosianin, dapat menurunkan kadar F2 isoprostan pada urin tikus putih jantan (albino rat) yang diberi aktivitas berlebih. Penelitian ini adalah eksperimen nyata yang dilakukan secara random dengan sistem grup sebelum,dan setelah perlakuan dan grup kontrol, yang dilakukan di Laboratorium Binatang Fakultas Farmakologi, Universitas Udayana. Penelitian ini menggunakan tiga puluh tiga tikus putih jantan yang dikelompokkan menjadi 3 grup. Satu grup kontrol (hanya diberi aktivitas berlebih), grup yang lain diberi perlakuan dengan memberi ekstrak buah naga 150mg/kgbb dan 300mg/kgbb selama 14 hari. Oksidatif stres diperoleh dengan cara merenangkan tikus-tikus sampai hampir tenggelam Hasil penelitian ini, grup dengan pemberian ekstrak buah naga merah 150mg/kgbb menghasilkan penurunan F2 isoprostan secara signifikan dari 3,47+ 0,54 menjadi 2,48+0,87 (p<0,05). Grup dengan pemberian ekstrak buah naga merah 300mg/kg (body weight) menghasilkan penurunan F2 isoprostan secara signifikan dari 3,45+0,57 menjadi 0,88+0,57 (p<0,05). F2 isoprostan meningkat pada kelompok kontrol yaitu dari 3,43+0,47 menjadi 3,55+0,28 Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa grup dengan pemberian ekstrak buah naga merah 300mg/kgBB. mengalami penurunan F2 isoprostan lebih banyak daripada grup dengan pemberian ekstrak buah naga 150mg/kgBB. Juga pemberian ekstrak buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) dengan aktivitas berlebih menunjukkan penurunan F2 isoprostan dibandingkan dengan hanya pemberian aktivitas berlebih. Dengan demikian maka Ekstrak buah naga merah berpotensi untuk menurunkan kadar F2 Isoprostan, sehingga dapat memperbaiki stres oksidatif. Dapat merupakan upaya anti aging medicine dalam mencegah, dan memperlambat proses penuaan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut. Kata kunci: Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus), F2 isoprostan , stres oksidatif, aktivitas berlebih, tikus jantan putih.
ABSTRACT SUPPLEMENTATION OF RED DRAGON FRUIT (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) EXTRACT DECREASED F2 ISOPROSTAN LEVEL OF STRESSLY – INDUCED – ACTIVITY MALE ALBINO RAT. Reactive oxygen species (ROS) could be produced either from physiological or pathological process. Oxidative stress results from imbalance between ROS production and the antioxidant defence system in the body. Stressly-induced-activity can cause exogenous oxidative stress ,so far has been knowed play role in pathogenesis of many diseases and condition such as Ageing prosess,Infection,Diabetes Mellitus. F2 isoprostan is a stabil biomarker for lipid peroxidation as a result of oxidative stress in vivo. This current study tried to measure the effect of Red Dragon Fruit( Hylocereus Polyrhizus )that rich with antioxidant such as vitamin C, E. carotenoid, Anthocyanin in decreasing F2 isoprostan in a stressly-induced-activity male albino rat. This research was a true experimental study with randomised pretest – postest control group design,which was held at the Animal Laboratory Unit Departement of Farmacology Faculty of Medicine, Udayana University. Experimental laboratory based on thirty three male albino rats,were used in this experiment, devided into 3 groups. One group control, the other group treated with 150mg/kg (body weight) and 300mg/kg (body weight) extract flesh Hylocereus polyrhizus (dragon fruit) during 14 days. Oxydative stress was made through force nearly drawn albino rats . The result show that 150mg/kg (body weight) significantly decreased F2 isoprostane level from 3,47+ 0,54 to 2,48+0,87 (p<0,05). The result also showed that group of 300mg/kg (body weight) significantly decreased F2 isoprostane level from 3,45+0,57 to 0,88+0,57 (p<0,05). In this 300mg/kg (body weight) showed decreasing effect F2 isoprostane level greater than group treated with 150mg/kg (body weigth). This could be due to the higher content of antioxidant Anthocyanin, vitamine C, β carotene, and vitamine E in the flesh of Hylocereus polyrhizus. Hylocereus polyrhizus extract has the potential in lowering F2 Isoprostane level as a biomarker of Oxydative stress. Dragon fruit is a natural resource which play role in anti aging medicine The result of this research could be applied as a basis for further research in pursuit of more detail mechanism of Dragon Fruit. Keywords: Dragon fruit (Hylocereus polyrhizus), F2 isoprostane, Oxydative stress, Stressly-induced activity, male albino rats.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ............................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ..........................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH .....................................................................
v
ABSTRAK ...............................................................................................
vii
ABSTRACT .............................................................................................
viii
DAFTAR ISI ............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiv
DAFTAR SINGKATAN ..........................................................................
xv
DAFTAR LAMBANG .............................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xviii
BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................
1
1.1 Latar Belakang ............................................................................
1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................
5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................
5
1.3.1 Tujuan Umum ....................................................................
5
1.3.2 Tujuan Khusus ...................................................................
5
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................
6
1.4.1 Manfaat Ilmiah ..................................................................
6
1.4.2 Manfaat Praktis ..................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................
7
2.1 Radikal Bebas .............................................................................
7
2.1.1 Definisi Radikal Bebas ......................................................
7
2.1.2 Sumber Radikal Bebas ........................................................
8
2.1.3 Sifat Radikal Bebas ...........................................................
8
2.1.4 Jenis-jenis Radikal Bebas ...................................................
10
BAB II
2.1.4.1 Radikal Ion Superoksida (O2●) .............................
10
2.1.4.2 Radikal Peroksil (•OOH ) .....................................
10
2.1.4.3 Hidrogen Peroksida (H2O2) .................................
11
2.1.4.4 Radikal Hidroksil (•OH) .......................................
11
2.1.4.5 Singlet Oksigen (1O2) ..........................................
12
2.1.5 Tahapan Radikal Bebas ......................................................
13
2.1.6 Hubungan Radikal Bebas dengan Stress Oksidatif .............
14
2.2 Aktifitas Fisik ..............................................................................
18
2.2.1 Definisi ..............................................................................
18
2.2.2 Aktifitas Berlebih ..............................................................
19
2.2.3 Hubungan Aktiftas berlebih dengan Stress Oksidatif ..........
22
2.2.4 Metode perngukuran Radikal bebas oksige pada stress oksidatif .............................................................................
25
2.3 F2 Isoprostan ...............................................................................
26
2.4 Antioksidan .................................................................................
33
2.4.1 Definisi ..............................................................................
33
2.4.2 Jenis Antioksidan ...............................................................
34
2.4.2.1 Antioksidan Primer ..............................................
34
2.4.2.2 Antioksidan Sekunder ..........................................
35
2.4.3 Anti oksidan yang terkait ...................................................
36
2.4.3.1 Vitamin C ............................................................
36
2.4.3.2 Vitamin E .............................................................
39
2.4.3.3 β- Karoten ............................................................
43
2.4.3.4 Flavonoid/Polifenol ..............................................
44
2.4.3.5 Antosianin ............................................................
45
2.5 Buah Naga ..................................................................................
49
2.5.1 Sumber Buah Naga ............................................................
49
2.5.2 Jenis-jenis Buah Naga ........................................................
49
2.5.3 Kandungan Gizi Buah Naga ...............................................
50
2.5.4 Khasiat Buah Naga ............................................................
53
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN .........................................................................
59
3.1 Kerangka Berpikir .......................................................................
59
3.2 Konsep ........................................................................................
61
3.3 Hipotesis Penelitian .....................................................................
61
BAB IV
METODE PENELITIAN ........................................................
62
4.1 Rancangan Penelitian .................................................................
62
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .....................................................
63
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ....................................................
63
4.3.1 Populasi .............................................................................
63
4.3.2 Sampel ...............................................................................
63
4.3.2.1 Kriteria Penerimaan ..............................................
64
4.3.2.2 Kriteria Drop Out .................................................
64
4.3.2.3 Besar sampel ........................................................
64
4.3.2.4 Tehnik Pengambilan Sampel ................................
65
4.4 Variabel Penelitian ......................................................................
65
4.4.1 Identifikasi Variabel ..........................................................
65
4.4.2 Klasifikasi Variabel ...........................................................
66
4.4.3 Definisi Operasional Variabel ............................................
66
4.5 Bahan Penelitian dan Hewan Coba ..............................................
67
4.5.1 Ekstrak Buah Naga Hylocereus polyrhizus ........................
67
4.5.2 Air Destilasi / Deionisasi ...................................................
68
4.5.3 Urin tikus ...........................................................................
68
4.5.4 8-iso-prostaglandin F2α ......................................................
68
4.6 Instrumen Penelitian ....................................................................
68
4.7 Prosedur Penelitian ......................................................................
68
4.8 Analisis Data ...............................................................................
71
BAB V
HASIL PENELITIAN .............................................................
73
5.1 Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan Sebelum dan Sesudah Perlakuan ....................................................................................
73
5.2 Uji Homogenitas Varians Kadar F2 Isoprostan Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan ..................................................
74
5.3 Uji Komparabilitas Kadar F2 Isoprostan ......................................
74
5.4 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Buah Naga ...............................
75
5.4.1 Analisis efek perlakuan antar kelompok .............................
75
5.4.2 Analisis efek perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan ...........................................................................
78
PEMBAHASAN .....................................................................
80
6.1 Subyek Penelitian ........................................................................
80
6.2 Pemberian Buah Naga .................................................................
80
6.3 Aktivitas Berlebih salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif .
81
6.4 Pengaruh Ekstrak Buah Naga terhadap Stres Oksidatif ................
81
BAB VI
6.5 Peran Ekstrak Buah Naga yang mengandung antioksidan terhadap kerusakan jaringan .......................................................................
85
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN .....................................................
88
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
89
LAMPIRAN .............................................................................................
94
DAFTAR GAMBAR
2.1
Peroksidasi lipid pada membran sel .................................................
2.2
Hubungan antara reaksi superoksid dengan nitrat oksid dan
15
peroksidase lipid .............................................................................
17
2.3
Skema respon jaringan karena kerusakan sel ...................................
22
2.4
Skema stres oksidatif dalam penyakit ..............................................
23
2.5
Skema stres oksidatif .......................................................................
26
2.6
Hubungan stres oksidatif dengan F2 isoprostan ................................
32
2.7
Mekanisme Vitamin C, E. dan Carotenoid .......................................
37
2.8
Efek langsung tidak langsung dari suplementasi blueberry yang mengurangi signal stress dan menaikkan/meningkatkan kehidupan .
45
3.1
Bagan Kerangka Konsep Penelitian .................................................
61
4.1
Rancangan penelitian ......................................................................
62
4.2
Hubungan antara variabel bebas dan terkendali ...............................
66
4.3
Prosedur Penelitian .........................................................................
71
5.1
Perbedaan rerata kadar F2 Isopropan pada kelompok sebelum dan sesudah perlakuan ...........................................................................
5.2
77
Perbandingan rerata kadar F2 Isoprostan antara kelompok sebelum dan sesudah perlakuan .....................................................................
79
DAFTAR TABEL
2.1
Kandungan gizi buah naga persajian ................................................
51
2.2
Perbandingan kandungan antioksidan daging buah segar dan kulit ..
53
2.3
Aktivitas antioksidan (ORAC) dan total fenol buah-buahan tropis ...
54
2.4
Perbandingan khasiat buah naga dengan buah-buahan tropis ...........
56
2.5
Perbandingan komposisi minyak biji Hylocereus phylorhizus .........
58
5.1
Hasil uji normalitas .........................................................................
73
5.2
Homogenitas kadar F2 Isoprostan ....................................................
74
5.3
Rerata kadar F2 isoprostan antar kelompok sebelum perlakuan ........
74
5.4
Perbedaan rerata kadar F2 isoprostan antar kelompok ......................
75
5.5
Beda nyata terkecilterkecil kadar F2 isoprostan ................................
76
5.6
Penurunan kadar F2 isoprostan ........................................................
78
DAFTAR SINGKATAN
APO E
: Apolipoprotein E
ARS
: Agricultural Research Service
CHD
: Coronary Heart Disease
Co Q10
: Coenzym Q10
DNA
: Deoxyribonucleic Acid
DPPH
: 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl
ESR
: Electron Spin Resonance
GAE
: Glucuronic Acid Equivalent
GPx
: Glutathione Peroxidase
HDL
: High Density Lipoprotein
HNE
: 4-hydroxy-2 trans-nonenal
IL-1
: Interleukin-1
LDL
: Low Density Lipoprotein
LSD
: Least Significant Difference
MDA
: Malondialdehyde
NADH
: Reduced nicotinamide adenine dinucleotide
NK
: Natural killer (cell)
ORAC
: Oxygen Radical Absorbance Capacity
PAF-AH
: Platelet Activating Factor - Acetyl Hidrolase
PUFA
: Polyunsaturated Fatty Acid
ROS
: Reactive Oxygen Species
SOD
: Superoxide Dismutase
TBARS
: Thiobarbituric acid-reactive substances
TE
: Trolox Equivalent
TNF
: Tumour Necrosis Factor
VLDL
: Very Low Density Lipoprotein
DAFTAR LAMBANG
α
: Alfa
β
: Beta
%
: Persen
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Uji Normalitas Data ..........................................................................
2.
Analisis One Way ANOVA terhadap F2 isoprostan sebelum diberi ekstrak buah naga dan aktivitas berlebih ..........................................
3.
94
95
Analisis One Way ANOVA terhadap F2 isoprostan sesudah diberi ekstrak buah naga dan aktivitas berlebih ..........................................
98
4.
Laporan Hasil Uji ..............................................................................
101
5.
Keterangan Kelaikan Etik .................................................................
102
6.
Konversi Perhitungan Dosis untuk beberapa jenis hewan dan manusia .............................................................................................
103
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Seiring dengan berbagai perubahan baik alam maupun kondisi lingkungan maka banyak terjadi perubahan yang mendadak dan beban pekerjaan yang berat ini akan mempengaruhi proses penuaan. Di samping itu penemuan mutakhir di berbagai bidang, khususnya dibidang teknologi dan kedokteran, menyebabkan perbaikan dibidang kesehatan dan peningkatan yang cukup berarti pada populasi usia lanjut di seluruh dunia. Makin bertambahnya usia, maka terjadi perubahan fisik dan penurunan berbagai fungsi tubuh mulai dari tingkat seluler,organ maupun sistem tubuh. Anti aging medicine berpendapat dan memperlakukan penuaan sebagai suatu penyakit yang dapat dicegah, dihindari, dan diobati, sehingga dapat kembali kekeadaan semula (Pangkahila, 2007) (Goldman dan Klatz, 2007). Berbagai faktor yang menyebabkan orang menjadi tua pada proses penuaan dikelompokkan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Beberapa faktor internal adalah radikal bebas, berkurangnya hormon, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, genetik dan menurunnya sistim kekebalan tubuh. Faktor eksternal meliputi gaya hidup yang tidak sehat, kebiasaan salah, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan (pangkahila, 2007).
Penuaan menimbulkan berbagai penyakit (Fowler, 2003). Sampai saat ini, berbagai studi dilakukan terkait proses penuaan dalam pencapaian peningkatan kesehatan, kualitas hidup dengan pencegahan, pengobatan dan bahkan 1 pengembalian fungsi seperti semula (reverse aging) (Pangkahila, 2007).
Beberapa faktor penyebab penuaan, yaitu faktor eksternal (gaya hidup, diet yang tidak sehat, polusi lingkungan, stres, dan kemiskinan) dan faktor internal (radikal bebas, berkurangnya hormon dan sistem kekebalan tubuh, proses glikosilasi, metilasi, apoptosis, dan genetik) (Pangkahila, 2007). Faktor-faktor ini dapat menyebabkan penyakit dan kematian. Salah satu teori proses penuaan disebabkan radikal bebas. Dengan meningkatnya usia, produksi radikal bebas secara fisiologis dihasilkan metabolisme tubuh cenderung meningkat, sementara produksi antioksidan yang diperlukan untuk menetralisir radikal bebas di dalam sel ataupun antioksidan asupan dari luar
seringkali cenderung berkurang. Ketidak-seimbangan antara
radikal bebas dan antioksidan ini disebut stres oksidatif. Ketidak-seimbangan tersebut akan
mengakibatkan kerusakan komponen selular, termasuk lipid,
protein, karbohidrat dan DNA, menyebabkan patogenesis berbagai penyakit (Halliwell dan Gutteridge, 2007) termasuk diabetes, aterosklerosis (Kesavulu, 2001), kanker. Dibuktikan bahwa olahraga dapat menyembuhkan penyakit jantung dan hipertensi, walaupun olahraga berat meningkatkan ROS (reactive oxygen species) dalam jaringan, dan 2-5% oksigen yang dipakai dalam metabolisme menjadi ion superoksid. Pembentukan ROS akibat olahraga yang berlebih dapat menyebabkan kerusakan sel dan modifikasi molekul termasuk DNA, membran lipid, dan protein. Perlindungan dari serangan ROS yang disebabkan olahraga berlebih merupakan respons jaringan untuk meningkatkan aktivitas sekelompok enzim antioksidan, guna melindungi sel dari kerusakan ROS.
