PENDIDIKAN ANGGOTA RUMAH TANGGA PETANI KARET DITINJAU DARI FLUKTUASI HARGA DI DESA PULAU JAMBU KUOK KEC. BANGKINANG BARAT KAB. KAMPAR
TESIS
OLEH
ZUBIR NIM 91492
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam Mendapatkan gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI ILMU PENGETAHUAN SOSIAL-SOSIOLOGI POGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2012
ABSTRACT ZUBIR. 2011. Education of household peasant rubber towards fluctuation of rubber price in Pulau Jambu Kuok Districk Bangkinang, West Kampar Regency. Thesis of Graduate Programme (S2). Universitas Negeri Padang Education is one important factor in human life, because education is a process of formation of man to cultivate her potential. However, many factors that affect the fulfillment of the need for such education, especially for rubber farmers one of which is fluctuating rubber prices. This study aims to reveal the education of household members in the review rubber farmers from price fluctuations in the Village of Jambu Island District Bangkinang Kuok West Kampar Regency. The research was conducted using qualitative research methods with a descriptive approach. Data and information collected through observation, interviews, and literature studies. This study sets rubber farmers in the village of Pulau Jambu District Bangkinang Kuok West Kampar Regency as the first key informants. Through information from key informants, the researchers then routed to the next informant. The findings of this research is verified through triangulation technique checks the validity of the data by using something other than the data for checking purposes or as a comparison against the data. After doing the research, revealed: 1) rubber price fluctuations affect the education of household members rubber farmers in the village of Jambu Island Kuok Kec. Bangkinang West Kampar Regency. Low rubber prices resulted in farmers' income is reduced so that the difficulty in meeting their daily needs including the need for education; 2) Efforts are being made head of household rubber farmers to continue his formal education based on the awareness that education is important. It required a long-term, because the situation of members of the public education household rubber farmer is still cause for concern, especially for secondary education and higher education. It is need to make the other way to help a family gets their need of education through the side job such as rice farming, planting palawija, and many more.
i
ABSTRAK ZUBIR. 2011. Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet di Tinjau dari Fluktuasi Harga di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. Tesis Program Pascasarjana (S2). Universitas Negeri Padang Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia, sebab pendidikan merupakan suatu proses pembentukan manusia untuk menumbuh kembangkan potensi dirinya. Namun banyak faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan akan pendidikan tersebut khususnya bagi petani karet salah satunya adalah fluktuatif harga karet. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pendidikan anggota rumah tangga petani karet di tinjau dari fluktuasi harga di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data dan informasi dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan studi Kepustakaan. Penelitian ini menetapkan petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar sebagai informan kunci pertama. Melalui informasi dari informan kunci ini, peneliti kemudian diarahkan ke informan berikutnya. Temuan penelitian ini diverifikasi melalui teknik triangulasi yaitu melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Setelah dilakukan penelitian, terungkap: 1) Fluktuasi harga karet berpengaruh terhadap pendidikan anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. Harga karet yang rendah pada tahun 1980 mengakibatkan pendapatan petani berkurang sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari termasuk kebutuhan akan pendidikan yang mengakibatkan anggota rumah tangga mereka rata-rata bersekolah sampai tingkat SD, sedangkan pada tahun 2000, harga karet yang tinggi menyebabkan pendapatan petani karet meningkat sehingga rata-rata petani karet mampu menyekolahkan anaknya hingga ke tingkat SMA bahkan ke perguruan tinggi; 2) Upaya yang dilakukan kepala rumah tangga petani karet untuk melanjutkan pendidikan formal anaknya dilandasi adanya kesadaran masyarakat bahwa pendidikan itu penting. Untuk itu diperlukan usaha-usaha sampingan yang membantu petani dalam memenuhi kebutuhan keluarga sehingga bisa menunjang pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anggota rumah tangga, seperti mengupayakan pertanian sawah, membuka kedai harian ,pertanian palawija dengan system tumpang sari, mengelola keramba ikan, usaha tanaman sawit lokal dan lain-lain.
ii
SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Karya Tulis saya, tesis dengan judul : “Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet di Tinjau dari Fluktuasi Harga di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar” adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Negeri Padang maupun Universitas lainnya. 2. Karya tulis ini murni gagasan, penilaian dan rumusan saya sendiri, tanpa bantuan tidak sah dari pihak lain, kecuali arahan dari tim pembimbing. 3. Di dalam karya tulis saya ini tidak terdapat hasil karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali dikutip secara tertulis dengan jelas dan dicantumkan sebagai acuan di dalam naskah saya dengan disebutkan nama pengarangnya dan dicantumkan pada daftar pustaka 4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang saya peroleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma dan ketentuan hukum yang berlaku.
Padang, Januari 2012 Saya Yang Menyatakan
ZUBIR NIM. 91492
iii
KATA PENGANTAR
Dengan memohon perlindungan Allah SWT. Tuhan Seru Sekalian Alam aku berlindung dari pengaruh syaitan terkutuk yang membawa bencana kebodohan. Bermula dengan ucapan Alhamdulillah, penulis mengucapkan syukur pada Allah atas limpahan hidayah dan hinayah-Nya. Shalawat dan doa terhatur kehadirat Allah agar disampaikan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam. Atas berkat dan rahmat Allah, akhirnya penelitian ini dapat diselesaikan dengan judul Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet di Tinjau dari Fluktuasi Harga di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar .Penelitian ini terlaksana atas bimbingan, arahan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menghaturkan banyak terima kasih kepada : 1. Dr. Siti Fatimah, M.Pd, M.Hum dan Dr. Sri Ulfa Sentosa, MS sebagai pembimbing I dan pembimbing II yang penuh ketulusan, kesabaran dan kesediaan
meluangkan
waktu
ditengah
kesibukan
beliau
untuk
membimbing dan memberikan arahan sehingga penelitian ini dapat selesai dengan baik. 2. Prof. Dr. Firman, MS, M.Kons, Prof. Dr. Azwar Ananda, MA dan Dr. Lindayanti,
M.Hum selaku kontributor
yang
telah
memberikan
sumbangan saran, kritik dan ide demi sempurnanya penelitian ini. 3. Pimpinan Program Studi Ilmu Pendidikan Sosial Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang yang telah memberikan kemudahan dan fasilitas selama penyelesaian penelitian ini. iii
iv
4. Para dosen Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta segenap karyawan Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang yang telah memberikan pelayanan terbaik kepada penulis. 5. Para Petani Karet Desa Pulau Jambu Kuok Kabupaten Kampar atas kerjasamanya dalam memberikan informasi dalam penelitian ini. 6. Rekan-rekan mahasiswa Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Padang yang telah banyak membantu menyelesaikan penelitian ini. Semoga Allah Subhana’u Wata’ala membalas semua bentuk bantuan di atas dengan pahala yang berlipat ganda. Amin. Padang, Januari 2012
Penulis
DAFTAR ISI ABSTRACT .......................................................................................................... i ABSTRAK ........................................................................................................... ii KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ v DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1 B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian ..................................................... 12 C. Tujuan Penulisan .............................................................................. 13 D. Manfaat Penulisan ............................................................................ 14 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ................................................................................. 15 1. Hakikat Pendidikan .................................................................... 15 a. Defenisi Pendidikan ............................................................. 15 b. Hakikat Pendidikan Formal ................................................. 17 2. Pendapatan Rumah Tangga Petani ............................................ 20 3. Petani dan Kemiskinan, Kaitannya Dengan Tingkat Pendidikan Anggota Rumah Tangganya ................................... 23 4. Modal Manusia ( Human Capital ) ............................................ 27 B. Penelitian Yang Relevan .................................................................. 32 C. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 34 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ................................................................................. 37 B. Lokasi Penelitian .............................................................................. 38 C. Informan Penelitian .......................................................................... 38 D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data ................................................ 39 1. Wawancara ................................................................................. 39 2. Observasi .................................................................................... 41 3. Studi Dokumentasi ..................................................................... 43 E. Teknik Menjamin Keabsahaan Data ................................................ 43 F. Teknik Analisa Data ........................................................................ 43 1. Reduksi Data .............................................................................. 44 2. Penyajian Data ........................................................................... 45 3. Menarik Kesimpulan .................................................................. 45
v
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum ................................................................................ 47 1. Kodisi Geografis Desa Pulau Jambu Kuok ................................ 47 2. Kehidupan Masyarakat di Desa Pulau Jambu Kuok .................. 49 3. Gambaran Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet ... 52 B. Temuan Khusus................................................................................ 54 1. Harga Karet Tahun 1980 ............................................................ 54 2. Pendidikan Formal Anggota Rumah Tangga Petani Karet Setelah Tahun 1980 .................................................................... 58 3. Harga Karet Tahun 2000 ............................................................ 65 4. Pendidikan Formal Anggota Rumah Tangga Petani Karet Setelah Tahun 2000 .................................................................... 68 C. Pembahasan ...................................................................................... 77 1. Fluktuasi Harga Karet bagi Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet Desa Pulau Jambu Kuok ............. 77 2. Usaha Orang Tua Petani Karet di Desa Pulau Jambu Kuok untuk Pendidikan Formal Anak ................................................. 85 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 93 B. Implikasi........................................................................................... 93 C. Saran................................................................................................. 96 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 1
Luas tanaman karet masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok ............. 5
Tabel 2
Tanaman yang menghasilkan dan yang rusak ................................ 8
Tabel 3
Perincian Luas Wilayah Desa Pulau Jambu Kuok dan jumlah penduduk ...................................................................................... 48
Tabel 4
Distribusi Penduduk Maupun Jenis Mata Pencarian .................... 49
Tabel 5
Jumlah Penduduk menurut kepala keluarga dan jenis kelamin ... 50
Tabel 6
Data Lembaga Pendidikan Formal di Kec. Bangkinang Barat ... 53
Tabel 7
Harga Karet Tahun 1980 ............................................................. 56
Tabel 8
Hasil petani karet desa Pulau Jambu Kuok per minggu yang dijual kepada Toke Getah pada Tahun 1980 ................................ 56
Tabel 9
Tigkat SD yang Putus Sekolah di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 1980 .................................................................................... 60
Tabel 10
Tigkat SMP yang Putus Sekolah di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 1980 .................................................................................... 60
Tabel 11
Tigkat SMA yang Putus Sekolah di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 1980 .................................................................................... 61
Tabel 12
Perbandingan Biaya Perlengkapan Sekolah siswa tahun 1980 dengan Tahun 2000 ...................................................................... 62
Tabel 13
Harga Karet /Kg tahun 2000 ......................................................... 64
Tabel 14
Hasil petani karet desa Pulau Jambu Kuok per minggu yang dijual kepada Toke Getah pada Tahun 2000 ................................ 65
Tabel 15
Jumlah Murid SDN 009 Pulau Jambu Kuok yang Melanjutkan Pendidikan ke Jenjang Pendidikan Tingkat SMP/MTs ................ 70
Tabel 16
Jumlah Tamatan SDN yang Masuk ke SMPN 2 Bangkinang Barat Desa Pulau Jambu Kuok .................................................... 72
Tabel 17
Jumlah anggota keluarga petani karet Desa Pulau Jambu Kuok masuk Perguruan Tinggi dan Akademi ........................................ 74
Tabel 18
Kepala Keluarga yang mengembangkan usaha sampingan selain kebun karet pada Tahun 2000 ..................................................... 76
vii
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya yang dapat mempercepat pengembangan SDM untuk mampu mengemban tugas yang dibebankan kepadanya. Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia, sebab pendidikan merupakan suatu proses pembentukan manusia untuk menumbuh kembangkan potensi dirinya. Menurut Undang Undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Selanjutnya dinyatakan dalam Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional; Pasal 3, yang berisi tentang fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Penyelenggaraan pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri.
1
2
Pendidikan berkualitas membutuhkan dana yang memadai. Besar kecilnya biaya pendidikan, terutama pada tingkat satuan pendidikan, berhubungan dengan berbagai indikator mutu pendidikan, seperti angka partisipasi, dan angka prestasi belajar siswa. Proses pembangunan pendidikan yang sedang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia harus dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat secara adil dan merata. Pembangunan tersebut bukanlah milik suatu golongan atau sebahagian dari masyarakat, tetapi adalah untuk seluruh rakyat Indonesia dalam rangka memperbaiki tingkat kehidupan kepada yang lebih baik. Hasil pembangunan tersebut harus terasa dari masyarakat yang paling tinggi (kaya) sampai ke lapisan masyarakat paling bawah, seperti masyarakat miskin yang sebagian besar (masyarakat yang kurang mampu) berada di pedesaan hidup dibidang pertanian seperti kehidupan masyarakat petani karet. Hal ini sesuai dengan pendapat E. Mulayasa (2005:4) pendidikan menentukan model manusia yang akan dihasilkannya. Pendidikan juga memberikan konstribusi yang sangat besar terhadap kemajuan suatu bangsa...serta sarana dalam membangun watak bangsa (Nation Character Building ), masyarakat yang cerdas akan memberi nuangsa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian dan kreatifitas. Amanat
Undang-Undang
Dasar
1945
mengatakan
bahwa
hasil
pembangunan nasional harus dinikmati segenap masyarakat Indonesia diseluruh tanah air secara adil dan merata. Dengan demikian setiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan yang layak.
3
Pendidikan dapat meningkatkan kesejahteraan sosial anggota rumah tangga dan mensejajarkan kehidupan mereka dengan masyarakat umum lainnya. Pendidikan yang cukup, akan dapat menghindarkan anggota rumah tangga dari kemiskinan. Pendidikan sudah menjadi hak semua lapisan dan tidak hanya untuk golongan. Pendidikan merupakan hak asasi manusia, oleh sebab itu pemerataan pendidikan haruslah dilaksanakan secara konsekuen. Pemerataan pendidikan berkaitan dengan kemiskinan, karena itu kemiskinan merupakan prioritas yang perlu ditanggulangi sejalan dengan pelaksanaan pemerataan pendidikan. Namun fenomena yang terjadi saat sekarang adalah mahalnya biaya untuk mendapatkan pendidikan tersebut. Diperlukan biaya yang besar untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Hal ini sangat dirasakan oleh masyarakat yang secara ekonomi berada pada strata menengah dan bawah, termasuk ke dalamnya petani tradisional, buruh, dan lain-lain. Meskipun saat ini pemerintah gencar mempromosikan sekolah gratis, namun hal tersebut bukan berarti gratis secara keseluruhan. Masyarakat masih dibebani biaya perlengkapan sekolah seperti buku tulis, seragam sekolah, dan beberapa pungutan sumbangan di sekolah yang walaupun dinilai kecil oleh sekolah namun terasa memberatkan masyarakat. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan kesadaran akan pentingnya pendidikan, dirasakan oleh masyarakat di pedesaan, karena masyarakat
pedesaan
identik
dengan
kemiskinan
dan
sebagian
besar
kehidupannnya mengembangkan pertanian tradisional seperti petani karet. Sektor pertanian pada waktu ini masih memegang peranan penting dalam kehidupan
4
masyarakat, ditunjukkan dengan banyaknya produksi di sektor pertanian dan perkebunan seperti padi, sawit, cengkeh, kopi, lada, kelapa dan karet. Di daerah Riau, usaha
kebun karet sudah dimulai sejak dari zaman
Belanda seperti wilayah Kabupaten Kampar. Pada masa ini Kabupaten Kampar merupakan wilayah yang paling luas
diantara wilayah lainnya dalam usaha
perkebunan karet, untuk menampung hasil perkebunan karet di Kabupaten Kampar dibangun pabrik pengolahan karet di Bangkinang yang diberi nama Perusahan pengolahan karet PT. Bangkinang, terletak di Stanum 12 KM dari Desa Pulau Jambu Kuok. Pemerintah memberikan dorongan terhadap pengembangan industri karet di kabupaten Kampar. Ini dilakukan sejak tahun 1910 (Didit Heru Setiawan,2008:7). Diantara daerah Kabupaten Kampar yang banyak menghasilkan karet adalah Bangkinang, Lipat Kain, Batu Bersurat, Koto Tuo, Sungai Durian, Air Tiris, dan Kuok (Bangkinang Barat). Di wilayah Kenagarian Kuok yang memiliki kebun karet adalah Desa Pulau Jambu
yang terletak di ujung kecamatan
Bangkinang Barat. Di daerah ini setiap keluarga memiliki kebun karet 2 sampai 4 Hektar.Dalam wilayah Desa Pulau Jambu Kuok terdapat tiga Dusun yaitu Dusun Kampung Baru, Dusun Kampung Panjang, Dusun Sungai Betung dan Dusun Pulau Jambu. Di Desa Pulau Jambu ini kahidupan masyarakatnya meliputi, mengumpulkan makanan dari hutan ( meramu ), mencari ikan di sungai Kampar dan sungai Silam, usaha kerambah ikan, berladang, sawah, berkebung sayur, perkebunan sawit, dan perkebunan karet. Diantara kehidupan masyarakat yang paling menonjol adalah usaha pertanian karet.
5
Dorongan untuk usaha pertanian karet ini karena wilayahnya perbukitan dan sungai-sungai kecil, usaha ini dilakukan secara turun temurun. Berdasarkan kepemilikan, Masyarakat petani karet di Desa ini dibagi atas tiga kelompok yaitu petani pemilik kebun, petani penyewa kebun karet dan petani penyadap karet (bagi hasil). Pola kehidupan petani karet yang sangat tergantung kepada alam, membuat masyarakat ini tetap hidup miskin, kemiskinan tersebut karena pendapatan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satu kebutuhan tersebut adalah pendidikan bagi anak-anak atau anggota rumah tangga petani karet. Walaupun kehidupan petani karet belum bisa membantu memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama keperluan biaya pendidikan, masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok tetap mempertahankan pertanian karet mereka karena kurangnya pengetahuan mereka terhadap usaha tani lain selain karet. Bahkan tanah pertanian dan perkebunan yang tidak dipergunakan untuk usaha sampingan yang berada dekat pemukiman penduduk diolah menjadi lahan perkebunan karet. Tabel 1. Luas Tanaman Karet Masyarakat Desa Pulau Jambu Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar Dusun Pulau Jambu Sungai Betung Kampung Baru Kampung Panjang Jumlah
Luas/Ha 300 240 106 80 6.070
Sumber : Laporan Kantor Desa Pulau Jambu Kuok ( 2009 )
Usaha perkebunan karet di Desa Pulau Jambu Kuok merupakan mata pencaharian yang utama, dan masih dipertahankan dalam pola kehidupan, usaha petani karet bagi masyarakat disini merupakan usaha yang dianggap mudah untuk
6
dikembangkan karena untuk mendapatkan bibit tidak sulit, tanah yang tersedia masih banyak, penanaman karet yang hampir tidak mengeluarkan biaya dan tidak menghalangi usaha mareka berladang (Lindayanti :1993:3). Penduduk di Desa Pulau Jambu Kuok tertarik dengan usaha petani karet, bahkan tanah-tanah kosong ditanami dengan tanaman karet. Untuk
memenuhi
kehidupan
sehari-harinya,
para
petani
karet
mengandalkan hasil perkebunan yakni menjual getah karet. Sehingga dapat dikatakan kesejahteraan petani karet disini dipengaruhi oleh harga karet yang berfluktuasi. Memasuki tahun 1980-an harga karet masih rendah dan usaha ini tetap dipertahankan oleh petani sehingga membuat kehidupan masyarakat petani karet mulai merosot, tingkat pendidikan anggota keluarga masih rendah.Hal ini menimbulkan masalah dalam mendapatkan pendidikan yang layak, karena hasil perkebunan yang diperoleh hanya mampu untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari. Sehingga banyak diantara anggota rumah tangga petani karet yang putus sekolah, tetapi ada sebagian petani yang terus berusaha untuk memperoleh pendidikan anaknya. Dalam masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok ada empat kelompok usaha petani karet, pertama petani pemilik kebun, kedua petani dan penggarap, ketiga penyewa, keempat petani yang tidak memiliki tanah (miskin). Ada dua jenis petani miskin, yaitu petani bagi hasil dan petani sebagai penadah kerja. Status usaha tani di atas, yang berbeda-beda diduga akan mengakibatkan pendapatan yang diperoleh anggota rumahtangga berbeda-beda dan akan berdampak bagi pendidikan anggota keluarga. Untuk menyadap karet sebidang kebun milik orang
7
lain, petani ini memiliki tanggung jawab terhadap kebun yang mereka sadap. Tanggung jawab itu berupa pemeliharaan kebersihan kebun dan harus menjaga keutuhan kulit karet yang disadap, karena dalam berproduksi getah karet tergantung kepada pemeliharaan dalam menyadap kulit karet, waktu menyadap karet, petani harus berhati-hati jangan sampai kulit karet rusak. Apabila kebun karet sudah rusak, produksi getah akan menurun, ini berarti pendapatan petani turut berkurang sehingga memperburuk kondisi keuangan petani karet. Dalam pembagian hasil karet setelah dijual kepada Toke maka uang hasil penjualan karet dibagi tiga, sepertiga bagian untuk pemilik kebun dan duapertiga bagian untuk penyadap karet. Petani kecil pemilik kebun umumnya mereka sendiri yang menyadap karetnya. Petani pemilik ini memiliki kemudahan dalam pengaturan waktu mengumpulkan getah dan waktu menyadap karet, karena kebun karet yang mereka sadap miliknya sendiri. Kebiasaan masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok selalu menjual hasil kebun karetnya kepada Induk Semang (Toke Gota), jumlah keuntungan hasil penjualan karet dalam satu bulan satu orang Toke tidak sama, banyak keuntungan yang diperoleh tergantung pada banyaknya karet-karet yang mereka kumpulkan dari kliennya. Klien atau petani karet selalu tergantung pola kehidupan toke getah, karena toke getah selalu memberikan modal dan peminjaman dalam memenuhi kebutuhan keluarga, bahkan toke getah memiliki warung yang menjual bermacam-macam keperluan petani karet. Fenomena ini menunjukkan bahwa petani karet sangat bergantung pada toke getah, sehingga terkadang toke getah
8
mempunyai keberanian memainkan harga getah yang dapat mencekik para petani tersebut. Berdasarkan prasurvey yang dilakukan, tahun 1980-an kehidupan petani karet di Desa Pulau Jambu terbilang sulit, karena pada tahun 1980-an harga karet anjlok, harga karet berkisar antara Rp. 700/kg sampai Rp.1.000/kg, selain harga karet rendah, pada tahun ini tantangan petani karet dalam pemasaran domestik juga tidak baik, petani karet menjual hasil karetnya hanya kepada Toke karet atau Induk Somang dan kebanyakan harga karet ditentukan oleh Toke karet, faktor alam seperti musim hujan juga menjadi tantangan bagi pendapatan petani karet untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan untuk mendapatkan kebutuhan pendidikan yang layak bagi anak-anak mereka. Daerah Kuok yang sampai tahun 2000 masih memiliki kebun karet adalah Desa Pulau Jambu yang terletak di ujung kecamatan Bangkinang Barat. Kehidupan Pertanian Karet tetap dipertahankan sebagai mata pencaharian utama. Rendahnya harga karet dunia tahun 1980an menjadikan petani karet di Desa Pulau Jambu kenagarian Kuok Kabupaten Kampar masuk dalam taraf kemiskinan, dan upaya untuk memperoleh pendidikan masih banyak kendala, termasuk tanaman karet banyak sudah tua maupun rusak, menjadikan harga karet semakin rendah. Tabel 2. Tanaman yang Belum Menghasilkan, Tanaman yang Menghasilkan dan Tanaman Tua/Rusak di Daerah Bangkinang Barat Tahun 1980 Komoditi Belum Tanaman Tanaman Jumlah menghasilkan menghasilkan tua/Rusak Karet
2.356
2.710
3.537
8.603
Kelapa
71
130
0
201
Kopi 8 10 Sumber: Kampar Dalam Angka,1980:186.
