PERILAKU PET ANI DALAM PENGELOLAAN LAHAN DI SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU KECAMA TAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG
TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung
Oleh:
WIYANA NIM: 25405031 Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota
SEKOLAH ARSITEKTlJR
PERENCA~AAN
PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 20()6
PERILAKU PETANI DALAM PENGELOLAAN LAHAN DI SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU KECAMATANLEMBANGKABUPATENBANDUNG
Oleh:
Wiyana NIM: 25405031
Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung
Menyetujui Pembimbing
Tanggal .............................. .
.--
-
Drs. Arief Rosyidie, MSP., M.Arch., Ph.D NIP. 131 474 018
PERILAKU PETANI DALAM PENGELOLAAN LAHAN DI SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG
Oleh:
WIY AN A NIM:25405031
Program Magister Perencanaan Wilayah dan Kota Institut Teknologi Bandung
Menyetujui/Mengetahui Pembimbing Tanggal .................................
Drs. ARIEF ROSYIDIE, MSP, M.Arch, Ph.D NIP. 131 474 018
ABSTRAK PERILAKU PET ANI DALAM PENGELOLAAN LAHAN DI SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG
Oleh Wiyana NIM: 25405031 Pemanfaatan sumberdaya alam pada Daerah Aliran Sungai (DAS) perlu dilakukan dengan memperhatikan prinsip kelestarian. Pemanfaatan lahan pada DAS terutama bagian hulu, yang merupakan kawasan konservasi, akan mempunyai implikasi tidak saja pada daerah itu sendiri (on site), tetapi juga pada daerah bawahnya (off site). DAS sebagai salah satu bentuk ekosistem yang menyimpan sumberdaya alam seperti hutan, hewan, tanah dan air perlu mendapat perhatian serius. Keterkaitan sumberdaya alam yang terkandung di dalarnnya sangat erat, apabila sumberdaya tidak dikelola dan ditata dengan baik akan mengganggu keseimbangan ekologi. Pemanfaatan DAS bagian hulu, seperti halnya Sub DAS Cikapundung Hulu, yang tidak memperhatikan konservasi akan menimbulkan kerusakan lahan dan kerusakan lingkungan lain. Sub DAS Cikapundung Hulu saat ini dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan budidaya seperti pertanian dan permukiman, dan temyata menimbulkan kerusakan lahan terutama yang disebabkan oleh erosi. Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu terletak di kawasan Bandung bagian utara, yang merupakan kawasan konservasi, berperan sebagai penyangga kelangsungan Cekungan Bandung. Wilayah ini secara ideal seharusnya dikembalikan ke fungsi konservasi seperti dengan penanaman tanaman keras, tetapi karena pertumbuhannya dan perubahan guna lahan yang sangat pesat, maka pengembalian ke fungsi konservasi sulit dilakukan. Untuk meminimalkan kerusakan lahan yang mungkin terjadi, maka yang dapat dilakukan antara lain melalui perubahan perilaku petani Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi perilaku petani dalam pengelolaan lahan pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survai, baik survai data primer maupun sekunder. Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif. Secara umum wawasan petani tentang pengelolaan lahan yang berkelanjutan sudah cukup baik, tetapi hal tersebut tidak diaplikasikan di lapangan, karena berbagai pertimbangan, terutama pertimbangan ekonomi (masih banyak petani yang yang berada di bawah garis kemiskinan). Perilaku petani tersebut memperparah kerusakan lahan yang sudah ada, terutama yang disebabkan oleh erosi. Hal tersebut dalam jangka panjang akan menghambat salah satu tujuan
pengembangan wilayah Bandung Bagian Utara, yaitu menjaga kelestarian lingkungan pada wilayah Bandung Utara. Erosi yang teijadi akan menurunkan kesuburan tanah, yang selanjutnya menyebabkan petani menggunaan pupuk lebih banyak, sehingga akan meningkatkan biaya produksi, dan pada akhimya akan memperkecil pendapatan petani. Kondisi ini dalam jangka panjang akan mengakibatkan petani sulit keluar dari kemiskinan. Selain itu pemakaian pupuk yang berlebihanjuga dapat menimbulkan pencemaran. Untuk mempertahankan agar dampak negatif tersebut tidak semakin parah, maka dilakukan upaya-upaya sebagai berikut; mendorong petani untuk perlu melakukan penghijauan dengan tanaman keras yang mempunyai nilai ekonomi tinggi; pemberian subsidi untuk merangsang petani melakukan penghijauan seperti pemberian bibit, pupuk; secara teknis pengolahan tanah harus memperhatikan kemiringan lahan seperti pembuatan teras dan bedeng; penanaman sejajar kontur, misalnya penanaman dalam strip, dengan salah satu tanaman dalam strip berupa tanaman keras; serta mendorong petani ikut dalam kelompok tani, sebagai sarana bertukar pikiran, mendapatkan informasi baru tentang pertanian, serta memecahkan masalah pertanian bersama-sama. Kata kunci: DAS, perilaku petani, pengelolaan dan kerusakan lahan
11
ABSTRACT THE FARMER BEHAVIOR IN THE LAND MANAGEMENT AT THE SUB WATERSHED OF UPPER CIKAPUNDUNG, SUBDISTRICT OF LEMBANG, DISTRICT OF BANDUNG By: Wiyana NIM 25405031
Use of natural resource in the watershed must carry out by considering preservation aspect. Land using, especially in the upper as the conservation area, will bring an implication not only to the area itself (on site), but it will influence to the off side. Watershed as an ecosystem with the natural resource such as flora, fauna, soil and water require a serious attention. There is a tight connection between resources inside, so that, when it does not managed appropriately, the ecology will suffer. Use of the upper watershed in likes The sub watershed of Upper Cikapundung that does not pay an attention to the conservation will result in land destruction and the other environment. At present, people in the headwater area use the land for farmland and dwelling, but it yields the damage especially caused by erosion. The sub watershed of Upper Cikapundung site on north of Bandung is conservative district that serve as support the progress of Bandung Basin. Ideally, it must retreated to the function by plant the wood, however, because the development and rapid exchange, the turning program is hard to be implement. To minimize the potential land devastation, an action can carry out by exchange the cultivator behavior. The aim or research is to identify a farmer behavior in farmland management at The sub watershed of Upper Cikapundung. The research carried out by use a survey method, collecting primary and secondary data. The analysis arranged by qualitative descriptive. Generally, the farmer wisdom on continuous land use has good enough, however, it is do not applied in field because there are any consideration, especially on economic (many farmer life in low range of economic level). Their behavior lead to aggravated of existing natural devastation, especially caused by erosion. These case in long term will delay an area development purpose in the north of Bandung city, preserve the nature. The erosion has happen will decline of land fertility, then yield more fertilizer used in the farmland, so that it will increase the production cost and decreasing income. In the long term condition, it will makes the farmer hard to get away from poverty. Moreover, the excessive fertilizer lead to pollution. In order to the negative effect did not more excessive, required any attempts as follow: force the farmer to makes an reforesting by plants with high value
lll
economically; provide subsidiary triggering the farmer carried out reforesting by seed and fertilizer; that technically the land management must pay an attention to the sliding land such as making flat and bed; cultivation by contour direction, stripping flora with the hard plants in the middle; and force the cultivator actives in the farmer group as the learning device, collecting new information about the farm, and resolve the problems together. Keywords: watersheds, farmer behavior, management and land devastation.
lV
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di Perpustakaan Institut Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa hak cipta ada pada pengarang dengan mengikuti aturan HaKI yang berlaku di Institut Teknologi
Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus disertai dengan kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbemya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah se1zm Direktur Program Pasca Sarjana, Institut Teknologi Bandung.
Perpustakaan yang meminjam tesis ini untuk keperluan anggotanya harus mengisi nama dan tanda tangan peminjam dan tanggal pinjam.
v
iDi 6umi acfa 6erjenis-jenis tanali ya1l{] 6erdampi1l{jan, cfan {(f6un-{(f6un a1l{]gur, dan tanam-tanaman, dan pa{ma ya1l{] 6erumpun maupun ya1l{] tidaf0a1l{] disiram de1l{]an air ya1l{] sama, namun 'l(ami fe6ilikg.n se6agian tum6ulitum6ulian itu cfari ya1l{] fain tenta1l{] rasa cfan 6entuftnya. Sesu1l{]gufinya pada ya1l{] demiftian itu acfa tantfa-tantfa 6agi para i{muwan {Q.5. }lr-1\{l 'd: 4)
Ja1l{]anfali kg.mu rusaftafam itu, kg.rena sesunggufinya }lffofi tidaftsukg. pad ora1l{]-ora1l{] ya1l{] 6er6uat {(frusaftan {Q.5. }l{ Qasliasfi : 77)
'l(upersem6alikg.n kg.rya tu{is ini ftepacfa Istriftu tercinta rt'ufi 1Vurliayati,
orano tuaftu,
kg.Rg~Rg.Rg{{uu, adi~adiftftu
dan gn{u. {(fponaRgn-{eponaR
Vl
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Tesis yang berjudul "Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Laban di Sub DAS Cikapundung Hulu Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung" ini disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan studi strata dua di Program Studi Magister Perencanaan Wilayah dan Kota, Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. Penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu penulis penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada : 1. Bapak Drs. Arief Rosyidie, MSP., M.Arch., Ph.D., selaku dosen pembimbing
yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penulis selama menyelesaikan tesis ini. 2. Bapak Ir. Hastu Prabatmodjo, MS., Ph.D.,
selaku dosen pembahas dan
penguj i yang telah memberikan koreksi dan saran-saran untuk perbaikan dan penyempumaan tesis ini. 3. Bapak Ir. Siti Sutriah Nurzaman, MT., selaku dosen pembahas dan penguji yang telah memberikan koreksi dan saran-saran untuk perbaikan dan penyempumaan tesis ini. 4. Bapak Ir. Nia Kurniasih Pontoh, MT., selaku dosen wali akademik yang selalu mengingatkan dan mendorong penulis dalam menyelesaikan tesis tepat waktu. 13 bulan. 5. Bapak/Ibu dosen S2 MPWK ITB yang telah memberikan tambahan pengetahuan bagi penulis dalam menyelesaikan studi. 6. Pusbindiklatren BAPPENAS, yang telah memberikan beasiswa studi dalam program diklat gelar 13 bulan. 7. Pemerintah Kabupaten Bantul yang telah memberikan ijin dan dorongan baik moril maupun materiil untuk mengikuti pendidikan pada Program MPWK ITB.
Vll
8. Seluruh Staff karyawan MPWK ITB baik Bagian TU (Ibu Elly, Ibu Nunung dkk) serta bagian Perpustakaan (Pak Eje dan lbu Lenny) yang dengan tulus ikhlas membantu pencarian literatur. 9. Semua ternan senasib sepenanggungan MPWK ITB angkatan 2005 baik P.l3 maupun reguler, khususnya Komunitas Keahlian khusus "Pengembangan Wilayah" Wahyu, Putro, Eko, Joko, Agus Dwi, Ira, Topik, SamsuL Piet, Deti, Neneng, Dodi, Hari dan Nia, semoga kita dapat mengambil pelajaran dan manfaat dari semua yang pemah kita alami. 10. Dinas Instansi dan unsur terkait yang terlibat dalam penyelesaian tesis ini atas kerjasamanya dalam memberikan informasi dan data yang dibutuhkan. 11. lbu!Bapak, lbu!Bapak mertua, dan seluruh saudara atas doa dan restunya dalam menyelesaikan tesis ini. 12. Semua pihak, yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam membantu jalannya penelitian ini. Yang terakhir dan terutama adalah untuk istriku tercinta Yufi Nurhayati, atas kesabaran, dukungan, dan pengertiannya pada penulis selama ini. Semoga segala amal dan kebajikan yang telah dijalankan mendapat balasan yang setimpal dari-Nya. Berbagai kekurangan tentu terdapat dalam tulisan ini, oleh karena itu sangat diharapkan saran-saran yang membantu untuk penyempumaannya. Akhimya, semoga basil tulisan ini dapat bermanfaat sebagaimana yang diharapkan.
Bandung,
Penulis
Vlll
Ramadhan 1427 H September 2006 M
DAFTARISI
Halaman ABSTRAK ABSTRACT . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
111
PEDOMAN PENGGUNAAN TESIS . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
v
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................ ............
v1
KAT A PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
Vll
DAFTAR lSI ............................................................... ..........
IX
DAFTAR GAMBAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
xn
DAFTAR TABEL ··················································· ................ DAFTAR LAMP IRAN . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
XV
Bab I
Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.1
Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
1
1.2
lndentifikasi Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
4
1.3
Tujuan dan Sasaran Penelitian......................................
5
1.4
Manfaat dan Relevansi penelitian...............................
5
1.5
Ruang Lingkup Penelitian.................................... ..
6
1.6
I. 7
Bab II
XVI
1.5.1
Ruang Lingkup Wilayah . . . .. . . . . . . . .. . . . . . . . . . . . .. . . ..
6
1.5.2
Ruang Lingkup Materi . .. . ... ..... .. .. .. ... . .. . .. .. ....
7
Metodologi Penelitian......... ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
7
1.6.1
Kerangka Pikir penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
7
1.6.2
Pendekatan penelitian.......... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ..
9
1.6.3
Penentuan Lokasi Penelitian............................
10
1.6.4
Jenis dan Sumber Data...................................
10
1.6.5
Cara Pengambilan Data..................................
11
1.6.6
Jumlah Sampel.... .. . . . . .. ... ... .. .. . . ... .. . ... . . . .. . .. ...
12
1.6.7
Metode Analisis... ... ... ... ..... .. .. .. . . . . . . . . .. . . . . . . ....
12
Sistematika Pembahasan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
13
Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Laban Daerah Aliran Sungai.............................................................................................
IX
15
Bah III
11.1 Pengertian Daerah AI iran Sungai........................................
15
11.2 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.......................................
17
11.3 Konservasi Tanah..................................................................
24
11.3.1 Secara Vegetatif.........................................................
25
11.3.2 Secara Mekanik.........................................................
26
11.3.3 Secara Kimia..............................................................
27
11.4 Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Lahan...........................
27
11.5 Pengembangan Wilayah Berkelanjutan................................
29
Karakteristik Wilayah Penelitian.................................... ...
31
111.1
111.2
111.3
Bah IV
Kondisi Fisik, .......... ... ....... .... ........ .. .......... .. . . . . . . . . . . . . . . . . . .
31
III.1.1 Fisiografis......................... ................................ .........
31
III.1.2 Geomorfologi............................................................
32
111.1.3 Topografi...................................................................
33
111.1.4 Geologi.....................................................................
34
II1.1.5 Tanah.........................................................................
35
III.1.6 Iklim.........................................................................
36
111.1.7 Hidrologi..................................................................
36
Ill.1.8 Guna Lahan..............................................................
38
Karakteristik Kependudukan dan Sosial Ekonomi..............
39
111.2.1 Kependudukan..........................................................
39
111.2.2 Mata Pencaharian penduduk.....................................
41
Pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu ..........................
41
Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Lahan Di Sub DAS Cikapundung Hulu.............. ................... ................ ...... ...... ............ IV .1
IV.2
44
Karakteristik Petani Di Sub DAS Cikapundung Hulu.........
44
IV.1.1 Umur Petani.................. .........................................
44
IV .1.2 Pendidikan Petani ....................................................
45
IV .1.3. Pendapatan Keluarga Petani...... ...... .... .. ..... ............. ..
47
Kepemilikan Lahan Oleh Petani...........................................
48
IV .2.1 Luas Lahan............................ ................ ...... ..............
48
IV .2.2 Status Kepemilikan Lahan.......................... .............
49
X
IV.3
Wawasan Petani Tentang Pengelolaan Laban.................. IV.3.1
Wawasan
Petani
50
Tentang Pengolahan Tanah
Sebelum Tanam........................................................
50
IV.3.2 Wawasan Petani Tentang Penggunaan Pupuk dan Pestis ida...................................................................
51
IV.3.3 Wawasan petani Tentang Erosi.................................
51
IV.3.4 Wawasan Petani Tentang Kesuburan Tanah.............
54
IV.4 Pengelolaan Lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu............
55
IV.4.1
Pengolahan Tanah Oleh Petani...............................
55
IV.4.2
Pola Tanam Petani
66
IV.4.3
Penggunaan Pupuk dan Pestisida............................
69
IV.4.4
Penyiraman Tanaman.......... oooooooooooooooooooooooooooooooooooo
74
IV 05 Dampak Pengelolaan lahan Yang Tidak Sesuai Kaidah Konservasio 00000000. 0.. 0000000000000000000000000000000. 00000000. 000000000000000000.... 0 75 BabV
Kesimpulan dan Rekomendasi ..... o................. ooo .. o.. o. oooooo .. o.. o...... 0...
77
Vol Kesimpulan o....... o.. oo ...... ooo ........ 0o...... oo .. oooooo··· 00000000 ..... oo... .. ..
77
V 02 Rekomendasi .............. 000 .... o..... o........ oo····o ........ ooo 00............ ...
77
V .3 Kelemahan Studi . ··ooo .... oo•o•o·o···o···· ............ o.. oo ..... oo···oo. ···o·····
79
V.4 Saran Untuk Penelitian Lahjutan ooooooooooooooooooooooooooooooooooo•o•ooo
79
I
DAFTAR PUSTAKA
80
LAMP IRAN .. 0000000000000000000000000000000 ooooooooooooooooooooooooooooo.o.ooooooooooooooooooooooooooooooooooo
83
Xl
DAFTAR GAMBAR
Gam bar
1.1
Gam bar
11.1
Kerangka pikir studi ..... -......................................... Keseimbangan antara laju erosi dengan laju pelapukan tanah ................................................................ .
Gam bar
8
21
11.2 Perbedaan arah gerakan partikel tanah akibat percikan butir hujan .............................................................................
22
Gambar
III. I
Peta wilayah penelitian ...........................................
32
Gam bar
111.2 Peta kelerengan .....................................................................
34
Gam bar
III.3
Gam bar
III.4 Peta guna lahan Kecamatan Lembang..................................
Gam bar
III.5
Peta jenis tanah ...................................................................
IV.l
IV.2
IV.3
IV.4
IV.5
IV.7
IV.8
IV.9
51
Wawasan responden petani Di wilayah penelitian tentang air mengalir di permukaan tanah ...........................................
Gam bar
50
Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang pengolahan tanah sebelum tanam ..........................................
Gam bar
49
IV.6 Tingkat pendapatan pesponden petani di wilayah penelitian tahun 2006 .............................................................................
Gam bar
48
Status lahan yang digarap oleh responden petani di wilayah penelitian tahun 2006 ............................................................
Gam bar
47
Luas lahan yang digarap responden petani di wilayah penelitian tahun 2006 ...........................................................
Gam bar
45
Tingkat partisipasi responden petani dalam kelompok tani di wilayah penelitian tahun 2006 ..........................................
Gam bar
45
Tingkat pendidikan responden petani di wilayah penelitian tahun 2006 .............................................................................
Gam bar
43
Komposisi Umur Responden Petani Di Wilayah Penelitian Tahun 2006 ............................................................................
Gam bar
39
Peta tumpang susun antara guna lahan tegal dan sawah dengan kelerengan .................................................................
Gam bar
36
52
Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang pembuatan pedeng searah kelerengan ...................................
Xll
52
Gambar
IV.IO Wawasan responden petani di wilayab penelitian tentang Tanaman semusim pada laban miring...................................
Gambar IV.ll
53
Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang pemakaian mulsa ... .......... ............................ .. .... ... ........ ...... ..
54
Gambar
IV.I2 Pengolaban tanab sebelum tanam.........................................
55
Gambar
IV.I3
56
Gambar
IV.I4 Tanab yang dioalah dengan cangkul, sebelah kanan tanab
Cara pengolahan tanab oleh petani di wilayah penelitian.....
selesai diolab dibiarkan terbuka di Desa Cibogo.................. Gambar
IV.I5 Arab pembuatan bedeng oleh petani di wilayab penelitian tahun 2006.............................................................................
Gambar
58
IV .I7 Hubungan status kepemilikan laban dan arab pembuatan bedeng...................................................................................
Gambar
57
IV .I6 Hubungan tingkat pendidikan dengan arab pembuatan bedeng...................................................................................
Gambar
57
IV.I8
59
Hubungan kelerengan lahan dengan arah pembuatan bedeng...................................................................................
60
Gam bar
IV .19 Pembuatan bedeng pada berbagai tingkat kelerengan...........
60
Gam bar
IV .20 Hubungan pendapatan keluarga dengan arah pembuatan bedeng...................................................................................
Gambar
IV .2I Pemakaian mulsa oleh petani pada bedeng yang searab dan memotong kelerengan.. ... .... ... .... .... ... .... .. .. .......... .......... .. ......
Gambar
61
IV .22 Penimbunan sisa tanaman oleh petani di wilayab penelitian tahun 2006.. .......... ....... .... ... ............................ ....... ... .......... .. .
Gambar
61
IV.23
62
Pemakaian mulsa oleh responden petani di wilayah penelitian tabun 2006............... .. ... ..... ..... .......... ... ........ .. ... ...
63
Gam bar
IV .24 Hubungan tingkat pendidikan dengan pemakaian mulsa......
63
Gambar
IV .25
Hubungan status kepemilikan dengan pemakaian mulsa......
64
Gambar
IV .26 Hubungan kelerengan lahan dengan pemakaian mulsa........
64
Gambar
IV.27 Hubungan pendapatan peluarga dengan arah pembuatan bedeng...................................................................................
65
Gambar
IV .28 Pola tanam petani di wilayah penelitian tahun 2006.............
67
Gambar
IV.29 Hubungan keanggotaan dalam kelompok tani dengan Pola
Xlll
penggiltran tanaman. .. .............. .............................. ...............
68
Gambar
IV.30 Hubungan kelerengan lahan dengan pola penggiliran..........
68
Gam bar
IV .31
Pemakaian pupuk organik oleh petani di Wilayah penelitian tahun 2006................................................ ............
Gambar
IV.32 Hubungan pemakaian pupuk organik dengan status kepemilikan lahan... ........ .. ..... ....... ...... .. ...... ............ .... .. ...... ..
Gambar
IV.33
71
IV .34 Hubungan status kepemilikan laban dan pemakaian pupuk anorganik...............................................................................
Gambar
70
Pemakaian pupuk anorganik petani di pilayah penelitian tahun 2006..... .. ........ .......... .... ... ........... ...... .. .................. ... .....
Gam bar
70
72
IV.35 Pemakaian pestisida oleh petani di wilayah penelitian Tahun 2006................................................................... .......
