BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Environmental Health Risk Assessment Study atau Studi EHRA adalah sebuah survey partisipatif di Kabupaten/kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga yang dapat dimanfaatkan dalam pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1.
Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2.
Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3.
EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa
4.
EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektorsektor pemerintahan secara eksklusif
5.
EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa. Visi Pembangunan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2011-2016
adalah “TERWUJUDNYA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT MAJU, AMAN, ADIL DAN MERATA BERLANDASKAN IMAN DAN TAQWA”. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut maka ditetapkan 5 Misi Pembangunan Kabupaten Tanjung Jabung Barat sebagai berikut :
1
1.
Meningkatkan kualitas dan ketersediaan infrastruktur pelayanan umum;
2.
Meningkatkan kesejahteraan melalui pengentasan kemiskinan, penciptaan lapangan kerja dan pemerataan pendapatan;
3.
Meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, kehidupan beragama dan berbudaya;
4.
Meningkatkan perekonomian daerah dan pendapatan masyarakat berbasis SDA, Agribisnis dan Agroindustri yang Berwawasan Lingkungan;
5.
Meningkatkan Tata Kelola Pemerintahan, Kepastian Hukum dan HAM serta Kesetaraan Gender; Kabupaten Tanjung Jabung Barat secara administrasi memiliki 13
Kecamatan
dan
134
Kelurahan/Desa.
Hal
ini
terjadi
pemekaran
Kelurahan/Desa dari 70 Kelurahan/Desa menjadi 134 Kelurahan/Desa. Namun dalam pelaksanaan Kegiatan Studi EHRA masih menggunakan Jumlah Kelurahan/Desa Induk sebanyak 70 Kelurahan/Desa. Hal ini karena belum ada peta wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat untuk 134 Kelurahan/Desa. Jumlah penduduk sebanyak 285.731 jiwa dan 71.607 KK, KK Miskin sebanyak 17.421 KK, Luas Wilayah sebesar 4.960 km² serta Kepadatan Penduduk sebesar 58 jiwa/ km². Sanitasi
di
Kabupaten
Tanjung
Jabung
Barat
masih
merupakan
permasalahan kesehatan masyarakat terutama timbulnya penyakit menular meskipun saat ini terjadi peningkatan penyakit-penyakit tidak menular seperti penyakit karena prilaku tidak sehat serta penyakit degenerative.
1.2.
Tujuan dan Manfaat a. Tujuan Studi EHRA bertujuan untuk mengumpulkan data primer, untuk mengetahui : Gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan; Informasi
dasar
yang
valid
dalam penilaian
Risiko
Kesehatan
Lingkungan;
2
Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi; b. Manfaat Hasil survey akan digunakan sebagai salah satu bahan Penyusunan BPS (Buku Putih Sanitasi) dan SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten) Tanjung Jabung Barat.
1.3.
Waktu Pelaksanaan Studi EHRA Waktu
Pelaksanaan
Studi
EHRA
Kegiatan
PPSP
(Percepatan
Pembangunan Sanitasi Pemukiman) Kabupaten Tanjung Jabung Barat antaralain : a. Survey oleh Emunerator
: 15 s/d 22 Mei 2013
b. Entri Data
: 20 s/d 27 Mei 2013
3
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH STUDI EHRA
EHRA merupakan studi yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan menerapkan 2 (dua) teknik pengumpulan data, yakni 1) wawancara (interview) dan 2) pengamatan (observation). Pewawancara dan pelaku pengamatan dalam EHRA adalah Enumerator yang dipilih secara kolaboratif oleh Puskesmas dalam Kabupaten Tanjung Jabung Barat sedangkan Sanitarian bertugas sebagai Supervisor selama pelaksanaan survey. Sebelum turun ke lapangan, para sanitarian dan enumerator diwajibkan mengikuti pelatihan enumerator selama 2 (dua) hari. Materi pelatihan mencakup dasar-dasar wawancara dan pengamatan; pemahaman tentang instrumen EHRA; latar belakang konseptual dan praktis tentang indikator-indikator; uji coba lapangan; dan diskusi perbaikan instrumen. Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau Anak Perempuan yang sudah menikah atau Perempuan berumur antara 18 s/d 60 tahun. Panduan wawancara dan pengamatan dibuat terstruktur dan dirancang untuk dapat diselesaikan dalam waktu sekitar 30-45 menit. Panduan diuji kembali dalam hari kedua pelatihan enumerator dengan try out ke lapangan. Untuk mengikuti standar etika, informed consent wajib dibacakan oleh sanitarian sehingga responden memahami betul hak-haknya dan memutuskan keikutsertaan dengan sukarela dan sadar. Pekerjaan entri data dikoordinir oleh Tim dari Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Sebelum melakukan entri data, tim data entri terlebih dahulu mengikuti pelatihan singkat data entry EHRA yang difasilitasi oleh Tim Fasilitator yang telah terlatih dari PIU Advokasi dan Pemberdayaan. Selama pelatihan itu, tim data entri dikenalkan pada struktur kuesioner dan perangkat lunak yang digunakan serta langkah-langkah untuk uji konsistensi yakni program EPI Info dan SPSS.
4
Untuk quality control, tim spot check mendatangi 5% rumah yang telah disurvei. Tim spot check secara individual melakukan wawancara singkat dengan kuesioner yang telah disediakan dan kemudian menyimpulkan apakah wawancara benar-benar terjadi dengan standar yang ditentukan. Quality control juga dilakukan di tahap data entri. Hasil entri dire-check kembali oleh tim Pokja PPSP. Sejumlah 5% entri kuesioner diperiksa kembali. Kegiatan Studi EHRA memerlukan keterlibatan berbagai pihak dan tidak hanya bisa dilaksanakan oleh Pokja Kabupaten/Kota semata. Agar efektif, Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota diharapkan bisa mengorganisir pelaksanaan secara menyeluruh. Sehubungan dengan hal tersebut diatas maka telah dibentuk Tim Studi EHRA sesuai Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor : 38 Tahun 2013 Tanggal 03 April 2013 tentang Tim Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten Tanjung Jabung Barat dubah menjadi Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor : 64 Tahun 2013 Tanggal 29 Mei 2013 tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Nomor : 38 Tahun 2013 Tanggal 03 April 2013 tentang Tim Studi EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Adapun susunan Tim EHRA sebagai berikut: 1. Penanggung jawab 2. Koordinator Survey 3. 4. 5. 6. 7.