0
18
9
Kalau dilihat pada Tabel 2 terlihat tanaman karet mengalami kerusakan yang cukup banyak mencapi angka 3.537, kondisi ini salah satu yang menjadikan harga karet semakin rendah, dari segi sosial ekonomi masyarakat desa Pulau Jambu Kenagarian Kuok masih belum baik. Rendahnya pendapatan petani karena harga karet yang rendah sangat dirasakan dampaknya oleh petani kecil. Sehingga, pada tahun 1980 banyak anak-anak petani karet yang putus sekolah akibat tidak adanya biaya sekolah untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada tahun 1980 tersebut, kehidupan petani karet mengalami perubahan terutama pada waktu harga karet menurun atau harga karet murah, Kemiskinan masyarakat meningkat, daya beli masyarakat menurun, Produksi rendah, konsumsi sub sistim tidak mengalami perubahan, tenaga kerja dalam keluarga dibayar murah atau tidak dibayar, tetapi kelembagaan dalam tolong menolong masih kuat seperti pembuatan jembatan tradisional, pembangunan rumah ibadah (masjid dan mushalla) dan sarana pendidikan, termasuk sistem kekerabatan masyarakat masih kuat hal ini terbukti masih kuatnya dalam membantu apabila ada acara perkawinan, mendirikan rumah baru, membuka lahan baru untuk pertanian karet, mengerjakan sawah. Kehidupan yang sulit bagi para petani karet tersebut membuat mereka harus bekerja ekstra keras mengolah perkebunan karet mereka untuk menutupi biaya hidup sehari-hari. Keadaan tersebut kerap membuat mereka terlilit hutang dengan para toke, sehingga karena keterbatasan biaya tersebut, terpaksa satu atau beberapa anggota keluarganya putus sekolah. Disamping faktor ekonomi yang sangat sulit, kesempatan untuk memperoleh pendidikan juga terhambat karena
10
sebagian besar anak-anak petani karet
banyak yang membantu orang tua
memotong karet dan ada yang membantu untuk membuka lahan baru untuk petanian karet. Memasuki tahun 2000 harga karet mulai naik membuat masyarakat petani karet terdorong meningkatkan pola kehidupan yang lebih maju. Keinginan untuk lebih maju ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan petani karet karena tingginya harga karet. Sehingga tahun 2000 anak-anak dari anggota rumah tangga petani karet ini sudah mulai banyak yang mengenyam pendidikan dasar dan menengah bahkan memasuki perguruan Tinggi negeri maupun swasta, serta memasuki program diploma dibidang kesehatan. Usaha diversifikasi mata pencaharian dan pekerjaan sebenarnya bagus untuk rakyat pedesaan, sebab jam kerja mereka banyak yang terbuang seperti usaha tambak ikan, usaha peternakan dan usaha perkebunan kelapa sawit. Usaha seperti ini bagi masyarakat memerlukan biaya besar dibanding usaha petani karet, akibatnya kehidupan mareka tidak pernah mengalami perubahan dari waktu ke waktu, sehingga tetap miskin, kemiskinan mereka disebabkan sikap menerima apa adanya, mereka cepat puas dengan apa yang diperolehnya, yaitu bekerja hanya untuk hari ini saja, masa depan adalah urusan hari esok. Kehidupan masyarakat Desa Pulau jambu Kuok mulai meningkat sejak tahun 2000 karena harga karet mulai naik yaitu Rp 8.500/Kg kemudian menjadi Rp. 10.000/Kg bahkan sampai dengan Rp.11.000/Kg. Sejak harga karet naik kehidupan
petani karet mulai meningkat. Ini dapat dilihat dari pendapatan
masyarakat meningkat, jumlah produksi mengalami peningkatan.
11
Upaya memperoleh barang-barang sekunder dan barang mewah seperti sepeda motor dan peralatan rumah tangga semakin meningkat, tenaga kerja dengan sistem upahan sudah diperhitungkan termasuk tenaga kerja dari dalam keluarga sendiri. Minat untuk memperoleh kesempatan pendidikan juga mengalami peningkatan, sementara kebutuhan-kebutuhan lain semakin besar, kebutuhan akan pentingnya pendidikan ada yang terabaikan oleh anggota rumah tangga petani karet. Penanaman kesadaran akan pentingnya pendidikan kepada anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau jambu Kuok sangat diperlukan. Pendidikan tanpa diiringin oleh tingkat kesadaran yang baik akan sulit dalam memcapai tujuan pendidikan tersebut. Masyarakat intelektual merupakan salah satu tumpuan untuk mencarikan jalan bagaimana anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok mau dan punya kesadaran untuk meningkatkan pendidikan yang lebih tinggi demi masa depan mereka. Untuk menanamkan kesadaran ini, diyakini akan menemukan kesulitan-kesulitan, maka diperlukan usaha-usaha dalam penyuluhan akan pentingnya pendidikan. Karena dengan menempuh pendidikan merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok lebih maju dalam berpikir dan akan mengantarkan
masyarakat
sejahtera
serta
akan
memiliki
sumber
daya
manusia(human capital) yang berkualitas. Selain itu kesadaran akan pentingnya pendidikan menjadikan para petani harus berfikir mencari penghasilan atau pekerjaan sampingan untuk membantu tercukupinya biaya kehidupan sehari-hari. Selain itu, pekerjaan sampingan ini
12
akan memberikan uang lebih pada keluarga sehingga bisa digunakan untuk membantu aanggota keluarga para petani karet tersebut mengenyam dunia pendidikan. Pendidikan bagi anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat, diperlukan adanya kesadaran setiap Kepala Keluarga, tokoh adat, tokoh agama dan Lembaga Swadaya Masyarakat serta pemerintah terkait untuk memotori program akan pentingnya pendidikan dalam mewujudkan pembangunan genarasi muda yang kreatif dan produktif dimasa yang akan datang. Melalui uraian diatas, penulis akan
berusaha memaparkan tentang
pendidikan anggota rumah tangga petani karet di tinjau dari fluktuasi harga di Desa Pulau Jambu Kuok sehingga dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi orang tua dan tokoh masyarakat tentang pentingnya pendidikan. Bertitik tolak dari uraian tersebut, penulis merasa tertarik dan penting untuk menelusuri dan mengungkap “ Bagaimana Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani karet di tinjau dari fluktuasi harga tahun 1980 dan tahun 2000 di Desa Pulau Jambu Kuok Kebupaten Kampar ’’ B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka fokus penelitian pada penelitian ini adalah mengungkapkan “Pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet di Tinjau dari Fluktuasi Hargadi Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar.”
13
Banyak hal yang bisa dikaji mengenai pendidikan anggota rumah tangga petani karet tersebut. Namun karena adanya keterbatasan peneliti dari segi biaya dan waktu, maka yang dijadikan fokus penelitian adalah terkait dengan pendidikan formal yang yang ditempuh oleh anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. Petani karet yang dimaksudkan disini adalah petani kecil pemilik kebun karet. Untuk lebih terarahnya penelitian ini, penulis menetapkan pertanyaan penelitian yang perlu dicarikan jawabannya sebagai berikut: 1. Bagaimana dampak dari fluktuasi harga karet pada tahun 1980 dan tahun 2000 bagi pendidikan formal anggota rumah tangga petani karet Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar? 2. Apa usaha kepala rumah tangga petani karet dalam upaya melanjutkan pendidikan formal anggota rumah tangganya tahun 1980 dan tahun 2000 di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat Kabupaten kampar? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan : 1. Dampak dari fluktuasi harga karet pada tahun 1980 dan tahun 2000 bagi pendidikan formal anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. 2. Upaya yang dilakukan oleh kepala rumah tangga petani karet untuk melanjutkan pendidikan formal anggota rumah tangganya pada tahun 1980 dan tahun 2000 Kabupaten Kampar.
di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat
14
D. Manfaat Penelitian Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya dibidang ilmu Sosiologi Pendidikan dan Antropologi Budaya. Secara praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Masyarakat khususnya petani karet di Desa Pulau Jambu Kenegarian Kuok Kecamatan Bangkinang Barat, sebagai masukan dan sumbangan pikiran tentang pentingnya pendidikan bagi anggota rumah tangga petani karet sebagai bagian untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat. 2. Pemerintah Desa Pulau Jambu Kenegarian Kuok dan pemerintah Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar sebagai bahan rujukan dalam menentukan kebijakan khususnya yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anggota rumah tangga petani karet di wilayah tersebut. 3. Koperasi Desa Pulau Jambu Kuok, sebagai mitra petani dalam pendistribusian hasil pertanian karet. 4. Peneliti lain, sebagai bahan rujukan bagi penelitian yang relevan.
15
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Hakikat Pendidikan a. Definisi Pendidikan Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting karena manusia di muka bumi
memikul tugas dan tanggung jawab yang cukup berat,
karena itu agar manusia mampu menjalankan tanggung jawabnya dengan baik diperlukan sikap personalitas yang berkualitas dan ilmu pengetahuan yang baik, hal ini hanya dapat diperoleh melalui proses pendidikan. Pendidikan biasanya berawal pada saat seseorang bayi dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang yang diusahakan mendewasakan
manusia
melalui
upaya
pengajaran
dan
pelatihan
(Depdiknas, 2005 : 263). Sedangkan mendidik adalah memelihara dan memberi latihan, ajaran, tuntutan, pimpinan, mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran ibu wajib sehingga menjadi anak-anaknya baik (Depdiknas,2005: 263). Pendidikan dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public servis atau jasa layanan umum dari negara kepada masyarakat yang
15
16
tidak memberikan dampak langsung bagi perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam gerak langkah pembangunan Dengan demikian, seluruh bangsa Indonesia harus menyadari bahwa pembangunan tanpa diiringi dengan sumber daya manusia yang berkualitas sangat sulit akan dapat terlaksana dengan baik. Karena itu lembaga pendidikan harus lebih ditingkatkan peranannya di dalam masyarakat. Sebab pendidikan diharapkan pula menyingkirkan kenyataan getir yang masih teguh disekitar kita, yakni kemiskinan struktural (Ahmadi : 1987) Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, tentang sistem Pendidikan Nasional mengemukakan bahwa Pendidikan nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Mulyasa, 2005 : 7) Krisis yang berkepanjangan telah menurunkan kemampuan orang tua untuk membiayai pendidikan anaknya, terutama pada lapisan masyarakat bawah, yang berdampak pada meningkatnya jumlah anak putus sekolah. Pendidikan belum menyentuh anak-anak di daerah yang sangat terpencil dan terasing bahkan bersifat nomadik. Menurut Depdiknas pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
17
mutu dan relevansi
serta efisiensi menejemen pendidikan. Pemerataan
kesempatan pendidikan diwujudkan dalam program wajib belajar 9 tahun. b. Hakikat Pendidikan Formal Rita Hanafi (2010 : 85) menyatakan bahwa pendidikan merupakan salah satu pilar penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu, serta relevansi dan perubahan kehidupan lokal, nasional dan global. Lebih lanjut Rita Hanafi menyatakan bahwa permasalahan pendidikan yang selama ini dialami, antara lain : 1) Tingkat pendidikan penduduk relative rendah 2) Dinamika perubahan struktur penduduk belu sepenuhnya teratasi dalam pembangunan pendidikan 3) Fasilitas pelayanan pendidikan belum tersedia secara merata dan memadai 4) Kualitas pendidikan relative masih rendah dan belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat 5) Pembangunan pendidikan belum sepenuhnya dapat meningkatkan kemampuan kewirausahaan lulusan Sasaran pembangunan pendidikan adalah peningkatkan akses masyarakat terhadap masyarakat dan mutu pendidikan yang ditandai oleh meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia, dan meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan pembangunan
18
Pendidikan di Indonesia menurut sumber yang berkaitan dengan UU. No 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional menyebutkan tentang jenjang pedidikan dan jalur pendidikan: 1) Jenjang Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Adapun jenjang pendidikan meliputi : a) Pendidikan anak usia dini, mengacu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pasal 1 butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak-anak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. b) Pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak yang masih melandasi jenjang pendidikan menengah. c) Jenjang Pendidikan menengah, merupakan jenjang pendidikan lanjutan pendidikan dasar. d) Jenjang Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
19
2) Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan dapat dibagi atas : a) Pendidikan formal, yaitu pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya, jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. b) Pendidikan nonformal, yaitu pendidikan yang paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau taman pendidikan Al-Qur’an, banyak terdapat di Masjid dan Mushalla. Selain itu juga berbagai kursus seperti menjahit, memasak, pertanian, perbengkelan, dan perikanan. c) Pendidikan informal, yaitu pendidikan melalui keluarga dan lingkungan, berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab. Menurut Rustam (2004:2) Pendidikan informal dalam rangka pendidikan sosial dengan sasaran orang miskin selaku kepala keluarga(individu) dan anggota masyarakat tidak lepas dari konsep learning society adult education experience
yang
berupa
pendidikan
luar
sekolah,
kursus
keterampilan,penyuluhan, pendidikan dan latihan serta bimbingan, penataran. Selain pendidikan tersebut diatas jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan
suatu satuan
20
pendidikan, diantaranya pendidikan umum, merupakan pendidikan dasar dan menengah yang mengutamakan perluasan pengetahuan yang diperlukan semua peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, bentuknya sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP) dan Sekolah menengah atas (SMA). Perubahan atau dinamika adalah gerak ( dari Dalam ) atau semangat, apabila dikaitkan dengan dinamika kelompok adalah gerak atau kekuatan yang
dimiliki
sekelompok
orang
dalam
masyarakat,
yang
dapat
menimbulkan perubahan-perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan, sedangkan dinamika sosial adalah gerak masyarakat secara terus menerus yang menimbulkan perubahan-perubahan dalam tata hidup masyarakat yang bersangkutan menuju kehidupan yang lebih baik (Depdiknas : 2005 : 243) 2. Pendapatan Rumah Tangga Petani Menteri Perdagangan, Mari Eka Pangestu mengatakan, harga-harga komoditas pangan masih akan meningkat, karena itu, perlu dibuat suatu kebijakan untuk merespon harga komoditas secara berkesinambungan (Tempo Interaktif, 10 Juni 2008). Pengaruh fluktusi harga mempengaruhi pendapatan ekonomi rumah tangga, menurut Rustam (2002:1) Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumen selama satu periode .
21
Menurut Sadono Sukirno (2002: 65-66) Di dalam perekonomian subsistem tidak terdapat penabungan, ini berarti seluruh pendapatan sektor rumah tangga akan dibelanjakan. Pendapatan-pendapatan yang mereka terima akan digunakan untuk membeli barang-barang dan jasa. Oleh karena rumahtangga tidak menabung, nilai pengeluaran rumahtangga adalah sama dengan nilai pendapatannya. Dan apabila sektor perusahan menaikkan produksinya maka pendapatan sektor-sektor produksi , dan seterusnya pendapatan sektor rumah tangga, akan mengalami kenaikan yang sama besarnya dengan nilai produksi sektor perusahan. Karena sektor rumah tangga tidak
melakukan
penabungan,
pengeluaran
sektor
rumahtangga
akan
mengalami kenaikan yang sama besarnya dengan kenaikan nilai keseluruhan produksi . Pendapatan adalah jumlah harta kekayaan pada awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi. Fluktuasi harga sangat dirasakan oleh masyarakat miskin terutama pendapatan anggota keluarga petani di pedesaan. Dampak negatif dari pendapatan dan kemiskinan petani menurut (Sapja Anantanyu,2004:4) adalah 1) Pemenuhan kebutuhan dasar rendah, 2) kemampuan investasi yang rendah, 3) kemandirian petani rendah, ketiga dampak tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 1). Pemenuhan kebutuhan dasar rendah Petani miskin dengan pendapatan ( income ) yang rendah biasanya masih berjuang dalam upaya kebutuhan dasar. Pendapatan yang rendah
22
tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar secara memadai sehingga kondisi ini akan berakibat pada rendahnya kualitas fisik dan kualitas non-fisik, seperti: prestasi fisik dan daya tahan tubuh yang rendah, rendahnya prestasi intelektual, kepercayaan diri yang rendah dan sebagainya. 2). Kemampuan investasi yang rendah. Pendapatan yang rendah lebih banyak terserap untuk pemenuhan kebutuhan, sehingga tidak ada sisa pendapatan yang bisa ditabung atau untuk investasi, investasi rendah berarti ketidakmampuan
petani
menghasilkan barang peoduksi sehingga mengkondisikan kemiskinan secara permanen. 3). Kemandirian petani rendah. Kemiskinan juga menghambat petani untuk mengembangkan potensipotensi yang masih dimiliki. Petani tidak bisa mengambil keputusan secara luas dan mandiri. Mereka lebih berorientasi mengutamakan selamat daripada investasi. Para petani karet ini umumnya masih memiliki keterikatan yang dalam dengan tanahnya sendiri, sikap hormat terhadap tempat tinggal dan kebiasaan nenek moyang, kekangan terhadap mencari diri sendiri secara individual demi keluarga dan komunitas, kecurigaan tertentu, bercampur dengan penghargaan terhadap kehidupan kota, etika yang sederhana dan bersifat mementingkan kehidupan duniawi ( Robert Redfield, 1985 : 109 ).
23
Rita Hanafi (2010 :160) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan petani, maka semakin tinggi tingkat kemampuannya dalam berinovasi karena mudahnya bagi mereka mendapatkan edukasi atau pendidikan yang dibutuhkan untuk berinovasi. Sedangkan bagi petani yang berpendapatan rendah, inovasi untuk berusaha tani lebih rendah karena kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak akan sedikit. Berdasarkan pengamatan di lokasi penelitian, terlihat bahwa harga jual produk tani ini berdampak pada pemenuhan kebutuhan petani itu sendiri. Pada petani yang berada pada strata golongan ekonomi menengah ke bawah, pemenuhan kebutuhan mesti dilakukan berdasarkan standar prioritas. Bahkan tak jarang kebutuhan primerpun mesti di pilah-pilah mana yang benar-benar esensial dan mana yang bisa ditolerasi. Keadaan ekonomi yang tak memungkinkan membuat petani tersebut terpaksa mengenyampingkan kebutuhan primer lainnya, seperti kebutuhan akan pendidikan yang layak. 3. Petani dan Kemiskinan; Kaitannya Dengan Tingkat Pendidikan Anggota Keluarga Menurut Salvicion dan Celis (1998: 6) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Keluarga Inti terdiri dari suami, istri, dan anak atau anak-anak, keluarga konjugal yang terdiri dari pasangan dewasa (ibu dan ayah) dan anak-anak mereka, di mana terdapat interaksi dengan kerabat dari salah satu atau dua pihak orang tua
24
Petani adalah seseorang yang bergerak dibidang bisnis pertanian utamanya dengan melakukan pengolahan tanah dengan tujuan untuk menumbuhkan dan memlihara tanaman ( seperti padi, bunga, dan lain-lain), dengan harapan untuk memperoleh hasil dari tanaman tersebut untuk digunakan sendiri ataupun menjualnya kepada orang lain, Sapja
Anantayu (2004 : 1) menyatakan bahwa sektor pertanian
merupakan penyedia pangan yang penting dalam menjaga stabilitas negara. Konstribusinya dalam menyumbang devisa dan dukungannya terhadap sektor industri tidak boleh diabaikan Soekartawi dkk. (1986:1) mengidentifikasikan ‘petani kecil’ dengan ciri-ciri sebagai berikut : (a) Berusaha tani dalam lingkungan tekanan penduduk lokal yang meningkat, (b) mempunyai sumberdaya terbatas sehingga menciptakan tingkat hidup yang rendah, (c) bergantung seluruhnya atau sebagian kepada produksi yang subsistem, dan (d) Kurang memperoleh pelayanan kesehatan, pendidikan, dan pelayanan lainnya. Kehidupan petani meliputi hubungan pengaruh budaya yang lebih sederhana. Petani terkadang melihat penyesuaian yang relatif stabil antara kehidupan lokal, nasional dan feodal. Suatu sistem sosial yang maju lebih besar kebudayaan. Sjoberg ( dalam Robert Redfield,1985:50) menyatakan bahwa elit memamerkan kepada petani prestasi yang dinilai sangat tinggi dan memberikan kepada sistem sosial petani dengan suatu pembenaran yang luar biasa untuk eksistensi dan kelangsungan hidupnya.
25
Robert Redfield
(1985:50) menyatakan bahwa Kehidupan petani
sebagai lingkaran lebih rendah yang melingkar naik yang mempelajari masyarakat petani harus melukiskan hubungan sosial masyarakat tersebut. Hubungan ini yang menghubungkan dimensi kebudayaan yang lebih tinggi kepada dimensi yang lebih rendah atau dimensi petani Kemiskinan dapat berarti kurangnya kemampuan memenuhi kebutuhan
komoditas
secara
umum
(yakni
keterbatasan
terhadap
sekelompok pilihan komoditas); (Watt,1968) atau jenis konsumsi tertentu (misalnya) terlalu sedikit mengonsumsi makanan) yang dirasa sangat esensial atau perlu untuk memenuhi sumber standar hidup dalam masyarakat, maupun dalam arti kurangnya kemampuan untuk andil atau berfungsi dalam masyarakat. Ivan Illicch (2009) hanya
mengemukakan bahwa kemampuan sekolah
mempertajam ketimpangan
masyarakat.
terutama
pendidikan
bermutu, hanya dapat diakses oleh kalangan the have, dalam kenyataan yang demikian maka kecil harapan bagi rakyat miskin untuk dapat memperoleh pendidikan , apalagi pendidikan bermutu, mareka akan tetap bergulat dalam kemiskinan. lanjut Ivan Illich (2009) mengemukakan bahwa kemiskinan yang
dihadapi,
membuat
mereka
terbelenggu
dalam
kebudayaan
kemelaratan ( culture of poverty ), Paulo Freire dengan tegas menyatakan bahwa pada akhirnya penduduk yang miskin terjebak dalam kebudayaan bisu ( culture of silence ). Kebudayaan bisu ini membentuk pandangan hidup miskin baik dalam memandang tata nilai, sikap mental dan tingkah laku
26
yang pasrah, karena mereka sendiri sudah tidak peduli lagi terhadap kemiskinan yang mereka alami. Keadaan ini membuat rakyat miskin seakan akan orang bisu yang tidak mempunyai apa-apa. Bagi individu atau sebuah rumah tangga yang menghadapi kekurangan materi, kehidupan sosial dan emosional yang dicerminkan pada kurangnya pengeluaran untuk pangan, energi, dan sandang dibandingkan dengan rata-rata yang dikeluarkan masyarakat umumnya, maka orang atau keluarga tergolong ke dalam kategori miskin. Ciri penting dalam penelitian ini adalah kehidupan sosial ekonomi petani karet tertuju pada ketidakmampuan serta ketidakcukupan daya ekonomi petani karet atau sebuah rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pokok demi kelangsungan hidup. Berkaitan dengan teori di atas berarti, perlu dinamika sosial atau gerak, kekuatan atau semangat dari dalam individu atau kelompok masyarakat
(masyarakat petani karet) untuk
menimbulkan perubahan-perubahan atau pembaharuan secara terus menerus dalam menata kehidupan masyarakat yang bersangkutan, sehingga masyarakat seperti anggota keluarga sepereti petani Karet bisa menuju pada kehidupan yang lebih baik (kesejahteraan). Sebaliknya apabila masyarakat petani karet tergantung kepada kondisi alam, selalu bekerja hanya mengandalkan satu mata pencaharian saja, lebih banyak pasif serta kurang inisiatif, akibatnya, kehidupan tidak mengalami perubuhan dan
sulit mencapai kesejahteraan. Sedangkan
dinamika ekonomi merupakan upaya untuk menata, bagaimana manusia bisa
27
memenuhi kebutuhannya dengan memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia. Dalam hal ini perlu kemauan keras, semangat yang tinggi dengan memadukan pengalaman, pengetahuan dan penguasaan teknologi yang tepat. Seiring dengan itu dinamika ekonomi petani karet yang dikaitkan dengan mata pencahariannya akan mengalami pasang surut karena tergantung pasar, maka pada saat harga karet murah masyarakat petani karet harus membuat usaha-usaha tambahan, sehingga masyarakat petani karet tidak identik masyarakat miskin. Karena masyarakat desa identik dengan kemiskinan. Kemiskinan adalah kondisi kehidupan seseorang atau masyarakat serba berkekurangan, tidak mampu memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari. Kemiskinan juga akan membuat masyarakat hilang kedaulatannya, masyarakat akan terkebelakang, kebodohan, dan tidak mampu menguasai alam yang seharusnya alam memberi manfaat kepada manusia atau masyarakat. Jadi kemiskinan mempunyai dimensi aktual dan pontensial. 4. Modal Manusia (Human Capital) Moskowitz,R, and Warwick D. (1996) berpendapat bahwa Modal Manusia (Human Capital) yang mengacu kepada pengetahuan, pendidikan, latihan, keahlian, dan ekspertis tenaga kerja kini menjadi penting, dibanding dengan waktu-waktu masa lampau.