Gambar
IV.36 Penyiraman oleh petani di wilayah penelitian tahun 2006
Gambar
IV .3 7 Salah satu cara penyiraman tanaman menggunakan selang Di Desa Wangunharja...........................................................
XIV
73 74
75
DAFTAR TABEL
Tabel
111.1
Tingkat kemiringan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu.
33
Tabel
III.2 Jenis batuan di Sub DAS Cikapundung Hulu .................
35
Tabel
111.3 Jenis tanah di Sub DAS Cikapundung Hulu ..................
35
Tabel
III.4 Zonasi geohidrologi di Sub DAS Cikapundung Hulu .........
37
Tabel
III.5
Tabel
III.6 Jumlah penduduk Kecamatan Lembang Tahun 2002 ...... ...
Tabel
III.7 Pencaharian penduduk berdasarkan lapangan usaha Utama
Penggunaan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu .........
Kecamatan Lembang............................................................. Tabel
40
41
III.8 Produksi sayuran di Kecamatan Lembang Tahun 2002 dan 2004 .......................................................................................
Tabel
38
42
III.9 Tingat kemiringan lahan pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu ................................................................
XV
43
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
A .I
Penentuan Jumlah sampel..................................................
83
Lampiran
B.I. Da:ftar Pertanyaan bagi responden......................................
84
Lampiran
B.2
Daftar pertanyaan wawancara dengan instansi terkait... .. ..
86
Lamp iran B.3. Daftar pertanyaan wawancara dengan Desa......................
87
Lampiran
C.I. Analisis Binomial test untuk: partisipasi responden untuk: menjadi anggota kelompok.............................................. ....
Lampiran C.2.
Wawasan responden petani tentang perlunya memperlambat air mengalir untuk: meminimalisir erosi....
Lampiran C.3.
89
Hubungan Tingkat pendidikan dengan pola tanaman penggiliran............ ...... ..... ... .. ......... ..... .. .. ......... .....................
Lampiran C.6.
89
Wawasan responden tentang lahan harus tetap dipertahankan supaya tetap subur... .. .. ..... ............. .. .. ... .. ... .. .
Lampiran C.5.
88
Wawasan responden petani tentang arah pembuatan bedeng yang searah kontur dapoat mengurangi erosi.........
Lampiran C.4.
88
90
Hubungan status kepemilikan lahan dengan pola tanam penggiliran...........................................................................
90
Lampiran C. 7. Hubungan status kepemilikan lahan dengan pemakaian pestisida....... ... .. ...... ........ ...... ... ....... ..... ....... .... ..... .. ..... ... ......
XVI
91
Bab I Pendahuluan 1.1
Latar Belakang
Manusia diciptakan Tuban di muka bumi adalab sebagai "khalifab". Khalifab dari segi etimologi berarti "pengelola". Artinya manusia diberi tugas oleb Tuban untuk mengelola dan menjaga kelestarian bumi demi keselamatan manusia itu sendiri. Keselamatan dan kesengsaraan manusia tergantung dari perilaku manusia itu sendiri di dalam mengelola burni. Keberadaan Daerab Aliran Sungai (DAS) di Indonesia yang merupakan bagian dari bumi saat ini telab mengalami degradasi. Seperti dikemukakan oleb Donie (2002: 1 ) di Indonesia saat ini banyak DAS telab mengalami degradasi, antara lain mengalami tingkat erosi yang berat, penurunan produktivitas laban, mengalami pendangkalan sungai/waduk akibat tingginya sedimentasi, pencemaran, banjir dan kekeringan.
Persoalan utama yang sering dibadapi di dalam DAS adalab erosi, fluktuasi debit air sungai, degradasi laban, kekeringan, banjir, penurunan kualitas air, dan pendangkalan sungai, danau atau waduk serta peningkatan laban kritis. Kerusakan ekosistem di
DAS terutama disebabkan oleb kegiatan manusia berupa
penggundulan butan, perladangan berpindab, pertanian laban kering yang tidak memperhatikan kaidab konservasi tanab dan air serta pola penggunaan sumberdaya laban yang tidak tepat. Lebib jaub kerusakan tersebut menimbulkan erosi dan berdampak pada peningkatan laban kritis.
Untuk meningkatkan kesejabteraan dan meningkatkan mutu kebidupan rakyat perlu dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam atau sering diistilahkan dengan pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan, akan terjadi dampak baik yang positif maupun negatif dampak positif seperti kemajuan yang memang sesuai tujuan pembangunan itu sendiri, sedangkan dampak negatif sering muncul seiring dengan kemajuan yang dicapai misalnya kemunduran kemampuan sumberdaya alam seperti air, tanab, dan butan. Suatu saat
1
daya
dukung
dan
2
kemampuan lingkungan
lingkungan tersebut akan mencapai titik jenuh dan
sudah tidak mampu lagi mendukung,
hal ini akan memungkinkan ekosistem
kehidupan rusak dan keberlanjutan fungsi lingkungan terganggu. Jika i akan menjadi beban lingkungan dan sosial pada generasi yang akan datang yang harus menanggung beban pemulihannya (Sugandi, 1999: 20).
Pembangunan pertanian sebagai salah satu bentuk pengelolaan sumberdaya alam banyak menemui hambatan salah satunya meningkatnya produk pertanian yang lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan jumlah penduduk. Sementara laban tempat melangsungkan usaha penduduk luasnya tidak bertambah, namun justru berkurang akibat berbagai peruntukan penggunaannya di luar sektor pertanian. Perubahan jumlah
manusia
dengan
berbagai
bentuk
kegiatannya
akan
mengakibatkan perubahan dalam pola tataguna lahan. Perubahan ini selanjutnya mengakibatkan perubahan dalam lingkungan hidup. Perubahan lingkungan hidup sering mengarah pada kerusakan lingkungan sebagai akibat penduduk telah mengeksploitasi lingkungannya pada tingkat melebihi daya dukung lingkungan (Soemarwoto, 1974, dalam Widaningsih, 1991: 2).
Tanah pertanian yang terbatas akan
mengakibatkan banyak laban mmng di
daerah perbukitan digunakan untuk laban pertanian. Penggunaan teknik pertanian yang tidak sesuai dengan kondisi setempat dapat mengakibatkan erosi, banjir pada saat musim penghujan, dan kekeringan lahan di musim kemarau. Pertanian berpola tanam pangan pada lahan kering tanpa usaha konservasi, akan mudah menimbulkan erosi pada lereng lebih 3% (Widaningsih, 1991: 3), hal senada di sampaikan oleh Suwardjo et a/. (1995 dalam Abbas, dkk, 2003: 49 ) bahwa pemanfaatan lahan kering berlereng suatu DAS untuk usaha pertanian menyebabkan
dapat
terjadinya erosi tanah bila tidak disertai dengan tindakan
konservasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pengembangan wilayah (regional
development), seperti untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah (Firman, T, 2000, http://www.geocities.com).
3
Salah satu wilayah daerah aliran sungat yang dipergunakan sebagai lahan pertanian dan dijadikan sebagai daerah penelitian ini adalah Sub DAS Cikapundung hulu, yang merupakan bagian Sub DAS Citarum Hulu yang mempunyat fungsi penting, beragam, dan komplek. Sub DAS ini Juga memberikan asupan air bagi DAS Citarum dan Sungai Cikapundung yang dimanfaatkan untuk menuhi kebutuhan irigasi, pembangkit listrik, air baku untuk air minum bagi masyarakat Kota Bandung.
Sebagian penggunaan lahan di Sub Das Cikapundung untuk budidaya, seperti permukiman penduduk dan lahan pertanian. Pemanfaatan lahan tersebut dapat mengakibatkan terganggunya proses interaksi ekosistem pada daerah aliran sungai, yang dapat menurunkan kualitas daerah aliran sungai Cikapundung, yang ditandai dengan meningkatnya sedimentasi, terjadinya pendangkalan dan penyempitan sungai, meningkatnya limbah domistik dan industri, banjir serta fluktuasi debit yang besar.
Pemanfaatan lahan untuk budidaya di wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu yang kurang memperhatikan konservasi, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan seperti erosi. Hasil penelitian total rata-rata laju erosi di Sub DAS Sungai Cikapundung Hulu, mencapai 27,5 ton!ha/tahun yang telah melampaui batas toleransi erosi yang diperbolehkan (
± 13
tonfha/tahun), dengan kontribusi erosi
terbesar, terjadi pada penggunaan lahan pemukiman 50,22% dan lahan tegalan 20,95% (http://www.bandung.go.id/info). Fluktuasi debit Sungai Cikapundung di Pos Pendugaan Air (PDA) Maribaya dengan debit maksimum 200 m3/detik dan minimum 0,58 m3/detik (Dinas PSDA, 2006).
Sebagian mata pencaharian penduduk di wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu sebagai petani, sehingga penggunaan lahan yang terbesar adalah untuk pertanian, yang terbagi atas sawah, dan tegalan. Lahan sawah yang basah sepanjang tahun, tanaman pertanian yang dikembangkan adalah padi, sedang pada tegalan yang merupakan lahan kering dikembangkan tanaman sayuran. Komoditas pertanian sayur-sayuran termasuk tanaman yang mempunyai nilai jual tinggi.
4
Penduduk di wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu memanfaatkan lahan yang berupa tegal untuk pertanian sayuran.
Pertanian lahan kering seperti sayuran
dengan pola pengelolaan yang tidak tepat, rawan terhadap erosi yang dapat mengurangi kesuburan tanah, pencucian tanah oleh air hujan, dan budidaya pertanian pada lereng perbukitan juga rawan terhadap bahaya longsor. Pola pengawetan lahan yang masih kurang memadai menyebabkan terjadinya proses penurunan kesuburan terns berlangsung. Aspek-aspek perilaku masyarakat ikut serta mempengaruhi dalam pengelolaan dan pemanfaatan lahan, serta upaya yang dilakukan untuk beradaptasi dengan lingkungan.
1.2
Identiilkasi Masalah
Menurut data Departemen Kehutanan 2003,
di Jawa Barat ada 40 DAS, 19
diantaranya sudah kritis, dengan perincian 13 DAS termasuk sangat kritis (termasuk DAS Citarum), 2 DAS termasuk kitis, dan 4 DAS termasuk agak kritis. DAS Citarum sangat vital bagi kehidupan Bandung Metropolitan Area, sebagai penyedia air untuk pertanian, industri, air bersih, perikanan, rekreasi dan sumber tenaga listrik. DAS Citarum Hulu, yang menempati wilayah Cekungan Bandung, mempunyai 7 Sub DAS yaitu Sub DAS Cirasea, Sub DAS Cihaur, Sub DAS Cikapundung, Sub DAS Citarik, Sub DAS Cisangkuy, Sub DAS Ciwidey dan Sub DAS Ciminyak. Sub DAS Cikapundung merupakan daerah resapan air yang sangat berguna untuk sumber air bagi Kota Bandung. Kerusakan yang terjadi pada daerah resapan ini akan memberikan dampak negatif seperti erosi, sedimentasi dan banjir bagi Kota Bandung.
Pad Sub DAS Cikapundung Hulu sebagian besar lahannya di pergunakan untuk pertanian, karena keterbatasan lahan saat ini petani sudah memanfaatkan lerenglereng perbukitan.. Keadaan sumberdaya alam, khususnya tanah dan air di Sub DAS ini semakin menurun, pada musim penghujan terjadi erosi di daerah hulu, pada daerah hilir terjadi banjir, pada musim kemarau terjadi kekeringan yang ditandai adanya fluktuasi debit air sungai.
5
Pola penggunaan lahan yang bermakna konservasi perlu memandang DAS secara komprehensif. Pendekatan yang dilakukan untuk mengetahui keadaan DAS terutama berkaitan dengan manusia adalah melalui perilakunya. Pemahaman perilaku manusia akan membantu dalam penangan DAS secara lebih baik. Untuk mengetahui informasi perilaku petani dalam pengelolaan lahan pertanian yang menyebabkan kerusakan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu, selanjutnya disusun rumusan permasalahan yaitu adakah perilaku petani di Sub DAS Cikapundung hulu yang menyebabkan kerusakan,
kemudian diuraikan dalam
bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1) Bagaimana karakteristik petani? hal ini perlu diketahui karena akan mempengaruhi pola pengelolaan lahan. 2) Bagaimana wawasan petani tentang pengelolaan lahan yang benar? 3) Bagaimana cara petani dalam pengelolaan lahan?
1.3
Tujuan dan Sasaran Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas maka tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengidentifikasi perilaku petani dalam pengelolaan lahan pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu, Kabupaten Bandung. Adapun sasaran dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Teridentifikasinya karakteristik petani pengelola lahan. 2) Teridentifikasinya wawasan petani tentang pengelolaan lahan 3) Teridentifikasinya cara petani dalam pengelolaan lahan.
1.4
Manfaat dan Relevansi Penelitian
Kerusakan lahan pada daerah aliran sungai bagian hulu, yang merupakan daerah resapan air akibat dari pengelolaan lahan yang tidak tepat oleh petani, menyebabkan erosi yang akan menurunkan kesuburan tanah, pada akhimya akan menurunkan pendapatan petani. Sementara di sisi yang lain mempertahankan tetap berfungsinya kawasan resapan air sangat diperlukan, bukan saja wilayah itu sendiri, tetapi juga wilayah yang ada di bawahnya, seperti Kota Bandung yang teijadi banjir pada musim hujan, dan kesulitan air pada musim kemarau.
6
Bagaimana menselaraskan dua kepentingan yang berbeda tersebut, supaya tidak ada yang dirugikan.
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi masyarakat petani tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kegiatan pengelolaan lahan, para perencana dan pengambil kebijakan khususnya instansi yang terkait dari tingkat desa, kecamatan, kabupaten sampai propinsi dan lembaga penelitian pengelolaan lingkungan hidup.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup
dalam penelitian ini meliputi ruang lingkup wilayah, yaitu
wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu Kecamatan Lembang sebagai wilayah penelitian dan ruang lingkup materi, yang meliputi pokok-pokok bahasan dalam penelitian ini.
1.5.1 Lingkup Wilayah Studi
Wilayah yang akan dijadikan ruang lingkup dalam penelitian ini adalah wilayah yang dapat memberikan gambaran karakteristik petani dalam pengelolaan lahan yang dapat menimbulkan erosi. Penelitian ini mengambil lokasi wilayah penelitian Sub DAS Cikapundung Hulu, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung. Pemilihan lokasi wilayah penelitian tersebut didasarkan pada pertimbangan atau kriteria sebagai berikut. Wilayah ini merupakan daerah resapan air untuk mencukupi kebutuhan air bagi Kota Bandung. Sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Laju erosi di sub DAS mencapai 27,5 tonlha/pertahun, melebihi toleransi erosi yang diperkenankan. Adanya fluktuasi debit Sungai Cikapundung.
7
1.5.2
Lingkup Materi Studi
Lingkup materi yang menjadi bahan kajian dalam penelitian ini meliputi: •
Identifikasi
karakteristik petani. Karakteristik petani yang akan dianalisis
meliputi umur,
pendidikan, luas lahan, status kepemilikan laban, jenis
komoditi yang ditanam, dan pendapatan keluarga petani. •
Identifikasi wawasan petani, meliputi pengetahuan tentang pengelolaan laban yang ramah lingkungan.
•
Identifikasi cara petani dalam pengelolaan laban, apakah mempertimbangkan konservasi, yang mencakup pengolahan lahan sebelum ditanami, cara mengolah laban, arah pembuatan bedeng, pemakaian mulsa, dan pemupukan.
1.6
Metodologi Penelitian
Di dalam metodologi penelitian ini yang akan dibahas meliputi kerangka pikir penelitian, pendekatan penelitian, dan tahapan penelitian.
1.6.1 Kerangka Pikir Penelitian Metode penelitian ini disusun berdasarkan kerangka pemikiran studi yang dapat dilihat pada gambar 1.1 dengan penjelasan sebagai berikut:
Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu yang merupakan daerah resapan air di Cekungan Bandung bagian utara sudah dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan. Secara sekilas terlihat pemanfaatan lahan di wilayah ini sudah sedemikian intensif, sampai lereng-lereng perbukitan. Sementara dari penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa di Sub Das Cikapundung telah terjadi erosi yang melebihi batas toleransi.
Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu yang merupakan daerah resapan air di Cekungan Bandung bagian utara sudah dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan. Secara sekilas terlihat pemanfaatan laban di wilayah ini sudah sedemikian intensif, sampai lereng-lereng perbukitan. Sementara dari penelitian yang telah dilakukan menyatakan bahwa di Sub Das Cikapundung telah terjadi erosi yang melebihi batas toleransi.
8
Latar belakang Pemenuhan Kebutuhan Hidup Sumberdaya man usia
Sumberdaya Alam
(
Kegiatan ekonomi Sel.."tor pertan ian Scktor lainnya
Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu
_________________________________[ _________________ Fokus dan topik penelitian
I I
I
~~ Fokus kepada Petani dalam pengelolaan lahan
..
Topik penelitian : Perilaku petani dalam pengelolaan lahan
I
- - ----------------r Perilaku Petani
l
I
I
--------------------------------------------------------------------------
Sasaran
Dan Anal isis ~
H
y
~
Analisis deskripti f tcrhadap karakteristik: umur, pendidikan, Luas lahan, status kepemilikan lahan. pcndapatan petani
~
Analisis dcskirptifuntuk mengeksplorasi: Wawasan pctani tentang pengelolaan lahan yang ramah lingkungan
-
~
Anal isis deskriptif : Olah lahan sebelum ditanami, pengolahan lahan memperhatikan kelerengan, peinimbunan sisa tanaman, pemakaian mulsa
t-
Identifikasi karakteristik petani
ldentifikasi wawasan petani terhadap pengelolaan laban
ldentifikasi cara pengelolaan laban
Tidak sesuai kaidah konservas1
l
EROS I
Sesuai kaidah konservas1 Lestari
Kesimp Ian Kesimpulan Penelitian
Rekomendasi dan Saran penelitian lanjutan
Gambar I. I. Kerangka Pikir Penelitian
-
9
Selanjutnya untuk membatasi permasalahan, peneliti mencoba mengambil salah satu pemanfaatan lahan oleh penduduk yaitu pemanfaatan lahan untuk pertanian di wilayah Sub Das Cikapundung Hulu. Bagaimana perilaku petani dalam pengelolaan lahan, apakah sudah mempetimbangkan kaidah konservasi. Dimulai dengan mengidentifikasi karekateristik petani seperti umur, pendidikan, luas lahan yang digarap, status lahan dan pendapatan keluarga petani.
Kemudian
mengidentifikasi wawasan petani dan cara pengelolaan lahan.
Pada bagian akhir dibuat kesimpulan dan perumusan rekomendasi, sehingga diharapkan teijadinya erosi pada lahan perbukitan tidak bertambah besar bahkan dapat dikurangi, supaya permasalahan di Kawasan Bandung Utara dapat di minimalisir.
1.6.2 Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survai. Teknik survai yang dilakukan dalam penelitian ini adalah survai data primer dan sekunder. Survai data primer dilakukan melalui teknik wawancara dengan menggunakan alat kuesioner. Sedangkan survai data sekunder didapatkan dari dinas/instansillembaga terkait.
Menurut Moleong (1993) dalam melakukan penelitian ada 2 jenis metode yaitu metode
kuantitatif dan
kualitatif.
Metode
kuantatif dilakukan
dengan
menggunakan perhitungan statistik sebagai dasar analisa, sedangkan metode penelitian kualitatif didasarkan pada data diskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari pelaku yang diamati.
Metode penelitian yang dilakukan menggunakan metode penelitian kualitatif berdasarkan data
primer dan
sekunder.
Analisis
data yang
dilakukan
menggunakan analisis deskriptif dinyatakan dengan sebaran frekuensi, baik secara angka-angka
mutlak,
maupun
secara
persentase.
Analisis
menggunakan
pendekatan kualitatif untuk mengeksplorasi suatu fenomena yang ada. Untuk melengkapi analisis kualitatif dilakukan analisis kuantitatif untuk menganalisis data-data dan menjelaskan hasil tabulasi yang ditampilkan melalui pendekatan
10
statistik. Sedangkan pendekatan kualitatif dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklarifikasi suatu fenomena yang ada.
1.6.3 Penentuan Lokasi Penelitian Untuk memperoleh fokus dan memudahkan penelitian, maka batasan lokasi dan unit amatan sangatlah penting untuk diperhatikan. Dalam hal ini, lokasi penelitian ditentukan di tiga desa yaitu desa Cikidang, Desa Wangunharja dan Desa Cibogo dalam wilayah Kecamatan Lembang.
Pemilihan dan pembatasan lokasi dilakukan dengan pertimbangan,
lokasi yang
dipilih merupakan desa dengan jumlah petani paling banyak. Hal ini dilakukan ditempuh sebagai upaya mendapatkan data yang lebih akurat, mengingat petani merupakan faktor penting dalam penelitian ini.
1.6.4 Jenis dan Somber Data Jenis data dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu data pnmer dan data sekunder. Kebanyakan data yang menjadi bahan analisis adalah data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait, sedangkan data primer diperoleh dengan membagikan pertanyaan pada petani dan penggarap di Desa Cikidang, Wangunharja dan Cibogo yang merupakan bagian dari Sub DAS Cikapundung Hulu. J enis dan sumber data sekunder yang dimanfaatkan dalam anal isis adalah : a.
Data karakteristik fisik wilayah, meliputi : o
Peta wilayah meliputi; peta sub DAS, peta topografi, peta RTRW, dan peta penggunaan lahan, Sumber data: Bappeda Propinsi Jabar, Bappeda Kabupaten Bandung, DGTL Bandung
o
Data hidrologi dan tanah, meliputi curah hujan, Jerns tanah, dan penggunaan lahan. Sumber data: Dinas Pertanian, Bappeda Kab. Bandung.
o
Data penggunaan lahan di wilayah sub DAS dan di kecamatan Sumber data: Bappeda Kabupaten Bandung, Dinas PU Pengairan, BPS
11
b.
Data karakteristik sosial ekonomi kependudukan dan aktivitasnya, meliputi : Data jumlah penduduk kecamatan, mata pencaharian, luas sawah, dan kepemilikan lahan sawah. Sumber data : Dinas kependudukan kabupaten, Dinas Pertanian, BPS Kabupaten dan Kecamatan.
c.
Data primer meliputi, data kondisi fisik daerah penelitian, identitas sosial ekonomi responden, data perilaku petani dalam pengelolaan lahan.