Peroksidasi lipid ikut bertanggung jawab pada kerusakan jaringan, yang merupakan reaksi berantai dan dapat menghasilkan berbagai pasokan radikal bebas sehingga mencetuskan reaksi oksidasi selanjutnya. Diinisiasi oleh endoperoksid dan aldehid, peroksidasi lipid merusak komponen membran sel yang mengandung asam lemak tak jenuh ganda (polyunsaturated fatty acid). Beberapa hasil hidrolisis reaksi ini adalah etan, pentan, 4-hydroxy-2-transnonenal (HNE), Malondialdehyde (MDA), dan berbagai aldehid lain (Baraas, 2006; Ann dan Carol, 2008). Beberapa cara dipakai untuk mengukur kadar lipid peroksidasi, antara lain MDA, HNE, TBARS, F2 isoprostan, Acrolein lysin (Ann, dan Carol, 2008) F2 isoprostan banyak dipakai untuk mengukur kadar reaksi lipid peroksidasi, dan memiliki implikasi penting untuk petanda biologis, karena pengukuran F2isoprostan lebih mudah dan stabil sehingga dapat diandalkan untuk menilai status stress oksidatif in vivo. Pemeriksaan ini dapat dilakukan melalui plasma dan urin. (Halliwell dan Gutteridge, 2007) Upaya pencegahan dan penanggulangan stres oksidatif, saat ini dapat digunakan antioksidan.
Berbagai macam
penggolongan antioksidan,yaitu
antioksidan primer (SOD, GPx,) dan antioksidan sekunder (vitamin C, Karoten, vitamin E, sistein, Co Q10, flavonoid),
β–
dan antioksidan tersier
(Metionin sulfoksida reduktase) (Winarsi, 2007). Buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) adalah salah satu jenis buah yang cukup unik dan banyak manfaatnya, yang akhir-akhir ini digemari masyarakat dan dipercaya mengandung antioksidan yang cukup baik. Kulit buah naga merah
merupakan sumber vitamin C dan daging buah merah kaya anthosianin, polyfenol, dan fitoalbumin, serta mengandung mineral, serat, fosfor, dan kalsium. Biji buah naga merah juga mengandung vitamin E dan polyunsaturated fatty acids (Ariffin et al, 2008). Buah naga merah sebagai substansi makanan untuk nasi dan sumber serat sehari-hari bagi pasien, dan dapat meningkatkan ekskresi toksin logam berat, menurunkan kolesterol dan tekanan darah. Penelitian menunjukkan bahwa buah naga merah dapat menurunkan MDA-TBAR hati tikus yang hiperkolesterolemia (Sani et al, 2009). Studi menerangkan bahwa antioksidan– antiinflamasi polifenol dari dalam buah dan sayur bermanfaat mencegah proses penuaan. Hasil penelitian (Wu et al, 2006)
buah naga mempunyai efek
antioksidan dan anti proliferatif, berpotensi menghambat pertumbuhan sel tumor B16F10 sel melanoma. Melihat alasan di atas, peneliti tertarik untuk mempelajari manfaat buah naga merah yang mengandung antosianin untuk mengurangi akibat stres oksidatif dengan mengukur plasma F2 isoprostan pada tikus putih jantan (albino rat), untuk dipertimbangkan dalam perencanaan nutrisi diet anti aging. Stres oksidatif pada penelitian ini dilakukan pada tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih.. Penelitian ini dilakukan mengingat fungsinya bagi kesehatan dan pencegahan penuaan, cukup aman dan dapat ditanam di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut di atas dapat di rumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pemberian ekstrak buah naga merah menurunkan kadar F2 isoprostan pada urin tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih? 2. Apakah dosis ekstrak buah naga merah 300mg/kgbb menurunkan kadar F2 isoprostan lebih besar dibandingkan dosis 150/kgbb pada tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek pemberian ekstrak buah naga merah sebagai antioksidan, dapat memperbaiki stres oksidatif yang terjadi pada tikus putih jantan dengan aktivitas yang berlebih. 1.3.2 Tujuan Khusus Penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui pemberian ekstrak buah naga merah dapat menurunkan kadar F2 isoprostan pada urin tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih. 2. Untuk mengetahui pemberian ekstrak buah naga merah dengan dosis 300mg/kgbb menurunkan F2 isoprostan lebih tinggi dibanding dosis 150mg/kgbb pada urin tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih.
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Ilmiah 1. Menambah wawasan pengetahuan tentang pengaruh pemberian ekstrak buah naga merah dalam dunia kedokteran khususnya di bidang anti aging
medicine karena bermanfaat sebagai antioksidan untuk menurunkan kadar F2 isoprostan. 2. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan penelitian selanjutnya untuk mengetahui dosis efektif pemberian ekstrak buah naga merah dalam menurunkan F2 isoprostan pada urin tikus putih jantan.
1.4.2 Manfaat Praktis Buah naga merah sebagai antioksidan dalam penelitian ini bermanfaat bagi nutrisi anti aging dan dapat disebarluaskan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Radikal Bebas 2.1.1 Definisi Radikal Bebas
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk spesies oksigen reaktif, yang secara umum diketahui sebagai senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan. Senyawa ini terbentuk dalam tubuh, dipicu oleh bermacam-macam faktor. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan (unpaired electron) pada bagian terluar orbitnya, sehingga menjadi komponen yang tidak stabil dan sangat reaktif (Winarsi, 2007; Pham-Huy et al, 2008). Elektron yang tidak berpasangan ini akan berusaha menarik elektron dari molekul lainnya untuk mendapatkan kembali konfigurasi pasangan elektron, oleh karena itu radikal bebas sangat kreatif. Sebuah radikal bebas yang berhasil mengambil elektron dari suatu molekul lain yang stabil, akan menyebabkan molekul tersebut kehilangan satu elektron dan berubah menjadi radikal bebas baru. Proses berantai ini dapat menyebabkan perubahan struktur pada molekul lainnya (Pham-Huy et al, 2008).
2.1.2 Sumber Radikal Bebas 7 Pembentukan radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh dan diluar tubuh. Sumber radikal bebas (Pham-Huy et al, 2008): 1. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul akibat berbagai proses enzimatik di dalam tubuh, berupa hasil sampingan dari proses
oksidasi atau pembakaran sel yang berlangsung pada proses respirasi, proses pencernaan dan proses metabolisme. Diproduksi oleh mitokondria, membran plasma, lisosom, retikulum endoplasma, dan inti sel. 2. Radikal bebas yang berasal dari dalam tubuh, yang timbul akibat berbagai proses non-enzimatik di dalam tubuh, merupakan reaksi oksigen dengan senyawa organik dengan cara ionisasi dan radiasi. Contohnya adalah proses inflamasi dan iskemia. 3. Radikal bebas yang berasal dari luar tubuh didapat dari polutan, seperti asap rokok, asap kendaraan bermotor, radiasi sinar matahari, makanan berlemak, kopi, alkohol, bahan racun pestisida, dan masih banyak lagi yang lainnya. Peningkatan radikal bebas pun dapat dipicu oleh stress atau aktivitas berlebihan.
2.1.3 Sifat Radikal Bebas Radikal bebas memiliki dua sifat yaitu: 1. Reaktivitas tinggi, karena kecenderungannya menarik elektron. 2. Dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Namun perlu diingat bahwa radikal bebas adalah oksidan, tetapi tidak setiap oksidan adalah radikal bebas. Hal ini disebabkan oleh kedua sifat radikal bebas diatas, yaitu reaktivitas yang tinggi dan kecenderungan membentuk radikal baru, yang pada gilirannya nanti apabila menjumpai molekul lain akan membentuk
radikal baru lagi, sehingga terjadilah reaksi rantai (chain reaction) (Halliwell dan Gutteridge, 2007) Perusakan sel oleh radikal bebas reaktif didahului oleh kerusakan membran sel, dan terjadi rangkaian proses sebagai berikut: 1. Terjadi ikatan kovalen antara radikal bebas dengan komponen-komponen membran (enzim-enzim membran, komponen karbohidrat, membran plasma) sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi reseptor. 2. Oksidasi gugus tiol pada komponen membran oleh radikal bebas yang menyebabkan proses transport terganggu. 3. Reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk atau poly unsaturated fatty acid (PUFA). Hasil peroksidasi lipid membran sel antara lain dengan mengubah fluiditas, cross-linking, struktur dan fungsi membran bergantung pada populasi sel yang bersangkutan dan profil asam lemak pada membran fosfolipid. Contoh, membran mitokondria dan mikrosom sensitif terhadap peroksidasi lipid karena kandungan PUFA pada fosfolipid membran cukup tinggi. Umumnya semua membran peka terhadap reaksi peroksidasi lipid dalam derajat yang berbeda-beda. Kerusakan struktur subseluler secara langsung mempengaruhi pengaturan metabolisme. Sebagai contoh adalah disrupsi membran lisosom menyebabkan pelepasan enzim-enzim hidrolitik lisosom yang selanjutnya mampu menjadi perantara kerusakan intraseluler, dan memperkuat kemampuan radikal bebas dalam menginduksi kerusakan sel (Halliwell dan Gutteridge, 2007).
2.1.4. Jenis-Jenis Radikal Bebas
∙
2.1.4.1 Radikal Ion Superoksida (O2 ) Radikal ion superoksida disebut juga anion superoksida. Senyawa ini diproduksi dibeberapa tempat yang memiliki rantai transpor elektron. Oksigen teraktivasi dapat terjadi dalam berbagai bagian sel, termasuk mitokondria, kloroplas, mikrosom, glikosom, peroksisom, dan sitosol. Oleh sebab itu, tidak mengherankan jika ditemukan enzim superoksida dismutase dalam subseluluer tersebut. Ion superoksida yang terbentuk dalam kloroplas, mitokondria, dan peroksisom merupakan bentuk senyawa oksigen yang sangat reaktif.
2.1.4.2 Radikal Peroksil (•OOH ) Ion superoksida tidak terlalu reaktif bila dibandingkan dengan perubahannya yang berupa radikal peroksil yang sangat reaktif dan lebih berbahaya daripada H2O2. 2.1.4.3 Hidrogen Peroksida (H2O2) Hidrogen peroksida terbentuk karena aktivitas enzim-enzim oksidase yang mengatalisis reaksi dalam retikulo endoplasmik (mikrosom) dan peroksisom. Hidrogen peroksida merupakan senyawa oksidan yang sangat kuat dan dapat mengoksidasi berbagai senyawa dalam sel, seperti glutation. Hidrogen peroksida tidak hanya bersifat sebagai oksidator, melainkan juga dapat membentuk radikal bebas, bila bereaksi dengan logam transisi seperti Fe++ dan Cu+ dalam reaksi Fenton .
Efek negatif yang lain dari oksidator hidrogen peroksida adalah kemampuannya untuk membentuk ion hipoklorit (ClO-) melalui reaksi katalisis oleh enzim mieloperoksidase dalam sel inflamasi, seperti granulosit, monosit, dan makrofag. H2O2 merupakan salah satu bentuk senyawa oksigen reaktif yang terbentuk non-radikal. Akhir-akhir ini senyawa tersebut dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan dan apoptosis dalam sejumlah sel.(Halliwell dan Gutteridge,2008).
2.1.4.4 Radikal Hidroksil (•OH) Keberadaan senyawa H2O2 dapat berbahaya bila bersama-sama ion superoksida karena akan membentuk radikal hidroksil (OH•) melalui reaksi Haber-Weiss. Dari berbagai bentuk senyawa oksigen reaktif tersebut, radikal hidroksil merupakan senyawa paling reaktif dan berbahaya. Radikal hidroksil bukan merupakan produk primer proses biologis, melainkan berasal dari H2O2 dan (O2●) .
2.1.4.5 Singlet Oksigen (1O2) Singlet oksigen merupakan bentuk oksigen yang memiliki reaktivitas jauh lebih tinggi dibandingkan dengan oksigen bentuk “ground state”. Senyawa ini akan terbentuk melalui reaksi yang dikatalisis oleh enzim-enzim seperti berikut: a. Enzim monooksigenase yang menggunakan sitokrom P450 dengan substrat peroksida. 1
2ROOH 2ROH + O2
b. Enzim prostaglandin endoperoksida sintetase, yaitu suatu enzim yang bekerja dalam pembentukan prostaglandin dari asam arakidonat. 1
2PGG2 2PGH2 + O2
c. Enzim mieloperoksidase, yang mengkatalisis reaksi ion hipoklorit dengan H2O2 H2O2 + Cl- H2O + ClOClO- + H2O2 H2O + ClO- + 1O2 1
2H2O2 2H2O + O2
Seringkali pengertian oksidan dan radikal bebas dianggap sama karena keduanya memiliki kesamaan sifat. Kedua jenis senyawa ini memiliki aktivitas yang sama dan memberikan akibat yang hampir sama, meskipun melalui proses yang berbeda. Oksidan yang dapat merusak sel berasal dari berbagai sumber, (Halliwell 2007) yang berasal dari tubuh sendiri, yaitu senyawa-senyawa yang sebenarnya berasal dari proses fisiologis, namun dalam jumlah besar karena sesuatu sebab. Yang berasal dari proses peradangan dan yang berasal dari luar tubuh. Oksidan adalah penerima elektro, sedangkan radikal bebas memiliki elektron yang tidak berpasangan, mempunyai kecenderungan menarik elektron. Sebenarnya, tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja bila jumlahnya terlalu berlebihan, maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang. Radikal bebas mengambil elektron dari sel tubuh manusia, dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan.
2.1.5 Tahapan Radikal Bebas Tahapan reaksi pembentukan radikal bebas melalui 3 tahapan sebagai berikut yaitu (Murray, 2003): 1. Tahap Inisiasi : suatu proses terbentuknya radikal bebas baru yang dicetuskan oleh suatu senyawa radikal bebas yang ada sebelumnya .
ROOH + logam (n)+ ROO + logam (n-1)- + H+ .
.
X + RH R + XH 2. Tahap Propagasi : reaksi berantai radikal bebas sehingga membentuk beberapa radikal bebas baru. .
R + O2 ROO .
.
ROO + RH ROOH + R
3. Tahap Terminasi : bereaksinya senyawa radikal dengan radikal lain sehinggga potensi propagasinya rendah. .
.
ROO + ROO ROOR + O2 .
.
ROO + R .
.
R+R
ROOR
RR
Bila ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang terbentuk di dalam tubuh.
2.1.6 Hubungan Radikal Bebas dan Stres Oksidatif Stres oksidatif disebabkan oleh ketidakseimbangan antara produksi reaktif oksigen dan sistem biologis reaktif untuk kemampuan memperbaiki kerusakan. Gangguan dalam keadaan redoks normal ini dapat menyebabkan efek toksik melalui produksi peroksida dan radikal bebas yang merusak semua komponen sel, termasuk protein, lipid, dan DNA. Pada manusia, stres oksidatif berkontribusi pada proses penuaan dan terjadinya penyakit terkait dengan proses degeneratif, seperti aterosklerosis, penyakit Parkinson, gagal jantung, infark miokard, penyakit Alzheimer, dan sindrom kelelahan kronis (Baraas, 2006).
Gambar 2.1 Peroksidasi Lipid pada Membran Sel
(dikutip dari Baraas, 2006)
Radikal bebas oksigen terutama mengancam membran sel berupa peroksidasi terhadap asam lemak majemuk tidak jenuh pada fosfolipid membran, rusaknya berbagai protein dan enzim-enzim karena terbentuknya ikatan disulfid dari sulfidril asam amino yang labil (terutama metionin, histidin, sistin dan lisin) dan juga terjadinya mutasi kode genetik pada DNA. Seperti telah kita ketahui, ikatan hidrokarbon yang berada di antara 2 ikatan rangkap pada asam lemak mejemuk tidak jenuh dari membran sel-sel ataupun LDL (seperti misalnya, asam linoleat, asam linolenat dan asam arakhidonat) mempunyai energi disosiasi yang lebih rendah, sehingga mudah dipecah atau bereaksi dengan radikal bebas hidroksil. Mulailah terjadi fase propagasi reaksi berantai yang menghasilkan berbagai radikal karbon dan selanjutnya mengalami proses oksidasi menjadi radikal peroksil. Radikal peroksil akan bereaksi kembali dengan asam lemak majemuk tidak jenuh pada membran sel membentuk berbagai radikal karbon kembali, demikian seterusnya.(Murray, 2003) Reaksi berantai yang sangat reaktif itu hanya akan berhenti, apabila radikal peroksil mengalami terminasi dan berubah menjadi peroksida lipid, berupa HPETE (asam hidroperoksi-eikosatetraenoat). Fase terminasi itu dikatalisasi oleh enzim-enzim paraoksonase, glutation peroksidase, PAF-AH (platelet activating factor acetylhydrolase) ataupun vitamin E, yang banyak terdapat dalam HDL dan LDL. Selanjutnya peroksida lipid mengalami proses hidrolisis menjadi etan, pentan, HNE (4-hydroxy-2-trans-nonenal), MDA (malondialdehyde), berbagai aldehid lain, dan sebagainya. Sebagian radikal karbon bisa mengalami proses
reduksi membentuk senyawa diene dan radikal peroksil bisa direduksi menjadi berbagai isomer F2-isoprostan. Senyawa-senyawa hasil reduksi atau hidrolisis tersebut kini sering digunakan sebagai marka adanya proses stres oksidatif berupa peroksidasi lipid.