28
Human capital bukanlah memposisikan manusia sebagai modal layaknya mesin, sehingga seolah-olah manusia sama dengan mesin. Human Capital justru bisa membantu pengambil keputusan untuk memfokuskan pembangunan manusia dengan menitikberatkan pada investasi pendidikan dalam rangka peningkatan mutu organisasi sebagai bagian pembangunan bangsa. Penanganan SDM sebagai human capital menunjukkan bahwa hasil dari investasi non fisik jauh lebih tinggi dibandingkan investasi berupa pembangunan fisik. Human capital (modal manusia) harus di bantu dengan manusia kreatif atau human creatif, menurutn Dedi Supriadi (1996:7) manusia kreatif adalah kemampuan seseorang untuk melahirkan sesuatu yang baru, baik berupa gagasan maupun karya nyata, yang relatif berbeda dengan apa yang ada sebelumnya. Berkaitan dengan itu sumber daya petani perlu ditingkatkan guna mencapai kehidupan petani dimasa datang lebih baik dan sejahtera. Lebih jelas Safja Anantanyu (2004:11) mengemukakan bahwa petani sebagai subyek pembangunan, petani lebih didorong untuk lebih mandiri. Kemandirian dipandang sebagai sebuah konsep yang utuh, tetapi memiliki berbagai
muka
dan
tercermin
dalam
berbagai
bidang
kehidupan
(Kartasasmita, 1997:22). Kemandirian (self-reliance) pertanian mengandung pengertian yang lebih jauh dari swasembada (self-sufficiency). Rita Hanafie (2010; 86) menyatakan bahwa pendidikan merupakan faktor pelancar pengembangan pertanian. Pendidikan pembangunan
29
merupakan pendidikan yang cocok untuk masyarakat yang ingin maju. Pendidikan pembangunan yaitu pendidikan yang bersifat selektif dalam memilih materi ajar membuat setiap generasi baru mengenal masa lalunya sebagai cerminan dalam mengambil langkah ke depan, serta diharapkan mampu mendorong masyarakat lebih berinovasi dalam bertani. Secara hakiki tidak hanya menuntut kebutuhan dari produksi sendiri, menciptakan penerimaan yang mampu menutupi pengeluaran tingkat petani, tetapi juga keleluasaan dalam menentukan keputusan yang bekaitan dengan kepentingan. Kemandirian petani sangat dibutuhkan untuk mengangkat kehidupan petani yang sejahtera sehingga kemandirian petani adalah kondisi tertentu yang membuat seseorang individu atau kelompok manusia yang telah mencapai kondisi itu tidak lagi tergantung pada bantuan atau kedermawanan pihak ketiga untuk mengamankan kepentingan individu atau kelompok. Pendidikan menurut Delors, (2000) adalah suatu alat utama untuk memelihara suatu bentuk pembangunan manusia yang lebih dalam dan serasi, dengan demikian akan mengurangi kemiskinan, pengasingan, kebodohan, penindasan dan peperangan. Pendidikan juga dapat menanamkan kesadaran akan pentingnya martabat manusia. Mendidik dan memberikan pengetahuan berarti menggapai masa depan, seharusnya menjadi semangat untuk terus melakukan upaya mencerdaskan bangsa. Tidak kecuali, keadilan dalam
30
memperoleh pendidikan harus diperjuangkan dan seharusnya pemerintah berada di garda terdepan untuk mewujudkannya. Pendidikan memberikan konstribusi terhadap kemajuan suatu bangsa dan merupakan wahana dalam menterjemahkan pesan-pesan konstitusi, serta sarana dalam membangun watak bangsa. Masyarakat yang cerdas akan memberi nuansa kehidupan yang cerdas pula, dan secara progresif akan membentuk kemandirian dan kreatifitas (Mulyasa,2005:4). Pernyataan tersebut berarti pendidikan yang diperoleh oleh manusia, bisa dijadikan investasi atau modal untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sedikitnya terdapat dua alasan untuk memprioritaskan pendidikan sebagai investasi jangka panjang. Pertama, pendidikan adalah alat untuk perkembangan ekonomi dan bukan sekedar pertumbuhan ekonomi. Fungsi teknis-ekonomis merujuk pada kontribusi pendidikan untuk perkembangan ekonomi. Misalnya pendidikan dapat membantu siswa untuk mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup dan berkompetisi dalam ekonomi yang kompetitif. Hal ini dimungkinkan karena orang yang berpendidikan lebih produktif bila dibandingkan dengan yang tidak berpendidikan. Produktivitas seseorang tersebut dikarenakan dimilikinya keterampilan teknis yang diperoleh dari pendidikan. Oleh karena itu salah satu tujuan yang harus dicapai oleh pendidikan adalah mengembangkan keterampilan hidup. Sementara itu lulusan pendidikan lanjutan hanya berpanghasilan rata-
31
rata 19 juta dollar per tahun. Pada tahun yang sama struktur ini juga terjadi di Indonesia. Manfaat non-meneter dari pendidikan adalah diperolehnya kondisi kerja yang lebih baik, kepuasan kerja, efisiensi konsumsi, kepuasan menikmati masa pensiun dan manfaat hidup yang lebih lama karena peningkatan gizi dan kesehatan. Manfaat moneter adalah manfaat ekonomis yaitu berupa tambahan pendapatan seseorang yang telah menyelesaikan tingkat pendidikan tertentu dibandingkan dengan pendapatan lulusan pendidikan dibawahnya.Sumber daya manusia yang berpendidikan akan menjadi modal utama pembangunan nasional, terutama untuk perkembangan ekonomi. Semakin banyak orang yang berpendidikan maka semakin mudah bagi suatu negara untuk membangun bangsanya. Untuk mengukur pendapatan seseorang, dapat digunakan persamaan berikut : NI = P1Q1 + P2Q-2 + ….. + PnQn atau
n
NI = ∑ PQ i i i =1
Dimana
: NI merupakan pendapatan petani, Q merupakan banyaknya produksi P merupakan harga barang. (Murtiasih, 2010) Kedua, investasi pendidikan memberikan nilai balik (rate of return)
yang lebih tinggi dari pada investasi fisik di bidang lain. Nilai balik pendidikan adalah perbandingan antara total biaya yang dikeluarkan untuk membiayai pendidikan dengan total pendapatan yang akan diperoleh setelah seseorang lulus dan memasuki dunia kerja.Keadaan ini dapat dijelaskan
32
bahwa dengan jumlah tenaga kerja terdidik yang terampil dan ahli di negara berkembang relatif lebih terbatas jumlahnya dibandingkan dengan kebutuhan sehingga tingkat upah lebih tinggi dan akan menyebabkan nilai balik terhadap pendidikan juga tinggi B. Penelitian Yang Relevan Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Lindayanti(1993) yang berjudul” Perkebunan Karet Rakyat di Jambi pada masa Pemerintahan Hindia Belanda 1906-1940. Hasil penelitian ini mengungkapkan tentang tanaman karet di Jambi yang mempunyai peranan dalam jaringan perdangangan dunia. Dan sebagai akibatnya Jambi menjadi terpengaruh keadaan pasar dunia. Oleh karena Jambi hanya menghasilkan satu produk tanaman ekspor, yaitu karet mengakibatkan keadaan ekonomi sangat tergantung pada harga karet di pasaran dunia. Dari tahun 1906-1940 diungkapkan tentang maju mundurnya harga karet di daerah Jambi. Ketika karet harga mahal di dunia maka petani karet di Jambi akan merasakan kemakmuran namun bila harga karet turun petani karetlah yang lebih dulu merasakan krisis ekonomi. Penelitian lain dilakukan oleh, Syaiful Hadi, (2004) dalam penelitian yang berjudul “Budaya dan tindakan ekonomi ( studi terhadap petani karet di Kecamatan Rimbo Bujang Kabupaten Tebo Muaro Jambi )” menyimpulkan bahwa: 1. Berdasarkan orientasi nilai budaya dalam perspektif Kluckhon terhadap dua kelompok tani Karet di Kecamatan Rimbo Bujang kelompok umum dan
33
kelompok khusus. Kelompok umum merupakan bagian terbesar dari petani karet dengan orientasi nilai budaya lebih berorientasi ke masa depan, dalam bekerja cendrung hanya mementingkan hasil yang diperoleh dan mengabaikan mutu kerja ( kerja untuk hidup ), bersikap damai dengan alam. Sedangkan kelompok khusus dengan jumlah yang sedikit memiliki orientasi nilai budaya yang berorientasi ke masa depan, dalam bekerja lebih mementingkan mutu kerja disamping hasil, bersikap menguasai alam. 2. Orientasi nilai budaya kedua kelompok membentuk sikap mental mereka, sikap mental ini mempengaruhi tindakan mereka baik dalam kegiatan konsumsi maupun dalam kegiatan produksi, dari segi konsumsi sebagian besar petani ( kelompok umum ) terlibat dalam perlombaan konsumtif seperti rumah, kendraan, barang elektronik, semangat pantang ketinggalan menyebabkan konsumsi yang
selalu meningkat. Pengeluaran semakin meningkat, diikuti
orientasi nilai budaya dalam tindakan produksinya berakibat eksploitasi yang berlebihan terhadap pohon karet agar penghasilan meningkat, Sebaliknya pada kelompok khusus tidak seperti dinyatakan oleh Koentjaraningrat ( 2000 : 45) kelompok ini memiliki sikap mental peduli terhadap mutu, cendrung patuh pada aturan pengelolaan karet, disiplin diri yang lebih tinggi, demikian juga hal tanggung jawab dan kejujuran, tindakan ekonomi kelompok ini dalam pengeluarannya cendrung lebih hati-hati, demikian juga dengan tindakan dalam produksi sehingga kebun karet mereka lebih tahan lama. Penelitian lain dilakukan oleh Abdul Istiqlal ( 2001 ) dalam “ Hubungan kualitas sumber daya manusia dan sumber daya alam dengan pendapatan
34
penduduk di Sumatera barat, kajian terhadap penduduk Nanggalo Kota Madya Padang ” penulisan ini menemukan bahwa tingkat pendidikan, latihan kerja, jenis kelamin dan lahan pertanian memberikan konstribusi terhadap pendapatan keluarga. Penelitian ini membahas tentang pendidikan anggota rumah tangga petani karet di tinjau dari fluktuasi harga sejak tahun 1980 dan sesudah tahun 2000 di Desa Pulau Jambu kenagarian Kuok Kabupaten Kampar. Penelitian ini lebih memfokuskan pada tingkat pendidikan anggota rumah tangga petani karet Desa Pulau Jambu Kenegarian Kuok yang masih tergolong rendah dengan aspek kemiskinan, aspek pendidikan. Namun pada tahun 2000 kehidupan petani karet sudah mengalami perubahan, daya beli masyarakat meningkat, dan aspek pendidikan juga meningkat, umumnya sudah bersekolah sampai pendidikan tinggi. C. Kerangka Pemikiran. Kehidupan sosial, ekonomi dan pendidikan anggota rumah tangga petani karet saling dipengaruhi oleh kondisi keadaan alam, waktu kerjanya yang singkat, masyarakat petani karet lebih banyak statis, kurang inisiatif, pengaruhnya adalah terjadi fluktuasi harga, sehingga kesejahteraan masyarakat ini menjadi rendah, upaya untuk memperoleh pendidikan anggota rumah akan terkendala. Pendidikan yang baik merupakan salah satu jalan untuk mewujudkan kesejahteraan. Masyarakat yang mempunyai pendidikan yang matang akan senantiasa dapat berpikir jauh kedepan dalam rangka menciptakan tarap hidup
35
yang lebih baik, bagi anggota rumah tangga sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa dimasa yang akan datang. Masyarakat yang memiliki pengetahuan/pendidikan yang baik senantiasa memperhatikan keadaan tempat tinggalnya, makanan yang layak dikonsumsi dan air dimiliki syarat kesehatan untuk diminum, selain itu bisa menciptakan perumahan dan pakaian yang bersih atau layak untuk kesehatan masyarakat. Pendidikan dalam anggota rumah tangga masyarakat Indonesia harus dibudayakan kepada setiap insannya, ditanamkan dan diturunkan kepada generasigenerasi berikutnya supaya bisa terpelihara dan meningkat kehidupannya yang lebih baik. Sehingga bangsa Indonesia akan tetap sejajar kemajuannya dengan bangsa-bangsa negara lain. Kenyaataan yang dilihat saat ini memang lain, dimana pendidikan anggota rumah tangga masyarakat petani di pedesaan seperti di Desa Pulau Jambu Kuok kecamatan Bangkinang barat Kabupaten Kampar secara sepintas tidaklah begitu baik. Masyarakat Petani Desa Pulau Jambu Kuok dari dahulu selalu hidup mengandalkan hasil dari hutan seperti menyadap karet, pertanian
ladang
berpindah-pindah, berburu, menangkap ikan disungai, sebagian pertanian sawah sistem irigasi, mengingat kondisi hutan saat ini banyak yang beralih fungsi, pola hidup seperti ini sulit dipertahankan, seandainya dipertahankan harus dilakukan perbaikan dan perubahan dengan menggunakan teknologi tepat guna, salah satunya dengan membudayakan dan melakukan perubahan melalui pendidikan.
36
Dengan peningkatan pendidikan khususnya pendidikan bagi anggota rumah tangga petani karet Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar akan mempunyai arti penting bagi masyarakat dan pemerintah untuk dapat menerapkan program-pragram kesejahteraan. Dari dan permasalahan tersebut diatas keterangan dapat digambarkan kerangka konseptual melalui bagan dibawah ini :
Gambar 1. Kerangka Konseptual Penelitian
PENDUDUK DESA PULAU JAMBU KUOK
MATA PENCAHARIAN PETANI KARET
HARGA KARET
TAHUN 1980
PENDAPATAN DARI USAHA TANI KARET
TAHUN 2000
Upaya Petani karet
TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL ANGGOTA RUMAH TANGGA PETANI KARET
37
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karekter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Burhan, 2007:68). Pendekatan ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa peneliti ingin mendapatkan, dan mengkaji suatu data yang mengandung makna secara lebih dalam tentang gejala, peristiwa dan kejadiankejadian di dalam lingkungan masyarakat petani karet Desa Pulau Jambu Kuok. Metode penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong (2006:4) adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis, atau lisan dari orang-orang yang diamati. Pendekatan ini diarahkan kepada latar dan individu tersebut secara utuh dengan penegasan bahwa dalam hal ini tidak boleh mengisolasi individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi memandangnya sebagai bagian dari suatu kebutuhan. Landasan teori dimanfaatkan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Selain itu landasan teori juga bermanfaat untuk memberikan gambaran umum tentang latar penelitian dan sebagai bahan
37
38
pembahasan hasil penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti bertolak dari data, memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas, dan berakhir dengan suatu “teori”.Sifat dari jenis penelitian ini adalah penelitian dan penjelajahan terbuka berakhir dilakukan dalam jumlah relatif kelompok kecil yang diwawancarai secara mendalam. Proses penelitian ini mengikuti Sugiyono (2005:16-18) dengan tahapan kegiatan terdiri dari, (1) Tahapan orientasi atau deskripsi, dengan Tour Question, (2) Tahapan reduksi/fokus, (3) Tahapan seleksi. Dalam penelitian ini data dianalisis dan setelah melakukan kajian yang mendalam baru dapat ditarik kesimpulan, dirumuskan teori, diformulasikan dalildalil dan sebagainya. Dengan kata lain data yang diolah dalam penelitian ini bukan data yang direkayasa oleh peneliti, tetapi data yang diperoleh dan dicatat sebagaimana adanya. B. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Desa Pulau Jambu Kuok menjadi lakasi penelitian mengingat kehidupan masyarakat di Desa ini sebagian besar hidup di bidang pertanian karet, serba miskin dan banyak kendala kepala rumah tangga petani karet untuk melanjutkan pendidikan formal anaknya. C. Informan Penelitian Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Informan yang ditampilkan mempunyai sifat : Jujur, taat pada janji, patuh pada aturan, suka bicara, tidak
39
termasuk kelompok yang bertentangan dengan latar penelitian dan mempunyai pandangan tertentu tentang peristiwa yang terjadi Lexy J. Moleong (1999). Di samping syarat-syarat di atas, informan penelitian ditetapkan dengan menggunakan teknik bola salju (snow ball). Teknik ini menetapkan informan kunci sebagai awalnya. Kemudian informan kunci diminta memberikan petunjuk tentang siapa sebaiknya yang dijadikan informan berikutnya yang dipandang memiliki pengetahuan, pengalaman tentang informan yang dicari dan syaratsyarat lain seperti disebutkan sebelumnya. Informan kunci pada penelitian ini adalah petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok, selain informasi dari petani karet, juga digali informasi tentang akibat fluktuasi harga karet terhadap pendapatan dan pendidikan anggota keluarga petani karet, serta usaha kepala rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan pendidikan formal anaknya. D. Teknik dan Alat Pengumpul Data Pengumpulan data dalam penelitian kualitatif menurut Afifuddin dkk (2009:131) menggunakan teknik wawancara, observasi dan metode Library research (studi kepustakaan). Dalam hal ini penulis ingin menggunakan teknik wawancara, observasi, dan Studi dokumentasi (studi kepustakaan). 1. Wawancara Afifuddin dkk (2009:131) menyatakan bahwa wawancara adalah metode pengambilan data dengan cara menanyakan sesuatu kepada seseorang yang menjadi informan atau responden. Caranya adalah bercakap-cakap secara tatap muka.
40
Pada penelitian kualitatif kita menyadari bahwa tidak semua data dapat diperoleh dengan melakukan observasi, untuk itu perlu dilakukan wawancara. Sanapiah Faisal (1990:62) mengemukakan ada dua alasan perlunya menggunakan teknik wawancara:Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali tidak saja apa yang diketahui dan dialami oleh subyek penelitian, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subyek penelitian tersebut (explicit knowledge and facit knowledge). Kedua, apa yang ditanyakan peneliti kepada informan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas waktu yang berkaitan dengan masa lampau, masa sekarang dan juga masa mendatang. Disamping itu juga dapat dilacak tentang hal-hal yang tidak tampak atau tersembunyi di batin subyek penelitian. Menurut Sanapiah Faisal (1990) ada tujuh langkah yang diperlukan dalam melaksanakan wawancara, yaitu: 1. Mempersiapkan pokok masalah yang akan menjadi pembicaraan. 2. Membuka alur wawancara. 3. Menetapkan sasaran wawancara pada siapa akan dilaksanakan. 4. Mengkonfirmasikan hasil wawancara dan mengakhirinya. 5. Melangsungkan wawancara dan mengakhirinya. 6. Mencatat hasil wawancara pada kartu lapangan. 7. Mengidentifikasi tindak lanjut hasil wawancara yang telah diperoleh. Setelah melakukan wawancara, informasi yang diperoleh dan dikonfirmasikan melalui tahap triangulasi dengan berbagai pihak yang
41
mengetahui apsek-aspek yang diteliti. Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuaian data tersebut. Untuk memperkuat atau membuktikan sebahagian hasil wawancara digunakan studi dokumentasi tertulis. Pada penelitian ini, wawancara awalnya dilakukan dengan informan kunci yaitu petani karet. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari informan kunci, ditemukan informan-informan lain yang bisa memberikan informasi terkait tentang penelitian ini. Pada penelitian ini, informan tersebut adalah petani karet di Desa Pulau
Jambu Kuok. Wawancara dilakukan dengan
melakukan kunjungan secara personal kepada masing-masing informan, kemudian dijelaskan maksud wawancara yang akan dilakukan. Setelah wawancara selesai, kepada informan diklarifikasi kembali hasil wawancara tersebut. Setelah disetujui, hasil wawancara tersebut langsung menjadi informasi bagi peneliti. Informasi yang tersedia, akan menjadi data, yang dikumpulkan untuk dilakukan reduksi data. 2. Observasi Di samping wawancara, data dalam penelitian dapat dikumpulkan melalui metode observasi.
Menurut Afifuddin dkk (2009:134) observasi
adalah pengamatan atau pencatatan secara sistematik terhadap unsur-unsur yang nampak dalam suatu gejala dalam objek penelitian. Observasi dibutuhkan untuk memahami proses terjadinya wawancara dan hasil wawancara dapat dipahami dalam konteksnya. Observasi dilakukan terhadap subyek, perilaku subyek selama wawancara, interaksi subyek dengan peneliti
42
dan hal-hal yang dianggap relevan sehingga dapat memberikan data tambahan terhadap hasil wawancara. Pada penelitian ini akan dilakukan observasi terhadap anggota keluarga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok guna mengumpulkan beberapa informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitian pada peelitian ini. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 10 Januari hingga 10 Februari 2010. 3. Metode/ Studi dokumentasi Afifuddin dkk (2009:141) menyatakan bahwa metode ini merupakan metode pengumpulan data yang berasal dari sumber non manusia. Sumbersumber informasi non-manusia ini kebanyakan sudah tersedia dan siap pakai. Dokumen berguna karena dapat memberikan latar belakang yang lebih luas mengenai pokok penelitian. Salah satu bahan dokumenter adalah foto sebagai sumber informasi karena mampu membekukan dan menggambarkan peristiwa yang terjadi. Sejalan dengan pendapat di atas S. Nasution (1992:85) menyatakan bahwa, data atau informasi dari dokumen termasuk non-human resources dapat dimanfaatkan karena memberikan keuntungan dari bahannya yang telah ada, telah tersedia, siap pakai dan penggunaannyapun tanpa membutuhkan biaya. Alat pengumpul data (instrumen penelitian) utama adalah peneliti sendiri dengan menggunakan instrumen wawancara, observasi, dan dokumentasi. Pendekatan dengan informan dilakukan dengan secara periodik
43
peneliti berkunjung Masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok yang pola hidupnya sebagai petani karet, dan sekolah tempat anak petani karet mendapatkan pendidikan formal. Hal ini dilakukan sebagai data tambahan untuk memastikan bahwa data yang terkumpul menjadi terpercaya ( valid ). E. Teknik Menjamin Keabsahan Data Validasi data bertujuan apakah data atau informasi yang telah diambil perlu diperiksa kebenarannya kepada informan agar hasil penelitian yang dilakukan benar-benar valid atau shahih. Kegiatan ini merupakan tahap untuk memperoleh keabsahan dan kepercayaan data yang diperoleh melalui observasi, wawancara atau studi dokumentasi. Dengan demikian, peneliti kualitatif mencari dan mengejar kebenaran melalui sumber-sumber yang dapat dipercaya. Jika ada keraguan terhadap data dan informasi yang diterima, maka peneliti melakukan teknik triangulasi. Triangulasi pada penelitian ini akan dilakukan dengan cara: 1) Membandingkan data yang diperoleh dari wawancara dengan yang diperoleh dari observasi, 2) Membandingkan apa yang dikatakan informan di depan publik dengan apa yang dikatakannya secara individu, 3) Membandingkan data yang diperoleh dengan teori-teori yang relevan. Pengujian keabsahan data dilakukan secara berkesinambungan baik selama pengumpulan data maupun selama menganalisis data. F. Teknik Analisa Data Analisis data kualitatif adalah analisis yang dilakukan terhadap datadata bukan angka seperti hasil wawancara atau catatan laporan bacaan dari
44
buku-buku, artikel dan juga termasuk non tulis seperti foto, gambar, atau film. Menganalisis data harus dilakukan sejak awal peneliti turun ke kawasan penelitian yang dilakukan secara terus menerus atau berkelanjutan sampai selesai penelitian. Tujuannya adalah agar semua data dapat diperoleh secara valid atau shahih. Menganalisis data merupakan langkah yang sangat penting, karena peneliti dapat memberikan makna atau kesimpulan terhadap data yang telah terkumpul. Secara garis besar data yang ada dalam penelitian ini dianalisis dengan langkah-langkah yang berpedoman kepada metoda penelitian kualitatif sebagai berikut: (1) reduksi data, (2) penyajian atau display data, (3) menarik kesimpulan/verifikasi, seperti yang digambarkan berikut :
Data Collection (Pengumpulan data)
Data Display (Penyajian data)
Data Reduction (Reduksi data)
Conclusions: drawing/ veriying Kesimpulan: gambaran /verifikasi data
Gambar 2. Langkah-langkah metoda penelitian kualitatif ( Sumber : Miles dan Huberman (1992 : 20) ) 1. Reduksi Data Reduksi
data
merupakan
proses
penyeleksian,
pemilihan,
penyederhanaan, pengabstrakan dan memindahkan data kasar yang muncul dari catatan dan pengamatan lapangan.Proses ini berlangsung terus menerus selama proses penelitian berjalan sampai penelitian berakhir. Setelah
45
melewati proses pengumpulan data, ditemukan data yang tidak berhubungan dengan fokus dan masalah penelitian ini. Data ini direduksi dan tidak dicantumkan dalam penyajian data. Kemudian hasil reduksi data dirangkum untuk
mencari hal-hal pokok
yang dapat
mengarah/menuju fokus
permasalahan penelitian. 2. Penyajian Data Penyajian data merupakan bagian dari analisis untuk menampilkan data yang didapat melalui kegiatan reduksi. Penyajian data yang sering digunakan pada data kualitatif adalah dalam bentuk naratif, dan dapat juga dalam bentuk tabel, diagram, matrik, bagan dalam bentuk naratif, dan dapat juga dalam bentuk tabel, diagram, matrik, bagan dan bentuk lainnya. Catatan lapangan yang tidak tersusun rapi akan sulit dibaca dan diberi makna. Oleh sebab itu diperlukan penyederhanaan data atau informasi yang kompleks ke dalam satu bentuk secara selektif agar mudah dipahami. Di dalam penelitan ini data informasi yang diperoleh berbagai sumber seperti Dinas Pendidikan, Kantor Wali Nagari dan lain-lain, dirangkum menjadi kata-kata kalimat disajikan dalam bentuk narasi sedangkan data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka dibuat dalam bentuk tabel, grafik, matrik dan dalam bentuk lain. Hal ini dilakukan sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan dan verifikasi. 3. Menarik Kesimpulan/Verifikasi Menarik kesimpulan pada hakikatnya adalah kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan keabsahan data (validitas) selama peneliti, sedangkan verifikasi adalah suatu tujuan ulang atau pembuktian terhadap kesimpulan
46
yang telah diambil. Peneliti dalam kegiatan mengambil kesimpulan/verifikasi dimulai sejak dilakukan pengumpulan data. Setiap data yang direduksi dan disajikan pada dasarnya telah memiliki kesimpulan sesuai dengan konteksnya, tetapi kesimpulan yang diambil masih bersifat parsial, diragukan dan masih belum sempurna, kemudian dengan bertambahnya data kesimpulan semakin teruji dan kuat.
