Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2013 Vol. 2 No.1 Hal : 75-86 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp
TEKNIK INTERPRETATIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) UNTUK STRATEGI IMPLEMENTASI MODEL PENGELOLAAN PERIKANAN TANGKAP DI TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA (Interpretative Structural Modeling Technique for Implementing Strategy of Capture Fisheries Management Model in Karimunjawa National Park) Ririn Irnawati1*, Domu Simbolon2, Budy Wiryawan2, Bambang Murdiyanto2, Tri Wiji Nurani2 1Jurusan
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta, KM 04. Pakupatan, Serang, Banten. 2Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor *Korespondensi:
[email protected] Diterima: 25 April 2013 / Disetujui: 30 Mei 2013 ABSTRAK Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan kawasan prioritas dengan potensi sumberdaya ikan (SDI) yang masih memungkinkan untuk dikelola dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang proses konservasi yang dilakukan. Penelitian dengan metode pendekatan sistem telah dilakukan dan menghasilkan model untuk pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Model akan berguna jika diimplementasikan dalam suatu sistem yang nyata. Tujuan penelitian ini adalah merumuskan strategi untuk keberhasilan implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Strategi penerapan model dilakukan dengan teknik interpretative structural modelling (ISM), yaitu suatu teknik perencanaan strategis yang dapat memotret kondisi sistem secara komprehensif. Hasil penelitian menunjukkan untuk implementasi model, terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan. Lima elemen sistem dengan masing-masing subelemen kuncinya, yaitu (1) sektor masyarakat yang terpengaruh (nelayan); (2) kendala utama (konflik kepentingan pemanfaatan perairan); (3) tolok ukur (keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan); (4) aktivitas (koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI); dan (5) lembaga yang terlibat (DKP provinsi dan DKP kabupaten). Kata kunci: perikanan tangkap, strategi implementasi model, teknik ISM, TNKJ ABSTRACT Karimunjawa National Park (KNP) is a priority area with potential fish resources that possible to be managed and developed for increasing community welfare and supporting conservation process. Research conducted by using system approach and resulted a model for developing capture fisheries in KNP. A model will have benefit if could be implemented in a real system. The objective of the research is to formulate a strategy for the successful of implementing capture fisheries management model in KNP. ISM is a strategic planning technique that can
76
IRNAWATI ET AL.
JIPP
comprehensively capture the condition of the system. The result show that there are five elements of the system that should be considered. The five elements of the system with each key sub element are (1) affected community sector (fisherman); (2) the main constraint (conflict of interest in utilizing waters); (3) the measuring rod (sustainability of fish resources, reduced conflict, increasing fisherman incomes and welfare); (4) required activity (coordination between sector, developing working plans in zoning and fish resources management); and (5) the institution involved (marine and fisheries agency at district and province). Keywords: capture fisheries, implementing strategy, ISM, Karimunjawa PENDAHULUAN Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ) merupakan kawasan prioritas karena fungsi lindung yang dimiliki dan keunikan karakteristik sebagai daerah pelestarian perairan. TNKJ memiliki potensi sumberdaya ikan (SDI) yang masih memungkinkan untuk dikelola dan dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, serta menunjang proses konservasi yang dilakukan. TNKJ dihuni oleh penduduk yang mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Irnawati (2011) telah menghasilkan model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yang diberi nama PITASI. Model dihasilkan melalui penelitian dengan menggunakan metode pendekatan sistem. Model merekomendasikan beberapa hal, yaitu (1) pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ dilakukan dengan terlebih dahulu membagi kegiatan perikanan tangkap menjadi dua, yaitu usaha perikanan karang dan usaha perikanan pelagis; (2) pengelolan perikanan tangkap dilakukan sesuai dengan jenis komoditas unggulan perikanan tangkap terpilih di TNKJ, dengan memperhatikan potensi SDI dan peluang pengelolaannya lebih lanjut sesuai dengan prinsip pemanfaatan yang berkelanjutan; (3) pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ perlu memperhatikan fungsi kawasan Kepulauan Karimunjawa sebagai kawasan konservasi perairan, sehingga pemanfaatan potensi SDI yang dilakukan harus dapat mendukung keberlanjutan SDI tersebut; (4) peraturan perundangan dan kebijakan perikanan tangkap di TNKJ dibuat
dengan mengakomodasikan tiga perundangan utama dalam pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ yaitu UU No. 5/1990, UU No. 45/2009, dan UU No. 32/2004; dan (5) peningkatan fungsi dan peran dari kebijakan dan kelembagaan di tingkat lokal Karimunjawa dan kabupaten. Model merekomendasikan perlunya penguatan kelembagaan yang ada sehingga kontribusi lembaga-lembaga tersebut terhadap kegiatan pengelolaan perikanan tangkap di Karimunjawa dapat lebih nyata dan optimal. Model PITASI merupakan suatu konsep untuk pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Implementasi model di dalam sistem, akan memiliki konsekuensi diperlukannya perbaikan-perbaikan dari kondisi sistem saat ini. Keberhasilan penerapan model juga memerlukan komitmen dan dukungan dari pemerintah dan semua pihak yang terlibat di dalam sistem. Keberhasilan implmentasi model di dalam sistem nyata memerlukan strategi yang tepat. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi yang tepat dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ dengan menggunakan teknik interpretative structural modelling (ISM). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2009-Oktober 2010 di TNKJ Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Strategi implementasi model dilakukan melalui wawancara dengan stake-
Vol. 2, 2013
Teknik Interpretative Structural Modelling
holders kegiatan perikanan tangkap di TNKJ. Stakeholder meliputi nelayan, pengelola TNKJ, Dinas Kelautan dan Perikanan, pengelola pelabuhan perikanan, PEMDA, serta peneliti dan pakar di bidang perikanan. Keberhasilan implementasi model pengelolaan dianalisis dengan teknik ISM. ISM adalah proses pengkajian kelompok (group learning process) di mana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafis serta kalimat. ISM menganalisis elemen-elemen sistem dan memecahkannya dalam bentuk grafik dari hubungan langsung antar elemen dan tingkat hierarki. Aspek yang terkait dalam implementasi model dibagi menjadi elemen-elemen, dimana setiap elemen diuraikan menjadi sejumlah subelemen (Eriyatno 2003; Marimin 2004; Nurani 2010). HASIL DAN PEMBAHASAN Untuk dapat menerapkan model dengan baik, terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan, yaitu: (1) sektor masyarakat yang terpengaruh; (2) kendala utama; (3) tolok ukur keberhasilan; (4) aktivitas yang diperlukan; dan (5) lembaga yang terlibat. Keberhasilan kegiatan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ perlu lebih memprioritaskan pada subelemen kunci dari masing-masing elemen sistem. Elemen kunci tersebut akan mampu menggerakkan subelemen yang lainnya untuk mendukung keberhasilan program pengembangan dan pengelolaan yang dilakukan. Posisi antar sub elemen yang berbeda dalam kuadran, menjadikan hubungan antar subelemen menjadi sangat dinamis dan saling terkait, sehingga perlu dicermati dengan seksama dalam implementasinya di lapangan.