Gambar 2.3 Hubungan antara Reaksi Superioksid dengan Nitrit Oksid dan Peroksidase Lipid. (dikutip dari Baraas, 2006)
Respons imunologik merupakan mekanisme pertahanan tubuh yang sangat sensitif, dimana perubahan tekanan yang sangat ringan saja pada permukaan endotel, akan segera direspons sebagai proses inflamasi, walaupun respons itu mungkin hanya sesaat dan tidak berkelanjutan. Respons paling awal endotel pada proses inflamasi ialah mensintesis
berbagai
vasoaktif,
dan
mediator
imunologik
berupa
mediator
tromboregulator dan mediator proliferasi sel. Kedua respons endotel ini berhubungan erat sekali satu sama lain dan berada dalam suatu keseimbangan yang sangat dinamik. Respons paling awal terhadap lesi pada sel-sel endotel ialah aktivasi enzim nitrik oksid sintase (NOS) untuk memproduksi gas nitrik oksid. Respons awal ini terjadi hanya dalam beberapa detik saja. Produksi nitrik oksid meningkat sesaat dan menyebabkan vasodilatasi – untuk mengimbangi vasokonstriksi yang terjadi sebelumnya. Peroksidasi lipid dapat dideteksi melalui pemeriksaan berbagai marka yang dihasilkan dalam reaksi berantai itu, salah satunya F2 isoprostan.
2.2 Aktivitas Fisik 2.2.1 Definisi Aktivitas fisik ada 2 macam: 1. Aktivitas fisik yang dilakukan secara mendadak (acute exercise) 2. Aktivitas fisik yang dilakukan secara berulang (training exercise) Aktivitas fisik yang ringan, sedang, atau cukup berat akan direspon oleh tubuh baik secara fisiologik maupun biomolekuler. Ketika melakukan aktivitas fisik yang cukup berat (misalnya tes treadmil), terjadilah peristiwa mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi itu, dimana peningkatan penyediaan oksigen (oxygen
supply) sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen (oxygen demand). Fenomena ini disebut sebagai fase iskemia.Sementara itu peningkatan penyediaan oksigen yg tinggi justru akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10x lipat (fenomena ini disebut fase reperfusi). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik
yang berat dapat
menyebabkan stres oksidatif dimana produksi radikal bebas oksigen meningkat secara bermakna (Baraas, 2006). Setelah aktivitas yang berkaitan dengan stres oksidatif, terjadi respon inflamasi terutama setelah 24 jam sejak saat selesai aktivitas dan sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap kerusakan oleh aktivitas tersebut. Terjadi pula kondisi hipoksia relatif di jaringan organ dalam, karena retribusi aliran darah ke otot berkurang, hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal superoksid, yang akan mengaktifkan jalur xanthin oksidase.
2.2.2 Aktivitas Berlebih Latihan yang berlebih atau over training / burnout adalah suatu keadaan dimana terjadi kelelahan kronis selama aktivitas yang melebihi kemampuan individual sampai menimbulkan cedera otot biasanya terjadi sebelum akhir dari kompetisi (Vincen et al, 2000; Prentice, 2011). Tanda dan gejala aktivitas berlebih : 1. Tanda pada Penampilan - Penurunan konsistensi penampilan (performance) - Kelelahan menetap dan menjadi lambat
- Penyembuhan yang lama dan luar biasa yang dibutuhkan setelah pertandingan - Penampilan yang tidak konsisten 2. Gejala Fisik - Penurunan kapasitas maksimal kerja
- Insomnia - Nyeri kepala dan nyeri perut - Kekakuan dan nyeri otot atau persendian - Konstipasi dan diare - Kehilangan selera dan masa tubuh - Amenorhea - Kenaikan denyut nadi pada waktu bangun tidur 3. Gejala Psikis - Depresi - Apatis - Penurunan kepercayaan diri - Emosi yang tidak stabil - Kesulitan konsentrasi - Kehilangan gairah bertanding Selama aktivitas fisik berlebih, konsumsi oksigen meningkat lebih dari 10 kali lipat bahkan sampai 20 kali dibandingkan saat istirahat disertai peningkatan
konsumsi oksigen didalam otot meningkat sampai 100-200 kali lebih besar dibandingkan saat istirahat. Setelah aktivitas, yang berkaitan dengan stres oksidatif, terjadi respon inflamasi terutama setelah 24 jam sejak saat selesai latihan dan sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap kerusakan oleh latihan tersebut setelah 2-7 hari, dan selama itu terjadi proses adaptasi yang dapat membuat lebih sehat. Selama periode tersebut, neutropil berperan penting dalam pertahanan jaringan. Neutropil berpindah ke tempat trauma secara kemotaktil yang dihasilkan oleh sel yang rusak, dan melepaskan radikal superoksid dan lisozim. Pada aktifitas berlebih fisik, terjadi kondisi hipoksia relatif di jaringan organ dalam karena retribusi aliran darah ke otot yang bekerja, hal ini akan meningkatkan pembentukan radikal superoksid, yang akan mengaktifkan jalur xanthin oksidase.
2.2.1 Hubungan Aktivitas berlebih dengan Stres Oksidatif KERUSAKAN Iskemia reperfusi Panas Trauma Beku
Aktivitas berlebih Racun-racun Radiasi Infeksi
Pengumpulan dan aktivasi Phagocyte (membuat O2. , H2O2, NO, HOCl, ONOO-) Pelepasan Asam Arachidonat, formasi enzim peroksida (dg mengaktifkan lipoksigenase, enzim cyclooksigenase). Perubahan komposisi dari struktur enzim dan non enzim peroksida menjadi peroksil/ alkoksil radikal dan menyebarkan kerusakan ke lipid/protein/DNA Ion logam melepaskan cadangan (Fe2+, Cu2+) meningkatkan level intrasel dan menstimulasi konversi dari H2O2 menjadi OH+, lipid peroksida pecah menjadi RO.2 /RO. , dan reaksi-reaksi autoxidation. Pelepasan ion-ion logam dari sel-sel rusak dapat menyebabkan efek prooksidan yang sama dalam lingkungan ektra sel. Pelepasan heme protein (myoglobin, haemoglobin, cytochromes); reaksi dengan heme protein dengan peroksida untuk stimulasi kerusakan radikal bebas dan (jika peroksida berlebih) melepaskan Fe2+ dan heme, keduanya dapat membentuk ulang peroksida-peroksida menjadi RO2. Dan RO. Mereka juga menangkap NO+ yang seringkali menjadi antioksidan. Interferensi dengan sistem pertahanan anti oksidan. (mis.GSH dan kehilangan askorbat dari sel). Askorbat dan Thiol hilang dari cairan ekstra sel. Konversi xanthine dehidrogenase menjadi xanthine oksidase dalam jaringan-jaringan tertentu , terlepasnya XO dari kerusakan sel-sel yang menyebabkan kerusakan sistemik (mis.mengikat endothelium vascular), menaikkan level hypoxanthine sesuai dengan energi metabolisme. Kerusakan mitokondrial meningkatkan kebocoran elektron menjadi bentuk O2, dan pelepasan cythocrome c Peningkatan kalsium intraseluler, stimulasi calpains, Ca nukleus terikat, memberi NO lebih dan menaikkan resiko pembentukan formasi ONOO-. Aktifasi fosfolipase A2 oleh Ca2+ melepaskan asam arachidonat substrate utk sintesa protaglandine atau leukotrine dan untuk lipid peroksidasi non enzimi. Pelepasan calpains dapat merusak sel atau jaringan lain.
STRES OKSIDATIF
Gambar 2.3 Skema respon jaringan karena kerusakan sel. (dikutip dari: Halliwel dan Gutteridge, 2007)
Kerusakan Jaringan
Stress oksidatif
Induksi antioksidan dan sistem pertahanan tubuh (mis.oksigenase heme)
Netralisir stres oksidatif kadangkadang merupakan perlindungan yang lebih kuat pada jaringan
Kerusakan lanjut jaringan, diikuti dg kematian sel
Kerusakan awal jaringan
Kematian beberapa sel meluas menyebabkan kerusakan pada sel lainnya (mis. dg pelepasan Fe/Cu/ heme protein, menyebabkan peradangan dan pembentukan formasi radikal bebas lebih banyak. Pelepasan peroksida dari sel apoptosis mempengaruhi sel sekitarnya. Tidak ada kontribusi pada pathologi penyakit. Kadangkadang berguna ( mis. dalam prekondisi ischemic)
Induksi dari sistem kekebalan tubuh tidak cukup atau tidak ada
Memperburuk penyakit. Terapi pemberian antioksidan sangat penting.
Gambar 2.4 Skema stres oksidatif dalam penyakit (dikutip dari : Halliwell dan Gutteridge, 2007)
Ketika melakukan aktivitas fisik yang cukup berat, terjadilah peristiwa yang mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi, dimana peningkatan penyediaan oksigen seringkali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen. Fenomena ini dikenal sebagai fase iskemia. Dan sementara itu, peningkatan penyediaan oksigen yang tinggi justru akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10 kali lipat (fenomena ini disebut fase reperfusi). Penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan stres oksidatif dan trauma otot (McArdle, 2006). (Cadroy et al, 2002) membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat - dan bukan aktivitas fisik yang moderat atau pun yang ringan - ternyata dapat menyebabkan kecenderungan terjadinya risiko trombogenesis pada sekelompok pria sehat sedenterial. Aktivitas fisik yang moderat tidak menyebabkan trombogenesis, tetapi dengan aktivitas fisik yang berat deposit trombus dan platelet pada kolagen meningkat sekitar 20% sesudah 30 menit dengan beban 70% VO2 maks (p=0.03). Berdasarkan penelitian ini, ternyata aktivitas fisik yang beratlah – dan bukan aktivitas fisik yang moderat – yang berpotensi meningkatkan risiko trombogenesis pada sekelompok pria sehat sedenterial. Dan risiko trombogenesis ini sesungguhnya merupakan respons imunologik yang akut dari sel-sel endotel terhadap stres oksidatif. Di pihak lain, aktivitas fisik yang cukup berat atau pun yang moderat, juga akan meningkatkan nitrik oksid di endotel, baik pada binatang percobaan, maupun
pada orang sehat. Peningkatan produksi nitrik oksid itu sesungguhnya merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan fungsi endotel agar tetap optimal dan peningkatan ini disebabkan oleh gaya gesek pulsatil, yaitu meningkatnya stimulasi laminer aliran darah secara signifikan pada permukaan sel endotel ketika melakukan fisik.
2.2.2 Metode Pengukuran Radikal Bebas Oksigen Pada Stres Oksidatif A. Metode langsung (ESR spin trapping) -
Trapping dengan :
R-NO (senyawa nitroso)
DMPO (dimetil pirolin oksid)
PBN (penil butil nitron)
B. Metode dengan konsep petanda ( fingerprinting)
Diene terkonjugasi
Hidroksi nonenal (HNE)
Etan, Pentan
F2 isoprostan
MDA
Ox-LDL
C. Metode tidak langsung ( Indirect approach )
Reaktivitas vaskular
Antioksidan eritrosit dan plasma
Perubahan ekspresi gen: Biosensor ROS
Anti Oksidan Internal * Enzimatik - Superoksid dismustase - Glutation Peroksidase - Katalase * Protein pengikat metal - Albumin, Feritin Antioksidan Eksternal * Non Enzimatik - Larut dalam air: vit C,Tiol - Larut dalam lipid: vit E, β-karoten, KoQ10, flavonoid
Radikal Bebas - Superoksid O2- Hidroksil OH - Peroksil ROO - Alkoksil RO - Hidroperoksil HO2 - Radikal Tiil PS - Hidrogen peroksid H2O2 - Singlet 1O2 - Ozon O3 - Peroksinitrit ONOO - Nitrik oksid NO
STRES OKSIDATIF Gambar 2.5. Skema stres oksidatif (dikutib dari : Baraas, 2006)
Jalur stres diketahui dari ROS menginduksi PKCγ ketarget lipid.PKC isoform berhubungan dengan meningkatkan produksi Nitrik O.ksid dan Nitrik Oksid sintetase. Induksi PKC dari sel mikroglial melalui amyloid beta 25-35, yang menginduksi COX-2 (Ciklooksigenase-2). (Ann, 2008).
2.3 F2 Isoprostan
Isoprostan adalah “prostagladin like compound” yang diproduksi dari esterifikasi asam arakidonat di jaringan oleh reaksi katalis non enzimatik radikal bebas in vivo. Meskipun isoprostan mempunyai “ half life “ yang pendek, beberapa dari padanya mempunyai aktivitas biologis yang penting terutama di paru dan ginjal, juga merupakan petanda penting bagi stres oksidatif dan dapat diperiksa dengan cara non invasif. Terbentuk dari asam eicosapentaenoic dan docosahexaenoic pada hewan dan dari asam α-linolenic pada tumbuhan. Pertama kali, isoprostan ditemukan pada tahun 1967 oleh Nugteren, Vonkeman, dan Van Dorp, tetapi 20 tahun kemudian direalisasikan untuk kepentingan biologis (Morrow dan Robert, 2002). Pengukuran F2 isoprostan merupakan alat penting untuk menggali peran stres oksidatif dalam patogenesis penyakit manusia. Isoprostan diproduksi oleh peroksidasi asam arakidonat non enzimatik , sebagai respon dari radikal bebas dan ROS (Janssen, 2001, Morrow dan Robert, 2002; Kharitanov dan Barnes, 2002). Peranan isoprostan penting bagi pengukuran peroksidasi lipid dan stres oksidatif (Janssen, 2001). Keuntungan mengukur F2 isoprostan sebagai biomarker dari peroksidasi lipid, adalah untuk memantau penyakit dan respon terhadap terapi, potensi peran mereka sebagai mediator stres oksidatif, dan implikasi terapeutik. Lipid adalah target utama serangan radikal bebas, yang menyebabkan peroksidasi
lipid. Peroksidasi
lipid
merupakan
fenomena
biologis,
ada
hubungannya dengan aterosklerosis penyebarannya dihentikan oleh antioksidan (Jay, 2010).
Radikal bebas yang diinduksi oleh peroksidasi lipid pada membran sangat merusak, karena dapat menyebabkan perubahan sifat biofisik membran, tingkat fluiditas, dan menyebabkan inaktivasi reseptor membran atau enzim, yang dapat mengganggu fungsi normal selular. F2 isoprostan dianggap terbaik sebagai biomarker stres oksidatif dan peroksidasi lipid in vivo (Morrow dan Roberts, 2002). Diantara berbagai marka peroksidasi lipid, F2 isoprostan merupakan salah satu marka peroksidasi lipid yang mirip dengan prostaglandin F2α (PG-F2 α) dan dianggap sangat akurat sebagai marka stres oksidatif sampai saat ini (Baraas, 2006). F2 isoprostan pada manusia diukur melalui plasma dan urine. Immunoassay untuk pengukuran isoprostan telah dikembangkan dan tersedia secara komersial dengan nama 8 iso prostaglandin F2α. Pengukuran F2 isoprostan memiliki beberapa keunggulan dibandingkan pemeriksaan kuantitatif lain untuk stres oksidatif. F2 Isoprostan adalah : 1) Secara kimiawi stabil 2) Produk spesifik peroksidasi 3) Terbentuk in vivo 4) Hadir dalam jumlah yang terdeteksi di semua jaringan normal dan cairan biologis, sehingga memungkinkan batasan kisaran normal 5) Meningkat pada binatang yang mengalami stres oksidatif 6) Tidak terpengaruh oleh kadar lemak dalam diet 7) Dapat memberikan reaksi biokimiawi yang sensitif pada penelitian dengan anti oksidan.
Isoprostan dapat diukur melalui darah dan urin. Pengukuran melalui urin sering digunakan karena selain noninvasif, stabil dan tidak terganggu oleh autooksidasi. Tidak ada variasi yang signifikan dari konsentrasi harian isoprostan urin pada subyek sehat (Montuschi et al, 2004). Pengukuran isoprostan dalam cairan biologis dan atau spesimen jaringan memiliki implikasi klinis penting. Pengukuran F2 isoprostan mempunyai peran penting pada proses ketidakseimbangan radikal bebas dan oksidan dalam berbagai macam penyakit manusia termasuk jantung, paru, saraf, ginjal, dan penyakit hati (Morrow dan Roberts, 2002). Pengukuran isoprostan dapat memiliki nilai prognostik penyakit di mana terlibat peran untuk stres oksidatif. Isoprostan tidak hanya petanda stres oksidatif namun memiliki efek biologis banyak, disarankan dapat berfungsi sebagai mediator dalam patofisiologi stres. Sebagian besar pengetahuan terkini tentang F2 isoprostan, lebih banyak mengenai 15F2t isoprostan (8-iso-PGF2α) (Montuschi et al, 2004) yang merupakan vasokonstriktor kuat. Pada tikus, F2 isoprostan mengurangi laju filtrasi glomerulus dan aliran darah ginjal 40-45%. Pada hewan percobaan, 15 F2t isoprostan memiliki efek vaskular lain termasuk arteri paru, arteri koroner, arteriol serebral, pembuluh retina, dan vena porta. F2 isoprostan menginduksi kematian sel endotel vaskuler retina pada tikus dan babi yang baru lahir. F2 isoprostan menyebabkan kontraksi otot polos bronkial in vitro pada manusia dan menyebabkan obstruksi aliran udara dan pengeluaran plasma pada babi percobaan in vivo. Telah ditemukan bahwa metabolit 15 F2t isoprostan urin adalah petanda yang baik bagi kelainan retina dan kapiler darah otak (Hou et al., 2001).