47
BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN A. Temuan Umum
1. Kondisi Geografis Desa Pulau Jambu Kuok Desa Pulau Jambu Kuok adalah salah satu dari tujuh desa di wilayah Kecamatan Bangkinang Barat Kabupaten Kampar Propinsi Riau. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Camat Bangkinang barat, topografi Desa Pulau Jambu Kuok adalah datar dan bukit-bukit kecil dengan daratan ketinggian dari permukaan laut kurang lebih dari 44 m ( Demografi Kec. Bangkinang Barat, 1998) Desa Pulau Jambu Kenegarian Kuok Kecamatan Bangkinang Barat dilalui oleh beberapa buah sungai, terdiri dari satu sungai besar yang dikenal dengan Sungai Kampar, dan beberapa sungai kecil diantaranya, sungai Silam, Sungai Jernih, Sungai Betung Kecil, Sungai Tangguk, Sungai Sayak, ada satu Teluk namanya Teluk Kalesong dan dua Bencah yaitu Bencah Apau dan Bencah Pogang, selain itu juga terdapat satu bendungan irigasi yang sangat berguna bagi para petani, baik pertanian maupun tambak ikan. Jarak Desa Pulau Jambu Kuok dengan Kecamatan Bangkinang Barat 5 kilometer, dengan Kota Bangkinang ibu kota Kabupaten Kampar 17 kilometer, dengan jarak tempuh 30 menit. Pada masa lalu alat transportasi yang digunakan dan rakit dengan menggunakan aliran sungai Kampar, ada beberapa mobil dan sepeda motor yang digunakan untuk menuju ke Pasar Kuok dan ada juga yang menggunakan angkutan becak, setelah pembangunan jembatan di Desa Pulau
47
48
balai yang menghubungkan Desa Pulau jambu dengan Pasar Kuok dan Kota Bangkinang sarana transportasi semakin maju, untuk menuju kota Bangkinang hanya 20 manit dan menju Ibu Kota Propinsi Riau yaitu Pekanbaru hanya menggunakan waktu 1 jam. Daerah Kenagarian Kuok termasuk di dalamnya Desa Pulau jambu berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 33 tanggal 4 September tahun 1995 telah menjadi Daerah Kecamatan, yaitu Kecamatan Bangkinang Barat dengan ibu kota Kuok. Kecamatan Bangkinang barat merupakan pemekaran dari Kecamatan Bangkinang Kabupaten Kampar. Sebelum pemekaran yang ditetapkan oleh pemerintah, Kenegarian Kuok terdiri dari empat desa, yaitu Desa Kuok, Desa Muda Merangin, Desa Muda Empat Balai, dan Desa Muda Pulau Jambu. Setelah diadakan pemekaran desa melalui pelaksanaan UU No. 5 tahun 1979, Daerah Kenegarian Kuok yang semula terdiri dari empat desa manjadi tujuh desa, dan masing-masing desa dipimpin oleh seorang kepala desa, seperti yang diterangkan oleh UU No. 5 tahun 1979 bahwa pemerintahan desa itu adalah suatu wilayah yang didiami sejumlah penduduk sebagai satu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai pemerintahan terendah dibawah kecamatan dan berhak menyelenggarakan rumah tangga sendiri dan memiliki ikatan kesatuan Negara Republik Indonesia (K. Wantjik Saleh, 1985:12). Salah-satu desa yang menyelenggarakan rumah tangga sendiri adalah Desa Pulau jambu Kuok yang mata pencaharian masyarakat adalah petani karet dan usaha pertanian lainnya, seperti pertanian sawah, perkebunan sawit lokal dan
49
perkebunan jeruk serta usaha tambak ikan, keramba terapung dialiran Sungai Kampar dan Sungai Silam. Desa Pulau Jambu Kuok didiami oleh beberapa suku, diantara suku yang paling menonjol dan berpengaruh dalam masyarakat seperti Suku Melayu, Suku Bendang, Suku Domo, Suku Piliang dan Suku Pitopang. Masyarakatnya juga mengalami pertumbuhan penduduk yang cepat, sehingga terbentuknya perkampungan baru seperti Kampung Bukit Gidan, Telangkah, dan Perkampungan Sungai Sayak. Di daerah Pulau Jambu juga didatangi oleh suku pendatang seperti Suku Jawa, Minang, sebagian kecil Suku Batak. Sedangkan perincian luas wilayah dan jumlah penduduk desa tercantum pada tabel berikut : Tabel : 3 Perincian Luas Wilayah Desa Pulau Jambu Kuokdan Jumlah Penduduk
No 1 2 3 4
Dusun
Luas (km)
% Luas Kecamatan
Jumlah penduduk KK Jiwa
Pulau Jambu 152,21 54,58 1.176 5.794 Sei. Betung 112,41 31,75 2.017 8.892 Kp. Baru 43,13 11,52 925 2.273 Kp. Panjang 53,77 16 ,71 688 2.477 Sumber : Laporan Kantor Camat Bangkinang Barat, 2009.
Kepadatan /Km 111 98 80 62
2. Kehidupan Masyarakat di Desa Pulau Jambu Kuok Sebagian besar penduduk Desa Pulau Jambu Kuok dalam mememuhi kebutuhan hidupnya tergantung dari hasil pertanian seperti berladang, bersawah, pertanian karet, tambak ikan, perkebunan jeruk, sawit lokal, pedagang, tukang, penangkap ikan. Dibawah ini digambarkan secara umum
50
kehidupan petani karet
Desa Pulau Jambu Kuok berdasarkan jenis mata
pencaharian adalah : Tabel : 4 Distribusi Penduduk Menurut Jenis Mata Pencaharian No Mata pencaharian Jumlah 1 Petani Pemilik Tanah (kebun karet) 2120 2 Petani Penggarap Tanah 545 3 Petani penyadap Karet 466 4 Buruh Tani 141 5 Pengrajin industri kecil 47 6 Buruh Bangunan 144 7 Buruh perkebunan 132 8 Pedagang 146 9 PNS 138 10 ABRI 14 11 Pensiunan 10 12 Peternak Sapi 113 13 Peternak Kerbau 122 14 Peternak Kambing 80 Sumber ( Laporan Kantor Desa Pulau Jambu Kuok , tahun 2009) Dari tabel di atas diterangkan bahwa sebagian besar penduduk memiliki mata pencaharian sebagai petani terutama petani karet, dalam kepala keluarga pada umumnya bertugas mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, sedangkan kaum ibu-ibu juga turut membantu suami dalam menopang ekonomi keluarga, kepala keluarga mengerjakan pekerjaan pokok seperti bertani di sawah, atau berladang, menyadap karet, mencari ikan, dan berkebun tanaman palawija seperti menanam jagung, sayuran, kacang-kacangan. Kaum ibu-ibu membantu kepala keluarga akan pekerjaan diatas yang sipatnya pekerjaan yang ringan. Kaum ibu-ibu terlibat pekerjaan pada saat menanam dan panen padi. Penduduk Desa Pulau Jambu kuok awalnya mayoritas dari suku Bendang memiliki lahan pertanian yang luas di Bonca Apau, masyarakat juga mengembangkan sistem pertanian ladang berpindah-pindah. Pada lahan ini
51
ditanami pohon karet dan tanaman palawija lainnya. Penduduk Desa Pulau Jambu yang tidak ikut mengembangkan usaha pertanian karet, umumnya merantau ke Negara Malaysia atau membuat dan mengembangkan usaha dagang ke Jambi seperti di Sarolangun. Masyarakat lain juga masuk ke wilayah ini setelah mengikuti peraturan adat setempat seperti ada yang langsung masuk ke salah satu suku yang disebut pulang bainduok. Setelah sarana transportasi lancar semakin banyak pendatang lain masuk ke daerah Desa Pulau Jambu Kuok bahkan ada yang dari Nias dan Aceh. Tabel : 5 Jumlah Penduduk Menurut Kepala Keluarga dan Jenis Kelamin No
Dusun
1 Pulau Jambu 2 Sei. Betung 3 Kp. Baru 4 KP. Panjang Jumlah
KK 708 518 362 570 2158
Lk
Pr
1.217 1.025 986 1.117 4.343
1.586 1.203 1.091 1.098 4.979
Jumlah 2.979 2.208 2.007 2.215 9.409
Sumber ( Laporan kantor Camat Bangkinang barat, 2009 ) Jumlah penduduk wanita di Dusun Pulau jambu Kuok lebih besar dari jumlah penduduk laki-laki. Hal ini disebabkan banyak penduduk laki-laki di dusun tersebut merantau ke malaysia atau membuka usaha dagang di daerah lain. Masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok, lebih dominan bermata pencaharian petani karet, mereka bertempat tinggal di daerah Sungai Betung, Kampung Panjang, Kampung Baru dan Dusun Pulau jambu yang daerahnya lebih dekat dengan daerah perbukitan seperti Bukit Gidan, Bukit Sungai Merah, Bikit Tagago dan Bukit Tangguok. Daerah ini di aliri oleh sungai Silam dan Sungai Kampar. Luas kebun karet petani, umumnya berkisar antara setengah atau satu hektar. Pemanenan biasanya dilakukan tiap hari, namun getah yang diperoleh
52
tidak langsung dijual, melainkan di kumpulkan selama 1 atau 2 minggu. Hasil panen karet langsung dijual kepada Toke Gotah atau Induk Semang. Khusus Hari Jumat biasanya dianggap sebagai hari yang tabu untuk bekerja sehingga masyarakat Desa tidak pergi ke kebun karet. Mereka bekerja dikebun yang dekat dengan rumah. Alasan sebenarnya adalah Hari Jumat itu waktunya singkat karena hari itu masyarakat melaksanakan shalat Jumat secara berjamaah di MasjidMasjid dan pada saat itu biasanya masyarakat diberitahu tentang informasi kemasyarakatan yang harus diketahui oleh semua penduduk. Berdasarkan temuan di atas diketahui bahwa sumber mata pencaharian penduduk di desa ini bergantung pada getah karet. Karena karet tersebut merupakan pendapatan utama penduduk, maka tingkat kesejahteraan petani otomatis bergantung pada harga karet yang fluktuatif.
3. Gambaran pendidikan Anggota Rumah Tangga Petani Karet. Masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok Kecamatan Bangkinang Barat pada umumnya telah mendapatkan pendidikan, walaupun hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (SD), di samping pendidikan formal, masyarakat juga mendapatkan pendidikan informal seperti melalui wirid pengajian di Masjid dan Mushollah, ceramah KUD, Penyuluhan dari tenaga PPL, Penyuluhan Kesehatan, keguatan Ibu-ibu PKK. Perkembangan dan perluasan pendidikan di Kecamatan Bangkinang Barat sarana pendidikan semakin maju, seperti pembangunan sekolah SMP dan SMA, masih banyak anak-anak di daerah ini melanjutkan pendidikan keluar daerah seperti ke Ibu Kota Kabupaten Kampar (Bangkinang) dan beberapa lainnya
53
melanjutkan pendidikannya ke Kota Pekanbaru.
Juga ada yang melanjutkan
pendidikan ke daerah Sumatera Barat seperti sekolah agama di Padang Panjang Bukit Tinggi. Di daerah ini pendidikan Agama Islam sangat berkembang, pendidikan tersebut melalui Madrasah Diniyah Awaliya (MDA), Madrasah Ibtidaiyah Negari (MIN), Taman seni Baca Al-Qur’an,
Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan
Madrasah Aliyah (MA). Untuk melihat perkembangan perluasan sarana pendidikan melalui Tabel dibawah ini : Tabel : 6 Data Lembaga Pendidikan Formal di Kec. Bangkinang Barat No Jenjang pendidikan Jumlah Murid Guru 1 TK 5 250 20 2 SD 4 780 40 3 SMPN 1 150 15 4 MIN 1 180 10 5 SMA 1 600 53 6 MA 1 500 32 Sumber ( laporan UPTD Dikpora Kec. Bangkinang barat. Tahun 2010) Dari tabel di atas digambarkan bahwa pendidikan formal yang bersifat umum seperti SMA dan sekolah yang berbasis agama seperti MA hampir mempunyai jumlah peminat yang sama banyak. Hal ini disebabkan keterlibatan orang tua dalam penentuan memilih pendidikan anaknya sangat kuat. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mohd. Nazir (50 tahun) salah seorang kepala Dusun Pulau Jambu Kuok mengatakan : Banyak orang tuo-tuo mendidik anak-anak dengan cara memasukkan ka dalam macam-macam acara adat sesuai dengan batas-batas tertentu menurut adat. Mulai sejak dari kecil sudah ditanamkan bahwa anak adalah pewaris, yang akan mewarisi tanggung jawab dalam keluarga dan dalam masyarakat. Anak laki-laki dilatih untuk menjadi pemimpin yang produktif atau dapat menghasilkan untuk kebutuhan rumah tangga seperti mencari ikan disungai, memotong karet, usaha kerambah ikan dan anak
54
perempuan dilatih dengan pengetahuan rumah tangga seperti berkebun sayur, petani sawah, ada juga memotong karet. Orang tuo juga mengajari anak-anak tentang sikap saling menghormati dalam keluarga, baik dari saudara kandung maupun saudara dari pihak ibu atau saudara pihak bapak (wawancara , 5 Pebruari 2010) Dari informasi tersebut diketahui bahwa pendidikan di masyarakat ini telah dimulai dari keluarga. Orang tua mengajari anak-anak mereka bagaimana cara bersikap dan sopan santun dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, serta mengajarkan life skill berupa kemampuan untuk bertahan hidup melalui usaha perkebunan karet. Hal ini juga mengidikasikan bahwa masyarakat sangat memperhatikan pendidikan bagi anggota keluarganya terutama anak-anak mereka. Dengan demikian dapat dikatakan, masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok menyadari sepenuhnya tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka. B. Temuan Khusus 1. Harga Karet Tahun 1980 Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi harga karet di Desa Pulau Jambu Kuok diantaranya adalah kualitas karet, jarak pabrik karet dengan kebun karet, persaingan antar toke getah dan lain-lain. Masyarakat petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok sejak 1980 masih dalam keadaan miskin, karena rendahnya harga getah karet waktu itu. Hal ini diungkapkan oleh Edi Rustam (76 tahun) salah seorang penduduk yang telah lama berkecimpung dalam usaha getah karet. “… Kondisi kehidupan masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok sangat dipengaruhi oleh pendapatannya yang mengandalkan pertanian karet. Kalaulah harga karet murah, sengsaralah kami, jangankan untuk menyekolahkan anak, makan atau berobat saja kami susah. Apalagi dulu barang-barang banyak yang murah dibanding sekarang, tapi pendapatan
55
kamipun lebih kecil pula. Sehingga kadang hanya cukup untuk makan sehari-hari…: Pernyataan senada juga diungkapkan oleh Rosnimar (65 Tahun) yang mengatakan bahwa : “… dulu (tahun 1980) karet kami jual seharga Rp. 700/ Kg. kadang-kadang Rp. 1.000/ Kg. dulu keadaan kami susah, harga karet juga tak menentu, kadang banyaklah yang kami dapatkan, terkadang sedikit. Ada juga hari itu harga karet Rp. 900/ Kg, tapi besoknya sudah Rp. 1.125/ Kg, terkadang bisa juga turun. Yang pasti tidak stabil, terserah tokenya.”
Berdasarkan wawancara dengan toke getah, penyebab labilnya harga karet tersebut adalah dilihat dari kualitasnya, harga karet memiliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Kualitas karet tersebut ditentukan oleh kadar air karet yang dihasilkan. Semakin kering karet yang dijual, semakin tinggi harga karet tersebut. Di sinilah para toke gotah memainkan harga karet tersebut. Terkadang karet yang kurang kering bisa dibeli dengan harga yang rendah, apalagi bila lokasi kebun tersebut jauh dari di pedalaman. Sebagaimana temuan wawancara dengan H. Darud (71 tahun) seorang toke gotah yang didapatkan di lapangan sebagai berikut : “..ada beberapa kriteria kami dalam membeli getah, karena getah ini akan kami jual balik. Kalau getahnya lembab, terpaksa kami beli murah karena dipasaran harganya juga rendah. mengenai harga kami sesuaikan dengan kondisi. Apabila harga karet bagus dipasaran, kami juga bisa membeli harga bagus, tapi kalau sedang tidak bagus, harus bagaimana lagi. Terpaksa kami membeli murah pada petani. Kondisi ini, sudah seperti ini sejak tahun 1980-an yang lalu. Bahkan sejak sebelumnyapun juga seperti itu.” Berdasarkan informasi dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bangkinang, Riau, diketahui harga getah karet tahun 1980 sebagaimana tercantum pada tabel berikut :
56
Tabel 7. Harga Karet/ Kg tahun 1980 No
Tahun 1980 Jenis Kering (Rp)
Basah (Rp)
Golongan A
1300
1000
Golongan B
800
500
Golongan C
250
150
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bangkinang, Riau (2010) Berdasarkan wawancara yang dilakukan, terdapat beberapa penduduk dari tahun 1980 berprofesi sebagai toke getah hingga tahun 2000. Toke-toke tersebut menampung hasil getah yang dipanen petani secara berkala. Biasanya dalam hitungan minggu, yang artinya masing-masing petani menjual getahnya sekali seminggu pada toke getah sehingga kita dilihat besarnya transaksi atau hasil karet yang terkumpul pada toke-toke tersebut.. Berdasarkan data yang diperoleh dari toke getah yang membeli getah dari petani di empat buah dusun Desa Jambu Kuok didapatkan data hasil penjualan getah karet sebagai berikut : Tabel : 8 Hasil Petani Karet Desa Pulau Jambu Kuok Per Minggu yang Dijual kepada Toke Getah pada Tahun 1980. Dusun Pulau Dusun Dusun Kp. Dusun Kp. TOKE Jambu Sei.Betung Panjang Baru GOTAH NO 1 H. Darud 2 Nurdeilis 3 Amran 4 Marius 5 Simas 6 Ilik 7 Idep Jumlah
Karet (ton) 2 2 2 2 1.5 2 1.0 11,5
Transaksi (Rp) 2.000.000 1.000.000 1.000.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 9.300.000
Karet (ton) 1.5 1.5 1.0 1.0 1.5 1.0 1.0 8.5
Transaksi (ton) 1.000.000 1.500.000 1.500.000 1.000.000 1.400.000 1.500.000 1.000.000 8.900.000
Karet (ton) 1.5 1.5 2.0 1.0 1.0 1.0 1.0 9,0
Transaksi ( Rp) 1.500.000 1.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 1.000.000 1.500.000 10.000.000
Sumber (Laporan kantor Desa Pulau Jambu Kuok, 2010
Karet (ton) 1,5 1,0 1,5 1.0 1.0 1,0 1,0 8,0
Transaksi (Rp) 2.000.000 1.500.000 1.500.000 1.500.000 2.000.000 1.000.000 1.500.000 9.500.000
57
Berdasarkan data tersebut, dapat ditarik kesimpulan total transaksi atau produksi getah karet yang dihasilkan rata-rata per minggu adalah 9 ton. Masingmasing toke tersebut umumnya menerima getah dari 5 atau 7 orang petani karet. Dengan demikian seorang petani menghasilkan getah karet kira-kira sebanyak 300 Kg/ minggu. Pernyataan ini dikuatkan oleh pernyataan Rusdi (56 Tahun) bahwa : “… dulu ladang kami hanya menghasilkan karet sebanyak 350-500 kg perminggu. Hasil yang kami dapatkan tersebut masih harus dibagi dengan pemilik kebun sebesar 60%, sehingga hasil bersih yang kami peroleh adalah sekitar 100-150 Kg saja, itupun kalau semua pohon menghasilkan. Kalau tidak, tak makanlah kami sehari itu, uang yang diperoleh itupun masih belum mencukupi dalam memenuhi kebutuhan kami. Lebih parahnya lagi, terkadang toke seenaknya memainkan harga yang mencekik kami, namun kami terpaksa pasrah, karena kami masih sangat bergantung pada toke masing-masing.” Pernyataan tersebut menunjukkan harga karet yang terus berfluktuatif, namun secara umum, rata-rata petani karet menghasilkan 350 Kg hingga 500 Kg/minggu. penjualannya nanti bergantung pada kondisi getah yang ditawarkan. Jika di hitung: Jumlah rata/rata hasil getah/minggu = 400/Kg Harga rata-rata getah karet = Rp. 800/ Kg. Berdasarkan temuan tersebut, bisa dicari besarnya pendapatan petani di desa pulau jambu kuok tahun 1980. Untuk mencari pendapatan petani terseut secara keseluruhan, maka digunakan rumus yang dikemukakan oleh Murtiasih (2010), dengan persamaan berikut : n
NI = ∑ PQ i i i =1
Sehingga diperoleh : NI = 400 x Rp. 800,00 = Rp. 320.000
58
Dengan demikian diperoleh data, bahwa setiap petani tersebut, mendapatkan uang sebesar Rp. 320.000/ minggu. Hasil tersebut tidak mutlak menjadi milik orang yang punya kebun karet atau pengelola, sebagaimana yang diungkapkan oleh Edi Rustam : “… pada tahun 1980, harga karet murah dan hasil yang diperoleh petani ternyata harus dibagi lagi antara pemilik dengan para pekerja di perkebunan tersebut. Umumnya pembagiannya sepertiga untuk pemilik perkebunan, dan 2/3-nya untuk pihak yang mengelola kebun…”
Dengan demikian, jika di hitung, pendapatan petani pemilik kebun karet rata-rata adalah Rp. 100.000/ minggu. Uang ini termasuk jumlah yang kecil pada tahun 1980, jika digunakan uang itu hanya sanggup mencukupi kebutuhan pangan bagi anggota keluarga seminggu penuh. Belum lagi apabila anggota keluarga yang sakit dan harus dirawat di Rumah sakit. 2. Pendidikan Formal Anggota Rumah Tangga Petani Karet Tahun 1980 dan Usaha Petani dalam Memenuhi Kebutuhan Pendidikan Anggota Keluarganya Harga karet selalu mengalami perubahan. Harga Karet yang rendah dan labil membuat kehidupan petani semakin susah. Keadaan tersebut memaksa petani tersebut berhutang pada toke gotah di daerah tersebut. Sebagai kompensasinya getah yang akan dipanen mau tak mau harus dijual kepada tokeh tersebut. Disinilah tokeh getah tersebut memainkan harga getah dari petani dengan membeli getah tersebut dengan harga yang miring. Jika petani tersebut tidak mau menjualnya pada tokeh tersebut, maka jangan berharap akan mendapat pijaman uang lagi pada tokeh tersebut. Situasi ini meimbulkan semacam dilema bagi para petani. Disatu sisi mereka sangat membutuhkan biaya untuk kelangsungan hidup
59
mereka, disisi lain mereka mengeluhkan harga yang tidak sesuai dengan yang seharusnya mereka terima. Hal ini sejalan dengan wawancara dengan salah satu informan yaitu Baharuddin (65 Tahun) yang menyatakan bahwa : “...karet yang kami hasilkan dari kebun gotah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terkadang kami malah kekurangan sehingga terpaksa berhutang pada toke gotah untuk mencukupi belanja kebutuhan sehari-hari. Bahkan getah yang kami hasilkan habis terpakai untuk menutupi kebutuhan tersebut sehingga terpaksa kami menggunakan sistem buka lobang tutup lobang. Terkadang kami megeluh karena harga yang diberikan pada kami terlalu rendah, namun mau tak mau terpaksa kami jual juga, karena kami punya hutang sama mereka. Sehingga pendapatan kami hanya cukup untuk membayar hutang dan terpaksa mengorbankan sekolah anak-anak kami karena tak sanggup kami membayar uang sekolah mereka.”
