TEKNIK PENCITRAAN ULTRASONOGRAFI HATI, GINJAL, PANKREAS, DAN KANTUNG KEMIH PADA BABI (Sus scrofa domestica)
TRIE WIYATA LESTARY
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Teknik Pencitraan Ultrasonografi Hati, Ginjal, Pankreas, dan Kantung Kemih pada Babi (Sus scrofa domestica) adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013 Trie Wiyata Lestary B04080039
ABSTRAK TRIE WIYATA LESTARY. Teknik PencitraanUltrasonografi Hati, Ginjal, Pankreas, dan Kantung Kemih pada Babi (Sus scrofa domestica). Dibimbing oleh RR. SOESATYORATIH dan DENI NOVIANA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik dan lokasi yang tepat dalam pemeriksaan ultrasonografi organ hati, ginjal, pankreas,dan kantung kemih pada babi (Sus scrofa domestica). Hewan yang digunakan adalah 5 ekor babi jantan dan 3 ekor babi betina. Pemeriksaan menggunakan transduser tipe konveks frekuensi 5.5 MHz dengan posisi transversal dan sagital. Posisi hewan adalah dorsal-recumbency pada pemeriksaan hati, pankreas, kantung kemih, dan lateralrecumbecy untuk pemeriksaan ginjal. Hasil yang didapatkan yaitu untuk pemeriksaan pankreas transduser diletakkan pada pasangan kelenjar mamari 3-4, pemeriksaan ginjal kanan pada pasangan kelenjar mamari 3-4, pemeriksaan ginjal kiri pada pasangan kelenjar mamari 2-3, dan pemeriksaan kantung kemih pada pasangan kelenjar mamari 6-7. Pemeriksaan organ hati dilakukan dibagi menjadi tiga bagian yaitu tengah, kanan, dan kiri. Letak transduser pada pemeriksaan organ hati yaitu pada pasangan kelenjar mamari ke 1-2 dengan sudut tertentu. Pada hati bagian tengah, gambaran hati akan terlihat paling baik dengan posisi transduser transversal sudut 45° dan sagital sudut 60° sampai 75°, sedangkan pada hati bagian kanan gambaran hati akan terlihat paling baik pada posisi transduser transversal sudut 60° sampai 75° dan sagital dengan sudut 45° sampai 60°. Gambaran hati bagian kiri tidak terlihat dikarenakan terdorong oleh lambung babi. Teknik dan lokasi yang tepat dalam pemeriksaan ultrasonografi sangat penting untuk mendapatkan sonogram yang baik. Kata kunci: organ abdominal, Sus scrofa domestica, teknik, ultrasonografi
ABSTRACT TRIE WIYATA LESTARY. Ultrasound Imaging Technique in Liver, Kidney, Pancreas, and Bladder on Pig (Sus scrofa domestica). Supervised by RR. SOESATYORATIH and DENI NOVIANA. The purpose in this study was to determine the proper technique and location to examine liver, kidney, pancreas, and bladder in pig (Sus scrofa domestica). Pigs used were five males and three females. Ultrasound was performed using a 5.5 MHz convex transducer at the transversal and sagittal position. The transducer position for pancreas examination was between the third and fourth mamary gland, the right kidney between the third and fourth pair of mamary gland, the left kidney between the second and third pair of mamary gland, and the bladder between sixth and seventh pair of mamary gland. Liver examinations were divided into three parts: central, right, and left. The transducer position to examine the liver was between the first and second mammary gland pair, with a certain angle depending on the parts of the liver. The best angle for
the imaging of the central part of the liver was 45° in transversal position and 60° to 75° in sagittal position, while the angle for best imaging of right part of the liver was 60° to 75° in transversal position and 45° to 60° in sagittal position. The left part of the liver was not visible due to the pig stomach. The proper technique and location in ultrasonography examination is important to get the best imaging. Key words : abdominal organ, Sus scrofa domestica, technique, ultrasonography
TEKNIK PENCITRAAN ULTRASONOGRAFI HATI, GINJAL, PANKREAS, DAN KANTUNG KEMIH PADA BABI (Sus scrofa domestica)
TRIE WIYATA LESTARY
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Teknik Pencitraan Ultrasonografi Hati, Ginjal, Pankreas, dan Kantung Kemih pada Babi (Sus scrofa domestica). Nama : Trie Wiyata Lestary NIM : B04080039
Disetujui oleh
drh Rr Soesatyoratih. MSi Pembimbing I
drh Deni Noviana. PhD Pembimbing II
Diketahui oleh
drh Agus Setiyono. MS PhD APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, keluarga, dan para sahabat. Skripsi ini tidak dapat penulis selesaikan tanpa adanya dukungan beberapa pihak. Atas segala bantuan dari semua pihak, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. drh Rr Soesatyoratih. MSi dan drh Deni Noviana. PhD selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, ilmu, bimbingan, dan motivasi kepada penulis. 2. Kedua orang tua Papa dan mama, Ka Verzi, Ka Icca, dan segenap keluarga penulis atas doa, kasih sayang, perhatian, semangat, dan energi tidak hentihentinya diberikan kepada penulis. 3. Seluruh staf dosen dan pegawai di bagian Bedah dan Radiologi yang telah membantu kelancaran studi dan juga penyelesaian skripsi ini. 4. PT. Karindo Alkestron atas kerjasamanya dalam hal pengadaan mesin ultrasonografi. 5. Adhi Mediesyah Ahmad yang senantiasa memberikan semangat, waktu, dan masukan yang sangat berguna dalam penyelesaian tulisan ini. 6. Teman-teman satu bimbingan, Tri Budiarti Nengsih, Lynn Kaat Laura Kurniawan, Ajeng Kandynesia, Andi Rahayu, Kurniawan Prasetya, Hastin Utami, Ruri Andrian, dan Kholis Afidatunnisa atas kebersamaan dan semangat yang selalu diberikan kepada penulis. 7. Sahabat-sahabat Aldilla Adelia, Adinda, Husnul Khotimah, Shinta Nugraha Kusumastuti, Sinta Hernawati, Ismi Wahyuniati, Rahmanitia Puhanda, Nurhayati Suwartiani yang selalu ada dalam suka dan duka yang tidak hentihentinya memberikan dorongan, doa, dan waktu 8. Teman-teman AVENZOAR atas kebersamaan, semangat, dan kekompakan yang telah terjalin selama ini. 9. Teman-teman Wisma Jelita Elvi Dwi Yunitasari dan Sumayanti Eko atas dukungan yang diberikan. 10. Seluruh keluarga besar Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu kelancaran studi penulis, baik selama kuliah maupun dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat Penulis harapkan. Bogor, Januari 2013 Trie Wiyata Lestary
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Babi Ultrasonografi Hati Ultrasonografi Hati Pankreas Ultrasonografi Pankreas Sistem Urinari Ultrasonografi Sistem Urinari Penggunaan Babi dalam Dunia Kedokteran Manusia METODE Bahan Penelitian Peralatan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Prosedur Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemeriksaan Fisik Babi Hasil Pemeriksaan Darah Babi Posisi Transduser pada Pemeriksaan USG Organ Abdominal Babi dengan Pasangan Kelenjar Mamari sebagai Titik Orientasi Sudut Transduser Arah Sagital dan Transversal terhadap Sumbu Tubuh Babi untuk Pemeriksaan USG Hati SIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP
x
x xi 1 1 1 2 2 3 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 10 10 11 17 25 26 29
DAFTAR TABEL 1 Hasil pemeriksaan fisik 2 Hasil pemeriksaan darah 3 Letak Transduser pada Pemeriksaan USG Organ Abdominal Babi dengan
Pasangan Kelenjar Mamari sebagai Titik Orientasi
10 11
12
4 Hasil penilaian sonogram hati bagian tengah dengan arah transduser
sagital dan transversal menggunakan kisaran sudut tertentu 5 Hasil penilaian sonogram hati bagian kanan dengan arah transduser
19
sagital dan transversal menggunakan kisaran sudut tertentu 22 6 Hasil penilaian sonogram hati bagian kiri dengan arah transduser sagital dan transversal menggunakan kisaran sudut tertentu 25
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Posisi Transduser pada Saat Pemeriksaan USG Posisi Hewan pada Saat Pemeriksaan USG Posisi Transduser Sagital dengan Sudut Tertentu Posisi Transduser Transversal dengan Sudut Tertentu Posisi Transduser dan Sonogram pada Pemeriksaan Hati Posisi Transduser dan Sonogram pada Pemeriksaan Pankreas Posisi Transduser dan Sonogram pada Pemeriksaan Ginjal Posisi Transduser dan Sonogram pada Pemeriksaan Kantung Kemih Sonogram Hati Lobus Sentral Posisi Transduser Sagital Sonogram Hati Lobus Sentral Posisi Transduser Transversal Sonogram Hati Lobus Kanan Posisi Transduser Sagital Sonogram Hati Lobus Kanan Posisi Transduser Transversal Sonogram Hati Lobus Kiri Posisi Transduser Sagital Sonogram Hati Lobus Kiri Posisi Transduser Transversal
7 8 8 9 13 14 15 16 17 18 20 21 23 24
PENDAHULUAN Latar Belakang Babi merupakan ternak yang cukup produktif, dapat digunakan sebagai sumber organ xenotransplantasi, dan juga sebagai hewan model yang baik untuk penyakit-penyakit pada manusia. Sehingga diperlukan teknik diagnosis penyakit yang tepat agar babi yang dimanfaatkan tidak menjadi sumber penyakit bagi babi lain ataupun manusia. Teknik yang seringkali dipakai untuk diagnosis penyakit adalah Computed Tomography (CT scan), Magnetic Resonance Imaging (MRI), X-ray, dan ultrasonografi (USG) (Mucksavage et al. 2012). Ultrasonografi (USG) dinilai lebih baik dikarenakan tidak adanya radiasi ionisasi, bersifat non-invasif, dan biaya yang lebih murah. Pemanfaatan ultrasonografi dibidang kedokteran hewan misalnya untuk menghitung ketebalan lemak dan otot pada babi (See 1998), untuk mendeteksi kebuntingan pada babi betina (Almond et al. 1985), evaluasi ovari, kelainan uterin dan organ genital, prediksi waktu ovulasi, memeriksa infeksi pada kantung kemih dan kelenjar mamari, dan evaluasi embrio (Boulot 2010). Penyakit-penyakit yang bisa didiagnosis dengan USG antara lain mengukur ketebalan kapsula hati (Audiere et al 2010), mendeteksi adanya kanker dan juga tingkat keparahan dari kanker pada pankreas (Angelis et al. 2007), mendeteksi adanya kanker di kantung kemih (Gulsen et al 2011). Ultrasonografi juga digunakan untuk mendeteksi penyakit-penyakit hati misalnya sirrosis hati, kista hati, kanker hati, kalsifikasi hati, dan kelainan pembuluh darah di hati (Dietrich 2010), untuk mengeluarkan batu dalam ginjal dengan menggunakan gelombang ultrasound (Shah et al. 2012). Sehingga diperlukan pemahaman yang baik tentang teknik yang tepat dalam menggunakan USG agar pencitraan yang dihasilkan menjadi optimal dan sesuai dengan keadaan sebenarnya hewan yang diperiksa.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui teknik dan lokasi yang tepat dalam pencitraan ultrasonografi organ hati, ginjal, pankreas, dan kantung kemih pada babi (Sus scrofa domestica) sehingga mendapatkan hasil sonogram yang baik.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi mengenai teknik dan lokasi dalam pencitraan ultrasonografi organ hati, ginjal, pankreas, dan kantung kemih pada babi (Sus scrofa domestica).