Isoprostan
penting
dalam
patofisiologi
aterosklerosis. F2
isoprostan
meningkatkan aktivasi platelet dan menginduksi mitogenesis dalam sel-sel otot polos vaskuler in vitro. Selain itu, pembentukan F2 isoprostan meningkat selama oksidasi LDL dan merupakan penyumbang terbesar efek proadhesive yang diinduksi dengan minimal oksidatif, isoprostan merangsang proliferasi di fibroblast. Pengukuran F2 isoprostan merupakan alat yang unik untuk menilai peran radikal bebas pada patogenesis penyakit manusia. Kini terjadi peningkatan dalam penggunaan F2 isoprostan bagi pengukuran kuantifikasi stres oksidatif untuk menilai intervensi pengobatan, (Fessel et al, 2002) dan suplementasi antioksidan (Hollman dan Arts, 2000). Telah di teliti bahwa tikus yang kekurangan APOE diberi antioksidan, progresifitas penyakit dan regresi aterosklerosis berkurang (Pratico et al, 2001). Stres oksidatif adalah proses awal pada patogenesis alzeimer (Montuschi et al, 2004). Konsentrasi F2 Isoprostan dicairan otak naik pada awal dimensia dan berkolerasi dengan progresifitas penyakit (Practico et al, 2001). Dalam studi kecil yang melibatkan subyek manusia dengan kondisi yang berkaitan dengan peningkatan kadar F2 isoprostan, telah ditemukan bahwa suplemen vitamin E, dapat mengurangi produksi F2 isoprostan, sedangkan yang lainnya tidak (Practico et al, 2001). Dalam subyek sehat, vitamin E tidak berpengaruh pada konsentrasi F2 isoprostan dalam kemih pada dosis sampai dengan 2000 IU / hari hingga 8 minggu. Dosis kecil vitamin C (500 mg / hari) dapat
menekan produksi isoprostan di perokok, tetapi hanya dalam subyek
dengan indeks massa tubuh tinggi; suplemen dengan dosis yang sama vitamin C
dalam kombinasi dengan antioksidan tambahan (vitamin E dan asam lipoic) tidak efektif. Hal ini menunjukkan bahwa stres oksidatif adalah fenomena kompleks yang dapat dipengaruhi oleh kovariasi dan seleksi yang tepat dari antioksidan. Pengukuran F2 isoprostan dapat mengidentifikasi pasien dengan terapi suplemen antioksidan (Halliwell, 2000). Laporan awal penemuan F2 isoprostan menunjukkan bahwa senyawa prostaglandin dapat dibentuk in vivo independen dari siklooksigenase (Fam, 2002). Namun, selama beberapa tahun terakhir penemuan ini muncul sebagai metode untuk menilai status stres oksidatif in vivo yang bisa diandalkan, peneliti bisa menetapkan terjadinya stres oksidatif pada penyakit melalui pengukuran F2 isoprostan yang merupakan pendekatan yang berharga dan dapat diandalkan untuk menilai status stres oksidatif in vivo. Pemeriksaan F2 isoprostan digunakan Kit Ensim Immunoassay 8-iso-Prostaglandin F2α.
Enhanced excitatory Ekspresi sitokin Konstriksi jalan udara
asthma remodellin g
Hiperresponsif jalan udara Hipertensi Pulmoner hipoksi
Vasokonstrik si Pulmoner
Penurunan factor relaksasi endotel ISOPROSTANS
Cedera paru akut
Aktivasi endotel Peningkatan permeabilitas Vasokonstrik si arteri Formasi udem
Vasokonstrik si lymphatik Permeabilita s dan sekresi epitelial STRESS OKSIDATIF
Gambar 2.6 Hubungan stres oksidatif dengan Isoprostan (dikutip dari: Halliwell dan Gutteridge, 2007)
2.4 Antioksidan 2.4.1 Definisi
Antioksidan adalah senyawa pemberi elektron namun dalam arti biologis merupakan senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan (radikal bebas) termasuk enzim enzim dan protein – protein pengikat logam (Cadennas dan Packer, 2002; Halliwell dan Gutteridge, 2007). Makhluk hidup mempunyai mekanisme pertahanan yang sangat khusus berupa antioksidan untuk menetralisir efek stres oksidatif. Antioksidan merupakan senyawa yang bersifat larut dalam air (water soluble) atau larut dalam lemak (lipid soluble), ada yang diproduksi oleh tubuh sendiri dan ada pula yang hanya berasal dari luar tubuh. Stres oksidatif didefinisikan sebagai ketidak seimbangan antara produksi radikal bebas oksigen dengan produksi antioksidan (Baynes, 2005). Makin tua seseorang, maka kecenderungan menurunnya kadar antioksidan dalam tubuh makin besar. Sistem antioksidan tubuh berfungsi melindungi sel-sel jaringan dari efek negatif radikal bebas. Antioksidan bertindak mencegah pembentukan radikal bebas, atau menangkap radikal bebas yang sudah ada, menetralisirnya dan mencegah terjadinya reaksi berantai. Antioksidan adalah molekul yang berkemampuan memperlambat ataupun mencegah oksidasi molekul lain. Oksidasi merupakan suatu reaksi kimia yang mentransfer elektron dari satu zat ke oksidator. Reaksi oksidasi dapat menghasilkan radikal bebas dan memicu reaksi rantai, menyebabkan kerusakan sel tubuh. Antioksidan menghentikan reaksi berantai dengan melengkapi kekurangan elektron yang dimiliki radikal bebas dan menghambat reaksi oksidasi lainnya dengan sendirinya teroksidasi. Oleh karena itu, antioksidan sering kali merupakan reduktor seperti senyawa tiol, asam askorbat, ataupun polifenol.
Walaupun reaksi oksidasi sangat penting bagi kelangsungan kehidupan, juga dapat membahayakan. Tumbuhan dan hewan memiliki berbagai jenis antioksidan juga dalam tubuhnya, seperti glutation, vitamin C, dan vitamin E berserta enzimenzim seperti katalase, superoksida dismutase, dan peroksidase-peroksidase lainnya. Kandungan antioksidan yang rendah dapat menyebabkan stres oksidatif dan merusak sel-sel tubuh.
2.4.2. Jenis-jenis Antioksidan Jenis antioksidan ada 2 macam (Halliwell dan Gutteridge, 2007). 2.4.2.1. Antioksidan Internal (Primer) Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer disebut juga antioksidan enzimatis suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan primer, apabila dapat memberikan atom hidrogen secara cepat kepada senyawa radikal, kemudian radikal antioksidan yang terbentuk segera berubah menjadi senyawa yang lebih stabil. Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas baru, atau mengubah radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang reaktif. Antioksidan dalam kelompok ini disebut juga chainbreaking-antioxidant. Enzim katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2, sedangkan SOD bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutase dari radikal anion superoksida menjadi H2O2. Enzym ini mempunyai efek yang dominan (Murray, 2003).
2.4.2.2 Antioksidan Eksternal (Sekunder) Antioksidan eksternal disebut juga antioksidan non-enzimatis. Antioksidan dalam kelompok ini sebagai pencegahan dan sistem pertahanan tubuh. Antioksidan non-enzimatis dapat berupa komponen non-nutrisi dan komponen nutrisi dari sayuran dan buah-buahan. Kerja sistem antioksidan non-enzimatik yaitu dengan cara menangkapnya. Akibatnya, radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan eksternal meliputi vitamin A, vitamin E, vitamin C, β karoten, flavonoid (Andreassen et al, 2001), berpendapat bahwa asam lipoat yang ditemukan dalam kentang, wortel, brokoli, yeast, bit, yam, dan buah berdaging merah sebagai sifat antioksidan. Vitamin C dan karetonoid banyak terdapat dalam sayuran dan buah-buahan. Oleh sebab itu, untuk memperoleh antioksidan vitamin C dan karetonoid, diperlukan asupan sayuran dan buah-buahan dalam jumlah tinggi. Diet rendah sayuran dan buah-buahan dua kali berisiko terkena kanker, penyakit jantung, dan katarak dibandingkan orang dengan diet tinggi bahan makanan tersebut. Berdasarkan pernyataan tersebut, direkomendasikan kepada 9% orang Amerika untuk mengonsumsi buah-buahan dan sayuran 5 kali lebih banyak daripada konsumsi pada umumnya, guna memperbaiki kesehatan. Senyawa antioksidan non-enzimatis bekerja dengan cara menangkap radikal bebas (free radical scavenger), kemudian mencegah reaktivitas amplifikasinya. Ketika jumlah radikal bebas berlebihan, kadar antioksidan non-enzimatik menurun.
2.4.3 Antioksidan yang Terkait Ada berbagai jenis antioksidan yang ada dalam buah naga yaitu vitamin C, karotenoid, Vitamin E, Antosianin dan polifenol.
2.4.3.1 Vitamin C Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air (aqueous antioxidant ). Senyawa ini, merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh pada senyawa oksigen reaktif dalam plasma dan sel. Dalam keadaan murni, vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus molekul C6H606. Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron, ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat berinteraksi dengan Fe-ferritin. Di luar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer electron ke dalam tokoferol teroksidasi. Dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan. Vitamin C adalah vitamin yang penting bagi manusia.
Gambar 2.7 Mekanisme Vitamin C, E. dan Carotenoid. (Dikutip dari Ann, 2002)
Vitamin C menjaga ketersediaan nitric oxide (NO) dengan beberapa ..
mekanisme: Vitamin C menangkap superoxide (O2 ) dan mencegah formasi oksidase LDL (ox-LDL) yang menurunkan ketersediaan NO. Vitamin C bersama intraseluler thiols (contoh: GSH) yang menstabilkan NO melalui formasi 5nitrosothiols (contoh: GSNO). Dalam keadaan tertentu, vitamin C berperan dalam melepaskan NO dari 5-nitrosothiols, dan menjaga faktor pendukung endothel NO sintesa (eNOS). Tanda panah tebal (dalam skema diatas) menunjukkan reaksi dan tanda panah putus-putus menunjukkan efek. Vitamin C berperan menekan risiko kanker saluran pencernaan. Konsumsi vitamin C dari sayuran dan buah – buahan selama 30 hari dapat meningkatkan kemampuan proliferasi sel limfosit B dan T. Demikian pula, aktivitas sitotoksik sel NK (natural killer) juga meningkat. Temuan ini mengindikasikan bahwa
asupan sayuran dan buah – buahan dalam jumlah memadai dapat memperkecil risiko penyakit kanker (Zakaria et al, 2000). Pada umumnya, penggunaan vitamin C sebagai antioksidan berkombinasi dengan sumber antioksidan lain. Menurut para ahli yang membuktikan potensi vitamin C bersama dengan senyawa antioksidan lain, asupan vitamin C dan E yang rendah dapat berdampak pada rendahnya kadar vitamin C dalam darah. Keadaan seperti ini mempermudah seseorang terkena katarak (kekeruhan lensa mata), yang akan lebih parah bila orang tersebut mempunyai kebiasaan merokok. Suplementasi vitamin C dan E juga meningkatkan produksi sitokin, dengan suplemen sebanyak 1 g vitamin C dan 400 mg vitamin E, tocoferil asetat selama 28 hari, Ternyata meningkatkan produksi IL-1 sebesar 1,8 kali dan TNF- sebesar 1,5 kali. Sementara vitamin C tunggal tidak memberikan efek signifikan.
2.4.3.2 Vitamin E Vitamin E adalah salah satu fitonutrien penting, Vitamin ini secara alami memiliki 8 isomer yang dikelompokkan dalam 4 tokoferol (, , , ) dan 4 tokotrienol (, , , ) homolog. Suplemen vitamin E yang ada di pasaran umumnya tersusun atas tokoferol dan tokotrienol yang diyakini merupakan antioksidan potensial.
Tokoferol, terutama -tokoferol telah diketahui sebagai antioksidan yang mampu mempertahankan integritas membrane. Senyawa tersebut dilaporkan bekerja sebagai scavenger radikal bebas oksigen, peroksida lipid, dan oksigen singlet. -tokoferol merupakan bentuk suplemen vitamin E yang paling banyak. Vitamin E atau -tokoferol merupakan antioksidan yang larut dalam lemak. Vitamin ini banyak terdapat dalam membran eritrosit dan lipoprotein plasma. Sebagai antioksidan, vitamin E berfungsi sebagai donor ion hidrogen yang mampu mengubah radikal peroksil (hasil peroksidasi lipid) menjadi radikal tokoferol yang kurang reaktif, sehingga tidak mampu merusak rantai asam lemak. Banyak peneliti melaporkan adanya hubungan terbalik antara asupan vitmin E dan kejadian kematian karena kardiovaskuler. Vitamin E juga dapat menghambat aterosklerosis tahap awal (Seifried dan Milner, 2008). Aterosklerosis merupakan kondisi patologis yang dapat menyebabkan terjadinya CHD, Pada orang sehat, asupan vitamin E dalam jumlah memadai berkorelasi dengan rendahnya risiko CHD. Sementara pada individu yang didiagnosos terkena atau berisiko tinggi CHD, asupan vitamin tersebut tidak memberikan manfaat. Makanan kaya vitamin mampu menurunkan risiko penyakit aterosklerosis dengan cara melindungi LDL dari oksidasi. Antioksidan vitamin E, vitamin C, -karoten, atau kombinasinya menghambat peroksidasi lipid secara in vivo. Asupan tinggi vitamin berkaitan erat dengan rendahnya risiko serangan jantung (Yochum et al, 2000).
Pada kondisi tertentu, vitamin A yang diperankan oleh -karoten berperan sebagai sparing
effect vitamin E. Bila tekanan oksigen dalam tubuh tinggi,
vitamin E diangkut darah melalui LDL dan HDL. Reaksi antioksidatif vitamin E berlangsung secara nonenzimatik, prosesnya jauh lebih cepat apabila dibandingkan dengan antioksidan enzimatik. Vitamin E akan menetralisir radikal peroksil menjadi peroksida lipid, dengan cara melepaskan atom hidrogennya, sehingga terbentuk radikal alfa tokoferoksil. Kenyataan inilah yang menunjukkan bahwa vitamin E sebenar tidak saja berfungsi sebagai antioksidan, tapi pada kondisi tertentu dapat pula bersifat prooksidatif sebagai radikal alfatokoferoksil (α-TO). Vitamin E juga akan menetralisir berbagai radikal lainnya, seperti radikal oksigen singlet,
alkosil,
peroksinitrit, nitrogen dioksid, ozon dan superoksid (Baraas, 2006). Selanjutnya, radikal alfa tokoferoksil akan dinetralisir oleh vitamin C (asam askorbat dalam bentuk reduksi), atau pun beta karoten, menjadi vitamin E kembali. Ini berarti bahwa vitamin E akan berfungsi sebagai anti oksidan yang kuat, apabila konsentrasi vitamin C, beta karoten atau koenzim Q10 sendiri selanjutnya berubah menjadi radikal yang bersifat reaktif, tetapi segera dinetralisir oleh enzim NADH oksidase (dengan koenzim atau kofaktor spesifik intrasel NADH), menjadi vitamin C, beta karoten atau pun koenzim Q10, dalam kondisi tertentu tampaknya bisa pula bersifat prooksidatif, apabila konsentrasi enzim NADH oksidase dan koenzim lainnya tidak memadai (Baraas, 2006). Selain berperan sebagai antioksidan, vitamin E dan C memiliki sifat mudah dicerna sehingga dengan cepat dapat memperbaiki kerja sistem imun. Pada
individu yang berstatus gizi baik, terutama kadar gizi yang bersifat antioksidan seperti vitamin A, C, dan E, dapat meningkatkan sistem pertahanan tubuh. Asupan vitamin E yang rendah berkaitan erat dengan tingginya risiko kanker payudara, paru – paru, tenggorokan, dan mulut. Vitamin E merupakan antioksidan alami yang banyak ditemukan dalam kolesterol LDL. Kolesterol LDL yang teoksdiasi dapat menyebabkan kerusakan dinding pembuluh arteri. Kondisi seperti ini merupakan proses awal terjadinya aterosklerosis. Dalam hal ini, banyaknya antioksidan alami dalam jumlah cukup dapat melindungi kolesterol LDL dari proses oksidasi. Vitamin E menghambat pertumbuhan tumor prostat dan sebagai antioksidan yang menghambat peroksidasi lemak (Basu dan Imrhan, 2005). Semakin tinggi asupan vitamin E, semakin tinggi kadar tokoferol dalam tubuh seseorang. Namun demikian, kadar tokoferol dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh aktivitas tubuh. Selama aktivitas olahraga, vitamin E menunjukkan respons yang bervariasi. Kadar tokoferol plasma meningkat selama olah raga (tidak memperhitungkan volume plasma yang diinduksi oleh olah raga). Kadar vitamin E juga meningkat pada pemain ski yang berlatih dengan jarak jauh. Tokoferol plasma tidak berubah segera atau 120 jam setelah melakukan lari maraton dengan kecepatan sedang. Beragamnya respons ini diduga karena perbedaan model, jenis olah raga, waktu yang digunakan, banyaknya latihan, faktor lingkungan (misal ketinggian tempat), atau tidak terkontrolnya perubahan plasma.
Uji efek vitamin E terhadap peroksidasi lipid yang disebabkan olah raga. Temuan ini membuktikan bahwa vitamin E dapat menurunkan kadar lipid peroksidasi secara efektif. Setelah olahraga berat, aktivitas enzim otot seperti kreatin kinase dan laktat dehidrogenase dalam darah sama halnya pada orang yang mengkonsumsi 300 mg vitamin E selama 6 minggu. Namun pada otot yang terluka akibat olah raga, peroksidasi lipid tidak dapat direduksi oleh suplementasi vitamin E 600 IU/hari, yang diberikan 2 hari sebelum dan setelah olah raga. Integritas membran berhubungan dengan stres oksidatif, ditunjukkan melalui pengukuran kreatin kinase dalam serum. Kreatin kinase merupakan
protein
intramuskuler yang bocor setelah terjadi kerusakan membran serum. Temuan ini juga membuktikan bahwa vitamin E memberikan efek proteksi terhadap stres oksidatif yang menyebabkan kerusakan otot karena olahraga.