1.6.5 Cara Pengambilan Data
Menurut Sugiyono (2000: 57) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek atau subyek yang menjadi kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari untuk ditarik kesimpulan. Sedangkan Riduwan (2004: 55) populasi adalah keseluruhan dari karakteristik atau unit hasil pengukuran yang menjadi obyek penelitian.
Sesuai dengan masalah yang ingin diteliti yaitu perilaku masyarakat petani dalam pengelolaan lahan, maka populasi yang digunakan dalam penelitian ini (a) adalah masyarakat petani pemilik lahan yang menggarap lahannya dan (b) petani penggarap yang menggarap lahan bukan miliknya.
Sedangkan
cara yang digunakan untuk pengambilan sampel dengan cara
pemilihan sampel secara tidak acak (nonprobabilitas). Menurut Riduwan (2004: 61) nonprobabiliy sampling adalah teknik sampling yang tidak memberikan kesempatan (peluang) pada setiap anggota populasi untuk menjadi anggota sampel. Hal ini dilakukan karena tidak adanya jumlah petani penggarap yang setiap tahun bisa berubah, tanpa ada catatan.
Teknik nonprobalbilitas yang dipilih adalah sampling aksidental. Menurut Riduwan (2004: 62) sampling aksidental
adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan faktor spontanitas, maksudnya siapa saja yang secara tidak sengaja bertemu dengan peneliti dan sesuai dengan karakteristik (ciri-cirinya), maka orang tersebut dapat digunakan sebagai sampel (responden).
12
Hal ini dilakukan karena, sampel yang diharapakan adalah petani atau petani penggarap yang menggarap laban pada kriteria tertentu, yaitu laban mempunyai kemiringan kurang dari 8%, laban dengan kemiringan 8 - 25% dan laban dengan kemiringan lebih dari 25%. Sehingga sampelnya harus diambil saat petani sedang menggarap sawahnya sesuai ketentuan tersebut.
1.6.6 Jumlah Sampel
Tentang besamya jumlah sampel yang akan diambil dari populasinya sebenamya tidak ada persyaratan yang tegas (Nasution, 2001).
Namun untuk mengurangi
kesalaban dari pengambilan sampel dari populasi, maka peneliti menggunakan rumus Slovin (1960).
Untuk penelitian ini dengan populasi petani dan petani penggarap yang tidak dapat diketahui dengan pasti, hanya dengan pendekatan jumlab petani, karena jumlah petani penggarap tidak terdata, hal jumlah petani penggarap tidak memiliki lahan sendiri dan hanya menyewa yang setiap tahun berubah-ubah. Berdasarkan hal terse but dengan menggunakan tabel dari Consuela G S (dalam Setiabudi, 2003) untuk populasi yang besamya lebih dari 7000 jumlah sampel 99. Dan dalam penelitian ini ditentukan jumlah sampel 100 responden.
1.6. 7 Metode Analisis
Setelah selesai pengambilan data, kemudian dikumpulkan selanjutnya melakukan pengkajian terhadap data secara menyeluruh, membuat rangkuman hasil wawancara dan mengelompokan ke dalam aspek-aspek tertentu (coding dan tabulasi data).
Kemudian untuk data kualitatif dilakukan analisis dimulai dari
reduksi data, tampilan data, dan penarikan kesimpulan. Sedangkan analisis data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan tabel frekuensi.
Anal isis data hasil penelitian dilakukan secara deskriptif kualitatif. Yang dimaksud dengan metode deskriptif kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati (Moleong, 2000). Data primer yang
13
terkumpul disusun menurut kelompoknya dan diolah serta disajikan dalam bentuk tabel frekuensi guna menjelaskan karakteristik responden, aspek-aspek pandangan petani dan perilaku petani yang berhubungan dengan pengelolaan lahan dengan menggunakan tabel silang. Penyajian data sebagai sekumpulan informasi tersusun tersebut memungkinkan untuk dapat melakukan analisis dan menarik kesimpulan secara lebih mudah.
I. 7
Sistematika Pembabasan
Rancangan sistematika penulisan laporan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:
Dab I
Pendabuluan Bah ini menguraikan latar belakang penelitian, perumusan masalah yang dihadapi, tujuan dan sasaran penelitian, manfaat dan relevansi penelitian, metode penelitian serta sistematika pembahasan penelitian.
Dab II
Perilaku Petani Dalam pengelolan Laban DAS Bah ini menguraikan berbagai pengertian mengenai pengelolaan daerah aliran sungai kerusakan lahan, perilaku masyarakat dalam pengelolaan lahan di daerah sungai
Dab III
Gambaran Daerab Penelitian Bah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengena1 karakteristik fisik
wilayah
Sub DAS
Cikapundung Hulu,
karakteristik sosial ekonomi dan kependudukan .
Dab IV
Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Laban Di Wilayab Sub DAS Cikapundung Hulu Bah ini merupakan uraian analisis dari perilaku
petani dalam
pengelolaan lahan di wilayah sub DAS Cikapundung Hulu, dapat diketahui apakah perilaku petani dalam pengelolaan lahan memperhatikan kaidah lingkungan
14
BabV
Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini merupakan kesimpulan hasil penelitian dan rekomendasi yang diberikan dalam arahan memperbaiki perilaku
petani di
wilayah sub DAS Cikapundung Hulu Kecamatan Lembang Kabupaten Bandung
Bab II Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Laban Di Daerah Aliran Sungai
Dalam bah ini akan diuraikan landasan teori yang akan dijadikan sebagai dasar teori dari penelitian ini, yang mencakup pengertian dan pengelolaan daerah aliran sungai (DAS), konservasi tanah, dan perilaku petani dan pengembangan wilayah
11.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai
Menurut Asdak (2005:1) Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh pungung-pungung gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian disalurkannya ke laut melalui sungai utama. Wilayah daratan di dalam DAS dinamakan daerah tangkapan air (DTA, catchment area) yang merupakan suatu ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam (tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.
Menurut Arsyad (1989: 438) suatu DAS harus dipahami setidaknya mencakup makna yang mendasar yaitu: 1) Satu satuan ekosistem dengan unsur utamanya berupa tanah, air, flora, fauna, air dan manusia dengan semua aktivitasnya. 2) Satu satuan wilayah tata air yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya ke danau, waduk atau ke laut melalui sungai utama. 3) Suatu ekosistem alami dimana komponen-komponen utamanya berinteraksi secara dinamis dan menghasilkan keseimbangan dinamis. 4) Satu satuan geografi alamiah yang membutuhkan pengelolaan secara terpadu sesuai dengan kegiatan yang ada di DAS tersebut; 5) Sebagai suatu wilayah kesatuan fisik yang dapat dijadikan satuan perencanaan dan pengelolaan untuk semua kegiatan dan pembangunan DAS tersebut.
15
16
Karakteristik daerah aliran sungai berdasarkan morfologi secara umum dapat digolongkan menjadi tiga Sub DAS, yaitu: Sub DAS hulu, Sub DAS tengah dan Sub DAS hilir (Asdak, 2005: 11). Sub DAS hulu mempunyai ciri kerapatan drainase lebih tinggi dan sebagian besar kawasannya mempunyai kemiringan lereng lebih besar dari 15 %. Pada kawasan sub DAS tengah mempunyai ciri kerapatan drainase lebih kecil, dengan separoh dari kawasannya mempunyai kemiringan lebih dari 8%, sedangkan pad sub DAS hilir berkontur landai, dimana lebih dari 70% kawasannya mempunyai kemiringan lereng kurang dari 8%.
Sub DAS hulu dengan kontur bergelombang dan lerengnya curam, mengakibatkan pemanfaatan oleh manusia di daerah ini cenderung kepada budidaya pertanian lahan kering dan basah. Pada sub DAS hulu merupakan input terbesar
bagi
penyediaan dan cadangan air (cathment area), sehingga kawasan ini senng dimanfaatkan sebagai daerah lindung atau sebagai kawasan penyangga budidaya terbatas. Kawasan hulu ini sangat peka atau rawan terhadap erosi yang tinggi karena mempunyai kemiringan lereng yang curam, sehingga kawasan ini pemanfaatan yang paling tepat untuk kegiatan konservasi.
Pada sub DAS tengah dengan kontumya lebih rata dan juga lebih landai dari sub DAS hulu, mempunyai kepekaan terhadap erosi lebih rendah, namun pada daerah yang lebih landai dan lebih bawah menjadi agak rawan banjir. Pemanfaatannya daerah ini lebih sering kearah permukiman dan kawasan budidaya. Kegiatan budidaya manusia pada kawasan ini cenderung lebih beragam. Daerah ini secara hidrologis
merupakan
daerah
peralihan dan
mulai
pelepasan,
sehingga
sumberdaya aimya, baik air tanah maupun air sungai sering dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, air minum, irigasi, perikanan arus deras dan scbagai badan penerima air limbah baik domistik maupun industri. Hal tersebut ~kan
mcmberikan dampak terhadap kualitas maupun kuantitas air, baik air tanah
.
.
maupun mr sunga1.
Sub DAS hilir merupakan daerah yang relatif datar, sehingga daerah ini merupakan daerah paling banyak dimanfaatkan oleh manusia. Daerah ini relatif landai,
sehingg<~
rawan terhadap
banjir, juga daerah ini mengalami degradasi
17
kuantitas dan kualitas air, baik air tanah dan air permukaan paling serius akibat ulah manusia yang mendiaminya. Daerah ini merupakan daerah paling rendah yang menampung dari dampak yang teijadi pada daerah diatasnya, ditambah lagi daerah ini biasanya merupakan kawasan industri, juga mempunyai kepadatan penduduk yang tinggi, yang akan dapat menimbulkan pencemaran pada sumber daya alam seperti daerah aliran sungai.
Fungsi daerah aliran sungai merupakan fungsi dari seluruh komponen yang ada pada DAS sendiri, seperti vegetasi, topografi (bentuk permukaan tanah), tanah dan permukiman (Syarief, 1977, dalam Sundari, 2005: 8). Salah satu dari komponen mengalami perubahan akan menyebabkan perubahan atau gangguan terhadap ekosistem DAS, yang juga berarti terganggu fungsi DAS. Terganggunya fungsi DAS akan mengakibatkan sistem penangkapan air curah hujan juga terganggu seperti penyerapan akan berkurang atau juga sistem penyimpanan air akan tidak efektif, atau sistem penyalurannya menjadi lebih besar. Hal ini dapat mengakibatkan perbedaan (fluktuasi) debit sungai antara musim kemarau dan musim hujan menjadi sangat besar, hal itu menunjukan kesehatan DAS atau fungsi DAS tidak sehat atau keadaan DAS rusak. Ciri lain yang menonjol akibat kurang
berfungsinya
DAS
adalah
terjadinya
proses
sedimentasi
yang
menyebabkan pendangkalan pada sungai, waduk atau muara sungai. Disisi lain ketika penyerapan dan penyimpanan air hujan tidak berfungsi atau boros, akan berakibat melimpahnya air permukaan, yang dapat menimbulkan bencana banjir.
11.2
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
Pengelolaan DAS adalah merupakan proses formulasi dan implementasi kegiatan/program yang mengarah pada optimalisasi sumberdaya alam (SDA) dan sumberdaya manusia (SDM) untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa tanpa menyebabkan teijadinya kerusakan dan/atau kemerosotan lebih lanjut SDA yang dikelola. Pengelolaan DAS juga meliputi kajian keterkaitan antara aspek-aspek biofisik, sosial ekonomi budaya dan kapasitas kelembagaan serta kajian keterkaitan spasial antara daerah hulu-hilir DAS.
18
Upaya untuk mencegah terjadinya gangguan yang dapat menimbulkan kerusakan DAS dapat dilakukan dengan usaha pengelolaan DAS secara terpadu. Pengelolaan DAS dimaksudkan untuk menjaga keseimbangan antara sumberdaya alam dengan manusia dan segala aktivitasnya. Upaya ini diharapkan dapat mewujudkan kondisi tata air yang optimal, baik secara kuantitas, kualitas dan distribusinya serta dapat terkendalinya erosi pada tingkat yang diperkenankan.
Tujuan pengelolaan DAS adalah (Gunawan, 2005: 20): 1) Penggunaan
surnberdaya
lahan secara rasional untuk mencapai produksi
maksimun yang lestari. 2) Menekan kerusakan tanah dan air menjadi seminimal mungkin. 3) Distribusi yang
merata
sepanjang tahun dan tersedianya air pada musim
kemarau. 4) Mampu mempertahankan DAS yang bersifat pendapatan
masyarakat
lentur, serta meningkatkan
dalam DAS.
DAS dapat dibagi menjadi dua satuan pengelolaan yakni satuan pengelolaan hulu yang mencakup seluruh daerah hulu sungai, dan satuan pengelolan DAS hilir mencakup seluruh daerah hilir sungai atau daerah penyaluran. Menurut Syarief (1977, dalam Sundari, 2005: 12) pengelolaan DAS hulu ditujukan untuk tujuan: 1) Mengendalikan
kelebihan
aliran permukaan yang rusak, untuk usaha
pengendalian banjir. 2) Memperlancar infiltrasi air kedalam tanah. 3) Mengusahakan
pemanfaatan aliran permukaan untuk maksud-maksud yang
berguna bagi kesejahteraan manusia. 4) Mengusahakan
semua sumberdaya
air dan au untuk
memaksimalkan
produksi. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengelolaan daerah hulu adalah: 1) Bentuk dan luas daerah tadahan. 2) Kelerengan. 3) Kondisi tanah 4) Penggunaan lahan saat ini. 5) Jenis dan kualitas tumbuhan penutup.
19
6) Intensitas, lamanya dan distribusi curah hujan.
Sedangkan tujuan pengelolaan Sub DAS hilir adalah : 1) Mencegah
dan
mengendalikan banjir dan sedimentasi untuk mengurangi
kemungkinan teijadinya kerugian, serta menurunya kemampuan lahan. 2) Meningkatkan daya guna air dari sumber air yang ada. 3) Memperbaiki pengaturan lahan untuk meningkatkan kemampuan lahan.
DAS hulu perlu mendapat perlakuan khusus dari keseluruhan pengelolaan DAS, karena akan sangat berpengaruh dalam pemanfaatan pada daerah hilir. Pada bagian hulu pengelolaannya perlu penekanan pada usaha konservasi. Sedangkan pada bagian hilir perlu akan mendapat manfaat dari pengelolaan bagian hulu.
Pengalaman pengelolaan DAS menunjukan tidak hanya masalah fisik, maka paradigma pengelolaan DAS mulai bergeser kearah partisipatoris. Pengelolaan DAS bertumpu pada aspek keterlibatan masyarakat yang terdapat dalam wilayah DAS. Pendekatan pembangunan partisipatoris dimulai dengan orang-orang yang paling mengetahui tentang sistem kehidupan masyarakat setempat, yakni masyarakat itu sendiri. Pendekatan partisipatori dalam DAS akan memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk menilai dan mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan mereka untuk mengembangkan diri. Pendekatan partisipatoris harus disertai perubahan cara pandang terhadap DAS sebagai sistem hidrologi yang semula merupakan benda fisik menjadi benda ekonomi yang memiliki fungsi sosial.
Hardianto et al. (1992, dalam Syam, A, 2003: 163) mengemukakan
bahwa
umumnya petani di wilayah DAS di Jawa merupakan pemilik, penggarap dengan luas pemilikan lahan 0,30-2 ha. Lahan tersebut umumnya berupa areal pemukiman/pekarangan, tegalan, dan perbukitan. Tegalan digunakan untuk budi daya tanaman pangan, pekarangan untuk tanaman tahunan, dan perbukitan untuk tanaman penghasil kayu. Tanaman pangan yang diusahakan adalah jagung, ubi kayu, padi gogo, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, dan kacang tunggak, sedangkan tanaman sayuran yang diusahakan adalah cabai, bawang merah, kacang panjang, mentimum, dan tomat.
20
Pennasalahan pemanfaatan lahan kering berlereng suatu DAS untuk usaha pertanian
adalah terjadinya erosi tanah hila tidak disertai dengan tindakan
konservasi (Suwardjo et al. 1995 dalam Abbas, dkk, 2003: 49 ). Erosi sangat merugikan produktivitas lahan karena dalam waktu relatif singkat, tanah lapisan atas yang subur hilang. Kerusakan tanah karena hilangnya unsur hara dapat diperbaiki dengan menambahkan pupuk yang tepat, tetapi kerusakan tanah akibat hilangnya fungsi produksi dan hidrologi memerlukan proses rehabilitasi yang relatif lama
Dalam setiap kegiatannya manusia pasti memerlukan lahan atau tanah, terutama di perdesaan. Tanah diperdesaan digunakan untuk kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi (Jayadinata, 1986: 59). Penggunaan lahan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan.
Menurut Suripin (2004: 8) tanah dan air merupakan sumberdaya alam yang utama, juga merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui,
akan
tetapi mudah mengalami kerusakan atau degradasi. Degradasi dapat terjadi oleh; 1)
Kehilangan unsur hara dan bahan organik di daerah perakaran.
2)
Terkumpulnya garam di daerah perakaran (salinisasi).
3)
Penjenuhan tanah oleh air (waterloging).
4)
Erosi
Sesuai dengan tujuan penelitian, yang akan dibahas selanjutnya adalah erosi
Pennukaan kulit bumi akan selalu proses erosi, dimana di suatu tempat akan terjadi pengikisan sementara di tempat lainnya akan terjadi penimbunan, sehingga bentuknya akan selalu berubah sepanjang masa. Proses ini terjadi secara alamiah dan berlangsung sangat lambat.
Menurut Hardjowigeno (2003: 162) erosi adalah suatu proses dimana tanah dihancurkan (detached) dan kemudian dipindahkan ke tempat lain oleh kekuatan air, angin atau gravitasi. Sedang menurut Kartasapoetra (2005: 34 ) erosi dapat juga disebut pengikisan atau kelongsoran sesungguhnya merupakan proses
21
penghanyutan tanah oleh desakan-desakan atau kekuatan air dan angin. Proses pengikisan kulit bumi yang terjadi secara alami ini dikenal dengan nama erosi alam atau erosi normal atau erosi geologi, yang semua gaya penyebab hanya berasal dari alam, kalau ada campur tangan manusia yang mempercepat laju erosi disebut erosi dipercepat atau accelerated erosion (Seta, 1991: 14).
Menurut Asdak (2004: 339) proses erosi terdiri atas tiga bagian yang berurutan, yaitu
pengelupasan
(detachment),
pengangkutan
(transportation)
dan
pengendapan (sedimentation). Erosi dipermukaan tanah dapat disebabkan oleh air, angin dan salju. Selanjutnya erosi yang akan dibahas hanya erosi yang disebabkan oleh air.
Menurut BP2TDAS-IBB (2002: 1) erosi tanah oleh air di Indonesia merupakan bentuk degradasi tanah yang dominan. Laju erosi alamiah di Indonesia termasuk yang paling cepat di dunia (Carson, 1998) karena proses tektonik dan atau degradasi vulkanis. Batas erosi yang dapat diterima adalah nilai laju erosi yang tidak melebihi laju pelapukan tanah, pendekatan seperti gambar dibawah ini.
Permukaan tanah Penurunar.. rana.1.
Gambar 11.1 Keseimbangan antara laju erosi dengan laju pelapukan tanah (Kirkby, 1980 dalam Seto, 1991: 16) Dimana W adalah laju pelapukan dari batuan induk (bedrock) menjadi tanah, dan permukaan tanah turun secara mekanis akibat adanya erosi permukaan dengan laju penurunan T serta bahan-bahan yang terlarut tercuci akibat adanya aliran
22
bawah permukaan dengan laju penurunan D, maka nilai batas erosi yang dapat diterima dapat dirumuskan dengan:
T+D=W
Beberapa tipe erosi permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah (Asdak, 2004: 339): 1)
Erosi percikan (splash erosion) Erosi percikan adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air polos.
I
;~-~?~~=!;~;_A._ a
f
/d
~ ~
~
.-----·
·~
b
..
- _____
'-
.......
~~
:_~-;:>t~ - -- 7>- - -c
Gambar II.2 Perbedaan arah gerakan partikel tanah akibat percikan butir hujan pada: (a) sudut pukulan butir hujan vertikal (b) lahan miring (c) sudut pukulan hujan yang miring (Seta, 1991: 25)
2)
Erosi kulit (sheet erosion) Erosi kulit adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff) yang mengalir ketempat yang lebih rendah, yang disebabkan oleh tenaga kinetis air hujan lebih dominan karena kecepatan air jatuhan lebih besar.
3)
Erosi Alur (rill erosion) Erosi alur adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikelpartikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam saluransaluran air. Tipe ini umumnya dijumpai pada lahan garapan.
4)
Erosi Parit (gully erosion) Erosi parit diawali oleh gerusan yang melebar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian
23
yang besar. Erosi ini dibedakan menjadi dua yaitu bentuk V yang teijadi pada tanah relatif dangkal dengan tingkat erodibilitas (tingkat kerapuhan tanah) seragam, sedang bentuk U umumnya teijadi pada tanah dengan erodibilitas rendah. 5)
Erosi Tebing Sungai (streambank erosion) Erosi tebing sungai adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.
Menurut Asdak (2004, h.339) secara umum teijadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah, vegetasi penutup dan tata guna lahan. Peranan masing-masing faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (BP2TDAS-IBB, 2002: 7): 1)
Iklim Salah satu unsur iklim yang penting mempengaruhi proses erosi adalah hujan. Hujan dengan intensitas tinggi akan memberikan daya pukul air hujan terhadap butiran tanah semakin tinggi. Hujan akan menimbulkan erosi apabila intensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya sangat banyak dalam jangka waktu yang relative lama. Kemampuan hujan yang menyebabkan erosi disebut erosivitas.
2)
Topografi Topografi berperan dalam menentukan kecepatan dan volume limpasan permukaan, dua unsur topografi yang berpengaruh terhadap erosi adalah panJang
dan
kemiringan
lereng.
Peningkatan
kemiringan
lereng
menyebabkan kemampuan tanah untuk meresapkan air hujan semakin rendah, sehingga air lebih banyak yang menjadi air permukaan. Hal ini menyebabkan tanah di bagian bawan lereng mengalami erosi yang lebih besar dari pad di bagian atas lereng.
3)
Vegetasi Vegetasi akan mempengaruhi besamya erosi, melalui fungsinya melindungi tanah terhadap pukulan langsung oleh tenaga butir-butir hujan. Peranan vegetasi dalam mengurangi erosi melalui:
24
a. Intersepsi dan absorbsi air hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun semakin tinggi tajuk dari tanah, energi kinetik yang ditimbulkan dari akumulasi butir air hujan akan semakin besar sehingga erositasnya semakin besar. b. Perakaran
tanaman akan
memantapkan
agregat
tanah serta
memperbesar porositas tanah di sekitamya. c. Penghasil bahan organik dari seresah yang merupakan pelindung tanah dari pukulan air hujan dan limpasan permukaan, perbaikan struktur tanah.