77
Sektor Masyarakat yang Terpengaruh Elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari kegiatan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari 10 sub elemen, disajikan dalam bentuk hirarki pada Gambar 1. Level satu pada elemen sektor masyarakat terdapat pengusaha (pemilik kapal); penyedia jasa transportasi laut; buruh pelabuhan; dan masyarakat sekitar pelabuhan. Pada level dua terdapat pemilik bengkel. Pada level ketiga terdapat pedagang perbekalan dan pengrajin alat tangkap bubu. Pada level empat terdapat eksportir, dan bakul ikan pada level lima. Pada level enam terdapat nelayan. Elemen kunci dari sektor masyarakat adalah nelayan. Hal ini berarti nelayan merupakan sektor masyarakat yang paling terpengaruh dari kegiatan pengembangan dan pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ. Nelayan merupakan elemen kunci yang akan dapat mempengaruhi atau menggerakkan subelemen-subelemen dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh lainnya (Gambar 1). Ikan hasil tangkapan yang dihasilkan oleh nelayan akan mendukung usaha yang dilakukan oleh bakul (pengumpul ikan). ikan hasil tangkapan dari pengumpul (bakul) kemudian dipasarkan, dan ada yang dijual ke eksportir. Kegiatan perikanan tangkap membutuhkan penyediaan perbekalan untuk melaut dan alat tangkap ikan. Pengembangan perikanan tangkap akan mendorong berkembangnya perekonomian masyarakat di TNKJ, karena akan menarik pengusaha jasa transportasi untuk melakukan aktivitas pendistribusian hasil tangkapan, serta memberikan lapangan pekerjaan bagi buruh di pelabuhan. Kegiatan perikanan tangkap juga akan memberikan lapangan pekerjaan bagi pemilik bengkel untuk perbaikan mesin kapal dan pemilik kapal untuk mengusahakan kapalnya di Karimunjawa.
78
IRNAWATI ET AL.
JIPP
Tabel 1 Elemen dan elemen kunci strategi implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ No. 1.
Elemen Sektor masyarakat yang terpengaruh
Elemen Kunci Nelayan
Sektor III Bakul Ikan, penyedia Perbekalan, industri pembuat alat tangkap, industri pembuat kapal, industri pembuat mesin, eksportir, pengusaha jasa transportasi laut, buruh pelabuhan, masyarakat sekitar
Sektor IV Nelayan
2.
Kendala utama
Konflik kepentingan pemanfaatan perairan
Kualitas teknologi yang kualitas SDM rendah
3.
Tolok ukur
Keberlanjutan SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
Keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; pemanfaatan SDI optimal, koordinasi antar sektor, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
Konflik kepentingan pemanfaatan perairan, konflik kepentingan antar sektor -
4.
Aktivitas yang diperlukan
Pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor
5.
Lembaga yang terlibat
DKP propinsi, DKP kabupaten
Koordinasi antar sektor; pembuatan peraturan zonasi dan pengelolaan perikanan; pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI; pengembangan teknologi penangkapan dan pengawasan; penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap; pengembangan akses informasi dan pasar. Pemerintah Daerah, LSM
Level 1
Level 2
Level 3
5. Pengusaha (Pemilik Kapal)
8. Pengusaha Jasa Transportasi Laut
9. Buruh Pelabuhan
Pembentukan kelembagaan perikanan bersama
DKP Provinsi, DKP Kabupaten, BTNKJ
10. Masyarakat Sekitar Pelabuhan
6. Pemilik Bengkel
3. Pedagang Perbekalan
4. Pengrajin AT (Bubu)
Level 4
7. Eksportir
Level 5
2. Bakul Ikan
Level 6
1. Nelayan
Gambar 1
terbatas,
Diagram model struktural dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh pada pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
Vol. 2, 2013
Teknik Interpretative Structural Modelling
Analisis mendalam pada matriks driver power dependence (Gambar 2), subelemen terdistribusi dalam dua sektor, yaitu sektor III dan sektor IV. Nelayan berada di sektor IV (independent atau peubah bebas), yang berarti nelayan memiliki daya dorong atau kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun memiliki sedikit ketergantungan terhadap sistem. Semua subelemen yang lainnya berada pada sektor III (linkage), yang berarti saling berpengaruh dengan subelemen lainnya. Subelemen yang berada di sektor III merupakan subelemen yang labil. Kurangnya perhatian pada subelemen tersebut akan menjadi penghambat keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen Kendala dalam Pengembangan Perikanan Tangkap TNKJ Elemen kendala pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari lima subelemen kendala, yang disajikan dalam bentuk hirarki pada Gambar 3. Level satu pada elemen kendala
terdapat kualitas teknologi penangkapan yang terbatas dan akses serta informasi pasar yang terbatas. Kendala selanjutnya adalah kualitas SDM yang rendah dan konflik kepentingan antar sektor, yang berada di level dua dan tiga. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan berada di level empat, yang sekaligus menjadi elemen kunci yang menjadi kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan merupakan elemen kunci dari elemen kendala pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Kendala utama ini harus terlebih dahulu diatasi, sebelum mengatasi kendala yang lain. Kendala berikutnya yang harus ditangani adalah konflik kepentingan antar sektor dan kualitas SDM yang rendah. Teratasinya kendala tersebut akan dapat mengatasi kendala selanjutnya, yaitu kualitas teknologi penangkapan yang masih terbatas, serta akses dan informasi pasar yang terbatas. Penanganan berkendala tersebut akan menjadikan kegiatan perikanan tangkap di TNKJ berjalan optimal dan berkelanjutan.