Koordinator wilayah/kecamatan Supervisor Tim Entry data Tim Analisis data Enumerator
: Kepala Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kab. Tanjab Barat : Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan Kab. Tanjab Barat : Kepala Puskesmas : Sanitarian Puskesmas : Dinas Kesehatan dan Bappemdal : Pokja Sanitasi Kab. Tanjab Barat : Bidan Desa dan Kader aktif Desa/Kelurahan
2.1. Penentuan Target Area Survey (Klastering Kecamatan dan Desa/Kelurahan) Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko.
Proses
pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang 5
sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat mengingat area sumber data yang akan diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. Sebagai contoh ukuran angka kemiskinan bisa dihitung berdasarkan proporsi jumlah Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera 1 dengan formula sebagai berikut:
(∑ Pra-KS + ∑ KS-1) Angka kemiskinan = ---------------------------------- X 100% ∑ KK 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat menghasilkan katagori klaster sebagaimana dipelihatkan pada tabel 2.1.1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan
6
asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
Tabel 2.1.1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster
Kriteria
Klaster 0
Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 2
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 3
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klaster 4
Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Sesuai Rapat Tim EHRA Kabupaten Tanjung Jabung Barat tanggal 4 April 2013 telah disepakati bahwa sampel Kelurahan/Desa yang akan dilakukan survey Studi EHRA sebanyak 30 desa dan 1.200 responden. Hal ini dengan pertimbangan antaralain : Dana yang tersedia Luasnya wilayah Kabupaten Tanjung Jabung Barat Adanya daerah sulit Klastering wilayah di Kabupaten Tanjung Jabung Barat menghasilkan katagori
klaster
sebagaimana
diperlihatkan
pada
tabel
2.1.2.
Wilayah
(kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki
karakteristik
yang
identik/homogen
dalam
hal
tingkat
risiko
kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
7
Tabel 2.1.2. Hasil klastering desa/ kelurahan Kabupaten Tanjung Jabung Barat Klaster Jumlah Desa / Kelurahan 0 0 Desa /Kelurahan ( 0 Kecamatan)
Kecamatan
Desa / Kelurahan
-
-
1
4 Desa/ Kelurahan (3 Kecamatan)
1. Tebing Tinggi 2. Tungkal Ulu 3. Batang Asam
2
12 Desa/ Kelurahan (8 Kecamatan)
1. Betara 2. Pengabuan 3. Merlung 4. 5. 6.
Tebing Tinggi Tungkal Ulu Batang Asam
7. Rnh. Mendaluh 8. Muara Papalik 3
10 Desa /Kelurahan (8 Kecamatan)
1. Tungkal Ilir 2. Seberang Kota 3. Bram Itam 4. Tebing Tinggi
4
4 Desa / Kelurahan (4 Kecamatan)
5. 6. 7.
Betara Kuala Betara Pengabuan
8.
Rnh. Mendaluh
1. Adi Jaya 2. Badang 3. Suban 4. Sri Agung 1. Pematang Lumut 2. Makmur Jaya 3. Parit Pudin 4. Penyabungan 5. Adi Purwa 6. Tebing Tinggi 7. Taman Raja 8. Tanjung Bojo 9. Dusun Kebun 10. Sungai Rotan 11. Rantau Badak 12. Kemang Manis 1. Tungkal I 2. Tungkal IV Kota 3. Teluk Pulai Raya 4. Bram Itam Kiri 5. Purwodadi 6. Mekar Jaya 7. Sungai Gebar 8. Sungai Serindit 9. Teluk Nilau 10. Lubuk Kambing
1. Seberang Kota
1. Tungkal V
2. Tungkal Ilir
2. Teluk Sialang
3. Bram Itam
3. Pembengis
4. Kuala Betara
4. Betara Kanan
8
Hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Tanjung Jabung Barat yang terdiri atas 30 desa dengan menghasilkan distribusi sebagai berikut : 1. Klaster 0 sebanyak 0 % 2. Klaster 1 sebanyak 13,33 %, 3. Klaster 2 sebanyak 40 %, 4. Klaster 3 sebanyak 33,33 %, dan 5. Klaster 4 sebanyak 13,33 %,
Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada grafik 2.1.1 di bawah ini: Grafik 2.1.1. Persentase Desa Klaster Untuk Penetapan Lokasi Studi EHRA 45 40 35 30 25 20
Jumlah
15 10 5 0 0
13.33
40
33.33
13.33
Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
9
2.2. Penentuan Jumlah/Besar Responden Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden dengan jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 71.607 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 398 KK. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat menetapkan jumlah kelurahan/desa yang akan dijadikan target area survey sebanyak 30 ( tiga puluh) desa / kelurahan sehingga jumlah sampel yang harus diambil sebanyak 30 ds X 40 resp. = 1.200 responden.
10
2.3. Penentuan Kecamatan dan Desa/Kelurahan Survei Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 30 desa/ kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke- 30 desa/ kelurahan disajikan dalam tabel 2.3.1 dan grafik 2.3.1 sebagai berikut : Tabel 2.3.1. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2013 Kabupaten Tanjung Jabung Barat Klaster 0 1
Kecamatan 1. Tebing Tinggi 2. Tungkal Ulu 3. Batang Asam 1. Betara 2. Pengabuan 3. Merlung
2
4. Tebing Tinggi 5. Tungkal Ulu 6. Batang Asam 7. Renah Mendaluh 8. Muara Papalik 1. Tungkal Ilir
3
2. 3. 4. 5. 6. 7.