2
TINJAUAN PUSTAKA Babi Babi merupakan mamalia dengan struktur anatomi dan fisiologi yang tidak jauh berbeda dengan manusia sehingga seringkali digunakan dalam penelitian perkembangan dunia medis manusia. Babi juga memiliki karakter waktu generasi yang pendek, gestasi singkat (114 hari), dan keturunan yang banyak (Randall et al. 2008). Genom babi tiga kali lebih dekat dengan genom manusia dibandingkan dengan tikus (Wernersson et al. 2005). Perkembangan medis kedokteran mendorong pemanfaatan babi sebagai sumber xenotransplantasi dan hewan model bagi manusia. Babi juga menjadi sangat penting dalam penelitian biomedis sebagai model yang sangat baik pada penyakit jantung (Turk dan Laughlin 2004), arterosklerosis (Ishii et al. 2006), obat kulit (Herkenne et al. 2006), perbaikan luka (Graham et al. 2000), kanker (Du et al. 2007), diabetes (Dyson et al. 2006), oftalmologi (Shatos et al. 2004), penelitian mengenai toksikologi, metabolisme lipoprotein, kerusakan dan perbaikan sel, dan sebagai sumber potensial penggunaan organ dalam xenotransplantasi (Lai et al. 2002b). Potensi yang besar dari pemanfaatan babi oleh manusia menuntut ketersediaan babi dengan kualitas kesehatan yang baik agar tidak menjadi sumber penyakit zoonosis pada manusia.
Ultrasonografi Aplikasi USG pertama pada hewan digunakan untuk mengukur ketebalan karkas pada ternak potong seperti sapi potong dan babi, berikutnya mulai digunakan untuk mendiagnosa kebuntingan pada domba dan kambing serta estimasi ketebalan lemak pada kuda. Dewasa ini aplikasi USG digunakan sebagai alat bantu diagnostik suatu penyakit dengan melihat gambaran organ dalam hewan dan digunakan untuk membantu pengambilan sampel biopsi guna menentukan spesifitas penyakit (Noviana et al. 2012). Ultrasonografi menggunakan ultrasound yang merupakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi (Goddard 1995) yaitu antara 1-12 MHz (Stoylen 2006) frekuensi ini lebih besar dari suara yang dapat didengar manusia yaitu antara 2020.000Hz (Widmer et al. 2004). Diagnostik USG adalah suatu teknik diagnosis organ yang dihasilkan oleh gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk aplikasi diagnostis, frekuensi yang digunakan berkekuatan 1-10 MHz (Barr 1990). Alat bantu yang digunakan untuk mentransmisikan gelombang suara disebut transduser atau probe yang mengandung kristal piezo-electric. Prinsip kerja alat USG adalah pulse-echo. Pulse adalah gelombang suara yang dihasilkan oleh transduser yang akan ditransmisikan ke jaringan, kemudian gelombang suara yang dihasilkan oleh pulse dan jaringan disebut dengan echo. Echo akan ditangkap kembali oleh transduser yang akan membentuk gambaran pada layar USG (Dachlan 2008). Ekhogenitas yang terlihat pada gambaran USG yaitu hyperechoic, hypoechoic, dan anechoic. Hyperechoic akan terlihat warna putih misalnya contohnya tulang, udara, jaringan ikat, dan lemak. Hypoechoic akan terlihat warna abu-abu pada
3 hasil USG, misalnya jaringan lunak. Anechoic akan terlihat hasil USG menunjukkan warna hitam yang berarti tidak adanya echo yang dihasilkan karena pulse tidak dipantulkan kembali ke transduser oleh jaringan misalnya cairan, urin, dan darah ( Noviana et al.2012) Teknik diagnosa ini sangat berguna dalam menampilkan kelainan dari organ dalam yang berupa jaringan lunak dan lokasi dari cairan yang ingin dikoleksi dari dalam tubuh. Ultrasonografi dapat menunjukkan lokasi lesio yang akurat, yang sangat menunjang keberhasilan dan keamanan dari proses biopsi maupun koleksi cairan dari dalam tubuh (Holt 2008).
Hati Hati merupakan organ terbesar dalam tubuh. Beratnya sekitar 3% dari total berat badan pada hewan dewasa, sedangkan pada hewan muda berat hati sekitar 5% dari total berat badan (Akers dan Denbow 2008). Hati babi terdiri dari lobus lateral kanan dan kiri, medial kanan dan kiri, lobus kuadratus, dan lobus kaudatus. Kantung empedu terletak diantara lobus medial dan lobus kanan. Hati sebagian besar dilindungi oleh os costae kecuali bagian ventral. Bagian kranial hati bersentuhan dengan diafragma. Hati babi memiliki daerah berbentuk concave di bagian kaudal yang berbatasan dengan lambung di bagian kiri dengan pankreas di bagian kanan (Dyce et al. 2002). Hati memiliki kemampuan meregenerasi sel hepatosit sebanyak lebih dari 40 kali saat terjadi kerusakan. Penyakit pada organ hati bisa menurunkan tingkat regenerasi hepatosit hingga beberapa kali, sehingga konsekuensinya adalah terjadi penurunan fungsi hati karena terdapat beberapa sel hati yang mengalami kerusakan (hepatic fibrosis). Hati memiliki fungsi yang sangat penting yaitu mengatur proses metabolik dan homeostasis. Hati juga menghasilkan asam empedu dari pemecahan kolesterol. Hati juga memiliki kemampuan untuk menyimpan beberapa cadangan substansi yang suatu saat akan diperlukan misalnya glikogen, ion logam, dan vitamin dan juga berfungsi memproduksi sel darah merah pada saat embrio. Kasus penyakit hati akut dan sub-akut seringkali tidak hanya bersifat subklinis tetapi juga menimbulkan gejala klinis pada pasien dengan penyakit kerusakan hati bersifat non-spesifik. Penyakit hati seringkali dihubungkan dengan gejala klinis yang tidak spesifik tetapi dikarenakan disfungsi dari organ-organ penting (Steiner 2008). Menurut Steiner (2008) teknik mendiagnosa gangguan hati agar mendapatkan hasil yang baik adalah : 1. Menganalisis peluang kejadian penyakit hati, misalnya pada ras tertentu yang rentan mengalami gangguan hati. 2. Memperhatikan gejala klinis yang berkaitan dengan kerusakan hati. Meskipun tidak spesifik bisa dijadikan acuan untuk memperkuat data-data lain yang ada (data laboratorium). 3. Melakukan pemeriksaan fisik dengan cara melihat bagian membran mukosa dan sklera, dan mempalpasi daerah abdomen. Jika terjadi gangguan hati akan terlihat kekuningan dan pucat pada mukosa dan sklera akibat dari hemolytic anemia.