4)
Tanah Ketahanan tanah terhadap daya rusak dari luar karena pukulan air hujan dan limpasan permukaan serta kemampuan tanah untuk menyerap air hujan yang menentukan volume aliran permukaan adalah faktor yang mempengaruhi laju erosi. Sifat-sifat tanah yang bepengaruh terhadap erosi adalah : a.
Tekstur, menentukan kapasitas infiltrasi yang mempengaruhi volume aliran permukaan.
b. Erodibilitas
tanah
adalah
kepekaan tanah terhadap erosi atau
mudah tidaknya tanah tererosi. c. Bahan
organik, Fe dan AI, yang berfungsi
sebagai perekat antara
butir tanah sehingga memantapkan agregat tanah. d.
Manusia merupakan faktor penentu apakah tanah yang diusahakan akan rusak atau menjadi lebih baik. Manusia dapat menjadi penghambat atau mempercepat tetjadinya erosi, tergantung cara memperlakukan tanah.
11.3
Konservasi Tanah
Menurut BP2TPDAS-IBB (2002: 18) tujuan konservasi tanah dan air adalah untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menurunkan atau menghilangkan dampak negatif pengelolaan lahan seperti erosi, sedimentasi dan bahaya banjir. Menurut Hardj iwigeno (2003: 187) konservasi dilakukan dengan maksud: ( 1) melindungi tanah dari curahan langsung air hujan, (ii) meningkatkan kapasitas
25
infiltrasi tanah, (iii) mengurangi run off, dan (iv) meningkatkan stabilitas agregat tanah. Menurut Lal Coughlan dan Mentz (1998 dalam BP2TPDAS IBB, 2002: 17) faktor sosial-ekonomi juga harus diperhatikan dalam merencanakan konservasi tanah dan air. Sedangkan Cramb dan Nelson (1998) menyatakan dalam beberapa kasus informasi teknologi konservasi yang diberikan kepada petani tidak akan mengubah cara bertani para petani.
Beberapa ahli seperti Suripin (2004: 101), Seta (1991: 119), Kartosapoetro (2005: 143) dan Hardjowigeno(2003: 187) mengatakan secara garis besar metode konservasi dibagi menjadi 3, yaitu (i) secara vegetatif, (ii) secara mekanis dan (iii) secara kimia.
11.3.1 Secara vegetatif
Usaha pengawetan tanah dengan cara ini didasarkan pada peranan tanaman, yang mana tanaman itu sebagian mempunyai peranan untuk mengurangi erosi, seperti batang, ranting, daun. Tujuan konservasi secara vegetatif adalah: 1) Melindungi tanah dari daya perusak butir-butir hujan, 2) Melindungi tanah dari daya perusak aliran permukaan (run off), 3) Memperbaiki
infiltrasi tanah.
Cara vegetatif meliputi kegiatan-kegiatan: 1)
Penghutanan
kembali
(reboisasi),
pada tanah-tanah
yang gundul
dengan tanaman keras. 2) Penanaman
tanaman
penutup tanah,
menurut Morgan ( 1986 dalam
Suripin 2004: 102) keefektifan tanaman penutup dalam mengurangi erosi dipengaruhi oleh tinggi tanaman, kontinuitas dedaunan sebagai kanopi, kerapatan tanaman dan kerapatan sistem akar. 3) Penanaman tanaman secara garis kontur, merupakan penanaman yang searah atau sejajar garis kontur. 4) Penanaman tanaman dalam larikan (strip cropping) yang searah garis kontur dimaksudkan untuk memperlambat lajunya aliran permukaan 5) Penggiliran
tanaman (crop rotation)
adalah sistem bercocok tanam yang
ditanam secara berturut-turut pada waktu tertentu.
26 6) Penggunaan seresah (mulching)
adalah menutupi permukaan tanah dengan
seresah atau sisa-sisa tanaman.
11.3.2 Secara Mekanik Konservasi
mekanik dapat dilakukan,
secara
walaupun
lebih banyak
membutuhkan biaya, konservasi secara mekanik berfungsi: 1) Memperlambat aliran permukaan
2) Menampung dan mengalirkan aliran permukaan sehingga tidak merusak. 3) Memperbesar
kapasitas infiltrasi air ke dalam tanah dan memperbaiki aerasi
tanah 4) Menyediakan air bagi tanaman.
Usaha konservasi tanah secara mekanik ini meliputi: 1) Pengolahan tanah Pengolahan tanah tidak hanya baik bagi pertanian, tapi JUga baik bagi konservasi, maka usaha yang dilakukan harus: ~
Tanah diolah seperlunya saja.
~
Pengolahan tanah dilakukan pada saat kandungan air yang tepat.
~
Pengolahan tanah dilakukan sejajar garis kontur.
~
Pengolahan tanah sebaiknya dilakukan dengan pemberian mulsa.
2) Pengolahan tanah menurut kontur Pengolahan tanah sejajar kontur dapat mengurangi laju erosi sampa1 50% dibandingkan dengan penanaman menurut lereng (up and down). 3) Guludan (conotur bunds) Guludan adalah tumpukan tanah yang dibuat memanJang memotong kemiringan
lereng.
Fungsinya
untuk
menghambat
alim
permukaan,
menyimpan air di bagian atasnya dan untuk memotong panjang lereng. 4) Teras Teras adalah timbunan tanah yang dibuat melintang atau memotong kemiringan lereng, yang berfungsi untuk menangkap aliran permukaan, serta mengarahkan ke outlet yang mantap dengan kecepatan yang tidak erosif. Bersaarkan fungsinya teras dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu (i) teras
27
pengelak (divertion terrace), (ii) teras retention (retention terrace), dan teras bangku (bench terrace). 5) Saluran pembuang air Ini dibuat untuk menghindari terkonsentrasinya aliran permukaan di sembarang tempat, yang dapat membahayakan tanah yang dilewatinya. 6) Sumur resapan Sumur resapan dibuat untuk mengurangi aliran permukaan dan menambah infiltrasi air. 7) Bangunan stabilisasi bangunan stabilisasi yang urnurn berupa dam penghambat (check dam), bangunan berfungsi mengurangi volume dan kecepatan aliran permukaan.
11.3.3 Secara Kimia
Cara ini dilaksanakan dengan usaha-usaha
untuk memperbaiki
kemantapan struktur tanah melalui pemberian preparat-preparat kimia yang secara umum disebut pemantap tanah (soil conditioner).
11.4 Perilaku Petani dalam Pengelolaan laban
Sugihen (1996, dalam Donie, S, 2002: 7) salah satu ahli sosiologi, mengatakan bahwa perilaku masyarakat dalam bertani dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bertani sebagai gaya hidup (a way of life ) dan bertani sebagai suatu mata pencaharian (a way of making a living). Ketika bertani sebagai gaya hidup, faktor ekonomi berbaur dengan faktor-faktor kekeluargaan, keagamaan, sosial dan budaya. Bertani bukan segala-galanya kendatipun bertani itu perlu dan penting. Pada saat itu kegiatan bertani diusahakan oleh anggota keluarga sekedar mencukupi kebutuhan sehari-hari. Mereka selalu melaksanakan semua aturan dan kebiasaan adat istiadat setempat dengan rasa loyalitas yang tinggi. Dampak bertani sebagai gaya hidup biasanya sangat memperhatikan kondisi lingkungan, yang menurut istilah umum ramah lingkungan.
Ketika bertani sebagai suatu mata pencaharian, faktor ekonomi yang lebih dipentingkan, biasanya merupakan awal dari suatu degradasi suatu lahan. Masyarakat mulai memandang lahan sebagai aset ekonomi. Sebagai aset ekonomi,
28
lahan hams dioptimalkan penggunaannya, maka disaat itu juga teijadi klas-klas yang mengutamakan kapital. Klas yang merasa kuat akan menguasai kekuasaan (Teori Marx) (Donie, S., 2002: 7). Masyarakat yang memiliki kapital kuat cenderung memiliki lahan luas, sedang yang tidak memiliki kapital cenderung menjadi menjadi buruh.
Meningkatnya jumlah petani kecil yang memiliki lahan kurang dari 0,5 ha, dikarenakan alasan sistem warisan yang berlaku di masyarakat atau adanya pertambahan penduduk yang relatif besar hila dibandingkan dengan tersedianya lahan (Soekartawi, 1996: 27). Hal tersebut akan semakin menambah berat beban lahan dimasa datang.
Karena keterbatasan lahan atau penguasan lahan yang sempit, oleh Mubyarto (199 5: 17) pertanian yang demikian dinamakan pertanian rakyat, artinya usaha pertanian keluarga dimana diproduksi bahan makanan utama seperti beras, palawijo dan tanaman hortikultura. Pertanian rakyat diusahakan di tanah-tanah sawah, ladang dan pekarangan. Di dalam pertanian rakyat tidak ada usahatani yang memproduksi hanya satu macam saja. Dalam satu tahun petani dapat menanam tanaman bahan makanan atau tanaman perdagangan. Keputusan petani untuk menanam bahan makanan terutama didasarkan atas kebutuhan makan untuk seluruh keluarga petani, sedangkan keputusan untuk menanam tanaman perdagangan didasarkan atas iklim, ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil tanaman dan harga. Tanaman perdagangan rakyat ini dikenal dengan nama hasilhasil perkebunan rakyat meliputi, tembakau, tebu, karet, kelapa, teh, cengkeh, buah-buahan, sayur-sayuran dan bunga-bungaan. Di samping hasil tanaman usaha tani pertanian rakyat meliputi pula mata pencaharian tambahan yaitu peternakan, perikanan dan pencaharian hasil hutan.
Pertanian selain merupakan usaha, bagi petani sendiri pertanian masih merupakan bagian dari hidupnya, bahkan suatu "cara hidup" (way of life), sehingga tidak hanya
aspek ekonomi saja, tetapi aspek-aspek sosial dan kebudayaan, aspek
kepercayaan dan aspek keagamaan serta aspek-aspek tradasi semua memegang peranan penting dalam tindakan-tindakan petani. Berhasilnya tidaknya suatu hasil
29
produksi merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan kehidupan petani (Mubyarto, 1995: 34).
11.5 Pengembangan Wilayah Berkelanjutan
Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam ruang wilayah) dan perencanaan kegiatan dalam ruang tersebut. Perencanaan pembangunan wilayah harus mempertimbangkan kondisi eksisting saat ini. Perencanaan harus melibatkan masyarakat ada di wilayah tersebut dan pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah itu. Perencanaan wilayah sebaiknya menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan sektoral dan pendekatan regional. Pendekatan sektoral biasanya
kurang
memperhatikan aspek tata ruang secara keseluruhan (less-spatial), sedangkan pendekatan regional lebih bersifat spatial dan dijadikan jembatan untuk mengkaitkan perencanaan pembangunan dengan rencana tata ruang (Tarigan. R., 2004: 28-31).
Menurut Firman T, (2000: 1) pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosio-ekonomi, mengurangi kesenjangan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah, sangat diperlukan karena kondisi sosial-ekonomi, budaya dan geografis yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah lainnya. Dengan kata lain, pembangunan nasional tidak dapat disamaratakan pada seluruh wilayah, akan tetapi harus disesuaikan dengan kondisi-kondisi tersebut Inilah sesungguhnya yang merupakan argumentasi akan perlunya suatu pengembangan wilayah. Begitu pula sifat pengembangan wilayah berbeda dengan pembangunan sektoral, karena yang pertama sangat berorientasi pada issu (permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait, sementara yang disebutkan terakhir sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor itu, tanpa terlalu memperhatikan kaitannya dengan sektor-sektor lainnya. Namun demikian, walaupun berbeda dalam orientasi keduanya saling melengkapi; dalam arti bahwa pengembangan wilayah tidak mungkin terwujud tanpa pembangunan sektoral, sementara pembangunan sektor tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan berujung pada tidak optimalnya pembangunan sektor itu sendiri. Bahkan hal ini
30
dapat menciptakan perselisihan (konflik) kepentingan antar sektor-sektor tersebut, yang pada gilirannya akan kontra-produktif dengan pengembangan wilayah. Singkat kata, pengembangan wilayah seyogianya menjadi acuan (referensi) pembangunan sektor, dan sama sekali bukan penjumlahan dari pembangunan sektor-sektor pada suatu wilayah tertentu (Firman, 2000: 1)
Menurut Solihin (2002: 21) pengembangan wilayah yang berkelanjutan dapat dilakukan dengan memanfaatkan peran lingkungan secara optimal. Optimalisasi tersebut dapat dicapai dengan melakukan pengembangan terhadap sumberdaya manusia beserta aktivitasnya. Manusia sebagai subyek dan obyek pembangunan, sedangkan aktivitas sebagai media dalam mencapai tujuan pembangunan.
Bah III Gambaran Wilayah Penelitian Di dalam bab ini akan diuraikan karakteristik wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu yang meliputi kondisi fisik, kondisi ekonomi, kondisi sosial kependudukan dan sekilas gambaran tentang pertanian.
111.1 Kondisi Fisik
Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu secara yang merupakan bagian dari Sub DAS Citarum Hulu di Kawasan Bandung Utara secara fisiografis, geomorfologi, iklim, lahan dan hidrologi sebagai berikut:
111.1.1 Fisiografis
Secara Geografis wilayah penelitian terletak antara 107° 35' 38" BT- 107° 44' 58" BT dan 6°16" LS - 6°54'12" LS. Sedangkan secara administratif Sub DAS Cikapundung Hulu berada di bagian utara Kabupaten Bandung dan merupakan bagian dari DAS Citarum Hulu. Luas Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu adalah
± 7. 761,1 0 Ha (Bappeda Kab. Bandung, 2001) yang terletak pada
Kecamatan Lembang yang terdiri 14 desa.
Sub DAS Cikapundung yang hulunya terletak di daerah Kecamatan Lembang dan hilimya bermuara pada Sungai Citarum di Desa Andir Kecamatan Dayeuh Kolot mempunyai luas 14.443 ha ( Puslitbang Pengairan, 1991). Sungai utama adalah Sungai Cikapundung yang mempunyai panjang 13,69 km, dimulai dari Desa Cibodas sampai kampung Gandok, Babakan Siliwangi. Secara geografis bervariasi mulai dari datar sampai berbukit bergelombang, dengan mempunyai elevasi berkisar dari 791 m dpl sampai 2.241 m dpl.
31
32
\\1\"ANA
Kabupaton Subong
SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU Sumber: Bappeda Kab. Bandung 200 I Gambar 111.1 Peta wilayab penelitian
111.1.2 Geomorfologi Sub DAS Cikapundung Hulu merupakan bagian dari Cekungan Bandung, yang berdasarkan bentuk laban (landform), asal bentuk laban (structure), proses pembentukan laban (denudasional) terbagi menjadi satuan volkan, satuan fluvial dan satuan denudasional. Setiap satuan tersebut secara lebih rinci sebagai berikut : a.
Satuan Volkan Satuan ini terletak tersebar hampir diseluruh wilayah Sub DAS Cikapundung, dengan bentuk wilayab adalab datar, bergelombang, pegunungan relief sedang dan berelief kasar. Untuk bentuk laban merupakan dataran volkan, kaki volkan. Batuan induk penyusun terdiri dari abu pasir volkan intermediet, abu volkan basic, tufa volkan dan tufa volkan basic. Pembentukan batuan tersebut berasal dari bahan volkanik yang diendapkan oleh aktifitas aliran lava hasil kegiatan dari Gunung Tangkubanprabu.
b. Satuan Fluvial Satuan ini menempati sepanjang aliran sungai Cikapundung dan anak-anak sungamya. Bentuk kenampakan
morfologinya datar hingga bergelombang,
bentuknya sesuai aliran sepanjang sungai. Bantuan induk penyusunnya merupakan hasil pengendapan tanggul sungai oleh aliran sungai pada masa
33
lampau maupun saat ini masih berlangsung. Batuan penyusunnya berupa perulangan selingan antara pasir, pasir lempungan dan lempung pasiran, juga dijumpai bongkab, kerakal, kerikil. c. Satuan Denudasional Satuan ini menempati pada jalur sesar lembang di bagian tengab dan bagian timur DAS. Satuan mempunyai bentuk berbukit, batuan penyusunnya berupa abu pasir vulkan. Proses pembentukannya merupakan pengupasan permukaan bumi dan penutupnya oleh intrusi batuan beku.
111.1.3 Topografi
Secara
topografi Sub DAS Cikapundung Hulu dapat dikelompokan dalam
beberapa kelas kemiringan
kelerengan, sebagian besar laban di Sub Das
Cikapundung Hulu didominasi oleh laban dengan kemiringan agak curam, disusul laban berlereng curam, kemudian landai dan datar, yang paling sedikit adalah yang sangat curam, selengkapnya lihat tabel III.1.
Tabel III. I Tingkat kemiringan laban di Sub DAS Cikapundung Hulu No.
Kelas
Kemiringan
0- 8% Datar - Landai 2. Landai -Agak curam 8-25% >25% 3. Curam Jumlah Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001 1.
Luas (ha) 1680,96 4120,88 1959,17 7761,01
Persentase(%) 21,67 53,09 25,24 100,00
Wilayah yang mempunyai kelerengan curam sampai sangat curam bayak tersebar di sebelah utara yang merupakan perbukitan dan saat ini masih berfungsi sebagai hutan. Wilayab yang mempunyai kelerengan datar sampai landai, banyak dijumpai di bagian tengah yaitu di Kota Lembang yang meliputi Desa Lembang, Desa Kayu Ambon.
34
\11\'AN.~ Nlllll!-U~ I
Kabupaton Subang PETA r.:EL ERENC ..\N
I~W.tu':u
-
!6'•
D s•.- :•·· c:J S'o
SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU Sumber: Bappeda Kab. Bandung, 2001 Gambar III.2
Peta kelerengan
111.1.4 Geologi Secara geologi, wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu sebagian besar tersusun atas material vulkanik. Pada dataran tinggi umumnya tersusun oleh batuan vulkanik tua tak terurai. Berdasarkan karakteristik batuannya (litologi), pada desa Suntenjay~
Wangunharja dan Cikidang serta Jayagiri tersusun oleh batuan
gunungapi tua takteruraikan, satuan gunungapi tua menempati bagian tengah Sub DAS, dan batuan gunung api tufa menempati bagian tengah sampai barat. Gambaran formasi geologi dan luasan dapat dilihat dalam tabel III.2.
Struktur geologi yang bekerja pada satuan batuan umumnya berupa struktur patahan/sesar (fault) dan struktur kekar (joint). Struktur patahan terdiri dari jenis patahan normal, yang cukup terkenal adalah patahan lembang, yang mempunyai panjang 22 km. Patahan atau sesar Lembang merupakan salah satu landmark geologis yang menarik di Bandung Utara dan ekspresi geomorfologinya akibat dari aktivitas neotektonik. Secara morfologi patahan Lembang tergambarkan
dipermukaan bumi sebagai gawir sesar (fault scarp) dengan dinding gawir
35
gawir sesar mencerminkan besamya pergeseran sesar (loncatan vertikal/throw maupun dislokasi) berubah dari sekitar 450 m di ujung timur (Maribaya, G. Pulusari) hingga 40-an meter di sebelah barat (Cisarua) dan akhimya tidak terlihat atau menghilang di ujung barat disekitar utara Padalarang (Brahmantyo, 2005: 77).
Tabel 111.2 Jenis Batuan di Sub DAS Cikapundung Hulu No. Batuan 1. Gn. Api Tufa 2. Gunung Api Tua Tak Teruraikan 3. Gunung Api tua 4. Lava aliran Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001
Luas Area (Ha) 825,48 4.118,88 2.786,40 30,25
Persentase (%) 10,64 53,07 35,90 0,39
111.1.5 Tanah Secara umum tanah di wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu merupakan hasil pelapukan endapan gunung api tua.
Pada umumnya sifat fisik tanah adalah
tanah gembur dan subur yang umum terdapat pada
daerah-daerah
vulkanik.
Adapun jenis tanah di wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu dapat disajikan dalam tabel berikut.
Tabel 11!.3 Jenis tanah di Sub DAS Cikapundung Hulu No. Geologi Luas Area (Ha) 1. Andosol 5.955,39 2. Latosol 1.902,81 3. Regosol 402,80 Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001
Persentase (%) 70,29 24,52 5,19
36
\\n·ANA Nll\1 !~O~J l
Kabupaten Subang PETA JENIS TANAH
. .......... . . . . ..
hwli T_,.
~,orol
'===........................
SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001 Gambar 111.3 Peta jenis tanah
111.1.6 Iklim Kawasan Sub DAS Cikapundung Hulu mempunyai iklim tropis tipe B yang bersifat lembab, berdasarkan klasifikasi tipe B menurut Schimdt & Ferguson, mempunyai delapan bulan basah dan empat bulan kering, musim hujan jatuh pada bulan Nopember sampai Mei, sisanya musim kemarau. Curah hujan rata-rata tahunan adalah 1.936 mm, dimana curah hujan terkecil terjadi di daerah Dago sebesar 1.803 mm/tahun, dan terbesar di daerah Cibodas, Lembang
(2.195
mm/tahun). Sedangkan jumlah hari hujan rata-rata 113 - 158 hari/tahun, serta intensitas curah hujanya 12,25 - 17,13 mmlhari.
111.1.7 Hidrologi Kondisi air tanah di wilayah SubDAS Cikapundung Hulu sangat dipengaruhi oleh sebaran kawasan (zona) geohidrologi yang ada. Berdasarkan peta geohidrologi
dari DGTL (2003), wilayah SubDAS Cikapundung Hulu terbagi menjadi 2 zona geohidrologi yang terdiri dari zona resapan (recharge) dan zona transisi.
37
Tabel. 111.4 Zonasi Geo-hidrologi di wilayah SubDAS Cikapundung Hulu No.
Zona
1.
Daerah Resapan Intensitas Tinggi Daerah Transisi
2.
