2
AgroinovasI
TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH MENDUKUNG PROGRAM KEMANDIRIAN BENIH KEDELAI DI DAERAH SENTRA PRODUKSI Benih memiliki peran strategis sebagai sarana pembawa teknologi baru berupa keunggulan yang dimiliki varietas dengan berbagai spesifikasi keunggulan yakni: 1) daya hasil tinggi, 2) ketahanan terhadap hama dan penyakit yang mendukung sistem pola tanam dan program pengendalian hama terpadu, 3) umur genjah untuk meningkatkan indek pertanaman dan 4) keunggulan hasil panen sehingga sesuai dengan selera konsumen. Keunggulan tersebut ditemui pada benih sumbernya yakni Benih Penjenis (BS), Benih Dasar (FS), Benih Pokok (SS) dan Benih Sebar (ES) sebagai kelas benih bermutu. Oleh karenanya Benih Sumber harus mampu mencerminkan sekaligus menjamin tersedianya benih bermutu, yakni secara genetik murni, secara fisiologik bervigor, dan secara fisik bersih, seragam serta sehat. Percepatan penyediaan benih sumber seyogyanya tidak dilakukan dengan mengorbankan mutu yang akhirnya merusak sistem perbenihan. Sistem perbenihan formal untuk tanaman kedelai hingga kini belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sebagai indikasi adalah penggunaan benih bersertifikat untuk tanaman kacang-kacangan masih kurang dari 10% dan untuk tanaman ubi-ubian 0%. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan benih yang berkualitas, diperlukan pembentukan dan membangkitkan minat petani sebagai penangkar benih di sentra produksi kacang-kacangan. Keberhasilan diseminasi teknologi varietas unggul ditentukan antara lain oleh kemampuan industri benih untuk memasok benih hingga sampai ke tangan petani. Oleh karena itu, keberadaan sistem perbenihan yang kokoh (produktif, efisien, berdaya saing, berkelanjutan) sangat diperlukan untuk mendukung upaya peningkatan produksi dan mutu produk pertanian. Alur perbanyakan benih tanaman pangan diawali dari penyediaan benih penjenis (BS) oleh Balai Penelitian Komoditas, sebagai sumber untuk sampai dengan perbanyakan benih dasar (BD), kemudian benih pokok (BP), dan seterusnya, benih sebar (BR). Kesinambungan alur perbanyakan benih tersebut sangat berpengaruh terhadap tingkat ketersediaan benih sumber yang sesuai dengan kebutuhan para produsen/ penangkar benih dan sangat menentukan dalam proses produksi benih sebar. Kelancaran alur perbanyakan benih tersebut juga sangat menentukan kecepatan penyebaran varietas unggul baru kepada para petani. Berkaitan dengan hal itu, Badan Litbang Pertanian berkewajiban untuk mendukung keberhasilan program tersebut melalui penyediaan benih sumber Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
3
sehingga pengembangan varietas-varietas unggul baru (VUB) dapat dipercepat. Kegiatan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan produksi, produktivitas dan mutu benih yang sesuai dengan kebutuhan pengguna benih, sehingga sasaran pembangunan tanaman pangan dapat dicapai. Klasifikasi Benih Kedelai Berdasarkan fungsi dan cara memproduksinya, benih terdiri atas benih inti (nucleous seed), benih sumber dan benih sebar. Benih inti (nucleous seed/NS) adalah benih awal yang penyediaannya berdasarkan hasil proses pemuliaan dan/atau perakitan suatu varietas tanaman oleh pemulia pada lembaga penyelenggara pemuliaan (Balai Penelitian Komoditas). Benih inti merupakan benih yang digunakan untuk perbanyakan atau menghasilkan benih penjenis (breeder seed/BS). Benih sumber terdiri dari 3 (tiga) kelas yaitu benih penjenis (breeder seed/BS), benih dasar (Foundation Seed/FS/BD) dan benih pokok (stock seed/SS/BP). Benih penjenis merupakan perbanyakan dari benih inti, yang selanjutnya akan digunakan untuk perbanyakan kelas-kelas benih selanjutnya, yaitu benih dasar dan benih pokok. Benih sebar (Extension Seed/ES/BR) disebut benih komersial karena merupakan benih turunan dari benih pokok, yang ditanam oleh petani untuk tujuan konsumsi. Uraian masing-masing kelas benih adalah sebagai berikut: Benih Penjenis (Breeder Seed/BS). Benih penjenis adalah benih sumber yang proses produksinya dikendalikan langsung