Seberang Kota Bram Itam Tebing Tinggi Betara Kuala Betara Pengabuan
8. Renah Mendaluh
Desa 1. 2. 3. 4. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Adi Jaya Badang Suban Sri Agung Pematang Lumut Makmur Jaya Parit Pudin Penyabungan Adi Purwa Tebing Tinggi Taman Raja Tanjung Bojo Dusun Kebun Sungai Rotan Rantau Badak Kemang Manis Tungkal I Tungkal IV Kota Teluk Pulai Raya Bram Itam Kiri Purwodadi Mekar Jaya Sungai Gebar Sungai Serindit Teluk Nilau Lubuk Kambing
11
Klaster
4
Kecamatan 1. Seberang Kota 2. Tungkal Ilir 3. Bram Itam 4. Kuala Betara
1. 2. 3. 4.
Desa Tungkal V Teluk Sialang Pembengis Betara Kanan
Grafik 2.3.1. Distribusi Desa Terpilih Perklaster Lokasi Study EHRA Kabupaten Tanjung Jabung Barat 14 12 10 8 Kecamatan 6
Desa
4 2 0 Klaster 0
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
2.4. Penentuan RT/RW Dan Responden Di Lokasi Survei Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu data RT per Kelurahan/Desa mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Pemilihan RT per kelurahan sebanyak 8 (delapan) RT per Desa/Kelurahan. Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling). Hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Sampel responden sebanyak 40 KK. 12
2.5. Karakteristik Emunerator dan Supervisor serta Wilayah Tugasnya Pemilihan Supervisor dan Emunerator untuk pelaksanaan Studi EHRA sepenuhnya merupakan kewenangan Tim Studi EHRA. Supervisor merupakan Sanitarian Puskesmas dan Emunerator adalah Bidan Desa atau Petugas Kesehatan Lainnya atau Kader. Berikut ini Supervisor dan Emunerator dalam Tim Studi EHRA Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2013 sebagaimana pada table 2.5.1 dibawah ini : Tabel 2.5.1. Supervisor dan Emunerator dan Wilayah Tugasnya dalam Survei EHRA Kabupaten Tanjung Jabung Barat Tahun 2013 No Supervisor Emunerator Wilayah Tugas/ Desa/Kelurahan 1 I Kuala Tungkal Sarihati Tungkal I 2 II Kuala Tungkal Melia Febriani,AM.Kep. Tungkal IV Kota Joko Edi Wahono,AM.Kep. Teluk Sialang 3 Parit Deli Rosmareda,AM.Kep. Sungai Gebar Marsidah,AM.Keb. Betara Kanan 4 Tungkal V Khairul Ahyar,S.Kep. Teluk Pulai Raya Hasdiana Tungkal V 5 Lubuk Kambing Santo Paulus,AM.KL. Sungai Rotan Ria Artika Lubuk Kambing 6 Bukit Indah Eva Susanti Kemang Manis 7 Rantau Badak Deni Fajar Wahyuni,AM.Keb. Rantau Badak 8 Merlung Risma Penyabungan Lisbeti Elida Adi Purwa 9 Teluk Nilau Penti Parit Pudin Depi Sungai Serindit Anita Mekar Jati 10 Pelabuhan Dagang Daryanto,SKM Badang Eriayanti Taman Raja 11 Pijoan Baru Hasnidar Tebing Tinggi Nia Kurniasari Adi Jaya 12 Purwodadi Umi Susanti Purwodadi 13 Suban Ica Anita Suban H.Samsuddin Sri Agung Rahmi Hidayati,AM.KL. Tanjung Bojo Herlinawati,AM.Kep. Dusun Kebun 14 Sungai Saren Hariyani Bram Itam Kiri Risa Ota Krisanti,AM.KL. Pembengis 15 Sukarejo Elfira Pematang Lumut Sulatin,AM.KL. Makmur Jaya Sulatin,AM.KL. Mekar Jaya
13
BAB III HASIL STUDI EHRA 2013 KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT 3.1. Pengelolaan Sampah Rumah Tangga Grafik 3.1.1 Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah Tangga 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
A. Banyak sampah berseraka n atau bertumpu k di sekitar lingkunga n
E. Banyak H. Ada B. Banyak kucing F. Bau G. anakC. Banyak dan lalat di busuk Menyum anak yang tikus D. Banyak sekitar anjingme yang bat bermain I. Lainnya berkeliara nyamuk tumpuka ndatangi menggan saluran di n n sampah tumpuka gu drainase sekitarny n sampah a
%
23,8
20,0
15,0
58,1
7,5
18,8
5,0
6,3
1,9
%
31,5
22,1
14,8
38,3
11,5
7,1
5,6
18,3
0,0
%
30,3
23,5
15,8
54,5
14,3
9,8
3,8
11,0
0,0
%
61,6
23,9
21,4
61,6
14,5
9,4
1,9
9,4
1,3
Dari grafik di atas terlihat bahwa kondisi sampah di lingkungan rumah tangga adalah banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan yaitu sehingga menimbulkan banyak lalat dan menimbulkan bau busuk. Persentase Kondisi Sampah di Lingkungan Rumah tangga terbesar yaitu banyak sampah berserakan atau bertumpuk disekitar lingkungan persentasenya sama Kondisinya banyak nyamuk yaitu sebesar 61, 6 %, diikuti banyak lalat disekitar tumpukan sampah yaitu sebesar 23,9 %, kemudian banyak tikus berkeliaran sebesar 21, 38 %, selanjutnya bau busuk yang menggangu sebesar 18, 75 %, ada anak-anak yang bermain disekitarnya 18,33 %, menyumbat saluran drainase 5, 63 % dan lainnya 1, 88 %. Persentase kondisi sampah menimbulkan banyak sampah berserakan atau bertumpuk di sekitar lingkungan terbanyak di klaster 4 dengan persentase 61,6 % dan diikuti klaster 2 persentase 23,8 %, klaster 3 persentase 30,3 % dan klaster 1 sebanyak 23,8 %.