Sektor IV
Sektor III
Sektor I
Sektor II
Keterangan: (1) Nelayan (2) Bakul (pengumpul) (3) Pedagang perbekalan (4) Pengrajin alat tangkap (bubu) (5) Pengusaha (pemilik kapal)
79
(6) Pemilik bengkel (7) Eksportir (8) Penyedia jasa transportasi laut (9) Buruh pelabuhan (10) Masyarakat sekitar pelabuhan
Gambar 2 Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh dari pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
80
IRNAWATI ET AL.
Level 1
JIPP
3. Kualitas teknologi penangkapan yang terbatas
5. Akses dan informasi pasar terbatas
Level 2
4. Kualitas sumberdaya manusia rendah
Level 3
2. Konflik kepentingan antar sektor
Level 4
1. Konflik kepentingan pemanfaatan perairan
Gambar 3 Diagram model struktural dari elemen pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
Sektor IV
Sektor I
kendala
utama
dalam
Sektor III
Sektor II
Keterangan: (1) Konflik kepentingan pemanfaatan perairan (2) Konflik kepentingan antar sektor (3) Kualitas teknologi penangkapan ikan yang terbatas (4) Kualitas SDM yang rendah (5) Akses dan informasi pasar terbatas
Gambar 4 Matriks driver power-dependence untuk elemen kendala dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Matriks driver power dependence (Gambar 4) menunjukkan sub elemen konflik kepentingan pemanfaatan perairan dan konflik kepentingan antar sektor menempati sektor IV, yang berarti kedua subelemen tersebut mempunyai daya dorong yang kuat, tetapi memiliki sedikit ketergantungan terhadap sistem. Subelemen kendala yang memiliki daya dorong kuat dan
saling mempengaruhi terhadap subelemen lain adalah kualitas teknologi yang terbatas dan kualitas SDM yang rendah, yang berada di sektor III (linkage), sehingga diperlukan kehatihatian dalam menangani kendala tersebut. Sektor II (peubah terikat atau dependent) terdapat akses dan informasi pasar terbatas akibat lokasi yang terisolir dan transportasi yang terbatas,
Vol. 2, 2013
Teknik Interpretative Structural Modelling
yang berarti kendala tersebut memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang lain. Elemen tolok ukur pengembangan perikanan tangkap di TNKJ Elemen tolok ukur pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terdiri dari enam sub elemen yang terbagi dalam empat level, disajikan pada Gambar 5. Elemen kunci dari elemen tolok ukur adalah keberlanjutan SDI dan habitatnya; berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI; dan peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Hal tersebut menunjukkan bahwa subelemen dari tolok ukur keberhasilan memiliki prioritas yang hampir sama sebagai penentu keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Prioritas tolok ukur selanjutnya adalah pemanfaatan SDI yang optimal dan koordinasi antar sektor dan antar instansi. Dengan tercapainya tolok ukur
tersebut, diharapkan kegiatan perikanan tangkap dapat berjalan dengan optimal yang mampu meningkatkan kesejahteraan nelayan dan pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian daerah. Jika dilihat dari matriks driver power-dependence (Gambar 6), maka semua subelemen, kecuali elemen peningkatan perekonomian daerah, berada pada sektor III. Hal ini berarti subelemen tersebut memiliki daya dorong yang kuat atau tinggi sebagai tolok ukur keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ, serta bersifat linkage yang berarti memiliki ketergantungan yang sangat kuat di dalam sistem. Subelemen peningkatan perekonomian daerah berada di sektor II, yang berarti subelemen tersebut memiliki daya dorong yang cukup lemah atau kecil untuk keberhasilan sistem, namun memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain.