oleh pemulia (breeder) yang menemukan atau diberi kewenangan untuk mengembangkan varietas tersebut. Saat ini pengelolaannya melalui Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) di Balai Penelitian (untuk kedelai di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian). Benih penjenis dicirikan dengan label berwarna putih (rencana menjadi warna kuning) yang ditanda tangani oleh pemulia dan kepala institusi penyelenggara pemuliaannya. Benih penjenis dipergunakan sebagai benih sumber untuk produksi atau perbanyakan benih dasar (FS/BD). Benih Dasar (Foundation Seed/FS/BD). Benih dasar adalah benih sumber yang produksi benihnya ditangani oleh produsen benih (BBI, BPTP, perusahaan benih BUMN/swasta yang profesional) dan pengendalian mutu dalam proses produksinya melalui sertifikasi benih (melalui BPSB atau Sistem Manajemen Mutu). Balitkabi tahun 2007 membantu pengadaan benih dasar kedelai, mengingat perkembangan alur benih khususnya kedelai ini belum mantap. Benih dasar merupakan benih sumber untuk perbanyakan/produksi benih pokok (SS/BP).
Badan Litbang Pertanian
Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
4
AgroinovasI
Benih Pokok (Stock Seed/SS/BP). Benih pokok adalah benih sumber yang produksinya dilakukan oleh produsen/ penangkar benih di daerah yang pengendalian mutunya melalui sertifikasi benih (oleh BPSB atau menerapkan sistem manajemen mutu). Balitkabi tahun 2007 membantu memproduksi benih kedelai klas SS/BP khususnya untuk varietas-varietas unggul baru, untuk membantu penyebar luasan. Benih pokok biasanya dipergunakan sebagai benih sumber untuk menghasilkan benih sebar (ES/BR). SISTEM PRODUKSI BENIH SUMBER KEDELAI Alur penyediaan benih sumber kedelai adalah sebagai berikut (Tabel 1) Tabel 1. Alur produksi benih sumber kedelai Alur Produksi Benih Sumber NS → BS BS → BD BD → BP BP → BR BR → PETANI
Hasil (Kelas Benih) BS BD (FS) BP (SS) BR (ES) −−−−−−−−−−−−→
Pelaku (Produsen) Balitkabi Balitkabi, BPTP, BBI, penangkar Balitkabi, BPTP, BBI, BBU, BUMN, Swasta, Penangkar setempat. Semua Produsen Benih (BUMN/Swasta/ Penangkar/Produsen Setempat) Benih Berbantuan Tahun 2007
Distribusi Benih Distribusi benih adalah suatu rangkaian kegiatan penyaluran benih sehingga benih tersebut dapat dijangkau/diterima oleh petani. Berdasarkan volume benih yang disebarluaskan, maka distribusi benih ini terdiri atas distribusi benih varietas publik dan varietas komersial. Yang dimaksud varietas publik adalah varietas yang diciptakan oleh pemulia, baik itu melalui pemerintah atau non pemerintah dengan tujuan untuk memenuhi kepentingan masyarakat/petani. Varietas publik dicirikan bahwa masyarakat umum dapat memiliki varietas dimaksud, serta dapat memproduksi dengan bebas, termasuk memproduksi benih varietas tersebut. Contoh, varietas-varietas kedelai seperti wilis, bromo, argomulyo, burangrang, anjasmoro, tanggamus, sinabung, panderman. Sedangkan varietas komersial adalah varietas-varietas yang dihasilkan oleh pemerintah atau swasta, yang kepemilikannya merupakan monopoli dari produsen benih, masyarakat yang membutuhkan dapat membelinya dari agen-agen atau kios-kios yang sudah ditentukan (di pasar). Untuk varietas kedelai belum ada yang dimiliki atau dimonopoli produsen benih Bila dilihat dari alur distribusi benihnya, penyaluran benih dapat dibagi atas: a. Alur Distribusi Benih Sumber Varietas Publik Alur distribusinya adalah sebagai berikut: Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI 5 • Penyaluran benih penjenis (BS) kepada Balai-Balai Benih Propinsi atau Institusi Perbenihan lainnya. Hal ini dilakukan oleh Direktorat Perbenihan atau langsung dari Institusi Penyelenggara Pemuliaan (BB Kedelai). • Penyaluran benih dasar (FS/BD) kepada Balai-Balai Benih, Perusahaan Benih Swasta atau Penangkar Benih Profesional di tingkat kabupaten. Hal ini dilakukan oleh Dinas Pertanian Propinsi atau Balai Benih Propinsi. • Penyaluran benih pokok (SS/BP) kepada perusahaan benih swasta atau penangkar benih. Kegiatan ini dilakukan oleh Balai Benih di tingkat kabupaten atau perusahaan