TEKNIK SAMPLING DALAM PENELITIAN SOSIAL Oleh : Ki Supriyoko
Istilah penelitian kuantitatif sering diterjemahkan secara sederhana dengan "penelitian berangka". Jenis penelitian ini menuntut persyaratan bahwa paling tidak satu, atau seluruh, datanya bersifat nominal-graduatif, dengan teknik analisis yang menggunakan jasa statistik. Teknik sampling yang diaplikasikan dalam penelitian kuantitatif dapat bersifat "general", dalam artian dapat pula diaplikasikan pada penelitian kualitatif; mes kipun demikian ada pula bagian-bagian teknik sampling yang bersifat "spesifik", dalam artian hanya dapat diaplikasikan untuk penelitian kuantitatif saja, misalnya rumus-rumus tertentu yang tidak dapat diaplikasikan pada penelitian kualitatif. Pada dasarnya yang dimaksud dengan teknik sam pling adalah suatu cara untuk menjaring anggota sampel yang bersifat representatif terhadap keseluruhan anggota populasi. Dalam berbagai kegiatan penelitian maka teknik sampling hampir senantiasa muncul dipermukaan, karena adanya keterbatasan tentang tidak mungkinnya mengungkap data empiris dari seluruh anggota populasi. Lebih dari itu masalah sampling menjadi sangat strategis karena kesalahan sampling (sampling error) bisa membawa kesalahan pada seluruh penelitian. Pembicaraan tentang teknik sampling setidak-tidaknya menyangkut 3 (tiga) permasalahan utama sekaligus; masing-masing ialah (A) pengertian sampel, (B) pendekatan sampling, serta (C) penentuan jumlah anggota sampel.
A. PENGERTIAN SAMPEL Pada dasarnya sampel merupakan bagian dari populasi yang memperoleh perlakuan penelitian, yang secara keseluruhan mempunyai sifat atau karakteristik yang sama dengan sifat atau karakteristik populasi. Sampel merupa-kan wakil yang bersifat representatif dari populasi, khususnya dalam hal "pendataan". David Nachmias and Chava Nachmias (1981) mendefinisikan sampel sebagai bagian dari populasi yang karak teristiknya tiada berbeda dengan karakteristik populasi. Sedangkan Bruce W. Tuckman (1972) mendeskripsikan sampel sebagai kelompok yang mewakili populasi serta berperan sebagai responden. Di dalam penelitian sosial maka masalah sampel di samping sangat penting juga kompleks. Sumadi Suryabrata (1983) mengatakan bahwa menentukan sampel sangat penting peranannya di dalam penelitian karena semakin tidak sama sifat sampel itu dengan populasinya, maka semakin besar kemungkinan kekeliruan yang timbul dalam menggeneralisasikan kesimpulan penelitian. Oleh karena itu harus diupa yakan agar penentuan sampel tidak keliru.
Jadi kesalahan dalam menentukan sampel ("sampling error"), baik jumlah dan sifatnya, akan berakibat pada tidak dapat digeneralisasikannya kesimpulan penelitian kepada seluruh anggota populasi; akibatnya kesimpulan penelitian hanya dapat diberlakukan secara terbatas pada anggota sampel itu sendiri. Sampel tidak harus berupa manusia atau individu, tetapi dapat berupa buku, patung, rumah, dan benda-benda lainnya; tergantung dari populasinya. Kalau populasinya manusia maka sampelnya juga manusia, dan kalau populasi nya benda maka sampelnya pun berupa benda pula. Meskipun demikian dalam penelitian sosial umumnya sampel berupa manusia; baik pengertian individu maupun kelompok.
B. PENDEKATAN SAMPLING Dalam dunia penelitian ada dua jenis pendekatan sampling yang dikembangkan; masing-masing adalah pende katan acak (random sampling), serta pendekatan niracak (nonrandom sampling). Apabila seluruh anggota populasi mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi anggota sampel maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan acak; sebaliknya apabila terdapat anggota populasi yang tidak mempunyai kesempatan sama dengan anggota populasi yang lainnya untuk menjadi anggota sampel maka pendekat- an yang digunakan adalah pendekatan niracak. Khusus untuk pendekatan niracak dibedakan dalam beberapa teknik pendekatan yang masing-masing mempunyai spesifikasi dalam penggunaannya. Berikut dideskripsikan secara singkat beberapa teknik pendekatan niracak.