4 4. Melakukan tes laboratorium dengan memeriksa kadar albumin, amonia, blood urea nitrogen (BUN), bilirubin, asam empedu, kolesterol, dan glukosa. 5. Melakukan biopsi hati yang dibantu dengan teknik ultrasonografi.
Ultrasonografi Hati Metode yang sering digunakan dalam mendiagnosa penyakit hati misalnya pemeriksaan laboratorium darah, ultrasonografi (USG), computed tomography scan (CTscan), X-ray, magnetic resonance imaging (MRI). Gambaran lengkap hasil USG hati dapat memberikan informasi yang rinci dari ukuran, posisi, dan jaringan parenkim hati (Radostits et al. 2005). Ultrasonografi telah digunakan untuk melihat pembesaran hati (hepatomegali), mendeteksi trombosis di vena cava caudalis, hepatic abscesses, dan cholelithiasis yang akan terlihat dilatasi saluran empedu dan kantung empedu. Ultrasonografi bisa untuk mendiagnosis degenerasi hidrofis hati, diffuse hepatocellular disease, dan fatty liver (Radostits et al. 2005). Ultrasonografi juga dapat digunakan untuk memprediksi secara non-invasif kejadian hepatorenal failure pada kasus penyakit hati (Platt et al. 1994). Menurut Braun (2004) USG diindikasikan pada hati babi untuk : 1. Determinasi posisi dan ukuran hati dan pembuluh darahnya. 2. Visualisasi perubahan struktur hati baik yang bersifat fokal ataupun difus misalnya hepatic lipidosis, abses hati, tumor hati, kalsifikasi di saluran empedu, dan cholestasis. 3. Diagnosa trombosis vena cava caudal. 4. Membantu pencitraan dalam melakukan sintesis dan biopsi hati untuk histologi, sitologi, dan pemeriksaan bakteri. Ultrasonografi digunakan untuk membantu dokter hewan melakukan biospi hati pada kasus lesio hati yang bersifat fokal, namun pada kasus lesio hati bersifat difus masih kontroversial (Grant 2008) 5. Percutaneous ultrasound dalam cholecystocentesis untuk pemeriksaan cairan empedu. 6. Percutaneous ultrasound dalam sintesis vena portal untuk kepentingan penelitian.
Pankreas Pankreas berada di bagian atas rongga abdominal, berbentuk seperti lereng yang bagian kranialnya lebih ventral daripada bagian kaudal. Dua sampai tiga bagian pankreas terletak di sebelah kiri sumbu tubuh yang bersentuhan dengan bagian fundus lambung, ujung dorsal limpa, dan pangkal anterior ginjal kiri. Bagian tengah atau ektremitas posterior berada di tengah dan berhubungan dengan vena porta dan cabang mesenterica. Batas kanan pankreas mengikuti duodenum bagian desenden, bagian kranialnya bersentuhan dengan hati sedangkan bagian kaudalnya bersentuhan dengan ginjal kanan (Dyce et al. 2002).
5 Ultrasonografi Pankreas Pankreas merupakan kelenjar yang relatif berukuran kecil dan berhubungan dengan duodenum di dorsal rongga abdomen. Pemeriksaan pankreas cukup sulit untuk dilakukan. Kedekatan posisi anatomi pankreas dengan lambung dan duodenum mempersulit pencitraan jika terdapat akumulasi gas di saluran pencernaan tersebut. Sonogram yang menunjukkan pankreas yang mengalami pembesaran akan terlihat tidak beraturan dan hyperechoic (Noviana et al. 2012).
Sistem Urinari Ginjal Ginjal babi memiliki bentuk yang pipih, panjang, dan kecil di bagian ektremitasnya. Bentuk ginjal babi menyerupai kacang merah. Panjang ginjal babi berukuran dua kali daripada lebarnya. Ginjal kiri terletak lebih kranial daripada ginjal kanan, tetapi hampir simetris pada ventral prosesus transversus empat os lumbal pertama. Bagian kaudal ginjal terletak pada pertengahan rusuk terakhir dan tuber coxae. Bagian kranial ginjal kiri biasanya bersentuhan dengan hati sedangkan pada ginjal kanan tidak (Dyce et al. 2002) Ginjal memiliki tiga bagian yang tersusun secara berlapis dari luar ke dalam, yaitu korteks, medula, dan pelvis (hilus). Unit terkecil ginjal atau nefron berfungsi menyaring darah dan menyerap kembali zat-zat yang masih diperlukan oleh tubuh. Nefron terdiri dari glomerulus, kapsula Bowman, tubuli proksimal, tubuli distal, lengkung Henle, dan duktus kolektiva (Akers dan Denbow 2008). Kantung Kemih Kantung kemih memiliki ukuran bervariasi tergantung dari banyaknya urin yang ada di dalamnya. Kantung kemih yang terisi penuh dengan urin akan berbentuk bulat dan sebagian besar ada di rongga abdomen. Permukaan dorsal dari kantung terlapisi sempurna oleh peritoneum, namun lapisan peritoneum ini tidak melapisi sempurna pada bagian permukaan ventralnya (Dyce et al. 2002).
Ultrasonografi Sistem Urinari Ultrasonografi pada sistem urinari umumnya menggunakan ultrasonografi B-Mode real time untuk memeriksa struktur internal jaringan ginjal, kantung kemih, dan kelenjar prostat (Holt 2008). Ultrasonografi sangat bermanfaat dalam pemeriksaan ukuran medula, korteks, dan pelvis ginjal, mengidentifikasi perubahan dari ureter dan ginjal akibat adanya urolithiasis, mengetahui terjadinya pyelonefritis, hidronefrosis, dan amiloidosis, membantu mengarahkan dalam proses biopsi ginjal, dan memeriksa keadaan kantung kemih beserta isinya (Braun 2004), penyakit sistem urinari kronis seperti torsio testis, trauma ginjal, refluks vesika-ureteral, mengevaluasi infertilitas, mengukuran volume residu urin, dan mendeteksi kanker (Schoppler et al. 2012). Obstruksi kalkuli pada sistem urinari ditandai dengan pembesaran pada kantung kemih dan uretra (Radostits et al. 2005).
6 Penggunaan USG dalam mendiagnosis penyakit sistem urinari dinilai lebih aman dan ekonomis daripada menggunakan Computed Tomography (CT scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) (Mucksavage et al. 2012). Menurut Le et al. (2012) aplikasi USG dapat digunakan untuk diagnosis awal kejadian kerusakan ginjal akut dan menilai derajat keparahan perfusi ginjal.
Penggunaan Babi dalam Dunia Kedokteran Manusia Pemilihan penggunaan babi dalam penelitian perkembangan dunia medis manusia memiliki pertimbangan bahwa babi memiliki perbandingan anatomi dan fisiologi yang sangat mirip dengan sistem dan kondisi manusia. Penggunaan babi dalam dunia kedokteran sekarang: 1. Xenotransplantasi Kesamaan fisiologi dan ukuran, babi telah dianggap sebagai sumber potensial dalam transplantasi organ untuk manusia. Dibandingkan dengan hewan primata yang juga sering digunakan sebagai hewan model dalam perkembangan penyakit manusia, babi lebih kecil kemungkinannya dalam mentransmisikan penyakit ke manusia (Randall et al.2008). 2. Farmaseutik Produksi hemoglobin (Hb) manusia dalam darah babi. Penelitian ini dilakukan dengan mengisolasi Hb manusia dari darah babi transgenik bisa digunakan dalam pengobatan pasien luka. 3. Sebagai hewan model pada penyakit manusia seperti retinitis pigmentosa, penyakit jantung (arterosklerosis, transplantasi jantung, dan bioporesis vulva jantung ), diabetes (Renner et al. 2008), Huntington’s Disease (Uchida et al. 2001), cystic fibrosis, dan Alzheimer’s Disease (Kragh et al. 2008). 4. Hibrid organ misalnya pada penelitian tentang produksi hepatosit manusia pada babi sehingga bisa ditansfer dari babi ke manusia (Beschorner et al. 2003a; Beschorner et al. 2003b).
METODE Bahan penelitian Babi sebanyak lima ekor jantan dan tiga ekor betina dengan bobot badan 2531 kg dan berumur rata-rata 4 bulan, acoustic coupling gel, pakan babi, minuman ad libitum, alkohol 70%, obat bius yang terdiri dari tiletamin 2.5%-zolazepam 2.5% (zoletil®).
Peralatan Penelitian Mesin USG dua dimensi tipe portable (Sonodop S8), transduser konveks, meja USG, flashdisc, kamera digital, gunting, alat cukur, kandang, tisu, tempat pakan, tempat minum, syringe 10 ml, vacutainer EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid).
7 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Radiologi, Bagian Bedah dan Radiologi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor pada tanggal 8-22 April 2012.