6. Peningkatan perekonomian daerah
Level 1
Level 2
81
3. Pemanfaatan SDI yang optimal
4. Koordinasi antar instansi dan sektor
5. Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan
Level 3
2. Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI
Level 4
1. Keberlanjutan SDI dan habitatnya
Gambar 5 Diagram model struktural dari elemen tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
82
IRNAWATI ET AL.
JIPP
Sektor IV
Sektor III
Sektor I
Sektor II
Keterangan: (1) Keberlanjutan SDI dan habitatnya (2) Berkurangnya konflik pemanfaatan perairan dan SDI (3) pemanfaatan SDI yang optimal (4) Koordinasi antar instansi dan antar sektor (5) Peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan (6) Peningkatan perekonomian daerah
Gambar 6 Matriks driver power-dependence tolok ukur untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Elemen Aktivitas yang Dibutuhkan Untuk Pengembangan Perikanan Tangkap di TNKJ Elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ disusun dari delapan subelemen yang terbagi dalam lima level (Gambar 7). Elemen kunci dari elemen aktivitas yang akan mendorong aktivitas yang lain adalah pembentukan kelembagaan bersama; pembuatan peraturan pengelolaan; dan koordinasi antar sektor. Ketiga aktivitas tersebut harus ada terlebih dahulu sebelum akivitas yang lainnya, yang berada di level di atasnya. Aktivitas berikutnya adalah pengembangan teknologi penangkapan ikan dan pengawasan agar kegiatan perikanan tangkap dapat terus berkelanjutan dan ramah lingkungan. Pembuatan rencana kerja dan penyediaan sapras perikanan tangkap merupakan aktivitas selanjutnya yang berada
satu level di atasnya. Aktivitas selanjutnya adalah pengembangan akses informasi dan pasar, serta penciptaan iklim yang kondusif agar kegiatan perikanan tangkap dapat berkembang dengan optimal dan berkelanjutan. Pada matriks driver power-dependence (Gambar 8), subelemen penciptaan iklim yang kondusif untuk usaha perikanan berada di sektor II, yang berarti sub elemen ini memiliki daya dorong yang cukup lemah dan dipengaruhi oleh sub elemen yang lainnya. Sub elemen pembentukan kelembagaan perikanan bersama berada pada sektor IV, yang berarti sub elemen ini memiliki daya dorong yang kuat tetapi memiliki sedikit ketergantungan di dalam sistem. Sedangkan subelemen yang lain berada di sektor III (linkage) yang berarti memiliki daya dorong yang kuat dan saling terikat satu sama lain.
Vol. 2, 2013
Teknik Interpretative Structural Modelling
Level 1
7. Pengembangan akses informasi dan pasar
Level 2
4. Pembuatan rencana kerja
83
8. Penciptaan iklim kondusif
6. Penyediaan sapras perikanan tangkap
5. Pengembangan teknologi dan pengawasan
Level 3
1. Koordinasi antar sektor
Level 4
Level 5
3. Pembuatan peraturan pengelolaan
Level 6
2. Pembentukan kelembagaan bersama
Gambar 7 Diagram model struktural dari elemen aktivitas yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
Sektor IV
Sektor I
Sektor III
Sektor II
Keterangan: (1) Koordinasi antar sektor yang terlibat (2) Pembentukan kelembagaan bersama untuk pengelolaan SDI dan zonasi (3) Pembuatan peraturan zonasi dan pengelolaan (4) Pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan sumberdaya (5) Pengembangan teknologi penangkapan dan pengawasan (6) Penyediaan sarana dan prasarana perikanan tangkap (7) Pengembangan akses informasi dan pasar (8) Penciptaan iklim yang kondusif untuk berusaha di bidang perikanan tangkap
Gambar 8 Matriks driver power-dependence aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan dalam pengembangan perikanan tangkap.