1. Stratified Sampling: Pendekatan ini diaplikasikan pada populasi yang terdiri dari strata-strata tertentu didalamnya. Misalnya populasinya adalah warga masyarakat dengan status sosial ekonomi yang bertingkat; rendah, menengah, tinggi. Dalam hal ini stratanya adalah status sosial ekonomi, dan se- tiap strata terwakili dalam sampel.
2. Cluster Sampling: Pendekatan ini diaplikasikan pada populasi yang terdiri dari kelas-kelas atau kelompokkelompok tertentu didalamnya. Misalnya populasinya adalah warga masyarakat yang terdiri dari kelompok pengusaha, pendidik, seniman, sukarelawan, dan sebagainya. Dalam hal ini setiap kelas atau kelompok terwakili dalam sampel.
3. Proportional Sampling: Pendekatan ini diaplikasikan dengan memperhatikan
jumlah anggota antar kelompok,
kelas, atau strata dalam populasi. Setiap kelompok, kelas, atau strata terwakili dalam sampel, dan jumlah "wakil" dalam sampel tergantung perbandingan jumlah anggota populasi tiap kelompok.
4. Purposive Sampling: Pendekatan ini lazim digunakan pada populasi yang mempunyai "daerah kunci"; dalam artian daerah yang dapat mewakili karakteristik populasi secara keseluruhan. Mi- salnya populasinya adalah para peserta KB di Indonesia dengan mengambil daerah kunci peserta KB di Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam hal ini Yogyakarta dipandang bisa berfungsi sebagai daerah kunci. 5. Quota Sampling: Pendekatan ini diaplikasikan dengan menentukan kriteria dan jumlah subjek lebih dahulu, apa atau siapa saja dapat diangkat menjadi anggota sampel. Misal populasinya adalah semua perangkat desa di Kabupaten Sleman, dengan kriteria jabatan kepala dan sekretaris desa saja. Jumlah anggota sampelnya pun juga sudah ditentukan lebih dahulu. Jadi, Kabag Keamanan, Kadus, dll, tidak masuk anggota sampel, meskipun mereka juga perangkat desa.
6. Incidental Sampling: Pendekatan ini digunakan pada populasi tertentu dengan cara pengambilan secara insidental. Misalnya populasinya seluruh warga pedesaan di DIY, cara pengam bilan sampelnya dengan cara menemui siapa saja (asalkan warga pedesaan) yang sedang beternak ikan lele di sawah. Ini contoh penelitian tentang aspek sosial beternak ikan lele misalnya. Jadi, siapa anggota sampelnya tidak perlu didesain terlebih dahulu.
7. Area Sampling: Digunakan untuk populasi yang terdiri dari kelompok area dengan karakteristiknya masing-masing dan dasar pengambilan anggota sampelnya menurut kelompok area ini. Misalnya populasinya adalah seluruh warga masyarakat di Kecamatan Umbulhardjo yang terdiri dari Kalurahan Warung boto, Tahunan, dan Giwangan. Pengambilan anggota sampel didasarkan atas lokasi per kalurahan.
8. Snowball Sampling: Pendekatan ini diaplikasikan pada populasi yang serba belum jelas individu maupun jumlahnya. Misalnya dalam kasus pencurian sepeda motor di sebuah kampus atau pasar; anggota sampelnya adalah para pencuri yang ter- tangkap (sebagian atas dasar informasi dari pencuri yang tertangkap lebih dulu).
