DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI
JAKARTA 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a. bahwa jasa konstruksi mempunyai peran penting di dalam pembangunan nasional serta mendukung pertumbuhan dan perkembangan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945; b. bahwa pelayanan jasa konstruksi merupakan hal fundamental yang harus diatur oleh negara dengan mewujudkan pelayanan jasa konstruksi yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan dan keamanan bagi masyarakat; c. bahwa pelaksanaan jasa konstruksi dalam mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi harus dapat menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. bahwa salah satu kewenangan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan; pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya; serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; e. bahwa berdasarkan ketentuan pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diatas, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui Komite II Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sesuai dengan lingkup tugasnya telah menyusun Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi; f. bahwa pandangan dan pendapat sebagaimana dimaksud pada huruf e telah disampaikan dan diputuskan dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia sebagai Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi untuk disampaikan dalam pembicaraan Tingkat I bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah; g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf e dan huruf f, perlu menetapkan Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia tentang Pandangan
347
dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jasa Konstruksi; Mengingat : 1. Pasal 22D Ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5043); 3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 4. Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; 5. Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 25/ DPD/2007 tentang Pedoman Umum Tata Naskah Dinas Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia; Dengan Persetujuan Sidang Paripurna ke 14 Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Masa Sidang VI Tahun Sidang 2012-2013 Tanggal 13 Juni 2012 MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERTAMA
:
KEDUA
:
KETIGA
:
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANGUNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI. Pandangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Jalan sebagai bahan pembahasan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Pemerintah. Isi dan rincian pandangan dan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Diktum Pertama, merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari keputusan ini. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 13 Juni 2012 DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA
348
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR. HEMAS
DR. LAODE IDA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64/DPD RI/IV/2012-2013 TENTANG PANDANGAN DAN PENDAPAT DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI ---I. PENDAHULUAN Sebagai salah satu lembaga negara dengan fungsi legislasi sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 22D ayat (2), jo. Pasal 150 ayat (4) huruf b, jo. Pasal 254 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, serta memperhatikan Peraturan Tata Tertib DPD RI, maka pada hari ini Dewan Perwakilan Dearah (DPD) RI menyampaikan Pandangan dan Pendapat terhadap RUU tentang Jasa Konstruksi. Jasa konstruksi mempunyai peranan penting dan strategis bagi pembangunan nasional. Hal ini mengingat jasa konstruksi adalah komponen penting dalam pembangunan prasarana maupun sarana fisik yang akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan berbagai bidang, terutama bidang ekonomi, sosial, dan budaya untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang‑Undang Dasar 1945. Pertumbuhan industri barang dan jasa melalui penyelenggaraan pekerjaan konstruksi turut pula didukung oleh peran jasa konstruksi yang secara nyata mendukung perekonomian nasional dengan mengedepankan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional serta kemajuan daerah. Mengingat pentingnya keberadaan jasa konstruksi tersebut, Indonesia sejak tahun 1999 telah mengeluarkan regulasi di tingkat undang-undang yang mengatur mengenai jasa konstruksi yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999. Setelah sekian lama diimplementasikan, evaluasi menunjukkan adanya permasalahan baik menyangkut implementasi aturan di lapangan maupun permasalahan yang menyangkut regulasi itu sendiri terutama mengingat perkembangan zaman dan laju globalisasi ekonomi. Oleh sebab itu maka lahirlah tuntutan untuk merevisi regulasi lama yang akan menjadi penyempurnaan atas kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam UU tersebut. Beberapa agenda penyempurnaan atas UU tersebut antara lain masalah lembaga, pengaturan, pengawasan, standar, quality assurance, keselamatan, kegagalan bangunan, kesetaraan pengguna jasa dan penyedia jasa, NSPK, arah perkembangan dan pertumbuhan konstruksi, pelaksanaan evaluasi, yang substansinya mengubah UU Nomor 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi. Sesuai dengan Undang – Undang No 12 Tahun 2011 Tentang Penyusunan Peraturan Perundang-undangan, maka dilakukan penggantian terhadap Undang-undang yang lama dan bukan merupakan perubahan atau revisi sebagaimana halnya beberapa UU yang lama cukup dilakukan perubahan bilamana pasal-pasal yang akan disesuaikan tidak mengganti substansi pengaturan sebelumnya.
349
II. PANDANGAN DAN PENDAPAT UMUM A. Pandangan dan Pendapat Umum terhadap RUU tentang Jasa Konstruksi Setelah melakukan kajian dan pembahasan secara komprehensif terhadap RUU tentang Jasa Konstruksi, maka DPD RI menyampaikan pokok-pokok pandangan sebagai berikut; 1. DPD RI berpandangan bahwa penyusunan rancangan undang-undang tentang Jasa Konstruksi ini bukanlah revisi atau perubahan atas peraturan sebelumnya yang dianggap sudah tidak selaras dengan dinamika persoalan penyelenggaraan jasa konstruksi. RUU tentang Jasa Konstruksi adalah pergantian atas undang-undang yang sebelumnya karena secara substansi pengaturan dalam RUU ini telah mengubah secara signifikan pengaturan tentang kelembagaan, pengaturan pengawasan, standar, quality assurance, keselamatan, kegagalan bangunan, kesetaraan pengguna jasa dan penyedia jasa, NSPK, arah perkembangan dan pertumbuhan konstruksi, pelaksanaan evaluasi yang mencakup berbagai aspek mulai dari aspek ekonomi, aspek sosial, budaya, hingga aspek keamanan dan kenyamanan. 2. DPD RI berpandangan RUU tentang Jasa Konstruksi ini hendaknya dapat dijadikan sebagai landasan yuridis bagi penyelenggaraan konstruksi dan usaha jasa penyelenggaraan konstruksi yang menjamin ketertiban dan kepastian hukum sehingga terwujudlah kegiatan Konstruksi Indonesia yang kreatif, inovatif dan berdaya saing serta mampu berkarya lebih optimal baik di dalam maupun luar negeri, upaya ini dimaksudkan untuk terus mendukung Pembangunan Infrastruktur yang berkelanjutan. 3. DPD RI berpendapat bahwa pelayanan jasa konstruksi merupakan hal fundamental yang harus diatur oleh negara dengan mewujudkan pelayanan jasa konstruksi yang andal dan prima serta berpihak pada kepentingan dan keamanan bagi masyarakat dan dikembangkan melalui pendekatan teknologi aplikatif yang ramah lingkungan dan berwawasan pembangunan berkelanjutan. 4. DPD RI berpendapat bahwa dalam upaya peningkatan kualitas pembangunan konstruksi, RUU tentang Jasa Konstruksi harus mampu mengurai masalah lemahnya daya saing usaha jasa konstruksi dalam konteks liberalisasi perdagangan, kesesuaian ASMET dengan CPC (Central Product Clasification), standar sertifikasi yang berdampak pada lemahnya kompetensi, standar keselamatan konstruksi, jaminan pekerjaan konstruksi, penegakan hukum masih lemah, kontrak yang menjamin kesetaraan antara pengguna dan penyedia jasa, arah perketumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi belum terarah, pemisahan yang tegas antara regulator (pemerintah) dan operator (LPJK) ; 5. DPD RI berpendapat bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi haruslah memperhatikan keterlibatan aktif dan peran serta riil masyarakat. RUU tentang Jasa Konstruksi harus mampu mengakomodir adanya kesesuaian dan kesamaan perspektif antara pemerintah, swasta dan masyarakat luas. Salah satunya dengan mengedepankan pentingnya pembangunan konstruksi yang diarahkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat (communally accepted) dan melibatkan peran serta aktif masyarakat. Selain itu dalam mewujudkan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan jasa konstruksi, masyarakat harus diajak untuk berperan aktif dalam memberikan informasi; pendapat dan saran mengenai jasa konstruksi, pengawasan dalam pelayanan jasa konstruksi dan ikut memberikan sumbangan pemikiran atas berbagai masalah dan kendala dalam pembangunan dan penyelenggaraan jasa konstruksi. 6. Mengingat salah satu substansi pokok perubahan dalam RUU ini yakni terbentuknya Badan Akreditasi Nasional Baik di Tingkat Nasional maupun di tingkat provinsi, yang tugasnya menyelenggarakan sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang jasa konstruksi yang anggotanya di tingkat Nasional diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR, haruslah memperhatikan kelayakan dan ketersediaan anggaran yang akan dibebankan kepada APBN dan atau APBD. DPD RI berpandangan bahwa Kelembagaan jasa konstruksi yang saat ini terwadahi melalui lembaga pengembangan jasa konstruksi memang dilematis keberadaannya mengingat peranan lembaga tersebut memainkan peran regulator dan operator sekaligus. Namun pemisahan tersebut yang kemudian melahirkan sebuah Badan baru haruslah memperhatikan kebutuhan fiskal dan kecukupan serta ketersediaan anggaran. 7. DPD RI berpandangan bahwa demi terlindunginya keselamatan masyarakat, pengaturan mengenai keselamatan konstruksi dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sejatinya harus diatur secara komprehensif terutama terkait dengan akibat/hasil yang ditimbulkan dari pekerjaan konstruksi yang disebabkan belum dipenuhinya syarat-syarat dan standar teknis keselamatan konstruksi, seperti standar keteknikan, keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan. B. Pandangan dan Pendapat terhadap Bab/Pasal dan Materi Muatan Rancangan UndangUndang 1. DPD RI berpendapat bahwa RUU ini adalah pengganti dari Undang-Undang yang sebelumnya yakni Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 apabila materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan
350
yang baru menyebabkan perubahan atau penggantian seluruh atau sebagian materi muatan dalam Peraturan Perundang-undangan yang lama, dalam Peraturan Perundangundangan yang baru harus secara tegas diatur mengenai pencabutan seluruh atau sebagian materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang lama. 2. DPD RI berpandangan bahwa sebaiknya konsiderans mengingat dalam diktum “Mengingat” juga mencantumkan Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana UndangUndang Jasa Konstruksi sebelumnya karena mengingat Jasa Konstruksi merupakan bagian dari usaha perekonomian. 3. DPD RI berpendapat bahwa Bab I tentang Ketentuan Umum pada Pasal 1 RUU ini masih memerlukan penambahan nomenklatur yang nantinya dijabarkan dalam pasal-pasal batang tubuh yakni nomenklatur “Masyarakat pengembangan jasa konstruksi” atau “Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi” sebagaimana halnya butir 9 yang mengatur definisi “Badan Akreditasi Jasa Konstruksi”. Hal ini mengingat Bagian Ketentuan Umum merupakan pasal yang memberikan penjelasan mengenai nomenklatur yang substansial di dalam suatu produk Undang-Undang atau nomenklatur yang sering dipakai di dalam keseluruhan pasal. Meskipun RUU ini mengeliminasi kewenangan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang sebelumnya memiliki kewenangan khusus, seharusnya “Ketentuan Umum” juga mencantumkan pengertian “Lembaga” dimaksud sebagaimana berulang-ulang disebutkan dalam batang tubuh RUU ini antara lain Pasal 44, Pasal 45, Pasal 58, dan Pasal 59. 4. Dalam hal pengaturan Asas sebagaimana diatur Bab II Pasal 2 RUU ini, DPD RI berpendapat bahwa RUU ini sudah mengakomodir prinsip-prinsip dan asas sesuai dengan prinsip pemberlakuan hukum yakni asas kepastian hukum, keadilan hukum dan asas kemanfaatan hukum. Selain itu, DPD RI berpandangan perlunya dipertimbangkan tambahan azas “efisiensi berkeadilan.” Azas ini untuk menjamin pembangunan dan penyelenggaraan jasa konstruksi yang nantinya harus dilakukan secara efektif dan efisien. 5. DPD RI berpandapat bahwa ketentuan Pasal 30 ayat (4) tentang pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan reputasi dan jejak rekam di samping pertimbangan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan kinerja penyedia jasa. 6. DPD RI berpendapat bahwa kata “wajib” dalam Pasal 40 mengandung makna sanksionistik sehingga harus diatur sanksi yang akan ditetapkan bila mana kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Padahal dalam ketentuan Pidana RUU ini tidak terdapat sanksi apa pun (sanksi administratif atau pidana) yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma tersebut. 7. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) khususnya pada kata “harus” tidak mengandung makna saknsionistik sehingga tidak dapat diatur pengenaan sanksi yang akan ditetapkan. Padahal dalam Ketentuan Pidana menurut RUU ini (Pasal 92) terdapat ketentuan sanksi pidana yang akan dikenakan bagi para pihak yang melanggar ketentuan ini. DPD RI mengusulkan penggantian redaksi “harus” menjadi kata “wajib” sehingga ada kesesuaian ketetapan sanksi pidana dengan norma yang diatur pasal-pasal dimaksud. Kata “harus” pada pasal 43 Ayat (1) diusulkan menjadi; “...penyelenggaraan pekerjaan konstruksi wajib memenuhi standar keselamatan konstruksi.” Sesuai dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011, untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, digunakan kata wajib. Jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, pihak yang bersangkutan dijatuhi sanksi. Sementara itu untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu, digunakan kata harus. Jika keharusan tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan tidak memperoleh sesuatu yang seharusnya akan didapat seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut. 8. DPD RI berpandangan bahwa Bab VI tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Konstruksi Bagian Keempat, Pasal 44 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) terkait nomenklatur “Lembaga” pada ayat (3), ayat (4), dan Ayat (5) tersebut berpotensi melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan karena tidak mengandung kejelasan rumusan “Lembaga” mana yang dimaksud. Pada Bagian Penjelasan Pasal 44 ayat (4) dan ayat (5) tersebut juga hanya tercantum kalimat “cukup jelas”. Sesuai dengan Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011, dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik, yang salah satunya meliputi kejelasan rumusan. DPD RI berpendapat Pasal 44 dan 45 ini harus menegaskan lembaga mana yang diberikan otoritas menunjuk dan menetapkan penilai ahli sebagaimana diatur pada bunyi diktum pasal-pasal tersebut. 9. DPD RI berpandangan bahwa kewajiban penilai ahli untuk melaporkan hasil penilaiannya kepada Lembaga dan instansi yang mengeluarkan izin membangun sebagaimana diatur Pasal 45 Ayat (2) khusus pada kata “Lembaga” berpotensi melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan yakni Pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 karena tidak mengandung kejelasan rumusan yakni rumusan “Lembaga” yang mana yang dimaksud. Bagian Penjelasan Pasal 45 ternyata hanya tercantum kalimat “cukup jelas” padahal lembaga yang dimaksud belum secara normatif ditegaskan dan dijelaskan keberadaan dan pengertiannya.