14
Grafik 3,1,2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga 100,00 90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 Dikump Dibuan Dibuan ulkan g ke oleh g ke dalam Dikump dalam kolekto lubang ulkan lubang r dan Dibakar tetapi dan informa dibuang tidak ditutup l yang ke TPS ditutup dengan menda dengan tanah ur tanah ulang
Dibuan g ke sungai/ kali/lau t/danau
Dibiark an saja sampai membu suk
Dibuan g ke lahan kosong/ kebun/ hutan dan dibiarka n membu suk
Lainlain
Tidak tahu
Klaster 1
0,65
0,65
90,32
0,65
1,94
3,23
-
2,58
-
-
Klaster 2
1,09
0,65
83,44
1,09
3,49
2,40
0,44
7,41
-
-
Klaster 3
0,51
8,21
81,28
0,77
1,79
2,56
1,03
3,08
0,51
0,26
Klaster 4
-
0,66
58,28
1,32
3,97
5,30
13,25
15,89
-
1,32
Terlihat pada grafik di atas untuk pengelolaan sampah rumah tangga yang terbanyak yaitu dengan dibakar sebesar 90,32 % , kemudian diikuti dengan dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk sebesar 15,89, dibuang saja sampai membusuk sebesar 13,25 %, dibuang dan dikumpulkan di TPS sebesar 8.21 %, dibuang ke sungai persentasenya sebesar 5,3 % , dibuang dalam lubang dan ditutup dengan tanah sebesar 3,97 %, tidak tahu sebesar 1,32 % , dan dikumpulkan oleh kolektor adalah 1,09 % ,namun persentase yang terbesar pengelolaan sampah dengan cara dibakar adalah pada klaster 1 sebesar 90,32 % kemudian diikuti klaster 2 sebesar 83,44 % , klaster 3 sebesar 81,28 % dan persentase terkecil adalah klaster 4 yaitu sebesar 58,28 %.
15
Grafik 3.1.3 Sampah Rumah Tangga Yang Dipilah 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0
A. Sampah organik/sa mpah basah
B. Plastik
C. Gelas/kaca
D. Kertas
Klaster 1
100,0
100,0
100,0
100,0
100,0
0,0
0,0
Klaster 2
42,9
33,3
55,6
33,3
37,5
42,9
0,0
Klaster 3
50,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
33,3
E. F. Lainnya, Besi/logam
G. Tidak tahu
Dari grafik di atas terlihat bahwa persentase terbanyak sampah dikelola adalah sampah Basah, Plastik, Gelas/Kaca. Kertas dan Besi/Logam yaitu sebesar 100 % yaitu pada klaster 1, kemudian pada klaster 2 persentase tertinggi yaitu adalah sampah Gelas/Kaca yaitu sebesar 55,6 % diikuti klaster 3 sebesar 50 % dalam pengelolaan sampah Basah.
Grafik 3.1.4 Pengangkutan Sampah 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 Tiap hari
Beberapa kali dalam seminggu
Sekali dalam seminggu
Tidak pernah
Tidak tahu
Klaster 1
100,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Klaster 2
0,0
8,3
8,3
50,0
33,3
Klaster 3
0,0
0,0
0,0
33,3
66,7
16
Dari grafik di atas terlihat bahwa pengangkutan sampah terbanyak adalah Tiap Hari pada Klaster 1 sebesar 100 %, kemudian diikuti tidak tahu yaitu sebesar 66, 67 % pada klaster 3, diikuti pilihan tidak pernah sebesar 50 % kemudian beberapa kali dalam seminggu dan sekali seminggu mempunyai nilai persentase yang sama yaitu 8,3 % di klaster 2. 3.2. Pembuangan Air Kotor/Limbah Tinja Manusia dan Lumpur Tinja Grafik 3.2.1 Jumlah Keluarga Yang Memiliki Jamban
1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 #REF!
1
#REF!
1
#REF!
1
#REF!
1
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa yang terbesar jumlah keluarga yang memiliki jamban pribadi persentasenya adalah 82,50 %, MCK/Wc Umum persentasenya 5,66, Ke WC Helikopter persentasenya 1,88 %,
ke sungai / pantai dan laut persentasenya yaitu 13,84 % , Keselokan
persentasenya 5,03 % , ke lubang galian yaitu 2,25 % , lainnya yaitu 0,63 % dan tidak tahu 6,25 %. Dari masing-masing klaster yang terbesar yang memiliki jamban pribadi
adalah klaster 2 yaitu sebesar
82,50 % diikuti klaster 1 yaitu 79,38 % ,klaster 3 yaitu sebesar 78 % dan klaster 4 yaitu sebesar 72,33 %.