benih swasta/penangkar benih profesional. b. Penyaluran JABALSIM (Jalinan Arus Benih Antar Lapang dan Antar Musim) JABALSIM adalah proses mengalirnya benih antar daerah yang dinamis berdasarkan azas keterkaitan dan ketergantungan sehingga menjadi suatu sistem pemenuhan kebutuhan benih di suatu daerah. JABALSIM dapat terjadi, sebagai akibat: 1) sifat benih yang mudah rusak, penurunan daya tumbuh yang menyebabkan pada kondisi tertentu benih tersebut tidak dapat disimpan untuk musim berikutnya; 2) adanya perbedaan agroklimat atau musim tanam antar wilayah; 3) adanya persamaan ekologi lahan antar wilayah. Dari segi musim tanam kedelai di lahan kering atau di kawasan hutan yang ditanam jatuh pada bulan Februari–April (akhir musim hujan), hasilnya sangat sesuai untuk produksi benih kedelai di lahan sawah yang jatuh pada bulan MeiJuli untuk Musim Kemarau I dan hasil dari kedelai MK I dapat dipakai sebagai benih sumber pada pertanaman kedelai Musim Kemarau II pada Agustus–Oktober. Kondisi ini sesuai untuk melaksanakan sistem perbenihan Jalur Benih Antar Lapang dan Antar Musim (Gambar 1).
Gambar 1 : Jalur benih antar lapang, antar musim menjamin ketersediaan benih kedelai sepanjang tahun Badan Litbang Pertanian
Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
6
AgroinovasI
Untuk mewujudkan impian kedelai di lahan kering atau hutan sebagai sumber benih diperlukan dukungan kebijakan untuk memberikan insentif kepada petani berupa akses, modal, sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), peningkatan pengetahuan tentang inovasi teknologi terkini (pelatihan, penyuluhan). Kebijakan penting lainnya adalah penetapan harga jual yang menarik, pembatasan impor atau diberlakukan tarif impor, meningkatkan peran BUMN untuk menampung hasil kedelai dengan harga yang layak pada saat panen raya, dukungan pengambil kebijakan di daerah untuk mendorong pengembangan kedelai dan menampung hasil panen kedelai. Perlu sinkronisasi program dengan GP3K (Gerakan Peningkatan Produksi Pangan Berbasis Korporasi), di mana pelaku atau pengelola GP3K adalah HTI, Perhutani, PT. SHS, PT. Pertani dan Petrokimia dan institusi terkait lainnya dengan Pola Kemitraan seperti pada Gambar 4. Badan Litbang Petanian - Identifikasi kesesuaian lahan - Sumber benih FS - Sosialisasi teknik produksi - Pendampingan
HTI/Perhutani - Penyedia lahan - LMDH penanam kedelai
Ditjentan - Subsidi saprodi untuk petani LMDH - Sertifikasi benih Petani di lahan sawah
PT. SHS dan PT. Pertani - Pembelian benih dari petani LMDH - Distribusi benih ke lahan sawah Dukungan Kebijakan - Penetapan harga - Tata niaga kedelai
Gambar 4. Pola kemitraan pengembangan benih sumber kedelai di kawasan hutan kayu putih. TEKNIK PRODUKSI BENIH SUMBER Secara umum tidak terdapat perbedaan teknik produksi kedelai (kacangkacangan) untuk tujuan produksi benih dan untuk konsumsi. Pada prinsipnya tanaman harus diupayakan tumbuh sehat dan bebas dari tekanan organisme pengganggu serta harus diikuti oleh teknologi penanganan pasca panen yang benar. Pengelolaan tanaman pra panen memiliki arti yang sama pentingnya dengan penanganan pasca panen, khususnya untuk produksi benih. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam produksi benih: 1. Lakukan pada sentra produksi, pilih lahan yang subur dan cukup irigasi. Hindari Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
7
penanaman kedelai untuk produksi benih pada lahan yang bermasalah dan irigasi tidak tersedia (tidak memadai) serta bukan endemik hama penyakit. 2. Tanam pada saat yang tepat, penanaman lebih awal dan terlambat seringkali mengalami tekanan hama dan penyakit. Penanaman serentak pada satu hamparan memiliki resiko gagal lebih kecil. 3. Lakukan pemeliharaan secara optimal sehingga tanaman tumbuh normal. Penyiangan yang dilakukan terlambat tidak hanya menghambat pertumbuhan tanaman, namun juga meningkatkan biaya penyiangan. Lakukan pengendalian hama penyakit tepat waktu, tepat dosis dan tepat insektisida. 4. Lakukan panen tepat waktu dan jangan ditunda serta penanganan pasca panen yang benar.