Tingkat Kelulusan SedangTinggi SedangTinggi
Jenis Batuan Gn api tua tak terurai Hasil Gn. Api tua& GnApi tufa
Jurnlah
Luas Area (Ha) 3743
Persen tase(%) 48,23
4017
51,77
7760
100,00
Sumber: DGTL, 2003
Kondisi air permukaan seperti pada Sungai Cikapundung merupakan anak Sungai Citarum yang merupakan sungai utama yang mengalir melalui Sub DAS Cikapundung Hulu. Sungai Cikapundung ini membentang dari pegunungan sekitar G. Sanggoro sampai ke Sungai Citarum di Desa Andir Kecamatan Dayeuh Kolot. Sumber air utama dari sungai ini berasal dari suplai air anak-anak sungai yang berada di daerah Cijulang dan Maribaya.
Pembagian sistem sungai di DAS Cikapundung dibatasi oleh beberapa stasiun pengamatan debit (Puslitbang Pengairan, 200 1) a. Sub DAS Cijulang - Maribaya Daerah luas tangkapan sekitar 3.680 ha, anak-anak sungai yang mengalir meliputi Sungai Cikidang, S. Cibogo, S. Cikukang, S. Susukan, S, Legok, S. Ciputri dan S. Cikamiri, kemudian bertemu pada bagian hilir membentuk S. Ciguling. Sub DAS ini meliputi daerah sebagian wilayah utara dan barat. b. Sub DAS Cikapundung - Maribaya, daerah ini mempunyai luas tangkapan kurng lebih 3. 770 ha. Anak-sungainya meliputi S. Cibodas, S. Cigeliguk dan S. Cisarua yang bertemu membentuk S. Cikapundung, yang meliputi daerah bagian utara Sub DAS Cikapundung Hulu. Sub DAS ini dan Sub DAS Cijulang- Maribaya sering disebut Sub DAS Cikapundung Hulu. c. Sub DAS Cikapundung - Gandok, mempunyai luas ± 1,590 ha. Bagian sub DAS ini ditandai dengan stasiun pengukur debit Gandok. Daerah ini sering disebut Sub DAS Cikapundung Tengah
38
Cikapundung - Pasir Kuyu
d. Sub DAS
yang mempunyai darah tangkapan
seluas 7.600 ha, yang meliputi bagian hilir Sub DAS Cikapundung.
111.1.8 Guna Laban
Menurut laporan akhir petunjuk teknis Penataan ruang dan bangunan di Wilayah Bandung Utara tahun 1995/1996 (Rasid, 2005) Kecamatan Lembang merupakan bagian dari Sub DAS Cikapundung yang merupakan kawasan konservasi untuk resapan air, kawasan pertanian, perkebunan dan petemakan dan juga kawasan agrowisata. Menurut RTRW Kabupaten Bandung 2001, tata guna lahan didominasi oleh tegalan/ladang sebesar 41,98%, kebun 22,09% dan hutan 11,87%. Kawasan ini
Tabel III.5 Penggunaan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu No.
GunaLahan
Luas (ha)
9,32 Air Tawar 530,39 2. Belukar 1.609,67 3. Hutan 1. 714,59 4. Kebun 886,36 5. Permukiman 102,15 6. Rumput 204,85 7. Sawah Irigasi 132,05 8. Sawah tadah hujan 2.571,64 9. Tegal 7.761,01 Jumlah 2001 Sumber: Bappeda Kab. Bandung, 1.
Persentase (%) 0,12 6,83 20,74 22,09 11,42 1,32 2,64 1,70 33,14 100,00
Kawasan Bandung Utara menurut PPLHD (200 1) penggunaannya telah banyak beralih fungsi dari laban pertanian dan hutan menjadi permukiman. Hal ini mendorong tetjadinya erosi dan penurunan kualitas
air permukaan. Selain
pengembangan perumahan, kegiatan pembukaan hutan yang tidak terkendali akan mengakibatkan
berkembangnya lahan-lahan kritis serta mengurangi daerah
resapan air, yang dapat mengakibatkan terjadinya bencana banjir dan tanah longsor pada musim hujan.
39
TES L~
\\1\'ANA Nllll:~·~ ·
Kabupaltn Subang
Oambar PETA Gl'NA LAH.\N KI;('AMATAN L EIIIBANG &f:w S.b D;w ('~ad.la~ .,...I'J
""" Bd•L:a·
......
lo:obuo
....... ~,~Jn~ ~,-aT21if.:.AR~t,_
T~,al."abbtt
KECAMATANLEMBANG Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001
Gambar III.4 Peta guna lahan Kecamatan Lembang
Perubahan lahan yang terjadi di Sub DAS Cikapundung Hulu dipengaruhi oleh diantaranya adanya tekanan laju penduduk yang diiringi meningkatnya kebutuhan hidup.
dengan
Peningkatan tekanan oleh penduduk dengan
melakukan penjarahan hutan akan menyebabkan terganggunya interaksi antara subsistem biofisik dan subsistem sosial seperti tanah, air, vegetasi, alam, suhu udara, fauna dan manusia, yang akhirnya berdampak pada manusia terutama masyarakat yang bermukim di hilir.
111.2 Karakteristik Kependudukan dan Sosial Ekonomi Pada subbab ini akan diuraikan tentang kependudukan dan mata pencaharian penduduk.
lli.2.1 Kependudukan Salah satu aspek penting dalam suatu wilayah adalah aspek kependudukan, yang memberikan warna dan menentukan dinamika kehidupan perkembangan suatu wilayah. Sehingga aspek kependudukan merupakan salah satu
aspek penting
40
kajian
perilaku petani yang sangat mempengaruhi tekanan penduduk terhadap
lahan. Beberapa komponen penting yang perlu diketahui dari aspek kependudukan terkait penelitian ini sebagai berikut:
Jumlah penduduk Kecamatan Lembang pada tahun 2002 adalah 129.869 jiwa (BPS & BPID, 2003) dengan kepadatan penduduk sebagaimana ditunjukkan pada tabel 111.6.
Tabel 111.6 Jumlah penduduk Kecamatan Lembang tahun 2002
No.
Des a
Luas(ha)
Jumlah
Kepadatan
Jumlah
Penduduk
(jiwa/ha)
Petani
(jiwa)
Kayuambon 213,67 2. Lembang 322,33 3. Cikidang 1.033,01 4. Cikahuripan 847,51 5. Cikole 800,71 6. Gudangkahuripan 222,50 7. Jayagiri 896,52 8. 757,83 Cibodas 9. Langensari 473,83 10. Mekarwangi 377,24 11. Pagerwangi 592,79 12. Cibogo 384,11 13. Sukajaya 268,32 14. Suntenjaya 1.350,67 15. Wangunharja 839,13 16. Wangunsari 321.60 Jumlah 9.701,77 Sumber: BPS & BPID (2003) 1.
6.280 13.281 5.884 7.457 7.117 10.836 14.834 8.348 8.395 4.982 6.455 7.802 8.021 6.483 6.057 7.637 129.869
(jiwa)
29,39 41,20 5,70 8,80 8,89 48,70 16,55 11,02 17,72 13,21 10,89 20,31 29,89 4,80 7,22 23,75
100 18 3.089 282 1.176 566 1.326 1.306 1.194 927 1.787 1.920 500 1.473 2.488 825 18.977
Menurut Kabupaten Bandung Dalam Angka 2004, jumlah penduduk Kecamatan Lembang mencapai 152.120jiwa terdiri atas penduduk laki-laki berjumlah 75.410 jiwa atau 49,57% dan penduduk perempuan berjumlah 76.710 jiwa atau 50,43%.
41
111.2.2 Mata Pencaharian Penduduk
Kecamatan Lembang didominasi kegiatan berbasis sumberdaya alam terutama pertanian, menurut BPS (2005) mata pencaharian penduduk paling banyak pada bidang pertanian 43,7% disusul bidangjasa dan perdagangan, lihat tabel 111.7. Tabel 111.7 Mata pencaharian penduduk berdasarkan Kecamatan Lembang No 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Lapangan Usaha
lapangan usaha utama
Persentase ( 0/o)
Pertanian Pertarnbangan dan Penggalian
43,70 0,00
Industri Listrik, Gas dan Air Kontruksi Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan Jasa Lainnya Jumlah
10,80 0,00 10,08 13,16 7,82 1'18 13,26 100
Sumber : Suseda, BPS, 2005
111.3 Pertanian di Sub Das Cikapundung Hulu
Pemanfaatan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu banyak didominasi oleh kegiatan berbasis alam seperti pertanian, sebesar 37,48%, kemudian disusul untuk pemanfaatan kebun dan hutan. Hal sesuai dengan mata pencaharian penduduk yang sebagian besar berusaha dibidang pertanian.
Pertanian sayuran yang sekarang ini banyak dibudidayakan oleh penduduk, merupakan pertanian yang sudah turun temurun, menurut salah seorang perangkat Desa Cikidang, bahwa sejak ia lahir petani sudah menanam sayuran. Namun dahulu para petani belum memakai plastik sebagai mulsa, pemakaian mulsa barn dimulai tahun 1990-an, sejak saat itu pertanian sayuran menjadi lebih intensif.
Hasil pertanian lebih banyak disumbang dari sayur-sayuran. Wilayah ini dikenal merupakan sentra produksi hortikultura khususnya sayur-mayur di Kabupaten
42
Bandung bagian utara, karena topografi dan kondisi sosialnya yang mendukung. Sayur-mayur yang banyak diusahakan penduduk seperti kubis, tomat, cabe, bunga kol, buncis, kacang panjang dan sawi, seperti pada tabel III.8.
Tabel III.8 Produksi sayur-sayuran di Kecamatan Lembang Tahun 2000 dan 2004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Jenis Sayuran
luas (ha) Tanam Panen Kubis 1.135 1.138 Tomat 454 508 Cabe 253 226 Kentang 233 502 Sawi 232 380 KPanjang 62 112 Buncis Jumlah 2.369 2.866
-
-
Tahun 2000 Jenis Produksi Produktivitas Sayuran Ton % (Kw/ha) 227.600 32,2 200,00 Kubis 54.620 7,7 107,52 Tomat 8.870 1,3 39,25 Cabe 353.010 49,9 703,21 Kentang 59.940 8,5 94,09 Sawi 3.680 0,5 32,86 KPanjang Buncis 707.720 100 1.177
-
-
luas (ha) Tanam Panen 138 111 195 222 114 122 216 176
-
-
18 153 869
15 187 798
Tahun 2004 Produktivitas Produksi (Kw/ha) Ton % 30.831 21,9 277,76 46.234 32,8 237,10 8.473 74,32 6,0 34.584 24,5 196,50
-
-
327 20.466 140.915
0,2 14,5 100
22,00 109,44 917
Sumber: BPS Tahun 2001 dan 2005
Selama kurun waktu 4 tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2004 terjadi penurunan baik luas tanam dan luas panen, untuk luas tanam mengalarni penurunan yang cukup besar, dari 2.369 ha turun pada tahun 2000 menjadi 869 ha pada tahun 2004 atau terjadi penurunan 63,3%, sedang luas panen mengalami penurunan 72,2%. Namun produktivitasnya hasil panen sebagian besar mengalami kenaikan, seperti kubis 38,88%, tomat 120,5%, cabe 89,3%, sedang yang mengalami penurunan produktivitas adalah kentang 72% dan kacang panjang 33%.
Untuk mengetahui kemiringan lahan pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu, dilakukan analisa tumpung susun antara peta guna lahan dengan peta kelerengan (gambar 11!.5). Penggunaan lahan pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu didominasi oleh kemiringan dari 8 - 25%, (40,3 7%), kemudian kemiringan kurang dari 8% (33,66%) dan yang mempunyai kemiringan lebih dari 25% (25,98%).
43
TESIS
·
\\l YANA Nll\1 !~0~ 1
Kabupa1en Subang
I'£T.A 0 \ 'l'JU.A\' Gt'NA. L.Ut..W Tf DAN !UW AH D£NG.AN t.:r'LnrNGAN
-
.. ... -
lbi.-Sab DiU('Il::-.JWu• m!:
-
Ball.u Dt~~a
-
T u alm
-
,
s •.~ :: ~ ·.
s•.
,•..
~\'tllt,-.cbbllu,...
•
s•.-::~·.
s•.
So'n\.. ll J-"'WI
... SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001 Gambar III.5 Peta twnpang susun antara guna laban tegalan dan sawab dengan kelerengan.
Tabel III.9 Tingkat kemiringan laban pertanian di Sub DAS Cikapundung Hulu No. 1 2 3
Kelas Datar-landai Landai-agak curam Curam
Kemiringan(%)
Luas (ha)
< 8% 8-25% > 25%
978,9534 1.174,0871 755,4975 2.908,5380
Sumber: Bappeda Kab. Bandung 2001
Persentase (%) 33,66 40,37 25,98 100,00
Bab IV Perilaku Petani Dalam Pengelolaan Laban Di Sub DAS Cikapundung Hulu
Untuk mengetahui perilaku petani dalam pengelolaan Iahan di Sub DAS Cikapundung Hulu, dilakukan analisis karakteristik, wawasan, dan tindakan responden petani dalam pengelolaan lahan.
IV.l Karakteristik Petani di Sub DAS Cikapundung Hulu Dalam subbab ini akan dibahas pendidikan dan umur responden,
status
kepemilikan dan luas Iahan garapan; tanaman yang dibudidayakan, dan pendapatan keluarga petani. Pendidikan
ini dibahas karena terkait dengan
wawasan petani tentang pengelolaan lahan, luas lahan berhubungan penghasilan petani; status kepemilikan lahan garapan terkait dengan cara pengolahan lahan. Sedangkan tanaman yang dibudidayakan berhubungan dengan pola tanam, dan pendapatan keluarga terkait dengan cara pengelolaan lahan.
IV.l.l Umur Petani
Distribusi umur responden petani di daerah penelitian paling banyak pada kelompok umur 40 - 44 tahun ( 17%), kemudian secara urn urn makin menurun pada kelompok umur di atas dan di bawahnya. Kelompok umur paling muda adalah 25 - 29 tahun, dan kelompok umur paling tua pada kelompok umur 65 70 tahun. Dari kondisi tersebut memperlihatkan bahwa trend penduduk yang bekerja sebagai petani barn di sektor pertanian mengalami penururtan. Pada kelompok umur tertua, merupakan kelompok umur non produktif, namun di perdesaan tidak ada kata ''pensiun ", sebab pada kenyataannya mereka masih melakukan kegiatan usaha tani, karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang sudah lama ditekuni dalam hidupnya. Komposisi umur responden petani di daerah penelitian dapat dilihat pada
gam bar IV .1.
44
45
(65 - 70)
(25 - 29)
tahun 3%
tahun
(60 - 64)
tahun
(30 - 34)
tahun 10%
11%
(34 - 39)
(55 - 59)
tahun 14%
tahun 12%
(50 - 54)
tahun 15%
tahun 17%
(45 - 49)
tahun 14%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV . 1 Komposisi umur responden petani di wilayah penelitian tahun 2006
IV.1.2 Pendidikan Petani Tingkat pendidikan ini berhubungan dengan cara berfikir, daya nalar dan sikap petani dalam mengelola laban pertanian. Seseorang yang memiliki pendidikan Iebih tinggi, umumnya cara berfikirnya lebih maju,
dan tanggap menerima
teknologi baru dalam mengelola Iahan pertanian. Pendidikan responden petani di wilayah penelitiari dapat dilihat pada gambar IV.2.
TamatSWP 24%
TamatSD 53%
~~--------
Tamat SMA. 4%
Tamat D1/D2/D3 0%
Tidak tamat SD 18%
1%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV .2 Tingkat pendidikan tahun2006
responden
petani di w.ilay;lh ~fufaii;:·
46 Gambar IV.2 menunjukkan bahwa sebagian besar responden petani di wilayah penelitian berpendidikan rendah yaitu tamat dan tidak tamat SD ( 71 %). Hal ini wajar, karena pekerjaan di bidang petani tidak memerlukan spesifikasi yang tinggi. Penduduk yang mempunyai pendidikan lebih tinggi lebih menyukai pekerjaan di luar sektor pertanian.
Selain pendidikan formal, responden petani di wilayah penelitian juga pemah mendapat pendidikan non formal, seperti kursus ketrampilan di bidang pertanian dan penambahan wawasan melalui penyuluhan. Untuk kursus ketrampilan yang mengikuti jumlahnya masih kecil, yaitu 19 orang. Hal ini juga dikatakan oleh salah seorang staf pada Kelompok Jabatan Fungsional (KJF) pada Dinas Pertanian Kabupaten
Bandung,
yang mengatakan bahwa Dinas
Pertanian pemah
mengadakan kursus ketrampilan di bidang pertanian di Kecamatan Lembang. Hal yang sama dikatakan PPL Kecamatan Lembang, bahwa yang mengikuti kursus masih terbatas pada pengurus kelompok tani.
Penambahan wawasan petani melalui penyuluhan yang dilakukan oleh PPL kecamatan biasanya bersamaan dengan pertemuan pada kelompok tani. Tetapi partisipasi atau keikutsertaan petani dalam kelompok tani masih kecil, hal m1 dapat dilihat dari keanggotaan petani dalam kelompok tani.
Partisipasi responden petani di wilayah penelitian
untuk masuk anggota
kelompok tani, lebih kecil yang bersedia menjadi anggota hila dibandingkan yang tidak menjadi anggota (gambar IV.3). Berdasarkan
uji statistik non
parametrik dengan menggunakan analisis binomial test,
didapatkan nilai
signifikansi sebesar 0,193 (Lampiran C.l ). Nilai ini lebih besar dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa kecenderungan petani untuk menjadi anggota sama dengan petani untuk tidak menjadi anggota kelompok tani.
Petani beranggapan kurangnya manfaat ikut kelompok tani, karena yang mereka butuhkan adalah bagaimana memasarkan hasil mereka supaya laku dengan harga yang menguntungkan. Hal ini menunjukan sulitnya mengajak petani di wilayah
47
penelitian untuk berkelompok, apabila tidak diiming-imingi bantuan
pem~aran
hasil pertaniannya
Ttdak Menjadi OO"'C'~""' Anggota
57%
Sumber: Data primer 2006 partisipasi responden petani dalam kelompok tani di Gambar IV .3 Tingkat wilayah penelitian tahun 2006
Penyuluhan pertanian yang selama ini diadakan biasanya mengik:uti pada pertemuan kelompok, Penyuluhan dapat juga
dan hanya diikuti oleh sebagian anggota kelompok. diselenggarakan oleh kelompok, baik pada waktu
perternuan rutin atau waktu lain, misalnya ada permintaan dari pernerintah atau sponsor yang rnenawarkan atau rnemprornosikan produknya, seperti obat-obatan. Penyuluhan seperti ini lebih bersifat terbuka, artinya yang bukan anggota kelornpok juga diundang, walaupun umurnnya tidak banyak yang hadir. Petani yang tidak rnenjadi anggota kelornpok, biasanya rnendapatkan informasi terbaru tentang pertanian dari tetangga atau sesama petani.
4.1.3
Pendapatan Keluarga Petani
Pendapatan keluarga petani diperoleh dari pendapatan hasil pertanian ditarnbah pendapatan anggota keluarga rnisalnya dari rnenjadi buruh tani atau rnernelihara temak. Hasil penelitian menunjukan pendapatan keluarga responden petani (40%) pada kelornpok pendapatan antara Rp. 300.000 sampai Rp 600.000 (lihat gambar IV.4). Menurut standar BPS pendapatan keluarga di bawah Rp. 600.000 termasuk pendapatan rendah atau keluarga miskin.
48
Rp.600.001 Rp.900.000 26%
Rp.300.000 Rp600.000 40%
I
~.900.001 -1
' - - - - -- Rp.1.200.000 16% I
> Rp.1.800.000
5% Rp.1.500.001 Rp.1.800.000 Rp.1.200.001Rp.1 .500.000 4% 9%
Sumber: Data primer 2006
Gambar IV .4 Tingkat pendapatan tahun 2006.
responden
petani di wilayab penelitian
Luas tanab garapan yang kurang dari 0,2 ha akan menyebabkan sebagian pendapatan keluarga petani rendah. Hal demikian memaksa para petani sebagai kepala keluarga hams mencari pekerjaan tambaban, seperti menjadi buruh tani atau memelihara ternak. Di samping itu anggota keluarga juga bekerja untuk membantu ekonomi keluarga dengan menjadi buruh tani atau tukang ojek. Di Desa Cikidang saat ini sebagian besar para petani mencari tambahan penghasilan dengan beternak sapi jantan. Bertambahnya populasi temak sapi di desa ini menyebabkan sulitnya mencari rumput di ladang untuk pakan temak.
IV.2 Luas dan Kepemilikan Laban Petani IV.2.1 Luas Laban Pada umumnya luas laban pertanian di Pulau Jawa dari tahun ke tabun akan semakin sempit, hal ini disebabkan karena adanya konversi lahan dan pembagian warisan. Di samping itu terjadi fragmentasi laban pertanian yang menyebabkan penguasaan petani terus menyempit hingga berada jauh di bawab skala ekonomi yang Iayak. Angka rata-rata penguasaan tanah di Jawa saat ini diperkirakan hanya mencapai 0,2 ha per rumah tangga petani di perdesaan (RPJM 2004-2009).
Demikian halnya dengan penguasaan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu yang merupakan bagian dari Jawa, sebagian besar responden penguasaan lahannya
49
kurang dari 0,2 ba ( 69%). Sempitnya luas laban akan menyebabkan pendapatan keluarga petani rendab.
(2951 - 3600) m2 4%
(3601 - 4250) m2 4%
(4251 - 5900) m2 4% (350 - 1000) m2 38%
1(2301
- 2950) m2 11%
(1651 - 2300) m2 9%
( 1001 - 1650) m2 30%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.5 Luas lahan yang digarap responden petani di wilayab penelitian tahun2006.
IV.2.2 Status Kepemilikan Laban Seba~ian
besar responden petani menggarap laban pertanian miliknya sendiri
(76%), status kepemilikan laban tersebut akan mempengaruhi petani dalam mengelola lahan. Bedasarkan kajian di beberapa tempat konservasi tanah, lahan akan lebih baik apabila dikelola oleb pemiliknya (BP2TDAS-IBB, 2004: 29).
Berdasarkan basil penelitian ada sebagian petani dari wilayah ini yang mempunyai kemampuan keuangan lebih, menyewa laban sampai ke luar wilayab Kabupaten Bandung,
seperti ke Kabupaten Subang, Sukabumi, karena
keterbatasan lahan untuk bertani. Di Gunung Putri Desa Cobogo dijumpai laban seluas 9 ha yang sudab dibeli oleh pengusaba besar, lahan tersebut akan dibangun hotel berbintang, tetapi dibatalkan, karena tidak sesuai aturan pembangunan Kawasan Bandung Utara (KBU). Saat ini laban tersebut banyak disewa warga sekitar untuk lahan pertanian.