17
Grafik 3.2.2 Saluran Akhir Pembuangan Isi Tinja 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 -
Cubluk/lo Langsung Sungai/d Kebun/ta Kolam/sa bang ke anau/pan nah wah tanah drainase tai lapang
Tangki septik
Pipa sewer
Tidak tahu
Klaster 1
21,88
7,50
40,00
3,13
-
1,25
-
26,25
Klaster 2
56,67
2,92
12,50
0,63
6,46
0,42
-
20,42
Klaster 3
48,50
2,75
17,50
0,50
10,75
0,75
0,50
18,75
Klaster 4
44,65
1,26
11,95
-
14,47
0,63
-
27,04
Dari grafik di atas telah terlihat bahwa persentase terbesar saluran akhir pembuangan isi tinja adalah ke tangki septik
dengan persentase 56,67 % kemudian diikuti dengan membuang ke
cubluk/lobang tanah sebesar 40 %, kemudian yang memilih tidak tahu sebesar 27,04 %, diikuti sungai / danau / pantai yaitu sebesar 14,47 % , kemudian, pipa sewer sebesar 7,50 %, langsung ke drainase sebesar 3,13 %, ke kolam/sawah sebesar 1,25 % dan ke kebun/ tanah lapang sebesar 0,5 %. Persentase terbesar dari saluran akhir pembuangan isi tinja ke tangki septik adalah pada klaster 2 yaitu sebesar 56,76 % kemudian diikuti klaster 3 yaitu sebesar 48,50 %, klaster 4 yaitu sebesar 44,65 % dan persentase terkecil dari saluran akhir pembuangan isi tinja ke septik tank adalah klaster 1 sebesar 21,8 %. Grafik 3.2.3 Praktek Pembuangan Kotoran Balita di Rumah Responden 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 -
Ke Ke kebun/pek sungai/selo arangan/jal kan/got an
Ke WC/Jamba n
Ke tempat sampah
Klaster 1
52,50
0,63
3,13
Klaster 2
39,17
0,83
Klaster 3
23,25
Klaster 4
15,72
Lainnya
Tidak tahu
4,38
1,25
38,13
3,54
7,71
1,67
47,08
3,25
4,75
8,50
0,75
59,50
0,63
5,66
13,21
1,26
63,52
18
Dari grafik di atas terlihat bahwa untuk praktek pembuangan kotoran balita terbanyak persentasenya adalah memilih tidak tahu yaitu 63,52 % pada klaster 4, kemudian diikuti praktek pembuangan kotoran balita ke WC/Jamban dengan persentase sebesar 52,50 % pada klaster 1, kemudian ke sungai/selokan/got dengan persentase sebesar 13,21 % juga pada klaster 4, diikuti ke kebun/pekarangan/jalan dengan persentase sebesar 5,66 %, ke tempat sampah sebesar 3, 25 % dan terakhir memilih lainnya sebesar 1,66 % pada klaster 2. Grafik 3.2.4. Jumlah KK Yang Memiliki Saluran Pengelolaan Air Limbah 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Rumah tersedia Pembuangan Limbah Tinja
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
58,71
48,82
14,91
5,81
Dari grafik di atas terlihat bahwa jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah adalah pada klaster 1 yaitu sebesar 58,71 % dan diikuti klaster 2 yaitu sebesar 48,82 % , klaster 3 sebesar 14,91 % dan persentase terkecil dari jumlah KK yang memiliki saluran pengelolaan air limbah adalah klaster 4 yaitu sebesar 5,81 %. 3.3. Drainase Lingkungan/Selokan Sekitar Rumah dan Banjir Grafik 3.3.1 Frekuensi Banjir 100,0 90,0 80,0 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0 Tidak pernah
Sekali dalam setahun
Beberapa kali dalam
Sekali atau beberapa dalam sebulan
Tidak tahu
Klaster 1
86,3
8,1
3,1
0,0
2,5
Klaster 2
78,8
6,0
5,2
1,5
8,5
Klaster 3
70,3
17,3
9,8
0,0
2,8
Klaster 4
60,4
23,3
5,7
9,4
1,3
19
Dari grafik di atas terlihat bahwa persentase terbanyak adalah tidak pernah banjir yaitu sebesar 86,3 % , kemudian diikuti oleh frekuensi banjir sekali dalam setahun yaitu sebesar 23,3 %, beberapa kali dalam sebulan sebesar 9,8 %, sekali atau beberapa dalam sebulan sebesar 9,4 % dan yang perasentase terkecil memilih tidak tahu 8,5 %. Frekuensi terbesar adalah tidak pernah banjir adalah klaster 1 sebesar 86,3 % diikuti oleh klaster 2 yaitu sebesar 78,8 % , klaster 3 yaitu sebesar 70,3 % dan persentase terkecil tidak pernah banjir adalah klaster 4 yaitu sebesar 60, 4 %. Grafik 3.3.2 Banjir Hingga Ke Rumah Responden 70,0 60,0 50,0 40,0 30,0 20,0 10,0 0,0
Setumit orang dewasa
Setengah lutut orang dewasa
Selutut orang dewasa
Sepinggang orang dewasa
Tidak tahu
Klaster 1
66,7
33,3
0,0
0,0
0,0
Klaster 2
29,4
11,8
23,5
23,5
11,8
Klaster 3
0,0
50,0
0,0
0,0
50,0
Klaster 4
50,0
25,0
25,0
0,0
0,0
Dari grafik di atas terlihat bahwa banjir hingga ke rumah responden terbanyak adalah setumit orang dewasa persentasenya sebesar 66,7 %, hingga setengah lutut orang dewasa dan tidak tahu masing-masing persentasenya sebesar 50 %, kemudian diikuti selutut orang dewasa sebesar 25 %, dan terkecil sepinggang orang dewasa sebesar 23,5 %. Dari semua klaster yang terbesar persentase banjir hingga ke rumah responden hingga setumit orang dewasa adalah klaster 1 yaitu sebesar 66,7 % kemudian diikuti klaster 4 sebesar 50 %, klaster 2 sebesar 29,4 % dan persentase terkecil banjir hingga ke rumah responden hingga setumit orang dewasa adalah klaster 3 yaitu sebesar 0 %.