Teknik Budidaya Anjuran 1. Penyiapan Lahan
• Tanah bekas pertanaman padi tidak perlu diolah (tanpa olah tanah = TOT). Jika digunakan lahan tegal lakukan pengolahan tanah secara intensif yakni dengan dua kali dibajak dan sekali diratakan. • Buat saluran setiap 4-5 m dengan kedalaman 25–30 cm dan lebar 30 cm, yang berfungsi untuk mengurangi kelebihan air sekaligus sebagai saluran irigasi pada saat tidak ada hujan. 2. Varietas Unggul dan Benih
• Saat ini telah tersedia sejumlah varietas unggul baru kedelai yang sesuai untuk lahan sawah dan lahan kering (kaba, sinabung, ijen dan panderman) dan lahan masam (tanggamus, seulawah dan ratai). Tanam varietas yang sesuai dengan preferensi pengguna. • Kebutuhan benih 40–50 kg/ha. 3. Tanam
• Benih kedelai ditanam secara tugal dengan kedalaman 2–3 cm. • Jarak tanam: 10-15 cm x 40 cm, 2–3 biji/lubang tanam. • Agar tidak terjadi akumulasi serangan hama dan penyakit serta kekurangan air, kedelai dianjurkan ditanam tidak lebih dari 7 hari setelah tanaman padi dipanen. 4. Pemupukan
• Takaran pupuk yang digunakan sekitar 50 kg urea, 75 kg SP36 dan 100–150 kg KCl/ha, diberikan seluruhnya pada saat tanam.
• Pada sawah yang subur atau bekas padi yang dipupuk dengan dosis tinggi tidak perlu tambahan pupuk NPK.
Badan Litbang Pertanian
Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
AgroinovasI
8
5. Mulsa Jerami Padi
• Mulsa jerami dapat menekan frekuensi penyiangan. Pada lahan sawah dianjurkan diberikan mulsa.
• Pada daerah yang selalu terancam (endemis) serangan lalat kacang, pemberian mulsa dapat menekan serangan tersebut.
• Pemberian mulsa jerami sebanyak 5 ton/ha, dihamparkan merata, ketebalan <10 cm.