351
10. Pengaturan keberadaan tenaga asing sebagaimana diatur dalam Pasal 55 perlu ditambahkan syarat “kemampuan berbahasa Indonesia” selain syarat memiliki sertifikat kompetensi kerja; memiliki izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan melakukan proses alih teknologi. 11. Keberadaan “Lembaga Pengembangan” sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Ayat (1) belum tegas dan jelas khusus mengenai nama atau nomenklaturnya karena hanya menyebut lembaga pengembangan yang independen. Sementara pada ayat (2) menyebut istilah “Masyarakat jasa konstruksi.” DPD RI berpendapat bahwa jika memang pilihan namanya adalah “Masyarakat jasa konstruksi” seharusnya ayat (1) menyebut dengan tegas nomenklatur Masyarakat jasa konstruksi yang dimaksud. Istilah Masyarakat Jasa Konstruksi sebenarnya sudah diperkenalkan sebelumnya melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. 12. DPD RI berpandangan bahwa rujukan penyebutan pada pasal 58 ayat (2) tersebut menimbulkan ambiguitas makna. Hal ini karena istilah “Masyarakat jasa konstruksi” pada Pasal 58 Ayat (2) tidak tercantum penyebutannya pada ayat sebelumnya (Ayat (1)) sehingga tidak tepat bila pada Pasal 58 Ayat (2) tersebut tercantum rujukan penyebutan “.... sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. 13. DPD RI berpandangan bahwa pengaturan mengenai lembaga pengembangan sebagaimana diatur Pasal 58 ayat (3) seharusnya memperhatikan Pasal 24 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2000 tentang Usaha dan Peran Masyarakat Jasa Konstruksi. PP tersebut telah mengamanahkan adanya Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) yang teridri atas Lembaga tingkat Nasional (berkedudukan di ibu kota Negara) dan Lembaga Tingkat Provinsi yang berkedudukan di ibu kota provinsi. 14. DPD RI berpendapat bahwa kata “dapat” pada pasal 58 ayat (3) mengandung makna fakultatif. Artinya, lembaga pengembangan di tingkat propinsi bisa didirikan bisa juga tidak. Pengaturan semacam ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut dalam hal mana propinsi dapat membentuk lembaga pengembangan. Dalam Penjelasan Pasal demi Pasal khusus Pasal 58 tidak dijelaskan lebih lanjut kondisi dan aturan pembentukan lembaga di tingkat propinsi. 15. DPD RI berpendapat bahwa Pasal 59 yang mengatur lembaga pengembangan seharusnya mencantumkan pula ayat khusus yang mengatur pertanggungjawaban Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi baik untuk tingkat nasional maupun propinsi. 16. Bab VIII tentang Kelembagaan khususnya Pasal 61 ayat (1) mengatur keberadaan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional yang dibentuk oleh pemerintah. Pasal 61 Ayat (2) membuka kemungkinan adanya pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah. Artinya nomenklatur Badan tersebut seharusnya tidak hanya menyebut Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional tetapi juga harus diatur adanya Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah beserta institusi pembentuknya. DPD RI berpandangan bahwa ketentuan ayat (2) diubah menjadi; Penyelenggaraan sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang jasa konstruksi dilakukan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional dan Daerah”. Diperlukan penambahan ayat baru yaitu Ayat (3); “Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional dibentuk oleh pemerintah dan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah dibentuk oleh pemerintah daerah.” 17. DPD RI berpandangan bahwa kata “dapat” pada Pasal 61 ayat (2) bersifat fakultatif dan tidak mengandung kejelasan pengaturan apa saja ukuran bagi daerah (provinsi atau kabupaten) dalam hal mana Badan tersebut dapat dimungkinkan terbentuk. Pada Penjelasan Pasal juga tidak diuraikan maksud kata “dapat” dibentuk di daerah provinis dan kabupaten/kota. Dengan perubahan redaksional pasal 61 ayat (1) maka perlu diusulkan adanya penambahan ayat baru; (3) Syarat-syarat dan ketentuan mengenai pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi di daerah provinsi dan kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 18. Perlu menambahkan satu poin khusus dalam tugas dan wewenang Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional sebagaimana diatur Pasal 64 yakni tugas “melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan sertifikasi yang dilaksanakan oleh unit sertifikasi.” 19. Forum Jasa Konstruksi sebagaimana diatur Pasal 70 RUU ini seharusnya didefinisikan di bagian salah satu diktum Ketentuan Umum bukan di bagian penjelasan pasal 70 dimaksud. 20. Penjelasan Pasal 70 terutama mengenai pihak yang menjadi bagian dari Forum Jasa Konstruksi seharusnya dimasukkan ke Batang Tubuh karena menyangkut hal ihwal yang bersifat norma. Hal ini sesuai dengan ketentuan yang diatur pada Lampiran I butir 77 UU Nomor 12 Tahun 2011 bahwa “Pasal merupakan satuan aturan dalam Peraturan Perundang-undangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas.” 21. Ketentuan Pasal 71 RUU ini berpotensi mengabaikan prinsip Pacta Sun Servanda di mana perjanjian yang sudah disepakati oleh para pihak berlaku sebagai undang-undang bagi
352
para pihak yang menyelenggarakan. Pasal 71 Ayat (1) ini mengatur norma yang menjadi tahap pertama yakni adanya “upaya prinsip musyawarah mufakat” dalam penyelesaian sengketa. Sudah menjadi kelaziman bahwa dalam perjanjian, para pihak akan menentukan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang timbul akibat perjanjian. 22. DPD RI berpendapat bahwa ketentuan pidana seharusnya memuat rumusan yang menyatakan penjatuhan pidana atas pelanggaran terhadap ketentuan yang berisi norma larangan atau norma perintah. Pasal ini berpotensi menimbulkan ketidakpastiaan pemidanaan karena hanya menyebutkan ketentuan Pasal 43 ayat (1) dimana Pasal tersebut tidak mengandung unsur sanksionistik dengan hanya menyebutkan kata “harus”. Haruslah diingat bahwa rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. 23. DPD RI berpendapat bahwa rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dilanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. Pasal 92 RUU ini pada dasarnya adalah pidana pelanggaran dan bukan pidana kejahatan sehingga pasal 92 haruslah memuat esensi pidana pelanggaran yang dimaksud. Hal ini mengingat adanya pembedaan antara tindak pidana kejahatan dan tindak pidana pelanggaran di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sehingga rumusan ketentuan pidana harus menyatakan secara tegas kualifikasi dari perbuatan yang diancam dengan pidana itu sebagai pelanggaran atau kejahatan. III. REKOMENDASI 1. Penyusunan RUU ini perlu diselaraskan dengan prinsip pembentukan peraturan perundangundangan sehingga memenuhi aspek kejelasan, ketegasan, kemanfaatan dan keadilan hukum sesuai dengan ketentuan dan panduan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. 2. Butir konsideran pada RUU ini masih memerlukan perbaikan rumusan khususnya pada konsideran “Mengingat” yang memerlukan penambahan pasal dalam UUD 1945, yakni pasal 33 ayat (1) UUD 1945 sehingga lengkapnya berbunyi; “Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 33 ayat (1) Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.” 3. Ketentuan Umum perlu penambahan definisi istilah yang dipergunakan berkali-kali dalam batang tubuh antara lain kententuan umum mengenai pengertian Masyarakat Jasa Konstruksi, Lembaga, Forum Jasa Konstruksi. 4. Perlu dipertimbangkan tambahan azas “efisiensi berkeadilan” pada Pasal 2 RUU ini. Azas tersebut untuk menjamin pembangunan dan penyelenggaraan jasa konstruksi yang nantinya harus dilakukan secara efektif dan efisien. 5. Ketentuan Pasal 30 ayat (4) tentang pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan reputasi dan jejak rekam di samping pertimbangan kesesuaian bidang, keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan kinerja penyedia jasa. Pasal 30 ayat (4) direkomendasikan untuk diubah menjadi; Pemilihan penyedia jasa harus mempertimbangkan: a. kesesuaian bidang; b. keseimbangan antara kemampuan dan beban kerja; dan c. kinerja penyedia jasa. d. reputasi dan jejak rekam 6. Kata “wajib” pada Pasal 40 mengandung makna sanksionistik sehingga direkomendasikan perlunya diatur sanksi yang akan ditetapkan bila mana kewajiban tersebut tidak terpenuhi. Ketentuan Pidana RUU ini belum mengatur sanksi apa pun (sanksi administratif atau pidana) yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma pasal 40 tersebut. 7. Ketentuan Pasal 38 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) khususnya pada kata “harus” direkomendasikan diubah menjadi kata “wajib” sehingga terdapat kesesuaian ketetapan sanksi pidana dengan norma yang diatur pasal-pasal dimaksud. Ketentuan Pidana RUU ini khususnya Pasal 92 telah mengatur sanksi yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma pasal-pasal dimaksud. 8. Pasal 44 ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) terkait nomenklatur “Lembaga” yang berpotensi melanggar prinsip pembentukan peraturan perundang-undangan karena tidak mengandung kejelasan rumusan “Lembaga” mana yang dimaksud harus diperjelas nomenklaturnya baik pada ketentuan umum maupun pada pasal-pasal dimaksud. 9. Keberadaan “Lembaga Pengembangan” sebagaimana diatur dalam Pasal 58 Ayat (1) yang belum tegas dan jelas khusus mengenai nama atau nomenklaturnya direkomendasikan untuk diubah sehingga Pasal 58 Ayat (1) menjadi: Pelaksanaan peran masyarakat jasa konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga pengembangan independen yang selanjutnya disebut dengan Masyarakat Jasa Konstruksi. 10. Pengaturan yang bersifat fakultatif akibat penggunaan kata “dapat” pada pasal 58 ayat (3) harus dibarengi dengan penegasan dan penjelasan lebih lanjut dalam hal mana propinsi dapat membentuk lembaga pengembangan dan dalam keadaan mana pula propinsi tidak dapat dibentuk lembaga pengembangan dimaksud.
353
11. Terhadap kemungkinan adanya pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi di daerah, ketentuan Pasal 61 khusus mengenai nomenklatur Badan tersebut seharusnya tidak hanya menyebut Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional tetapi juga harus diatur adanya Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Daerah beserta institusi pembentuknya. Pasal 61 ayat (1) diusulkan menjadi; Penyelenggaraan sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi badan usaha di bidang jasa konstruksi dilakukan oleh Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi Nasional dan “Daerah” yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah. Selain itu, dengan adanya perubahan redaksional pasal 61 ayat (1) maka perlu diusulkan adanya penambahan ayat baru; ayat (3) “Syaratsyarat dan ketentuan mengenai pembentukan Badan Akreditasi dan Sertifikasi Jasa Konstruksi di daerah provinsi dan kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.” 12. Penjelasan Pasal 70 terutama mengenai pihak yang menjadi bagian dari Forum Jasa Konstruksi seharusnya dimasukkan ke Batang Tubuh karena menyangkut hal ihwal yang bersifat norma. Oleh sebab itu diusulkan adanya ayat (2) pada Pasal 70 tersebut sehingga lengkapnya berbunyi; “Masyarakat jasa konstruksi yang dapat mengikuti forum jasa konstruksi antara lain: asosiasi perusahaan jasa konstruksi; asosiasi profesi jasa konstruksi; asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; masyarakat intelektual; dan organisasi kemasyarakatan yang berkaitan dan berkepentingan di bidang jasa konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi.” 13. Untuk menegakkan prinsip Pacta Sun Servanda, Pasal 71 Ayat (1) yang mengatur norma adanya “upaya prinsip musyawarah mufakat” dalam penyelesaian sengketa Pasal 71 Ayat (1) diusulkan berubah menjadi; “Penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa.” 14. Mengingat Pasal 92 RUU ini pada dasarnya adalah pidana pelanggaran bukan pidana kejahatan, maka DPD RI merekomendasikan sebaiknya Pasal 92 berbunyi; “Penyelenggara pekerjaan konstruksi yang melanggar ketentuan standar keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1) yang mengakibatkan kegagalan bangunan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak.” Selain itu Pasal 92 ini sebaiknya memuat ayat yang menegaskan esensi pidana pelanggaran sebagaimana diatur Butir 121 Lampiran I UU Nomor 12 Tahun 2011 sehingga perlu penambahan ayat baru; Ayat (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. 15. Setelah mencermati dan mengevaluasi pasal per pasal dalam RUU tentang Jasa Konstruksi ini, DPD RI berpandangan dan berpendapat bahwa RUU tentang Jasa Konstruksi ini sepatutnya dapat dilanjutkan ke tingkat pembahasan lebih lanjut sebagai bagian dan tahapan legislasi sesuai dengan peraturan perundangan dengan memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi mengenai keterlibatan DPD RI dalam pembahasan bersama antara DPR dan Pemerintah. IV. PENUTUP Demikianlah Pandangan dan Pendapat DPD RI tentang RUU tentang Jasa Konstruksi, semoga Tuhan YME senantiasa memberikan petunjuknya bagi setiap upaya kita semua untuk kemajuan bangsa dan Negara. Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 10 Juni 2013
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA Ketua,
H. IRMAN GUSMAN, SE.,MBA
354
Wakil Ketua,
Wakil Ketua,
GKR. HEMAS
DR. LAODE IDA
DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
SANDINGAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG JASA KONSTRUKSI
JAKARTA 2013 355
356
No. 1.
2.
3.
4.
5.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Menimbang : Menimbang : a. Bahhwa pembangunan a. bahhwa pembangunan nasional bertujuan untuk nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang adil dan makmur yang merata material dan merata material dan spiritual berdasarkan spiritual berdasarkan Pancasila dan UndangPancasila dan UndangUndang Dasar 1045; Undang Dasar 1045; b. Bahhwa jasa konstruksi b. bahhwa jasa konstruksi Bahwa sektor jasa konstruksi merupakan salah satu merupakan salah satu merupakan kegiatan kegatan dalam bidang kegatan dalam bidang masyarakat untuk memenuhi ekonomi, sosial dan ekonomi, sosial dan budaya kebutuhan dasar manusia budaya yang mempunyai yang mempunyai peranan berupa bangunan fisik peranan penting dalam penting dalam pencapaian dan yang berkualitas guna pencapaian berbagai berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya sasaran guna menunjang menunjang terwuudnya pembangunan nasional; terwuudnya tujuan tujuan pembangunan bahwa jasa konstruksi pembangunan nasional; nasional; merupakan kegiatan masyarakat dalam mewujudkan produk bangunan fisik dan berfungsi sebagai pendukung atau prasarana aktivitas sosial ekonomi masyarakat guna menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional; c. bahwa berbagai c. Bahhwa penyelenggaraan Bahhwa penyelenggaraan peraturan perundangkonstruksi dan usaha konstruksi dan usaha jasa undangan yang berlaku jasa penyelenggaraan penyelenggaraan konstruksi belum berorientasi baik konstruksi harus menjamin harus menjamin ketertiban kepada kepentingan ketertiban dan kepastian dan kepastian hukum; pengembangan jasa hukum; konstruksi sesuai dengan karakteristiknya, yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat; d. bahwa berdasarkan d. bahwa peneyelenggaraan d. bahwa peneyelenggaraan pertimbangan tersebut jasa konstruksi jasa konstruksi pada huruf a, b, dan sebagaimana diatur dalam sebagaimana diatur dalam c diperlukan UndangUndang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor Undang tentang jasa 18 Tahun 1999 tentang 18 Tahun 1999 tentang konstruksi; jasa konstruksi masih jasa konstruksi masih terdapat kekurangan dan terdapat kekurangan dan belum dapat memenuhi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tuntutan kebutuhan tatakelola yang baik dan tatakelola yang baik dan dinamika pengembangan dinamika pengembangan penyelenggaraan penyelenggaraan konstruksi dan usaha konstruksi dan usaha jasa penyelenggaraan jasa penyelenggaraan konstruksi; konstruksi; e. bahwa berdasarkan p e r t i m b a n g a n sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,
357
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI huruf c dan huruf d perlu membentuk UndangUndang tentang Jasa Konstruksi; 6. Mengingat: Mengingat: Sebaiknya mencantumkan Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 Pasal 20 dan Pasal 21 pasal 33 ayat (1) Undangayat (1), dan Pasal 33 ayat Undang-Undang Dasar Undang Dasar 1945 (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia sebagaimana undang-undang 1945; Tahun 1945; sebelumnya karena jasa konstruksi merupakan bagian dari usaha perekonomian. Mengingat: Pasal 20, Pasal 21 dan Pasal 22 (D) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 7. Dengan Persetujuan Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKIALAN DEWAN PERWAKIALAN RAKYAT REPUBLIK RAKYAT REPUBLIK INDONESIA INDONESIA MEMUTUSKAN: dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: 8. BAB 1 KETENTUAN BAB 1 KETENTUAN UMUM UMUM Pasal 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: yang dimaksud dengan: 1. Jasa Konstruksi adalah 1. Jasa Konstruksi adalah layanan jasa pekerjaan layanan jasa konsultasi konstruksi yang meliputi perencanaan pekerjaan pengkajian, perencanaan, konstruksi, dan perancangan, pembuatan, layanan jasa konsultasi prngoperasian, pengawasan pekerjaan p e m e l i h a r a a n , konstruksi; penghancuran, pembuatan kembali dan pengawasan. 9. 2. pekerjaan konstruksi 2. pekerjaan konstruksi adalah kata non fisik diganti dengan adalah keseluruhan keseluruhan ata sebagian pengembangan teknologi ata sebagian rangkaian rangkaian kegiatan kegiatan perencanaan yang menghasilkan dan/atau peleksanaan bentuk fisik atau beserta pengawasan pengembangan teknologi yang mencakup konstruksi yang meliputi pekerjaan artsitektural, pengkajian, perencanaan, sipil, mekanikal, p e r a n c a n n g a n , elektrikal dan tata lingkup p e m b u a t a n , masing-masing beserta pengoperasian, kelengkapanya, untuk p e m e l i h a r a a n , mewujudkan suatu penghancuran, pembuatan bangunan atau bentuk kembali dan pengawasan; fisik lain; 10. 3. pengguna jasa adalah 3. pengguna jasa adalah orang perseoarangan pemberi atau pemilik atau badan sebagai pekerjaan konstruksi pemberi tugas atau yang memerlikan jasa pemilik pekerjaan/proyek konstruksi. yan memerlikan jasa konstruksi; No.
