PENERAPAN TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
Heri Apriyanto NRP. P062100201
Dadang Subarna NRP. P062100081
Prima Jiwa Osly NRP. P062100141
Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor 2011
I. TEKNIK INTERPRETIVE STRUCTURAL MODELING (ISM) Studi Kasus : PROGRAM PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI YANG BERKELANJUTAN
LATAR BELAKANG
Membahas penerapan Teknik Interpretive Structural Modeling (ISM) dalam mengidentifikasi struktur yang ada pada suatu sistem, yang selanjutnya digunakan untuk mendukung dalam pengambilan keputusan
Studi Kasus untuk penerapan ISM dalam Program Pengelolaan Daerah Aliran Sungai yang Berkelanjutan Pengelolaan DAS adalah rangkaian upaya yang dilakukan oleh manusia untuk memanfaatkan sumberdaya alam DAS secara rasional guna memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan taraf hidup, seraya membina hubungan yang harmonis antara sumberdaya alam dan manusia serta keserasian ekosistem secara lestari Pengelolaan DAS ini melibatkan multi-sektor, multi-disiplin ilmu, lintas wilayah administrasi, terjadi interaksi hulu hilir, sehingga harus terpadu Perlu diketahui Struktur aktor/pelaku yang berperan dalam pengelolaan DAS dan Struktur kebutuhan untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan.
Interpretive Structural Modeling (ISM) Teknik ISM merupakan suatu proses pengkajian kelompok dimana model-model struktural dihasilkan guna memotret perihal yang kompleks dari suatu sistem, melalui pola yang dirancang secara seksama dengan menggunakan grafik serta kalimat (Eriyatno 1998).
Tahapan Teknik ISM
Prinsip dasar : Identifikasi dan struktur di dalam suatu sistem akan memberikan nilai manfaat yang tinggi guna merancang sistem secara efektif dan pengambilan keputusan yang lebih tinggi. Dalam teknik ISM, program yang ditelaah perjenjangan strukturnya dibagi menjadi elemen-elemen di mana setiap elemen selanjutnya diuraikan menjadi sejumlah sub-elemen Program dapat dibagi menjadi sembilan elemen, yaitu : ¾
sektor masyarakat yang terpengaruh,
¾
kebutuhan dari program,
¾
kendala utama,
¾
perubahan yang dimungkinkan,
¾
tujuan dari program,
¾
tolok ukur untuk menilai setiap tujuan,
¾
aktivitas yang dibutuhkan guna perencanaan tindakan,
¾
ukuran aktivitas guna mengevaluasi hasil yang dicapai oleh setiap aktivitas,
¾
lembaga yang terlibat dalam pelaksanaan program.
A. ELEMEN PELAKU PROGRAM PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN Kode A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
Sub Elemen Pelaku Balai Pengelolaan DAS Balai Wilayah Sungai Dewan Sumber Daya Air Dinas Kehutanan Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Forum DAS Akademisi Masyarakat/LSM
Structural Self-Interaction Matrix (SSIM) dengan menggunakan simbol V, A, X dan 0, di mana: V adalah eij = 1 dan eji = 0; A adalah eij = 0 dan eji = 1; X adalah eij = 1 dan eji = 1; O adalah eij = 0 dan eji = 0
3 PAKAR
HASIL DAN PEMBAHASAN No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1
A1
A2 V
A3 V A
A4 V X V
2
No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A5 O V V X
A6 X X V O A
A7 A A X X X X
A8 X X X A A A X
A1
A2 A
A3 A A
A4 V O V
3
No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A5 O V V X
A6 X X X O A
A7 X X X X O A
A8 O X O A X A X
I
A2 O
A3 A A
A4 V O V
A5 O V V X
A6 X X V A A
A7 X X A X X A
A8 X X A A A A X
TABEL SSIM Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan (3 pakar dan agregat)
AGREGAT No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1
A2 O
A3 O A
A4 V O V
A5 O V V X
A6 X X V O A
A7 A A A X O A
A8 O X O A A A X
Tabel. Reachability Matrix (RM) Awal Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS berkelanjutan No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1 1 0 0 0 0 1 1 0
A2 0 1 1 0 0 1 1 1
A3 0 0 1 0 0 0 1 0
A4 1 0 1 1 1 0 1 1
A5 0 1 1 1 1 1 0 1
A6 1 1 1 0 0 1 1 1
A7 0 0 0 1 0 0 1 1
A8 0 1 0 0 0 0 1 1
Tingkat Konsistensi pendapat pakar = 76,5%
Analisis Transivity rule No.