• Jika gulma bukan merupakan masalah, jerami dapat dibakar pada hamparan lahan. Cara ini lebih menyeragamkan pertumbuhan awal kedelai. 6. Pengairan Fase pertumbuhan tanaman yang sangat peka terhadap kekurangan air adalah awal pertumbuhan vegetatif (15–21 HST), saat berbunga (25–35 HST) dan saat pengisian polong (55–70 HST). Dengan demikian pada fase-fase tersebut tanaman harus diairi apabila hujan sudah tidak turun lagi. 7. Pengendalian Hama
• Pengendalian hama dilakukan berdasarkan pemantauan. Jika populasi hama tinggi atau kerusakan daun 12,5% dan kerusakan polong 2,5% disemprot dengan insektisida efektif. • Pengendalian hama secara bercocok tanam (kultur teknis) dan pengendalian secara hayati (biologis) saat ini dilakukan untuk menekan pencemaran lingkungan. • Pengendalian secara kultur teknis antara lain penggunaan mulsa jerami, pergiliran tanaman dan tanam serentak dalam satu hamparan, serta penggunaan tanaman perangkap jagung dan kacang hijau. 8. Pengendalian Penyakit
• Penyakit utama pada kedelai adalah karat daun Phakopsora pachyrhizi, busuk batang dan akar Schlerotium rolfsii serta berbagai penyakit yang disebabkan virus. • Pengendalian penyakit karat daun dengan fungisida Mancozeb. • Pengendalian virus dilakukan dengan mengendalikan vektornya yaitu serangga hama kutu dengan insektisida Decis. • Waktu pengendalian adalah pada saat tanaman berumur 40, 50 dan 60 hari. PEMELIHARAAN MUTU GENETIK DI LAPANG Benih bermutu, baik mutu fisik dan genetik, memiliki konstribusi penting untuk produksi tanaman. Pemeliharaan mutu genetik untuk setiap kelas benih dilakukan sejak sebelum tanam (sumber benih dan lahan yang akan digunakan), di pertanaman dan selama prosesing. Pada pertanaman untuk benih, pemeliharaan mutu genetik dilakukan dari Gambar: Mesin refiner
Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian
AgroinovasI
9
tanaman-ke-tanaman, dengan cara rouging (membuang tanaman tipe simpang). Terdapat tiga fase pengamatan tanaman untuk membuang tanaman tipe simpang dengan menggunakan karakter kualitatif sebagai pembeda utama yaitu pada fase juvenil, berbunga dan saat masak fisiologis, dilakukan dengan berpedoman pada karakter : 1. Fase Juvenil (tanaman muda) : Pengamatan pada fase ini dilakukan pada saat tanaman berumur 15-20 hari setelah tanam. Hal-hal yang perlu dijadikan pedoman adalah : a. Warna hipokotil. Kedelai hanya memiliki warna hipokotil hijau dan ungu. Hipokotil hijau akan diikuti dengan warna bunga putih sedang hipokotil ungu akan memiliki warna bunga ungu. b. Biji berukuran besar memiliki keping biji dan daun pertama juga berukuran besar. c. Bentuk biji bulat akan diikuti pula dengan bentuk daun semakin mendekati bulat.
Hipokotil hijau
Hipocotyl ungu
Gambar 1. Seleksi warna hipokotil kedelai untuk pemurnian 2. Fase Berbunga : Apabila pada fase juvenil belum mampu membedakan adanya campuran varietas lainnya, maka pengamatan dapat dilakukan lagi pada saat berbunga. Pedoman yang dapat dipakai adalah: a. Warna bunga. Seperti pada hipokotil, warna bunga kedelai hanya terdiri atas warna putih dan ungu. b. Saat berbunga. Saat keluarnya bunga yang sangat menyimpang dari tanaman dominan dapat segera dibuang. c. Warna dan kerapatan bulu pada tangkai daun. d. Posisi dan bentuk daun. Bentuk daun seringkali cukup sulit untuk digunakan sebagai parameter penilai. Yang penting adalah ketegapan batang dan posisi daun pada batang secara keseluruhan. Badan Litbang Pertanian
Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
10 AgroinovasI e. Reaksi terhadap penyakit. Di antara kedelai yang memiliki warna bunga putih, misalnya galunggung dan lokon cukup peka terhadap penyakit virus. Sehingga hal tersebut bisa digunakan sebagai parameter penilai.
Gambar 2. Seleksi warna bunga untuk pemurnian varietas 3. Fase Masak Fisiologi : Pada fase ini pertumbuhan tanaman telah mendekati optimal. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah : a. Keragaan dari tanaman secara keseluruhan. Posisi daun, polong dan bentuk daun merupakan parameter yang masih bisa digunakan untuk konfirmasi terhadap penilaian pada fase sebelumnya. b. Kerapatan dan warna bulu. Panjang/pendeknya, kerapatan dan warna bulu yang terdapat pada batang dan polong adalah penilai penting pada fase terakhir ini. Warna bulu pada kedelai juga hanya ada dua macam yaitu putih dan coklat. Karenanya yang perlu diperhatikan adalah kerapatan dari bulu, baik pada batang maupun pada polong. 3. Umur polong masak. Tanaman yang memiliki polong masak terlalu menyimpang sebaiknya segera dicabut.
Gambar 3. Seleksi bentuk polong, ukuran polong dan warna bulu polong untuk pemurnian varietas Edisi 3-9 April 2013 No.3501 Tahun XLIII
Badan Litbang Pertanian