84
IRNAWATI ET AL.
JIPP
Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap Elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap terdiri dari delapan subelemen yang terbagi dalam empat level (Gambar 9). Level pertama dari elemen lembaga terdapat Dinas Perhubungan Laut (Dishubla), aparat penegak hukum dan LSM. Kelompok nelayan menduduki level dua, sedangkan Pemda Kab. Jepara berada di level tiga. Pada level empat terdapat Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi; DKP Kabupaten; dan BTNKJ. Elemen kunci dari elemen lembaga adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten. Analisis lebih lanjut pada matriks driver power-dependence, seperti yang disajikan pada Gambar 10, menunjukkan subelemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ terbagi ke dalam tiga sektor. Pada sektor II terdapat subelemen Dinas Perhubungan Laut (Dishubla), yang berarti Dishubla memiliki daya dorong yang cukup lemah atau kecil untuk keberhasilan sistem, namun memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain di dalam sistem. Pada sektor III terdapat subelemen
Level 1
5. Dishubla
Pemda Kab. Jepara, kelompok nelayan, aparat penegak hukum, dan LSM, yang berarti subelemen-subelemen tersebut memiliki daya dorong yang tinggi dan memiliki keterkaitan yang kuat dengan subelemen yang lain untuk keberhasilan sistem. Pada sektor VI terdapat subelemen DKP Provinsi, DKP Kabupaten, dan BTNKJ, yang berarti ketiga subelemen tersebut mempunyai daya dorong yang kuat untuk keberhasilan sistem, tetapi memiliki keterkaitan yang rendah dengan subelemen yang lain di dalam sistem. Elemen kunci dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di Karimunjawa adalah DKP Provinsi dan DKP Kabupaten, yang berarti kedua subelemen tersebut akan dapat menggerakkan subelemen yang lain di level atasnya untuk keberhasilan program pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Pada level yang sama terdapat BTNKJ dan level selanjutnya terdapat Pemda Kab. Jepara. Berdasarkan model struktural tersebut, terlihat bahwa kelembagaan pemerintah memiliki peran yang sangat penting untuk mencapai keberhasilan pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
7. Penegak Hukum
Level 2
6. Kelompok Nelayan
Level 3
4. Pemda
Level 4
1. DKP Provinsi
2. DKP Kabupaten
8. LSM
3. BTNKJ
Gambar 9 Diagram model struktural dari elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ.
Vol. 2, 2013
Teknik Interpretative Structural Modelling
85
Sektor III
Sektor IV
Sektor I
Sektor II
Keterangan: (1) DKP Provinsi Jawa Tengah (2) DKP Kabupaten Jepara (3) Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ) (4) Pemda Kab. Jepara (5) Dinas Perhubungan Laut (6) Kelompok nelayan (7) Aparat penegak hukum (8) Lembaga swadaya masyarakat
Gambar 10 Matriks driver power-dependence elemen lembaga yang terlibat dalam pengembangan perikanan tangkap di TNKJ. Pengelolaan kawasan konservasi saat ini menurut Sutono (2005) telah mengalami pergeseran menjadi kawasan yang berfungsi untuk mendukung kepentingan ekologis, ekonomi, dan sosial budaya, sehingga memberikan akses bagi masyarakat untuk menerima manfaat sekaligus bertanggung jawab dalam melestarikan dan menjaga manfaat tersebut. Namun pada kenyataannya pengelolaan tersebut belum berjalan secara optimal di wilayah konservasi laut. Masalah kesejahteraan masyarakat nelayan yang masih kurang baik di dalam TNL merupakan akar permasalahan yang perlu ditanggulangi. Bagaimana cara atau upaya memberdayakan dan mengakomodasi kebutuhan masyarakat nelayan di sekitar kawasan konservasi, sehingga mampu membalikkan posisi masyarakat. Masyarakat nelayan yang tadinya dianggap sebagai ancaman terhadap keberlanjutan kawasan konservasi menjadi faktor pendukung melalui kemitraan
yang saling menguntungkan semua pihak. Pengelolaan perikanan tangkap harus dilakukan secara komprehensif, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, dan kegiatan lainnya harus melibatkan stakeholders terutama para nelayan, pengusaha perikanan (bakul, pengolah dan pedagang), kelembagaan daerah, instansi terkait, maupun pengelola TNKJ. Mereka dapat dihimpun dalam suatu forum yang secara reguler memberikan saran pertimbangan kepada pemerintah maupun pengelola TNKJ. Pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ harus semakin diarahkan kepada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang ada di dalam kawasan TNKJ, hal ini karena masyarakat nelayan merupakan sektor yang paling terpengaruh terhadap kegiatan pengelolaan yang dilakukan. Pelibatan masyarakat nelayan di dalam kegiatan pengambilan keputusan, pengelolaan dan
86
IRNAWATI ET AL.