Pernyataan informan tersebut menjelaskan kenapa anggota rumah tangga petani karet hanya mengenyam pendidikan yang rendah bahkan ada yang tidak mampu menamatkan pendidikan dasar. Sehingga, menurut pengamatan peneliti dampak fluktuasi harga karet terhadap pendidikan anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok terlihat dari data siswa yang berhasil lulus dari pendidikannya. Lebih lanjut Baharuddi menyatakan : “tidak berapa banyak anak yang sekolah dikampung kami. Ada beberapa anak yang memang sekolah, tapi putus ditengah jalan karena kesulitan biaya.ada yang berhenti di tingkat SD saja, dan ada pula yang sudah SMP, tapi karena tidak sanggup lagi dengan biaya, terpaksa putus sekolah. Apalagi dulu sewaktu karet murah dan biaya pendidikan mahal. Untuk kehidupan sehari-hari saja susah. Makanya dulu kami lebih memilih anakanak tinggal dirumah membantu orang tua menakik getah karet…”
Fenomena tersebut dikuatkan dari informasi yang diperoleh di beberapa SD negeri Kuok seperti yang digambarkan pada tabel berikut ini :
60
Tabel: 9 Tingkat SD yang Putus Sekolah di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 1980 No Tahun SDN 09 SDN 03 Masuk Putus Sekolah Masuk Putus Sekolah 1 1980 24 10 26 12 Sumber ( Laporan SDN. 09 dan SDN. 003, tahun: 2010 ) Untuk tingkat SMP juga demikian, berdasarkan temuan lapangan diketahui bahwa : Tabel: 10 Tingkat SMP yang Putus Sekolah di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 1980 No Tahun SMP MTs Masuk Putus Sekolah Masuk Putus Sekolah 1 1980 10 5 12 6 Sumber ( Laporan SMP,MTS tahun: 2010 ) Dari data di atas digambarkan masih banyak anggota rumah tangga petani karet yang tidak bisa menamatkan pendidikan dasar, disamping akibat harga karet yang masih murah, lahan yang dimiliki oleh petani karet masih sedikit, dan sistem pertanian masih tradisional. Menurut Ahmad (40) mengungkapkan bahwa : “...anggota petani karet yang tidak mampu menamatkan pendidikan dasar adalah keluarga petani karet dari golongan pengambil upah dan penyewa kebun karet karena penghasilannya tidak cukup untuk pendidikan formal anaknya, sedangkan bagi petani pemilik kebun karet walaupun mampu menamatkan pendidikan tingkat SD, untuk melanjutkan ke tingkat SLTP atau MTs masih kurang” ( wawancara 10 April 2010 ) Dari tabel jumlah anak yang tamat pendidikan dasar tingkat SLTP/MTS masih rendah, hal ini diakibatkan kondisi pendapatan kepala keluarga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok masih rendah. Keluarga petani karet yang melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas dapat dilihat pada tabel berikut:
61
Tabel: 11 Keluarga Petani karet yang Melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 1980 No Tahun Sekolah Sekolah Jlh Menengah Keguruan SMA MA SPG PGA 1 1980 2 3 4 1 10 Sumber ( Laporan UPTD Dikpora Kec. Bangkinang Barat tahun: 2010 ) Tingkat Pendidikan yang digambarkan di atas menunjukkan jumlah tamatan pendidikan Umum dan Agama masih berimbang karena orang tua dalam rumah tangga petani karet masih menentukan pendidikan anaknya dan orang tua petani karet di Desa tersebut masih kuat dengan budaya agama Islam, sehingga anak-anaknya diarahkan kesekolah agama. Untuk masuk sekolah, siswa juga dibebani dengan berbagai biaya masuk yang besar. Buk Kar (61 tahun) menyatakan bahwa : “…dulu makan hati kalau menyekolahkan anak. Karena biayanya tinggi. Kalau masih mau menyekolahkan anak, harus jual emas dulu, karena untuk masuk sekolah itu saja biayanya sangat mahal. Bahkan untuk memasukkan anak ke SMP saja kalau tidak salah, saya menjual 2 emas dulunya. Apalagi uang masuk dari kebun karet kurang memadai….” Pernyataan tersebut menguatkan fakta bahwa biaya masuk sekolah pada tahun 1980 cukup tinggi, sedangkan pendapatan petani kurang mencukupi. Hal ini menyulitkan petani yang ingin keluarganya mengenyam pendidikan formal. Untuk mendapatkan pendidikan tersebut, dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Berdasarkan penelusuran di sekolah Kecamatan Kuok, berikut terdapat rincian biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli perlengkapan sekolah bagi seorang siswa agar mulai mendapatkan pendidikan di sekolah :
62
Tabel 12. Perbandingan Biaya Perlengkapan Sekolah Siswa tahun 1980 dengan Tahun 2000 Tingkat Pendidikan/Tahun Perlengkapan
SD 1980
Baju Nasional
SMP 2000
1980
SMA 2000
1980
2000
6.500
55.000
7.000
55.000
6.000
55.000
Baju khusus
-
50.000
3.500
50.000
5.000
50.000
Baju Melayu
4.250
50.000
5.500
50.000
6.000
50.000
-
35.000
5.000
45.000
6.000
50.000
Sepatu
4.000
50.000
4.000
50.000
4.000
50.000
Tas
3.000
40.000
3.000
40.000
3.000
50.000
Alat Tulis
4.000
35.000
4.000
35.000
4.000
45.000
-
50.000
-
250
-
500
Baju Olahraga
Buku Pelajaran
Dana komite (BP3) Jumlah
22.000
365.000
32.500
100.000 425.000
-
150.000
500 34.500
500.000
Sumber : SDN 009 Desa Pulau Jambu, SMPN 1 Bangkinang, dan SMAN 1 Kuok (2010)
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa rata-rata kenaikan biaya untuk membeli perlengkapan sekolah tahun 1980 naik kira-kira 10 kali lipat dibandingkan tahun 2000. Kenaikan ini disebakan oleh naiknya nilai satuan uang rupiah oleh keadaan ekonomi global seperti krisis ekonomi dan lain-lain. Dengan menjadikan harga emas menjadi patokan, maka dapat dilihat tingkat kemahalan harga barang kebutuhan sekolah tahun 1980 hingga tahun 2000. Menurut Sulistiono (Jurnal: 2009), harga emas tahun 1980 adalah Rp. 13.500. Sedangkan harga emas tahun 2000 berkisar Rp. 700.000/ emas. Jika harga kebutuhan sekolah itu dikonversikan ke emas, maka diperoleh hasil perhitungan :
63
Untuk SD (tahun 1980) = Rp. 22.000 : Rp. 13.500 = 1,69 emas Untuk SD (tahun 2000) = Rp. 360.000 : Rp. 700.000 = 0, 54 emas Untuk SMP (tahun 1980) = Rp. 42.500 : Rp. 13.500 = 2,47 emas Untuk SMP (tahun 2000) = Rp. 360.000 : Rp. 700.000 = 0, 54 emas Untuk SMA (tahun 1980) = Rp. 34.500 : Rp. 13.500 = 2,55 emas Untuk SMA (tahun 2000) = Rp. 500.000: Rp. 700.500 = 0,71 emas Berdasarkan perhitungan di atas, terlihat bahwa biaya yang dikeluarkan petani untuk perlengkapan sekolah lebih tinggi pada tahun 1980 dibandingkan tahun 2000. Sehingga meskipun jumlah uang yang dikeluarkan oleh orang tua siswa persiswa pada tahun 1980 terlihat sangat sedikit apabila dibandingkan dengan tahun 2000, namun para petani karet tetap merasakan beban biaya tersebut relative besar, terlebih rata-rata pendapatan keluarga mereka perbulan kurang mencukupi. Kondisi ini menyebabkan tidak banyak anggota keluarga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok ini mampu memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah mulai dari tingkat sekolah dasar hingga ke sekolah penghasil tenaga pendidik seperti Sekolah Pendidikan Guru (SPG) di Bangkinang serta Pendidikan Guru Agama (PGA) yang sekolah saat berada di Pasar Kuok 4 Km dari Desa Pulau Jambu Kuok. Rendahnya angka tamatan siswa tersebut karena pendapatan petani karet saat ini masih rendah serta masih dipengaruhi oleh kondisi alam dan pemasaran hasil karet belum baik ditambah kuatnya tekanan dari para tengkulak atau Toke Gota mengakibatkan petani mempunyai kebiasaan meminjam kepada Toke Gota,
64
baik untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, maupun untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak Harga karet yang labil bahkan cenderung rendah pada tahun 1980 mengakibatkan banyak petani yang resah karena pendapaatan rumah tangganya menurun. Rusdi (56 Tahun) menyatakan bahwa : “Hidup di tahun 1980 itu benar-benar payah. Mau makan susah karena mahalnya harga barang. Saat itu yang terfikir bagi kami untuk menyelamatkan keluarga dari kelaparan adalah, mencari penghasilan lain yang bisa kami andalkan untuk menutupi kekurangan pendapatan bulanan kami. Beberapa di antara kami ada yang beternak ayam, ikan lele, bahkan menanam padi di sawah. Pokoknya halal, dan bisa menambah penghasilan.” Pernyataan di atas mengindikasikan adanya upaya petani karet untuk menambah penghasilan keluarga melalui mata pencaharian sampingan. Sejalan dengan pernyataan Rusdi tersebut, Ramlan (63 Tahun) menyatakan bahwa : “…. Waktu itu (1980) banyak diantara anak-anak kami yang putus sekolah karena tak sanggup membayar keperluan sekolah anak. Bayangkan saja, kebutuhan sehari-hari saja susah. Untung waktu itu saya beternak itik sebagai usaha sampingan. Lumayanlah, bisa mendapatkan uang belanja sekaligus untuk tambahan tabungan anak untuk sekolah ke SMA. “ Selain itu Drs. Zulkipli (56 Tahun) juga menyatakan : “saya dulu susah kuliahnya. Biaya dari orang tua terbatas. Untung keluarga kami dulu menanam palawija di kebun samping rumah, sehingga lumayanlah, bisa menambah pedpatan keluarga. Makanya saya bisa tamat hingga SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Bahkan terkadang sepulang sekolah kami sempatkan juga untuk mencari rumput untuk ternak peliharaan kami.”
Di lain kesempatan, Buk Kar (61 tahun) menyatakan : “… sekolah dulu biayanya tinggi. Beberapa tetangga kami malah ada yang bilang, lebih baik mencari uang dari pada sekolah. Tapi tidak semuanya begitu. Walaupun harus menjual emas, saya tetap mau
65
menyekolahkan anak. Biar jadi insinyur (tertawa). Biar bapaknya petani, anaknya musti cerdas.” Pernyataan-pernyataan di atas mengindikasikan bahwa ada usaha dari para petani karet untuk memiliki usaha sampingan agar mendapatkan tambahan penghasilan. Dengan adanya tambahan penghasilan ini, beberapa anak di Desa Pulau Jambu Kuok bisa melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selain itu, masih terdapat beberapa keluarga yang menyadari pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.
3. Harga Karet Tahun 2000 Berdasarkan dokumen yang diperoleh di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bangkinang, Riau, diketahui harga getah karet tahun 2000 sebagaimana tercantum pada tabel berikut :
No
Tabel 13. Harga Karet/ Kg tahun 2000 Tahun 2000 Jenis Kering (Rp) Basah (Rp) Golongan A 18.500 13.000 Golongan B 11.000 8.000 Golongan C 7.000 <7.000
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Bangkinang. 2010 Berdasarkan wawancara yang dilakukan, terdapat beberapa orang yang dari tahun 1980 berprofesi sebagai toke hingga sekarang. Toke-toke tersebut tetap membeli hasil getah yang dipanen petani secara berkala dan kontinu serta melaporkannya ke kantor desa setempat. Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, umumnya para petani menjual hasil kebunnya sekali seminggu, sehingga kita bisa melihat besarnya transaksi atau hasil karet yang terkumpul pada toke-toke tersebut.Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor desa tersebut, diketahui toke
66
getah yang membeli getah dari petani di empat buah dusun Desa Jambu Kuok sebagai berikut : Tabel : 14 Hasil Petani Karet Desa Pulau Jambu Kuok per Minggu Yang Dijual kepada Toke Getah Pada Tahun 2000 NO
Toke Gotah
1 H. Darud 2 Nurdeilis 3 Amran 4 Marius 5 Simas 6 Ilik 7 Idep Jumlah
Dusun Pulau Jambu Karet (ton) 3.0 2.5 3.0 3.0 1.5 1.5 2.0 16.5
Transaksi (Rp) 39.000.000 32.500.000 39.000.000 39.000.000 19.500.000 19.500.000 26.000.000 214.500.000
Dusun Sei.Betung Karet (ton) 2.0 2.5 2.0 2.0 1.5 2.0 1.5 13.5
Transaksi ( Rp) 26.000.000 32.500.000 26.000.000 26.000.000 19.500.000 26.000.000 19.500.000 175.500.000
Dusun Kp. Panjang Karet (ton) 2.5 2.5 2.0 2.0 1.5 1.5 1.5 13.5
Transaksi ( Rp) 32.500.000 32.500.000 26.000.000 26.000.000 19.500.000 19.500.000 19.500.000 175.500.000
Dusun Kp. Baru Karet (ton) 1,5 2,0 2,5 2.0 1.5 1,5 1,5 12.5
Transaksi (Rp) 19.500.000 26.000.000 32.500.000 26.000.000 19.500.000 19.500.000 19.500.000 162.500.000
Sumber (Laporan Kantor Desa Pulau Jambu Kuok, tahun 2010 Berdasarkan data tersebut, dapat ditarik kesimpulan total transaksi atau produksi getah karet yang dihasilkan rata-rata per minggu meningkat dari periode sebelumnya menjadi 14 ton. Masing-masing toke tersebut umumnya masih tetap menerima getah dari 5 atau 7 orang petani karet. Dengan demikian seorang petani menghasilkan getah karet kira-kira sebanyak 500 Kg/ minggu. Pernyataan ini dikuatkan oleh pernyataan Rusdi (56 Tahun) bahwa : “… berbeda dari kondisi tahun 1980 lalu, sekarang kebun karet kami menghasilkan karet sebanyak 400-700 kg perminggu. Hasil yang kami dapatkan tersebut masih tetap harus dibagi dengan pemilik kebun sebesar 60%, sehingga hasil bersih yang kami peroleh adalah sekitar 150-200 Kg saja, itupun kalau semua pohon menghasilkan. Namun hingga sekarang seringkali toke seenaknya memainkan harga yang mencekik kami, sehingga penghasilan kami jadi tak menentu. Adakalanya banyak, terkadang sangat sedikit, namun kami terpaksa pasrah, karena kami masih sangat bergantung pada toke masing-masing. Tapi kalau dibandingbandingkan dengan harga karet dulu waktu tahun 1980, sekarang harga karet jauh lebih mahal.”
Pernyataan senada juga disampaikan oleh Drs. Zulkipli (56 Tahun) :
67
“….untuk panen getah, kami dapat karet sekitar setengah ton (500 Kg) perminggu. Sama lah dengan tahun-tahun sebelumnya, tapi kalau masalah harga, tahun 2000-an sudah jauh lebih mahal dibanding waktu tahun 1980an dulu. Dulu karena harga karet rendah, pendapatan kamipun rendah, sehingga ada beberapa anggota keluarga kami yang tidak bersekolah karena tak ada biaya. Ya, bagaimana mau sekolah, jika untuk kebutuhan sehari-hari saja susah…” Pernyataan tersebut menunjukkan harga karet yang terus berfluktuatif, namun secara umum, rata-rata petani karet menghasilkan 400 hingga 700 Kg. penjualannya nanti bergantung pada kondisi getah yang ditawarkan. Jika di hitung: Jumlah rata/rata hasil getah/minggu = 500.Kg Harga rata-rata getah karet = Rp. 13.000/ Kg. Berdasarkan temuan tersebut, bisa dicari besarnya pendapatan petani di desa pulau jambu kuok tahun 2000. Untuk mencari pendapatan petani terseut secara keseluruhan, maka digunakan rumus yang dikemukakan oleh Murtiasih (2010), dengan persamaan berikut : n
NI = ∑ PQ i i i =1
Sehingga diperoleh : NI = 500 x Rp. 13.000,00 = Rp. 6.500.000 Dengan demikian diperoleh data, bahwa setiap petani tersebut, mendapatkan uang sebesar Rp. 6.500.000/ minggu. Hasil tersebut tidak mutlak menjadi milik orang yang punya kebun karet atau pengelola, sebagaimana yang diungkapkan oleh Edi Rustam (76 Tahun) : “… seperti perjanjian sebelumnya antara pemilik kebun dengan pengelola kebun, hasil panen dibagi tiga, sepertiga untuk pemilik perkebunan, dan
68
2/3-nya untuk pihak yang mengelola kebun, setelah dikeluarkan biaya pengelolaan kebun tersebut dalam satu minggu…”
Dengan demikian, jika di hitung, pendapatan kotor petani pemilik kebun karet rata-rata adalah Rp. 2.100.000/ minggu. Uang ini termasuk jumlah yang cukup besar, untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari dan memenuhi kebutuhan pendidikan bagi keluarga petani karet tersebut.. 4. Pendidikan Formal Anggota Rumah Tangga Petani Karet Sesudah Tahun 2000 dan Usaha Petani dalam Memenuhi Kebutuhan Pendidikan Anggota Keluarganya Memasuki tahun 2000-an harga karet mulai naik, upaya untuk memperoleh pendidikan sudah semakin membaik, hal ini disebabkan oleh meningkatnya pendapatan petani karet karena harga jual getah karet sudah naik.Naiknya pendapatan ini mulai memberi semangat kepada petani karet untuk memberikan pendidikan yang layak bagi anggota keluarganya agar melanjutkan pendidikan sampai ke tingkat SMA yang saat ini hanya ada di Bangkinang 45 km dari pemukiman penduduk petani karet Desa Pulau Jambu Kuok. Sebagaimana yang disampaikan oleh Drs. Zulkipli (56 Tahun) : “….Dulu karena harga karet rendah, pendapatan kamipun rendah, sehingga ada beberapa anggota keluarga kami yang tidak bersekolah karena tak ada biaya. Ya, bagaimana mau sekolah, jika untuk kebutuhan sehari-hari saja susah, kalau sekarang (tahun 2000) harga karet sudah mulai membaik, sehingga kamipun semakin giat menyekolahkan anakanak kami…”
Hal senada juga diungkapkan oleh buk Kar (63 Tahun) yang menyatakan bahwa :
69
“…. Kalau bicara harga karet, dulu jauh lebih murah. Sehingga susah kalau berbicara tentang menyekolahkan anak. Untuk keperluan sehari-hari saja kami masih pikir-pikir. Sekarang kan sudah naik harga karetnya, sehingga kami juga bertambah dalam hal pendapatan. Kini anak saya sudah bisa bersekolah, bahkan cucu saya pun tidak ada yang tidak bersekolah. Alhamdulillah lah, semenjak harga karet membaik, kami bisa juga mendaftarkan anak-anak kami untuk sekolah..”
Pernyataan tersebut didukung oleh data anggota keluarga petani karet yang melanjutkan studi pada tahun 2000-an. Pada tahun 2000 ini 10 (sepuluh) orang anggota rumah tangga petani karet sudah menyelesaikan pendidikan tingkat tinggi. Seperti yang diungkapkan oleh Mawardi (50) penggerak koperasi di Kec. Bangkinang Barat mengatakan : “...anak-anak di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat memasuki tahun 2000-an banyak yang menamatkan pendidikan Dasar, sebagian ada yang memasuki SLTA, MTsN dan SLTA ketiga lembaga pendidikan ini berada di pasar Kuok 4 km dari Desa Pulau Jambu Kuok. Untuk menjangkau sekolah ada yang memakai sepeda dan ada yang jalan kaki. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Menengah pertama ini untuk melanjutkan ke pendidikan Tingkat Atas sudah meningkat, seperti di Dusun Sungai betung dari jumlah yang tamat MTsN dan SLTP 35 orang yang melanjutkan ke SLTA/MA hanya 28 orang, sedangkang di Dusun Pulau Jambu dari 30 orang melanjutkan ke SMA 24 orang . Pada tahun ini di Dusun Pulau Jambu Kuok yang menamatkan pendidikan Tinggi sebanyak 13 orang, 8 dari UNRI dan 5 dari IAIN SUSQA....”
Pendidikan formal tingkat Sekolah Menengah pertama adalah SMPN 1 Bangkinang Barat yang terletak di Desa Merangin 9 KM dari Desa Pulau Jambu, dan SMP Negeri 2 Bangkinang Barat Yang berlokasi di Dusun Pulau Jambu Kuok. Menurut ungkapan Suhaimi yang merupakan Kepala SMP N 2 Bangkinang Barat mengatakan : “Sekolah Menengah pertama (SMP) yang ada di kecamatan Bangkinang Barat ada dua yaitu SMPN 1 Bangkinang Barat, dan yang kedua adalah SMPN 2 Bangkinang Barat berada di Desa Pulau Jambu
70
Kuok, awal pembangunannya terjadi Kendala berkaitan dengan pembebasan lahan, namun berkat bantuan Kepala Desa (Burhanuddin) mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat Dusun Pulau Kuok ada salah seorang tokoh masyarakat (Malikul) bersedia mewakafkan tanahnya seluas 2 hektar kepada Pemerinatah Kabupaten Kampar untuk pembangunan sarana pendidikan (SMPN 2 Bangkinang Barat) dtambah lagi 1 hektar untuk Lapangan sepak Bola yang diwakafkan ke masyarakat Dusun Pulau Jambu Kuok”
Sejak tahun 80-an sampai tahun 90-an di Desa Pulau Jambu Kuok umumnya anggota rumah tangga petani karet bersekolah sampai tingkat sekolah Dasar, setelah tamat SD banyak yang tidak melanjutkan kependidikan yang lebih tinggi, murid yang tamat setelah dewasa berumur 20 tahun lebih berkeinginan merantau ke Malaysia, dan ikut membuka usaha perdagangan atau berkedai di Sarolangun Jambi. Di awal tahun 2000 Timbulnya kesadaran akan pentingnya pendidikan, menjadikan masyarakat termotivasi untuk berswadaya membangun fasilitas pendidikan. Zulhendri (57) mengatakan : Pendidikan formal tingkat SD di Desa Pulau Jambu dilaksanakan di gedung yang dibangun sendiri oleh masyarakat, saat ini bernama SDM (Sekolah Dasar muhammadiyah), di Sekolah inilah masyarakat Dusun Pulau jambu memperoleh pendidikan Dasar 6 tahun. Setelah tamat pendidikan Dasar 6 tahun, banyak yang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau ke tingkat SMP, untuk menunjang biaya pendidikannya, diantara beberapa siswa ada yang membantu pekerjaan orang tua seperti mencari ikan di sungai Kampar, membuka hutan untuk berkebun karet, memelihara ikan dengan membuat Kerambah di Sungai Silam, dan ada yang membuka usaha perkebunan jeruk. (wawancara, 25 April 2010).
Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Mariamin (60) yang berprofesi sebagai tenaga pengajar di SDM Pulau Jambu Kuok menyatakan: “...motivasi anak-anak disini untuk bersekolah cukup tinggi. Bahkan beberapa anak masih tetap ingin bersekolah meskipun di rumah masingmasing mereka juga bekerja untuk menambah biaya belanja ke sekolah”
71
Untuk lebih jelasnya mengenai perkembangan jumlah siswa di SDM Pulau Jambu Kuok yang mayoritas kehidupan masyarakat petani karet, seperti yang digambarkan pada tabel berikut, Tabel : 15 Jumlah Murid SDN 009 Pulau Jambu Kuok yang Melanjutkan Pendidikan ke Jenjang Pendidikan Tingkat SMP / MTs. Tahun Ke SMP/MTs NO Jumlah Siswa/ Kelas Pelajaran (Melanjutkan) I II III IV V VI 1
2000/2001
50
49
49
47
46
46
46
Sumber data : SDN 009 Bangkinang Barat tahun 2010
Temuan yang mendasar dari data diatas adalah proses pendidikan formal tingkat SD di Dusun Pulau Jambu Kuok dalam masyarakat petani karet saat ini antusiasnya sangat tinggi dibandingkan periode sebelumnya, hampir semua anak seusia sekolah dasar (minimal 7 tahun) masuk sekolah, ini merupakan dorongan dari orang tua cukup tinggi, karena lokasi sekolah masih berada di perkampungan warga, setelah tamat kelas VI, upaya untuk melanjutkan ke sekolah yang lebih tinggi (SMP/MTs) masih tinggi, hal ini disebabkan pendidikan bagi masyarakat sudah tidak mengambang lagi, tetapi orang tua masih mengharapkan anggota rumah tangga petani perlu membantu usaha keluarga melalui kegiatan-kegiatan seperti bersawah, menangkap ikan dan lain-lain untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, terutama sekali bagi keluarga yang berpenghidupan sebagai petani karet. Mengenai harga karet di awal tahun 2000 H. Darud (71 tahun) menyatakan : “Memasuki tahun 2000 masyarakat di Desa Pulau Jambu Kuok kehidupannya mulai mengalami kemajuan karena naiknya harga karet, sampai mencapai Rp. 13.000/Kg bahkan sampai harga karet RP. 18.500,
72
hal ini menyebabkan meningkatnya kehidupan masyarakat, daya beli semakin tinggi,…” Naiknya harga karet di Awal tahun 2000 membangkitkan gairah petani untuk menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi. pada tahun tersebut juga dibangun SMPN 2 Bangkinang Barat, yang jaraknya 1 KM dari pemukiman Dusun Pulau Jambu, 2.5 KM dari Dusun Sungai Betung dan 4 KM dari Kampung Baru, Kampung Panjang. Masyarakat yang berpenghasilan sebagai petani karet semakin mudah memasukkan anaknya ke SMP yang sebelumnya kalau masuk SMP harus ke Pasar Kuok 8 kM dari pemukiman penduduk Desa Pulau Jambu, demikian juga kalau masuk ke MTsN harus ke Desa Merangin 10 KM dari pemukiman penduduk Desa Pulau Jambu Kuok. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Darwis (56) tahun, salah seorang Datuk dari suku Bendang (mayoritas suku di Desa Pulau Jambu Kuok) mengatakan bahwa : “Dulunya kami banyak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan anak kami ke jenjang SMP atau MTs, karena kekurangan biaya untuk itu, Hanya beberapa saja yang bisa bersekolah ke SMP dan MTs, akan tetapi setelah naiknya harga karet terlebih lagi ketika Pemerintah Kabupaten Kampar membangun gedung baru SMPN 2 Bangkinang Barat yang berlokasi di Desa Pulau Jambu Kuok, masyarakat kami yang sehari-harinya sebagai petani karet, dapat memenuhi pendidikan anak kami untuk masuk ke SMP, khsusunya SMPN 2 Bangkinang Barat. “
Jumlah murid Sekolah dasar yang tamat di Desa Pulau Jambu Kuok sejak tahun 2000 semakin meningkat masuk ke SMPN 2 Bangkinang Barat, hal ini disebabkan ekonomi petani karet semakin baik, dan jarak SMPN 2 Bangkinang Barat lebih dekat dengan pemukiman penduduk. Berikut ini gambaran anak petani karet dalam Desa Pulau Jambu Kuok yang masuk ke SMPN 2 Bangkinang Barat.Kabupaten Kampar Propinsi Riau.