50
Milik sendiri 76%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV .6 Status laban yang digarap oleh petani di wilayab penelitian tahWl
2006
IV.3
Wawasan Petani Tentang Pengelolaan Laban
Wawasan petani tentang pengelolaan laban yang akan dibahas dalam subbab ini meliputi; perlWlya pengolahan sebelum tanam, perlWlya penambahan pupuk dan pestisida, wawasan tentang erosi, dan perlWlya
pelestarian lahan. Wawasan ini
perlu dibahas untuk mengetahui pengetahuan petani tentang pengelolaan lahan yang mempertimbangan konservasi.
IV.3.1. Wawasan Petani Tentang Pengolahan Tanah Sebelum Tanam Sebagian besar responden petani menyatakan mengolah tanah sebelum tanam (96%). Hal ini sudah menjadi kebiasaan petani, laban perlu diolah dahulu supaya tanah menjadi gembur. Di samping itu untuk pengolahan tanah ini dimaksudkan pula Wltuk membalik tanah agar sisa-sisa tanaman terbenam sehingga tidak menimbulkan kompetisi terhadap tanaman yang dibudidayakan, namun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk. Hal ini didapat dari pengalaman petani sebelumnya atau pengalaman mereka sendiri, kondisi selengkapnya dapat dilihat pada gambar IV.7.
51
Kadangkadang
Ya 96%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.7 Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang pengolahan tanah sebelum tanam.
Pengolahan tanah yang dilakukan petani bertujuan untuk menyiapkan tempat pertumbuhan tanaman supaya
b~
pengganggu dan memperbaiki
menghindarkan saingan terhadap tumbuhan
sifat fisis, kimia dan biologis tanah. Dalam
pengolahan tanah yang penting tidak boleh dilupakan adalah menjaga dan memelihara sebaik-baiknya lapisan tanah atas atau top soil, yang tebalnya hanya satujengkal tangan, yang merupakan lapisan tanah subur. IV.3.2 Wawasan Petani Tentang Perlunya Penggunaan Pupuk dan Pestisida Penggunaan pupuk dan pestisida dalam pertanian merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi, karena terkait dengan peningkatan produktivitas hasil pertanian. Hasil penelitian menunjukan bahwa seluruh responden petani menyatakan perlunya penambahan pupuk dan penggunaan pestisida dalam kegiatan pertanian. Hal ini sudah merupakan kebiasaan dari orang tuanya. Bahkan mereka memilih untuk tidak menanam tanaman pertanian dari pada menanam tetapi tidak menggunakan pupuk dan pestisida.
IV.3.3 Wawasan Petani Tentang Erosi Sebagian besar responden petani menyatakan bahwa
au
yang mengalir
dipermukaan dapat menyebabkan terjadinya erosi (72%). Dampak erosi ini akan
52
mengakibatkan turunnya kesuburan tanab dan produktivitas laban, yang pada akhirnya akan menurun basil panenan petani.
Ragu-ragu 28%
72%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV.8. Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang air mengalir di permukaan tanab dapat menyebabkan erosi
Disamping mengetahui babwa air yang mengalir di permukaan laban dapat menyebabkan
eros1,
64%
petani JUga
responden
mengetahui
perlunya
memperlambat aliran .permukaan supaya erosi dapat diminimalisir (lihat lampiran
C.2).
Ragu-ragu; 4
Ya; 96
Sumber: Data Primer 2006 Tabel IV.9 Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang pembuatan bedeng yang searab kelerengan dapat menimbulkan erosi.
53
Sebagian besar responden petani (96%) menyatakan bahwa pembuatan bedeng yang searah kelerengan dapat menimbulkan erosi (lihat gambar IV.9). Demikian juga responden (88%) yang menyatakan bahwa pembuatan bedeng yang benar (memotong kelerengan) dapat mengurangi terjadinya erosi (lihat lampiran C.3). Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani mengerti arab pembuatan bendeng yang benar dan akibat yang ditimbulkan apabila pembuatan arab bedeng salah. Sebagian besar responden petani di wilayab penelitian (82%) berpendapat babwa menanam tanaman semusim seperti sayuran pada laban miring dapat menyebabkan terjadinya erosi (lihat gambar 4.10).
Ragu-ragu 18%
82%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.IO Wawasan responden petani di wilayab penelitian tentang menanam tanaman semusim seperti sayuran pada laban miring dapat menyebabkan erosi.
Sebagian besar responden petani (90%) mengatakan babwa pemakaian plastik sebagai penutup tanab atau yang sering disebut mulsa, selain baik untuk tanaman juga dapat memperkecil terjadinya erosi (lihat gambar IV.11 ).
Dari pemyataan responden petani tentang erosi di atas, air mengalir dipermukaan tanab, pembuatan bedeng yang searah kelerengan,
dan
menanam tanaman
semusim pada laban miring dapat menyebabkan erosi. Untuk memperlambat terjadinya erosi perlu memperlambat aliran permukaan, arab pembuatan bedeng
54
Ya 90%
Ragu-ragu 10%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV. II Wawasan responden petani di wilayah penilitian pemakaian mulsa dapat mengurangi tetjadinya erosi
tentang
yang benar dan pemakaian mulsa. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden petani cukup mengerti tentang hal-hal yang dapat menimbulkan teijadinya erosi dan cara meminimalkannya.
IV.3.4 Wawasan Petani Tentang Kesuburan . Laban Dalam pengelolaan lahan sangat perlu pandangan jauh kedepan, bahwa bumi atau tanah ini merupakan titipan atau pinjaman dari anak cucu, dan nantinya harus dikembalikan pada mereka dalam keadaan masih baik seperti sekarang ini, atau bahkan Iebih baik. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden petani (88%) yang menyatakan bahwa lahan dipertanian harus dipertahankan supaya tetap subur ( lihat lampiran C.4).
Seluruh responden petani menyatakan bahwa lahan yang saat ini dikelola harus diwariskan kepada kepada anak cucu dalam keadaan baik dan subur. pemyataan-pemyataan tentang bahwa responden
Dari
pelestarian lahan tersebut, dapat disimpulan
petani mengerti perlunya melestarikan lahan pertanian ini
supaya tetap terjaga kesuburanya.
55
IV.4 Pengelolaan Laban di Sub DAS Cikapundung Hulu Pengelolaan laban atau tanah merupakan pembinaan dalam hal pengolaban tanah. Pembinaan ini dimaksudkan agar para petani dapat melakukan pengolahanpengolahan tanahnya dengan baik supaya kesuburan tanah, produktivitas tanah, pengawetan tanah dan air dapat terjarnin, dan mengurangi kemungkinan terjadinya erosi, sehingga memungkinkan terlaksananya usaha-usaha di bidang pertanian dalam jangka waktu yang panjang dari generasi ke generasi dengan hasil yang baik (Kartasapoetra, 2005: 116).
Dalam subbab ini akan dibabas pengelolaan laban yang terdiri dari, pengolahan ~
cara tanam, penggunaan pupuk dan pestisida serta penyiraman . Hal ini
dilakukan untuk mengetahui apakah pengelolaan laban yang mempertimbangan konservasi.
IV.4.1
Pengolahan Tanah Oleh Petani
1) Pengolahan Tanah Sebelum Tanam Sebagian besar responden petani di wilayah penelitian melakukan pengolahan tanab sebelum tanam (96%).
Ya 96%
Kadangkadang 4%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV .12 Pengolahan tanah sebelum wilayah penelitian tahun 2006.
tanam oleh responden petani di
56
Hal ini menunjukan bahwa lahan ak:an selalu mengalami pengolahan setiap ak:an tanam. Tetapi pengolahan tersebut perlu hati-hati, sebab dapat menimbulkan erosi, hal yang sama seperti disampaikan Sarief S, (1980, dalam Kartasapoetra, 2005: 118) bahwa peranan pengolahan tanah dalam pengawetan tanah adalah sedikit sekali bahkan merugikan. Dengan tanah diolah ak:an menjadi gembur dan pengaruh hanya bersifat sementara, tanah yang gembur dan terbuka ak:an lebih mudah tererosi.
2) Cara Olah Tanah Sebagian besar responden petani (99%) mengolah tanan dengan cara mencangkul (lihat gambar IV.l3). Petani biasanya menggunaan cangkul untuk lahan yang sempit. Hal yang sama dikatak:an oleh Sugeng HR (2003: 6) pengerjaan tanah sebagai tempat menanam tergantung pada rencana dan keadaan luasan petak:an tanah, pada tanah yang sempit cukup dicangkul, sambil menunggu waktu tanam, petani biasanya membiarkan lahan yang sudah diolah dalam keadaan terbuka, hal ini mengakibatkan laban menjadi rawan terhadap erosi. Menurut Lak:itan ( 1995: 38) sebenamya ada cara olah tanah yang paling kecil menimbulkan kerusak:an lahan yaitu dengan pengolahan tanpa olah tanah, namun cara ini jarang sekali di terapkan responden petani.
Alat Serrecam Sabit 1%
Dicangkul 99%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.l3. Cara pengolahan tanah oleh petani di wilayah penelitian tahun 2006
57
Sumber: Dokumentasi pribadi 2006
Gambar IV.l4 Tanah yang diolah dengan cangkul, sebelah kanan tanah selesai diolah dan dibiarkan terbuka di Desa Cibogo.
3)
Arab Pembuatan Bedeng
Arab pembuatan bedeng yang dilakukan oleh sebagian besar responden petani
adalah sejajar kelerengan (65%).
Sejajar 65%
Tldaktentu
Merrotong 26%
9%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV .15 Arah pembuatan
bedeng oleh petani di wilayah penelitian tahun
2006 Pembuatan bedeng yang searah kelerengan dapat menyebabkan terjadinya kerusakan tanah, hal yang sama dikemukakan Seta (1991: 148) yang menyatakan pembuatan teras dan bedeng yang tidak tepat, dapat menyebabkan terjadinya
58
kerusakan tanah, untuk: memperkecil tejadinya kerusakan tanah, pengolahan tanah harus memperhatikan kelerengan atau kimiringan lahan.
Dari tabulasi silang antara pendidikan dengan arah pembuatan bedeng, adanya kesamaan pola di semua tingkat pendidikan dalam pembuatan bendeng, yaitu lebih banyak responden petani yang pembuatan bedengnya arahnya sejajar lereng, (gambar IV .16). Hal tersebut menggambarkan bahwa tingkat pendidikan responden tidak berpengaruh pada arah pembuatan bedeng.
40
.·i· ··--· ···--··---· ·---
~
35 30
l/ :- - -
; '@
25 20
l/ r - - -
~
15
v .------c
8?.
10
e...
---·--·---------~
Arah Bedeng 111 MerTOtong
£J Tldak tentu ~
5 0 0()
-~
-~~
llf" "'?:>
"¥
§
~·
~ g.$'""~
0()
g ~w
-<._'lf -<._t$-'
,c\V
'!..
,{lf
-<._'ll-~.
" ' ......
'!..()
-<._'ll-~
"
sejajar
'!..0" ,Qf
'lt~·
Tingkat Pendidikan
Sumber: Data Primer, 2006 Gambar IV.16. Hubungan tingkat pendidikan dengan arah pembuatan bedeng.
Pembuatan bedeng yang searah kelerengan akan mempercepat aliran permukaan dan akhimya erosi berlangsung lebih intensif. Juga dalam membuat teras, biasanya tidak bertanggul. Alasanya pembuatan bedeng yang memotong kelerengan, air permukaan yang mengalir akan tertahan pada bedeng paling bawah. Hal ini mengakibatkan tanaman akan mati atau sulit tumbuh, karena tergenang air atau tertimbun oleh lumpur akibat proses sedimentasi. Biasanya pada musim penghujan aliran air yang membawa lumpur sering menimbulkan perselisihan, apabila tanah yang terbawa oleh aliran air itu menimbun tanaman milik petani lain yang letak lahannya lebih rendah
59 Apabila arah pembuatan bedeng dihubungkan status kepemilikan lahan (gambar IV .17), akan terlibat petani penyewa membuat bedeng searah kelerengan, hal ini dilakukan supaya pengatusan air dapat berjalan lancar, sehingga lahannya tidak terjadi genangan air, untuk meminimalkan kerugian yang mungkin timbul. Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani penyewa dalam membuat bedeng lebih mementingkan hasil atau ekonomi dari pada memperhatikan kelestarian lahan.
Kemiringan lahan di Sub DAS Cikapundung Hulu bervariasi dari datar sampai curam. Pembuatan arah bedengan pada semua tingkat kelerengan dijumpai variasi yang hampir sama, yaitu pada setiap tingkat kelerengan lebih banyak petani membuat bedeng searah kelerengan dari pada yang memotong kelerengan
.,..,r-----·----------~···-.
10
/
----i
!
I
60
~
40
~ 30
rf
c:;Sewa
20
rn Milik sendiri
10 0 ~----~~----~~--~--~
Memotong
Tidak tentu
Sejajar
Arah Bedeng
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV .17 Hubungan status kepemilikan lahan dan arah pembuatan bedeng.
Seperti
pada
kelerengan datar sampai landai terdapat 16% responden petani
yang membuat bedeng searah kelerengan (gambar IV.l8). Hal ini menunjukkan bahwa petani dalam mengolah lahan memperlakukan sama pada semua tingkat kelerengan.
60
30 25 20 Arah bedeng (%) 15
o Memotong
10
1a lidak tentu
5
o Sejajar
0
Datar - landai Landai- agak curam
Curam
Kelerengan
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV .18 Hubungan kelerengan lahan dan arah pembuatan bedeng.
Sumber: Dokumentasi pribadi 2006 Gambar IV.19
Pembuatan bedeng pada berbagai tingkatan kelerengan, paling kiri datar sampai landai, tengah landai sampai agak curam dan kanan curam.
Arah pembuatan bedeng jika dihubungan dengan pendapatan keluarga responden petani (gambar IV. 20). Responden petani yang berpendapatan rendah sampai tinggi polanya hampir sama dalam membuat bedeng, yaitu lebih banyak yang membuat bedeng searah kelerengan dari pada yang memotong kelerengan. Namun ada kecenderungan semakin meningkat pendapatan responden akan semakin berimbang antara yang membuat bedeng sejajar dengan yang membuat memotong kelerengan. Hal ini menunjukan semakin tinggi pendapatan, petani akan semakin memperhatikan kelestarian lahan, tidak hanya kepentingan ekonomi semata.
61
--
I
Pendapatan(Rp) > 1.800.000
1.500.001 - 1.800.000
E:
1.200.001 - 1.500.000
I
900.001 - 1.200.000
--, -
~
-
'u
,~
I
600.001 - 900.000 300.000 - 600.000
)-
0
5
10
)
15
J
}
20
25
30
Persentase (%) Arah Bedeng
1o
Mlmotong • Kadang-kadang o Sejajar ]
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV .20
Hubungan pendapatan keluarga dengan arah pembuatan bedeng
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa petani dalam mengelola lahannya lebih mementingkan hasil, kurang mempertimbangkan konservasi. Pada lahan miring, dampak sosial yang akan timbul adalah perselisihan antara sesama petani. Mereka saling merugikan, petani yang dirugikan oleh timbunan sedimen dari lahan di atasnya, sedimen dari lahannya akan merugikan petani penggarap lahan di bawahnya, begitu seterusnya.
Sumber: Data Primer 2006 Gam bar IV .21 . Pemakaian mulsa oleh petani pada bedeng yang searah dan memotong kelerengan di wilayah penelitian (Desa Cikidang dan Desa Wangunharja).
62
4)
Penimbunan Sisa Tanaman
Sebagian responden petani di wilayah penelitian (59%)
kadang-kadang
melakukan penimbunan sisa tanaman (gambar 4.22). Hal ini disebabkan sisa tanaman tersebut biasanya dibuang karena mengganggu proses penanaman selanjutnya, atau kalau memungkinkan dimanfaatkan untuk pakan temak, apalagi sekarang ini petemak di Desa Cikidang mengalami kesulitan mencari rumput, dari 41 responden petani di Desa Cikidang yang memelihara temak 68,3%.
Tindakan petani ini kurang menjaga kesuburan lahan akan kandungan bahan .organik dengan tidak melakukan penimbunan sisa tananam, juga tidak mendukung perlindungan dan
pencegahan tetjadinya kemerosotan kesuburan
tanah, karena penimbunan sisa tanaman sama dengan pemupukan pupuk hijau (Prihmantoro H, 2005: 11).
Tldak Pernah 41%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar 4.22 Penimbunan sisa tanaman oleh pPetani di wilayah penelitian tahun 2006
5) Pemakaian Mulsa Sebagian responden petani di wilayah penelitian (66%) sudah menggunakan plastik sebagai mulsa
(gambar IV.23). Penggunaan mulsa
akan mengurangi
tumbukan butir-butir hujan pada tanah, karena terhalang oleh mulsa, sehingga dapat mengurangi terjadinya erosi.
63
Ya
Kadang-kadang 2%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV 23 Pemakaian mulsa oleh responden petani di wilayah penelitian tahun2006. Apabila Pemakaian mulsa dihubungkan dengan tingkat pendidikan responden, tampak adanya kesamaan pola pemakaian mulsa pada semua tingkat pendidikan yaitu responden yang menggunakankan mulsa lebih banyak dari pada yang responden tidak menggunakan. Namun untuk responden petani yang tidak tamat SD, yang tidak menggunakan lebih besar dari pada yang menggunakan mulsa, yaitu yang memakai mulsa 6%, yang tidak menggunakan mulsa 11 % (gambar IV.24). hal itu menggambarkan tingkat pendidikan tidak mempengaruhi penggunaan mulsa .
40 :
-- . - ·-------·--- .. -·--
....... 35 '
:
-l ;
~
30 .v----. ·- - - - - - - - - <
5! ~
25 20 y.-;15 !
~
10 ..&
~
-.
oYa 1=-r:t-- - - - - - - l
:H~III--=;---------1
: Ill. ~~~~~> 6> 6> # ~ w<S> 0" '?;~'?;~$$<)~<)'?;~
*~ -<..,&i
~
Pemakaian Mulsa
.11
"
"''?;~- "''?;~- _tk ,(,'?;~
• Kadang-kadang m1 Tidak
"
Tingkat Pendidikan
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.24. Hubungan tingkat pendidikan dengan pemakaian mulsa.
Pemakaian mulsa yang dilakukan responden pemilik lahan cukup besar yaitu 60% (gambar IV .25), sedang responden petani penyewa lebih banyak yang tidak
64
menggunakan mulsa. Alasan mereka tidak memakai mulsa adalah karena modal, hal ini dikarenakan petani penyewa harus keluar uang lebih besar untuk menyewa lahan.
60 50 S tatus kepemilikan Ia han
40
GJ Milik sendi ri
(%) 30
118 Sewa
20 10
0 ~~~~~~~~~~~ Ya
Kadangkadang
Tidak
Pemakaian Mulsa
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV.25 Hubungan status kepemilikan lahan dengan pemakaian mulsa
Apabila dihubungkan antara penggunaan mulsa dengan kelerengan lahan, petani dengan
lahan
yang
mempunyai
kelerengan
datar
sampai
landai
yang
menggunakan mulsa 17%, yang tidak memakai mulsa 9%. Pada semua kelas kelerengan jurnlah responden petani yang memakai jurnlahnya dua kali lipatnya dari petani yang tidak memakai mulsa (gam bar IV .26).
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%
EJTidak
liZI Tidak Te ntu
0 % +---~~~~~~~~~~
Datar landai
Landaiagak curam
aYa
Curam
Kelerengan lahan
Sumber: Data Primer 2006 Gambar iV .~ ··~ungan kelerengan lahan dan pemakaian mulsa.
65
Salah satu faktor usaha tani intensif seperti tanaman sayuran adalah pemakaian mulsa. Pemakaian mulsa ini mengakibatkan pemakaian lahan sepanjang tahun tidak pernah berhenti atau di istirahatkan. Petani dengan pendapatan paling rendah, lebih banyak yang tidak mengaplikasikan mulsa (gambar IV .27). Seiring dengan bertambahnya pendapatan, pemakaian mulsanya menjadi lebih besar. Pemakaian mulsa dapat menghemat perawatan tanaman, namun modal awalnya yang lebih besar.
Pendapatan (Rp)
,_
-·
.
. ··- ·--·
-- - -
--.- ----
1.800.000 ~--1.500.001 - 1.800.000 ~-1.200.001-1 .500.000 . __ >
II
_._IIIII}
900.001 -
--,I I
1.200.000.!--=====t.:-J--~
i I
6oo.oo1 . 900.ooo 1
300.000 - 600.000 0
5
10
15
20
25
Presentase(% )
Pemakaian tv\.Jis a
I• Ya HI Kadang-kadang •
Tidak
I
Sumber: Data Primer 2006
Gam bar IV .27
Hubungan pendapatan keluarga dan arah pembuatan bedeng.
Pemulsaan yang dilakukan oleh petani akan mengurangi terjadinya erosi, hal yang sama dikatakan Kartasapoetra (2005: 154, Suripin, 2005:111 dan Suwardjo, 1981 dalam Suripin, 2005:112) yang menyatakan
mulching atau pemulsaan
mempunyai berkemampuan mencegah terjadinya erosi, karena pemulsaan akan melindungi tanah permukaan dari daya timpa butir-butir hujan, dan melindungi tanah permukaan tersebut dari daya kikis aliran permukaan. Pemulsaan yang
dilakukan responden petani hampir semuanya menggunakan plastik, yang menggunakan serasah atau sisa tanaman hanya dilakukan pada persemaian atau pembuatan bibit. Hal ini disebabkan sulitnya mencari serasah yang tersisa, juga pertimbangan penggunaan plastik lebih tahan lama, satu kali pemulsaan cukup untuk satu tahun, walaupun harga cukup mahal. Satu rol plastik mulsa seharganya Rp. 360.000, dapat digunakan untuk lahan seluas 840 meter persegi.
66 IV.4.2 1)
Pola Tanam Petani
Tanaman Yang Ditanam Petani
Tanaman yang ditanam responden petani adalah tanaman sayuran dan palawija. Tanaman sayur meliputi bunga kol, tomat, cabe, selada, seledri, buncis, sawi, dan kubis, untuk tanaman palawija adalah padi Petani menaman sayuran pada lahan datar dan lereng perbukitan, sedangkan padi ditanam pada lembah perbukitan dekat sungai, hal ini untuk memudahkan dalam pengairan. Petani dalam menanam sayuran menjalankan pola penanaman berganda (multiple cropping) yaitu sistem bercocok tanam dengan menanam lebih dari satu jenis tanaman dalam sebidang tanah secara bersamaan atau bergilir (BP2TDAS -IBB, 2002: 104). Hal yang sama di kemukaan oleh Mubyarto ( 1995: 17) bahwa dalam pertanian rakyat hampir tidak ada usaha tani yang memproduksi hanya satu macam hasil saja.