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8 Depen dence Level
1 1 0 1 0 1 1 1
1 1 0 1 1 1 1 1
0 1 1 1 0 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 1 0 1 1 1
0 0 1 1 1 0 1 1
0 1 0 0 0 0 1 1
6
7
5
8
8
7
5
3
3
2
4
1
1
2
4
5
Driver Power 5 7 5 7 4 5 8 8
Rang king 3 2 3 2 4 3 1 1
Tabel. Reachability Matrix (RM) Final Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS berkelanjutan
Tabel. Structural Self Interaction Matrix (SSIM) Final yang telah memenuhi Aturan Transivitas Elemen Pelaku Program Pengelolaan DAS Berkelanjutan No. A1 A2 A3 A4 A5 A6 A7 A8
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
X
O
X
V
X
A
A
X
X
V
X
A
X
X
V
V
X
A
X
X
X
A
A
X
A
A
A X
Penentuan tingkat (level) dari setiap sub elemen dilakukan dengan 2 cara, yaitu : 9 berdasarkan rangking yang merajuk pada aspek Driver Power secara langsung 9 berdasarkan proses iterasi setiap variabel untuk menemukan intersection dari masing-masing reachability dan antecendent Iterasi
Variabel
Reachability
Antecendent
Intersection
i
A1
1,2,4,5,6
1,2,4,6,7,8
1,2,4,6
A2
1,2,3,4,5,6,8
1,2,4,5,6,7,8
1,2,4,5,6,8
A3
3,4,5,6,7
2,3,4,7,8
3,7
A4
1,2,3,4,5,6,7
1,2,3,4,5,6,7,8
1,2,3,4,5,6,7,8
I
A5
2,4,5,7
1,2,3,4,5,6,7,8
2,4,5,7
I
A6
1,2,4,5,6
1,2,3,4,6,7,8
1,2,4,6
A7
1,2,3,4,5,6,7,8
3,4,5,7,8
3,4,5,7,8
A8
1,2,3,4,5,6,7,8
2,7,8
2,7,8
Variabel A1 A6 A3 A2 A8 A7
Reachability 1,2,6, 1,2,6 3,7 2,8 2,7,8 7
Antecendent 1,2,6,7,8 1,2,3,6,7,8 2,3,7,8 2,7,8 2,7,8 7
Intersection 1,2,6 1,2,6 3,7 2,8 2,7,8 7
Penentuan jenjang sub elemen melalui iterasi Iterasi ii ii iii iv iv v
Level
Level II II III IV IV V
Berdasarkan 2 (dua) cara tersebut maka dalam sub elemen pelaku pengelolaan ini diperoleh hasil yang berbeda : 9 cara (1) diperoleh 4 (empat) tingkat hirarki, maka yang menempati tingkat pertama adalah A5 (Dinas Pengembangan Sumber Daya Air) dengan elemen kunci (key element) adalah A7 (akademisi) dan A8 (masyarakat/LSM) 9
cara (2) diperoleh 5 (lima) tingkat hirarki. Sub elemen A4 (Dinas Kehutanan) dan A5 (Dinas Pengembangan Sumber Daya Air) menempati tingkat pertama, dengan sub elemen kunci adalah A7 (akademisi).
Penentuan model struktual dari elemen pelaku pengelolaan secara detail, maka dilakukan dengan menyusun dalam suatu tabel Tabel. Menentukan hubungan antar sub elemen pada setiap level No A4 A5 A1 A6 A3 A2 A8 A7
A4 1 1 1 1 1 1 1 1
A5 1 1 1 1 1 1 1 1
A1 1 0 1 1 0 1 1 1
A6 1 0 1 1 1 1 1 1
A3 1 0 0 0 1 1 1 1
A2 1 1 1 1 0 1 1 1
A8 0 0 0 0 0 1 1 1
A7 1 1 0 0 1 0 1 1
Struktur hirarki sub elemen aktor/pelaku pengelolaan DAS yang berkelanjutan
Klasifikasi :
Diagram Klasifikasi sub elemen pelaku pengelolaan DAS yang berkelanjutan
9 Variabel pelaku dari A1 sampai A7 berada pada Sektor III atau Linkages (pengait) posisi ini, yang berarti tindak-tindakan dari para pelaku ini akan mendukung keberhasilan dari pengelolaan DAS yang berkelanjutan, sedangkan jika tidak dilakukan tindakan dari para pelaku ini, maka pengelolaan DAS yang berkelanjutan dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal).
9
Independent
Linkage
8
A8
A7
7
A2
A4
DRIVER POWER
6 5
A3
A1
A6
4
A5
9 Variabel A8 (masyarakat/LSM) berada pada Sektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini.
3 2 1
Dependent
Autonomous 0 0
1
2
Keterangan : A1. BP DAS ; A3. Dewan SDA; A5. Dinas PSDA; A7. Akademisi;
3
4 5 DEPENDENCE
A2. A4. A6. A8.
6
7
Balai WS; Dinas Kehutanan Forum DAS; Masyarakat/LSM
8
9
9 Pada sektor yang lain (I / Autonomous dan II / Dependent) tidak terdapat variabel pelaku, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen pelaku ini yang tidak terkait dengan sistem serta tidak ada variabel yang sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem.