Prosedur Penelitian Tahap Persiapan Hewan Tahapan pertama yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik meliputi penghitungan frekuensi nadi, frekuensi napas, capillary refill time (CRT), dan pemeriksaan mukosa. Pemeriksaan laboratorium darah meliputi pengukuran complete blood cell (CBC), kadar ureum, kreatinin, alanine aminotransferase (ALT), dan aspartate aminotransferase (AST). Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium darah dilakukan untuk memastikan bahwa hewan yang digunakan adalah hewan yang sehat. Tahap Pengambilan Darah Babi dianastesi dengan menggunakan kombinasi obat bius tiletamin 2.5%zolazepam 2.5% (zoletyl®) dosis 8 mg/kg bobot badan (BB) tanpa premedikasi. Babi yang telah teranastesi sempurna segera diambil darahnya melalui vena auricularis yang ada di telinga dengan menggunakan syringe 10 ml. Darah yang diambil 5 ml lalu dimasukkan ke vacutainer EDTA. Proses Pemindaian Alat USG terlebih dahulu diatur agar memiliki frekuensi yang sesuai. Frekuensi yang digunakan adalah frekuensi 5.5 MHz dan gain sekitar 110. Penyesuaian nilai gain atau derajat warna dan titik fokus dilakukan setiap saat untuk mendapatkan sonogram yang optimal. Rambut dicukur pada daerah pemindaian diolesi acoustic coupling gel. Posisi transduser adalah transversal dan sagital untuk masing-masing organ dapat dilihat pada gambar 3.1. Posisi hewan saat pemeriksaan yaitu dorsal-recumbency untuk pemeriksaan hati, pankreas, dan kantung kemih, sedangkan untuk pemeriksaan ginjal adalah lateral-recumbency. Posisi hewan saat pemeriksaan dapat dilihat pada gambar 3.2.
A
B
kranial
kranial
Gambar 3.1 Posisi transduser saat pemeriksaan USG yaitu transversal (A) dan sagital (B)
8
A
B
kranial kranial
Gambar 3.2 Posisi hewan saat pemeriksaan ultrasonografi adalah dorsalrecumbency (A) dan lateral-recumbency (B) Hati Pemeriksaan dilakukan dengan posisi hewan dorsal-recumbency dengan arah transduser cranio-dorsal. Transduser diletakkan di kaudal xiphisternum dan di tengah pasangan kelenjar mamari. Pemindaian dilakukan ke bagian tengah, kanan, dan kiri dengan sudut transduser 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90° seperti pada gambar 3.3 dan 3.4. Hasil sonogram dilakukan penilaian, nilai 0 jika gambaran hati tidak terlihat, nilai 1 jika gambaran hati mulai terlihat, nilai 2 jika hati terlihat jelas, dan nilai 3 jika hati terlihat sangat jelas
A
B
kranial
D
C
kranial
E
kranial
F
\
kranial
kranial
kranial
Gambar 3.3 Posisi transduser sagital dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45° (C), 60°(D), 75° (E), dan 90° (F)
9
A
kranial
D
kranial
B
C
kranial
kranial
E
F
kranial
kranial
Gambar 3.4 Posisi transduser transversal dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45° (C), 60° (D), 75° (E), dan 90° (F) Pankreas Pemeriksaan dapat dilakukan dengan posisi hewan dorsal-recumbency dengan arah transduser dorsal. Transduser diletakkan sekitar 10 cm di caudal xiphisternum dan di tengah pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasi. Ginjal Hewan diposisikan lateral-recumbency dengan arah transduser dorsal di ventral prosesus transversus empat os lumbal pertama atau di sekitar pertengahan antara rusuk terakhir dan tuber coxae. Pasangan kelenjar mamari digunakan sebagai titik orientasi. Kantung Kemih Pemeriksaan dilakukan dengan posisi hewan dorsal-recumbency dengan arah transduser dorsal. Pencitraan organ kantung kemih dilakukan dengan meletakkan transduser pada daerah os pubis dan di tengah pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasi sampai gambaran kantung kemih tercitrakan dengan optimal.
Interpretasi Sonogram Interpretasi terhadap sonogram yang didapatkan dilakukan pada saat yang sama dengan pemindaian (real time). Pengamatan dilakukan terhadap sonogram untuk melihat posisi, bentuk, ekhogenitas, dan marginasi organ hati, pankreas, ginjal, dan kantung kemih pada babi.
10
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemeriksaan Fisik Babi Pemeriksaan fisik dilakukan untuk mengetahui status kesehatan hewan penelitian dan sebagai penunjang data bahwa hewan yang digunakan merupakan hewan sehat. Hasil pemeriksaan fisik babi dapat dilihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil pemeriksaan fisik Babi Parameter Jenis Bobot Frekuensi Frekuensi Suhu (°C) CRT (s) kelamin badan nadi napas (kg) (kali/menit) (kali/menit) 1 Jantan 27 116 35 38.8 <2 2 Jantan 25 93 25 39.2 <2 3 Jantan 27 60 17 36.0 <2 4 Jantan 30 68 22 39.5 <2 5 Jantan 25 80 26 38.2 <2 6 Betina 31 72 22 35.3 <2 7 Betina 27 72 27 35.7 <2 8 Betina 25 88 28 37.9 <2 Rataan 27.13 81.13 25.25 37.57 <2 Nilai normal 60-120 15-30 37.3-38.6 <2 Keterangan : kg= kilogram; CRT= capillary refill time; °C= derajat celcius; s= detik. Tabel 4.1 merupakan hasil pemeriksaan fisik babi. Menurut Eastamtom Veterinary Service, LLC (2012), babi normal memiliki kisaran frekuensi nadi 60120 kali/menit, frekuensi napas 15-30 kali/menit, suhu tubuh 37.3º-38.6 ºC, dan CRT < 2 detik. Babi yang digunakan sebagai hewan penelitian memiliki nilai parameter yang sesuai dengan kriteria diatas sehingga berdasarkan hal tersebut babi yang digunakan berada dalam keadaan normal. Keadaan fisik hewan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti suhu tubuh dan frekuensi nadi yang dipengaruhi oleh umur hewan, kondisi lingkungan dan ukuran hewan.
Hasil Pemeriksaan Darah Babi Pemeriksaan darah secara laboratoris dilakukan untuk memperkuat bahwa hewan yang digunakan dalam penelitian merupakan hewan dalam keadaan sehat. Hasil pemeriksaan darah babi dapat dilihat pada tabel 4.2. Berdasarkan Thrall et al. (2004) data pemeriksaan darah hewan yang dipakai dalam penelitian masih berada dalam kisaran normal, hanya saja pada pemeriksaan red blood cell (RBC) menunjukkan bahwa jumlah RBC berada pada kisaran di bawah normal. Hasil pemeriksaan darah terkadang tidak sepenuhnya menggambarkan keadaan hewan karena sangat dipengaruhi juga oleh perbedaan ras, kondisi lingkungan, nutrisi pakan, umur, jenis kelamin, dan pemeliharaan (Spangfors 1992).