358
No. 11.
12.
13.
14.
15.
16.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 4. penyedia jasa adalah 4. penyedia jasa adalah orang perseorangan atau pemberi layanan jasa badan yang usahanya konstruksi. menyediakan jasa konstruksi; 5. kontrak kerja konstruksi 5. kontrak kerja konstruksi kontrak kerja konstruksi adalah keseluruhan adalah keseluruhan adalah keseluruhan dokumen dokumen yang mengatur dokumen yang mengatur yang mengatur kesepakatan hubungan hukum antara hubungan hukum antara penyelesaian pekerjaan dan pengguna jasa dan pengguna jasa dan perikatan hukum penyedia jasa dalam penyedia jasa dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; pekerjaan konstruksi. 6. kegagalan bangunan 7. kegagalan bangunan ditambah kegagalan bayar adalah keadaan adalah keadaan bangunan adalah keadaan pemberi kerja bangunan yang setelah yang tidak berfungsi, tidak mampu membayar jasa diserakterimakan oleh baik secara keseluruhan konstruksi yang telah selesai penyedia jasa kepada maupun sebagian dari segi sebagian atau leseluruhan penguana jasa, menjadi tekis dan manfaat, sebagai sebagaimana tertuang dalam tidak berfungsi baik akibat kesalahan penyedia kontrak kerja. secara keseluruhan jasa dan/atau pengguna maupun sebagian jasa setelah penyerahan dan/atau tidak sesuai akhir pekerjaan konstruksi. dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi atau pemnafaatannya yang menyimpang sebagai akibat kesalahan penyedia jasa dan/atau pengguna jasa; 7. forum jasa konstruksi forum jasa konstruksi adalah adalah sarana komunikasi sarana komunikasi dan dan konsultasi konsultasi antara masyarakat antara masyarakat jasa konstruksi dan jasa konstruksi dan pemerintah mengenai halpemerintah mengenai hal yang berkaitan dengan hal-hal yang berkaitan masalah jasa konstruksi dengan masalah jasa di daerah dan nasional konstruksi nasional yang bersifat kepentingan yang bersifat nasional, nasional, azas musyawarahindependen, dan mandiri; mufakat, penyelesaian masalah, dan independen 8. registrasi adalah 10. Registrasi adalah suatu kegiatan untuk pencatatan resmi menentukan kompetensi terhadap bentuk usaha profesi keahlian dan orang perseorangan, keterampilan tertentu, badan usaha, profesi orang perseorangan yang menyelengarakan dan badan usaha usaha jasa konstruksi, untuk menentukan izin serta asosiasi profesi dan usaha sesuai klasifikasi asosiasi badan usaha dan kualifikasi yang dibidang jasa kinstruksi. diwujudkan dalam sertifikat; 9. perencana konstruksi Bab I tentang ketentuan umum adalah jasa orang pada pasal 1 RUU ini masih perseorangan atau badan memerlukan penambahan usaha yang dinyatakan nomenklatur yang nantinya ahli yang profesional dijabarkan dalam pasaldibidang perencanaan pasal batang tubuh yakni
359
No.
17.
18.
19.
20.
360
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI jasa konstruksi yang nomenklatur “masyarakat mampu mewujudkan pengembangan jasa pekerjaan dalam bentuk konstruksi” sebagaimana dokumen perencanaan halnya butir 9 yang mengatur bangunan atau fisik definisi “badan akreditasi lainnya; jasa konstruksi”. Hal ini mengingat bagian ketentuan umum merupakan pasal yang memberikan penjelasan mengenai nomenklatur yang substansial didalam suatu produk Undang-Undang atau nomenklatur yang sering dipakai didalam keseluruhan pasal. 10. pelaksana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional dibidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelnggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain; 11. pengawas konstruksi Pengawas konstruksi adalah penyedia jasa adalah pemberian jasa oleh orang perseorangan orang pribadi atau badan atau badan usaha yang yang dinyatakan ahli dan dinyatakan ahli yang profesional dibidang jasa profesional dibidang pengawasan konstruksi, pengawasan jasa yang mampu melaksanakan konstruksi yang mampu pekerjaan pengawasan sejak melaksanakan pekerjaan awal peleksanaan pekerjaan pengawasan sejak awal konstruksi sampai selesai dan pelaksanaan pekerjaan diserahterimakan. konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. 6. keselamatan konstruksi adalah keadaan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang memenuhi standar keteknikan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja, serta tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup. 8. kegagalan pekerjaan konstruksi adalah keadaan hasil pekerjaan konstruksi yang tidak sesuai dengan spesifikasi pekerjaan sebagaimana disepakati dalam kontrak kerja kontruksi baik sebagian maupun
No.
21.
22.
23.
24. 25.
26.
27.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI keseluruhan sebagai akibat kesalahan pengguna jasa atau penyedia jasa dan/ atau tidak sesuai dengan standar keselamatan kerja konstruksi. 9. Badan Akreditasi dan sertifikasi Jasa Konstruksi adalah badan yang melakukan akreditasi dan sertifikasi dibidang jasa konstruksi. 11. Sertifikasi kompeteni kerja adalah proses pemberian sertifikat kompetensi yang dilakukan secara sistematis dan objektif melalui uji kompetensi sesuai standar kerja kompetensi kerja nasional indonesia, standar internasional, dan/atau standar khusus. 12. Aertifikasi usaha adalah proses penilaian untuk mendapatkan pengakuan terhadap kalsifikasi dan kualifikasi atas kompetensi dan kemampuan usaha dibdang jasa konstruksi yang berbentuk usaha orang perseorangan atau badan usaha. 13. Sertifikata adalah tanda bukti pengakuan dari hasil kegiatan sertifikasi. 14. Izin usaha adalah izin yang diberikan kepada penyedia jasa untuk menyelenggarakan kegiatan jasa konstruksi. 15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pekerjaan umum. BAB II ASAS DAN BAB II ASAS DAN TUJUAN a. kejujuran dan keadilan; TUJUAN Pasal 2 b. manfaat; Pasal 2 Penyelenggaraan jasa c. keamanan dan Pengaturan jasa konstruksi berlandaskan pada keselamatan; konstruksi berlandaskan asas: d. keseimbangan; pada asas kejujuran a. kejujuran dan keadilan; e. keterbukaan; dan keadilan, manfaat, b. manfaat; f. kemitraan; keserasian, keseimbangan, c. kesetaraan; g. pembanguan berkelanjutan; kemandirian, keterbukaan, d. keserasian; dan kemitraan, keamanan e. keseimbangan; h. berwawasan lingkungan. dan keselamatan demi f. kemandirian; perlu dipertimbangkan kepentingan masyarakat, g. keterbukaan; tambahan azas “efisiensi bangsa dan negara. h. kemitraan; berkeadilan.” azas ini penting i. keamanan dan keselamatan; untuk menjamin pembangunan j. kebebasan; dan penyelenggaraan jasa
361
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI k. pembanguan berkelanjutan; konstruksi yang nantinya dan harus dilakukan secara efektif l. berwawasan lingkungan. dan efisien. 28. Pasal 3 Pasal 3 pengaturan jasa konstruksi pengaturan penyelenggaraan bertujuan untuk jasa konstruksi bertujuan • Memberikan arah untuk: pertumbuhan dan a. memberikan arah perkembangan jasa pertumbuhan dan konstruksi untuk perkembangan jasa mewujudkan struktur konstruksi untuk usaha yang kokok, andal, mewujudkan struktur usaha berdaya saing tinggi, dan yang kokok, andal dan hasil pekerjaan konstruksi berdaya saing tinggi, dan yang berkualitas; hasil pekerjaan konstruksi • Mewuudkan tertib yang berkualitas; p e n y e l e n g g a r a a n b. mewujudkan tertib pekerjaan knstruksi yang penyelenggaraan pekerjaan menjamin kesetaraan jasa konstruksi yang kedudukan antara menjamin kesetaraan pengguna jasa dalam kedudukan antara pengguna hak dan kewajiban, serta jasa dan penyedia jasa meningkatkan kepatuhan dalam hak dan kewajiban, pada ketentuan peraturan serta meningkatkan kepatuhan perundang-undangan yang sesuai dengan ketentuan berlaku; mewujudkan peraturan perundangpeningkatan peran undangan; masyarakat dibidang jasa c. mewujudkan peningkatan konstruksi. peran masyarakat diidang jasa konstruksi; d. menata sistem jasa konstruksi yang mampu mewujudkan keselamatan publik dan menciptakan kenyamanan lingkungan terbangun; e. menjamin tata kelola penyelenggara jasa konstruksi yang baik; dan f. menciptakan integrasi nilai seluruh layanan dari tahapan penyelenggaraan jasa konstruksi. 29. BAB III BAB IV ditambah pada ayat (1) dan USAHA JASA USAHA JASA pengembangan teknologi KONSTRUKSI KONSTRUKSI konstruksi Bagian Pertama Bagian Kesatu Jenis, Bentuk, dan Bidang Bidang, Bentuk, klasifikasi Usaha dan kualifikasi usaha Pasal 4 Paragraf 1 1. Jenis usaha jasa Bidang Usaha konstruksi terdiri dari usaha Pasal 4 perencanaan konstruksi, (1) Bidang usaha jasa usaha pelaksanaan konstruksi didasarkan pada konstruksi yang masing- klasifikasi produk konstruksi masing dilaksanakan oleh yang meliputi; perencana konstruksi, a. konstruksi gedung; pelaksana konstruksi, dan b. konstruksi bangunan sipil; pengawas konstruksi. dan c. konstruksi khusus; No.
362
No. 30.
31.
32.
33.
34.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 2. Usaha perencanaan (2) Ketentuan mengenai ditambah “pengembangan konstruksi meberikan klasifikasi dan subklasifikasi teknologi konstruksi” layanan jasa perencanaan produk konstruksi dalam pekerjaan sebahagiaman dimaksud konstruksi yang meliputi pada ayat (1) sesuai dengan rangkaian kegiatan ketentuan peraturan atau bagian-bagian dari perundang-undangan. kegiatan mulai dari studi pengembangan sampai dengan penyususnan dokumen kontrak kerja konstruksi. 3. Usaha pelaksanaan Pasal 5 konstruksi memberikan Bidang uasaha konstruksi layanan jasa pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam pekerjaan konstruksi dalam pasal 14 ayat (1) yang meliputi rankaian meliputi: kegiatan atau bagian- a. pengkajian; bagian dari kegiatan b. perencanaan; mulai dari penyiapan c. perancangan; lapangan sampai dengan d. pembuatan; penyerahan akhir hasil e. pengoperasian; pekerjaan konstruksi. f. pemeliharaan; g. penghancuran; h. pembuatan kembali; dan/ atau i. pengawasan 4. Usaha pengawasan Paragraf 2 konstruksi memberikan Bentuk, klasifikasi dan layanan jasa pengawasan kualifikasi usaha baik keseluruhan maupun sebagian pekerjaan pelaksanaan konstruksi mulai dari penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan akhir hasil konstruksi. Pasal 5 Pasal 16 1. Usaha jasa konstruksi Usaha jasa konstruksi dapat berbentuk orang berbentuk usaha orang perseorangan atau badan perseorangan atau badan usaha. usaha, baik yang berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. 2. bentuk usaha yang Pasal 17 dilakukan oleh (1) Klasifikasi usaha jasa orang perseorangan konstruksi diatur sesuai s e b a g a i m a n a dengan bidang usaha dimaksud pada ayat sebagaimana dimaksud (1) selaku pelaksana dalam pasal 14 dan pasal konstruksi hanya dapat 15. melaksanakan pekerjaan konstruksi yang berisiko kecil, yang berteknologi sederhana, dan yang berbiaya kecil.
363
No. 35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
364
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 3. bentuk usaha yang (2) Kketentuan mengenai dilakukan oleh klasifikasi usaha jasa orang perseorangan konstruksi sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) pada ayat (1) selaku diatur dalam Peraturan perencana konstruksi Pemerintah. atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. 4. pekerjaan konstruksi yang Pasal 18 berisiko besar dan/atau (1) Kualifikasi usaha Ditambah poin c. koperasi yang berteknologi tinggi orang perseorangan dan/atau yang berbiaya sebagaimana dimaksud besar hanya dapat dalam pasal 16 terdiri atas: dilakukan oleh badan a. usaha kecil; dan usaha yang berbentuk b. usaha menengah. perseroan terbatas atau badan usaha. Pasal 6 (2) Kualifikasi usaha badan Ditambah poin d. koperasi Bidang usaha konstruksi usaha sebagaimana mencakup pekerjaan dimaksud dalam pasal 16 arsitektural dan/atau sipil terdiri atas; dan/atau mekanikal dan/ a. usaha kecil; dan atau elektrikal dan/atau tata b. usaha menengah; dan lingkungan, masing-masing c. usaha besar. beserta kelengkapannya. Pasal 7 (3) Ketentuan lebih lanjut ketentuan tentang jenis mengenai kualifikasi usaha usaha sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud dalam pasal 4 pada ayat (1) dan ayat ayat (1), bentuk usaha (2) diatur dalam peraturan sebagaimana dimaksud pemerintah. dalam pasal 5 dan bidang usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 18 (1) Kualifikasi usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 terdiri atas: a. usaha kecil; dan b. usaha menengah. (2) Kualifikasi usaha badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 terdiri atas; a. usaha kecil; dan b. usaha menengah; dan c. usaha besar. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kualifikasi usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam peraturan pemerintah.