20
3.4. Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga Grafik 3.4.1 Sumber Air Minum 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 Air botol kemasan (Minum)
Air isi ulang (Minum)
Air hidran umum PDAM (Minum)
Air kran umum PDAM/PROY EK (Minum)
Air sumur pompa tangan (Minum)
Air sumur gali terlindungi (Minum)
Klaster 1
48,13
65,00
-
-
3,13
42,50
Klaster 2
14,38
32,71
0,21
1,46
8,13
37,08
Klaster 3
11,25
15,75
0,25
-
4,25
8,75
Klaster 4
2,52
4,40
-
-
-
-
Dari grafik di atas terlihat bahwa sumber air minum yang banyak digunakan adalah berasal dari Air Isi Ulang sebesar 65,00 %, Air Botol Kemasan sebesar 48, 13 %, diikuti Air sumur gali terlindungi yaitu 42,50 %, kemudian diikuti oleh Air Sumur Pompa Tangan yaitu 8,11 % , Air Kran Umum yaitu 1, 46 % , dan terkecil Air Hidran Umum sebesar 0,25 %. Persentase dari semua klaster sumber air minum yang banyak digunakan adalah berasal dari Air Isi Ulang terbanyak pada klaster 1 yaitu 65 % diikuti klaster 2 yaitu 32,33 % , klaster 3 sebesar 15,75 % dan klaster 4 yaitu sebesar 4,4 %. Grafik 3.4.2 Sumber Air Untuk Memasak 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 Air Air Air botol Air isi Ledeng hidran kemasa ulang dari umum n (Masak) PDAM PDAM (Masak) (Masak) (Masak)
Air Air kran Air sumur umum - sumur gali PDAM/ pompa terlindu PROYEK tangan ngi (Masak) (Masak) (Masak)
Klaster 1
3,13
2,50
0,00
0,00
0,00
3,13
64,38
Klaster 2
1,87
9,15
0,00
0,21
2,08
12,27
46,57
Klaster 3
0,50
3,00
1,25
0,25
0,00
4,50
9,50
Klaster 4
0,63
3,14
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
21
Dari grafik di atas terlihat bahwa sumber air untuk memasak banyak menggunakan air sumur gali terlindungi, yaitu sebesar 64,38 % kemudian diikuti Air Sumur Pompa Tangan sebesar 12,27 %, menggunakan Air Isi Ulang 9,15 %, kemudian Air Botol Kemasan sebesar 3,13 %, diikuti air kran umum sebesar 2, 08 %, Ledeng dari PDAM sebesar 1,25 %, Air hidran umum sebesar 0,25 %. Dari semua klaster yang menggunakan sumber air untuk memasak banyak menggunakan air sumur terlindungi terbanyak adalah klaster 1 yaitu 64, 38 % dan diikuti klaster 2 yaitu 46, 57 % , klaster 3 yaitu 9,5 % dan klaster 4 yaitu 0 %.
Grafik 3.4.3 Pengelolaan Air Untuk Diminum 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00 Direbus
Ditambahkan kaporit
Menggunakan filter keramik
Lainnya
Tidak tahu
Klaster 1
97,74
0,00
0,00
1,50
0,75
Klaster 2
91,48
2,62
0,98
1,31
3,28
Klaster 3
96,81
1,06
0,35
1,77
0,00
Klaster 4
97,44
1,92
0,00
0,00
0,64
Dari grafik di atas pengelolaan air untuk minum persentase terbanyak adalah dengan cara direbus yaitu sebesar 97,74 % , kemudian diikuti dengan cara lainnya memilih tidak tahu yaitu sebesar 3,28 %, ditambahkan kaporit sebesar 2,62 %, memilih lainnya sebesar 1,50 % persentase terkecil adalah menggunakan filter keramik yaitu sebesar 0,98 %. Dari semua klaster persentase terbesar pengelolaan air minum dengan cara direbus adalah klaster 1 yaitu sebesar 97, 74 %, klaster 4 sebesar 97, 44 %, kemudian klaster 3 sebesar 96,81 % dan persentase terkecil pengelolaan air untuk minum dengan cara direbus adalah klaster 2 sebesar 91, 48 %.
22
Grafik 3.4.4 Media Penyimpanan Air Yang Sudah Diolah 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
Ya, dalam Ya, dalam Ya, dalam Ya, dalam Panci Teko/kete Botol/ter Galon isi dengan l/ceret mos ulang tutup
Tidak disimpan
Ya, dalam Panci terbuka
Klaster 1
3,76
0,75
38,35
26,32
8,27
Klaster 2
2,62
0,98
29,84
47,54
Klaster 3
5,67
3,90
13,48
Klaster 4
0,64
0,64
14,74
Lainnya
Tidak tahu
19,55
3,01
0,00
3,93
9,18
2,95
2,62
59,22
11,35
4,96
1,42
0,00
69,87
9,62
2,56
1,28
0,64
Dari grafik di atas terlihat bahwa persentase terbesar untuk media penyimpanan air yang sudah diolah dan disimpan dalam teko, ketel / ceret yaitu sebesar 69,87 %, kemudian diikuti disimpan dalam panci dengan tutup persentasenya sebesar 38, 35 % , dalam galon isi ulang sebesar 19, 55 %, dalam botol/ termos sebesar 11, 35 %, dalam panic terbuka sebesar 3,90 % tidak disimpan sebesar 3,76 %, lainnya sebesar 3,01 %. Dari semua klaster terlihat bahwa persentase terbesar media penyimpanan air yang sudah diolah dan disimpan dalam teko ketel/ceret adalah klaster 4 yaitu sebesar 69,87 % , kemudian klaster 3 sebesar 59,22 %, klaster 2 sebesar 47,54 % dan persentase terkecil untuk media penyimpanan air yang sudah diolah dan disimpan dalam teko, ketel /ceret klaster 1 sebesar 26,32 %.
23
3.5
Perilaku Higiene Grafik 3.5.1 Praktek CTPS di Lima Waktu Penting
90,00 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00
F. G. B. C. Sebelu Sebelu H. A. Setelah Setelah D. I. m m E. Setelah J. Sebelu menceb dari Sebelu Sebelu Setelah membe menyia memeg m ke oki buang m m Lainnya makan ri pkan ang toilet bayi/an air makan sholat menyua masaka hewan ak besar pi anak n
Klaster 1
5,00
65,00
83,75
71,25
71,25
56,88
55,63
61,88
68,13
3,75
Klaster 2
18,33
40,83
58,33
66,67
59,79
40,83
45,63
40,83
48,13
16,25
Klaster 3
17,25
45,00
75,75
67,75
63,25
39,25
42,25
41,00
51,75
16,75
Klaster 4
3,14
28,93
56,60
76,73
63,52
18,24
4,40
27,04
25,16
4,40
Dari grafik di atas terlihat bahwa praktek CTPS di waktu penting terbanyak persentasenya adalah setelah dari buang air besar sebesar 83,75 %, kemudian sebelum makan dan setelah makan masing-masing adalah 71,25 %, sebelum sholat yaitu sebesar 68,13 %, setelah menceboki bayi yaitu 65 %, setelah memegang hewan yaitu sebesar 61,88 %, setelah menyuapi anak sebesar 56, 88 %, sebelum ke toilet sebesar 18,50 %, opsi lainnya sebesar 16,75 %. Untuk semua klaster yang melakukan CTPS setelah dari buang air besar adalah klaster 1 yaitu 83,75 % kemudian diikuti klaster 3 yaitu 75,75 %, klaster 2 yaitu sebesar 58,42 % dan yang terkecil adalah klaster 4 yaitu sebesar 56,60 %.