11 Tabel 4.2 Hasil pemeriksaan darah Nama Tindakan 1 2 3 4
Babi 5 6
7
8
Rataan
Thrall et al (2004)
Hb (g/dL) WBC (103/ µL) Trombosit (103/ µL) RBC (106/ µL) PCV (%)
9.9
9.6
10.3
9.9
10.7
10.1
9.3
10.9
10.1
9.0-14.0
32. 7 35 4 3.3
17.3
28.1
9.7
18.5
23.0
9.3
10.5
17.6
8.7-37.9
336
226
154
475
324
257
468
311.8
3.5
3.5
3.0
3.7
3.2
3.3
3.6
3.4
149.0679.0 5.1-8.0
0
28
31
30
32
30
28
32
30.1
26.041.0
Eosinofil (%) Batang (%) Segmen (%) Limfosit (%) Monosit (%) Basofil (%)
2
0
0
Hitung jenis sel darah putih 0 0 0 0 0
0.3
0.0-10.0
1
0
0
0
2
2
0
1
0.8
0.0-1.2
46
10
45
9
32
50
52
62
38.5
4.4-62.1
49
90
51
71
61
48
43
35
58.5
2
0
4
0
5
0
5
2
2.3
19.272.0 0.0-17,9
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0.0-2.5
Kimia klinik Ureum (mg/dL) Kretinin (mg/dL) AST (µ/L) ALT (µ/L)
23
18
19
22
26
20
20
21
21.1
9.2-29.2
0.8
0.9
1.0
1.0
0.9
1.0
0.7
0.9
0.9
0.5-2.0
15 0 55
95
80
106
108
40
96
114
96.1
55
75
60
42
23
64
65
54.9
36.0272.0 19.076.0
Keterangan: Hb= hemoglobin; WBC=white blood cell; RBC=red blood cell; PCV=packed cell volume; ALT= alanine aminotransferase, dan AST= aspartate aminotransferase; g= gram; dL= desiliter; µL= mikroliter Posisi Transduser pada Pemeriksaan USG Organ Abdominal Babi dengan Pasangan Kelenjar Mamari sebagai Titik Orientasi Diagnosis ultrasonografi telah berkembang sangat baik dan paling sering digunakan dalam pemeriksaan kelainan-kelainan organ interna untuk melihat
12 struktur interna suatu organ (Noviana et al. 2012). Pemeriksaan organ abdominal dengan menggunakan USG menuntut pemeriksa untuk mengetahui letak organorgan yang ada di rongga abdominal agar transduser tepat diletakkan pada organ yang akan diperiksa. Teknik peletakkan transduser sangat mempengaruhi sonogram yang dihasilkan. Ada beberapa cara untuk memudahkan dalam pengambilan sonogram organ dalam, salah satunya yaitu dengan memakai titik orientasi yang dalam penelitian ini adalah pasangan kelenjar mamari. Hasil pemeriksaan USG organ abdominal babi dengan pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasi dapat dilihat pada tabel 4.3. Tabel 4.3 Letak transduser pada pemeriksaan USG organ abdominal babi dengan pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasi Babi Hati Pankreas Ginjal Ginjal Kiri KantungKemih (mamari (mamari Kanan (mamari ke-) (mamari ke-) ke-) ke-) (mamari ke-) 1 1 3-4 3-4 2-3 6 2 1 4 3-4 2-3 6 3 1-2 3-4 3 2-3 6-7 4 1 3-4 3 3 6 5 2 4-5 4 2-3 6-7 6 1 3-4 3-4 2 6 7 1-2 3-4 3 2 6-7 8 1 3 3-4 2 6 Rataan 1-2 3-4 3-4 2-3 6-7 Hati Berdasarkan Tabel 4.3 posisi transduser untuk pemeriksaan organ hati yaitu diletakkan pada pasangan kelenjar mamari ke satu sampai ke dua atau dibawah tulang sternum. Hal ini sesuai dengan anatomi hati yang menempel pada diafragma dan berada di bawah tulang sternum (Dyce et al. 2002). Perbedaan posisi transduser akan mempengaruhi hasil sonogram yang diambil. Posisi transduser dan hasil sonogram hati dapat dilihat pada gambar 4.1. Gambar 4.1 memperlihatkan posisi transduser dengan hasil sonogram hati. Gambar 4.1.A merupakan gambar posisi transduser transversal dan gambar 4.1.C merupakan hasil sonogram. Gambar 4.1.B merupakan posisi transduser sagital dengan hasil sonogram 4.1.D. Gambar 4.1.D memperlihatkan batas hyperechoic yang berbentuk landai ke kanan sedangkan pada gambar 4.1.C batas hyperechoic cenderung rata. Batas ini merupakan diafragma yang membatasi organ hati karena terdiri dari jaringan ikat yang bersifat highly reflective interface (Noviana et al. 2012). Struktur interna organ hati memiliki ekhogenitas yang lebih rendah daripada diafragma yaitu hypoechoic yang bersifat homogen atau berwarna abuabu karena terdiri dari jaringan lunak (Goddard 1995). Abnormalitas akan menyebabkan sonogram yang dihasilkan tidak sesuai dengan sonogram organ hati yang normal, misalnya pada kasus hydropascites akan terlihat adanya efusi yang berupa cairan sehingga sonogram yang terlihat akan terdapat massa anechoic di sekitar jaringan hati. Kasus hepatomegali akan menunjukkan struktur interna hati berubah menjadi lebih hyperechoic atau lebih hypoechoic. Kasus nodular hyperplasia, neoplasia, mineralisasi akan menunjukkan adanya bulatan
13 hyperechoic pada bagian dalam jaringan hati (Noviana et al. 2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi visualisasi hati antara lain, ukuran hati, konformitas tubuh, dan isi saluran pencernaan.
A
B
kranial
kranial
C
D
ha ha di di 1 cm
1 cm
Gambar 4.1 Posisi transduser pada pemeriksaan hati yaitu transversal (A) dengan sonogram hati (B) dan posisi transduser sagital (C) dengan sonogram hati (D). (ha) hati; (di) diafragma Pankreas Organ yang juga diperiksa untuk mendapatkan gambaran yang baik dengan teknik yang tepat adalah pankreas. Anatomi pankreas yang memiliki kedekatan posisi dengan duodenum dan lambung akan mempersulit pencitraan jika terdapat akumulasi gas dan makanan di saluran pencernaan. Pemeriksaan pankreas harus menggunakan hewan yang telah dipuasakan agar mendapatkan hasil sonogram pankreas yang jelas. Gambar posisi transduser pada saat pemeriksaan pankreas dan sonogram hasilnya dapat dilihat pada gambar 4.2.
14
A
B
kranial
kranial
C
D pa pa
1cm
1 cm
Gambar 4.2 Posisi transduser saat pemeriksaan pankreas dengan kelenjar mamari sebagai titik orientasi, posisi transduser transversal (A) dengan hasil sonogram (C) dan sagital (B) dengan hasil sonogram (D). (pa) pankreas Gambar 4.2 merupakan gambaran posisi transduser dengan hasil sonogram pankreas. Gambar 4.2.A merupakan gambar posisi transduser transversal dan gambar 4.2.C adalah hasil sonogramnya, gambar 4.2.B gambar posisi transduser sagital dan gambar 4.2.D adalah hasil sonogramnya. Pankreas tampak memanjang dengan pinggiran teragregasi (Fradson 1995). Sonogram organ pankreas terlihat membentuk segitiga memanjang. Gambaran yang dihasilkan pada posisi transduser transversal dan sagital tidaklah jauh berbeda. Hal ini dikarenakan bentuk pankreas yang tidak beraturan dan sulit dibedakan tiap bagiannya. Organ pankreas mulai terlihat pada kedalaman sekitar 2-3 cm tergantung dari tebal kulit dan lemak pada abdomen individu (Badea 2005). Letak transduser pada pemeriksaan organ pankreas dapat dilihat pada Tabel 4.3. Hasil yang didapatkan yaitu dari delapan babi yang digunakan letak transduser pada pemeriksaan organ pankreas adalah pada pasangan kelenjar mamari ketiga sampai keempat untuk hasil sonogram yang paling baik. Ginjal Pemeriksaan organ ginjal dengan teknik USG seringkali dilakukan untuk melihat struktur interna dan ukuran ginjal. Pemeriksaan ginjal meliputi pemeriksaan ginjal kanan dan ginjal kiri dengan posisi transduser transversal dan
15 sagital. Posisi transduser pada saat pemeriksaan dan hasil sonogram ginjal dapat dilihat pada gambar 4.3.
A
B
kranial
kranial
C
D
ko me me ko ka
1 cm
ka
1 cm
Gambar 4.3 Posisi transduser pada pemeriksaan ginjal dengan pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasi, posisi transduser transversal (A) dengan hasil sonogram (C) dan posisi transduser sagital (B) dengan hasil sonogram. (ko) korteks; (me) medula; (ka) kapsula ginjal Gambar 4.3 merupakan gambaran posisi transduser yang dipakai yaitu transversal 4.3.A dengan hasil sonogramnya 4.3.C dan sagital 4.3.B dengan hasil sonogramnya 4.3.D. Menurut Wilson (2005) posisi transduser yang baik untuk pemeriksaan ginjal yaitu transversal dan sagital dengan posisi hewan lateralrecumbency. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini yaitu transduser diposisikan antara pasangan puting tiga dan empat pada pemeriksaan ginjal kanan dan pasangan puting dua sampai tiga pada pemeriksaan ginjal kiri. Secara anatomi ginjal kiri memang lebih kranial dibandingkan dengan ginjal kanan pada babi (Dyce et al. 2002). Ginjal berbentuk seperti kacang merah dengan batas yang hyperechoic yang dikarenakan bagian luar ginjal dari kapsul yang merupakan jaringan kolagen. Batas ginjal terlihat tidak jelas dikarenakan pencitraan organ ginjal tergantung dari lemak hewan tersebut, babi yang memiliki lemak yang banyak menyebabkan batasan ginjal tidak terlalu nyata terlihat (Goddard 1995). Bagian korteks ginjal bersifat hypoechoic dengan struktur interna yang homogen karena terdiri dari glomerulus. Bagian ginjal yang lebih dalam adalah medula, pada sonogram medula akan terlihat lebih anechoic karena tidak adanya echo
16 yang dihasilkan pada jaringan tersebut (Noviana et al. 2012). Sonogram ginjal yang dihasilkan pada penelitian ini yaitu batas ginjal yang hyperechoic tetapi dengan batas yang tidak terlihat mulus, korteks bersifat hypoechoic, dan medula yang anechoic. Hasil sonogram ginjal pada posisi transduser transversal akan memperlihatkan ginjal yang berbentuk bulat (gambar 4.3.C) sehingga bisa diketahui tinggi dan tebal ginjal, sedangkan pada posisi transduser sagital sonogram ginjal yang dihasilkan akan berbentuk lebih ellips (gambar 4.3.D) sehingga dapat diketahui panjang dan tinggi ginjal. Kantung Kemih Pemeriksaan kantung kemih pada babi bisa dilakukan dengan menggunakan teknik ultrasonografi. Posisi transduser saat pemeriksaan kantung kemih dan hasil sonogram kantung kemih dapat dilihat pada gambar 4.4
A
B
kranial
kranial
C
D lu
lu
di di 1 cm
1 cm
Gambar 4.4 Posisi transduser pada pemeriksaan kantung kemih dengan kelenjar mamari sebagai titik orientasi, posisi transduser transversal (A) dan hasil sonogram (C), posisi transduser sagital (B) dan hasil sonogram(D). (lu) lumen kantung kemih; (din) dinding kantung kemih Gambar posisi transduser transversal dan hasil sonogramnya dapat dilihat pada gambar 4.4.A dan C, sedangkan gambar posisi transduser sagital dengan hasil sonogramnya pada gambar 4.4.B dan D. Letak transduser dengan pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasinya yaitu pada pasangan keenam hingga ketujuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Wilson (2005) bahwa pada pemeriksaan kantung kemih transduser diletakkan dekat os pubis dengan posisi hewan dorsalrecumbency. Sonogram kantung kemih yang terlihat adalah berupa bulatan oval yang bersifat anechoic dengan batas yang hyperechoic. Dinding kantung kemih yang hyperechoic dikarenakan terdiri dari epitel transisional (Fradson1995). Hasil
17 sonogram dengan posisi transduser transversal dan sagital tidak dapat dibedakan secara nyata, hal ini dikarenakan bentuk kantung kemih yang tidak beraturan. Sudut Transduser Arah Sagital dan Transversal terhadap Sumbu Tubuh Babi untuk Pemeriksaan USG Hati Organ hati merupakan organ yang cukup besar pada tubuh makhluk hidup. Beratnya rata-rata mencapai 3% dari total berat badan tubuh (Akers dan Denbow 2008). Hasil sonogram organ hati bagian tengah posisi transduser sagital dapat dilihat pada gambar 4.5.