73
Tabel : 16 Jumlah tamatan SDN yang masuk ke SMPN 2 Bangkinang Barat di Desa Pulau Jambu Kuok tahun 2000 No 1
Tahun 2000/2001
SDN 009 44
SDN 023 57
SDN 003 50
Sumber data : SMPN 2 Bangkinang Barat, 2010 Siswa SMPN 2 Bangkinang Barat ini yang mayoritas masyarakatnya petani karet sejak tahun 2000, banyak yang melanjutkan pendidikannya ke sekolah Menengah Atas seperti ke SMAN 2 Bangkinag, SMAN I Bangkinang, SMAN 1 Bangkinang Barat, SMAN 2 Bangkinang Barat, MAN 1 Kuok, Bahkan ada yang melanjutkan pendidikan ke Padang Panjang Sumetara Barat. Seperti yang diungkapkan oleh Usman Khatap (56) tahun, petani karet Dusun Pulau Jambu, mengatakan : “Anak-anak Dusun Pulau jambu Kuok semakin meningkat jumlahnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, setelah tamat SMPN 2 Bangkinang Barat, serta yang tamat dari MTsN Kuok, hal ini disebabkan harga karet semakin baik dari tahun sebelumnya, faktor lain karena masyarakat Dusun Pulau Jambu ini, dari tahun ke tahun senantiasa membuka hutan untuk menambah kebun karetnya, terutama setelah sungai Kampar debit airnya semakin berkurang setelah pembangunan PLTA Koto Panjang, kondisi ini memotivasi masyarakat Dusun Pulau Jambu Kuok untuk menambah kebun karetnya dengan ekstensifikasi. Saat ini masyarakat Dusun Pulau jambu Kuok hampir semuanya memiliki kebun karet ada 2 sampai 4 Hektare / keluarga.“
Selain itu ada fenomena lain yang menyebabkan masih adanya kasus siswa putus sekolah walau sedikit, yakni karena beberapa masyarakat terjebak dalam pembelian sepeda motor dengan system kredit. Pembelian sepeda motor tersebut menambah jumlah pengeluaran yang harus dibayar oleh petani getah tersebut. Anggota keluarga petani karet Desa Pulau Jambu Kuok semakin tinggi keinginannya untuk memperolah sepeda motor untuk mempermudah menjangkau
74
lokasi perkebunan karet, yang berjarak 20 Km dari pemukiman masyarakat. Bahkan setiap keluarga rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok memiliki dua sampai tiga buah sepeda motor sehingga mempunyai efek negatif terhadap perkembangan pendidikan masyarakat. Sebagaimana wawancara yang dilakukan dengan salah satu informan : “... naiknya harga karet memag membuat petani semakin bergairah, namun disisi lain kami butuh alat transportasi untuk memuluskan usaha kami. Untuk itu kebanyakan dari kami membeli sepeda motor untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Namun yang kurang enaknya, harga getah yang naik turun dan kondisi lingkungan yang terkadang membuat produksi karet menurun turut mempengaruhi pedapatan kami. Alhasil terkadang kami kesulitan membayar angsuran kendaraan tersebut. Beberapa dari kami terpaksa anaknya berhenti sekolah karena tak ada biayamelanjutkan pendidikan keperguruan tinggi. Karena biaya untuk kebutuhan hidup keluarga semakin bertambah, seperti membayar bulanan atau kredit sepeda motor kepada Dealer di Bangkinang atau Pasar Kuok...”
Menurut Darisan (60) salah seorang guru PDTA Muhammadiyah di Dusun Pulau Jambu Kuok, mengatakan : “...dalam masyarakat Dusun Pulau Jambu Kuok anak-anak yang berumur 7 tahun sampai umur 13 tahun masuk pendidikam Diniyah takmiliyah Awwaliyah (PDTA). Disamping biaya murah, Pendidikan ini lebih memfokuskan kepada kemampuan anggota rumah tangga petani karet untuk dapat membaca Al-qur’an dan yang penting lagi adalah bagaimana murid-murid di PDTA ini bisa atau mampu mengerjakan sholat dengan sempurna.” Menurut informasi dari masyarakat memasuki tahun 2010-an anak-anak petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok sudah banyak yang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, seperti ada yang melanjtkan ke pendidkan menengah yang ada di Bangkinang baik tingkat SMA maupun MA, dan pada tahun pelajaran 2000/ 2001 yang sudah memasuki perguruan tinggi juga meningkat seperti yang digambarkan pada tabel dibawah ini :
75
Tabel : 17 Jumlah Anggota Keluarga Petani Karet Desa Pulau Jambu Masuk Perguruan Tinggi dan Akademi Tahun 2000 Lembaga No Dusun Jumlah UNRI UIN UIR AKBID 1 Pulau Jambu 6 8 4 3 21 2 Sei Betung 7 10 3 5 25 3 Kampung Baru 4 5 2 2 13 4 Kampung Panjang 1 1 1 3 Jumlah 18 24 9 11 89 Sumber ( Laporan Kantor UPTD Dikpora Bangkinang barat, 2010) Temuan yang mendasar dari data diatas adalah bahwa proses pendidikan formal yang berkembang di Desa Pulau Jambu Kuok saat ini merupakan hasil perjuangan dari masyarakat petani karet yang sejak dari dulu terus memperluas areal perkebunan karetnya, dan pada tahun ini harga karet semakin tinggi dipasaran,
khsususnya di Dusun Pulau Jambu
Kuok yang mayoritas
masyarakatnya berprofesi sebagai petani karet, dan di daerah ini banyak pembeli karet yang datang langsung membeli kepada petani karet bahkan pembeli (Toke Gotah) ada yang langsung membeli ke petani karet di areal perkebunan. Menurut Kholil (51 tahun) salah seorang petani karet dari Dusun Pulau jambu Kuok mengatakan : “...Pada tahun ini petani karet di Desa Pulau Jambu, khususnya di Dusun Pulau Jambu Kuok banyak yang berkinginan memasukkan anak-akannya untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan Akademi, hal ini disebabkan oleh harga karet semakin baik, jalan-jalan ke areal perkebunan semakin lancar, pemebli karet (Toke Gotah) banyak yang membeli langsung ke petani dengan harga yang bersaing, jalan menuju ibu kota Kecamatan dan Kabupaten dan ke Propinsi semakin baik dan lancar, khususnya pembangunan dua jembatan yaitu jembatan di pasar Kuok dan Jembatan di Bangkinang, kedua Jembatan ini dapat menghubungkan langsung Desa Pulau Jambu Kuok dengan Bangkinang dan Kota Pekanbaru, sekaligus didukung dengan sarana transportasi yang lancar.(wawancara 5 Mei 2010)
76
Hal ini mengindikasikan tingginya keingian dari masyarakat itu sendiri dalam upayanya meningkatkan kesejahteraan keluarga melalui peningkatan pendidikan di sekolah formal. Memasuki tahun 2000-an menurut pengamatan peneliti di tiga Dusun yang ada di Desa Pulau Jambu Kuok, dari beberapa anggota rumah tangga petani karet yang berhasil meningkatkan
pendidikan terhadap
anggota rumah tangga. Tabel : 18 Kepala Keluarga yang Mempunyai Usaha Sampingan selain Bertani Karet Pada Tahun 2000 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Keluarga H. Darud Arif Nurdelis Hafiz M.Nazir Amri Anwar Khaidir Zulkifli Bustami
Suku Melayu Bendang Melayu Bendang Bendang Bendang Melayu Pitopang Domo Bendang
Karet
Jeruk
Sawit
Keram bah
4 ha 5 ha 6 ha 2 ha 2 ha 3 ha 4 ha 3 ha 3 ha 4 ha
1/2ha 1/2 ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha
1/2ha 1 ha 1/2ha 1 ha 1a 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha 1/2ha
1 2 3 5 2 1 2 1 2 3
Pendidikan/Jumlah SMP SMA PT 2 2 2 1 2 2 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 2
(Sumber : Wawancara 5 Mei 2010) Dari data diatas penulis mengambarkan bahwa sebagian dari kepala rumah tangga yang berusaha melanjutkan pendidikan anggota rumah tangga petani karet, karena masyarakat sudah menyadari penghasilan kebun karet tidak bisa menjamin pendidikan anak-anaknya karena harga karet di masyarakat Desa selalu berubahrubah atau terjadi fluktuasi harga.
77
C. Pembahasan 1. Pendidikan Formal Anggota Rumah Tangga Petani Karet di Desa Pulau Jambu Kuok di Tinjau dari Fluktuasi Harga tahun 1980 dan Tahun 2000 Pendidikan Formal anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok sampai tahun 1980 masih rendah, menurut pengamatan peneliti hanya sebagian besar yang mampu menamatkan tingkat pendidikan dasar, bahkan Termasuk Pendidikan tingkat SLTP dan SLTA sangat sedikit jumlah anak yang bersekolah. Keterbatasan untuk memperoleh pendidikan tersebut karena faktor ekonomi dan biaya hidup, terutama masyarakat di sini hanya mengandalkan penghasilan dari usaha tani karet. Berdasarkan temuan di lapangan, diketahui bahwa harga karet tahun 1980 di Desa Pulau Jambu Kuok mengalami fluktuasi. Terkadang harga tinggi tetapi lebih sering harga karet tersebut rendah. Adanya fluktuasi harga karet tersebut mengakibatkan pendapatan petani menjadi tidak menentu bahkan seringkali mengalami penurunan pendapatan petani karet. Penurunan harga karet juga diikuti dengan produksi karet yang sedikit. Hal ini menyebabkan pendapatan petani karet juga sedikit. Kondisi ini sesuai prinsip ekonomi mikro yang menyatakan bahwa produksi yang rendah disertai harga yang rendah akan menghasilkan pendapatan yang rendah pula. Menurunnya pendapatan mengakibatkan para petani karet kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari rumah tangga mereka, apalagi untuk membayar keperluan sekolah anak-anak yang memang serba mahal pada saat itu. Konsekuensinya, beberapa anggota rumah tangga mereka terpaksa mengorbankan
78
pendidikan mereka dan putus sekolah. Kondisi ini sebenarnya justru memperburuk kondisi perekonomian para petani, karena kurangnya pendidikan akan menyebabkan keluarga para petani semakin jauh dengan kemakmuran. Menurut pengamatan peneliti dilapangan walaupun sebagaian besar anggota rumah tangga petani karet tahun 1980 banyak yang tidak bersekolah atau putus sekolah, namun masih ada benerapa orang kepala keluarga petani karet yang tetap menyekolahkan anaknya terutama kepala keluarga yang menambah usaha lain atau pekerjaan sampingan seperti usaha berjualan dirumah dan berjualan bibit jeruk yang dipasarkan keberbagai daerah. Sesuai yang dikemukan oleh (Depdiknas, 2005 : 263 ), bahwa Pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang yang diusahakan mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Sebagian diantara anggota keluarga petani karet tersebut membantu orang tua di perkebunan. Terutama bagi orang tua masyarakat petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok yang belum mampu membiayai anak-anaknya untuk ke sekolah, sehingga pemikiran mereka masih fokus pada pekerjaan yang langsung menghasilkan uang. Hal ini didukung oleh temuan hasil wawancara peneliti dengan salah satu orang tua anak dari anggota rumah tangga petani karet di desa Pulau Jambu Kuok yang masih memiliki pemikiran tertinggal, dan hidup secara sederhana yang mengatakan bahwa ada sebagian dari masyarakat anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok sampai saat
ini masih
menganggap bahwa kegiatan sekolah untuk anak-anak mereka hanya membuangbuang waktu saja dan tidak dapat menghasilkan uang atau makanan.
79
Fenomena ini sejalan dengan yang telah dikemukakan oleh Ivan Illich (2009 :178) bahwa kemiskinan yang dihadapi, membuat para petani terbelenggu dalam kebudayaan kemelaratan (culture of poverty) yang membentuk pandangan hidup miskin baik dalam memandang tata nilai, sikap mental dan tingkah laku yang pasrah, karena mereka sendiri sudah tidak peduli lagi terhadap kemiskinan yang mereka alami. Keadaan ini membuat rakyat miskin seakan akan orang bisu yang tidak mempunyai apa-apa. Kondisi inilah yang dialami masyarakat petani karet Desa Pulau Jambu Kuok pada tahun 1980. Berdasarkan pengamatan peneliti, didikan untuk anak-anak masyarakat seperti pendidikan anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok oleh orang tua mereka lebih diarahkan bagaimana menghasilkan materi secara cepat tanpa ada proses yang panjang, misalnya memotong karet, meramu hasil hutan. Dengan demikian anggota keluarga petani karet tersebut seolah-olah terkungkung dalam budaya mencari materi untuk mencukupi kebutuhan seharihari. Ada beberapa hal yang harus disadari yaitu pendidikan merupakan suatu alat untuk membebaskan masyarakat di Desa Pulau Jambu Kuok dari kebodohan dan pengasingan sebagaimana yang diungkapkan Delor (2000) yaitu Pendidikan merupakan sebagai suatu alat utama untuk memelihara suatu bentuk pembangunan manusia yang lebih dalam dan serasi, dengan demikian
akan
mengurangi kemiskinan, pengasingan, kebodohan, penindasan dan peperangan. Berdasarkan temuan penelitian diketahui bahwa masyarakat petani karet pada tahun 1980 belum menyadari pentingnya pendidikan bagi anggota rumah
80
tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok. Fokus kegiatan sehari-hari mereka adalah melakukan upaya real dan singkat dalam menghasilkan uang guna menopang kebutuhan sehari-hari. Hal ini terlihat dari hasil penelitian, dimana diketahui bahwa tingkat pendidikan formal anggota petani karet tahun 1980-an masih rendah. Rendahnya tingkat pendidikan ini disebabkan minimnya pendapatan para petani tersebut karena rendahnya harga getah karet. Rendahnya harga karet di tahun 1980 di Desa Pulau Jambu Kuok karena adanya
sikap
mental
petani
ingin
mendapatkan
hasil
lebih
tampa
memperhitungkan keadaan tanaman karet seperti cara menyadapnya dengan membuat saluran getah (Polan) terlalu banyak bahkan ada polan atas dan polan bawah, sikap mental ini akan membuat pohon getah rusak dan produksinya akan berkurang. Berdasarkan orientasi nilai budaya dalam perspektif petani, ada dua kelompok tani yaitu kelompok umum dan kelompok khusus, Kelompok umum merupakan sebagian besar dari petani karet dengan orientasi nilai budaya lebih berorientasi ke masa depan, dalam bekerja cenderung hanya mementingkan hasil yang diperoleh dan mengabaikan mutu kerja ( kerja untuk hidup). Sikap mental seperti ini berakibat eksploitasi yang berlebihan terhadap pohon karet agar penghasilan meningkat. Memasuki tahun 2000, berdasarkan temuan penelitian diketahui bahwa keadaan ekonomi petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok mulai membaik. Tingkat pendidikan anggota keluarga petani getah karet sudah lebih baik. Hal ini terjadi karena tingginya harga karet memicu meningkatnya pendapatan petani. Berdasarkan perhitungan, diperoleh peningkatan pendapatan petani yang sangat
81
signifikan. Jika pada tahun 1980-an petani yang umumnya memiliki lahan 4 hektar bisa menghasilkan pendapatan kotor sekitar Rp. 500.000 per minggu, pada tahun 2000-an petani bisa mengantongi kurang lebih Rp. 6.500.000 per minggu. Sesuai dengan teori ekonomi mikro yang menyatakan bahwa harga karet yang tinggi dengan produksi yang banyak akan meningkatkan pendapatan petani. Meningkatnya pendapatan petani karet dari tahun 2000 menurut pengamatan peneliti adalah semakin majunya sikap mental para petani karet dalam menjaga stabilisasi produksi tanaman karet, hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (2000:45) bahwa kelompok khusus yang memiliki sikap mental peduli terhadap mutu, cendrung patuh pada aturan pengelolaan karet, disiplin diri yang lebih tinggi. Tindakan ekonomi kelompok ini dalam pengeluarannya cendrung lebih berhati-hati. Demikian juga dengan tindakan dalam produksi sehingga kebun karet mareka lebih tahan lama. Meningkatnya pendapatan petani karet ini berdampak positif terhadap tingkat pendidikan anggota keluarganya. Hal ini dibuktikan dengan temuan dilapangan yang menyatakan bahwa terdapat peningkatan yang berarti dan signifikan jumlah siswa pada tahun 1980-an dibandingkan dengan jumlah siswa pada tahun 2000-an. Ini membuktikan pendapatan keluarga petani karet berdampak positif terhadap pendidikan anggota keluarga petani karet di daerah tersebut. Dengan demikian terlihat bahwa pendidikan masih menjadi kebutuhan pokok para petani karet untuk meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Sesuai dengan teori human capital yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan investasi untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.
82
Konsep pendidikan formal dalam lingkungan masyarakat petani seperti pendidikan anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok sudah dikatakan begitu baik, hal ini dibuktikan dengan: (1) banyaknya masyarakat seperti anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok yang usia sekolah, mau sekolah, (2) tingginya dorongan dari kelompok dewasa untuk mendorong anak-anak masyarakat seperti anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok untuk mau sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, yang menjadi konsep masyarakat petani karet dalam pendidikan anggota rumah tangga di Desa Pulau Jambu Kuok baik pendidikan formal dan pendidikan nonformal adalah untuk mewujudkan pola kehidupan masyarakat dimasa datang yang baik apabila ditandai adanya kehidupan masyarakat yang berpolakan : (1) kesederhanaan atau hidup apa adanya. Kesederhanaan atau hidup apa adanya yang diberikan orang tua / keluarga, merupakan salah satu bentuk mempertahankan kelangsungan hidup. seperti yang ditunjukkan dalam hal kegiatan memotong karet, meramu hasil hutan atau kegiatan lainnya yang menghasilkan uang. Sikap hidup apa adanya dianggap tidak semestinya dengan mengikuti pendidikan secara formal atau sekolah. Kegiatan
sekolah
sebagaian
masyarakat
menganggap
hal
yang
belum
dipentingkan, karena prosesnya panjang, perlu mandiri, kerja keras dan tidak cepat menghasilkan uang untuk kebutuhan hidup sehari, jika dibanding dengan petani karet yang bisa mendatangkan uang secara cepat atau dalam satu minggu bisa terima uang.
83
(2) Tanggung jawab Konsep pendidikan yang membentuk masyarakat bertanggung jawab merupakan tindakan untuk melindungi keluarga dan kelompok dari hal-hal yang mereka anggap tidak baik. Setiap masyarakat anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok tidak dibenarkan meninggalkan keluarga atau kelompok begitu saja tanpa pemberian kebutuhan hidup dan perlindungan keamanan. (3) kerjasama Kerja sama yang dilakukan dengan keterbukaan antara sesama masyarakat anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok dalam mempermudah mencapai suatu tujuan. Kerjasama masyarakat yang maju sangat perlu dilakukan dengan keyakinan yang kuat akan menimbulkan manfaat yang lebih baik dan maju. (4) menghormati dan menghargai Sikap hormat senantiasa diberikan kepada orang-orang yang lebih tua dan bagi yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam struktur kepemimpinan kelompok. Misalnya seorang kepala suku / ninik mamat sangat didengar dan dilaksanakan segala perintahnya, karena merupakan seorang pemimpin yang diyakini oleh anggotanya dan dapa menciptakan kebaikan bersama. Berdasarkan uraian diatas pendidikan anggota rumah tangga petani karet diyakini dapat membawa masyarakat kepada kehidupan yang baik dan sejahtera. akan tatapi melalui sikap menghormati dan menghargai orang tua merupakan hal
84
yang sangat penting untuk ditanamkan kepada anak-anak masyarakat anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok. Konsep yang tertanam pada beberapa petani tentang pendidikan yang dianggap kurang menguntungkan untuk kehidupan masyarakat petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok akan menyebabkan kelompok ini tetap terasing dan kurang mampu bersaing dengan masyarakat umum lainnya. Akibat dengan kurang mampunya bersaing menyebabkan kesejahteraan merekan tidak banyak berubah. Menyikapi permasalahan ini diperlukan suatu inovasi, yaitu suatu ide, cara atau obyek yang dianggap baru oleh individu atau unit adopsi (Purwanto, 2000 :16). Inovasi yang diberikan dalam kelangsungan pendidikan masyarakat anggota rumah tangga petani karet selayaknya dengan melakukan pendidikan yang sesuai untuk menunjang usaha orang tua mereka. Sekolah selain memberikan pelajaran umum, juga memberikan pelajaran khusus yang dapat membekali anak-anak untuk membantu orang tua, misalnya usaha membuat perkebunan karet yang lebih baik dari yang mereka miliki sekarang, membekali anak dengan perbengkelan. Hal ini sesuai dengan pendapat Arnold Anderson dalam Myron weiner (1983) yang mengatakan : sekolah-sekolah juga harus mengajarkan orang mencari nafkah. Karena konsep pendidikan bagi masyarakat petani karet lebih cenderung pemenuhan kebutuhan fisik maka diperlukan inovasi pendidikan dengan memasukkan kurikulum lokal yang berorientasi pada pencipta alat-alat penunjang hidup mereka seperti, memberikan pelajaran keterampilan membuat pembibitn karet unggul, perbengkelan, kebun peremajaan kebun karet dengan memakai
85
teknologi
lebih
maju,
memberikan
pendidikan
keterampilan
memasak,
memberikan pendidikan keterampilan mengolah ladang/perkebunan yang memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan lainnya. Masyarakat petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok merupakan sebahagian dari bangsa Indonesia yang menjadi aset dalam pembangunan. Untuk membangun bangsa yang besar ini dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas adalah melalui pendidikan. Pendidikan yang merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu tolak ukur akan keberhasilan pembangunan.
2. Usaha Orang Tua Petani Karet di Desa Pulau Jambu Kuok untuk Pendidikan Formal Anak
Perbedaan aturan dan prinsip dari orang-orang tua yang menjadi pendorong dalam melaksanakan pendidikan bagi masyarakat petani karet adalah adanya pengakuan bahwa masih memiliki keinginan untuk menciptakan kehidupan ke arah yang lebih baik dari saat sekarang ini. Masyarakat petani karet yang sudah memiliki pemikiran terbuka, mengatakan bahwa untuk menciptakan kesejahteraan mencontoh kehidupan masyarakat lain, salah seorang petani karet yang sukses mengatakan bahwa: Saya menginginkan kelompok suku yang saya pimpin senantiasa berusaha bekerja keras dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya. Usaha peningkatan kesejahteraan dapat diperoleh dari hasil
86
mencontoh masyarakat yang sudah maju. Misalnya cara berkebun, cara menjual hasil kebun/hutan, memanfaatkan lahan-lahan baru, dan lain sebagainya. Menyikapi penjelasan di atas, masyarakat intelektual idealnya dapat mencarikan jalan keluar untuk mencapai keinginan-keinginan kelompok masyarakat. Berdasarkan teori tentang pentingnya pendidikan, diketahui bahwa jalan menuju kehidupan yang sejahtera perlu diberikan kepada semua lapisan masyarakat petani karet. Pendidikan yang merupakan salah satu faktor pendukung, dalam hal ini diperlukan adanya suatu bukti yang dapat meyakinkan masyarakat petani karet, misalnya dengan mendidik generasi patani karet sampai berhasil secara intelektual dan ekonomi. Bukti inilah yang tidak dapat dilihat oleh masyarakat petani karet saat ini sehingga pendidikan sepenuhnya mereka yakini akan dapat merubah pola fikir dan cara hidupnya kearah yang lebih baik. Masyarakat petani karet akan melakukan sesuatu apabila memang sudah ada bukti nyata bahwa kegiatan tersebut sangat menguntungkan, misalnya sudah ada diantara anggotanya dengan melakukan pendidikan yang berhasil secara intelektual dan ekonomi. Sampai saat ini yang dapat dijadikan contoh di antara anggota petani karet yang berhasil secara intelektual dan ekonomi tersebut belum merata, hanya sebagian kecil saja dari anggota Rumah Tangga Petani karet. Masyarakat petani karet memerlukan suatu bimbingan yang berkelanjutan dalam menanamkan suatu keyakinan bahwa dengan pendidikan (sekolah) akan dapat merubah pola fikir dan tatanan kehidupan mereka di masa datang ke arah yang lebih baik. Anak-anak masyarakat petani karet juga perlu suatu perubahan
87
dalam menyikapi masa depan dengan pola fikir yang berbeda dengan orang tuanya dalam menanggapi masalah pendidikan. Suatu pendidikan yang terprogram, terencana dan berjenjang merupakan suatu tuntutan sebagai bangsa yang besar dalam rangka menciptakan anak-anak petani karet yang lebih baik kualitasnya dari saat sekarang ini. Pada tahun 1980 terdapat beberapa petani karet yang menyadari pentingnya pendidikan bagi anggota keluarga mereka. Mereka biasanya mempunyai usaha sampingan yang bisa meningkatkan pendapatan rumah tangga mereka sehingga kebutuhan akan pendidikan dapat terpenuhi. Umumnya petani yang menyadari hal ini adalah petani yang sudah berfikiran maju seperti kepala suku dan beberapa tokoh masyarakat di antara mereka. Pimpinan kelompok atau kepala suku yang sudah berfikiran maju sudah ada yang menganjurkan/ memerintahkan anggotanya untuk senantiasa mendorong dan melakukan pendidikan untuk anak-anak mereka. Hal ini sesuai dengan pengakun kepala suku yang bernama Abbas Hussin. (61 th) yaitu :Saya sudah memerintahkan kepada anggota saya untuk sekolah supaya dia cerdas sama dengan orang lain dan bisa hidup bahagia. Berdasarkan pengamatan peneliti, sudah ada di antara masyarakat petani karet yang mau mencontoh kehidupan masyarakat yang sudah maju, meski lebih cenderung kepada ekonomi dan mengabaikan intelektual. Tindakan ini secara tidak langsung akan dapat merangsang pemikiran petani karet dalam memenuhi kebutuhan didup yang mengandalkan intelektual. Setelah petani karet menyadari
88
akan perlunya intelektual dan daya saing dalam memenuhi kebutuhan hidup, maka petani karet akan mencari wadah atau tempat untuk menuntut ilmu. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa yang menjadi motivasi dalam pelaksanaan pendidikan bagi masyarakat petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok adalah sebagai berikut : 1.