pengawasan akan semakin memberikan kesadaran terhadap nelayan mengenai pentingnya menjaga kelestarian SDI dan lingkungan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup. Purwanti (2008) menyatakan terdapat disharmonisasi antar instansi dalam pengelolaan TNKJ. Karenanya, kelembagaan dinas diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam mengadakan forum koordinasi dengan semua stakeholder yang terlibat sehingga kebutuhan masing-masing stakeholder dapat terakomodasi. Kelembagaan dalam konsep pengelolaan SDI merupakan faktor penting yang menggerakkan kinerja dari pengelolaan (Nurani 2010). Kelembagaan sebagai aturan main (rule of the game) mencakup himpunan aturan mengenai tata hubungan di antara orang-orang yang terlibat dalam pengelolaan. Komunikasi yang efektif dengan semua stakeholder akan berdampak pada terciptanya tata hubungan yang serasi dan seimbang, sehingga kegiatan pengelolaan dapat dilakukan dengan lebih terencana dan dapat mencapai tujuan konservasi yang telah ditetapkan, dengan tetap memperhatikan aspek pemanfaatan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. KESIMPULAN DAN SARAN Terdapat lima elemen sistem yang perlu diperhatikan dalam implementasi model pengelolaan perikanan tangkap di TNKJ, yaitu (1) sektor masyarakat yang terpengaruh, (2) kendala utama; (3) tolok ukur; 4) aktivitas yang diperlukan; dan (5) lembaga yang terlibat. Subelemen kunci sebagai faktor yang berperan penting bagi keberhasilan implementasi model dari masing-masing elemen secara berurut yaitu nelayan, konflik kepentingan pemanfaatan perairan, keberlanjutan
JIPP SDI, berkurangnya konflik, peningkatan pendapatan dan kesejahteraan nelayan, koordinasi antar sektor, dan pembuatan rencana kerja pengelolaan zonasi dan SDI, serta DKP provinsi dan DKP kabupaten. Saran yang perlu dipertimbangkan adalah teknik ISM perlu lebih banyak diaplikasikan dalam kajian di bidang perikanan tangkap karena bidang perikanan merupakan suatu sistem yang memiliki kompleksitas tinggi dan melibatkan banyak stakeholder. DAFTAR PUSTAKA Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. Jilid 1. Bogor: IPB Press. 175 hlm. Irnawati R. 2011. Model Pengembangan Taman Nasional Laut: Optimalisasi Pengelolaan Perikanan Tangkap di Taman Nasional Karimunjawa [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana IPB. Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Bogor: IPB Press dengan Program Pascasarjana IPB. 197 hlm. Nurani TW. 2010. Model Pengelolaan Perikanan: Suatu Kajian Pendekatan Sistem. Bogor: Departemen PSP FPIK IPB. 298 hlm. Purwanti F. 2008. Konsep CoManagement TNKJ [Disertasi]. Bogor: IPB. 162 hlm. Sutono D. 2005. Kebijakan Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut untuk Mendukung Produksi Perikanan yang Lestari. Prosiding Seminar Nasional Membangun Teluk Bintuni Berbasis Sumberdaya Alam. Jakarta: Lembaga Penelitian Universitas Trisakti. 168 hlm.