No. 42.
43.
44.
45.
46.
47.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 19 (1) usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang: a. berisiko kecil; b. berteknologi sederhana; c. berbiaya kecil. (2) usaha orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Pasal 20 usaha kecil atau menengah yang berbadan hukum dan yang tidak berbadan hukum hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang: a. berisiko kecil sampai sedang; b. berteknologi sederhana sampai madya; dan berbiaya kecil sampai sedang. Pasal 21 poin a ditambah “berisiko Usaha besar atau badan besar dalam aspek keamanan usaha asing yang berbadan dan keselamatan pengguna”. hukum dan perorangan asing, hanya dapat menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang: a. berisiko besar; b. berteknologi tinggi dan/ atau c. berbiaya besar. Pasal 22 ketentuan mengenai kriteria risiko, teknologi dan biaya sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, pasal 20, dan pasal 21 diatur dalam Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Bagian Kedua Persyaratan, Persyaratan Usaha, Izin, dan Sertifikasi Usaha Keahlian, dan Paragraf 1 keterampilan Persyaratan Usaha Pasal 8 Pasal 23 perencanaan konstruksi, Usaha jasa konstruksi pelaksana konstruksi, dan yang dilakukan orang pengawas konstruksi yang perseorangan dan badan berbentuk badan usaha usaha wajib memiliki izin harus usaha.
365
No. 48.
49.
50.
51.
52.
53.
54.
55.
366
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI a. memenuhi ketentuan Paragraf 2 tentang perizinan usaha Izin Usaha dibidang jasa konstruksi; Pasal 24 Izin usaha hanya diberikan kepada usaha orang perseorangan atau badan usaha yang telah memeiliki serifikat sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi usaha serta telah teregistrasi. b. memiliki sertifikat, klasifikasi, dan kualifikasi perusahaan jasa konstruksi. Pasal 25 (1) Izin usaha konstruksi baik kepada usaha orang perseorangan maupun badan usaha sebagaimana dimaksud pada pasal 24 diberikan oleh pemerintah daerah ditempat domisili usaha dan badan usaha. (2) Ketentuan mengenai pengaturan izin usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah. Paragraf 3 Sertifikasi Usaha Pasal 26 (1) Sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi diberikan oeh badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi. (2) Usaha orang perseorangan dan badan usaha yang telah mendapat sertifikat, diregistrasi badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi. (3) Data hasil sertifikasi dan registrasi terhadap usaha orang perseorangan dan badan usaha di bidang jasa konstruksi diumumkan melalui suatu sistem informasi jasa konstruksi. Paragraf 3 Sertifikasi Usaha Pasal 26 (1) Sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi usaha jasa konstruksi diberikan oeh badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi.
No. 56.
57.
58.
59.
60.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI (2) Usaha orang perseorangan dan badan usaha yang telah mendapat sertifikat, diregistrasi badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi. (3) Data hasil sertifikasi dan registrasi terhadap usaha orang perseorangan dan badan usaha di bidang jasa konstruksi diumumkan melalui suatu sistem informasi jasa konstruksi. Bagian Ketiga Badan Usaha asing dan Perseorangan Asing Pasal 27 (1) Badan usaha asing dan perseorangan asing yang melakukan usaha jasa konstruksi diwilayah indonesia wajib: a. memiliki sertifikasi usaha dan izin usaha di Indonesia; b. membentuk kerja sama operasional dan/atau kerja sama modal dengan badan usaha nasional berkualifikasi besar yang telah di sertifikasi dan di registrasi; c. mengutamakan lebih banyak tenaga kerja Indonesia daripada tenaga kerja asing; d. memiliki teknologi tinggi, mutakhir, efisien, berwawasan linkungan, serta memperhatikan kearifan lokal; dan e. melakukan proses alih teknologi. (2) kepemilikan saham oleh badan usaha asing dan perseorangan asing dalam pembentukan kerja sama modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 9 1. Perencana konstruksi dan pengawas konstruksi orang perseorangan harus memiliki serifikat keahlian.
367
No. 61.
62.
63
64.
65.
66.
67.
368
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 2.Pelaksana konstruksi orang perseorangan harus memiliki sertifikat keterampilan kerja dan sertifikat keahlian kerja. 3.Orang perseorangan yang dipekerjakan oleh badan usaha sebagai perencana konstruksi atau pengawas konstruksi atau tenaga tertentu dalam badan usaha pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keahlian. 4.Tenaga kerja yan melaksanakan pekerjaan keteknikan yang bekerja pada pelaksana konstruksi harus memiliki sertifikat keterampilan dan keahlian kerja. Pasal 10 ketentuan mengenai penyelenggaraan perizinan usaha, klasifikasi usaha, kualifikasi usaha, sertifikasi keterampilan, Bagian Ketiga tanggung Jawab Profesional Pasal 11 1. badan usaha sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 orang perseorangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 harus bertanggungjawab terhadap hasil pekerjaannya. 2. Tanggungjawab sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilandasi prinsip-prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejuuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. 3. Untuk mewujudkan t e r p e n u h i n y a t a n g g u n g j a w a b sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat ditempuh melalui mekanisme pertanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.
No. 68.
69.
70.
71.
72.
73.
74.
75.
76.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Bagian Keempat Pengembangan Usaha Pasal 12 1. Usaha jasa konstruksi dikembangkan untuk wewujudkan struktur usaha yang kokoh dan efisien melalui kemitraan yang sinergis antara usaha yang besar, menengah dan kecil serta usaha yang bersifat umum, spesialis dan keterampilan tertentu. 2. Usaha perencanaan konstruksi dan penawasan konstruksi dikembankan kearah usaha yang bersifat umum dan spesialis. 3. Usaha pelaksanaan konstruksi dikembangkan kearah: a. usaha yang bersifat umum dan spesialis; b. usaha orang perseorangan yang berketerampilan kerja. Pasal 13 Usaha mengembangkan usaha jasa konstruksi dperlukan dukungan dari mitra usaha melalui: 1. perluasan dan peningkatan aksek terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan dalam pendanaan, 2.pengembangan jenis usaha pertanggungan untuk mengatasi risiko yang timbul dan tanggung jawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan bangunan. BAB IV PENINGKATAN PEKERJAAN KONSTRUKSI Bagian Pertama Para Pihak Pasal 14 Pasal 28 Pasal 28 Para pihak dalam pekerjaan (1) Para pihak dalam (1) Para pihak dalam konstruksi terdiri dari: pekerjaan konstruksi terdiri pekerjaan konstruksi terdiri a. pengguna jasa; dari: dari: b. penyedia jasa. a. pengguna jasa; dan a. pengguna jasa; dan b. penyedia jasa. b. penyedia jasa. Pasal 15 (2) Pengguna jasa dan (2) Pengguna jasa dan 1.Pengguna jasa penyedia jasa sebagaimana penyedia jasa sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat (1) dalam pasal 14 huruf a, terdiri dari: terdiri dari:
369
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI dapat menunjuk wakil a. orang perseorangan; atau a. orang perseorangan; atau untuk melaksanakan b. badan b. badan kepentingannya dalam pekerjaan konstruksi. 77. 2. penguna jasa harus memiliki kemampuan membayar biaya pekerjaan konstruksi yang didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/ atau keuangan bukan bank. No.
78. 3.Bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati dengan mempetimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas, besaran biaya, dan/ atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa. 79. 4.jika pengguna jasa adalah pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar diwujudkan dalam dokumen tentang ketersediaan anggaran. 80. 5. Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang disyaratkan untuk melaksankan pekerjaan konstruksi. 81. Pasal 16 1.penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b terdiri dari: a. perencana konstruksi; b. pelaksana konstruksi; c. pengawas konstruksi; 82. 2. Layanan jasa yang dilakukan oleh penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh tiap-tiap penyedia jasa secara terpisah dalam pekerjaan konstruksi. 83. 3. Layanan jasa p e r e n c a n a a n , pelaksanaan dan pengawasan dapat dilakukan secara integrasi
370
ditambah poin d. pengembang tekologi konstruksi
No.
84.
85.
86.
87.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI dengan memperhatikan besaran pekerjaan atau biaya, penggunaan teknologi canggih, serta risiko besar bagi para pihak ataupun kepentingan umum dalam satu pekerjaan konstruksi. Pasal 29 ketentuan mengenai pengikatan antara para pihak sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 berlaku sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan kecuali dinyatakan lain dalam undang-undang ini. Bagian Kedua Pengikatan Pasal 30 Para Pihak (1) pengikatan dalam Pasal 17 hubungan kerja jasa 1. Pengikatan dalam konstruksi yang hubungan kerja jasa menggunakan pembiayaan konstruksi dilakukan yang bersumber dari berdasarkan prinsip keuangan negara, persaingan yang sehat dilakukan berdasarkan melalui pemeilihan prinsip persaingan yang penyedia jasa dengan sehat melalui pemilihan cara pelelangan umum penyedia jasa dengan cara atau terbatas. pelelangan umum atau terbatas. 2. Pelelangan terbatas hanya (2) Pelelangan terbatas ditambah “yang telah boleh diikuti oleh penyedia sebagaimana dimaksud menjalani verifikasi data awal jasa yang dinyatakan telah pada ayat (1) hanya boleh dalam suatu sitem informasi..” lulus prakualifikasi. diikuti oleh penyedia jasa yang dinyatakan telah lulus prakualifikasi. 3. Dalam keadaan tertentu, (3) Penetapan penyedia jasa penetapan penyedia jasa dapat dilakukan dengan dapat dilakukan dengan cara pemilihan langsung cara pemilihan langsung atau penunjukan langsung atau penunjukan langsung. dalam keadaan: a. penangan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat; b. pekerjaan yang komplek yang hanya dapat dilaksanan oleh penyedia jasa yang sangat terbatas atau hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak; c. pekerjaan yang perlu dirahasiakan, yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara; dan d. pekerjaan yan berskala kecil.
371
No. 88.
89.
90.
91.
92.
93.
372
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 4. Pemilihan penyedia jasa (4) Pemilihan penyedia jasa ditambah poin d. Reputasi harus mempertimbangkan harus mempertimbangkan: dan rekam jejak kesesuaian bidang, a. kesesuaian bidang; keseimbangan antara b. keseimbangan antara kemampuan dan beban kemampuan dan beban kerja, serta kinerja kerja; dan penyedia jasa. c. kinerja penyedia jasa. 5. pemilihan penyedia (5) pemilihan penyedia jasa hanya boleh diikuti jasa hanya boleh diikuti oleh penyedia jasa yang oleh penyedia jasa yang memenuhi persyaratan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 dan pasal 9. dalam pasal 24 dan pasal 25. 6. Badan-badan usaha (6) Badan-badan usaha yang yang dimiliki satu atau dimiliki satu atau kelompok kelompok orang yang orang yang sama atau sama atau berada pada berada pada kepengurusan kepengurusan yang sama yang sama tidak boleh tidak boleh mengikuti mengikuti pelelangan untuk pelelangan untuk satu satu pekerjaan konstruksi pekerjaan konstruksi secara bersamaan. secara bersamaan. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban pengguna jasa dan penyedia jasa, mekanisme pemilihan penyedia jasa dan penetapan penyedia jasa dalam hubungan kerja jasa konstruksi yang menggunakan dana/ keuangan/anggaran negara diatur dalam peraturan pemerintah. Pasal 18 1. Kewajiban pengguna jasa dalam pengikatan mencakup: a. menerbitkan dokumen tentang pemilihan penyedia jasa yang memuat ketentuanketentuan secara lengkap, jelas dan benar serta dipahami; b. menetapkan penyedia jasa secara tertulis sebagai hasil pelaksanaan pemilihan. 2. Dalam pengikatan, penyedia jasa wajib menyusun dokumen penawaran berdasarkan prinsip keahlian untuk disampaikan kepada pengguna jasa.
No. 94.
95.
96.
97.
98.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 3. Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) bersipat mngikat bagi kedua pihak dan salah satu pihak tidak dapat mengubah dokumen tersebut secara sepihak sampai dengan penandatanganan kontrak kerja konstruksi. 4. Pengguna jasa dan penyedia jasa menindaklanjuti penetapan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dengan satu kontrak kerja konstruksi untuk menjamin terpenuhinya hak dan kewajiban para pihak yang secara adil dan seimbang serta dilandasi dengan itikad baik dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi. Pasal 19 Jika pengguna jasa mengubah atau membatalkan penetapan tertulis, atau penyedia jasa mengundurkan diri setelah diterbitkannya penetapan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 ayat (1) huruf b, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak, maka pihak yang mengubah atau yang membatalkan penetapan, atau mengundurkan diri wajib dikenai ganti rugi atau bisa dituntut secara hukum. Pasal 20 Pasal 31 Pengguna jasa dilarang Pengguna jasa dilarang memberikan pekerjaan memberikan pekerjaan kepada penyedia jasa yang konstruksi untuk terafiliasi untuk mengerjakan pembangunan kepentingan satu pekerjaan konstruksi umum kepada penyedia jasa pada lokasi dan dalam kurun yang terafiliasi tanpa melalui waktu yang sama tanpa pelelangan umum atau melalui pelelangan umum pelelangan terbatas. ataupun pelengan terbatas. Pasal 21 (1) ketentuan mengenai pemilihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 18, dan pembatalannya sebagaimana dimaksud
373
No.
99.
100.
101.
102.