Di dalam praktek penelitian hampir tidak mungkin seorang peneliti mengaplikasikan pendekatan sampling ter tentu secara mutlak; pada umumnya pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan "combined sampling" dengan cara mengkombinasikan dua atau lebih pendekatan sampling tersebut di atas. Misalnya proporsional random sampling, area cluster random sampling, dan sebagainya. Di samping istilah-istilah tersebut diatas masih ada istilah lain yang sering dijumpai dan diaplikasikan dalam penelitian; antara lain adalah multitage sampling dan double sampling. Multitage sampling dimaksudkan sebagai pendekatan dalam menentukan anggota sampel yang dilaksanakan secara bertingkat. Sebagai misal anggota populasinya masyarakat Kabupaten Sleman, anggota sampelnya diambil dari bebera pa desa tertentu yang masingmasing mewakili beberapa kecamatan tertentu. Secara keseluruhan anggota populasi yang berasal dari beberapa desa tertentu dapat mewakili masyarakat Kabupaten Sleman secara keseluruhan. Sementara itu double sampling digunakan pada cara pengambilan anggota sampel yang tidak selesai dalam satu tahap; misalnya seorang peneliti memerlukan 200 respon den sebagai anggota sampel. Pada tahap pertama peneliti hanya berhasil menjaring 150 responden, maka perlu kelan jutan pada tahap kedua, ketiga, dst, sampai mendapatkan 200 responden. Istilah double sampling dapat lebih diperjelas lagi dalam kaitannya dengan penjaringan data. Dari kasus di atas peneliti memerlukan 200 responden, maka peneliti tersebut menyebar angket untuk menjaring data sebanyak 250 eksemplar, dengan harapan dapat kembali lebih dari 200 eksemplar sebagaimana yang dikehendaki. Ternyata angket yang kembali kurang dari 200 eksemplar; oleh sebab itu peneliti tersebut menyebar lagi angket yang sama (tahap kedua) pada responden yang berbeda untuk meleng kapi jumlah respondennya. Pendekatan semacam inilah yang dimaksud dengan double sampling.
C. JUMLAH ANGGOTA SAMPEL Sampai sekarang banyak dijumpai polemik tentang penentuan jumlah anggota sampel, hal ini muncul karena belum ada "formula baku" untuk kepentingan itu; meskipun demikian pendekatan berikut ini pantas dipertimbangkan.
1. Hukum Tak Tertulis: 1.1 Pada populasi yang homogen cukup 1 orang (unit) pada populasi yang heterogen tergantung banyaknya faktor (praktis, ekonomis, dsb) 1.2 Makin banyak anggota sampel makin representatif
1.3 Jumlah anggota sampel lebih dari 30 (orang) 1.4 Jumlah anggota sampel lebih dari 60 (orang) 1.5 Anggota sampel di bawah 500 makin banyak makin baik, di atas 500 makin banyak belum tentu makin banyak akan semakin baik.
2. Nomogram Harry King: Nomogan Harry King disiapkan untuk jumlah anggota populasi yang tidak lebih dari 2000 unit/orang. Adapun dasar pengambilannya adalah dengan "error maksimal" yang dikehendaki, selanjutnya diolah dengan rumus "S = R.N", untuk S = jumlah anggota sampel, R = besarnya ratio, dan N = jumlah anggota populasi. Contoh: penelitian dengan jumlah anggota populasi (N) 1000 orang, dan error maksi-mal (E) diinginkan 5%. Dari nomogram didapat angka ratio (R) sebesar 23%. Jumlah anggota sampelnya (S) dapat di- hitung, S = 23% x 1000 = 230. Jadi, anggota sampel penelitian tersebut adalah 230 orang. Kalau diinginkan E=4% maka ditemukan R=30%. Dengan N yang sama, yaitu 1000 orang, maka jumlah anggota sampel penelitiannya dapat dihitung, S = 30% x 1000 = 300. Jadi, anggota sampelnya sebanyak 300 orang. Kesimpulannya: makin kecil error maksimal yang diinginkan semakin besar jumlah anggota sampel peneliti-annya, sebaliknya makin besar error maksimal yang dii-nginkan makin kecil jumlah anggota sampel penelitiannya (dengan jumlah anggota populasi yang sama). 3. Tabel Morgan: Tabel Morgan didesain berdasarkan angka tafsiran, serta diaplikasikan pada anggota populasi yang bersifat homogen dengan jumlah yang tidak terbatas. Jumlah anggota sampel yang diperoleh dari tabel ini sering dikontrol dengan "Formula Krejcie and Morgan" sbb: X2 N P (1-P) S = -------------------d2 (N-1) + X2 P (1-P) Keterangan: S : Jumlah anggota sampel N : Jumlah anggota populasi P : Proporsi populasi (0,5) d : Derajat ketelitian (0,05) X2 : Nilai Tabel X2 (3,841)
Contoh: penelitian dengan anggota populasi sebanyak 1000 orang; menurut 'Tabel Morgan' dengan populasi yang 1000 orang tersebut akan diperoleh anggota sampel sebanyak 278 orang. Apabila dikontrol dengan 'Formula Krejcie and Morgan' untuk N =
1000, P = 0,5, d = 0,05,
dan X2 = 3,841 akan diperoleh angka sebagai berikut.