Kesadaran masyarakat petani karet untuk memperbaiki keadaan ekonomi keluarga melalui investasi di bidang pendidikan
2.
Sudah adanya pengakuan dan semangat untuk maju dari beberapa orang masyarakat petani karet. Hal ini dilakukan dalam rangka merubah pola fikir petani karet supaya bisa hidup sejajar dengan masyarakat lainnya yang lebih maju. Pendidikan yang baik akan menciptakan kelompok maju dan memiliki daya saing yang lebih tinggi
3.
Sudah adanya di antara petani karet yang mulai mencontoh cara-cara hidup masyarakat maju, walau lebih cenderung secara ekonomi dan mengabaikan secara intelektual
4.
Sudah adanya dorongan dari beberapa Ninik Mamak (kepala suku) petani karet yang merupakan pemimpin kelompok yang menginginkan anggotanya melakukan pendidikan ( sekolah ). Merubah suatu sifat masyarakat dari tradisional kearah sifat terbuka
memang tidak mudah. Untuk melakukan hal tersebut butuh waktu dan proses yang panjang. Selain itu juga dibutuhkan kesabaran dalam menghadapi beberapa perilaku yang beragam.
89
Kesederhanaan yang ditanamkan oleh orang tua/anggota keluarga petani karet telah membuat mereka tidak berpuas diri karena belum bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Petani karet menganggap untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari perlu pendidikan (sekolah), bahkan sekolah bukan sebagai pembuang waktu saja. Prilaku yang ditunjukkan oleh masyarakat petani karet yang menganggap bahwa pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan berharga sudah menjadi bahagian dari sistem nilai budaya. Ketekunan dan keuletan yang ditanamkan keluarga membuat masyarakat petani karet sangat yakin akan manfaat pendidikan (sekolah). Tetapi ada sebagian mereka masih menganggap bahwa melakukan kegiatan proses belajar disekolah merupakan aktifitas yang kurang baik dan membuang-buang waktu saja. Anggapan tersebut muncul setelah mereka melihat kenyataan bahwa sekolah tidak dapat memberikan suatu kebutuhan meteri untuk kelangsungan hidupnya saat itu. Sistem nilai budaya itu merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga suatu masyarakat, mengenai apa yang harus dianggap penting dan berharga, tetapi juga mengenai apa yang dianggap remeh dan tak berharga dalam hidup (Mestika Zed, 1994). Masyarakat petani karet ada sebagian tidak menyadari bahwa dalam kehidupan diperlukan persaingan secara intelektual. Masyarakat petani karet hanya menilai tindakan pembangunan yang membuat mereka terdesak dari wilayah tempat tinggal sebelumnya. Masyarakat petani karet tidak memberikan suatu penilaian bahwa hal itu terjadi juga akibat dari kebodohan atau miskin
90
secara intelektual. Petani karet tidak menyadari bahwa masyarakat lain bisa mengambil wilayah tempat tinggal mereka tersebut akibat dari mereka sendiri yang tidak punya ilmu pengetahuan tentang penciptaan masa depan dengan cara bersaing dengan masyarakat lain misalnya, dalam pengelolaan hutan secara modern. Berdasarkan uraian temuan di lapangan, tidak menentunya pendapatan petani akibat fluktuatif harga menjadi faktor penghambat dalam memperoleh pendidikan anggota rumah tangga petani karet di desa Pulau Jambu Kuok, sehingga menyebabkan peralihan sikap dan cara pandang penduduk di sana terhadap pendidikan. Perubahan cara padang tersebut dapat dilihat dari: 1.
Jiwa menerima apa adanya yang ditanamkan orang tua / keluarga membuat mereka bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari. Ada sebagian masyarakat menyatakan apabila dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari sudah cukup tanpa pendidikan bahkan masyarakat petani karet ada sebagian yang menganggap pendidikan membuang waktu untuk berusaha dan prosesnya terlalu lama.
2.
Pengabdian pada orang tua / keluarga. Masih banyak menganggap bahwa anak merupakan aset yang selalu dapat diberdayakan membantu mereka mencari nafkah. Ikutnya anak memotong karet dan ke ladang dan ke kebun merupakan bukti pengabdian pada orang tua / keluarga.
3.
Sistem nilai yang telah menampilkan prilaku orang tua yang tidak mempermasalahkan anak-anak mereka tidak sekolah dan merupakan hal yang menguntungkan bila tidak sekolah.
91
4.
Adanya budaya primitif membuat masyarakat petani karet sulit untuk menerima hal-hal yang baru, sifat tertutup terhadap pengaruh luar masih tetap mereka miliki.
5.
Lokasi
pemukiman
yang
berpindah-pindah
adakalanya
menyulitkan
jangkauan ke sekolah sehingga menimbulkan malas dan tidak termotivasi untuk mengikuti pendidikan formal di sekolah. Meski berjalan lambat, peneliti tetap yakin salah satu upaya untuk menciptakan kemajuan bagi masyarakat petani karet adalah dengan pendidikan. Hal ini sesuai dengan keyakinan Comte bahwa semua bangsa dapat menjadi maju seperti bangsa Eropa dengan menjalani proses satu arah (liniar), satu-satunya strategi untuk mempercepat prosese ke arah kemajuan itu ialah pendidikan. Strategi pendidikan juga dianggap sebagai usaha yang akan menyingkirkan rintangan-rintangan dalam perkembangan selanjutnya. Pendidikan anggota rumah tangga masyarakat petani karet diperlukan adanya sistem yang menunjuk pada suatu rencana, metode, alat, atau tatacara untuk mencapai tujuannya. Salah satunya adalah dengan melakukan sebuah pendidikan Terpadu yang menyatukan pendidikan umum dan agama, supaya lebih optimal dalam sistem pendidikan Terpadu diperlukan kurikulum lokal yang mendukung pada keterampilan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat petani karet. Tetapi karena pola kehidupannya sebagai petani penyadap karet dan penghasilannya selalu berubah-rubah sehingga ada semacam kehawatiran yang sewaktu-waktu harga karet rendah maka pendidikan anggota rumah tangga bisa putus ditengah jalan. Atas pertimbangan inilah ada sebagian kepala keluarga
92
kebutuhannya pendidikan anaknya ada yang hanya tamat Sekolah Dasar saja namun ada yang berkeinginan untuk samai jenjang pendidikan menengah atas bahkan sampai ke Perguruan Tinggi. Untuk menghindari kehawatiran diatas masyarakat petani di Desa Pulau Jambu Kuok mengembang usaha-usaha lain yang disesuaikan dengan mata pencaharian sehari-hari yakni sebagai petani kebun karet, yaitu dengan mengupayakan Pertanian Sawah, Pertanian palawija atau sayur-sayuran, mengambil buah sialang (nisan lebah), membuka Perikanan melalui kerambah ikan, kebun jeruk, memelihara sapi dan kerbau, membuka kedai, dan merantau ke Jambi dan ke Malaysia. Usaha-usaha kepala keluarga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok dapat meningkatkan pendapatan keluarga. Usaha yang dapat menambah pendapatan tersebut merupakan salah satu harapan untuk bisa melanjutkan pendidikan anggota rumah tangga, karena pendidikan bagi masyarakat di sini adalah sangat penting untuk memperbaiki kehidupan yang lebih baik dimasa yang akan datang. Untuk menjamin pendidikan formal anak perlu ada usaha-usaha
tambahan sehingga kebutuhan akan
pendidikan tetap terjamin dan keperluan anggota rumah tidak terganggu sekalipun terjadi fluktuasi harga karet dan keperluan membayar angsuran sepeda motor serta keperluan lainnya.
93
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Kesimpulan Mencermati uraian pada bab-bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan yang merupakan abstraksi dari keseluruhan hasil penelitian ini secara rinci adalah : 1.
Fluktuasi harga karet berpengaruh pada pendidikan anggota rumah tangga petani karet di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat Kabupaten Kampar. Harga karet tahun 1980 rendah mengakibatkan pendapatan petani berkurang sehingga kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari temasuk
pendidikan formal anak. Hal ini mengakibatkan banyak yang
anggota keluarga petani karet yang putus sekolah, tahun 2000 kehidupan petani membaik karena harga karet tinggi ditambah dengan usaha sampingan keluarga sehingga pendidikan formal petani karet terpenuhi dan sampai ke pendidikan tinggi. 2.
Upaya yang dilakukan kepala rumah tangga petani karet untuk melanjutkan pendidikan formal anaknya adalah dengan membuka usaha seperti
sampingan
pertanian sawah, menanam sayuran, usaha kedai makanan atau
berjualan, perikanan atau kerambah ikan, membuka usaha sawit lokal. Usaha ini
dapat
menambah
pendapatan
petani
karet
sehingga
mampu
menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
93
94
B. Implikasi Pendidikan masyarakat Anggota Rumah tangga petani karet di Kabupaten Kampar Propinsi Riau merupakan suatu gejala sosial yang mulai merebak. Pasalnya usaha pendidikan yang sudah mulai dilakukan, secara kualitas maupun kuantitas belum menampakkan hasil. Jika upaya untuk menyadarkan mereka tidak dilakukan dengan menanamkan mengenai pentingnya peranan pendidikan, tentu hal ini akan memperburuk keadaan. Adanya kecenderungan anggapan bahwa sekolah banyak membuang waktu dan lebih baik memotong karet, mencari ikan, dan kerja lainnya yang menjanjikan material finansial telah ikut mempengaruhi kuantitas masyarakat Anggota Rumah tangga petani karet dalam mengikuti pendidikan. Di samping itu faktor penghambat lebih dominan bila dibandingkan dengan faktor pendukung dalam melaksanakan pendidikan, Pendidikan yang mereka amati secara awam, ternyata mereka melihat untuk kelompoknya belum menguntungkan, hal ini ditandai tidak dapat apa-apa dari sekolah. Artinya menyadap karet, mencari ikan dan bekerja lainnya justru akan mendatangkan materi bagi kelangsungan hidup mereka saat ini. Jika peneliti cermati sebenarnya ada beberapa faktor yang mendukung Anggota Rumah tangga petani karet untuk melaksanakan pendidikan, walaupun sebahagian kecil dari mereka beranggapan bahwa itu tidak ada gunanya, seperti : Pertama, supaya Anggota Rumah tangga petani karet tidak menjadi penghalang bagi pembangunan dengan munculnya ide pendidikan dari tokoh masyarakat dan ninik mamak Anggota Rumah tangga petani karet yang pada
95
dasarnya ingin meninggalkan cara-cara hidup yang lama dengan ditandai usaha meningkatkan pendidikan sampai kependidikan tinggi. Hal ini pada dasarnya bertujuan untuk menciptakan kehidupan anggota rumah tangga petani karet yang maju. Kedua, sudah adanya pengakuan dan semangat untuk maju dari beberapa anggota masyarakat petani karet. Sikap selama ini tertutup sudah mulai terbuka untuk menerima pengaruh dari luar seperti perasaan ingin maju, ingin sejahtera, ingin punya masa depan yang lebih baik melalui pendidikan formal di daerah tersebut. Ketiga, sudah adanya di antara Anggota Rumah tangga petani karet yang mulai mencontoh cara-cara hidup masyarakat maju, walau lebih cendrung secara ekonomi. Hal ini akan dapat menuntun mereka untuk menuntut ilmu, karena tanpa ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa hidup seperti masyarakat yang ia contoh. Keempat, dorongan dari beberapa kepala adat dapat dijadikan sebagai jalan mereka. Bila selama ini pendidikan mereka hanya didapat dari keluarga akan menjadi berkembang bila ada unsur pengetahuan dan teknologi. Usaha yang selama ini mereka lakukan akan menjadi mudah dan menghasilkan lebih banyak, seperti aktifitas berkebun, karet dengan bibit unggul, usaha keramba ikan, perbengkelan. Dengan demikian fluktuasi harga karet tidak akan begitu berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan hidup mereka seperti memperoleh pendidikan
96
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi di atas, penulis menyarankan kepada: 1.
Petani Karet di Desa Pulau Jambu Kuok, agar
menyadari pentingnya
pendidikan
masyarakat
demi
meningkatkan
Pendidikan tersebut akan
kesejahteraan
tersebut.
dapat diperoleh melalui usaha yang maksimal
dalam memenuhi kebutuhan hidup seperti memiliki usaha sampingan selain berkebun karet. Dengan demikian diharapkan fluktuasi harga karet tidak begitu berpengaruh bagi pemenuhan kebutuhan hidup mereka terutama dalam mendapatkan pendidikan. 2.
Pemerintah Desa Pulau Jambu Kuok, mengingat pendidikan formal masyarakat Anggota Rumah tangga petani karet di Kabupaten Kampar yang secara kualitas dan kuantitas belum memperlihatkan hasil, karena dipengaruhi oleh fluaktuasi harga karet yang tidak menentu, sedikit banyaknya telah memberikan andil menghambat usaha pemerintah dalam meratakan pembangunan dan program wajib belajar sembilan tahun. Agar antara pendidikan dapat berjalan secara simultan, maka disarankan kepada pemerintah agar mengupayakan langkah-langkah yang dapat mendekatkan program-program yang ditawarkan oleh dunia pendidikan dengan melakukan perbaikan terhadap sektor ekonomi penduduk melalui pemantauan dan pengontrolan harga karet.
97
DAFTAR RUJUKAN Ahmadi. (1987). Pendidikan Dari Masa Ke Masa. Bandung : Armoco. Abizar. (1999). Buku Panduan Penulisan Tesis. Padang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Afifuddin, dan Beni Ahmad Saebani. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia. Azzaini, Jamil. (2005). Orang Miskin Haram Sekolah. Jakarta: Kompas. Awan Mutakin,1997, Studi Masyarakat Indoneasia, Jakarta: Depdikbud. Agus Dwiyanto, 2007, Kemiskinan & Otonomi Daerah, Jakarta: P2E LIPI. Blumer, Herbert, 1969, Symboliv Interactionism; Perspective and Method, New York, Prentice-Hall, Inc. B. Simanjuntak dan IL Pasaribu, 1985, Sosiologi Pembangunan, Bandung: Tarsito. Bungin, Burhan, 2007, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta. Delors, Jacques. (2000). Harta Karun di Dalamnya/ Laporan Kepada UNESCO Dari Komisi Internasional Tentang Pendidikan Untuk abad XXI. Jakarta: UNESCO. Dedi Supriadi. (1996). Counselling and Student Service: A Collection of… Bandung: PPs UPI Bandung Dinas Perhubungan, Peranan Adat Istiadat Dalam Masyarakat Kampar, 2005. Dinas Perhubungan dan Pariwisata. Faisal, Sanapiah, 1990, Penelitian Kualitatif, Malang: Y. A.3. Ginandjar Kartasasmita. 1997. Kemiskinan. Jakarta: Balai Pustaka Guba, EG, dan Lincoln, (1983), Naturalistic Inquiry. New Delhi: Sage Publication Inc. H.A.R. Tilaar. (2000). Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
98
Ismail. (2002). Upaya Tokoh Masyarakat Dalam Membina Suku Anak Dalam di Desa Rantau Limau Manis Kecamatan Tabir. Bangko: STKIP Yayasan Pendidikan Merangin Bangko. Ivan Illich. 1999. Deschooling Society. Bremen: Marion Boyars Publishers
Koentrjaningrat & Donald K. Emmerson, 1982, Aspek Manusia dalam Penelitian Masyarakat, Jakarta: Gramedia Pustaka. _____________, 1987, Kebudayaan Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta: Gramedia. Kuntowidjoyo, (1994), Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Tiara Wacana. Lubis, Mukhtar, 1985, Transformasi Budaya Untuk Masa Depan, Jakarta: Inti Idayu. Lindayanti, 1993, Perkebunan Karet Rakyat di Jambi Pada Masa Pemerintahan Hindia Belanda 1906-1940. Tesis, Jakarta: PPS UI. Manan, Imran, 1989, Dasar-dasar Sosial Budaya Pendidikan, Jakarta: Depdikbud. Maxwell. 1999. Poverty And Unemployment.(Jurnal) Moleong, Lexy, J.(1989), Metode Penelitian Kualitatif, Yogyakarta: Rake Sarasin. Mulyadi, S. 1997, Ekonomi Sumber Daya Manusia dalam Perspektif Pembangunan, Jakarta: Raja Grafindo Persada. Mubyarto, 1983, Nelayan dan Kemiskinan, Jakarta: Rajawali. ________, 1990, Ekonomi Dualistik, Jurnal Prospek No. 1 Vol 2. thn 1990, Yogyakarta: PPSK. Muttakin Awan, Proses Perubahan Sosial Budaya, Internet, 2007. Margaret M. Poloma, 2007, Sosiologi Konteporer, Raja Gravindo Persada, Jakarta. Nasikun. (1995). Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Notosusanto, Nugroho, (1984), Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer. Jakarta: Indayu Press.
99
Pelly, Usman, 1996, Teori-teori Sosial Budaya, Jakarta, Proyek Pembinaan dan Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Philip, Mc Michael, 1986, Devolopment and Sosial Change, A Global Perspektif, London, Pine Forge Press Thousand Oaks. Rita Hanafie, 2010, Pengantar Ekonomi Pertanian. Yogyakarta : Andi Press Riau Riview, 2007, Kemiskinan di Kampar, Bangkinang: Mina Kampar. Robert, H.Lauer, (1993), Perspektif tentang Perubahan Sosial, Jakarta: Rineka Cipta. ________________, 1993, Beberapa Teori Sosiologi Tentang Sturuktur Masyarakat, Jakarta: Grafindo Persada. Redfield, Robert, 1985, Masyarakat Petani dan Kebudayaan, Jakarta: YIIS. Riau Riview, 2007, Kemiskinan di Kampar, Bangkinang: Mina Kampar. S. Nasution. 1992. Teknik Pengambilan Informasi, Jakarta: Rineka Cipta. Sapja Anantanyum, 2004. Gambaran Kemiskinan Petani dan Altematif Pemecahannya. (Jurnal: ISSN: 1412-1581 dalam Penduduk dan Pembangunan ,Vol. 4 No.2 Desember ,2004) Sajogyo dan Pudjiwati Sajogyo. 1993. Sosiologi Pedesaan. Yogyakarta: UGM. Press Setiawan, Didit Heru, 2008, Budi Daya Karet, Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Suparlan, Parsudi, 1985. Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Artikel. Sekjend, Pendidikan Kesadaran Berkonstitusi, 2007, Sekjend dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. Soekartawi, 1986, Agribisnis Manajemen Pemasaran Dalam Bisnis Modern,. Pustaka. Harapan, Jakarta. Supriadi, Dedy 1996, Kreatifitas dan Perkembangan IPTEK, Jakarta: Alfabet. Scott, James. 1976, Moral Ekonomi Petani, Jakarta: LP3ES. Sajagjo, 2005, Sosiologi Pedesaan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
100
Winardi, 1986, Kapitalisme Versus Sosialisme, Suatu Analisis Ekonomi Teoritis, Bandung: Remaja Karya. Zed, Mestika, (1998): Panduan Penulisan Proposal Penelitian Sejarah (Hand Out IV) Padang: PKSBE. _________ . (1994). Sejarah Sosial dan Ekonomi (Jilid II). Padang: IKIP Padang. Zezen, Zaenal Mustaqin, 2006, Reformasi dan Kesejahteraan Ekonomi, Tim Peneliti Lembaga Survei Indonesia.
Lampiran 1 Dokumentasi
1
Lampiran 2 Sajian Data Lapangan SAJIAN DATA LAPANGAN 1. Informan :Edi Rustam Pekerjaan :Petani Kebun Karet Tempat
:Rumah Edi Rustam
Tanggal
:10 Februari 2009
Pada hari Kamis pagi sekitar pukul 10.30 WIB Peneliti berkunjung ke desa pulau Jambu Kuok untuk menemui informan. Siang itu informan sedang duduk di teras rumahnya sembari melihat beberapa bibit karet di tanam dalam wadah kecil. Pembicaraan berlangsung dengan santai antara peneliti dan informan ditemani dengan segelasair putih. Sehingga dengan suasana santai tersebut, peneliti bisa lebih leluasa dalam memberikan beberapa pertanyaan kepada informan.Informan menjelaskan bahwa: Ya, beginilah kegiatan sehari-hari sebagai petani karet. Lumayanlah, dari sini (karet) kami bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ini berkat naiknya harga karet dalam beberapa tahun terakhir sehingga kami lebih bisa ‘bernafas’. Karena disini sebagian besar warganya bertani karet, maka Kondisi kehidupan masyarakat Desa Pulau Jambu Kuok sangat dipengaruhi oleh pendapatannya yang mengandalkan pertanian karet. Kalaulah murah harga karet, sengsaralah kami, jangankan untuk menyekolahkan anak, makan atau berobat saja kami susah. Apalagi dulu barang-barang banyak yang murah dibanding sekarang, tapi pendapatan kamipun lebih kecil pula. Sehingga kadang hanya cukup untuk makan sehari-hari. pada tahun 1980, harga karet murah dan hasil yang diperoleh petani ternyata harus dibagi lagi antara pemilik dengan para pekerja di perkebunan tersebut. Umumnya pembagiannya sepertiga untuk pemilik perkebunan, dan 2/3-nya untuk pihak yang mengelola kebun Kalau tentang harga karet sering tak menentu. Kadang memuaskan, kadang malah rendah. Tapi kalau sekarang lebih baiklah, dibandingkan tahun 1980 lalu. Kalau dulu kami susah, karet rendah, kalau dipikir-pikir harga bahan pokokpun dulunya juga tidak terlalu tinggi, tapi bagi kami waktu itu, masih saja mahal. Kalau sekarang dengan hasil dari kebun karet ini, kalau untuk kebutuhan sehari-hari dan untuk biaya sekolah anak, sudah bisa kami penuhi.
2
Refleksi : Terdapat perbedaan yang signifikan antara harga karet tahun 1980 dengan tahun 2000. Kondisi petani saat itu sangat miskin, karena harga karet yang rendah, sehingga tak mampu membiayai keperluan pendidikan anggota keluarga mereka 2. Informan : Rosnimar Pekerjaan : Petani Karet Tempat
: Rumah Rosnimar di Desa Pulau Jambu Kuok
Tanggal
: 21 Februari 2009
Pada hari Senin siang sekitar pukul 11.00 WIB Peneliti berkunjung ke Desa Pulau Jambu untuk menemui informan. Siang itu informan sedang duduk di kursi teras rumah. Pembicaraan pertemuan kedua inipun berlangsung dengan santai antara peneliti dan informan ditemani dengan minuman teh hangat dan sepiring rebue ubi, . Sehingga dengan suasana santai tersebut, peneliti bisa lebih leluasa dalam memberikan beberapa pertanyaan kepada informan. Karet ini harganya masih rendah, walaupun sudah lebih baik dari zaman dulu. Tahun 1980 dulu, kami selaku petani sering mengurut dada karena murahnya harga karet waktu itu. Dulu (tahun 1980) karet kami jual seharga Rp. 700/ Kg. kadang-kadang Rp. 1.100/ Kg. dulu keadaan kami susah, harga karet juga tak menentu, kadang banyaklah yang kami dapatkan, terkadang sedikit. Ada juga hari itu harga karet Rp. 900/ Kg, tapi besoknya sudah Rp. 1.125/ Kg, terkadang bisa juga turun. Yang pasti tidak stabil, terserah tokenya. Kalau sekarang sudah lebih mendingan, walau terkadang masih memberatkan, tapi lumayanlah untuk membantu biaya anak cucu bersekolah. Refleksi : Harga karet yang tinggi pada saat sekarang yang turut memberi andil terhadap terbukanya kesempatan anggota keluarga petani karet untuk mengenyam pendidikan. Selain itu juga diketahui bahwa harga karet pada tahun 1980 masih sangat rendah.