2.4.3.3. β- karoten β-karoten merupakan salah satu dari 600 komponen karotenoid yang banyak ditemukan dalam tanaman. Karotenoid merupakan senyawa isoprenoid C40 dan tetraterpenoid yang terdapat dalam plastida jaringan tanaman, baik yang melakukan
fotosintesis
maupun
tidak.
Karotenoid
juga
dilaporkan
mempertahankan siklus sel (Schafer et al, 2000), meningkatkan komunikasi sel, menghambat transformasi malignan dalam sel C3H/10T1/2, serta memacu
apoptosis dan diferensiasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa karotenoid mencegah kanker dengan cara menghambat pertumbuhan sel tumor. Karotenoid berperan penting dalam pendegahan penyakit degeneratif, dengan cara mempertahankan fungsi sistem imun dan antioksidan. Asupan β-karoten dalam jumlah memadai di yakini dapat mencegah angina pectoris. Penyakit kardio vaskuler, dan kanker terutama kanker paru – paru dan kanker lambung. Karoten dan vitamin A berpotensi mencegah penyakit degeneratif seperti kanker, katarak, aterosklerosis, oto imun dan penuaan dini (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Sebagai antioksidan, komponen karotenoid juga mampu menurunkan efek toksik dari senyawa oksigen reaktif. Senyawa oksigen reaktif diketahui dapat berimplikasi dalam etiologi penyakit degeneratif seperti kanker, kardiovaskuler, neurodegeneratif, dan aging (Chew dan Park, 2004). Carotenoids (β caroten dan lycopene) sebagai antioksidan yang melindungi membran sel, DNA, dan makromolekul dari kerusakan akibat ROS (Sommerburg, 2002).
2.4.3.4 Flavonoid / Polifenol Flavonoid adalah sekelompok besar senyawa polifenol tanaman yang tersebar luas dalam berbagai bahan makanan dan dalam berbagai konsentrasi. Kandungan senyawa flavonoid dalam tanaman sangat rendah, sekitar 0.25%. Komponen tersebut pada umumnya terdapat dalam keadaan terikat atau terkonjugasi dengan senyawa gula. Flavonoid secara alami juga dilaporkan sebagai derivat benzo-γpirene.
Polifenol mempunyai cincin fenol multiple dalam strukturnya dan flavonoid mempunyai tiga cincin dalam strukturnya (Waterhouse, 2002). Secara in vitro, senyawa flavonoid telah terbukti mempunyai efek biologis yang
sangat
kuat.
Sebagai
antioksidan,
flavonoid
dapat
menghambat
penggumpalan keping-keping sel darah, merangsang produksi nitrit oksidayang dapt melebarkan (relaksasi) pembuluh darah, dan juga menghambat pertumbuhan sel kanker. Di samping berpotensi sebagai antioksidan dan penangkap radikal bebas (free radical scavenger), flavonoid juga memiliki beberapa sifat seperti hepatoprotektif, antitrombotik, antiinflamasi, dan antivirus. Sifat antiradikal flavonoid terutama terhadap radikal hidroksil, anion superoksida, radikal peroksil, dan alkoksil. Senyawa flavonoid ini memiliki afinitas yang sangat kuat terhadap ion Fe (Fe diketahui dapat mengatalisis beberapa proses yang menyebabkan terbentuknya radikal bebas). Aktivitas anti peroksidatif flavonoid ditunjukkan melalui potensinya sebagai pengkelat Fe (Furhman, 2002).
Gambar 2.8 Efek langsung tidak langsung dari suplementasi blueberry yang mengurangi signal stress dan menaikkan/meningkatkan kehidupan. (dikutip dari Aan, 2008)
2.4.3.5 Antosianin Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang berwarna merah keunguan dapat sebagai pewarna untuk jus buah, anggur dan lain-lain, tetapi bermanfaat bagi kesehatan. Antosianin juga merupakan antioksidan flavonoid yang melindungi sistem tubuh. Antosianin adalah jenis flavonoid dari proantosianidin. Antosianin kemungkinan merupakan kelompok penting dari molekul pigmen tumbuhan. Antosianin termasuk kategori flavonoid, yang dalam penelitian memiliki kekuatan 150 kali lebih besar dari flavonoid dimana kurang lebih 4.000 jenis flavonoid yang sudah teridentifikasi (Lotito, 2006). Kelompok pigmen tumbuhan termasuk kategori flavonoid dan didalam penelitian mempunyai kemampuan 150x flavonoid . Antosianidin dan sejenisnya banyak didapat di dalam makanan, misalnya kol merah. Kol merah melindungi stress oksidatif dari racun paraquat ( Igarashi, 2000 ). Sianidin didapat dari sumber buah-buahan sebagai dasar pembentukan antosianin, yang berfungsi sebagai antioksidan kuat in vivo pada penelitian di Jepang. Dalam penelitian lain, ianidin melindungi membran sel dari oksidasi. Penelitian terhadap binatang menyebutkan bahwa cianidin sebagai antioksidan 4x lebih kuat dari vitamin E. Antosianin pelargonidin melindungi asam amino tyrosin dari reaksi oksidasi tinggi peroxynitrit (Tsuda, 2000).
Inflamasi menyebabkan kerusakan jaringan ikat kapiler sehingga darah terhambat ke jaringan sekitarnya, oksidan keluar dan kerusakan dinding pembuluh darah. Antosianin melindungi dengan berbagai cara : 1. Menetralkan enzim yang menghancurkan jaringan ikat 2. Kapasitas antioksidan mencegah oksidan dari kerusakan jaringan ikat, mereparasi/ memperbaiki kerusakan protein di dinding pembuluh darah. Penelitian menunjukkan bahwa suplementasi dengan antosianin mencegah inflamasi dan kerusakan pembuluh darah. 3. Juga mempunyai kemampuan mencegah reaksi alergi. 4. Melindungi vitamin E dan carotenoid dalam partikel LDL dari oksidasi (Furhman dan Aviram, 2002) Otak mempunyai kerentanan terhadap stres oksidatif, antosianin melindungi lemak di jaringan otak dari oksidasi (Tsuda, 2000). Peroxynitrit nitrit dari tyrosine dienzim dan protein yang menyebabkan kerusakan otak pada penyakit neurodegeneratif dan trauma otak. Tyrosine nitrit menghambat receptor nerve growth factor dan mencegah pertumbuhan saraf baru dan perbaikan inhibisi dengan perbaikan pencegahan tyrosine nitrat, antosianin pelargonidin membantu melindungi penyakit neurologis. Antosianin mencegah aterogenesis, mencegah oksidasi LDL. Antosianin melindungi integritas sel endotel dinding pembuluh darah, jadi penting bagi penyakit-penyakit vaskuler (Morrow dan Roberts, 2002). Antosianin delphinidin merelaksasikan aorta 89% walaupun antosianin malvidin tidak efektif, jadi mengurangi mortalitas kardiovaskuler.
Pada diabetes militus, antosianin menormalkan filtrasi albumin dan uptakenya lewat sistem limphatic (Reich et al, 2001). Studi pada 30-40 orang dengan retinopathy menunjukkan perbaikan signifikan setelah mengkonsumsi 120 mg antosianin/hari untuk beberapa minggu (Bernoud-Hubac et al, 2001). Selain itu dari penelitian juga didapatkan bahwa antosianin menghambat sel tumor. Sianidin dan delphinidin menghambat receptor epidermal growth factor di sel kanker.
Gambar 2.9 Polyfenol, flavonoids, dan proteksi LDL. (Dikutip dari Carr dan Frei, 2002.)
Pathway dimana polyfenol mencegah pembentukan LDL yang menginduksi formasi macrofag foam cell. Polyfenol (PP) mempengaruhi LDL secara langsung melalui interaksi dengan lipoprotein, dan menghambat retensi LDL, oksidasi LDL (1) dan agregasi LDL (2) Polyfenol juga dapat melindungi LDL secara tidak langsung dengan cara akumulasi di dinding sel arteri dan sebagai pelindung macrofag arterial melawan stres oksidatif (3) Efek lebih lanjut berhubungan dengan hambatan bentukan makrofag yang teroksidasi dan kapasitas makrofag untuk mengoksidasi LDL (4) atau untuk meningkatkan agregasi LDL (5) (Carr dan Frei, 2002).
2.5 Buah naga 2.5.1 Sumber Buah Naga Buah naga merah tergolong famili Cactaceae subfamili Cactoideae (Sani, 2009), tanaman sejenis kaktus dengan sulur batang yang tumbuh menjalar. Batangnya berwarna hijau dengan bentuk segi tiga, mirip tubuh naga. Bunganya besar, berwarna putih, harum dan mekar di malam hari. Setelah bunga layu akan terbentuk bakal buah yang menggelantung di setiap batangnya. Bakal buah inilah yang kemudian menjadi buah naga. Buah naga umumnya dikenal sebagai dragon fruit atau dragon pearl fruit. Ada 3 jenis buah naga yaitu buah naga putih, buah naga kuning, dan buah naga merah. Hanya buah naga merah yang di teliti dalam penelitian ini. Biji buah naga tidak menyebabkan kenaikan kadar kolesterol, mengandung protein dan lemak, omega 3 (Lim et al,2006). 2.5.2 Jenis – jenis Buah Naga (Hylocereus ) Buah naga memiliki beberapa spesies, antara lain : 1. Hylocereus undatus. Populer dengan sebutan white pitaya. Kulitnya merah,
daging buah putih, dengan biji-biji hitam kecil. Berat rata-rata 400-500 gram. Batang berwarna hijau tua. 2. Hylocereus polyrhizus. Banyak dikembangkan di Cina dan Australia. Sering disebut red pitaya karena selain kulitnya merah, dagingnya pun merah keunguan. Beratnya sekitar 400 gram. 3. Hylocereus costaricensis. Sepintas mirip Hylocereus polyrhizus tetapi daging buahnya lebih intens merahnya. Itu sebabnya buah ini disebut naga super merah. Berat buah sekitar 400-500 gram. 4. Selenicereus megalanthus. Bobotnya hanya 80-100 gram. Buah ini mempunyai isi putih dengan kulit buah kuning tanpa sisik sehingga cenderung lebih halus.
2.5.3. Kandungan Gizi Buah Naga Kandungan nutrisi, serat, zat vitamin dan mineral yang terdapat dalam buah naga ini dapat melancarkan peredaran darah, mengurangi tekanan emosi, menetralkan toksin dalam darah, mencegah kanker usus, mengurangi kadar kolesterol dan lemak dalam tubuh. Buah naga juga mengandung zat besi untuk menambah darah, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3 (baik untuk menurunkan kadar kolesterol) dan vitamin C.
Tabel 2.1. Kandungan gizi buah naga H. undatus per sajian 100 gram Kandungan gizi buah naga merah per sajian 100 gram* Kelembaban/air
82.5 – 83 g
Protein
0.159 – 0.229 g
Lemak
0.21 -0.61 g
Serat kasar
0.7 – 0.9 g
Karotenoid
0.005 – 0.012 mg
Kalsium
6.3 – 8.8 mg
Fosfor
30.2 – 36.1 mg
Besi
0.55 – 0.65 mg
Vitamin B1
0.28 – 0.043 mg
Vitamin B2
0.043 – 0.045 mg
Vitamin B3
0.297 – 0.43 mg
Vitamin C
8 – 9 mg
Thiamin
0.28 – 0.30 mg
Riboflavin
0.043 – 0.044 mg
Niasin
1.297 – 1.300 mg
Abu
0.28 g
Lain-lain
0.54 – 0.68 g
(Dikutip dari Mahattanatawe, 2006) Data buah naga bisa berbeda-beda antar negara karena faktor iklim, metode kultivasi dan varietas buah naga yang dianalisa Buah naga merah juga kaya akan antioxidan antosianin yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kadar antosianin berkisar 8,8 mg/ 100gr buah naga. Antosianin membantu penyembuhan atau kondisi degeneratif, menurut penelitian buah naga mempunyai manfaat sebagai anti proliferatif pada B16F10 melano sell dari kulit buah naga karena merupakan inhibitor kuat daripada dagingnya dan hasil ini mengindikasikan kandungan polifenol sebagai antioksidan (Wu et al, 2005). Berikut adalah hasil perbandingan kandungan daging buah dan kulit buah naga merah yang telah di teliti.
Tabel 2.2. Perbandingan kandungan antioksidan daging buah segar dan kulit buah naga merah kering.
Kandungan
Daging Buah/100gr
Kulit buah kering/100gr
Asam Galat
42.4 ± 0.04 mg
39.7 ± 5.39 mg
Flavonoid
7.21 ± 0.02 mg
8,33 ± 0.11 mg
Betacianin
10.3 ± 0.22 mg
13.8 ± 0.85 mg
Aktivitas
antioksidan 22.4 ± 0.29 μmol
berdasarkan
118 ± 4.12 μmol
DPPH’
method at EC50 Pendekatan ABTS untuk 28.3 ± 0.83 μmol
175 ± 15.7 μmol
Vit. C
(Dikutip dari Wu et al,2006.) Buah naga merah mengandung betasianin yang telah terbukti secara invitro sebagai penghambat radikal lipoperoksil didalam membran mikrosoma (Wu et al, 2006).
2.5.4 Khasiat Buah naga Buah naga isi merah beratnya mencapai 1 kg, sedangkan buah naga isi putih rata-rata beratnya sekitar 500 gram. Buah naga isi merah memiliki kandungan
antioksidan yang lebih tinggi dibanding jenis yang putih. Zat makanan lain yang terkandung di dalam buah naga ialah serat, kalsium, zat besi, dan fosfor yang bermanfaat untuk mencegah hipertensi. Buah naga merah baik untuk memperbaiki penglihatan mata karena kandungan karetonoidnya yang tinggi. Fitokimia berupa flavonoid di dalam buah naga juga diketahui dapat mengurangi risiko kanker. Tabel 2.3. Aktivitas Antioksidan (ORAC) dan Total Fenol buah-buahan tropis
Buah
ORAC μM TE/g
Total Phenolic μM
(buah yang
GA/g Pure
dihaluskan bentuk pure) Buah naga merah Red Dragon
7.59
1076
Buah naga merah White Dragon
2.96
523
Jambu Biji merah
16.7
2317
Lychee
5.42
770
Longan
3.31
482
Mangga ranum (masak)
2.17
509
Mangga hijau
1.49
506
Papaya hijau
0.01
205
(Dikutip dari Mahattanatawee, et al,2006.)
Hasil penelitian. Mahattanatawee dan kawan-kawan dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry tahun 2006, buah naga merah dan putih memiliki potensi kapasitas antioksidan, vitamin C dan serat , Aktivitas antioksidan, total fenol larut , total asam askorbat, total serat makanan dan pektin dalam buah naga ternyata diperngaruhi oleh varietas buah naga.
( Mahattanatawee, 2006) menghitung aktivitas antioksidan berdasarkan evaluasi kapasitas menangkap radikal menggunakan radikal bebas DPPH dan aktivitas penangkap radikal peroksil (ORAC = oxygen radical absorbance capacity). Total fenol dianalisa dengan Folin-Ciocalteu assay sebagai galic acid equivalents. Untuk buah naga merah total fenol sebesar 1075,76 μg GA/gram pure, sedangkan buah naga putih sebesar 523,52 μg GA/gram pure. Hasil uji ORAC, buah naga merah 7,59 ORAC μM TE/gram pure, sedangkan buah naga putih 2,96μM TE/gram pure. Hasil uji DPPH, buah naga merah 134,14 μg GA/gram pure, sedangkan buah naga putih sebesar 46,41 μg GA/gram pure. Antioksidan buah naga merah lebih tinggi dibanding buah naga putih karena adanya pigmen merah (antosianidin). Tabel aktivitas antioksidan hasil penelitian (Mahattanatawee et al, 2006) berikut ini juga bisa digunakan sebagai pembanding khasiat buah naga dengan buah-buahan tropis lainnya.
Tabel 2.4. Perbandingan khasiat buah naga dengan buah – buahan tropis
Jambu batu merah
Total Fenol μg GA/g pure 2316.71
ORAC μM TE/g pure 16.70
DPPH μg GA/g pure 609.26
Jambu batu putih
1589.29
9.90
298.59
Buah naga merah
1075.76
7.59
134.14
Lychee
770.12
5.42
103.75
Buah naga putih
523.41
2.96
46.41
Mangga (matang)
508.94
2.17
123.65
Mangga hijau
505.76
1.49
167.50
Pepaya hijau
205.41
0.01
10.36
Buah
(Dikutip dari Mahattanatawee et al, 2006) Menurut hasil penelitian K. Mahattanatawee et al, buah naga (baik merah dan putih) juga memiliki banyak kandungan fenol diantaranya asam hidroksisinamat (hydroxycinnamic acids), hydrolyzable tannin, ellagic acid conjugates, dan flavone glycosid. Buah naga merah mengandung betasianin yang telah terbukti secara invitro sebagai penghambat radikal lipoperoksil didalam membran mikrosoma. Buah naga merah mengandung betasianin sebagai anti poliferasi dan menghambat pertumbuhan tumor, serat (mencegah kanker usus dan memperlancar proses pencernaan) (Wu et al, 2005), beta karoten (kesehatan mata, menguatkan otak dan menurunkan kadar glukosa dalam darah), kalsium (menguatkan tulang) dan fosfor (pertumbuhan badan), serta mengandung vitamin C sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan memproteksi oksidasi yang disebabkan radikal bebas.