374
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI dalam pasal 19 berlaku juga dalam pengikatan antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa. (2) ketentuan mengenai tatacara pemilihan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 17, penerbitan dokumen dan penetapan penyedia jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Bagian Ketiga Bagian Ketiga Kontrak Kerja Konstruksi Kontrak Kerja Konstruksi Pasal 22 Pasal 32 (1) Pengaturan hubungan (1) Pengaturan hubungan kerja berdasarkan hukum kerja berdasarkan hukum sebagaimana dimaksud antara pengguna jasa dalam pasal 18 ayat (3) dan penyedia jasa harus harus dituangkan dalam dituangkan dalam kontrak kontrak kerja konstruksi. kerja konstruksi. (2) Bentuk kontrak kerja konstruksi dapat mengikuti perkembangan kebutuhan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) kontrak kerja konstruksi Pasal 33 ditambah dengan poin k s e k u r a n g - k u r a n g n y a (2) kontrak kerja konstruksi “kegagalan bayar” harus mencakup uraian sekurang-kurangnya harus mengenai: mencakup uraian mengenai: a. para pihak, yang memuat a. para pihak, yang memuat secara jelas identitas para secara jelas identitas para pihak; pihak; b. rumusan pekerjaan, yang b. rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan dan kerja, nilai pekerjaan dan batas waktu pelaksanaan. batas waktu pelaksanaan. c. masa pertanggungan c. masa pertanggungan dan/ dan/atau masa atau masa pemeliharaan, pemeliharaan, yang yang memuat tentang jangka memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan/ waktu pertanggungan dan/ atau pemeliharaan yang atau pemeliharaan yang menjad tanggungjawab menjad tanggungjawab penyedia jasa; penyedia jasa; d. tenaga ahli, yang memuat d. tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan melaksanakan pekerjaan konstruksi; konstruksi; e. hak dan kewajiban, yang e. hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang
No.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI memenuhi ketentuan diperjaanjikan serta hak yang diperjaanjikan penyedia jasa untuk serta hak penyedia memperoleh informasi jasa untuk memperoleh dan imbalan jasa serta informasi dan imbalan kewajibanya meleksanakan jasa serta kewajibanya pekerjaan konstruksi; meleksanakan pekerjaan f. cara pembayaran, yang konstruksi; memuat ketentuan tentang f. cara pembayaran, yang kewajiban pengguna memuat ketentuan tentang jasa dalam melakukan kewajiban pengguna pembayaran hasil pekerjaan jasa dalam melakukan konstruksi, termasuk pembayaran hasil didalamnya jaminan atas pekerjaan konstruksi; pembayaran; g. cidera janji, yang g. cidera janji, yang memuat memuat ketentuan ketentuan tentang tentang tanggungjawab tanggungjawab dalam dalam salah satu pihak salah satu pihak tidak tidak melaksanakan melaksanakan kewajiban kewajiban sebagaimana sebagaimana diperjanjikan; diperjanjikan; h. penyelesaian perseisihan, h. penyelesaian perseisihan, yang memuat ketentuan yang memuat ketentuan tentang tatacara tentang tatacara penyelesaian perselisihan penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan; akibat ketidaksepakatan; i. pemutusan kontrak i. pemutusan kontrak kerja kerja konstruksi, yang konstruksi, yang memuat memuat ketentuan tentang ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja pemutusan kontrak konstruksi yang timbul akibat kerja konstruksi yang tidak dapat dipenuhinya timbul akibat tidak dapat kewajiban salah satu pihak; dipenuhinya kewajiban j. keadaan memaksa yang salah satu pihak; memuat ketentuan tentang j. keadaan memaksa (force kejadian yang timbul diluar majeure), yang memuat kemauan dan kemampuan ketentuan tentang para pihak, yang kejadian yang timbul diluar menimbulkan kerugian bagi kemauan dan kemampuan salah satu pihak. para pihak, yang k. kegagalan pekerjaan menimbulkan kerugian konstruksi dan kegagalan bagi salah satu pihak. bangunan yang memuat k. kegagalan bangunan, ketentuan tentang yang memuat ketentuan kewajiban penyedia jasa tentang kewajiban dan/atau pengguna jasa penyedia jasa dan/atau atas kegagalan pekerjaan pengguan jasa atas konstruksi dan kegagalan kegagalan bangunan; bangunan dan jangka l. perlindungan pekerja, waktu pertanggungjawaban yang memuat ketentuan kegagalan banguan; tentang kewajiban para l. perlindungan pekerja, yang pihak dalam pelaksanaan memuat ketentuan tentang keselamatan dan kewajiban para pihak dalam kesehatan kerja serta pelaksaan keselamatan dan jaminan sosial; kesehatan kerja serta jaminan sosial; m. perlindungan terhadap pihak ketiga selain para pihak dan pekerja, yang memuat kewajiban para pihak dalam hal terjadi kegagalan konstruksi yang
375
No.
103.
104.
105.
106.
107.
108
376
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI menimbulkan kerugian atau menyebabkan kecelakaan dan/atau kematian orangorang diluar tenaga kerja; n. aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan; dan o jaminan atas risiko yang timbul dan tangungjawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan pekerjaan konstruksi. (3) kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual; (4) kontrak kerja (2) selain ketentuan konstruksi dapat memuat sebagaimana dimaksud kesepakatan para pihak pada ayat (1), kontrak kerja tentang pemberian konstruksi dapat memuat insentif. kesepakatan para pihak tentang pemberian insentif. (5) kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan atau komponen bangunan dan atau peralatan yang harus memenuhi standar berlaku. (6) kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia dan dalam hal kontrak kerja konstruksi dengan pihak asing, maka dapat dibuat dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. (7) ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia jasa dengan sub penyedia jasa. (8) ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), hak atas kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud
No.
109.
111.
112.
113.
114.
115.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI pada ayat (3), pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan mengenai pemasok dan/atau komponen bahan bangunan dan/atau peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dengan perauran pemerintah Pasal 34 ditambah “dan ketentuan selain memuat sebagaiman jenis-jenis lisensi teknologi dimaksud dalam pasal 33, yang digunakan” kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan harus memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual. Pasal 35 (1) Selain memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, kontrak kerja konstruksi untuk kegiatan pelaksanaan dan pekerjaan konstruksi, dapat memuat ketentuan tentang sub penyedia jasa serta pemasok bahan dan/atau komponen bangunan dan/ atau peralatan yang harus memenuhi standar yang berlaku. (2) ketentuan mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 berlaku juga dalam kontrak kerja knstruksi antara penyedia jasa dengan subpenyedia jasa. Pasal 36 (1) Kontrak kerja konstruksi dibuat dalam bahasa Indonesia (2) dalam hal kontrak kerja kontruksi dilakukan dengan pihak asing, dapat dibuat dalam bahasa indonesia dan bahasa Inggris. Pasal 37 ketentuan lebih lanjut mengenai kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 ayat (1), pemberian insentif sebagaiman dimaksud dalam pasal 33 ayat (2), hak atas kekayaan intelktual sebagaimana dimaksud dalam pasal 34dan mengenai pemasok dan/atau komponen bahan bangunan dan/
377
No.
116.
117.
118.
119.
120.
378
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI atau peralatan sebagaiman dimaksud dalam pasl 35 diatur dalam peraturan pemerintah. BAB V BAB VI PENYELENGGARAAN PENYELENGGARAAN PEKERJAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI KONSTRUKSI Pasal 23 Bagian Kesatu 1.penyelenggaraan Umum pekerjaan konstruksi Pasal 38 meliputi tahap (1) penyelenggaraan perencanaan dan tahap pekerjaan konstruksi pelaksanaan beserta meliputi kegiatan usaha pengawasannya yang jasa konstruksi yang terdiri masing-masing tahap atas pekerjaan pengkajian, dilaksanakan melalui perencanaan, perancangan, kegiatan penyiapan, pembuatan, pengoperasian, pengerjaan, dan p e m e l i h a r a a n , peakhiran. penghancuran, pembutan kembali dan pengawasan. 2. penyelenggaraan (2) penyelenggara pekerjaan kata “harus” dalam ayat (2) pekerjaan konstruksi wajib konstruksi sebagaiman ini sebaiknya diganti menjadi memenuhi ketentuan dimaksud pada ayat (1) kata “wajib” karena akan tentang keteknikan, harus: berdampak pada sanksi yang keamanan, keselamatan a. sesuai yang diperjanjikan akan diatur pada bagian dan kesehatan kerja, dalam kontrak; ketentuan sanksi administratif perlindungan tenaga b. dilakukan oleh penyedia dan sanksi pidana. Ayat kerja, serta tata dan subpenyedia jasa yang (1) diusulkan berubah, lingungan setemoat untuk memiliki kompetensi; dan “penyelenggara pekerjaan menjamin terwujudnya c. memenuhi standar konstruksi sebagaiamana tertib penyelenggaraan keselamatan konstruksi. dimaksud pada ayat (1) konstruksi. wajib;.....” Pasal 38 ini berkaitan dengan keberadaan pasal 43 ayat (1)nyang pada ketentuan pidana disebutkan sebagai satu norma yang mengandung unsur pidana. 3. Para pihak dalam (3) ketentuan lebih lanjut melaksanakan ketentuan mengenai penyelenggaraan sebagaimana dimaksud pekerjaan konstruksi pada ayat (1) harus sebagaman dimaksud memenuhi kewajiban pada ayat (1) dan ayat (2) yang dipersyaratkan untuk diatur dalam peraturan menjamin berlangsungnya pemerintah. tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaiman dimaksud pada ayat (2). 4. peneyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 24 Pasal 39 1. Penyedia jasa dalam (1) Penyedia jasa dalam penyelenggaraan penyelenggaraan pekerjaan konstruksi pekerjaan konstruksi dapat dapat menggunakan sub menggunakan subpenyedia jasa
No.
121.
122.
123.
124.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI penyedia jasa yang yang mempunyai keahlian mempunyai keahlian khusus sesuai dengan khusus sesuai dengan pekerjaan konstruksi, masing-masing tahapan kecuali ditentukan lain pekerjaan konstruksi dalam kontrak kerja konstruksi. 2. subpenyedia jasa (2) Penyedia jasa dan sebagaimana dimaksud subpenyedia jasa pada ayat (1) harus sebagaimana dimaksud memenuhi persyaratan pada ayat (1) wajib sebagaimana dimaksud memenuhi persyaratan dalam pasal 8 dan pasal 9. izin usaha serta memiliki sumber daya manusia yang bersertifikat kompetensi kerja. 3. Penyedia jasa (3) Penyedia jasa sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib pada ayat (1) wajib memenuhi hak-hak memenuhi hak-hak subpenyedia jasa subpenyedia jasa sebagaimana tercantum sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja dalam kontrak kerja konstruksi antara penyedia konstruksi antara penyedia jasa dan subpenyedia jasa jasa dan subpenyedia jasa. 4. Subpenyedia jasa (4) Subpenyedia jasa sebagaimana dimaksud sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib pada ayat (3) wajib memenuhi kewajiban- memenuhi kewajibank e w a j i b a n n y a kewajibannya sebagaimana sebagaimana tercantum tercantum dalam kontrak dalam kontrak kerja kerja konstruksi antara konstruksi antara penyedia penyedia jasa dan jasa dan subpenyedia jasa subpenyedia jasa Pasal 40 kata wajib dalam pasal dalam penyelenggaraan 40 mengandung makna pekerjaan konstruksi, saknsionistik sehingga penyedia jasa dan/ harus diatur sanksi yang atau subpenyedia jasa akan ditetapkan bilamana wajib menyerahkan hasil kewajiban tersebut tidak pekerjaannya secara tepat terpenuhi. padahal dalam biaya, tepat mutu, dan ketentuan pidana RUU ini tepat waktu sebagaimana tidak terdapat sanksi apapun tercantum dalam kontrak (sanksi administratif atau kerja konstruksi. pidana) yang akan dikenakan bagi yang melanggar ketentuan atau norma tersebut. Bagian Kedua Pembiayaan Pasal 41 Dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi pengguna jasa wajib menyediakan jaminan pembayaran dan melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan penyedia jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu.
379
No. 125.
126.
127.
128
130.
131.
132.
380
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 42 (1) penyelenggaraan pekerjaan konstruksi dapat dibiayai oleh pemerintah, swata dan/atau masyarakat sebagai pengguna jasa. (2) dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengguna jasa harus memiliki kemampuan membayar dan bertanggung jawab atas biaya pekerjaan konstruksi. (3) kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didukung dengan dokumen pembuktian dari lembaga perbankan dan/atau lembaga keuangan bukan bank. (4) bukti kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diwujudkan dalam bentuk lain yang disepakati dengan mempertimbangkan lokasi, tingkat kompleksitas,besaran biaya, dan/atau fungsi bangunan yang dituangkan dalam perjanjian tertulis antara pengguna jasa dan penyedia jasa. (5) Dalam hal pengguna jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pemerintah, pembuktian kemampuan untuk membayar diwujudkan dalam dokumen tentang ketersediaan anggaran. (6) Pengguna jasa harus memenuhi kelengkapan yang diprsyaratkan untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi. Bagian Ketiga kata “harus” dalam ayat (1) Standar Keselamatan ini sebaiknya diganti menjadi Konstruksi kata “wajib” karena akan Pasal 43 berdampak pada sanksi yang (1) untuk menjamin akan diatur pada bagian terwujudnya tertib ketentuan sanksi administratif penyelenggaraan pekerjaan dan sanksi pidana. Ayat konstruksi sebagaimana (1) diusulkan berubah; “.... dimaksud dalam pasal 38 penyelenggaran pekerjaan ayat (2), penyelenggaraan konstruksi wajib memenuhi pekerjaan konstruksi standar keselamatan harus memenuhi standar konstruksi.” keselamatan konstruksi.
No.
133.
134.
135.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI bandingkan dua ketentuan ini: - untuk menyatakan adanya suatu kewajiban yang telah ditetapkan, gunakan kata wajib. jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi, yang bersangkutan dijatuhi sanksi. untuk menyatakan pemenuhan suatu kondisi atau persyaratan tertentu, gunakan kata harus. jika kata keharusan tersebut tidak dpenuhi, yang bersangkutan tidak memperoleh suatu yang seharusnya akan didapat seandainya ia memenuhi kondisi atau persyaratan tersebut. (2) Standar keselamatan konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. keteknikan, meliputi persyaratan keselamatan umum, konstruksi bangunan, kondisi geografis yang rawan gempa, mutu hasil pekerjaan, mutu bahan dan atau komponen bangunan, dan mutu peralatan sesuai dengan ketentuan standar atau norma; b. keamanan, keselamatan, dan kesehatan tempat kerja konstruksi sesuai dengan peraturan perundangundangan; c. perlindungan sosial tenaga kerja dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan; serta d. tata lingkungan setempat dan pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) ketentuan mengenai keteknikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diatur dengan peraturan menteri yang terkait. (4) ketentuan mengenai pembinaan dan pengendalian tentang keamanan, keselamatan, dan kesehatan ditempat kerja konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
381
No.
136.
137.
138.
139.
140.
382
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI diatur dengan peraturan pemerintah. BAB VI Bagian Keempat KEGAGALAN BANGUNAN Kegagalan Pekerjaan Konstruksi dan Kegagalan Bangunan Pasal 25 Paragraf 1 1. Pengguna jasa dan Umum Penyedia Jasa wajib Pasal 44 bertanggungjawab atas (1) dalam hal penyelenggaraan kegagalan bangunan pekerjaan konstruksi tidak memenuhi standar keselamatan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 43, pengguna jasa dan/atau penyedia jasa dapat menjadi pihak yang bertanggungjawab terhadap kegagalan pekerjaan konstruksi dan/ atau kegagalan bangunan. 2. kegagalan bangunan (2) kegagalan pekerjaan yang menjadi konstruksi dan kegagalan tanggungjawab penyedia bangunan sebagaimana jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud pada ayat ditetapkan oleh penilai ahli. (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. 3. kegagalan banguan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli (3) penilai ahli sebagaimana nomenklatur “lembaga” dimaksud pada ayat (2) pad ayat (3) tidak sesuai ditunjuk dan ditetapkan oleh dengan prinsip pembentukan lembaga. peraturan perundangundangan karena tidak menandung kejelasan rumusan “lembaga” mana yang dimaksud. sesuai dengan pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011, dalam membentuk peraturan perundan-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang salah satunya meliputi kejelasan rumusan. perlu definisi mengenai kejelasan lembaga yang dimaksud (4) Penilai ahli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki sertifikat keahlian dan teregistrasi
No.
141.
142.
143.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI pada lembaga, kompeten dalam bidangnya, profesional serta bersifat independen, dan mampu memberikan penilaian secara objektif (5) Lembaga harus menunjuk Nomenklatur “lembaga” dan menetapkan penilai ahli pada ayat (5) tidak sesuai dalam waktu paling lambat dengan prinsip pembentukan 1 (satu) bulan terhitung peraturan perundangsejak diterimanya laporan undangan karena tidak mengenai terjadinya mengandung kejelasan kegagalan pekerjaan rumusan “lembaga” mana konstruksi dan kegagalan yang dimaksud. sesuai bangunan. dengan pasal 5 UU Nomor 12 Tahun 2011, dalam membentuk peraturan perundang-undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang salah satunya meliputi kejelasan rumusan. bagian penjelasan Pasal 44 ayat (5) juga hanya tercantum kalimat “cukup jelas”. (6) ketentuan lebih lanjut mengenai kegagalan pekerjaan konsruksi dan kegagalan bangunan diatur dengan peraturan menteri. Paragraf 2 Penilai Ahli Pasal 45 (1) penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 ayat (2) mempunyai tugas antara lain: a. menetapkan sebab-sebab terjadinya kegagalan pekerjaan konstruksi dan kegagalan bangunan; b.menetapkan tidak berfungsinya sebagian atau keseluruhan banguan; c.menetapkan pihak yang beranggungjawab atas kegagalan bangunan serta tingkat dan sifat kesalahan yang dilakukan; d. menetapkan besarnya kerugian, serta usulan besarnya ganti kerugian yang harus dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang melakukan kesalahan; e. menetapkan jangka waktu pembayaran kerugian.