24
Grafik 3.5.2 Ketersediaan Sarana CTPS di Jamban 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 A. Di kamar mandi
B. Di F. Di G. Di D. Di dekat C. Di E. Di sekitar tempat dekat kamar jamban sumur penamp cuci jamban mandi ungan piring
H. Di dapur
Klaster 1
68,75
36,25
16,25
10,63
68,75
24,38
36,25
25,63
2,50
4,38
Klaster 2
60,42
21,88
13,54
10,42
35,21
24,79
45,63
38,96
16,04
10,21
Klaster 3
51,50
38,25
22,50
11,25
30,25
40,00
60,50
44,50
19,75
16,25
Klaster 4
45,28
28,30
8,18
6,29
38,36
30,19
59,12
54,72
1,26
0,00
I. J. Tidak Lainnya tahu
Dari grafik di atas terlihat bahwa keterdiaan sarana CTPS persentase terbanyak di kamar mandi dan disumur masing-masing sebesar yaitu sebesar 68,75 %, kemudian ditempat cuci piring yaitu sebesar 60,50 %, didapur sebesar 54,72 %, disekitar penampungan sebesar 40 %, dkamar mandi sebesar 38,25 %, diikuti memilih opsi lainnya sebesar 19, 75 %, di jamban dan tidak tahu sebesar 16, 25 % dan terkecil di dekat jamban sebesar 6,29 %. Dari semua klaster ketersediaan sarana CTPS di kamar mandi persentase terbanyak adalah klaster 1 yaitu sebesar 68,75 % kemudian diikuti oleh klaster 2 yaitu sebesar 60,42 % , klaster 3 yaitu sebesar 51,50 % dan persentase terkecil adalah klaster 4 sebesar 45,28 %. Grafik 3.5.3 Pola Pemanfaatan Sabun Dalam Kehidupan Sehari-hari 120,00 100,00 80,00 60,00 40,00 20,00 0,00
C. B. D. E. F. Menceb G. Memand Mencuci Mencuci Mencuci H. oki A. Mandi Mencuci ikan tangan tangan peralata Lainnya pantat pakaian anak sendiri anak n anak
I. Tidak tahu
Klaster 1
98,73
87,26
74,52
87,90
73,89
89,17
87,90
3,82
2,55
Klaster 2
95,30
62,82
50,64
68,16
54,06
92,09
89,74
22,27
13,95
Klaster 3
97,44
66,15
58,72
70,69
56,04
86,89
82,78
20,57
19,02
Klaster 4
97,48
43,40
24,53
63,52
38,36
76,10
74,84
6,29
1,89
25
Dari grafik di atas terlihat bahwa pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk mandi yaitu sebesar 98,73 %, kemudian mencuci peralatan sebesar 92,09 %, mencuci pakaian yaitu sebesar 89,75 %, mencuci tangan sendiri yaitu sebesar 87,90 %, memandikan anak yaitu sebesar 87,26 %, menceboki pantat anak yaitu sebesar 74,52 % , mencuci tangan anak yaitu sebesar 73,89 % , lainnya adalah 22,27 % dan persentase terkecil adalah tidak tahu yaitu sebesar 19,02 %. Dari semua klaster pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari untuk mandi persentase terbesar adalah klaster 1 persentase 98,73 %, kemudian diikuti klaster 4 yaitu sebesar 97,48 %, diikuti klaster 3 sebesar 97,44 % dan persentase terkecil yaitu 95,30 % di klaster 2. 3.6. Kejadian Penyakit Diare Grafik 3.6.1 Kejadian Penyakit Diare 80,00 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 Hari ini
Kemarin
1 minggu terakhir
1 bulan terakhir
3 bulan terakhir
6 bulan yang lalu
Lebih dari 6 bulan yang lalu
Tidak pernah
Klaster 1
1,25
0,63
5,00
3,75
10,63
5,62
5,62
67,50
Klaster 2
1,88
1,67
3,13
3,96
3,33
5,83
4,17
76,04
Klaster 3
0,50
2,50
2,75
5,25
3,25
6,75
4,25
74,75
Klaster 4
0,63
1,26
-
5,03
7,55
10,06
4,40
71,07
Dari grafik di atas terlihat bahwa kejadian penyakit diare adalah tidak pernah yaitu sebesar 76,04 % dan diikuti 3 bulan terakhir yaitu sebesar 10,63 % , 6 bulan terakhir yaitu 10,06 % , lebih dari 6 bulan yang lalu yaitu 5,63 % , 1 bulan terakhir yaitu sebesar 5,25 % , 1 minggu terakhir yaitu 5 % , kemudian pilihan kemarin sebesar 2,50 % persentase terkecil adalah hari ini sebesar 1,88 %. Dari semua klaster di atas yang tidak pernah terjadi penyakit diare persentase terbesar adalah klaster 2 yaitu sebesar 76,04 % dan diikuti oleh klaster 3 yaitu sebesar 74,75 %, klaster 4 yaitu sebesar 71,07 % dan
persentase terkecil yaitu klaster 1 sebesar 67,50 %.