Buah naga juga sumber niasin. Niasin merupakan bagian dari vitamin Bkompleks, yang disebut juga vitamin B3. Banyak terdapat dalam biji-bijian dan kacang-kacangan. Khasiatnya untuk menurunkan kadar kolesterol. Niasin dapat menurunkan produksi VLDL (very low density lipoprotein) di hati sehingga produksi kolesterol total, LDL (low density lipoprotein), dan trigliserida menurun. Berperan juga dalam merangsang pembentukan prostaglandin I2 , hormon yang membantu mencegah pengumpulan (agregasi) trombosit. Buah naga juga mengandung pektin. Buah naga merah mempunyai kemampuan chelating power (menangkap logam) untuk menangkap ion besi yang dapat menimbulkan reaksi Fenton pemnyebab timbulnya beberapa penyakit. Buah naga merah juga dapat untuk menurunkan kolesterol, LDL, dan gula darah pada pasien DM (Sani et al, 2009). Buah naga juga dilaporkan sebagai anti radikal bebas (Padreno dan Escribano, 2001). Antioksidan alami dari buah-buahan lebih efektif daripada suplementasi vitamin C dan E (Lim, et al, 2006). Buah naga mengandung ke-3 jenis antioksidan (Wu et al, 2005), yaitu: 1. Antioksidan protektor (vitamin C, A, E, flavonoid) 2. Antioksidan pembangun (antosianin dan β sianin) 3. Antioksidan penyerang (fitoalbumin). Biji buah naga mengandung fitoalbumin dan omega 3.
Tabel 2.5. Perbandingan komposisi minyak biji Hylocereus pylorhizus dan Hylocereus undatus "Hylocereus polyrhizus" (probably Costa Rica Pitaya)
Hylocereus undatus (Red Pitaya)
Asam Miristik
0.2%
0.3%
Asam Palmitat
17.9%
17.1%
Asam Stearat
5.49%
4.37%
Asam palmitoleat
0.91%
0.61%
Asam Oleat
21.6%
23.8%
Asam Cis-vasenik
3.14%
2.81%
Asam Linoleat
49.6%
50.1%
Asam Linolenat
1.21%
0.98%
(Dikutip dari Mahattanatawee et.al., 2006)
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Berpikir Dengan makin bertambahnya polusi, kemacetan, stress pekerjaan, aktivitas
yang berlebihan, situasi lingkungan dan alam yang mengejutkan, maka radikal bebas yang ada, akan menyebabkan banyak orang mengalami stres oksidatif dalam metabolisme tubuhnya. Stres oksidatif ini menyebabkan beberapa jenis penyakit yaitu jantung, alzheimer, parkinson dan alergi yang selanjutnya akan dapat mempercepat proses penuaan. Lemak adalah target utama dari serangan radikal bebas yang menginduksi peroksidasi lipid. Salah satu pertanda peroksidasi lipid adalah F2 isoprostan, petanda (biomarker) dari stres oksidatif pada patogenesis penyakit. Untuk memperbaiki gaya hidup, yang meliputi aturan dan pemilihan makanan dengan peningkatan masukan serat dan aktivitas fisik yang memadai, dilakukan usaha non farmakologis yang dapat dianjurkan dengan memilih bahan makanan dari bahan yang sehat alami yang memiliki resiko efek samping yang kecil sehingga relatif aman. Buah Naga (Hylocereus Polyrhizus) merupakan buah yang cukup unik dan termasuk golongan kaktus yang berdaging merah, memiliki beberapa kandungan gizi diantaranya vitamin A, vitamin C, vitamin E, niacin, polyphenol, autosiam betasianin. Tumbuhan ini tergolong dalam famili Cactaceae dan subfamili Cactoideae. Di bagian kulit luar buah ini terdapat sisik-sisik kasar seperti kulit 59 seekor naga. Buah Naga kaya dengan ‘lycopene’ yang bertindak sebagai bahan antioksidan.
Buah Naga dapat menurunkan hipercholesterolenia dan berperan memperbaiki kanker. Buah Naga diduga dapat menurunkan stres oksidatif akibat aktivitas berlebih. Dengan diberikannya buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) mengandung antioksidan sehingga akan mempengaruhi atau mengurangi stres oksidatif. Stres oksidatif dipengaruhi faktor eksternal dan internal dan salah satu faktor eksternal adalah aktivitas berlebih. Dengan menurunnya stres oksidatif maka F2 isoprostan akan turun juga.
3.2
Konsep Buah Naga: Vitamin A, E, βkaroten, Antosianin
Faktor Eksternal Faktor Internal
Genetik Usia Hormonal Jenis kelamin
Makanan aktivitas Penyakit
Tikus yang diberi aktivitas berlebih
Stres oksidatif ↓ F2 isoprostan ↓
Gambar 3.1. Bagan Kerangka Konsep Penelitian 3.3.
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka konsep penelitian di atas ditetapkan hipotesis
penelitian sebagai berikut: 1.
Pemberian ekstrak buah naga merah (Hylocereus pylorhizus) dapat menurunkan kadar F2 isoprostan tikus putih jantan yang diberi
beban
aktivitas berlebih. 2.
Dosis ekstrak buah naga merah 300mg/kgbb menurunkan kadar F2 isoprostan lebih besar dibandingkan dosis 150/kgbb pada tikus putih jantan yang diberi aktivitas berlebih.
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan pre-test post-test control group design (Pocock, 2008).
Skema
rancangan penelitian adalah sebagai berikut :
P0 O2
O1
P1 P
S
R
O4
O3
P2 O5
O6
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan : P = populasi S = sampel R = random O1, O3, O5 = kondisi F2 isoprostan sebelum pemberian ekstrak buah naga P0 = tanpa diberi ekstrak buah naga62
P1 = Perlakuan dengan dosis 150 mg P2 = Perlakuan dengan dosis 300 mg O2 = Kondisi F2 isoprostan tanpa pemberian ekstrak buah naga, dan setelah diberi aktivitas berlebih O4 = Kondisi F2 isoprostan setelah pemberian ekstrak dengan dosis 150 mg/kg dan setelah diberi aktivitas berlebih O6 = Kondisi F2 isoprostan setelah pemberian ekstrak dengan dosis 300 mg/kg,dan setelah diberi aktivitas berlebih.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Unud mulai bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2010.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi Populasi target dalam penelitian eksperimental ini adalah seluruh tikus putih jantan yang diberikan beban aktivitas berlebih. Populasi terjangkau adalah tikus putih jantan yang berumur 3-4 bulan dengan berat badan 180 -200 gram. 4.3.2 Sampel Pada penelitian ini diambil tikus yg memenuhi kriteria penerimaan. 4.3.2.1 Kriteria Penerimaan - Tikus putih jantan - Jenis Rattus (albino rat, galur wistar)
- Umur 3-4 bulan - Berat badan tikus 180-200 gram - Tikus sehat
4.3.2.2 Kriteria Drop Out -
Tikus yang mati selama penelitian dilaksanakan.
4.3.2.4 Besar Sampel Besar sampel dihitung dengan menggunakan rumus Pocock (2008)
n
2 2 x f ( , ) 2 1 2
Keterangan : n
= Besar sampel
µ2
= Rerata hasil pada kelompok perlakuan
µ1
= Rerata hasil pada kelompok kontrol
= Simpangan baku control
Α
= 0,05
β
= 0,1
ƒ (α,β) = Besarnya dilihat pada Tabel Pocock (10,5) Berdasarkan data penelitian yang sudah ada diperoleh data : 1.
Untuk F2 isoprostan rerata kelompok kontrol = 0,3 dan simpangan baku kontrol = 3,83 rerata kelompok perlakuan = 3,35
n =
2(0,3)2 __________
x 10,5
(3,83 – 3,35)2 =
8,2 dibulatkan menjadi 9 ekor
Dibulatkan menjadi 9 ekor dan di tambahkan 20% untuk menggantikan sampel yang drop out, jadi jumlahnya 11 ekor tiap perlakuan.
4.3.2.5 Tehnik Pengambilan Sampel Semua sampel yang memenuhi kriteria penelitian (yang memenuhi kriteria eligibilitas) dimasukkan dalam sampel penelitian, selanjutnya dikelompokkan menjadi tiga kelompok; satu kelompok sebagai kelompok kontrol, dua kelompok sebagai kelompok perlakuan yang diberikan buah naga Hylocereus polyrhizus.
4.4 Variabel Penelitian 4.4.1 Identifikasi Variabel Variabel penelitian yang akan diukur adalah variabel bebas dan variabel tergantung
4.4.2 Klasifikasi Variabel 1. Variabel bebas
: ekstrak buah naga (Hylocereus polyrhizus)
2. Variabel tergantung : F2 isoprostan 3. Variabel Kendali
: umur tikus, jenis kelamin, jenis tikus, makanan dan minuman, aktivitas.
Variabel bebas: Ekstrak buah naga
Variabel tergantung: F2 isoprostan
Gambar 4.2 :Hubungan antara variabel bebas dan terkendali
4.4.3 Definisi Operasional Variabel 1 Buah naga Hylocereus polyrhizus adalah tanaman sejenis kaktus dengan sulur batang yang tumbuh menjalar. 2 Ekstrak buah naga merah adalah larutan zat aktif dari buah naga merah dengan cara diekstraksi yang dberikan pada tikus dengan dosis 150mg/kgbb dan 300mg/kgbb. 3 F2 Isoprostan adalah biomarker stress oksidatif dan peroksidasi lipid yang dapat diukur dengan metode 8-iso-prostaglandin F2α 4 Tikus adalah tikus putih jantan jenis rattus (albino rat). 5 Berat badan adalah berat badan tikus (dalam gram) yang ditimbang dengan timbangan khusus TANITA, yang tersedia di Laboratorium Farmakologi FK Unud. 6 Aktivitas berlebih adalah beban yang diberikan kepada tikus dengan tujuan terjadi stres oksidatif, dengan cara tikus direnangkan sampai hampir
tenggelam.
4.5. Bahan Penelitian dan Hewan Coba 4.5.1
Ekstrak Buah Naga Hylocereus polyrhizus
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian adalah buah naga merah (hylocereus polyrizus), diambil zat aktifnya dengan ekstraksi. Ekstraksi dilakukan dengan mencincang kecil-kecil daging buah naga merah yang telah bersih. Hasil cincangan dikeringanginkan selama 2–3 hari dalam oven dengan suhu maksimal 40 derajat celcius). Bahan potongan buah naga merah yang telah kering dimaserasi di dalam pelarut (etanol) dengan perbandingan 1:10 (berat/volume) selama 48 jam dengan tujuan untuk menarik zat aktif pada bahan yang akan diekstraksi. Filtrat diperoleh dengan penyaringan melalui 4 lapis kain kasa dan kertas saring Whatman No 1, kemudian diuapkan dengan menggunakan vaccum rotary evaporator pada suhu 40ºC, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar ditimbang, dicatat beratnya dan dikalibrasi dengan berat pelarut dalam volume yang sama dengan ekstrak kasar tanaman. 4.5.2. Air Destilasi / Deionisasi 4.5.3. Urin tikus 4.5.4. 8-iso-prostaglandin F2α, Enzim immunoassay kit yang terdiri dari : -
Pipet 5 µmol dan 1,000 μl
-
Pipet dispensing 50 μl dan 200 μl
-
Gelas ukur
-
Mikroplate shaker
-
Kertas absorben
-
Microplate reader sp 405nm(570 – 590nm)
4.6 Instrumen Penelitian Alat yang digunakan adalah: -
Kandang tikus beserta tempat minum
-
Sepasang sarung tangan karet
-
Timbangan merek TANITA
-
Kamera
-
Sonde
4.7 Prosedur Penelitian 1.
Dipilih tikus putih jantan untuk penelitian, perkelompok 11 ekor tikus, ada 3 kelompok
2.
Diadaptasikan selama 8 hari
3.
Ditampung urin 24 jam dalam kandang khusus
4.
Periksa urin dengan reagen 8 iso PGF2α Cara pemeriksaan sampel urin: -
Sampel di tambah 2 M HCl sampai pH 3,5, diamkan 4º C selama 15 menit. Sampel diputar dalam mikrosentrifugasi 2 menit.
-
Siapkan C18 reversephase columm dengan mencuci 10 cc etanol diikuti 10 cc air deionisasi.
-
Sampel diberi putaran tekanan dengan rata – rata 0.5 ml/menit.
Cuci tabung dengan 10 cc air, diikuti 10 cc 15% etanol dan 10cc hexane, keluarkan sampel dari tabung dan tambah 10 cc etil asetat. -
Uapkan dibawah aliran nitrogen ditambah 250 µl dari bufer ke sampel kering diamkan 5 menit, ulangi 2x bila analisa terlambat, simpan -80ºC sampai immunoassay jalan.
5.
Tikus dibagi 3 kelompok Kelompok 1 : tanpa diberi ekstrak buah naga Kelompok 2 :diberi ekstrak buah naga 150 mg/kgbb Kelompok 3 : diberi ekstrak buah naga 300 mg/kgbb Selanjutnya semua kelompok dimasukkan kedalam kandang khusus, untuk pengambilan urin pre test. dimana tiap 1 kandang diisi oleh 1 ekor tikus. Setelah mendapatkan urin pre test, selanjutnya tikus dikembalikan ke kandang kelompok. Untuk kelompok kontrol diberikan aquadest selama 14 hari. Untuk kelompok perlakukan 1 diberikan ekstrak buah naga dosis 1 selama 14 hari. Untuk kelompok perlakuan 2 diberikan ekstrak buah naga dosis 2, selama 14 hari. Pada hari ke-14 setelah diberikan ekstrak kemudian semua perlakuan direnangkan.
Dua jam setelah berenang, dimana kondisi tikus sudah tidak basah lagi (bulu sudah mongering) semua tikus dimasukkan kedalam kandang individu untuk ambil urin. 6.
Hari ke-15 semua urin terkumpul, masing-masing diberikan label
7.
Tampung urin 24 jam dalam kandang khusus
8.
Periksa urin dengan reagen 8 iso PGF2α
9.
Bandingkan sebelum dan sesudah perlakuan dengan analisa data
Tikus dewasa
ADAPTASI
F2 ISOPROSTAN dalam urineTikus dewasa Placebo kontrol ( diberi aktivitas berlebih )
Ekstrak buah naga merah 150 mg + aktivitas berlebih
F2 ISOPROSTAN dalam urineTikus dewasa
PRE TEST
Ekstrak buah naga merah 300 mg + aktivitas berlebih
POST TEST
ANALISIS
LAPORAN
Gambar 4.3 Prosedur penelitian
4.8 Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.
Analisis Deskriptif. Semua data dianalisis secara deskriptif.
2.
Analisis Normalitas. Uji Normalitas digunakan Uji Saphiro-Wilk, karena sampel < 50, Distribusi normal (p >0.05)
3.
Uji Homogenitas Ada tiga kelompok sampel. Uji homogenitas dilakukan dengan
homogenity of variance test dengan Levene’s test (Uji F), didapatkan data homogen (p>0.05) 4.
Uji Komparasi. Analisis komparasi, data menyebar normal dan homogen maka digunakan
analisis One Way Anova untuk menguji hipotesis. Dan selanjutnya dengan Least Significant Different (LSD) 5.
Data diolah dengan program SPSS Version 16 for windows.
.
BAB V HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini digunakan sebanyak 33 ekor tikus sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok masing-masing berjumlah 11 ekor, yaitu kelompok kontrol (aktivitas berlebih), kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb, dan kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb. Dalam bab ini akan diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.1 Uji Normalitas Data Kadar F2 Isoprostan Sebelum dan Sesudah
Perlakuan Data kadar F2 isoprostan diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil Uji Normalitas Kadar F2 Isoprostan Kelompok Sebelum dan Sesudah perlakuan Kelompok Subjek
n
P
Keterangan
Kontrol (aktivitas berlebih) pre
11
0,435
Normal
Ekstrak buah naga 150 mg/kg BB pre
11
0,219
Normal
Ekstrak buah naga 300 mg/kg BB pre
11
0,541
Normal
Kontrol (aktivitas berlebih) post
11
0,136
Normal
Ekstrak buah naga 150 mg/kg BB post
11
0,341
Normal
Ekstrak buah naga 300 mg/kg BB post
11
0,121
Normal
5.2 Uji Homogenitas Varians Kadar F2 Isoprostan Antar Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan 73 Data kadar F2 isoprostan diuji homogenitasnya dengan menggunakan uji Levene’s test. Hasilnya menunjukkan data homogen (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.2 berikut. Tabel 5.2 Homogenitas Kadar F2 Isoprostan antar Kelompok Perlakuan Kelompok Subjek
F
P
Keterangan
Sebelum Perlakuan (pre)
0,30
0,74
Homogen
Sesudah Perlakuan (post)
2,51
0,06
Homogen
5.3 Uji Komparabilitas Kadar F2 Isoprostan
Uji Komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata kadar F2 isoprostan antar kelompok sebelum diberikan perlakuan berupa ekstrak buah naga. Hasil analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.3 berikut. Tabel 5.3 Rerata Kadar F2 Isoprostan antar Kelompok Sebelum Diberikan Perlakuan N
Rerata Kadar IsoprostanI
SB
Kontrol
11
3,43
0,47
E. buah naga 150 mg/kg BB
11
3,47
0,54
E. buah naga 300 mg/kg BB
11
3,45
0,57
Kelompok Subjek
F
P
0,014
0,986
Tabel 5.3 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar F2 isoprostan kelompok kontrol (aktivitas berlebih) adalah 3,430,47, rerata kelompok ekstrak buah naga 150 mg/kgbb adalah 3,470,54, dan rerata kelompok Ekstrak buah naga 300mg/kgbb adalah 3,450,57. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,014 dan nilai p = 0,986. Hal ini berarti bahwa semua kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata kadar F2 isoprostan tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05).