3
3. Informan : H. Darud Pekerjaan : Toke Getah Tempat
: Rumah Kediaman H. Darud di Desa Pulau Jambu Kuok
Tanggal
: 04 Maret 2009
Pada hari Jum’at pagi sekitar pukul 10.30 WIB Peneliti berkunjung ke menemui informan di rumah informan. Siang itu informan santai di pekarangan rumahnya. Pembicaraan berlangsung dengan santai antara peneliti dan informan ditemani dengan minuman aqua gelas. Sehingga dengan suasana santai tersebut, peneliti bisa lebih leluasa dalam memberikan beberapa pertanyaan kepada informan. Kami sudah puluhan tahun menjadi toke getah di desa ini. Yang menjual kepada kami, umumnya petani di sekitar sini dan biasanya sudah langganan. Untuk karet yang akan kami beli, ada beberapa kriteria kami dalam membeli getah, karena getah ini akan kami jual balik. Kalau getahnya lembab, terpaksa kami beli murah karena dipasaran harganya juga rendah. mengenai harga kami sesuaikan dengan kondisi. Apabila harga karet bagus dipasaran, kami juga bisa membeli harga bagus, tapi kalau sedang tidak bagus, harus bagaimana lagi. Terpaksa kami membeli murah pada petani. Kondisi ini sudah seperti ini sejak tahun 1980-an yang lalu. Bahkan sejak sebelumnya pun juga seperti itu Memasuki tahun 2000 masyarakat di Desa Pulau Jambu Kuok kehidupannya mulai mengalami kemajuan karena naiknya harga karet, sampai mencapai Rp. 13.000/Kg bahkan sampai harga karet RP. 18.500, hal ini menyebabkan meningkatnya kehidupan masyarakat, daya beli semakin tinggi Refleksi : Perencanaan dalam menetapkan anggaran pembiayaan pendidikan tetap dilakukan oleh kepala sekolah dengan guru dan masyarakat yang diwakili oleh komite sekolah dan dibuktikan dengan tandatangan kehadiran guru dan komite tersebut. Namun pada kenyataannya komite sekolah jarang menghadiri rapat yang dimaksudkan. Pelaksanaan pembiayaan pendidikanpun sedikit melenceng dari petunjuk teknis penggunaan dana BOS seperti peminjaman sejumlah dana tersebut kepada guru. Dana BOS merupakan satu-satunya dana operasional non personalia yang berasal dari pemerintah dan dana itupun belum cukup untuk mengangkat segenap kegiatan yang telah direncanakan suatu sekolah.
4
4. Informan :Rusdi Pekerjaan : Petani Karet Tempat
: Rumah Pak Rusdi
Tanggal
: 11 Maret 2009
Peneliti mendatangi informan pada hari Jumat pukul 10.00 WIB saat jam istirahat berlangsung. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali tangannya memainkan ponsel pribadinya. Informan menyambut dengan wajah tersenyum ketika peneliti menyatakan maksud kedatangan peneliti untuk bersilaturrahimdan Sharing seputar getah karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi yang berkaitan dengan getah karet dan pendidikan formal anggota rumah tangga mereka di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa. Hidup di tahun 1980 itu benar-benar payah. Mau makan susah karena mahalnya harga barang. Saat itu yang terfikir bagi kami untuk menyelamatkan keluarga dari kelaparan adalah, mencari penghasilan lain yang bisa kami andalkan untuk menutupi kekurangan pendapatan bulanan kami. Beberapa di antara kami ada yang beternak ayam, ikan lele, bahkan menanam padi di sawah. Pokoknya halal, dan bisa menambah penghasilan Alhamdulillah sekarang pak. Sudah mendingan hasilnya. dulu ladang kami hanya menghasilkan karet sebanyak 350-700 kg perminggu. Hasil yang kami dapatkan tersebut masih harus dibagi dengan pemilik kebun sebesar 60%, sehingga hasil bersih yang kami peroleh adalah sekitar 100-150 Kg saja, itupun kalau semua pohon menghasilkan. Kalau tidak, tak makanlah kami sehari itu, uang yang diperoleh itupun masih belum mencukupi dalam memenuhi kebutuhan kami. Lebih parahnya lagi, terkadang toke seenaknya memainkan harga yang mencekik kami, namun kami terpaksa pasrah, karena kami masih sangat bergantung pada toke masing-masing. Kalau sekarang dah lumayan pak, cukup untuk modal anak melanjutkan sekolah. Apalagi setelah kami membuka ternak ayam. Tambah lumayanlah pak. Paling tidak, telurnya dah bisa menjamin makan kami tiap hari (tertawa).
5
Refleksi : Pernyataan tersebut menunjukkan harga karet yang terus berfluktuatif, namun secara umum, rata-rata petani karet menghasilkan 350 Kg hingga 700 Kg. penjualannya nanti bergantung pada kondisi getah yang ditawarkan. Juga menjelaskan bahwa harga karet yang dihasilkan masih rendah kuantitasnya sehingga pendapatan petani sangat kecil.
5. Informan : Baharuddin Pekerjaan :Petani karet Tempat
: rumah kediaman Baharuddin
Tanggal
: 23 Maret 2009
Peneliti mendatangi informan pada hari Rabu saat jam istirahat. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan peneliti sambil mempersilakan duduk. Kemudian peneliti menerangkan maksud kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa Banyak yang harus kami pertimbangkan dahulunya. Terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dulu harga karet sangat rendah dan hasil dari kebun karet hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Karet yang kami hasilkan dari kebun gotah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terkadang kami malah kekurangan sehingga terpaksa berhutang pada toke gotah untuk mencukupi belanja kebutuhan sehari-hari. Bahkan getah yang kami hasilkan habis terpakai untuk menutupi kebutuhan tersebut sehingga terpaksa kami menggunakan sistem buka lobang tutup lobang. Terkadang kami megeluh karena harga yang diberikan pada kami terlalu rendah, namun mau tak mau terpaksa kami jual juga, karena kami punya hutang sama mereka. Sehingga pendapatan kami hanya cukup untuk membayar hutang dan terpaksa mengorbankan sekolah anak-anak kami karena
6
tak sanggup kami membayar uang sekolah mereka. Apalagi kami tidak mempunyai usaha sampingan. tidak berapa banyak anak yang sekolah dikampung kami. Ada beberapa anak yang memang sekolah, tapi putus ditengah jalan karena kesulitan biaya.ada yang berhenti di tingkat SD saja, dan ada pula yang sudah SMP, tapi karena tidak sanggup lagi dengan biaya, terpaksa putus sekolah. Apalagi dulu sewaktu karet murah dan biaya pendidikan mahal. Untuk kehidupan seharihari saja susah. Makanya dulu kami lebih memilih anak-anak tinggal dirumah membantu orang tua menakik getah karet Refleksi : menjelaskan kenapa anggota rumah tangga petani karet hanya mengenyam pendidikan yang rendah bahkan ada yang tidak mampu menamatkan pendidikan dasar. Selain itu dijelaskan pula bahwa kebutuhan hidup sehari-hari tak bisa terpenuhi karena tidak mempunyai usaha sampingan yang mendukung pemenuhan kebutuhan keluarga
6. Informan : Ahmad Pekerjaan : Petani karet Tempat
: Rumah Pak Ahmad di Desa Pulau Jambu Kuok
Tanggal
: 10 April 2010
Peneliti mendatangi informan di rumahnya. Kala itu informan tampak sedang berbincang-bincang dengan santai bersama istrinya di teras rumah. Suasana tersebut mendukung informasi yang akan diperoleh sehingga bisa leluasa berbicara dengan bebas tentang karet dan pendidikan anggota petani karet. Kalau berbicara tentang harga karet itu susah pak. Sebab harganya selalu berubah-ubah. Walau sekarang harganya lumayan baik, namun kalau ditelisik ke tahun-tahun sebelumnya, cukup susah hidup kami. Bahkan karena faktor itu pula, Anggota petani karet yang tidak mampu menamatkan pendidikan dasar adalah keluarga petani karet dari golongan pengambil upah dan penyewa kebun karet karena penghasilannya tidak cukup untuk pendidikan formal anaknya, sedangkan bagi petani pemilik kebun karet walaupun mampu menamatkan pendidikan tingkat SD, untuk melanjutkan ke tingkat SLTP atau MTs masih kurang.
7
Refleksi : Bendahara hanya bertugas melaksanakan apa yang diperintahkan oleh kepala sekolah. Dalam hal ini dapat dikatakan bendahara merupakan perpanjangan tangan kepala sekolah tanpa mengerti maksud dan perannya sebagai bendahara sekolah berkaitan dengan pembiayaan pendidikan di sekolah.
7. Informan :Buk Kar Pekerjaan : Petani karet Tempat
: Rumah Buk Kar di Desa Pulau Jambu Kuok.
Tanggal
:16 Maret 2010
Peneliti mendatangi informan pada hari Rabu saat jam istirahat sore. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan peneliti sambil mempersilakan duduk. Kemudian peneliti menerangkan maksud kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa. Kalau bicara tentang kebutuhan kami, Banyak yang harus kami pertimbangkan dahulunya. Terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dulu harga karet sangat rendah dan hasil dari kebun karet hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Karet yang kami hasilkan dari kebun gotah hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Terkadang kami malah kekurangan sehingga terpaksa berhutang pada toke gotah untuk mencukupi belanja kebutuhan sehari-hari. Bahkan getah yang kami hasilkan habis terpakai untuk menutupi kebutuhan tersebut sehingga terpaksa kami menggunakan sistem buka lobang tutup lobang. dulu makan hati kalau menyekolahkan anak. Karena biayanya tinggi. Kalau masih mau menyekolahkan anak, harus jual emas dulu, karena untuk masuk sekolah itu
8
saja biayanya sangat mahal. Bahkan untuk memasukkan anak ke SMP saja kalau tidak salah, saya menjual 2 emas dulunya. sekolah dulu biayanya tinggi. Beberapa tetangga kami malah ada yang bilang, lebih baik mencari uang dari pada sekolah. Tapi tidak semuanya begitu. Walaupun harus menjual emas, saya tetap mau menyekolahkan anak. Biar jadi insinyur (tertawa). Biar bapaknya petani, anaknya musti cerdas. Kalau bicara harga karet, dulu jauh lebih murah. Sehingga susah kalau berbicara tentang menyekolahkan anak. Untuk keperluan sehari-hari saja kami masih pikir-pikir. Sekarang kan sudah naik harga karetnya, sehingga kami juga bertambah dalam hal pendapatan. Kini anak saya sudah bisa bersekolah, bahkan cucu saya pun tidak ada yang tidak bersekolah. Alhamdulillah lah, semenjak harga karet membaik, kami bisa juga mendaftarkan anak-anak kami untuk sekolah
Refleksi : Pernyataan tersebut menggambarkan susahnya kehidupan petani tahun 1980an karena harga karet yang fluktuatif sehingga susah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anggota keluarganya. Selain itu, tergambar bahwa informan menyadari pentingnya pendidikan bagi kelangsungan hidup mereka.
8. Informan : Ramlan Pekerjaan :Petani Karet Tempat
: Rumah Pak Ramlan
Tanggal
:16 Februari 2010
Peneliti mendatangi informan pada hari Rabu saat jam istirahat sore. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan peneliti sambil mempersilakan duduk. Kemudian peneliti menerangkan maksud kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan
9
pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa. Kalau bicara tentang kebutuhan kami, Banyak yang harus kami pertimbangkan dahulunya. Terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dulu harga karet sangat rendah dan hasil dari kebun karet hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. Waktu itu (1980) banyak diantara anak-anak kami yang putus sekolah karena tak sanggup membayar keperluan sekolah anak. Bayangkan saja, kebutuhan sehari-hari saja susah. Untung waktu itu saya beternak itik sebagai usaha sampingan. Lumayanlah, bisa mendapatkan uang belanja sekaligus untuk tambahan tabungan anak untuk sekolah ke SMA Refleksi : Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa ada usaha dari para petani karet untuk memiliki usaha sampingan agar mendapatkan tambahan penghasilan. Dengan adanya tambahan penghasilan ini, beberapa anak di Desa Pulau Jambu Kuok bisa melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
9. Informan :Drs Zulkipli Pekerjaan :Guru dan Petani Karet Tempat
: di rumah Informan
Tanggal
:16 Februari 2010
Peneliti mendatangi informan pada hari Rabu saat jam istirahat sore. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan peneliti sambil mempersilakan duduk. Kemudian peneliti menerangkan maksud kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa.
10
Kalau bicara tentang kebutuhan kami, Banyak yang harus kami pertimbangkan dahulunya. Terutama untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Dulu harga karet sangat rendah dan hasil dari kebun karet hanya cukup untuk menutupi kebutuhan sehari-hari. saya dulu susah kuliahnya. Biaya dari orang tua terbatas. Untung keluarga kami dulu menanam palawija di kebun samping rumah, sehingga lumayanlah, bisa menambah pedpatan keluarga. Makanya saya bisa tamat hingga SPG (Sekolah Pendidikan Guru). Bahkan terkadang sepulang sekolah kami sempatkan juga untuk mencari rumput untuk ternak peliharaan kami. Kalau masalah Karet, untuk panen getah, kami dapat karet sekitar setengah ton (500 Kg) perminggu. Sama lah dengan tahun-tahun sebelumnya, tapi kalau masalah harga, tahun 2000-an sudah jauh lebih mahal dibanding waktu tahun 1980-an dulu. Dulu karena harga karet rendah, pendapatan kamipun rendah, sehingga ada beberapa anggota keluarga kami yang tidak bersekolah karena tak ada biaya. Ya, bagaimana mau sekolah, jika untuk kebutuhan sehari-hari saja susah Dulu karena harga karet rendah, pendapatan kamipun rendah, sehingga ada beberapa anggota keluarga kami yang tidak bersekolah karena tak ada biaya. Ya, bagaimana mau sekolah, jika untuk kebutuhan sehari-hari saja susah, kalau sekarang (tahun 2000) harga karet sudah mulai membaik, sehingga kamipun semakin giat menyekolahkan anak-anak kami Refleksi : Pernyataan di atas mengindikasikan bahwa ada usaha dari para petani karet untuk memiliki usaha sampingan agar mendapatkan tambahan penghasilan. Dengan adanya tambahan penghasilan ini, beberapa anak di Desa Pulau Jambu Kuok bisa melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
10. Informan : Mawardi Pekerjaan : Guru dan Petani Karet Tempat
: Kediaman Informan
Tanggal
:17 Februari 2010
Peneliti mendatangi informan pada hari Rabu saat jam istirahat sore. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan peneliti sambil mempersilakan duduk. Kemudian peneliti menerangkan maksud
11
kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa. Kalau bicara tentang pendidikan di desa pulau Jambu Kuok anak-anak di Desa Pulau Jambu Kuok Kec. Bangkinang Barat memasuki tahun 2000-an banyak yang menamatkan pendidikan Dasar, sebagian ada yang memasuki SLTA, MTsN dan SLTA ketiga lembaga pendidikan ini berada di pasar Kuok 4 km dari Desa Pulau Jambu Kuok. Untuk menjangkau sekolah ada yang memakai sepeda dan ada yang jalan kaki. Setelah menamatkan pendidikan tingkat Menengah pertama ini untuk melanjutkan ke pendidikan Tingkat Atas sudah meningkat, seperti di Dusun Sungai betung dari jumlah yang tamat MTsN dan SLTP 35 orang yang melanjutkan ke SLTA/MA hanya 28 orang, sedangkang di Dusun Pulau Jambu dari 30 orang melanjutkan ke SMA 24 orang . Pada tahun ini di Dusun Pulau Jambu Kuok yang menamatkan pendidikan Tinggi sebanyak 13 orang, 8 dari UNRI dan 5 dari IAIN SUSQA. Refleksi : Pernyataan di atas menjelaskan tentang pendidikan anggota keluarga petani karet Desa Pulau Jambu Kuok.
11. Informan : Suhaimi Pekerjaan : Kepala Sekolah SMPN 2 Bangkinang Barat Tempat
:Ruang Kepala Sekolah SMPN 2 bangkinang barat
Tanggal
:17 Februari 2010
Peneliti mendatangi informan di ruang Kepala Sekolah pada pukul 10.30 WIB. Saat itu beliau sedang tidak ada kegiatan sehingga bisa berbicara dengan santai dengan informan. Saat itu, kepala sekolah tidak berada di tempat sehingga bisa leluasa berbicara dengan bebas tentang pendidikan anggota rumah tangga petani karet di sekolah.
12
Sekolah Menengah pertama (SMP) yang ada di kecamatan Bangkinang Barat ada dua yaitu SMPN 1 Bangkinang Barat, dan yang kedua adalah SMPN 2 Bangkinang Barat berada di Desa Pulau Jambu Kuok, awal pembangunannya terjadi Kendala berkaitan dengan pembebasan lahan, namun berkat bantuan Kepala Desa (Burhanuddin) mengadakan pertemuan dengan tokoh masyarakat Dusun Pulau Kuok ada salah seorang tokoh masyarakat (Malikul) bersedia mewakafkan tanahnya seluas 2 hektar kepada Pemerinatah Kabupaten Kampar untuk pembangunan sarana pendidikan (SMPN 2 Bangkinang Barat) dtambah lagi 1 hektar untuk Lapangan sepak Bola yang diwakafkan ke masyarakat Dusun Pulau Jambu Kuok Refleksi : Pernyataan tersebut menyatakan tentang jumlah siswa yang bersekolah di SMPN 2 Bangkinang Barat.
12. Informan : Zulhendri Pekerjaan : Kepala Sekolah SD Tempat
:Ruang Kepala Sekolah
Tanggal
: 25 April 2010
Peneliti mendatangi informan di ruang Kepala Sekolah pada pukul 10.30 WIB. Saat itu beliau sedang tidak ada kegiatan sehingga bisa berbicara dengan santai dengan informan. Saat itu, kepala sekolah tidak berada di tempat sehingga bisa leluasa berbicara dengan bebas tentang pendidikan anggota rumah tangga petani karet di sekolah. Pendidikan formal tingkat SD di Desa Pulau Jambu dilaksanakan di gedung yang dibangun sendiri oleh masyarakat, saat ini bernama SDM (Sekolah Dasar muhammadiyah), di Sekolah inilah masyarakat Dusun Pulau jambu memperoleh pendidikan Dasar 6 tahun. Setelah tamat pendidikan Dasar 6 tahun, banyak yang melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau ke tingkat SMP, untuk menunjang biaya pendidikannya, diantara beberapa siswa ada yang membantu pekerjaan orang tua seperti mencari ikan di sungai Kampar, membuka hutan untuk berkebun karet, memelihara ikan dengan membuat Kerambah di Sungai Silam, dan ada yang membuka usaha perkebunan jeruk. Refleksi : Sikap kurang transparan kepala sekolah yang disertai kurang tanggapnya kepala sekolah terhadap laporan guru memberikan kesan pesimis kepada guru dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya sehari-hari.
13
13. Informan : Darwis Pekerjaan : Kepala Suku Tempat
:Rumah Informan
Tanggal
:21 Maret 2010
Peneliti mendatangi informan pada Hari Minggu saat jam istirahat sore. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan
peneliti
sambil
mempersilakan
duduk.
Kemudian
peneliti
menerangkan maksud kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa. Dulunya kami banyak yang tidak bisa melanjutkan pendidikan anak kami ke jenjang SMP atau MTs, karena kekurangan biaya untuk itu, Hanya beberapa saja yang bisa bersekolah ke SMP dan MTs, akan tetapi setelah naiknya harga karet terlebih lagi ketika Pemerintah Kabupaten Kampar membangun gedung baru SMPN 2 Bangkinang Barat yang berlokasi di Desa Pulau Jambu Kuok, masyarakat kami yang sehari-harinya sebagai petani karet, dapat memenuhi pendidikan anak kami untuk masuk ke SMP, khsusunya SMPN 2 Bangkinang Barat. Refleksi : Terkesan, waktu tahun 1980, anggota rumah tangga petani karet belum bias menamatkan pendidikannya karena ketiadaan biaya..
14. Informan : Usman Khatap Pekerjaan : Petani Karet Tempat
:Rumah Usman Khatap
14
Tanggal
: 22 Maret 2010
Peneliti mendatangi informan pada Hari Senin saat jam istirahat sore. Informan terlihat sedang istirahat sambil sesekali meneguk minuman teh manis yang tersedia didepan beliau. Informan tersenyum dan bersalaman dengan
peneliti
sambil
mempersilakan
duduk.
Kemudian
peneliti
menerangkan maksud kedatangan ke sekolah tersebut, yaitu bersilaturrahim dan Sharing seputar Harga Karet. Suasana santai yang terbangun antara peneliti dan informan, dimanfaatkan untuk mengorek sejumlah informasi tentang harga karet dan pendidikan formal anggota petani karet di sekolah tersebut. Informan menjelaskan bahwa. Anak-anak Dusun Pulau jambu Kuok semakin meningkat jumlahnya melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, setelah tamat SMPN 2 Bangkinang Barat, serta yang tamat dari MTsN Kuok, hal ini disebabkan harga karet semakin baik dari tahun sebelumnya, faktor lain karena masyarakat Dusun Pulau Jambu ini, dari tahun ke tahun senantiasa membuka hutan untuk menambah kebun karetnya, terutama setelah sungai Kampar debit airnya semakin berkurang setelah pembangunan PLTA Koto Panjang, kondisi ini memotivasi masyarakat Dusun Pulau Jambu Kuok untuk menambah kebun karetnya dengan ekstensifikasi. Saat ini masyarakat Dusun Pulau jambu Kuok hampir semuanya memiliki kebun karet ada 2 sampai 4 Hektare / keluarga. Refleksi : Naiknya harga karet membangkitkan gairah petani untuk menyekolahkan anaknya ke pendidikan yang lebih tinggi, Masyarakat yang berpenghasilan sebagai petani karet semakin mudah memasukkan anaknya ke SMP yang sebelumnya kalau masuk SMP harus ke Pasar Kuok 8 kM dari pemukiman penduduk Desa Pulau Jambu, demikian juga kalau masuk ke MTsN harus ke Desa Merangin 10 KM dari pemukiman penduduk
15
15. Informan : Darisan Pekerjaan : Ketua Adat Tempat
: Kediaman Informan
Tanggal
: 12 Maret 2010
Peneliti mendatangi informan di kediaman beliau pada pukul 16.00 WIB atau pukul 4 sore selesai sholat ashar. Saat itu informan terlihat sedang duduk santai ditemani dengan segelas kopi dan rokok lintang 6. Wawancarapun berlangsung santai karena sore tersebut memang waktu-waktu santai bagi informan. dalam masyarakat Dusun Pulau Jambu Kuok anak-anak yang berumur 7 tahun sampai umur 13 tahun masuk pendidikam Diniyah takmiliyah Awwaliyah (PDTA). Disamping biaya murah, Pendidikan ini lebih memfokuskan kepada kemampuan anggota rumah tangga petani karet untuk dapat membaca Alqur’an dan yang penting lagi adalah bagaimana murid-murid di PDTA ini bisa atau mampu mengerjakan sholat dengan sempurna.
Refleksi : Penjelasan tersebut menjelaskan tentang pendidikan Anggota rumah tangga petani Karet.
16. Infor man : Kholil Pekerjaan : Petani Karet Tempat
: Rumah Kediaman Kholil
Tanggal
: 5 Mei 2010
Peneliti mendatangi informan pada saat informan sedang duduk di ruang kerjanya. Terlihat beberapa berkas rapi tersusun di atas meja beliau. Ketika ditanyakan, beliau mengatakan bahwa itu adalah berkas yang telah selesai diperiksa, dan beliau sedang menikmati saat santai setelah mengerjakan tugas
16
tersebut. Informan terlihat antusias ketika informan mengajak beliau untuk berbicara dan bertukar pendapat sejenak. Ditemani sebotol minuman ion, penulispun memulai pembicaraan dengan informan. Pada tahun ini petani karet di Desa Pulau Jambu, khususnya di Dusun Pulau Jambu Kuok banyak yang berkinginan memasukkan anak-akannya untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi dan Akademi, hal ini disebabkan oleh harga karet semakin baik, jalan-jalan ke areal perkebunan semakin lancar, pemebli karet (Toke Gotah) banyak yang membeli langsung ke petani dengan harga yang bersaing, jalan menuju ibu kota Kecamatan dan Kabupaten dan ke Propinsi semakin baik dan lancar, khususnya pembangunan dua jembatan yaitu jembatan di pasar Kuok dan Jembatan di Bangkinang, kedua Jembatan ini dapat menghubungkan langsung Desa Pulau Jambu Kuok dengan Bangkinang dan Kota Pekanbaru, sekaligus didukung dengan sarana transportasi yang lancar Refleksi : Penjelasan tersebut menjelaskan tentang pendidikan Anggota rumah tangga petani Karet.