383
No. 144.
145.
146.
147.
148.
384
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI (2) Penilai ahli wajib MM: Nomenklatur melaporkan hasil “lembaga” pada ayat (20 penilaiannya kepada potensial melanggar prinsip lembaga dan instansi pembentukan peraturan yang mengeluarkan izin perundang-undangan karena membangun, paling lambat tidak mengandung kejelasan 3 (tiga) bulan setelah rumusan yankni rumusan melaksanakan tugasnya. “lembaga” yang mana yang dimaksud. Sesuai dengan pasal 5 UU nomor 12 tahun 2011, dalam membentuk peraturan perundangundangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang salah satunya meliputi kejelasan rumusan. bagian penjelasan pasal 45 ternyata hanya tercantum kalimat “cukup jelas” padahal lembaga yang dimaksud belum secara normatif ditegaskan dan dijelaskan. (3) Biaya penilai ahli dan pelaksanaan tugasnya menjadi beban pihak yang bertanggungjawab atas kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan. Pasal 46 penilai ahli berwenang untuk: a. menghubungi pihak-pihak terkait, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan; b. memperoleh data yang diperlukan; c. melakukan pengujian yang diperlukan; d. memasuki lokasi tempat terjadinya kegagalan bangunan. Pasal 47 penyedia jasa wajib mengganti atau memperbaiki kegagalan pekerjaan konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 44 yang disebabkan kesalahan penyedia jasa atas biaya sendiri. Paragraf 3 Jangka waktu dan pertanggungjawaban kegagalan bangunan Pasal 48 (1) Penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan
No.
149.
150.
151.
152.
153.
154.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI sebagaiman dimaksud dalam pasal 44 dalam jangka dalam jangka waktu yang ditentukan sesuai dengan umur konstruksi yang direncanakan paling lama 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan. (2) Pengguna jasa bertanggungjawab atas kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disebabkan oleh kesalahan pengguna jasa. (3) ketentuan jangka waktu pertanggungjawaban atas kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dinyatakan dengan tegas dalam kontrak kerja konstruksi. Pasal 49 Pengguna jasa dan/atau pihak lain yang dirugikan akibat kegagalan bangunan dapat melaporkan terjadinya kegagalan bangunan kepada lembaga. Pasal 50 (1) Penyedia jasa dan/ atau pengguna jasa wajib memberikan ganti kerugian dalam hal terjadinya kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48 ayat (1) dan ayat (2) (2) ketentuan mengenai pemberian ganti kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah BAB VII BAB VII SUMBER DAYA MANUSIA SUMBER DAYA MANUSIA Bagian Kesatu Bagian Kesatu Klasifikasi dan Kualifikasi Klasifikasi dan Kualifikasi Pasal 51 Pasal 51 (1) Sumber daya manusia (1) Sumber daya manusia dibidng jasa konstruksi dibidng jasa konstruksi terdiri atas klasifikasi terdiri atas klasifikasi dibidang: dibidang: a. arsitektur, a. arsitektur, b. sipil, b. sipil, c. mekanikal, c. mekanikal, d. elektrikal, dan d. elektrikal, dan e. tata lingkungan. e. tata lingkungan.
385
No.
155.
156.
157.
158.
159.
160.
386
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI perlu dijelaskan dalam bab ketentuan umum tentang pengertian tata lingkungan. apakan yang dimaksud adalah tekik lingkungan, amdal atau pengelolaan lingkungan hidup. (2) sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi terdiri atas kualifikasi dalam jenjang: a. jabatan operator; b. jabatan teknisi atau analis; dan c. jabatan ahli. Pasal 52 ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi dan kualifikasi sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 diatur dengan peraturan menteri. Bagian kedua Sertifikasi kompetensi kerja Pasal 53 (1) Sumber daya sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 yang melakukan kegiatan dibidang jasa konstruksi wajib memiliki sertifikat kompetensi kerja (2) Sertifikat kompetensi kerja sebagaiamana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada sumber daya manusia yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan disiplin keilmuan, kefungsian, kaehlian dan/atau keterampilan tertentu. (3) sertifikat kompetensi kerja sebagaimana dimakasud pada ayat (2) diberikan oleh badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional. Pasal 54 (1) sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 yang telah mendapat sertifikat kompetensi kerja, diregistrasi badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi.
No. 161.
162.
163.
164.
165.
166.
167.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI (2) sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang akan melakukan kegiatan dibidang jasa konstruksi wajib memiliki izin kerja yang diajukan kepada pihak pemerintah. (3) Data hasil sertifikasi dan registrasi terhadap sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan melalui suatu sistem informasi jasa konstruksi. Pasal 55 Tenaga ahli asing wajib: a. memiliki sertifikat kompetensi kerja b. memiliki izin kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan c. melakukan proses alih teknologi. Pasal 56 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara sertifikasi klasifikasi dan kualifikasi dibidang jasa konstruksi sbagaimana dimaksud dalam pasal 51 diatur dalam peraturan pemerintah. Bagian ketiga Tanggungjawab profesi pasal 57 (1) sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada pasal 51 ayat (2) yang memberikan layanan jasa pekerjaan konstruksi harus bertangung jawab secara profesional terhadap hasil pekerjaannya. (2) Tanggung jawab sebagaiman dimaksud pada ayat (1) berdasarkan prinsip keahlian sesuai kaidah keilmuan, kepatutan, dan kejujuran intelektual dalam menjalankan profesinya dengan tetap mengutamakan kepentingan umum. BAB VIII Nomenklatur lembaga KELEMBAGAAN pengembangan dalam ayat Bagian Kesatu (1) belum tegas dan jelas Lembaga Pengembangan khusus mengenai namanya Pasal 58 karena hanya menyebut
387
No.
168.
169.
388
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI (1) pelaksanaan peran lembaga pengembangan masyarakat jasa konstruksi yang independen. sementara dalam pengembangan pada ayat (2) menyebut jasa konstruksi dilakukan adanya “masyarakat jasa oleh suatu lembaga konstruksi.” pengembangan yang usul; jika memang pilihan independen namanya adalah masyarakat jasa konstruksi seharusnya ayat (1) menyebut dengan tegas nomenklatur masyarakat jasa konstruksi dimaksud. usul ayat (1): pelaksanaan peran masyarakat jasa konstruksi dalam pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga pengembangan independen yang selanjutnya disebut dengan masyarakat jasa konstruksi. (2) masyarakat jasa konstruksi istilah masyarakat jasa sebagaimana dimaksud konstruksi tidak tercantum pada ayat (1) merupakan pada ayat (1) sehingga tidak bagian dari masyarakat yang tepat bila penyebutannya mempunyai kepentingan “masyarakat jasa konstruksi dan/atau kegiatan yang sebagaimana dimaksud pada berhubungan dengan ayat (1)” usaha dan pekerjaan jasa pengaturan mengenai konstruksi. lembaga pengembangan ini seharusnya memperhatikan pasal 24 peraturan pemerintah nomor 4 tahun 2010 tentang perubahan atas peraturan pemerintah nomor 18 tahun 2000 tentang usaha dan peran masyarakat jasa konstruksi. PP tersebut telah mengamanahkan adanya Lembaga pengembangan jasa konstruksi (LPJK) yang terdiri atas lembaga tingkat nasional (berkedudukan di ibu kota negara) dan lembaga tingkat provinsi yang berkedudukan di ibukota provinsi. (3) Lembaga pengembangan Kata “dapat” pada ayat sebagaimana dimaksud (2) mengandung makna pada ayat (1) berkedudukan fakultatif. artinya lembaga di ibukota negara, dan dapat pengembangan ditingkat dibentuk di ibukota provinsi. provinsi bisa didirikan bisa juga tidak. Pengaturan semacam ini membutuhkan penjelasan lebih lanjut dalam hal mana provinsi dapat membentuk lembaga pengembangan. dalam penjelasan pasal demi pasal khusus pasal 58 tidak dijelaskan lebih lanjut kondisi dan atuan pembentukan lembaga ditingkat provinsi.
No. 170.
171.
172.
173.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 59 (1)lembaga pengembangan sebagaimana dimaksud pada pasal 58 beranggotakan wakil-wakil dari: a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. pakar dan perguruan tinggi yang berkaitan dengan bidang jasa konstruksi (2) tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. melakukan dan/atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi; b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; c. mendorong dan meningkatkan peran mediasi dan penilai ahli dibidang jasa konstruksi; dan d. menunjuk dan menetapkan penilai ahli (3) dalam melaksanakan tugas komposisi lembaga sebagaimana diatur dalam pengembangan jasa huruf a, huruf b, dan huruf konstruksi sebagaimana c, lembaga pengembangan telah diatur sebelumnya dapat bekerja sama dengan dalam peraturan pemerintah pemerintah dan pemerintah nomor 4 tahun 2000 dimana daerah. lembaga ini melibatkan unsur pemerintah untuk lembaga tingkat nasional dan unsur pemerintah daerah untuk lembaga tingkat provinsi. dibutuhkan penjelasan dan klarifikasi knapa unsur pemerintah dan pmerintah daerah dihapusakan dari pengembangan lembaga ini. Usul: seharusnya ada ayat khusus yang mengatur pertanggungjawaban lembaga pengembangan jasa konstruksi baik ditingkat nasional maupun provinsi. Pasal 60 Pasal 60 Untuk mendukung Untuk mendukung kegiatannya, lembaga kegiatannya, lembaga pengembangan sebagaimana pengembangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 dimaksud dalam pasal 59 ayat (2) dapat mengusahakan ayat (2) dapat mengusahakan perolehan dana dari perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi masyarakat jasa konstruksi yang berkepentingan. yang berkepentingan.
389
No. 174.
175.
390
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Bagian Kedua Keberadaan Badan akreditasi Badan Akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi dan Sertifikasi jasa nasional yang dbentuk oleh Konstruksi Nasional pemerintah. bagaimana Paragraf 1 dengan badan akreditasi dan kedudukan dan sertifikasi jasa konstruksi di keanggotaan daerah padahal pasal 61 ayat pasal 61 (2) membuka kemungkinan (1) peneyelenggaraan adanya pembentukan bahan sertifikasi kompetennsi akreditasi dan sertifikasi kerja dan sertifikasi jasa konstruksi daerah. badan usaha dibidang artinya nomenklatur badan jasa konstruksi diakukan tersebut seharusnya tidak leh badan akreditasi dan hanya menyebut badan sertifikasi jasa konstruksi akreditasi dan sertifikasi jasa nasional yang dibentuk oleh konstruksi nasional tetapi juga pemerintah. harus diatur adanya badan akreditasi dan serifikasi jasa kontruksi daerah beserta institusi pembentukannya. Usul redaksi pasal: penyelenggaraan sertifikasi konstruksi badan usaha dibidang jasa konstruksi dilakukan oleh badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional dan daerah” yang dibentuk oleh pemerintah dan pemerintah daerah. (2) badan akreditasi dan kata “dapat” dalam ayat (2) sertifikasi jasa konstruksi bersifat fakultatif dan tidak nasional sebagaiman mengandung kejelasan dimaksud pada ayat (1) mengenai pengaturan apa berkedudukan di ibukota saja ukuran bagi daerah negara, dan dapat dibentuk (provinsi atau kabupaten) didaerah provinsi dan dalam hal mana badan kabupaten/kota. tersebut dapat dimungkinkan terbentuk. pada penjelasan pasal juga tidak dapat diuraikan maksud kata “dapat dibentuk didaearah provinsi dan kabupaten/kota. Dengan perbahan redaksional pasal 61 ayat (1) maka diusulkan adanya penambahan ayat bau; usul penambahan ayat baru: (3) syarat-syarat dan ketentuan mengenai pembentukan badan akreditasi dan srtifikasi jasa konstruksi di daerah provinsi dan kabupaten/kota diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
No. 176.
177.
178.
179.
180.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 62 (1) Badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional terdiri atas seorang ketua merangkap anggota, seorang wakil ketua merangkap anggota, dengan jumlah 5 (lima) orang anggota (2) Aggota akreditasi dan serifikasi jasa konstruksi nasional diangkat dan diberhentikan oleh presiden atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (3) Masa jabatan anggota badan akreditasi dan setifikasi jasa konstruksi nasional adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. (4) Dalam hal karena Dalam hal karena berakhirnya berakhirnya masa jabatan masa jabatan akan akan terjadi kekosongan terjadi kekosongan dalam dalam keanggotaan badan keanggotaan badan akreditasi akreditasi nasional, masa nasional, masa jabatan jabatan anggota dapat anggota dapat diperpanjang diperpanjang sampai sampai pengangkatan pengangkatan anggota anggota baru. baru. Pasal 63 Persyaratan keanggotaan badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional sekurang-kurangnya: a. Warga negara republik indonesia b. bertempat tinggal di wilayah negara republik indonesia c. berpengalaman dibidang konstruksi sekurangkurangnya 10 (sepuluh) tahun; d. tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah meperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih; dan e. tidak rangkap jabatan sebagi pejabat struktural diperguruan tinggi, struktural diperusahaan, dan jabatan struktural di dalam asosiasi profesi maupun asosiasi badan usaha.
391
No. 181.
182.
183.
184.
185.
392
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Paragraf 2 Tugas dan Wewenang Pasal 64 (1) Tugas dan wewenang badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional meliputi: a. melakukan aakreditasi aasosiasi badan usaha dan asosiasi profesi; b. melakukan sertifikasi badan usaha dan sertifikasi kerja; c. membatalkan akreditasi asosiasi badan usaha dan asosasi profesi; d. membatalkan sertifikat badan usaha dan sertifikasi kompetensi kerja; e. memutus keberatan atas hasil akreditasi dan sertifikasi; dan f. menyampaikan data sertifikasi badan usaha dan sertifikasi kompetensi kerja kepada lembaga pengembangan dan masyarakat melalui sistem informasi. (2) Badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional harus mengeluarkan akreditasi dan sertifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b paling lama 14 (empatbelas) hari kerja terhitung sejak diajukan permohonan. (3) Akreditasi dan sertifikasi yang dikeluarkan oleh badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasinal berlaku 5 (lima) tahun (4) dalam melakukan sertifikasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional harus mengacu pada standar sertifikasi sesai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (5) ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara akrditasi dan sertifikasi sebagaiman dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b diatur dalam peraturan pemerintah.
No. 186.
187.
188.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 65 Biaya yang dipungut dari pelaksanaan akreditasi dan serifikasi merupakan penerimaan negara bukan pajak Pasal 66 Untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional dibentuk sekretariat. Pasal 67 Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasionala dibiayai dengan anggaran pendapatan dan belanja negara dan/ atau sumber-sumber lain sesuai ketentuan peratran perundang-undangan.
190.