5.4 Analisis Efek Pemberian Ekstrak Buah Naga 5.4.1 Analisis efek perlakuan antar kelompok
Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar F2 isoprostan antar kelompok sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak buah naga . Hasil analisis
kemaknaan dengan uji One Way Anova disajikan pada Tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4 Perbedaan Rerata Kadar F2 Isoprostan Antar Kelompok Sesudah Diberikan Ekstrak Buah Naga
n
Rerata Kadar F2 isoprostan
SB
Kontrol
11
3,55
0,28
E. buah naga 150 mg/kg BB
11
2,48
0,87
E. buah naga 300 mg/kg BB
11
0,88
0,57
Kelompok Subjek
F
P
51,59
0,00
Tabel 5.4 di atas, menunjukkan bahwa rerata kadar F2 isoprostan kelompok aktivitas berlebih adalah 3,550,28, rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb adalah 2,480,87, dan rerata kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb adalah 0,880,57. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 51,59 dan nilai p = 0,00. Hal ini berarti bahwa rerata kadar F2 isoprostan pada ketiga kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05). Untuk mengetahui kelompok yang berbeda dengan kelompok aktivitas berlebih perlu dilakuan uji lanjut dengan Least Significant Difference – test (LSD). Hasil uji disajikan pada Tabel 5.5 di bawah ini. Tabel 5.5 Beda Nyata Terkecil Kadar F2 Isoprostan Sesudah Diberikan Ekstrak Buah Naga antar Dua Kelompok Kelompok
Beda
P
Interpretasi
Rerata Kontrol dan Ekstrak buah naga 150 mg/kg BB Kontrol dan Ekstrak buah naga 300 mg/kg BB Ekstrak buah naga 150 mg/kg BB/kg BB dan 300 mg/kg BB
1,07
0,001
Berbeda
2,67
0,001
Berbeda
1,60
0,001
Berbeda
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) di atas mendapatkan hasil sebagai berikut. 1. Rerata kelompok kontrol berbeda bermakna dengan kelompok Ekstrak buah naga 150 mg/kgbb (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok ekstrak buah naga 150 mg/kgbb). 2. Rerata kelompok kontrol berbeda secara bermakna dengan kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb (rerata kelompok kontrol lebih tinggi daripada rerata kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb). 3. Rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb berbeda secara bermakna dengan kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb (rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb lebih tinggi daripada rerata kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb).
Rerata Kadar F2 Isoprostan
Gambar 5.1
5.4.2
Perbedaan Rerata Kadar F2 isoprostan pada Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan
Analisis efek perlakuan antara sebelum dengan sesudah perlakuan Analisis efek perlakuan diuji berdasarkan rerata kadar F2 isoprostan antara
kelompok sebelum dengan sesudah diberikan perlakuan berupa ekstrak buah naga . Hasil analisis kemaknaan dengan uji t-paired disajikan pada Tabel 5.6 berikut. Tabel 5.6 Penurunan Kadar F2 Isoprostan antara Sebelum dan Sesudah Diberikan Ekstrak Buah Naga Kelompok Kontrol pre – Kontrol post E. buah naga 150 mg/kg BB pre – post E. buah naga 300 mg/kg BB pre – post
Beda Rerata 0,12
P
Interpretasi
0,495
Tidak Berbeda
0,99
0,023
2,55
0,000
Berbeda (turun) Berbeda ( turun)
Tabel 5.6 di atas, menunjukkan bahwa dengan uji t-paired rerata kadar F2 isoprostan antara kelompok kontrol/ aktivitas berlebih pre dengan kelompok aktivitas berlebih post tidak berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan antara kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb pre dengan kelompok ekstrak buah naga 150 mg post, dan kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb pre dengan kelompok ekstrak buah naga 300 mg post berbeda secara bermakna dengan nilai p < 0,05.
Rerata Kadar F2 Isoprostan
Gambar 5.2 Perbandingan Rerata Kadar F2 Isoprostan antara Kelompok Sebelum dan Sesudah Perlakuan
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Subyek Penelitian Dalam penelitian ini untuk menguji pemberian ekstrak buah naga merah terhadap penurunan F2 Isoprostan, maka dilakukan penelitian pada tikus putih jantan sehat yang diberi makan ekstrak buah naga merah, kemudian diberikan aktivitas berlebih. Tikus yang digunakan sebagai hewan coba adalah tikus putih jantan dari galur Wistar, berumur 3-4 bulan, dengan berat badan 180-200 gram. Tikus yang dipergunakan dalam penelitian ini berjumlah 33 ekor, dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok P0 (kelompok kontrol), kelompok P1 (ekstrak buah naga 150mg/kgbb), dan kelompok P2 (ekstrak buah naga 300mg/kgbb). Penelitian dilakukan selama 14 hari.
6.2 Pemberian Ekstrak Buah naga
Buah naga (Hylocereus Polyrhizus) jenis yang merah kaya akan antioksidan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Kadar antosianin berkisar 8,8 mg/ 100gr buah naga (Laboratorium Analisis Pangan, Fakultas Tehnologi Pangan-Universitas Udayana). Pemberian ekstrak buah naga merah pada kelompok P1 (150mg/kgbb) dan P2 (300mg/kgbb) selama 2 minggu. Pengambilan waktu 2 minggu didasarkan atas hasil penelitian pendahuluan, bahwa didapatkan penurunan F2 isoprostan yang 80 signifikan dalam waktu dua minggu (Lianiwati, 2010).
6.3 Aktivitas Berlebih salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif. Diberikan aktivitas berlebih dengan cara perenangan sampai hampir tenggelam agar didapatkan kondisi stres oksidatif. Ketika melakukan aktivitas fisik yang cukup berat (misalnya tes treadmil), terjadilah peristiwa mirip dengan fenomena iskemia-reperfusi itu, dimana peningkatan penyediaan oksigen (oxygen supply) sering kali tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen (oxygen demand). Fenomena ini disebut sebagai fase iskemia.Sementara itu peningkatan penyediaan oksigen yg tinggi justru akan meningkatkan pembentukan radikal bebas oksigen bahkan bisa mencapai 10x lipat (fenomena ini disebut fase reperfusi). Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik yg berat dapat menyebabkan stres oksidatif
dimana produksi radikal bebas oksigen meningkat secara
bermakna (Baraas, 2006). Penelitian telah membuktikan bahwa aktivitas fisik yang berat dapat menyebabkan stres oksidatif dan trauma otot (McArdle, 2006).
6.4 Pengaruh Ekstrak Buah Naga terhadap Stres Oksidatif Dalam studi kecil yang melibatkan subyek manusia dengan kondisi yang berkaitan dengan peningkatan kadar F2 isoprostan, telah ditemukan bahwa suplemen vitamin E, dapat mengurangi produksi F2 isoprostan, sedangkan yang lainnya tidak (Pratico, 2001). Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa data F2 isoprostan pada kelompok kontrol, kelompok P1, dan P2, berdistribusi normal (p > 0,05), baik kelompok sebelum perlakuan (pre) maupun sesudah perlakuan (post). Didapatkan bahwa rerata kadar F2 isoprostan kelompok aktivitas berlebih adalah 3,430,47, rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb adalah 3,470,54, dan rerata kelompok Ekstrak buah naga 300mg/kgbb adalah 3,450,57. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 0,014 dan nilai p = 0,986. Hal ini berarti bahwa semua kelompok sebelum diberikan perlakuan, rerata kadar F2 isoprostan tidak berbeda secara bermakna (p > 0,05). Hasil analisis sesudah perlakuan didapatkan bahwa rerata kadar F2 isoprostan kelompok aktivitas berlebih adalah 3,550,28, rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb adalah 2,480,87, dan rerata kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb adalah 0,880,57. Analisis kemaknaan dengan uji One Way Anova menunjukkan bahwa nilai F = 51,59 dan nilai p = 0,00. Hal ini berarti bahwa rerata kadar F2 isoprostan pada keempat kelompok sesudah diberikan perlakuan berbeda secara bermakna (p<0,05).
Uji lanjutan dengan uji Least Significant Difference–test (LSD) didapatkan hasil sebagai berikut: rerata kelompok aktivitas berlebih berbeda bermakna dengan kelompok Ekstrak buah naga 150mg/kgbb
(rerata kelompok aktitas
berlebih lebih tinggi daripada rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb). Rerata kelompok aktivitas berlebih berbeda secara bermakna dengan kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb (rerata kelompok aktivitas berlebih lebih tinggi daripada rerata kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb). Rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb berbeda secara bermakna dengan kelompok ekstrak buah naga 300 mg (rerata kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb lebih tinggi daripada rerata kelompok ekstrak buah naga 300mg/kgbb). Hasil analisis antara sebelum dengan sesudah perlakuan dengan uji t-paired didapatkan bahwa rerata kadar F2 isoprostan pada kelompok aktivitas berlebih tidak berbeda bermakna (p>0,05). Sedangkan pada kelompok ekstrak buah naga 150mg/kgbb dan 300mg/kgbb berbeda secara bermakna dengan nilai p<0,05. Hal ini berarti bahwa kecuali pada kelompok kontrol, terjadi penurunan kadar isoprostan setelah diberikan ekstrak buah naga dengan dosis 150mg/kgbb dan 300mg/kgbb selama 2 minggu. Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa kelompok kontrol sebelum aktivitas kadar F2 isoprostan adalah 3,430,47, berubah menjadi 3,550,28 . Berarti tejadi kenaikan kadar F2 isoprostan sebesar 3,5%. Kelompok dengan pemberian ektrak buah naga 150mg/kgbb (P1) 3,470,54 berubah menjadi 2,480,87. Hal ini berarti bahwa terjadi penurunan kadar F2 isoprostan sebesar 28,5%.
Kelompok dengan pemberian ektrak buah naga 300mg/kgbb (P2) 3,450,57 menjadi 0,880,57. Maka ini berarti juga terjadi penurunan kadar F2 isoprostan sebesar 74,5%. Buah naga merah berpotensi untuk menetralkan radikal lipid melalui vitamin E, enzim glutation peroksidase, dan superoksida dismustase melalui pemberian atom hidrogen (Mathews et al, 2000). Ekstrak buah naga dapat menurunkan serum lipid dan MDA-TBAR hati tikus hiperkolesterollemi (Sani, 2009). Vitamin E yang terdapat pada buah naga berperan penting dalam penurunan peroksida lipid dan mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler (Mathews et al , 2000). Vitamin C merupakan antioksidan yg larut air, melindungi komponen intraseluler dan ekstraseluler dan berperang penting untuk menangkap radikal tokoferol dalam bentuk aktif (Kaur dan Kapoor, 2001). Vitamin C menghambat peroksidase yang terjadi pada stres oksidatif sehingga menurunkan F2 isoprostan.(Morrow dan Roberts, 2002). Polifenol, flavonoid, β sianin, mempunyai peran penting juga sebagai antioksidan buah (Wu et al, 2006). Bertindak sebagai penangkap oksigen (oxygen scavenger). Dan gugus hidroksil yang tinggi didalam struktur fenolid akan meningkatkan aktivitas antioksidannya (Llorach et al, 2007). Diet polifenol dan flavonoid, mengurangi modifikasi aterogenic LDL yang akan membentuk foam cell (Fuhrman dan Aviram, 2002). Antosianin melindungi integritas sel indotel dinding pembuluh darah, mencegah aterogenesis, dan penting bagi penyakit-penyakit vaskuler (Morrow dan Roberts, 2002). Kadar antosianin buah naga merah yang diteliti berkisar 8,8
mg/100gr buah naga (Laboratorium Analisa Pangan, Universitas Udayana, 2010). Buah naga mempunyai efek antioksidan dan anti proliferatif (Wu et al 2006) Pada diabetes militus, antosianin menormalkan filtrasi albumin dan up take nya lewat sistim lymfe (Reich et al, 2001) dan perbaikan retinopati (Bernoud-Hubac, 2001). Karotenoid berperan dalam pencegahan penyakit degeneratif dengan cara mempertahankan sistem imun (Halliwell dan Gutteridge, 2007). Mempertahankan siklus sel (Schafer et al, 2000), meningkatkan komunikasi sel, menghambat transformasi malignant dalam sel C3H/10T1/2, serta memacu apoptosis dan deferensiasi. Mampu menurunkan efek toksik dari senyawa oksigen reaktif yang berimplikasi dalam etiologi penyakit degeneratif seperti kanker, kardiovasculer, neuro degeneratif dan aging (Chew dan Park, 2004).
6.4
Peran Ekstrak Buah Naga yang mengandung antioksidan terhadap kerusakan jaringan. Buah naga isi merah memiliki kandungan antioksidan yang lebih tinggi
dibanding jenis yang putih. Zat makanan lain yang terkandung di dalam buah naga ialah serat, kalsium, zat besi, dan fosfor yang bermanfaat untuk mencegah penyakit darah tinggi. Buah naga merah baik untuk memperbaiki penglihatan mata karena kandungan karetonoidnya yang tinggi. Fitokimia berupa flavonoid di dalam buah naga juga diketahui dapat mengurangi risiko kanker. Hasil riset Agricultural Research Service (ARS), United States Department of Agriculture (USDA), buah naga berdaging merah mengandung total fenolat 1.076 μmol gallic acid equivalents (GAE)/g puree. Aktivitas antioksidan mencapai 7,59 μmol trolox
equivalents (TE)/g puree, sedangkan yang berdaging putih Hylocereus undatus mengandung total fenolat 523 μmol GAE/g dan aktivitas antioksidan 2.96 μmol TE/g. Hasil penelitian USDA di atas juga diperkuat oleh hasil penelitian K. Mahattanatawee dan kawan-kawan dalam Journal of Agricultural and Food Chemistry tahun 2006, buah naga merah dan putih memiliki potensi kapasitas antioksidan, vitamin C dan serat, Aktivitas antioksidan, total fenol larut, total asam askorbat, total serat makanan dan pektin dalam buah naga ternyata diperngaruhi oleh varietas buah naga. K. Mahattanatawee dan kawan-kawan menghitung aktivitas antioksidan berdasarkan evaluasi kapasitas menangkap radikal menggunakan radikal bebas DPPH dan aktivitas penangkap radikal peroksil (ORAC = oxygen radical absobance capacity). Total fenol dianalisis dengan Folin-Ciocalteu assay sebagai galic acid equivalents. Untuk buah naga merah total fenol sebesar 1075,76 μg GA/gram pure, sedangkan buah naga putih sebesar 523,52 μg GA/gram pure. Hasil uji ORAC, buah naga merah 7,59 ORAC μM TE/gram pure, sedangkan buah naga putih 2,96 μM TE/gram pure. Hasil uji DPPH, buah naga merah 134,14 μg GA/gram pure, sedangkan buah naga putih sebesar 46,41 μg GA/gram pure. Antioksidan buah naga merah lebih tinggi dibanding buah naga putih karena adanya
pigmen
merah
(antosianidin).
Menurut
hasil
penelitian
K.
Mahattanatawee, buah naga (baik merah dan putih) juga memiliki kandungan fenol diantaranya asam hidroksisinamat (hydroxycinnamic acids), hydrolyzable tannin, ellagic acid conjugates, dan flavone glycosid. Buah naga merah mengandung betasianin yang telah terbukti secara invitro sebagai penghambat
radikal lipoperoksil didalam membran mikrosoma. Setiap buah naga merah mengandung proterin yang mampu menjaga kesehatan jantung, serat (mencegah kanker usus dan memperlancar proses pencernaan), beta karoten (kesehatan mata, menguatkan otak dan menurunkan kadar glukosa dalam darah), klasium (menguatkan tulang) dan fosfor (pertumbuhan badan), serta mengandung vitamin C sebagai antioksidan yang mempunyai kemampuan memproteksi oksidasi yang disebabkan radikal bebas. Buah ini juga dipercaya mencegah pendarahan. Buah naga juga sumber niasin. Niasin merupakan bagian dari vitamin B-kompleks, yang disebut juga vitamin B3. Banyak terdapat dalam biji-bijian dan kacangkacangan. Khasiatnya untuk menurunkan kadar kolesterol. Niasin dapat menurunkan produksi VLDL (very low density lipoprotein) di hati sehingga produksi kolesterol total, LDL (low density lipoprotein), dan trigliserida menurun. Berperan juga dalam berperan dalam merangsang pembentukan prostaglandin I2, hormon yang membantu mencegah pengumpulan (agregasi) trombosit. Antioksidan alami dari buah-buahan lebih efektif daripada suplementasi vitamin C dan E. Buah naga mengandung ke-3 jenis antioksidan (Wu, et al, 2005), yaitu: 1. Antioksidan protektor (vitamin C, A, E, flavonoid) 2. Antioksidan pembangun (antosianin dan β sianin) 3. Antioksidan penyerang (fitoalbumin, omega 3) BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian pemberian ekstrak buah naga merah pada Tikus Putih jantan (albino rat) selama dua minggu didapatkan simpulan sebagai berikut: 1. Pemberian ekstrak buah naga merah dapat menurunkan kadar F2 Isoprostan dalam urin tikus putih jantan dengan diberikan aktivitas berlebih 2. Pemberian ekstrak buah naga merah dengan dosis 300mg/kgbb, menurunkan F2 Isoprostan lebih besar dari pada 150mg/kgbb, pada tikus putih jantan dengan aktivitas berlebih
7.2 Saran Sebagai saran dalam penelitian ini adalah: 1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah ekstrak buah naga merah bisa sebagai anti oksidan bagi penyakit infeksi. 2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui berapa besar dosis yang masih berfungsi anti oksidan. 3. Buah naga merah dapat disarankan dikonsumsi pada kondisi aktivitas berlebih, misalnya atlit, atau bagi mereka yang terpapar stres oksidatif.