A
B ha ha di di
1 cm
1 cm
C
D
1
ha
ha
di
di
1 cm 1 cm
1 cm
E
F ha
ha
di di 1 cm
1 cm
Gambar 4.5 Hasil sonogram organ hati bagian tengah posisi transduser sagital dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45° (C), 60° (D), 75° (E), dan 90° (F). (ha) hati; (di) diafragma Hati dibagi menjadi bagian tengah, kanan, dan kiri dalam pemeriksaan USG. Sonogram hati diperoleh dari posisi transduser sagital dan transversal dengan sudut 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Gambar 4.5 merupakan sonogram hati bagian tengah yang dihasilkan dengan menggunakan teknik ultrasonografi.
18 Gambar 4.5. A, B, C, D, E, dan F merupakan sonogram hati bagian tengah dengan posisi transduser sagital dan sudut tertentu. Gambar 4.5.A dengan sudut 15°, B 30°, C 45°, D 60°, E 75°, dan F dengan sudut 90°. Sonogram hati yaitu akan terlihat struktur interna hati yang hypoechoic. Diafragma juga akan terlihat pada sonogram hati yaitu hyperechoic dengan bentuk yang curam ke bawah. Gambaran hati yang dihasilkan dengan teknik USG tidak bisa dibedakan antar tiap lobusnya dikarenakan tidak jelas perbedaan antar tiap lobus pada sonogram (Dietrich et al. 2010). Posisi transduser yang dipakai selanjutnya yaitu posisi transversal. Sudut yang digunakan juga sama dengan posisi sagital yaitu 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Hasil sonogram yang dihasilkan dapat dilihat pada gambar 4.6.
A
B ha di
1 cm
1 cm
C
D ha ha di di
1 cm
1 cm
E
F ha
di di 1 cm
1 cm
Gambar 4.6 Sonogram organ hati bagian tengah dengan posisi transduser transversal dengan sudut (A) 15°, (B) 30°, (C) 45°, (D) 60°, (E) 75°, dan (F) 90°. (di) diafragma; (ha) hati Gambar 4.6 merupakan sonogram hati bagian tengah yang dihasilkan dengan menggunakan teknik ultrasonografi posisi transduser transversal. Gambar 4.6. A dengan sudut 15°, B 30°, C 45°, D 60°, E 75°, dan F dengan sudut 90°.
19 Teknik pemeriksaan ultrasonografi untuk pengambilan sonogram hati digunakan untuk banyak penyakit hati misalnya hepatomegali, tumor hati, fatty liver, dan lainnya (Wilson et al. 2005). Sonogram hati yang normal akan terlihat struktur interna hati yang hypoechoic dan diafragma yang berbentuk memanjang bersifat hyperechoic (Noviana et al.2012). Hasil sonogram hati bagian tengah akan dilakukan penilaian untuk melihat perbedaan gambaran yang dihasilkan dengan posisi transduser tertentu dan dengan sudut tertentu pula. Hasil penilaian sonogram hati bagian tengah disajikan pada tabel 4.4. Tabel 4.4 Hasil penilaian sonogram hati bagian tengah dengan arah transduser sagital dan transversal menggunakan kisaran sudut tertentu Babi 15° 30° 45° 60° 75° 90° Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr 1 1 0 1 1 2 3 2 2 3 0 3 0 2 2 0 2 1 1 3 1 2 0 0 0 0 3 0 0 0 1 1 3 2 2 3 1 0 0 4 0 0 0 1 3 3 1 2 2 0 0 0 5 1 0 2 1 1 3 2 2 0 0 0 0 6 0 0 0 0 1 3 2 2 3 2 3 0 7 0 0 0 1 2 2 3 2 2 0 1 0 8 0 0 1 0 2 3 3 3 3 2 0 0 Jumlah 4 0 6 6 13 23 16 17 16 5 7 0 Keterangan Tr: transversal, Sa: sagital, nilai 0: hati tidak terlihat, nilai 1: hati mulai terlihat, nilai 2: hati terlihat jelas, nilai 3: hati terlihat sangat jelas
Tabel 4.4 menunjukkan hasil penilaian sonogram hati bagian tengah dengan posisi transduser sagital dan transversal dengan kisaran sudut tertentu. Hasil sonogram hati bagian tengah dengan posisi transduser sagital juga berbeda dari setiap sudut. Hasil sonogram pada kisaran 60° sampai 75° merupakan hasil yang terbaik karena gambaran hati yang terlihat paling baik, struktur interna hati terlihat hypoechoic homogen dan diafragma terlihat hyperechoic yang berbentuk curam ke bawah (Dietrich et al. 2010) dengan nilai 16. Sonogram hati bagian tengah dengan posisi transduser transversal sudut 45° didapatkan hasil sonogram yang paling baik dengan jumlah nilai yang paling besar yaitu 23. Sonogram yang terlihat juga paling jelas, struktur interna hypoechoic homogen juga sangat terlihat dengan diafragma terlihat hyperechoic dengan bentuk memanjang (Dietrichet al. 2010). Bagian hati yang akan diambil sonogramnya yaitu bagian kanan. Teknik yang dipakai sama dengan pengambilan sonogram hati bagian tengah. Hasil sonogram hati bagian kanan dengan posisi transduser sagital dapat dilihat pada gambar 4.7.
20
A
B ke ha
1 cm
1 cm
C
D ke ke ha
ha di
1cm
di 1 cm
E
F ke ha
ha
di 1 cm
di 1 cm
Gambar 4.7 Hasil sonogram hati bagian kanan posisi transduser sagital dengan sudut 15°(A), 30° (B), 45° (C), 60° (D), 75° (E), dan 90° (F). (ke) kantung empedu; (di) diafragma; (ha) hati Gambar 4.7 merupakan hasil sonogram hati bagian kanan yang dihasilkan dengan menggunakan teknik ultrasonografi. Gambar 4.7.A, B, C, D, E, dan F merupakan sonogram hati bagian kanan dengan posisi transduser sagital dengan kisaran sudut tertentu. Gambar 4.7.A dengan sudut 15°, B 30°, C 45°, D 60°, E 75°, dan F 90°. Sonogram terlihat struktur interna hati yang hypoechoic, kantung empedu yang berbentuk bulat anechoic, dan diafragma yang curam ke bawah bersifat hyperechoic. Sonogram hati bagian kanan juga diambil dengan posisi transduser transversal. Sudut-sudut yang digunakan yaitu 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Perbedaan sudut ini diharapkan dapat memberikan gambaran hati yang berbeda sehingga bisa diketahui sudut yang paling tepat dalam pemeriksaan hati bagian kanan dengan teknik USG. Hasil sonogram hati bagian kanan posisi transduser transversal dengan sudut tertentu dapat dilihat pada gambar 4.8.