26
Grafik 3.6.2 Anggota Keluarga Terakhir Yang Terkena Diare 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 A. Anak-anak B. Anak-anak balita non balita
C. Anak remaja lakilaki
D. Anak remaja perempuan
E. Orang dewasa lakilaki
F. Orang dewasa perempuan
Klaster 1
30,77
15,38
1,92
7,69
23,08
19,23
Klaster 2
40,87
13,91
8,70
7,83
20,87
21,74
Klaster 3
32,67
18,81
5,94
5,94
25,74
25,74
Klaster 4
13,04
21,74
4,35
10,87
17,39
50,00
Dari grafik di atas terlihat bahwa anggota keluarga yang terakhir menderita diare persentase terbesar adalah Orang Dewasa Perempuan sebesar 50 %, kemudian anak-anak balita yaitu sebesar 40,87 %, orang dewasa laki-laki yaitu sebesar 25,74 % , Anak-anak Non Balita sebesar 21,74 %, anak remaja perempuan yaitu sebesar 10,87 %, anak remaja laki-laki sebesar 8,70 %. Dari semua klaster yang anggota keluarga yang terakhir menderita diare adalah klaster 4 yaitu sebesar 50 % , diikuti klaster 3 sebesar 25,74 %, klaster 2 sebesar 21,74 % dan persentase terkecil adalah klaster 1 sebesar 19, 23 %.
27
3.7
Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Grafik 3.7.1 Indeks Resiko Sanitasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat
Grafik Indeks Risiko Sanitasi Kabupaten Tanjung Jabung Barat 2013
350 300
45 52
250
26
46
200
35
56 44
17
96
150
96 46
69
1. SUMBER AIR 2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 3. PERSAMPAHAN.
100
61
60
50
63
48
50
65
69
CLUSTER 1
CLUSTER 2
CLUSTER 3
CLUSTER 4
4. GENANGAN AIR. 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
50 0
Dari grafik di atas bahwa Indeks Resiko Sanitasi Kab Tanjung Jabung Barat persentase tertinggi adalah klaster 3 sebesar 300, kemudian diikuti klaster 2 sebesar 287 , klaster 4 sebesar 274 dan klaster 1 sebesar 230. Dari semua klaster indeks resiko sanitasi yang dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, kemudian persampahan, kemudian diikuti Genangan Air dan yang terkecil adalah Air Limbah Domestik seperti tabel di bawah ini :
Variabel
Tabel 5. Komulatif Indeks Risiko Sanitasi CLUSTER CLUSTER 1 2
1. SUMBER AIR 2. AIR LIMBAH DOMESTIK. 3. PERSAMPAHAN. 4. GENANGAN AIR. 5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
CLUSTER 3
CLUSTER 4
48
50
65
69
50
63
61
60
69
96
96
46
17
26
35
44
46
52
45
56
230
287
300
274
28
Tabel 6. Katagori Daerah Berisiko Sanitasi Batas Nilai Risiko 300 230 17 Batas Bawah 230 249 267 286
Total Indeks Risiko Max Total Indeks Risiko Min Interval Katagori Area Berisiko Kurang Berisiko Berisiko Sedang Risiko Tinggi Risiko Sangat Tinggi
Keterangan
Batas Atas 248 266 285 303
Tabel 5. Hasil Skoring Studi EHRA berdasarkan Indeks Risiko CLUSTER CLUSTER 3 Tungkal I Teluk Pulai Raya Tungkal IV Kota Bram Itam Kiri Purwodadi Mekar Jaya Sungai Gebar Sungai Serindit Teluk Nilau Lubuk Kambing CLUSTER 2 Pematang Lumut Makmur Jaya Parit Pudin Penyabungan Tebing Tinggi Taman Raja Tanjung Bojo Dusun Kebun Sungai Rotan Adi Purwa Rantau Badak Kemang Manis CLUSTER 4 Tungkal V Teluk Sialang Pembengis Betara Kanan
NILAI IRS 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 300 287 287 287 287 287 287 287 287 287 287 287 287 274 274 274 274
SKOR EHRA 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3
29
CLUSTER 1 Adi Jaya Badang Suban Sri Agung
230 230 230 230
1 1 1 1 1
30
BAB IV PENUTUP A.
Kesimpulan Dari uraian yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya telah diuraikan hal-hal sebagai berikut :
1. Manfaat Studi EHRA dari aspek promosi dengan keterlibatan kader/ petugas kesehatan adalah sebagai pembelajaran bagaimana mengumpulan data dari rumah ke rumah serta mengetahui bagaimana pengelolaan sampah rumah tangga , jamban keluarga , sumber – sumber air serta pilihan sarana CPTS . 2. Rencana pemanfaatan hasil Studi EHRA sebagai bahan advokasi pembangunan sanitasi di Kabupaten Tanjung Jabung Barat Manfaat Studi EHRA adalah untuk memahami kondisi sanitasi dan hyginitas serta perilaku-perilaku masyarakat pada skala rumah tangga serta pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten sampai dengan tingkat kelurahan.Data yang dikumpulkan dari studi EHRA akan digunakan Pokja Kabupaten sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih Sanitasi, penetapan area beresiko dan Strategi Sanitasi Kabupaten ( SSK ) 3. Studi EHRA ideal dilaksanakan secara berkala dan studi
pertama merupakan pengalaman atau
pembelajaran bagi hasil studi EHRA selanjutnya diharapkan untuk lebih valid dalam penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dan memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi.
B. Rekomendasi Agar pelaksanaan studi EHRA lebih optimal, maka disarankan untuk melakukan beberapa hal, antara lain : 1. Pemilihan supervisor dan enemurator untuk melaksanakan Studi EHRA haruslah tepat. 2. Supervisor serta Enumerator harus memahami tata cara pelaksanaan survey, pemahaman kuesioner , tehnik wawancara dan pengamatan serta cara mengisi jawaban dengan benar, agar pengisian tidak terdapat kesalahan. 3. Menganggarkan kegiatan studi Ehra untuk pelaksanaan Ehra yang akan datang. 4. Supervisor menjamin proses pelaksanaan survey sesuai dengan kaidah dan metoda pelaksanaan Studi EHRA yang telah ditentukan serta berkoordinasi dengan Enemurator.
31
32