DAFTAR PUSTAKA 88 Aan, M. C., and Carol, J. Boushey. 2008. Nutrition in the prevention and treatment of disease. Second Edition, Elsevier. Academic Press, New York, USA. p. 252,271-273.
Ariffin, Abdul Azis; Bakar, Jamilah; Tan, Chin Ping; Rahman, Russly Abdul; Karim, Roselina & Loi, Chia Chun. 2008. Essential fatty acids of pitaya (dragon fruit) seed oil. Food Chemistry (in Press). Baraas,
F. 2006. Kardio molekuler, radikal bebas, disfungsi endotel, aterosklerosis, antioksidan, latihan fisik dan rehabilitasi jantung. Jakarta: Yayasan Kardia Ikratama.hal.266-295.
Basu, A., dan Imrhan, V. 2005. Vitamin E and prostate cancer. Is Vitamin E succinate a superior chemopreventive agent? Nutr. Rev. 63, 247-251. Bernoud-Hubac, N., Davies, S.S., Boutaud, O., Montine, T.J., and Roberts, L.J., II. 2001. Formation of highly reactive γ-ketoaldehydes (neuroketals) as products of the neuroprostane pathway. J. Biol. Chem. 276, 30964-30970. Baynes, J.W., Dominiczak, M.H. 2005. Medical Biochemistry. Second Edition. London: Elsevier Mosby. p. 605-606. Cadenas, E., dan Packer, L. 2002. Vitamin C : From Molecular Action to Optimum Intake. Handbook of Antioxidants. Second Edition. California : Marcel Dekker, Inc. p. 128-134. Cadroy, Y., Pillard, F., Sakariassen, K.S., Thalamas, C., Boneu, B., Riviere, D. 2002. Strenuous but not Moderat Exercise Increases the Thrombotic Tendency in Healthy Sedentary Male Volunteers. J Appl Physiol. 93: 82933. Carr, A.C. dan Frei, B., 2002.Vitamin C and Cardiovasculer Diseases. Handbook of antioxidant. Second edition.California: Marcell Dekker.p 59 Chew dan Park. 2004. Carotenoid Action on the Immune Response: Journal of Nutrition. 134:257S-261S.
Fam, S.S., Murphey, I.J., Terry, E.S., Zackert, W.E., Chen, Y., Gao, L., Pandalai, G., Milue, G.L., Roberts, L.J., II, Porter, N.A., 2002. Formation of highly 89 reactive ing and J-ring isoprostanes like compounds (A4/J4 neuroprostanes) in vivo from docosahexaenoic acid. J. Biol. Chem. 277, 36076-36084. Fessel, J.P., Porter, N.A., Moore, K.P., Sheller, J.R., dan Roberts, L.J., II. 2002. Discovery of lipid peroxidation products formed in vivo with a substituted
tetrahydrofuran ring (isofurans) that are favored by increasedoxygen tension. Proc. Natl. Acad. Sci., USA. 99, 16713 - 16718. Fowler, B. 2003. Function and Biological Markers of Aging, Anti-Aging Medical Therapeutics. Vol 5. Chicago : the A4M Publications. p. 43. Fuhrman B., dan Aviram M., Polyphenols and Flavonoids Protect LDL Against Atherogenic Modifications, Handbook of Antioxidant, 2nd edition, Marcel Dekker, Inc. p. 303-327. Goldman, R., dan Klatz, R., 2007. The new Anti-aging Revolution. Malaysia: Printmate Sdn. Bhd. p. 19-25. Halliwell, B., Gutteridge, J.M.C., 2007. Free radicals in biology and medicine.Fourth Edition,New York: Oxford University Press. p. 488499,645-655. Halliwell, B., 2000. Lipid peroxidation, antioxidants and cardiovascular disease : how should we move forward? Cardiovas Res. 47, 410-418. Hollman, P.C.H., Arts, I.C.W., Flavonols, flavoness, and flanols-nature, occurence and dietary burden. J Sci.Food Agric. 200(80): 1081-1093. Hou, X., Roberts, L.J., II Taber, D.F., Morrow, J.D., Kanai, K., Gobeil, F., Jr., Beauchamp, M.H., Bernier, S.G., Lepage, G., Varma, D.R., et al, 2001. 2,3-Dinor-5.6-dihydro-15-F21-isoprostane: a Bioactive Prostanoid Metabolite. Igarashi, K., Kimura, Y., Takenaka, A. 2000. Preventive effect of dietary cabbage acylated anthocyanins on paraquat-induced oxidative stress in rats. Biosci Biotechnol Biochem. 64(8): 1600-7. Janssen, I.J., 2001. Isoprostanes an overview and putativeroles in pulmonary pathophysiology. Am. J. Physiol. 280, L1067-L1082.
Jay W. Heinecke., 2001. Is lipid peroxidation relevant to atherogenesis?. The Journal of clinical Investigation. Departments of Medicine and Molecular Biology and Pharmacology, Washington University School of Medicine. USA. Available at: http://www.jci.org/articles/view/7633. Accessed on April 4,2010. Kaur, C. dan Kapoor, H.C. 2001. Antioxidants In Fruits and Vegetables – The Millenniums Health. International Journal of Food Science and Technology. 36: 703-725.
Kesavulu, M.M., Rao, B.K., Giri, R., Vijaya, J., Subramanyam, G., Apparao, C., 2001. Diabetes Res. Clin. Pract. 53, 33. Lim, Y.Y., Lim, T.T., Tee, J.J. 2006. Antioxidant properties of several tropical fruits; a comparative study. Journal of food chemistry.Monash University
Llorach, R., Ascension, M.S., Francisco A.T.B., Maria I.G. & Federico, F. 2007. Characterization of Polyphenols and Antioxidant Properties of Five Lettuce Varieties and Escarole. J. Food Chem 108(3): 1028-1038. Lodish, H. Berk, A.,Kaiser, C.A.,Kreiger, M., Scott, M.P., Bretscher, A., Ploegh, H., Matsudaira, P.,2008. Molecular Cell Biology., Sixth Edition. New York : W.H. Freeman and Company, p623-664 Lotito, S.B., dan Frei, B., 2006. Consumption of Flavonoid-rich foods and Increased Plasma Antioxidant Capacity in Human: cause, consequence, or epiphenomenon? Free Radic. Biol. Med. 41(12): 1727-46. Mahattanawee, K., Manthey, J.A., Luzio, G., Talcott, S.T., Goodner, K. dan Baldwin, E.A. 2006. Total Antioxidant Activity and Fiber Content of Select Florida-Grown Tropical Fruits. J. Agric. Food Chem 54: 73557363. Mathews, C.K., van Holde, K.E. dan Ahern, K.G. 2000.Medical Biochemistry.Third Edition, San Francisco: Addison Wesley Longman. McArdle, W.D. 2006. Essentials of Exercise Physiology. Third Edition. New York: Lippincott William Wilkins. p. 642. Montuschi, P., Barnes, P.J., Roberts, L.J., II. 2004. Isoprostanes: markers and mediators of oxidative stress. FASEB J. 18, 1791–1800. Morrow, J.D., dan Roberts, L.J., 2002. The isoprostanes; The role as an index of oxidant stress status in human pulmonary disease. Am. J Respir Crit Care Med. 166: S25-S30. Murray, K. Robert, Granner, K. Darryl, Mayes, A. Peter, Rodwell, W. Victor.2003. Harper’s Biochemistry. 25th Edition. Appleton & Lange. p. 157. Padreno, M.A. dan Escribano, J. 2001. Correlation Between Antiradical Activity and Stability of Betanine from Beta Vulgaris L. Roots Under Different pH, Temperature and Light Conditions. Journal of the Science of Food and Agriculture, 81(7): 627-631. Pham-Huy, LAP, He, H., dan Pham Huy, C., 2008. Free Radicals, Antioxidants in
Disease and Health. Int J Biomed Sci. 4: 89-96. Pangkahila, W., 2007. Anti Aging Medicine : Memperlambat Penuaan, Meningkatkan Kualitas Hidup..Cetakan ke-1. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.hal.8-11. Pocock, 2008. Clinical Trial: A Practical Approach. Chicester: John Willey & Sons. p. 127-128. Pratico, D., Lawson, J.A., Rokach, J., dan FitzGerald, G.A., 2001. The isoprostanes in biology and medicine. Trends Endocrinol. Metab. 12, 243247. Prentice, W.E., 2011. Principles of Athletic Training. 14th Ed. McGraw Hill International Edition. New York. Reich, E.E., Markersberry, W.R., Roberts, L.J., H. Swift, L.L., Morrow, J.D., dan Montine, T.J., 2001. Brain regional quantification of F-ring and D-/E-ring isoprostanes and neuroprostanes in Alzheimer’s disease. Am. J. Pathol. 158, 293-297. Sani, H.A., Baharoom, A., Ahmad, M.A., Ismail, I.I. 2009. Effectiveness of Hylocereus Polyrhizus Extract in Decreasing Serum Lipids and Liver MDA-TBAR Level in Hypercholesterolemic Rats. Sains Malaysiana. 38(2): 271-279. Schafer, F.Q., Qian, S.Y., Buettner, G.R. 2000. Iron and free radical oxidations in cells membranes. Cell Mol. Biol. 46(3): 657-62. Seifried, H.E., dan Milner J.A., 2008. Antioxidant in Health and Disease. Nutrition in the Prevention and Treatment of Disease. Elsevier Academic Press. 2nd Ed. USA. Chapter 16. P 249. Sommerburg, O., Leichsenring, M., Siems, W.G., Meissner, K. 2002. Carotenoids in the nutrition of inflants. Handbook of Antioxidants. Second Edition. California: Marcel Dekker, Inc. p. 251. Tsuda, T., 2000. The roles of anthocyanins as an antioxidant under oxidative stress in rat. Biofactors. 13(1-4): 133-9 Tsuda, T., 2000. Mechanism for the peroxynitrite scavenging activity by anthocyanins. FEBS Lett, Nov 10. 484(3): 207-10. Vincent, H.K., Powers, S.K., Demirel, H.A., Coombes, J.S., Naito, H. 2000. Exercise training improves diagram antioxidant capacity and endurance. Eur J Appl. Physiol. 81: 67-74.
Waterhouse, A.L. 2002. The phenolic wine antioxidant. Handbook of antioxidant. Second Edition, California: Marcel Dekker, Inc. p. 401-415. Williams, R.J., Spencer, J.P., Rice-Evans C. 2004. Flavonoids: antioxidants or signalling molecules?. Free Radical Biology & Medicine. 36(7): 838-49. Winarsi, H., 2007.Antioksidan Alami dan Radikal bebas.Potensi dan Aplikasinya Dalam Kesehatan Edisi pertama,Yogyakarta: Kanisius. Hal 96,141143,262. Wu, L.C., Hsu, H.W., Chen, Y.C., Chiu, C.C., Lin, Y.I. & Ho, J.A. 2006. Antioxidant and Antiproliferative Activities of Red Pitaya. Food Chem. 95: 319-327. Zakaria, F.R., Irawan, B., Pramudya, S.M., Sanjaya. 2000. Intervensi Sayur dan Buah Pembawa Vitamin C dan E Meningkatkan sistim Imun Populasi Buruh Pabrik di Bogor. Dalam: Buletin Teknologi dan Industri Pangan. 11 (2): 21-27.
Lampiran Lampiran 1 Uji normalitas data Tests of Normality Kolmogorov-Smirnova Kelompok Isoprostan_p Kontrol
Statisti c .224
df
Shapiro-Wilk Statisti c
Sig. 11
.200
*
.866
df
Sig. 11
.435
re
Ekstrak buah naga 150 mg
Ekstrak buah naga 300 mg Isoprostan_p Kontrol ost Ekstrak buah naga 150 mg Ekstrak buah naga 300 mg a. Lilliefors Significance Correction *. This is a lower bound of the true significance.
.252
11
.141
.831
11
.219
.196
11
.200 *
.939
11
.541
.218
11
.200 *
.904
11
.136
.252
11
.116
.854
11
.341
.218
11
.127
.802
11
.121
Lampiran 2 Uji One Way ANOVA Data Isoprostan
N Isoprostane Kontrol _pre
11
Std. Deviatio Std. Mean n Error 3.428 5
.47432
.1430 1
95% Confidence Interval for Mean Lower Bound 3.1099
Upper Bound 3.7472
Ekstrak buah naga 150 mg
11
3.466 9
.54366
.1639 2
3.1016
3.8321
Ekstrak buah naga 300 mg
11
3.450 7
.57001
.1718 6
3.0677
3.8336
33
3.448 7
.51426
.0895 2
3.2663
3.6310
11
3.545 1
.27867
.0840 2
3.3579
3.7323
Ekstrak buah naga 150 mg
11
2.475 6
.86662
.2613 0
1.8934
3.0578
Ekstrak buah naga 300 mg
11 .8788
.56835
.1713 6
.4970
1.2606
2.299 .2200 1.26400 8 3
1.8516
2.7480
Total Isoprostane Kontrol _post
Total
33
Test of Homogeneity of Variances Levene Statistic
df1
df2
Sig.
Isoprostane_pre
.302
2
30
.742
Isoprostane_post
3.517
2
30
.062
ANOVA Sum of Squares Isoprostane_pr Between e Groups
Mean Square
df
.008
2
.004
Within Groups
8.455
30
.282
Total
8.463
32
39.610
2
11.517
30
Isoprostane_p Between ost Groups Within Groups
F
Sig.
.014
.986
19.805 51.588
.000
.384
ANOVA Sum of Squares Isoprostane_pr Between e Groups
Mean Square
df
.008
2
.004
Within Groups
8.455
30
.282
Total
8.463
32
39.610
2
Within Groups
11.517
30
Total
51.127
32
Isoprostane_p Between ost Groups
Post Hoc Tests Multiple Comparisons
F
Sig.
.014
.986
19.805 51.588
.000
.384
LSD
Mean Dependent Differen Std. Variable (I) Kelompok (J) Kelompok ce (I-J) Error Sig. Isoprostan Kontrol e_post
Ekstrak buah naga 150 mg
Ekstrak buah naga 300 mg
95% Confidence Interval Lower Bound
Upper Bound
Ekstrak buah naga 150 mg
1.06951*
.2642 .000 0
Ekstrak buah naga 300 mg
2.66628*
.2642 .000 2.1267 3.2058 0
Aktivitas Berlebih
- .2642 .000 -1.6091 1.06951* 0
Ekstrak buah naga 300 mg
1.59677*
Aktivitas Berlebih
- .2642 .000 -3.2058 -2.1267 2.66628* 0
Ekstrak buah naga 150 mg
- .2642 .000 -2.1363 -1.0572 1.59677* 0
.5299 1.6091
-.5299
.2642 .000 1.0572 2.1363 0
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 3 Uji t-paired antara pre dan post masing-masing kelompok
Kelompok = Ekstrak buah naga 300 mg a
Paired Samples Statistics
Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Isoprostane_pre
3.4507
11
.57001
.17186
Isoprostane_post
.8788
11
.56835
.17136
a. Kelompok = Ekstrak buah naga 300 mg
a
Paired Samples Correlations N Pair 1
Isoprostane_pre &
Correlation 11
Isoprostane_post
Sig.
.062
.857
a. Kelompok = Ekstrak buah naga 300 mg
Paired Samples Test
a
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Mean Deviation Pair Isoprostane_pre - 2.5718 1
Isoprostane_post
9
Difference
Std. Error
.77977
Mean .23511
Sig. (2-
Lower
Upper
t
df
2.04803
3.09574 10.939
tailed) 10
.000
a. Kelompok = Ekstrak buah naga 300 mg
Kelompok = Ekstrak buah naga 150 mg a
Paired Samples Statistics Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Pair 1
Isoprostane_pre
3.4669
11
.54366
.16392
Isoprostane_post
2.4756
11
.86662
.26130
a. Kelompok = Ekstrak buah naga 150 mg
Paired Samples Correlationsa N Pair 1
Isoprostane_pre &
Correlation 11
Isoprostane_post
Sig.
-.481
.134
a. Kelompok = Ekstrak buah naga 150 mg
Paired Samples Test
a
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Mean Deviation Pair Isoprostane_pre 1
Isoprostane_post
.99131
Difference
Std. Error
1.22487
Mean
Lower
.36931
Sig. (2-
Upper
.16843
t
df
1.81419 2.684
tailed) 10
.023
a. Kelompok = Ekstrak buah naga 150 mg
Kelompok = Kontrol ( aktivitas berlebih) a
Paired Samples Statistics Mean Pair 1
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Isoprostane_pre
3.4285
11
.47432
.14301
Isoprostane_post
3.5451
11
.27867
.08402
a. Kelompok = Kontrol
a
Paired Samples Correlations N Pair 1
Isoprostane_pre &
Correlation 11
Isoprostane_post
Sig.
.020
.953
a. Kelompok = Kontrol
Paired Samples Test
a
Paired Differences 95% Confidence Interval of the Std. Mean Deviation Pair Isoprostane_pre 1
-
Isoprostane_post .11653
a. Kelompok = Kontrol
.54528
Std. Error Mean .16441
Difference Lower -.48286
Upper .24979
Sig. (2t -.709
df
tailed) 10
.495