Menurut perangkat Desa Cikidang, saat ini sudah jarang ditemukan petani menanam padi, umurnnya petani sudah beralih ke tanaman sayuran, hal ini di karenakan tanaman sayuran termasuk tanaman yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Hasil penelitian menunjukan sebagian besar responden petani menanam sayur-sayuran 98% dan hanya 2% yang menanam padi.
2) Penggiliran Tanaman
Petani di Sub DAS Cikapundung Hulu melakukan penanaman pada sebidang tanahnya terdiri dari bermacam-macam tanaman secara berturut-turut dalam waktu satu tahun. Pola tanam yang dijalankan petani menggunakan pola tanam ganda (multiple cropping ), model penanamannya yang dijalankan adalah campuran antara tumpang sari (inter cropping) dan tumpang gilir (relay cropping). Tumpangsari adalah sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua
atau lebih jenis tanaman yang ditanaman serentak pada sebidang tanah baik secara campuran ataupun terpisah-pisah. Sedang tumpang gilir yaitu sistem bercocok tanam dengan menggunakan dua atau lebih tanaman pada sebidang tanah, dimana tanaman kedua atau ketiga ditanam setelah tanaman pertama sudah tumbuh, sehingga sewaktu tanaman pertarna dipanen tanaman kedua sudah tumbuh. Misalnya penanaman pertama bersamaan antara selada dan bunga kol, kemudian
67
setelah umur 40 hari, diselanya ditanaman cabe atau tomat. Kemudian setelah semua mati baru ditanami misalnya buncis dan bunga kol.
Ya 83%
Kadangkadang 15%
2%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV. 28 Pola tanam petani di wilayah penelitian tahun 2006
Sebagian besar responden petani (83%) melakukan pola penggiliran tanaman (gambar IV.28). Hal tersebut menggambarkan bahwa pola tanam petani sudah melakukan pola penggiliran tanaman, yang dapat mengurangi terjadinya erosi. Hal yang sama dikemukaan oleh Kartasapoetra (2005: 152) bahwa pola penggiliran tanaman dapat mengurangi erosi.
Pola penggiliran tanaman apabila dihubungankan dengan tingkat pendidikan, malca terlihat bahwa, reponden petani
pada semua tingkat pendidikan, lebih
banyak yang melakukan pola penggiliran dibanding yang tidak melakukan. (Lampiran C.5). hal ini menggambarkan bahwa tingkat pendidikan kurang berpengaruh pada pola tanam.
Apabila dihubungkan dengan status kepemilikan lahan, maka pola penggiliran tanaman pada lahan yang ditanami pemiliknya sebesar 63% (Lampiran C.6). Sedang petani penyewa lahan
pola tanamnya lebih banyak dengan pola tanam
tidak tentu atau kadang-kadang, hal ini menggambarkan responden petani pemilik lahan lebih memperhatikan konservasi.
68 Responden petani yang menjadi anggota kelompok tani lebih besar menggunakan pola penggiliran tanaman (35%), dibandingkan dengan yang tidak menjadi anggota kelompok (gambar IV.29). Hal ini menunjukan bahwa menjadi anggota kelompok mempunyai dampak yang positif dalam pengelolaan lahan.
35 30 25
(%)
20
Kelompok
15 ra Anggota
10
m Tldak lkut A nggota
5 0 Ya
Tldak tentu
Tldak
Pola Pengglllran
Sumber: Data Primer, 2006
Gambar IV.29. Hubungan keanggotaan dalam kelompok tani penggiliran tanaman.
dengan pola
Gambar IV .30 memperlihatkan pada setiap kelas kelerengan, responden yang melakukan pola penggiliran tanaman selalu lebih besar, dibandingkan dengan yang hanya kadang-kadang melakukan penggiliran tanaman. Hal ini dapat untuk mengurangi teijadinya erosi.
35 30
25 (%)
~~
Pen
iliran Tanarnan
E! Ya
10 5
C!ll Kadang-kadang
0 +-====~~====~~====~
Datarlandai
Landaiagak curam
Curam
a Tldak
Kelerengan
Sumber: Data primer 2006 Gambar IV.30 Hubungan kelerengan lahan dengan pola penggiliran tanaman.
69
Apabila dilihat dari pola penggiliran tanaman dengan pendapatan keluarga petani, tampak adanya pola yang hampir sama pada setiap kelompok pendapatan, yaitu responden petani yang melakukan penggiliran tanaman selalu lebih besar.
3) Jarak Antar Tanaman Sebagian besar
responden petani di wilayah penelitian telah menerapkan
pertanaman dengan jarak yang teratur antara 30 sampai 40 em ( 99%) dan 1% menyatakan kadang-kadang menerapkannya. Keteraturan jarak pada tanaman akan memudahkan dalam perawatan dan menentukan berapa jumlah tanaman dalam satuan luas atau kerapatan tanaman. Menurut Jumin HB, (2002: 42) kerapatan tanaman mempunyai hubungan yang erat dengan jumlah hasil yang akan diperoleh pada sebidang tanah. Kerapatan tanaman penting diketahui untuk menentukan sasaran agronomi, yaitu produksi yang maksimum.
Kerapatan tanaman juga dapat melindungi tanah dari pukulan air hujan yang langsung, karena butir-butir air hujan ditahan oleh daun-daun yang rapat, sehingga akan mengurangi energi hujan yang jatuh, sehingga dapat memperkecil terjadinya eros1.
IV.4.3 Penggunaan Pupuk dan Pestisida 1) Pemupukan Semua responden petani di wilayah penelitian menggunakan pupuk organik sebagai pupuk dasar, penggunaan pupuk organik terbanyak (47%) pada kelompok penggunaan yang menghabiskan 25 - 30 ton perhektarnya (gambar IV .31 ).
Petani di wilayah penelitian sudah biasa menggunaan pupuk organik bahkan melebihi ketentuan, menurut Marsono (2005: 121- 137)
Prihmantoro
(2005: 50 - 61), Lingga P dan
rata-rata pemupukan organik tanaman sayur-sayuran
antara 10 - 20 ton per hektar. Sebagian responden menggunakan pupuk organik di atas rata-rata, hal ini diakui oleh ketua Kelompok Tani Citra Raharja I, bahwa rata-rata petani menggunakan pupuk melebihi rata-rata, ini dilakukan untuk
70
mempertahankan kesuburan tanah, yang dari wak:tu ke wak:tu mengalami penurunan.
25- 30(ton/ha)
30- 35(ton/ha)
18%
40- 45(tonlha) 9% 20- 25(ton!ha) 15%
< 15(ton/ha)
2%
15-
2%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.31 Pemakaian pupuk organik oleh petani di wilayah penelitian tahun 2006.
-- -------- ----·-----1
50 45
40 v---------~===~----------~
;? ~
35 30 .r----------t:= :n----------- - -
1
Status Keperrilikan lahan Q
Milik sendiri
•Sewa
~ t-
~
.p '?? ~ ~ ~ .p' '??' ~- tf>'
~~- ~-
Pemakaian pupuk(ton/ha)
Sumber: Data Primer2006
Gambar IV.32 Hubungan pemakaian pupuk organik dengan status kepemilikan lahan.
Apabila dilihat dari status kepemilikan lahan (gambar IV.32), pemakaian pupuk per hektar pada petani penyewa lebih tinggi dari petani pemilik. Hal ini dilakukan untuk mengejar hasil panen yang maksimal
71
Pemakaian pupuk organik yang dilakukan petani dapat mempertinggi kadar humus, yang mempunyai peranan penting dalam pembentukan tanah remah, sifat humus yang dapat menggumpalkan, sehingga tanah remah akan teragregasi dalam keadaan porous, hal ini akan memudahkan aliran air menerobos masuk ke dalam tanah yang lebih dalam. Humus juga mempunyai sifat dapat mengikat air sampai enam kali lipat beratnya sendiri, sehingga dapat mempertinggi daya untuk menahan air (Buckman dan Brady, 1964 dalam Kartasapoetra, 2005: 135).
Pupuk anorgonik atau pupuk buatan pabrik yang biasa digunakan petani seperti Urea, ZA, TSP dan NPK. Petani di wilayah penelitian
dalam melakukan
pemupukan tergantung pada kebiasaan dan selera masing-masing, sehingga dapat dikatakan dosis pemupukan masing-masing petani tidak sama.
Sebagian responden petani di wilayah penelitian (27%) menggunakan pupuk pada kelompok pemakaian 1 ton sampai 1,2 ton per hektar ( gambar IV.33).
1000 1200(kg/ha) 27%
1200 1400(kg/ha) 25%
8001000(kg/ha) -~·· ·•· ·;~
1400 1600(kglha) 12%
15%. 600 800(kg/ha) 12%
> 1600(kg/ha) 30/o 4%
2o/o
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.33 Pemakaian pupuk anorganik oleh petani di wilayah penelitian tahun 2006.
Pemupukan anroganik yang dilakukan responden petani pemilik lahan bervariasi dari dosis rendah sampai tinggi, Untuk petani penyewa menggunakan dosis pemupukan pada tingkatan atas, ini dapat dipahami bahwa dengan memberi pupuk yang lebih banyak, harapanya tanaman tumbuh lebih subur, sehingga produksinya lebih baik (gambar IV.34).
72
25 ........
~
20
~ Q) (/)
ro
c
Q)
.... cT.
(/)
15
; Status Keperrilikan lahan
10 m Mlik sendiri
5
mSewa
0 ~w,:_!:~!!:!!W:~~ ~ ,10 ,co "<:> "'1- ..._b< "10 I>< 10 co' "<:>' "'1-' ..._b<'
"10 '1
Pemakaian pupuk anorganik (kglha)
Sumber: Data Primer2006
Gambar IV.34 Hubungan anorganik
status
kepemilikan lahan dan pemakaian pupuk
Pemakaian pupuk buatan selalu dilakukan petani untuk menyuburkan tanah, sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Menurut Prihmantoro ( 2005:
50 - 61), Lingga P dan Marsono (2005: 121 - 137)
rata-rata pemupukan
anorganik tanaman sayur-sayuran antara 900 Kg per hektar. Pemupukan yang dilakukan oleh responden petani di wilayah penelitian sebagian besar berdosis lebih tinggi dari rata-rata sebesar 900 kg per hektar. Hal ini dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden menggunakan pupuk melebihi dosis yang dianjurkan.
Pemupukan yang berlebihan mengakibatkan kondisi tanah terlalu
pekat oleh pupuk, dan menimbulkan pencemaran lingkungan, hal ini menyebabkan usaha tani menjadi kurang efisien.
2)
Penggunaan pestisida
Pengendalian hama dan penyakit di wilayah penelitian menggunakan obat kimia, seperti sudah menjadi kebiasaan petani sejak dahulu. Responden petani yang menggunakan pestisida melebihi anjuran sebesar 46.% ( gambar IV.35).
Petani menggunakan
pestisida melebihi anJuran, umumnya dilakukan pada
kondisi tanaman sedang diserang hama atau pada waktu musim hujan, biasanya petani melakukan penyemprotan dengan dosis yang melebihi bahkan frekuensi penyemprotan menjadi lebih sering. Petani melakukan pengendalian hama secara
73
berlebihan bertujuan untuk mengejar keuntungan, namun tidak mengetahui akibat dari penggunaan yang melebihi dosis, seperti hama yang tidak mati menjadi resisten, dan pencemaran lingkungan.
Hal tersebut disadari oleh pengurus kelompok tani Desa Wangunharja, bahwa masih banyak petani yang menggunakan pestisida melebihi yang di anjurkan, juga pemakaian pestisida yang langsung mengaplikasikan dosis tinggi. Hal ini dapat merugikan petani sendiri, disamping harganya mahal, untuk pemakaian pestisida selanjutnya minimal dosisnya sama, jika kalau menggunakan dosis yang lebih rendah tidak mampu membasmi hama.
Di bawah anjuran 31%
Melebihi anjuran 46%
Sesuai anjuran 23%
Sumber: Data Primer 2006 Gambar IV.35 Pemakaian pestisida oleh petani di wilayah penelitian tahun 2006
Apabila penggunaan pestisida dihubungkan dengan status kepemilikan lahan, responden petani pemilik lahan menggunakan pestisida dengan dosis dibawah atau sesuai anjuran, tetapi untuk penyewa lahan lebih banyak menggunakan pestisida di atas anjuran. Hal ini menunjukan bahwa responden petani penyewa lahan lebih mementingkan hasil, namun kurang memperhatikan akibat yang dapat ditimbulkan (Lampiran C.7).
Petani di wilayah penelitian belun1 sepenuhnya menerapkan pengendalian hama terpadu (PHT) yang ramah lingkungan. PHT bukan suatu cara pemberantasan hama, karena konsep PHT berusaha mendorong
mengkombinasikan dan
74
memadukan beberapa macam komponen pengendalian untuk menekan populasi hama dan penyakit, memperkecil kerusakan tanaman walaupun tidak tergantung pada pestisida (Duriat A, 1994 dalam Smith A, 1997. h. 17).
IV.4.4 Penyiraman Tanaman
Tanaman untuk dapat tumbuh dengan subur membutuhkan atr. Pemenuhan kebutuhan air dapat dilakukan dengan penyiraman. Sebagian responden petani (39%) melakukan penyiraman tanaman sebanyak dua hari sekali (gambar IV.36). Hal menunjukkan tanaman sudah besar. Penyiraman yang satu hari sekali atau lebih dari satu kali, biasanya dilakukan pada tanaman baru, kemudian tanaman semakin besar akan terjadi pengurangan jumlah penyiraman.
< 1 hari sekali
34%
3 hari sekali 27% 39%
Sumber: Data Primer 2006
Gambar IV.36 Penyiraman oleh petani di wilayah penelitian tahun 2006
Cara penyrraman yang dilakukan oleh petani dengan menggunakan selang (gambar IV.37) atau menggunakan alat yang disebut gembor. Petani di desa Cikidang dan Wangunharja menggunakan air dari sumber air dari hutan sebelah atasnya, atau membuat sumur. Untuk Desa Cibogo, pada lahan yang mempunyai kelerengan datar sampai landai dan landai sampai agak curam masih memungkinkan membuat sumur, namun untuk kelerengan curam sulit mendapatkan air untuk penyiraman, kemudian bisanya ditanami rumput gajah untuk pakan sapi perah yang banyak dipelihara petani Desa Cibogo.
75
Sumber : Dokumentasim pribadi 2006
Gambar IV.37. Salah satu cara penyiraman tanaman dengan menggunakan selang di Desa Wangunhazja
IV.5 Dampak Pengelolaan Laban Yang Tidak Sesuai Kaidah Konservasi Pengelolaan yang dilakukan responden petani yang tidak memperhatikan kaidah konservasi, seperti telah diuraikan diatas antara lain: •
Pengolahan tanah sebelum tanam, tujuan pengolahan tanah sebelum tanam untuk menyiapkan tempat pertumbuhan tanaman, menghindarkan saingan terhadap tumbuhan pengganggu dan memperbaiki sifat-sifat fisik kimia dan biologis tanah (Jumin, 2002: 78). Namun untuk lahan miring sebaiknya pengolahan tanah seperlunya saja, menurut Suwardjo (1978, dalam Kartasapoetra, 2005, hal 117) ciri khusus usaha tani tanaman semusim pada tanah kering menyebabkan seringnya tanah menjadi terbuka, karena tindakan pengolahan lahan dan penyiangan, yang dapat menimbulkan erosi. Erosi mengakibatkan kemerosotan kesuburan fisik tanah, seperti terpecahnya agregat tanah, tersumbatnya pori-pori tanah dan terganggunya sirkulasi air dan udara tanah, dan akhimya dapat menghilangkan lapisan atas (top soil) yang merupakan lapisan tanah paling subur (Jumin, 2002: 168). Pengolahan tanah yang baik dengan mempertimbangan keadaan struktur porositas masih tetap baik, sebaiknya mempertimbangkan : a. Pengolahan tanah dilakukan secara terbatas pada perbaikan larikan-larikan tanah saja, demi dapatnya dilakukan pertanaman yang bai dan teratur.
76
b. Pengolahan tanah
yang biasanya
dikaitkan dengan maksud
menghilangkan gulma atau rumput pengganggu, sebaiknya dilakukan pencabutan saja atau menggunakan herbisida. Pengolahan tanah yang paling baik menurut konservasi adalah praktek budidaya tanpa pengolahan tanah. •
Pembuatan bedeng bagi tanaman mempunya1 keuntungan, antara lain mempertahankan kegemburan tanah perakaran tanaman, menggandakan ketebalan lapisan top soil yang kaya bahan organik dan mengurangi resiko tergenang air, namun untuk lahan miring pembuatannya harus searah garis kontur atau memotong kelerengan (Lakitan, 1995: 39). Pembuatan bedeng searah kelerengan akan lebih mudah terjadi erosi.
•
Dampak tidak dilakukan pemulsaan adalah lahan lebih mudah terjadi erosi. Pemulsaan dapat mencegah terjadinya erosi,
karena pemulsaan akan
melindungi tanah permukaan dari daya timpa butir-butir hujan, dan melindungi tanah permukaan tersebut dari daya kikis aliran di permukaan( Kartsapoetra, 2005: 154). Cara pemulsaan yang baik dengan menebarkan sisasisa tanaman yang sukar lapuk di permukaan tanah secara merata (Suwardjo, dalam Suripin, 2005: 112) •
Penggunaan pupuk kimia dan pestisida yang terus menerus, apalagi melebihi dosis akan mengakibatkan timbulnya dampak yang merugikan yaitu pencemaran lingkungan, resistensi hama, masalah residu pestisida dan gangguan kesehatan lainya( Dinas Pertanian Kab. Bandung, 2003: 1).
Bab V Kesimpulan dan Rekomendasi
V.l. Kesimpulan
1)
Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu terletak di kawasan Bandung bagian utara, yang merupakan kawasan konservasi, dan berperan sebagai penyangga kelangsungan Cekungan Bandung. Wilayah ini secara ideal seharusnya di kembalikan pada fungsi konservasi seperti dengan penanaman tanaman keras, tetapi karena pertumbuhannya dan perubahan guna lahan yang sangat pesat maka hal tersebut untuk saat ini sulit dilakukan. Untuk mencegah kerusakan lahan yang lebih parah, antara lain dapat dilakukan melalui perubahan perilaku petani
2)
Secara umum wawasan petani tentang pengelolaan lahan yang berkelanjutan sudah cukup baik, tetapi hal tersebut tidak diaplikasikan/dilakukan di lapangan, karena berbagai pertimbangan, terutama pertimbangan ekonomi, seperti biaya produksi yang lebih besar (masih banyak petani yang yang berada di bawah garis kemiskinan). Perilaku petani tersebut memperparah kerusakan lahan yang sudah ada, terutama yang disebabkan oleh erosi. Hal tersebut dalam jangka panjang akan menghambat salah satu tujuan pengembangan wilayah Bandung Bagian Utara, yaitu menjaga kelestarian lingkungan pada wilayah Bandung Utara.
3)
Erosi yang terjadi akan mengurangi kesuburan tanah, hal ini menyebabkan penggunaan pupuk menjadi lebih banyak, yang akan meningkatkan biaya produksi, sehingga pendapatan petani akan berkurang. Kondisi ini dalam jangka panjang akan mengakibatkan petani semakin sulit keluar dari kemiskinan. Selain itu pemakaian jumlah pupuk yang berlebihan juga menimbulkan pencemaran tanah dan air.
V.2 Rekomendasi
Berdasarkan uraian pada subbab sebelumnya, untuk mengurangi kerusakan lahan yang lebih parah, ada beberapa hal yang perlu direkomendasikan, yaitu sebagai berikut:
77
78
1)
Mendorong petani
untuk melakukan
penghijauan. Penghijauan adalah
penanaman tanah-tanah rakyat, tanah desa, tanan bebas bekas perkebunan (negara) yang ada di dataran tinggi atau daerah aliran sungai, di luar kawasan hutan dengan pohon-pohonan terpilih yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (apukat, suren, damar, mahoni dan lain-lain) dan atau rumput-rumputan dengan maksud untuk pengawetan tanah dan memberikan tambahan pendapatan bagi petani. 2)
Untuk merangsang petani melakukan penanaman tanaman keras, diberikan bantuan atau subsidi dari pemerintah, antara lain bibit dan pupuk, disamping itu penyuluhan harus tetap dilakukan untuk mengingatkan petani dan sebagai sarana sosialisasi. Jika memungkinkan diberikan insentif bagi petani yang berhasil dalam penghijauan.
3)
Secara teknis, pengolahan tanah harus sejajar dengan garis kontur, misalnya pembuatan teras dan bedeng, dan dilengkapi dengan saluran pembuangan air yang dibuat memotong kontur yang fungsinya untuk menampung kelebihan air hujan yang tidak meresap ke tanah kemudian mengalirkannya ke tempat yang lebih rendah secara lebih aman, juga dilengkapi bangunan terjunan. Pada bagian paling bawah setiap teras ditanami rumput untuk penguat dan dapat digunakan untuk pakan temak.
4)
Penanaman sejajar
kontur
misalnya penanaman dalam strip (yaitu suatu
cara bercocok tanam dengan beberapa tanaman), dimana masing-masing jenis tanaman ditanam dalam strip-strip berselang-seling pada sebidang tanah dan disusun berdasarkan garis kontur. Dalam sistem m1 cara pengolahan tanah harus memotong kelerengan.
Dianjurkan adanya
pergiliran tanaman, dengan salah satu tanaman dalam strip adalah tanaman keras 5)
Mendorong
petani
untuk
menjadi
anggota
kelompok tani, karena
kelompok dapat dijadikan sebagai tempat bertukar pikiran, mendapatkan infromasi terbaru tentang pertanian, dan untuk memecahkan masalah pertanian secara bersama-sama, sehingga menjadi lebih mudah dan efisien, misalnya pengelolaan air secara bersama bagi anggota kelompok.
79
V.3 Kelemahan Studi Penelitian ini pada pengelolaan lahan oleh petani
yang
terletak
pada daerah
aliran sungai bagian hulu, masih ada beberapa kelemahan, meliputi: 1.
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode non probabilitas. Hal ini disebabkan karena jumlah populasi petani terutama penyewa secara pasti belum diketahui, sehingga sampel yang diambil kurang mewakili
populasi
yang ada.