Pasal 26 1. jika kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan perencana atau pengawas konstruksi, dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau pengawas konstruksi wajib bertanggungjawab sesuai dengan bidang profesi dan dikenakan ganti rugi. 192 2. jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pelaksana konstruksi dan hal tersebut terbukti menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pelaksana konstruksi wajib bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dan dikenakan ganti rugi. 191.
Pasal 68 Ketentuan lebih lanjut menegnai kedudukan dan keanggotaan, tugas dan wewenang, serta kesekertariatan badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi nasional diatur dengan peraturan presiden.
393
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 193. Pasal 27 Jika terjadi kegagalan bangunan yang disebabkan karena kesalahan pengguna jasa dalam pengelolaan bangunan dan hal tersebut menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka pengguna jasa wajib bertanggungjawab dan dikena ganti rugi. 194. Pasal 28 ketentuan mengenai jangka waktu dan penilai ahli sebagaimana dimaksud dalam pasal 25, tanggungjawab perencana kontruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas kontruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 serta tanggung jawab pengguna jasa sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 195. BAB VII BAB IX PERAN MASYARAKAT PARTISIPASI MASYRAKAT Bagian Pertama Hak dan Pasal 69 Kewajiban Bentuk partisipasi masyarakat Pasal 29 dalam penyelenggaraan Masyarakat berhak untuk: jasa konstruksi antara lain: a. melakukan pengawasan a. melakukan pengawasan untuk mewujudkan untuk mewujudkan tertib pelaksanaan jasa tertib pelaksanaan jasa konstruksi; konstruksi; b. memperoleh penggantian b. membentuk asosiasi profesi yang layak atas kerugian dan asosiasi badan usaha yang dialami secara dibidang jasa konstruksi langsung sebagai akibat sesuai dengan ketentuan p e n y e l e n g g a r a a a n peraturan perundangpekerjaan konstruksi. undangan c. mengakses informasi dan keterangan terkait dengan kegiatan konstruksi yang berdampak pada kepentingan masyarakat; d. melakukan pengaduan, gugatan dan uapaya mendapatkan ganti rugi atau konpensai terhadap dampak yang ditimbulkan dari kegiatan jasa konstruksi; e. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku dibidang pelaksanaan jasa konstruksi; No.
394
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI f. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum; g. memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu penyelenggaraan jasa konstruksi dan daya saing usaha jasa konstruksi; dan h. memberikan masukan kepada pemerintah dan/ atau pemerintah daerah bagi perumusan kebijakan pengembangan jasa konstruksi. 196. Pasal 30 Masyarakat berkewajiban: a. menjaga ketertiban dan memenuhi ketentuan yang berlaku dibidang pelaksanaan jasa konstruksi; b. turut mencegah terjadinya pekerjaan konstruksi yang membahayakan kepentingan umum. 197. Bagian kedua masyarakat Pasal 70 forum jasa konstruksi jasa konstruksi Penyelenggaraan partisipasi seharusnya didefinisikan Pasal 31 masyarakat jasa konstruksi dibagian salah satu diktum 1. masyarakat jasa konstruksi sebagaimana dimaksud ketentuan umum bukan merupakan bagian dalam pasal 69 dapat dibagian penjelasan pasal 70. dari masyarakat yang dilaksanakan melalui forum usul: “forum jasa konstruksi mepunyai kepentingan jasa konstruksi. adalah sarana komunikasi dan/atau kegiatan yang dan konsultasi antara berhubungan dengan masyarakat jasa konstruksi usaha dan pekerjaan jasa dan pemerintah mengenai konstruksi. hal-hal yang berkaitan dengan masalah jasa konstruksi yang bersifat nasional, independen, dan mandiri” penjelasan pasal 70 terutama mengenai pihak yang menjadi bagian dari forum jasa konstruksi seharusnya dimasukan kedalam batang tubuh karena menyangkut hal ihwal yang bersifat norma. sebaiknya memperhatikan bunyi lampiran I butir 77 UU Nomor 12 Tahun 2011 bahwa “pasal merupakan satuan aturan dalam peraturan perundang-undangan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu kalimat yang disusun secara singkat, jelas dan lugas” 198. 2 . p e n y e l e n g g a r a a n Lmpiran I butir 176 UU nomor peran masyarakat jasa 12 Tahun 2011 kemudian konstruksi sebagaimana menegaskan; “penjelasan dimaksud berfungsi sebagai tafsir No.
395
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI pada ayat (1) dilaksanakan resmi pembentuk peraturan melalui suatu forum jasa perundang-undangan atas konstruksi. norma tertentu dalam batang tubuh. oleh karena itu, penjelsan hanya memuat uraian terhadap kata, frasa, kalimat atau padanan kata/ istilah asing dalam norma yang dapat disertai dengan contoh.” 199. 3. penyelenggaraan peran masyarakat jasa konstuksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan pengembangan jasa konstruksi dilakukan oleh suatu lembaga yang independen dan mandiri. 200. Pasal 32 (1) forum sebagaiman dimaksud dalam pasal 31 ayat (2) terdiri atas unsurunsur: a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; d. masyarakat intelektul; e. organisasi masyarakat yang berkaitan dan berkepentingan dibidang jasa konstruksi dan/atau yang mewakili konsumen jasa konstruksi; f. instansi pemerintah; dan g. ynsur-unsur lain yang diangap perliu. 201. (2) forum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk berperan dalam upaya menumbuhkembangkan usaha jasa konstruksi nasional yang berfungsi: a. menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat; b. membahas dan merumuskan pemikiran arah pengembangan jasa konstruksi nasional; c. tumbuh dan berkembangnya peran pengawasan masyarakat; No.
396
No.
202.
203.
204.
205.
206. 207.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI d. memberikan masukan kepada pemerintah dalam merumuskan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan. Pasal 33 (1) lembaga sebagaimana dimaksud pada pasal 31 ayat (3) beranggotakan wakil-wakil dari: a. asosiasi perusahaan jasa konstruksi; b. asosiasi profesi jasa konstruksi; c. asosiasi perusahaan barang dan jasa mitra usaha jasa konstruksi; d. instansi pemerintah terkait. (2) Tugas lembaga sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. melakukan atau mendorong penelitian dan pengembangan jasa konstruksi; b. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan jasa konstruksi; c. melakukan registrasi tenaga kerja konstruksi, yang meliputi klasifikasi, kualifikasi dan sertifikasi keterampilan dan keahlian kerja; d. melakukan redistrasi badan usaha jasa konstruksi; e. mendorong dan meningkatkan peran arbitrase, mediasi, dan penilai ahli dibidang jasa konstruksi. (3) untuk mendukung kegiatannya, lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengusahakan perolehan dana dari masyarakat jasa konstruksi yang berkepentingan. Pasal 34 ketentuan mengenai forum sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
397
No. 208.
209.
210
211.
212.
213.
214.
398
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI BAB VIII PEMBINAAN BAB III PEMBINAAN Pasal 35 Bagian kesatu 1. pemerintah melakukan Umum pembinaan jasa konstriksi Pasal 4 dalam bentuk pengaturan, (1) Pemerintah dan pemberdayaan, dan pemerintah daerah pengawasan. bertangungjawab atas pembinaan jasa konstruksi. 2. pengaturan sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan penerbitan peraturan perundang-undangan dan standar-standar teknis 3. pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap usaha jasa konstruksi dan masyarakat untuk menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban dan perannya dalam pelaksanaan jasa konstruksi. 4. pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 5. pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bersama-sama dengan masyarakat jasa konstruksi. 6. sebagian tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat dilakukan bersama-sama dengan peraturan pemerintah (2) Tanggungjawab pembinaan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang pekerjaan umum, energi dan pertambangan, keuangan, dalam negeri, ilmu pengetahuan dan teknologi, transportasi serta lingkungan hidup.
No. 215.
216.
217.
218.
219.
220.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI (3) Tanggungjawab pembinaan oleh pemerintah daerah sebagaiamna dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh gunbernur atau walikota/bupati. (4) pembinaan jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui: a. pengembangan sumber daya manusia; b. pemberdayaan dan pengembangan jasa konstruksi; c. pengembangan teknologi dibidang jasa konstruksi; d. pengawasan terhadap penyelenggaraan kegiatan usaha jasa konstruksi; dan e. bentuk pembinaan lainnya. Pasal 5 Dalam melaksanakan tanggungjawab pembinaan menteri sebagaiman dimaksud dalam pasal 4 ayat (2) dapat melakukan pembinaan baik sendiri maupun bersama-sama. Bagian Kedua Pengembangan Sumber Daya Manusia Pasal 6 (1) pengembangan sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (4) huruf a bertuuan untuk mewujudkan sumber daya manusia yang profesional, kompeten, disiplin, bertanggungjawab, dan memiliki integritas serta memenuhi standar nasional dan internasional. (2) Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintah dan pemerintah daerah menetapkan kebijakan pengembangan sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi yang mencakup antara lain: a. perencanaan sumber daya manusia; b. pendidikan dan pelatihan; c. perluasan kesempatan kerja; serta d. pengawasan, pemantauan, dan evaluasi
399
No. 221.
222.
223.
224.
225.
400
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 7 (1) Pendidikan dan pelatihan dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (2) huruf b dilaksanakan dalam kerangka sistem pendidikan nasional dan kerangka kualifikasi nasional. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggungjawab atas pembinaan dan terselenggaranya pendidikan dan pelatihan dibidang jasa konstruksi. Pasal 8 (1) Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat jasa konstruksi melalui jalur pendidikan formal dan/atau nonformal. (2) penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Pemberdayaan dan pengambangan usaha jasa konstruksi Pasal 9 pemberdayaan dan pengembangan usaha jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (4) huruf b, dilakukan dengan: a. memperluas dan meningkatkan akss terhadap sumber pendanaan, serta kemudahan persyaratan dalam pendanaan. b. mendorong usaha persuransian untuk mengembangkan jenis pertanggungan atas risiko yang timbul dan tanggungjawab hukum kepada pihak lain dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi atau akibat dari kegagalan pekerjaan konstruksi;
No.
226.
227.
228.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI c. mendorong peneydia jasa agar mampu bersaing dipasar nasional maupun internasional; d. mengembangkan sitem informasi jasa konstruksi; dan e. mengembangkan struktur usaha melalui kemitraan yang sinergis antara usaha kecil, menengah dan besar serta anta usaha yang bersifat umum, spesialis dan keterampilan tertentu. Bagian Keempat Pengembangan tekologi Pasal 10 (1) Pengembangan teknologi dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (4) huruf c harus dilakukan secara terpadu dengan dukungan semua sektor terkait untuk memperkuat kemajuan atau peningkatan daya saing jasa konstruksi. (2) Dalam pengembangan teknologi dibidang jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintah dan pemerintah daerah wajib: a. mengembangkan riset pemasaran dan rancang bangun yang layak jual; b. mengembangakan teknologi dibidang jasa konstruksi dengan menggunakan sebanyakbanyakya muatan loka; c. mengembangkan industri bahan baku dan komponen; d. memberikan kemudahan fasilitas pembiayaan dan perpajakan; dan e. memfasilitasi kerjasama dengan industri sejenis dan/atau pasar pengguna didalam dan luar negeri. (3) pengembangan teknolgi dibidang jasa konstruksi sebagiamana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. tekologi sederhana tepat guna dan padat karya; b. teknologi yang berkaitan dengan letak geografis indonesi;
401
No.
229.
230.
231.
232.
402
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI c. teklogi konstruksi yang ramah lingkungan; d. tekologi matrial baru yang berpotensi tinggi di indonesia; dan e. tekologi dan manajemen pemeliharaan aset infrastruktur. Pasal 11 Pengembangan teknologi dibdang jasa konstruksi sebagaiman dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) harus dilaksanakan dengan memenuhi standar keselamatan dan keamanan serta memperhatikan aspek klestarian lingkungan hidup. Bagian kelima pengawasan pasal 12 pengawasan sebagaiman dimaksud dalam pasal 4 ayat (4) huruf d meliputi: a. pengawasan terhadap usaha jasa konstruksi; b. pengawasan terhadap sumber daya manusia dibidang jasa konstruksi; c. pengawasan terhadap pengikatan pekerjaan konstruksi yang menggunakan pembiayaan yang bersumber dari keuangan negara; d. pengawasan terhadap penyelenggaraan pekerjaan konstruksi; e. pengawasan terhadap penyelenggara akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi. Pasal 13 ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 sampai dengan pasal 12 diatur dengan peraturan pemerintah. BAB IX PENYELESAIAN BAB X PENYELESAIAN Ditambah “..dengan dilengkapi SENGKETA SENGKETA dokumen kesepakatan kerja Bagian Pertama Umum Bagian Kesatu Umum dan dokumen pendukung Pasal 36 Pasal 71 sebagai dasar penyelesaian 1. Penyelesaian jasa 1. Penyelesaian jasa sengketa” konstruksi dapat ditempuh konstruksi pada tahap ketentuan ini mengabaikan melalui pengadilan pertama diupayakan prinsip pacta sun sevanda atau diluar pengadilan berdasarkan prinsip bahwa perjanjian yang sudah berdasarkan pilihan secara musyawarah untuk mufakat. disepakati oleh para pihak sukarela para pihak yang berlaku sebagai undangbersengketa.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI undang bagi para pihak yang menyelenggarakan. Pasal 71 ayat (1) ini mengatur norma yang menjadi tahap pertama yakni “upaya prinsip musyawarah mifakat” seharusnya untuk menegakan prinsip pacta sun sevanda ayat (1) ini sebaiknya berbunyi: “penyelesaian sengketa jasa konstruksi dapat ditempuh melalui pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa” Sudah menjadi kelaziman bahwa dalam perjanjian, para pihak akan menentukan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang timbul akibat perjanjian. 233. 2. Penyelesaian sengketa (2) Dalam hal penyelesaian DNF: Ayat (3) upaya diluar pengadilan sengketa sebagaimana penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dimaksud pada ayat melalui pengadilan atau pada ayat (1) tidak berlaku (1) tidak diperoleh diluar pengadilan harus dapat terhadap tindak pidana kesepakatan, para pihak menyertakan laporan audit dalam penyelenggaraan dapat menempuh upaya yang disepakati oleh pihakpekerjaan konstruksi penyelesaian sengketa pihak yang bersengketa. sebagaimana diatur dalam melalui diluat pengadilan kitab undang-undang atau dipengadilan sesuai hukum pidana ketentuan peraturan perundang-undangan. 234. 3. Jika dipilih upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak yang bersengketa. 235. Bagian Kedua Bagian Kedua ditambah “..dan kegagalan Penyelesaian Sengketa Penyelesaian Sengketa bayar”. diluar Pengadilan diluar Pengadilan Pasal 37 Pasal 72 1. Penyelesaian jasa (1) Penyelesaian jasa konstruksi diluar konstruksi diluar pengadilan pengadilan dapat dapat ditempuh untuk ditempuh untuk masalah- masalah yang timbul dalam masalah yang timbul pengikatan para pihak dan dalam kegiatan pengikatan penyelenggaraan pekerjaan dan penyelenggaraan konstruksi serta dalam hal pekerjaan konstruksi, terjadi kegagalan bangunan. serta dalam hal terjadi kegagalan bangunan. No.
403
No. 236.
237.
238.
239.
240.
241.
242.