21
A
B
1 cm
1 cm
C
D ha
ke ke
ha di
1 cm
1 cm
E
F ke
ha
ha di
di 1 cm
1 cm
Gambar 4.8 Hasil sonogram organ hati bagian kanan posisi transduser transversal dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45° (C), 60° (D), 75° (E), dan 90°(F). (ke) kantung empedu; (di) diafragma; (ha) hati Gambar 4.8 merupakan hasil sonogram hati bagian kanan posisi transduser transversal dengan kisaran sudut tertentu. Gambar 4.7.A dengan sudut 15°, B 30°, C 45°, D 60°, E 75°, dan F 90°. Gambaran hati, kantung empedu, dan diafragma terlihat juga seperti pada posisi transduser sagital. Perbedaannya hanyalah gambaran diafragma pada transduser tranversal lebih datar dibandingkan dengan posisi transduser sagital. Hasil sonogram posisi transduser transversal dan sagital dengan sudut tertentu akan dilakukan penilaian untuk melihat perbedaan gambaran sonogram. Hasil penilaian sonogram hati bagian kanan disajikan dalam Tabel 4.5.
22 Tabel 4.5 Hasil penilaian sonogram hati bagian kanan dengan arah transduser sagital dan transversal menggunakan kisaran sudut tertentu Babi 15° 30° 45° 60° 75° 90° Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr 1 0 0 3 0 2 1 2 2 0 3 0 0 2 0 0 2 1 3 2 0 3 0 2 0 1 3 1 0 2 0 2 2 3 3 0 3 0 0 4 0 1 3 3 2 2 5 0 0 3 3 2 1 6 0 0 2 3 3 2 7 0 2 3 3 2 0 8 0 1 3 3 2 1 Jumlah 1 0 11 1 21 5 20 8 11 8 6 1 Keterangan: Tr: transversal, Sa: sagital, nilai 0: hati tidak terlihat, nilai 1: hati mulai terlihat, nilai 2: hati terlihat jelas, nilai 3: hati terlihat sangat jelas
Tabel 4.5 merupakan hasil penilaian sonogram hati bagian kanan dengan posisi transduser transversal dan sagital dengan sudut 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Hasil sonogram hati bagian kanan dengan posisi transduser sagital juga berbeda pada setiap sudut. Jika dilihat dari pandangan dorsal-recumbency pada hati bagian kanan akan terlihat kantung empedu, saluran empedu, dan pembuluh darah (Dietrich et al. 2010). Sonogram organ hati yang paling jelas yaitu pada kisaran sudut 45° dengan jumlah nilai 21, kantung empedu terlihat semakin jelas seperti bulat anechoic dan struktur interna hati hypoechoic atau keabuan yang homogen (Goddard 1995). Sampel yang digunakan pada pengambilan sonogram hati bagian kanan dengan posisi transduser transversal hanya tiga sampel dikarenakan adanya kesalahan teknis, tetapi data yang dihasilkan dianggap sudah cukup menggambarkan. Hasil sonogram paling bagus ditunjukkan dengan hasil sonogram pada kisaran sudut 60° dan 75°. Kantung empedu paling terlihat pada sonogram ini, struktur interna hati yang hypoechoic juga paling terlihat jelas. Total nilai hasil sonogram pada kisaran sudut 60° dan 75° adalah 8. Bagian hati yang juga diperiksa yaitu hati bagian kiri. Pengambilan sonogram hati bagian kiri juga menggunakan teknik ultrasonografi dengan posisi transduser transversal dan sagital yang sama dengan pemeriksaan hati sebelumnya. Hasil sonogram organ hati bagian kiri posisi transduser sagital dapat dilihat pada gambar 4.9. Gambar 4.9 merupakan sonogram hati bagian kiri dengan posisi transduser sagital sudut 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Gambar 4.19 A 15°, B 30°, C 45°, D 60°, E 75°, dan F 90°. Hasil sonogram hati bagian kiri posisi transduser sagital tidak memperlihatkan adanya struktur hati, sedangkan sonogram hati bagian kiri posisi transduser transversal dapat dilihat pada gambar 4.10. Gambar 4.10 merupakan hasil sonogram hati bagian kiri dengan posisi transduser transversal dengan sudut masing-masing 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Gambar 4.10 merupakan sonogram hati bagian kiri posisi transduser dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45° (C), 60° (D), 75° (E), dan 90° (F). Sonogram yang dihasilkan tidak memperlihatkan adanya gambaran hati bagian yang kiri. Hasil sonogram dari pemeriksaan USG ini akan diamati dan dilakukan penilaian untuk setiap sonogram. Hasil penilaian sonogram hati bagian kiri disajikan dalam tabel 4.6.
23
A
B
1 cm 1 cm
1 cm
1 cm
C
D
1cm
1 cm
E
F
1 cm
1 cm
Gambar 4.9 Hasil sonogram hati bagian kiri posisi transduser sagital dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45°(C), 60° (D), 75° (E), dan 90° (F) Hasil sonogram hati bagian kiri dengan posisi transduser sagital dan transversal dengan masing-masing sudut tidak memperlihatkan adanya gambaran organ hati. Hasil sonogram tidak ditemukannya lengkung hyperechoic yang menggambarkan diafragma dan juga tidak adanya struktur interna hati yang hypoechoic pada tiap posisi transduser.
24
A
1 cm
C
1 cm
E
1 cm
B
1 cm
D
1 cm
F
1 cm
Gambar 4.10 Sonogram organ hati bagian kiri posisi transduser transversal dengan sudut 15° (A), 30° (B), 45° (C), 60° (D), 75° (E), dan 90° (F)
25 Tabel 4.6 Hasil penilaian sonogram hati bagian kiri dengan arah transduser sagital dan transversal menggunakan kisaran sudut tertentu Babi 15° 30° 45° 60° 75° 90° Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa Tr Sa 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Jumlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan Tr: transversal, Sa: sagital, nilai 0: hati tidak terlihat, nilai 1: hati mulai terlihat, nilai 2: hati terlihat jelas, nilai 3: hati terlihat sangat jelas
Tabel 4.6 merupakan tabel hasil penilaian sonogram hati bagian kiri dengan posisi transduser transversal dan sagital dengan sudut 15°, 30°, 45°, 60°, 75°, dan 90°. Sonogram hati bagian kiri posisi transduser sagital dan transversal tidak ditemukannya organ hati. Hal ini dikarenakan hati selalu terletak persis di belakang diafragma, dan cenderung terletak di sisi sebelah kanan terutama pada hewan besar karena lambung akan mendorong bagian-bagian lain ke arah kanan termasuk organ hati ( Fradson 1995).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Teknik ultrasonografi (USG) dapat digunakan dalam pemeriksaan organ dalam rongga abdominal yang terdiri dari hati, ginjal, pankreas, dan kantung kemih. Teknik USG dapat digunakan untuk mengetahui posisi, bentuk, ekhogenitas, dan marginasi dari organ yang diperiksa dengan pasangan kelenjar mamari sebagai titik orientasi. Untuk mendapatkan gambaran ultrasonografi yang baik diperlukan teknik pengambilan gambar yang tepat yang meliputi posisi hewan saat pengambilan gambar, posisi transduser terhadap sumbu tubuh hewan, dan sudut yang tepat antara transduser dan permukaan tubuh hewan.
Saran Penggunaan teknik USG dalam pemeriksaan organ dalam sangat menguntungkan karena bersifat non-invasive dan tidak berbahaya untuk pasien. Hal ini menyebabkan penggunaan teknik USG semakin berkembang sehingga perlu ditemukannya teknik-teknik yang yang tepat untuk pemeriksaan USG pada tiap organ.