3,841 x 1000 x 0,5 (1-0,5) S = -------------------------------------0,052 x (1000-1) + 3,841 x 0,5 (1-0,5) 960,25 S = ------ = 277,71 3,457 S = 278
Jadi jumlah minimal anggota sampel dalam peneli-tian tersebut di atas adalah 278 orang.
4. Formula Yacob Cohen: Cohen menciptakan rumus empiris untuk menentukan jumlah anggota sampel bagi penelitian yang pengolahan datanya menggunakan analisis regresi. Dasar pemikirannya adalah menciptakan jumlah anggota sampel ideal agar koefisien determinasinya sesuai dengan yang diharapkan oleh peneliti. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut. L (1-R2) N = --------- + U + 1 R2 Keterangan: N : Jumlah anggota sampel L : Parameter nonsentral (tabel) R2: Koefisien determinasi yang dikehendaki U : Jumlah prediktor Contoh: Suatu penelitian kasus korelasional ganda dengan tiga prediktor (U=3) memprediksi satu kriterium. Peneliti menginginkan ketiga prediktor tersebut memiliki intensitas pengaruh sebesar 10% (R2=0,1). Dari Tabel L, untuk U=3 dengan taraf signifikansi 5% (a=0,05) ditemukan harga L sebesar 10,90 (L=10,90). Dengan demikian jum lah anggota sampelnya dapat dihitung sebagai berikut. 10,90 (1-0,10) N = --------------- + 3 + 1 0,10
N = 102,1 = 103
Jadi jumlah anggota sampel (riil)nya sebanyak 103 orang. Agar supaya target 103 responden dapat tercapai diasumsikan dari jumlah tersebut hanya 95% (p=0,95) yang dapat diobservasi, dan dari 95% yang dapat diobservasi hanya 90% (q=0,90) datanya yang dapat dianalisis. Oleh karena itu jumlah anggota sampel teoretiknya dapat dihitung sebagai berikut.
N S = ----p.q 103 S = ------------0,95 x 0,90 S = 121 Jadi jumlah anggota sampel riil dan sampel teoretik yang diperlukan dalam penelitian tersebut di atas masing-masing sebanyak 103 dan 121 orang.
5. Deviasi Statistik: Dengan pertimbangan berbagai penyimpangan statis tik yang mungkin terjadi dapat diaplikasikan satu rumus "confidence interval". Rumus ini diaplikasikan pada pe- nelitian kuantitatif yang dalam penentuan jumlah anggota sampelnya memperhatikan kemungkinan adanya penyimpangan statistik yang akan mengganggu analisis statistiknya.
DAFTAR PUSTAKA: AERA, APA and NCME. Standards for Educational and Psycho logical Assocition. Washington DC: American Psychological Assosiation, Inc., 1985. Anastasi, Anne. Psychological Testing (Fourth Edition). New York: Macmillan Publishing Co., 1976. Bailey, Kenneth D. Methods of Social Research. New York: The Free Press, 1976. Cochran, William G. Sampling Techniques. New York: John Wiley & Sons, Inc., 1962
Dalen, DBV. Understanding Educational Research. New York : McGraw-Hill Book Company, Inc., 1973. Issac, Stephen and Michael, William B. Handbook in Research and Evaluation. San diego, California: EDITS Publihers, 1981. Kerlinger, FN. Foundations of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston, Inc., 1973 Nachmias, D and Nachmias, C. Research Methods in The Social Sciences. New York: St Martin's Press, 1981. Sumadi Suryabrata. Metodologi Penelitian. Jakarta: C.V Rajawali, 1973. Supriyoko. Teknik Sampling. Yogyakarta: LPST Yogyakarta, 1988 Tuckman, BW. Conducting Educational Research. New York: Harcourt Brace Jovanovich. Inc., 1972.
Makalah Disampaikan dalam Lokakarya Penelitian Sosial Diselenggarakan oleh Fakultas Adab IAIN Suka Yogyakarta 12 September 1989