Disarankan untuk penelitian
selanjutnya dilakukan pendataan jumlah petani penyewa yang saat itu sedang menggarap lahannya. 2.
Pengamatan yang dilakukan hanya sebentar kurang dari satu tahun, sehingga yang diamati hanya sebagian dari pengelolaan lahan dalam siklus satu tahun.
3.
Penelitian ini hanya menekankan pada penyebab erosi pada bidang pertanian, masih ada bidang lain seperti bidang permukiman, perkebunan dan penggunaan lahan lainya
V.4 Saran Untuk Penelitian Lanjutan
1.
Disarankan untuk penelitian lanjutan dilakukan dalam satu musim, atau satu tahun sehingga dapat diikuti perjalanan awal penanaman pertama sampai penanaman terakhir dalam satu tahun.
2.
Disaranakan untuk penelitian selanjutnya meliputi bidang yang lebih luas, seperti
bidang permukiman, perkebunan dan penggunaan lahan lainnya,
sehingga akan diperoleh perilaku pengguna laban lainnya.
DAFT AR PUST AKA
Abbas, A., dkk, 2003, Usaha Tani Konservasi Terhadap Tingkat Produktivitas Lahan Perbukitan Yogyakarta, Litbang Pertanian (22) 2. Ahmad, S, 2003, Aspek kegiatan usaha peuyeum sebagai kegiatan ekonomi local
dalam mendorong pengembangan wilayah transisi desa - kota, Tesis, MPWK ITB. Asdak,
2004, Hidrologi
dan
Pengelolaan Daerah A/iran Sungai. Gadjah
Mada Press, Yogyakarta. _ _ _ , 2005, Perspektif Baru Dalam Pengelolaan DAS:Menuju Solidaritas
Daerah Hulu Hilir, Lembaga Penelitian Unpad, Bandung. Bramantyo, B., 2005, Geologi Cekungan Bandung, Penertib Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung. BPT2DAS IBB, 2002, Pedoman Praktik Konservasi tanah dan Air, Surakarta. BPT2DAS IBB, 2004, Pedoman Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan DAS, Surakarta. BAPPEDA KAB. Bandung, 2001, Rencana Tala Ruang Wilayah Kabupaten
Bandung Tahun 2001-2011, Bandung. BPS & BPID, 2003, Basis data Pembangunan Daerah Kabupetan Bandung tahun
2002, Bandung. BPS Kabupaten Bandung, 2005, Kabupaten Bandung Dalam Angka. Donie, S., 2002,
Perilaku Bertani Masyarakat Dieng, Kelestarian DAS dan
solusinya, hhtp://www. balitbang-das.or.id/hasil penelitian. Dinas Pertanian, 2003, Budidaya Sayuran Organik, Kabupaten Bandung Firman, T, 2000, Dari Pengembangan Wilayah Ke Pengembangan Lokal,
http://www.geocities. com!nuds2/14. html Gunawan, 2005, Perilaku Masyarakat Petani Dalam Pengelolaan Lahan Di DAS Alang Ngunggahan Kab. Wonogiri, Jurnal Penelitian SKALA, Vol. 04 No. 1 September 2005. Hardjowigeno, S., 1993, Klasifikasi tanah dan Pedogenesis, Akedemia Presiondo, Jakarta.
80
81
Iskandar, J,. 2001, Manusia Budaya dan Lingkungan, Humaniora Utama Press, Ban dung. Jayadinata, JT., 1986,
Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan
Perkotaan dan Wilayah, Penerbit ITB, Bandung Jumin, HB., 2002, Agronomi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kartosaportro, AG., 2005, Teknologi Konservasi tanah dan Air, PT. Reika Cipta Jakarta. Lakitan, B., 1995, Holtikultura, Teori, Budidaya dan Pasca Panen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Lingga P. & Marsono, 2005, Petunjuk Penggunaan Pupuk, Penebar Swadaya, Jakarta.. Masjud Yl., 2000, Kajian dan Karakteristik Dampak Lingkungan Kegiatan Petani
Sekitar Hutan, IPB, Bogor Moleong , Lexy.J. , 2000 , Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja Rosdakarya , Bandung Mubyarto, 1989, Pengantar Ekonomi Pertanian, LP3ES, Jakarta. Musnamar, El., 2004, Pupuk Organik, Cair & Padat, Pembuatan dan Aplikasi, Penebar Swadaya, Jakarta. Novizan, 2003, Petunjuk Pemakaian Pestisida, PT. Agromedia Pustaka, Jakarta. Prihmantoro, H., 2005, Memupuk Tanaman Sayuran, Penebar Swadaya, Jakarta. Rasid, 1., 2005, Pemodelan Spasial Zonasi Erosi Menggunakan Pendekatan
Morgan, Tesis, Pascasarjana Teknik Lingkungan, ITB. Riduwan, 2004, Metode & Teknik Penyusunan Tesis, Penerbit CV Alfa Beta, Bandung. Seta, AK., 1991, Konservasi Sumberdaya Tanah dan Air, Kalam Mulia, Jakarta Smith, A., 1997, Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dan Penerapannya 0/eh
Petani, (Makalah), Program Pasca Sarjana UGM, Yogyakarta Solihin, MA, 2002, Evaluasi Keberlanjutan Usaha Tani Hortikultura Di
Kecamatan Lembang, Tesis, Program Pasca Sarjana, ITB Sugandhy;
1999, Penataan
Ruang dalam Pengelolaan lingkungan hidup.
Gramedia Jakarta. Sugeng HR., 2003, Bercocok Tanam Sayuran, CV. Aneka Ilmu, Semarang.
82
Sugiarto, dkk, 2003, Teknik Sampling, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Sundari, ES, 2005, Pengaturan Penggunaan lahan Dalam Konteks Perbaikan
Fungsi Hidrologis Di DAS Sampeyan Jawa Timur, Tesis, UNPAD Suripin, 2004, Pelestarian
Sumber
Daya
tanah dan Air, Andi Offset,
Yogyakarta Syam, A., 2003, Sistem Pengelolaan Lahan Kering di DAS Bagian Hulu, Jurnal
Litbang Pertanian (22) 4. Sajogyo, 2002, Pertanian dan Kemiskinan, Jumal Ekonomi Rakyat, Th.l Vol. I, Maret 2002, www.ekonomirakyat.org Tarigan, R., 2004, Perencanaan Pembangunan Wi/ayah, PT Bumi Aksara, Jakarta
83
Lampiran A.1 Penentuan jumlah sampel
Jumlah Petani di Tiga Desa No.
Des a
1. 2. 3.
Cikidang Wangunhruja Cibogo
Jumlah Petani Giwa)
Sampel
3.089 2.488 1.920
41 33 26
Sumber: BPS & BP/0( 2003)
Luas Tegal dan Sawah di Tiga Desa Berdasarkan peta tumpang susun antara guna lahan dengan kelerengan wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu No.
Kemiringan Lereng
1 Datar 2 Landai -Agak curam 3 Curam Jumlah
(%)
<8 8-25 >25
Cib~o
41,74 30,04 28,22 100
Luas (%) Cikidang
Wangunharja
19,63 56,34 24,03 100
20,48 55,56 23,96 100
Jumlah sampel berdasarkan luas tegal dan sawah
No.
Kemiringan Lereng
1 Datar 2 Landai -Agak Curam 3 Curam Jumlah
(%)
<8 8-25 >25
Jumlah samQ_el Cibogo
11 8 7
26
Cikidan_g_
8 23 10 41
Wan_g_unharja
7
18 8 33
Lampiran B.l. Daftar Pertanyaan Untuk Reponden Petani
~
~
Dalam penulisan Tesis:
PERILAKU MASYARAKA T PETANI DALAM PENGELOLAAN LAHAN D/ WILA YAH SUB DAS CIKAPUNDUNG HULU KECAMATAN LEMBANG KABUPATEN BANDUNG PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN- ITB
Tujuan dari pengisian kuesioner ini adalah untuk melengkapi data yang dibutuhkan penulis dalam penyusunan tesis yang be~udul " Perilaku Masyarakat Petani Dalam Pengelolaan Lahan di Wilayah Sub DAS Cikapundung Hulu Kec. Lembang Kabupaten Bandung" sebagai syarat kelulusan pada program Magister Perencanaan Wilayah dan Kola Program Pasca Sarjana lnstitut Teknologi Bandung. Hasil penelitian ini juga sebagai bahan masukan kepada pemerintah, khususnya Pemda Kabupaten Bandung dalam melakukan evaluasi cara bertani yang berwawasan lingkungan; agar dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat setempat. Jawaban yang diberikan bersifat rahasia dan hanya akan digunakan untuk keperluan akademik. Kesediaan Bapakllbu/Sdr/i merupakan bantuan yang tak ternilai bagi penulis dalam upaya menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih atas waktu yang telah diluangkan, saran, serta pendapat yang diberikan.
Nomor Hari/tanggal Lokasi
9
DAFTAR PERTANYAAN RESPONDEN 10. 11. 12
Lahan/tegaian/sawah yang ditanami mempunyai kelerengan a. Datar -landai ( <8%) b. AQak curam ( 8- 25%) c. Curam (>25%) Dalam 1 tahun berapa kali masa tanam: .................................. Saat ini ditanami aoa .................. Lama Bapak/ibu bekerja di sawah/tegal setiap hari : dari jam .......... s/d jam ........... Selama sekaii masa tanan berapa hari bekerja di sawahlteQal: .................. Berapa biaya sekali tanam ( untuk seluas No. 8) Bib it :....................... pak/ons/batang, harga Rp ............................. Pupuk organik ........................ Kg, harga Rp ............................ Pestisida .................... harga Rp ............................ Bahan lain ...................... harga Rp ............................
......................................
13.
Tenaga kerja orang /hari, 1 orang Rp ................................ Total Rp ......................... Berapa hasil dari sekali masa tanam :................................ kg Rata-rata harga penjualan per kg : Rp ............................. Penjualan seluruh hasil dari sekali panen Rp .......................................
15.
Apakah bapakllbu punya pekerjaan lain selain dari bertani .............. Sebagai. ...................................... Penghasilan perbulan.Rp ....................... Dan ................................. Penghasilan perbulan Rp ...................... Dan .................................. Penghasilan perbulan Ro ...................... Jumlah anggota keluarga .............................
16. 17.
lstri bekerja ................................. penghasilan perbulan Rp .................. Anak 1 usia ....... th,Sekolah/bekerja ....................... penghasilan perbulan Rp ........... Anak 2 usia ....... th,Sekolah/bekerja ....................... penghasilan perbulan Rp ........... Anak 3 usia ....... th,Sekolah/bekerja ....................... penghasilan perbulan Rp ........... Anak 4 usia ....... th,Sekolah/bekerja ....................... penghasilan perbulan Rp .......... Pendapatan keluarQa keseluruhan setiap bulan Rg ........... Pengeluaran keluarga keseluruhan setiap bulan Rp ..............
14
:Kampung .................. ~ .............Desa ......................... .
Petunjuk pengisian kuesioner: Pada bagian ini Bapakllbu Saudara diminta untuk mengisi dan memberikan Ianda silang (X) pada piiihan di bawah ini yang sesuai dengan pilihan Bapakllbu/Saudara.
00 ~
I. KARAKTERISTIK DASAR RESPONDEN 1.
Nama
......................................
2.
Ala mat
: Kampung ............................. RVRw ................................
3.
Usia
4.
Pertama bekerja sebagai petani untuk mata pencaharian, umur: ............... tahun
5.
Pendidikan terakhir : a. Tidak tamat SD b. Tamat SO
............ Tahun (atau sederajaf) c. tam at SLTP d. Tamat SLTA
e. Tamat Akademi/Diploma f. Tamat sarjana
6.
Pemah ikut kursus ketrampilan bidang pertanian ............................ berapa kali .......
7.
Lahan yang digarap milik : c.................... b.Sewa a. Milik sendiri ..................... ) atau tombak, ..................... Berapa luas iahan yang digarap: ( 1 tombak = ..................... M2 atau ................... ha)
8
II. WAWASAN MASYARAKAT PETANI TENTANG PENGELOLAAN LAHAN Apakah Bapakllbu ikut dalam perkumpulan kelompok tani 1. b. Tidak (ke pertanvaan No. 3) a. Ya (ke pertanyaan No.2) Kalau jawaban no. 1 ya, apakah ada manfaatnya ikut kelompok: 2. c ............................. b. Tidak a. Ya Kalau jawaban no. 1 tidak, karena apa 3. c ......................... a. Tidak ada kelompok b. Tidak ada manfaatnya Apakah Bapaklibu menghadiri pertemuan kelompok 4. c. Tidak b. Tidak tentu Selalu Apakah bapak menghadiri penyuluhan yang diadakan 5. c. Tidak b. Tidak tentu Selalu Kalau tidak ikut kelompok atau tidak hadir pertemuan dan penyuluhan, dari 6.
manakah Bapakllbu mendapat informasi tentang pertanian? c. Petugas desa/kecamatan/kabupaten d. Koran/TV
a. Tetangga/teman b. RT/RW ----
~------
I 1
I
i
6 7.
8. 9. 10 11.
12. 13 14
15 16 17
Menurut bapak apakah harus menggunakan bibit unggul a.Ya b. Tidak tentu c. Tidak Apakah menurut Bapaklibu lahan perlu tambahan pupuk? a. Ya b. Tidak tentu c. Tidak Apakah Bapak/lbu perlu pengolahan lahan sebelum tanam a.Ya b. Tidak Tentu c. tidak Apakah menurut bapak tanaman perlu perawatan a. Ya b. Tidak tentu c. Tidak Apakah air mengalir di permukaan tanah dapat menyebabkan terjadinya erosi a. Ya b. Ragu-ragu c. tidak Apakah menurut bapak perlu memperlambat aliran air di permukaan untuk mengurangi terjadinya erosi a.Ya b. RC!9_u-r'!9_u c. tidak Apakah pembuatan bedeng yang searah kelerengan dapat menyebabkan erosi a. Ya b. r
3.
4. 5
Apakah sebelum ditanami, lahan diolah lebih dahulu? a. Ya b. Tidak tentu
c. Tidak
Bagaimana cara mengolahnya? b. Ditoreh dengan alat seperti sabit a. Dicangkul
c. Secara kimia
Dalam mengolah apakah memperhatikan kelerengan, seperti membuat teras, bedengan? c. Tidak a.Ya b. Tidak tentu
I Pembuatan bedeng arahnya memperhatikan kelerengan c. sejajar b. Tidak tentu a. Memotong lereng
7.
I Apakah Bapak/lbu juga menggunakan serasah atau sisa tanaman atau dengan plastik (sebagai mulsa) untuk menutup lahan? c. Tidak b. Tidak tentu a. Ya I Ala san jawaban No. 7 ........................................................................... ..
8. 9
I Berapa jarak antar tanaman, yang Bapakllbu tanam c. Lebih 45 em b. 30 -45 em a. Kurang 30 em
d........... ..
10. I Apakah Bapakllbu menggunakan pupuk buatan pabrik anorganik, (seperti Urea, TSP, KCL, ZA) c. Tidak b . Tidak Tentu a. Ya 11. I Alasan jawaban No. 10 Berapa pupuk yang diberikan ................. Kg 12 I Apakah juga menggunakan pupuk organik (pupuk kandang, tumbuhan) c. Tidak b. Tidak tentu a. Ya 13. I Alasan jawaban No. 12 ................................................... . Berapa pupuk yang diberikan ................. Kg 14. I Apakah Bapaklibu menggunakan obat-obatan untuk membasmi hama c. Tidak b. Tidak Tentu a. Ya
Apakah menurut bapak lahan yang dikelola saat ini nantinya akan diwariskan pada anak cucu harus dalam keadaan baik dan subur a.Ya b. Ragu-ragu c. tidak
Ill. SISTEM PENGELOLAAN LAHAN 1. Apakah dalam 1 tahun bapak menanam tanam bergiliran I berganti-ganti tanaman a.Ya c. Tidak b. Tidak tentu Alasanya ..... Apakah sisa tanaman ditimbun di lahan untuk pupuk 2. c. Tidak a. Ya b. Kadang-kadang
6
15. I Alasannya jawaban No. 14 ........................................ . Penggunaan pestisida, dosisnya b. Sesuai anjuran a. Di Bawah anjuran
c. Di atas anjuran
16. I Cara penyiraman (pemberian air) pada tanaman dengan b. Disiram dengan selang atau ALATGembor a. Direndam
c. I
17. I Berapa hari sekali penyiraman dilakukan Dalam musim kemarau b. 2 hari sekali a. 1 hari sekali
c. 3 hari sekali
d.......................... .
Terima kasih tak terhingga atas bantuan dan kerjasama Bapakllbu Saran- saran ..................................................................................................... .
00 V1
86
Lampiran B.2. Daftar pertanyaan Wawancara dengan Instansi terkait Responden No. Nama Instansi 1. Pertanian di Kec. Lembang/Desa .................. sudah dimulai sejak kapan ......... . 2. Apakah sudah ada perubahan cara pengolahanhannya................................... . 3. Apakah ada perubahan hasil produksi dari dahulu sampai sekarang (semakin baik atau malah berkurang) ............................................... . 4. Apakah pendapatan petani dari tahun-ke tahun semakin meningkat.. ............... . 5. Untuk menambah pendapatannya, petani apakah mempunyai pekerjaan lain .... . 6. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk selalu bertambah, apakah lahan pertanian mencukupi, kalau tidak bagaimana pemecahannya................. . 7. Apakah pemah terjadi perselisihan dalam penggunaan peruntukan lahan (misalnya
lahan
untuk
kehutanan
dengan
pertanian
atau
permukiman) ........... . 8. Apakah dalam mengolah lahan, petani memperhatikan kelestariannya .. a. Pengolahan lahan sebelum tanam ....................... . b. Pembuatan teras .............................. . c. Pembuatan bedeng............................. . d. Pemakaian mulsa baik dari sisa tanaman ........................ . atau plastik. ................ . e. Bagaimana pemupukan dan pemberantasan hama 9. Dalam satu tahun berapa kali musim tanam .................... . Tanamannya apa saja (dengan analisa usahatani) .................................. . 10. Apakah sering diadakan penyuluhan di kecamatan atau di desa ......... . 11. Bagaimana partisipasi warga dalam kelompok ...... . 12. Bagaimana dengan pemasaran hasil.. ....
dengan
87
Lampiran B.3. Daftar pertanyaan Wawancara Dengan Desa Responden No. Nama De sa 1. Pertanian di Desa .................. sudah dimulai sejak kapan ......... . 2. Apakah sudah ada perubahan cara pengolahan lahannya.................................. . 3. Apakah ada perubahan hasil produksi dari dahulu sampai sekarang (semakin baik atau malah berkurang) ............................................... . 4. Apakah pendapatan petani dari tahun-ke tahun semakin meningkat.. .............. . 5. Untuk menambah pendapatannya, petani apakah mempunyai pekerjaan lain .... . 6. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk selalu bertambah, apakah lahan pertanian mencukupi ?, kalau tidak bagaimana pemecahannya................. . 7. Apakah pemah terjadi perselisihan dalam penggunaan peruntukan lahan (misalnya lahan untuk kehutanan dengan pertanian atau dengan permukiman) .. 8. Apakah dalam mengolah lahan, petani memperhatikan kelestariannya .. a. Pengolahan lahan sebelum tanam ....................... . b. Pembuatan teras .............................. . c. Pembuatan bedeng ............................. . d. Pemakaian mulsa baik dari sisa tanaman.. .. ... ..... . .. .. atau plastik. ....... . e. Bagaimana pemupukan dan pemberantasan hama 9. Dalam satu tahun berapa kali musim tanam .................... . Tanamannya apa saja (dengan analisa usahatani) .................................. . 10. Didesa ini ada berapa kelompok tani.. ............. bagaimana kondisinya .. . 11. Untuk menambah pengetahuan petani, a. Kelompok tani ....................................... berapa pertemuan ............... . b. Penyuluhan .......................... dari mana .......................... berapa kali ......... . c. bagaimana partisipasi warga............. . 12. Bagaimana Penjualan hasil pertanian ........................... .
88 Lampiran C. l. Analisis Binomial test untuk partisipasi responden petani untuk menjadi anggota kelompok tani. NParTests Binomial Test
partisipasi
I
Cat~~ry_
Group 1 Group 2
ikut tidak ikut
Total
N 43
Observed Prop. ,43
57
,57
100
1,00
Test Prop.
Asymp. Sig. (2tailed)
,50
, 193(a)
a Based on Z Approx1mat1on.
Lampiran. C.2. Wawasan responden petani di wilayah penelitian tentang perlunya memperlambat air mengalir untuk memperkecil erosi
Sumber: Data Primer 2006
89 Lampiran C.3. Wawasan responden petani di wilayah penilitian tentang arah pembuatan bedeng yang searah kontur dapat mengurangi erosi
Ragu-ragu 12%
Ya 88%
Sumber: Data Primer 2006
Lampiran C.4. Wawasan responden petani tentang lahan harus tetap pertahankan supaya tetap subur.
Ya 88%
Ragu-ragu 12%
Sumber: Data Primer 2006
90 Lampiran C.5 Hubungan tingkat pendidikan dengan pola tanam penggiliran
35 ~ 30
0
25 _1...---J-- - - - - -
~ ~
20 ,---.~Nr---------
15 ~ 10 f 5 Q.
r ----fllf--1-- - - - -
Penggiliran Tanaman
o Selalu • Kadang-kadang • Ttdak
0 ~~~~~~~~~
#
0<;) 0() ~"?- f>":J 0" ~ ~ ~0 ~Cj ~C); ~
qf -<..:~~"llf~llf
~>;J
~llf
.t.'lf - .._
c'lf
-<~
A.::s -.,_.t. ~~
~v
~
"'~~
Tingkat Pendidikan
Sumber: Data Primer 2006
Lampiran C.6 Hubungan status kepemilikan lahan dengan pola tanam penggiliran 70 60 50 40 (%)
Status keperrilikan lahan
30 20
•Sewa
10
o Mlik sendiri
0 Ya
Kadangkadang
Tldak
Pola tanam pengglllran
Sumber: Data Primer 2006
91
Lampiran C. 7 Hubungan status kepemilikan laban dengan pemakaian pestisida
60
-
50
~
~ 40 Q)
Ul
~ 30
cQ)
osewa
~ 20
rn Milik sendiri
0..
10 0 .JCl'.s:.1Sa..=-..."""'-"~~<±. ==.:o:..r=-~~~..,...
Pemakaian pestisida
Sumber: Data Primer 2006