26
DAFTAR PUSTAKA Akers RM, Denbow DM. 2008. Anatomy and Physiology of Domestic Animal. Blackwell Publishing Ltd: USA. hlm 107-115. Almond GW, Boju WTK, King GJ. Pregnancy Diagnosis in Swine: A Comparison of Two Ultrasound Instruments. Can Vet J 1985; 26: 205-208. Angelis CD, Repici A, Carucci P, Bruno M, Goss M, Mezzabotta L, Pellicano R, Saracco G, Rizzetto M. 2007. Pancreatic Cancer Imaging: The New Role of Endoscopic Ultrasound JOP. J Pancreas (Online); 8(1 Suppl.):85-97. Audiere S, Charbit M, Angelini ED, Oudry J, Sandrin L. 2010. Measurement of the Skin-Liver Capsule Distance on Ultrasound RF Data for 1D Transient Elastography. MICCAI Part II, LNCS 6362, pp. 34–41. Badea R. 2005. Ultrasonography of acute pankreatitis. Romanian of Journal Gastroenterology. March 2005. Volume 14 No. 1, 83-89. Barr F. 1990. Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat . Oxford: Blackwell Scientific Publications. hlm.1-19. Beschorner W, Joshi SS, Prather R, Schieber T, Thompson SC, Yang T, Zhou L, Mirvish S. 2003a. Selective and conditional depletion of pig cells with transgenic pigs and specific liposomes. Xenotransplantation 10, 497. Beschorner W, Prather R, Sosa C, Thompson SC, SchieberT, YangT. 2003b. Transgenic pigs expressing the suicide gene thymidine kinase in the liver. Xenotransplantation 10, 530. Boulot S. 2010. New application of imaging techniques in pig reproduction: from research to farm management. Proceedings of the Farm Animal Imaging Congress, Rennes: France. Braun U. 2004. Diagnostic ultrasonography in bovine internal disease. Department of Farm Animals, University of Zurich, Winterthurerstrasse 260, CH-8057 Zurich, Switzerland. Dachlan ST. 2008. Pencitraan motion-mode dan color flow Doppler ultrasonografi dalam pengamatan perkembangan organ kardiovaskular fetus kucing (Feliscatus). Institut Pertanian Bogor: Bogor. Dietrich C, Carla S, Maciej H. 2010. Ultrasound of liver. Department of Diagnostic Imaging: Bologna. hlm 12-15. Du ZQ, Vincent NS, Gilbert H, Vignoles F, Crechet F, Shimogiri T, Yasue H, Leplat JJ, Bouet S, Gruand J. 2007. Detection of novel quantitative trait loci for cutaneous melanoma by genome-wide scan in the MeLiM swine model. International Journal of Cancer 120, 303-320. Dyce KM, Sack WO, Wensing CJ. 2002. Textbook of Veterinary Anatomy 3rd ed. Saunders: USA. hlm 216-236. Dyson MC, Alloosh M, Vuchetich JP, Mokelke EA, Sturek M. 2006. Components of metabolic syndrome and coronary artery disease in female Ossabaw swine fed excess atherogenic diet. Comp Med 56, 35-45. Eastampton Veterinary Services, LLC. 2012. Library: Large and Small Animal and Surgery. Eastampton Veterinary Services: New Jersey. Fradson RD. 1995. Anatomy and Physiology of Farm Animals, 4th edition. Lea and Febiger: USA. hlm 559-567
27 Goddard PJ. 1995. Veterinary Ultrasonography. England: CAB International. hlm 1-13. Graham JS, Reid FM, Smith JR, Stotts RR, Tucker FS, Shumaker SM, Niemuth NA, Janny SJ. 2000. A cutaneous full-thickness liquid sulfur mustard burn model in weanling swine: Clinical pathology and urinary excretion of thiodiglycol. Journal of Applied Toxicology 20. S161-S172. Grant N. 2008. Guidelines on the use of liver biopsy in clinical practice. liver unit, Queen Elizabeth Hospital, Birmingham B15 2TH: UK. Herkenne C, Naik A, Kalia YN, Hadgraft J, Guy RH. 2006. Pig ear skin ex vivo as a model for in vivo dermatopharmacokinetic studies in man. Pharmaceutical Research 23, 1850-1856. Holt P. 2008. Urological Disorders of the Dog & Cat Investigation, Diagnosis, & Treatment. Manson Publishing: London. hlm 43-48 Gulsen F, Dikici S, Mihmanli, Ozbayrak M, Onal B, Obek C, Kantarci F. 2011. Detection of bladder cancer recurrence with real-time three-dimensional ultrasonography-based virtual cystoscopy. The Journal of International Medical Research; 39: 2264-2272. Ishii A, Vinuela F, Murayama Y, Yuki I, Nien YL, Yeh DT, Vinter HV. 2006. Swine model of carotid artery atherosclerosis: Experimental induction by surgical partial ligation and dietary hypercholesterolemia. American Journal of Neuroradiology 27, 1893-1899. Kragh PM, Li J, Du Y, Lin L, Schmidt M, Boegh IB, Bolund L, Nielsen AL, Holm IE, Joergensen AL. 2008. Establishment of pregnancies with handmade cloning porcine embryos reconstructed with fibroblasts containing an Alzheimer’s disease gene. Reproduction Fertility & Development 20, 231-232. Lai LX, Kolber SD, Park KW, Cheong HT., Greenstein JL, Im GS, Samuel M, Bonk A, Rieke A, Day BN. 2002. Production of alpha-1,3galactosyltransferase knockout pigs by nuclear transfer cloning. Science 295, 1089-1092. Le DM, Bougle A, Derudde S, Duranteau J. 2012. Renal Doppler ultrasound: a new tool to assess renal perfussion in criticsl illness shock. 2012. Apr; 37(4): 360-5. Mucksavage P, Ramchandani P, Malkowicz SB, Guzzo TJ. 2012. Is ultrasound imaging inferior to computed tomography or magnetic resonance imaging in evaluating renal mass size?. 2012 Jan; 79(1): 28-31. Noviana D, Aliambar SH, Ulum MF, Siswandi R. 2012. Diagnosis Ultrasonografi pada Hewan Kecil. PT Penerbit IPB Press: Kampus IPB Taman Kencana. hlm 14-55. Platt JF, Ellis JH, Rubin JM, Merion RM, Lucey MR. 1994. Renal duplex Doppler Ultrasonography:anoninvasive predictor of kidney dysfunction and hepatorenal failure in liver disease. Department of Radiology, University of Michigan Medical Center, Ann Arbor 48109- 0030. Radostits OM, Gay CC, Blood DC, Hinchcliff KW. 2005. Veterinary Medicine. W.B. Saunders Company: Philadelphia. hlm 25-28. Randall SP, Shen M, Dai Y. Genetically modified pigs for medicine and agriculture. 2008. Biotechnology and Genetic Engineering Reviews - Vol. 25, 245-266.
28 Renner S, Kebler B, Herbach N, Waldthausen DC, Wanke R, Hofmann R, Pfeifer A, Wolf E. 2008. Impaired incretin effect in transgenic piglets expressing a dominant negative receptor for glucose-dependent insulinotropic polypeptide in the pancreatic islets. Reproduction Fertility & Development 20, 82. Schoppler G, Heinzelbecker J, Michaely HJ, Dinter D, Clevert DA, Pelzer AE. 2012. The Impact of Ultrasound in Urology. Urologe A. 2012 Jan; 51(1): hlm 81-98. See MT. 1998. Evaluating machine and technician effects on ultrasonic measures of backfat and longissimus muscle depth in swine. Swine Health and Production. 1998;6(2):61–66. Shah A, Harper JD, Cunitz BW, Wang YN, Paun M, Simon JC, Lu W, Kaczkowski PJ, Bailey MR. 2012. Focused ultrasound to expel calculi from the kidney. J Urol. Feb;187(2):739-43. Shatos MA, Klassen HJ, Schwartz PH, Doherty J, Ziacian B, Kirov I, Nethercott H, Samuel M, Prather RS, Young MJ. 2004. Isolation of progenitor cells from retina and brain of the GFP-transgenic pig. Investigative Ophthalmology & Visual Science 45, U647. Spangfors. 1992. Blood analysis and its relationship to feeding the performance horse. Euro-vets ab: sweden Steiner MJ. 2008. Small Animal Gastroenterology. Die Deutsche Bibliothek: Jerman. hlm 119-126. Stoylen A. 2006. Basic Ultrasound for Clinicians.http://folk.ntnu.no[24Jun2008]. Thrall MA, Baker DC, Campbell TW, DeNicola D, Fettman MJ, Lassen ED, Rebar A, Weiser G. 2004. Veterinary Hematology and Clinical Chemistry. Lippincott williams and wilkins: USA. hlm 226-228. Turk JR, Laughlin MH. 2004. Physical activity and atherosclerosis: which animal model? Can J Appl Physiol 29, 657-83. Uchida M, Shimatsu Y, Onoe K, Matsuyama N, Niki R, Ikeda JE, Imai H. 2001. Production of transgenic miniature pigs by pronuclear microinjection. Transgenic Research 10, 577-582. Wernersson R, Schierup MH, Jorgensen FG, Gorodkin J, Panitz F, Staerfeldt HH, Christensen OF, Mailund T, Hornshoj H, Klein A. 2005. Pigs in sequence space: A 0.66X coverage pig genome survey based on shotgun sequencing. BMC Genomics 6, 70-87. Widmer WR, David SB, Larry GA. 2004. Ultrasonography of the urinary tract in small animals. J Am Vet Med Assoc.225(1): 46-54. Wilson B. 2005. The Manchester Handbook of Ultrasound Techniques. Department of Radiology Royal Manchester Hospital: Manchester. 41-44.
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Palembang pada tanggal 2 Januari 1991 dari ayah Haidir Wady dan ibu Purnama Dewi Williyanti. Penulis adalah putri ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Prabumulih dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran Hewan. Selama mengikuti perkuliahan, penulis mengikuti Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik Eksotik (HKSA) menjadi bendahara pada divisi akuatik pada tahun 2011 dan menjadi pengurus dengan kinerja baik pada periode kepengurusan HKSA tahun 2009-2010. Penulis juga aktif mengikuti seminarseminar yang dilakukan di Fakultas Kedokteran Hewan, antara lain seminar nasional One World, One Health pada tahun 2011, seminar Profesi Kedokteran Hewan tahun 2012, Metal Bio-degradable Medical Implants tahun 2012. Penulis aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan antara lain panitia acara Pelatihan Manajemen Satwa Akuatiktahun 2010, panitia acara Kunjungan ke Balai Besar Karantina Ikan Soekarno-Hatta dan PT.IKI (Inti Kapuas Indonesia), dan kunjungan ke Jendela Alam Kompleks Villa Istana Bunga Lembang.