404
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 2. Penyelesaian sengketa (2) Penyelesaian sengketa jasa konstruksi diluar pengadilan sebagaimana dimaksud tidak berlaku terhadap pada ayat (1) dapat tindak pidana dalam menggunakan jasa pihak penyelenggraan pekerjaan ketiga, yang disepakati konstruksi sebagaimana oleh para pihak. diatur dalam undangundang ini. 3. pihak ketiga dimaksud (3) Dalam penyelesaian pada ayat (2) dapat sengketa jasa konstruksi dibentuk oleh pemerintah diluar pengadilan dapat dan/atau masyarakat jasa digunakan jasa mediator konstruksi. dan/atau arbiter untuk membantu menyelesaikan sengketa jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. (4) Hasil kesepakatan penyelesaian sengketa diluar pengadilan harus dinyatakan secara tertulis dan bersifat mengikat para pihak. (5) ketentuan lebih lanjut menegnai penyelesaian sengketa diluar pengadilan diatur dengan peraturan pemerintah. Bagian ketiga penyelesaian sengketa di dalam pengadilan Pasal 73 (1) Penyelesaian sengketa didalam pengadilan hanya dapat setelah upaya penyelesaian sengketa diluar pengadilan dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak yang bersengketa. (2) Sengketa yang timbul diantara pihak ketiga dengan pengguna jasa atau penyyedia jasa diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Bagian ketiga gugatan Bagian ketiga gugatan masyarakat masyarakat Pasal 38 Pasal 74 1. Masyarakat yang dirugikan (1) Pihak yang dirugikan akibat akibat penyelenggaraan penyelenggaraan pekerjaan pekerjaan konstruksi konstruksi berhak berhak mengajukan mengajukan gugatan gugatan kepengadilan kepengadian secara: secara: a. orang a. orang perseorangan; perseorangan; b. b. kelompok orang dengan kelompok orang dengan pemberian kuasa; dan pemberian kuasa;
No.
243.
244.
245.
246.
247.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI c. kelompok orang tidak c. kelompok orang tidak dengan kuasa melalui dengan pemberian kuasa gugatan perwakilan. melalui gugatan perwakilan. 2. Jika diketahui masyarakat menderita sebagai akibat penyelnggaran pekerjaan konstruksi sedemikian rupa sehungga mempengaruhi peri kehidupan pokok masyarakat, pemerintah wajib berpihak pada dan dapat bertindak untun kepentingan masyarakat. Pasal 39 Pasal 75 Gugatan sebagaimana Gugatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dimaksud dalam pasal 74 ayat (1) adalah tuntutan merupakan tuntutan untuk untuk melakukan tindakan melakukan tindakan tertentu tertentu dan/atau tuntutan dan/atau pengeluaran nyata, berupa biaya atau dengan tidak menutup pengeluaran nyata, dengan kemungkinan tuntutan lain tidak menutup kemungkinan sesuai peraturan perundangtuntutan lain sesuai undangan peraturan perundangundangan yang berlaku Pasal 40 Pasal 76 Tata cara pengajuan Tata cara pengajuan gugatan gugatan masyarakat masyarakat sebagaimana sebagaimana dimaksud dimaksud dalam pasal 74 dalam pasal 38 ayat (1) diajukan oleh perseorangan, diajukan oleh perseorangan, kelompok orang, atau kelompok orang, atau lembaga kemasyarakatan lembaga kemasyarakatan sesuai dengan ketentuan dengan mengacu kepada peraturan perudanghukum Acara Perdata undangan. Pasal 77 (1) Dalam hal diketahui masyarakat dirugukan sebagai akibat penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yan sekurangkurangnya mempengaruhi tata kehidupan sosial, ekonomi masyarakat, dan linkungan hidup, pemerintah wajib berpihak dan bertindak untuk kepentingan masyarakat. (2) Ketentuan lebih kanjut mengenai tata cara pemerintah dalam berpihak dan bertindak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.
405
No. 248.
249.
250.
251.
252.
406
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI BAB X SAKSI Pasal 41 Penyelenggara pekerjaan konstruksi dapat dikenai sanksi administratif dan/ atau pidana atas pelangaran undang-undang ini. Pasal 42 BAB XI SANKSI (1) Sanksi administratif ADMINISTRATIF sebagaimana dimaksud Pasal 78 dalam pasal 41 yang Usaha orang perseorangan dapat dikenakan kepada yan tidak memenuhi kualifikasi penyedia jasa berupa: pekerjaan sebagaimana a. peringatan tertulis; dimaksud dalam pasal 19 b. penghentian sementara dikenai sanksi administratif pekerjaan konstruksi; berupa: c. pembatasan kegiatan a. peringatan tertulis; usaha dan/atau profesi; b.penghentian sementara d. pembekuan izin usaha pekerjaan konstruksi dan/atau profesi; c. pembekuan izin usaha dan/ e. pencabutan izin usaha atau dan/atau profesi. d. pencabutan izin usaha. (2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 41 yang dapat dikenakan kepada pengguna jasa berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. larangan sementara penggunaan pekerjaan hasil konstruksi; e. pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi. (3) ketentuan mengenai tata laksana dan penerapan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Pasal 79 Usaha kecil atau menengah yang tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstrruksi; c. pembekuan izin usaha dan/ atau d. pencabutan izin usaha.
No. 253.
254.
255.
256.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 80 Usaha besar atau badan usaha asing yang berbadan hukum dan perorangan asing yang tidak memenuhi kualifikasi pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b.penghentian sementara pekerjaan konstrruksi; c. pembekuan izin usaha dan/ atau d. pencabutan izin usaha. Pasal 81 Orang perseorangan atau badan usaha yang idak memenuhi ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 23 dan pasal 24 dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b.penghentian sementara pekerjaan konstrruksi; c. pembekuan izin usaha dan/ atau d. pencabutan izin usaha. Pasal 82 Badan usaha asing dan perseorangan asing yang idak memenuhi ketentuan sebagaiman dimaksud dalam pasal 27 dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b.penghentian sementara pekerjaan konstrruksi; c. pembekuan izin usaha dan/ atau d. pencabutan izin usaha. Pasal 83 Pengguna jasa yan memberikan jasa konstruksi untuk pembangunan kepentingan umum kepada penyedia jasa yang terafiliasi tanpa melalui pelelangan umum atau pelelangan terbatas sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan/atau penghentian sementara atau keseluruhan pekerjaan konstruksi
407
No. 257.
258.
259.
408
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 84 Setiap orang yang tidak memenuhi ketentuan dalam kontrak kerja konstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32, Pasal 33, dan pasal 34 dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan/ atau penghentian semntara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi. Pasal 85 Setiap orang yang melakukan penyelengaraan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi standar keselamatan konstruksi sebagaiman dimaksud dalam pasal 38 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi; c. pembekuan izin usaha; d. pencabutan izin usaha; e.pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; f. pencabutan izin pekerjaan konstruksi; g. larangan semntara pengguanaan hasil pekerjaan konstruksi dan/ atau h. larangan melakukan pekerjaan. Pasal 86 Penyedia jasa dan subpenyedia jasa yang tidak memenuhi persyaratan izin usaha sumber daya manusia yang bersertifikat kompetensi kerja sebagaiman dimaksud dalam pasal 39 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi; c. pembekuan izin usaha; d. pencabutan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; dan/atau e. larangan semntara pengguanaan hasil pekerjaan konstruksi.
No. 260.
261.
262.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 87 Pengguna jasa yang tidak menyediakan jaminan pembayaran dan melaksanakan pembayaran atas penyerahan hasil pekerjaan penydia jasa secara tepat jumlah dan tepat waktu sebagaiman a dimaksud dalam pasal 41 dan pengguna jasa yang tidak memiliki kemampuan mebayar dan bertanggungjawab atas biaya pekerjaan konstruksi sebagaiman dimaksud dalam pasal 42 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; atau b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi. Pasal 88 Setaiap orang yang menyelenggarakan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi standar keselamatan konstruksi sebagaiman dimaksud dalam pasal 43 ayat (1) yang mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi; c. pembekuan izin usaha; d. pencabutan izin usaha; e.pembekuan izin pelaksanaan pekerjaan konstruksi; f. pencabutan izin pekerjaan konstruksi; g. larangan semntara pengguanaan hasil pekerjaan konstruksi dan/ atau h. larangan melakukan pekerjaan. Pasal 89 Sumber daya manusia yang melakukan kegiatan dibidan jasa konstruksi yang tidak memiliki sertifikat kompetensi kerja sebagaiman dimaksud dalam pasal 53 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; atau b. penghentian sementara sebagian atau keseluruhan pekerjaan konstruksi.
409
No. 263.
264.
265.
410
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI Pasal 90 Tenaga ahli asing yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 dikenai sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; atau b. pebekuan sertifikat. Pasal 91 Saknsi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 78 sampai dengan pasal 91, dikenakan sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dilakukan. BAB XII ketentuan pidana seharusnya KETENTUAN PIDANA memuat rumusan yang Pasal 92 menyatakan penjatuhan Penyelenggara pekerjaan pidana atas pelangaran konstruksi yang tidak terhadap ketentuan yang berisi memenuhi standar norma larangan atau norma keselamatan kerja konstruksi perintah. Pasal ini berpotensi sebagaiman dimaksud menimbulkan ketidakpastian dalam pasal 43 ayat (1) yang pemidanaan karen hanya mengakibatkan kegagalan menyebutkan ketentuan pasal bangunan dikenai pidana 43 ayat (1) dimana pasal penjara palin lama 10 tersebut tidak mengundang (sepuluh) tahun dan denda unsur sanksionistik dengan palin banyak 20% (dua pulu menyebutkan kata “harus”. persen) dari nilai kontrak. Haruslah diingat bahwa rumusan ketentuan pidana harus menyebutkan secara tegas norma larangan atau norma perintah yang dillanggar dan menyebutkan pasal atau beberapa pasal yang memuat norma tersebut. Pasal 92 ini pada dasarnya adalah pidana pelanggaran bukan pidana kejahatan. Oleh sebab itu sebaiknya Pasal ini berbunyi: “Penyelenara pekerjaan konstruksi yan melanggar ketentuan dasar keselamatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat (1) yang mengakibatkan kegagalan bangunan dipidana denan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai kontrak.” Pasal 92 ini sebaiknya memuat ayat yang menegaskan esensi pidana pelanggaran sebagaimana diatur butir 121 lampiran I
No.
266.
267.
268.
269.
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI UU Nomor 12 Tahun 2011. Usul: Ayat (2) tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pelanggaran. Pasal 93 Butir 121 Lamiran I UU nomor Pengguna jasa yang tidak 12 tahun 2011; “Sehubunan bertanggungjawab atas adanya perbedaan antara kegagalan bangunan yang tindak pidana kejahatan dan disebabkan oleh kesalahan tindak pidana pelanggran pengguna jasa sebagaimana didalam kitab hukum dimaksud dalam pasal 48 Undang-Undang Hukum ayat (20 dikenai pidana Pidana, rumusan ketentuan penjara paling lama 10 pidana harus menyatakan (sepuluh) tahun dan denda secara tegas kualifikasi dari paling banyak 20% (duapuluh perbuatan yang diancam persen) dari nilai kontrak. dengan pidana itu sebagai pelangaran atau kejahatan.” Pasal 43 (1) Barang siapa yang melkukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak. (2) barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak. (3) Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberi kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpanan terhadap ketentuan ketknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana
411
No.
270. 271.
272.
273.
412
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai kontrak. BAB XI BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN KETENTUAN PERALIHAN Pasal 44 Pasal 94 (1) ketentuan peraturan Pada saat undang-undang ini p e r u n d a n g - u n d a n g a n mulai berlaku: yang mengatur kegiatan a. bentuk usaha orang jasa konstruksi yang perseorangan, badan usaha telah ada sepanjang dan badan usaha asing tidak bertentangan yang telah memperoleh dengan undang-undang sertifikat, akreditasi, dan ini, dinyatakan tetap registrasi izin usaha; berlaku sampai diadakan b. sumber daya manusia yang peraturan pelaksanaan bekerja dibidang usaha yang baru berdasarkan jasa konstruksi yang telah Undang-Undang ini. memperoleh sertifikasi dan registrasi; c. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak diundangkannya undang-undang ini wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam undangundanh ini. (2) Penyedia jasa yang telah memperoleh perizinan sesuai dengan bidang usahanya dalam waktu 1 (satu) tahun menyesuaikan dengan ketentuan dalam undangundang ini, terhitung sejak diundangkanya Pasal 95 Pada saat undang-undang ini mulai berlaku: a. dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun dibentuk badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini. b. Selama Badan akreditasi dan sertifikasi jasa konstruksi sebagaimana dimaksud pada huruf a belum terbentuk, lembaga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang jasa konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) tetap melaksanakan tugas dan wewenang dibidang sertifikasi.
No. 274. 275.
276.
277.
278. 279.
280
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI BAB XII BAB XIV KETENTUAN PENUTUP KETENTUAN PENUTUP Pasal 45 Pasal 96 c. Peraturan pemerintah yang Pada saat berlakunya Pada saat undang-undang ini diamanatkan oleh undangundang-undang ini, maka mulai berlaku: undang ini ditetapkan paling ketentuan peraturan a. Undang-Undang Nomor lambat 1 (satu) tahun sejak perundang-undangan yang 18 Tahun 1999 tentang Undang-Undang ini berlaku. mengatur hal yang sama Jasa Konstruksi (Lembaran (AMS) dan bertentangan dengan Negara Republik Indonesia ketentuan undang-undang Tahun 1999 Nomor 54 ini, dinyatakan tidak berlaku Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; b. semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari undangundang nomor 18 Tahun 1999 tentang jasa Konstruksi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 54 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3833) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam UndangUndang ini. Pasal 46 Pasal 97 Undang-Undang ini berlaku Undang-Undang ini berlaku 1 (satu) tahun terhitung pada tangal diundangkan. sejak diundangkan. Agar setiap orang Agar setiap orang m e n g e t a h u i n y a , m e n g e t a h u i n y a , m e m e r i n t a h k a n m e m e r i n t a h k a n pengundangan undangpengundangan undang- undang ini, dengan undang ini, dengan penempatannya dalam penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Lembaran Negara Republik Indonesia. Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tangal 7 Mei 1999 PRESIDEN REPUBLIK Disahkan dijakarta INDONESIA Pada tanggal ....... Ttd PRESIDEN REPUBLIK BACHRUDDIN JUSUF INDONESIA HABIBIE Ttd XXXXXX Diundangkan di Jakarta Diundangkan di Jakarta pada pada tanggal 7 Mei 1999 tanggal.... MENTERI NEGARA MENTERI HUKUM DAN HAK SEKRETARIS NEGARA ASASI MANUSIA REPUBLIK REPUBLIK INDONESIA INDONESIA Ttd Ttd AKBAR TANJUNG XXXXXXX LEMBARAN NEGARA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 54 TAHUN ...... NOMOR .........
413
DAFTAR INVENTARISASI MATERI RUU JASA KONSTRUKSI UU NO 18 TAHUN 1999 RUU JASA KONSTRUKSI DAFTAR INVENTARISASI USUL DPR RI MATERI DPD RI 281. Rancangan UndangUndang Republik Indonesia tentang Jasa Konstruksi tersebut diatas beserta penjelasanya telah dapat persetujuan dalam rapat paripurna Terbuka ke-57 Dewan Perwakilan Rakyat Republlik Indonesia pada tanggal 22 April 1999 untuk disahkan menjadi UndangUndang. 282. Jakarta, 22 April 1999 WAKIL KETUA ttd H. ISMAIL HASAN METAREUM, S.H No.
414