B. ELEMEN KEBUTUHAN PROGRAM PENGELOLAAN DAS BERKELANJUTAN
Kode B1. B2. B3. B4. B5. B6. B7. B8. B9. B10. B11. B12.
Sub Elemen kebutuhan Penegakan hukum Peningkatan luas kawasan lindung Peningkatan pendapatan masyarakat Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat Restrukturisasi kelembagaan Tata Ruang yang tepat Pemberian insentif dan disinsentif Peningkatan kesadaran stake holder Penetapan Pedoman pengelolaan DAS Pengembangan kearifan lokal Peningkatan lapangan pekerjaan Teknologi pengelolaan DAS
DENGAN CARA YANG SAMA DENGAN SUB ELEMEN PELAKU Hasil analisis transitivity rule terhadap RM menunjukkan tingkat konsistensi pendapat dari pakar sebesar 88,8%, yaitu terdapat sejumlah 16 sel yang direvisi, sedangkan jumlah sel keseluruhannya ada 144 sel. Perhitungannya adalah ([(144-16)/144)] x 100% = 88,8%. Tabel. Reachability Matrix (RM) Final Sub Elemen Kebutuhan Pengelolaan DAS berkelanjutan No.
B1
B2
B3
B4
B5
B6
B7
B8
B9
B10
B11
B12
DP
Rangk ing
B1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
1
0
9
3
B2
1
1
1
1
0
0
1
0
1
1
0
1
8
4
B3
0
0
1
0
1
0
0
0
1
1
0
0
4
6
B4
1
1
1
1
1
1
0
1
0
1
1
0
9
3
B5
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
1
1
10
2
B6
0
1
1
1
1
1
1
0
1
1
1
1
10
2
B7
1
0
0
1
0
0
1
0
0
0
1
1
5
5
B8
1
1
1
0
1
1
1
1
1
1
1
1
11
1
B9
1
1
1
0
0
1
1
1
1
1
1
1
10
2
B10
0
1
1
0
0
0
1
0
0
1
1
0
5
5
B11
0
0
1
0
0
0
1
1
0
0
1
1
5
5
B12
0
1
1
1
0
1
1
0
0
1
1
1
8
4
Dep
7
9
11
7
6
6
10
4
6
10
10
8
Level
5
3
1
5
6
6
2
1
6
2
2
4
Tabel Penentuan jenjang variabel-variabel dalam sub elemen melalui iterasi Berdasarkan 2 (dua) cara (berdasarkan DP dan iterasi setiap variabel untuk menentukan intersection) tersebut maka dalam sub elemen kebutuhan pengelolaan ini diperoleh : ¾ 7 (tujuh) tingkat hirarki. ¾ Pada cara (1) dan (2), maka yang menempati tingkat pertama adalah B3 (peningkatan pendapatan masyarakat) dengan elemen kunci (key element) adalah B8 (peningkatan kesadaran stakeholder). ¾ Namun terdapat perbedaan pada tingkat hirarki antara ke II – VI.
Iterasi i
Iterasi ii iii iii iv iv v vi vi vi vi vii
Variabel B1 B2 B3 B4 B5 B6 B7 B8
Reachability 1,2,3,4,5,7,9,10,11 1,2,3,4,7,9,10,12 3,5,9,10 1,2,3,4,5,6,8,10,11 1,2,3,4,5,6,7,10,11,12 2,3,4,5,6,7,9,10,11,12 1,4,7,11,12
Antecendent 1,2,4,5,7,8,9, 1,2,4,5,6,8,9,10,12 1,2,3,4,5,6,8,9,10,11,12 1,2,4,5,6,7,12 1,3,4,5,6,8 4,5,6,8,9,12 1,2,5,6,7,8,9,10,11,12
Intersection 1,2,4,5,7,9 1,2,4,9,10,12 3,5,9,10 1,2,4,5,6 1,3,4,5,6 4,5,6,9,12 1,7,11,12
B9 B10 B11 B12
1,2,3,5,6,7,8,9,10,11,12 1,2,3,6,7,8,9,10,11,12 2,3,7,10,11 3,7,8,11,12 2,3,4,6,7,10,11,12
4,8,9,11 1,2,3,6,8,9 1,2,3,4,5,6,8,9,10,12 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12 2,5,6,7,8,9,11,12
8,9,11 1,2,3,6,8,9 2,3,10, 7,8,11,12 2,6,7,11,12
Variabel B11 B7 B10 B1 B2 B6 B4 B5 B9 B12 B8
Reachability 7,8,11,12 1,4,7,12 2,7,10, 1,2,4,5,9, 1,2,4,9,12 4,5,6,9,12 4,5, 4,5,8 8,9 12 8
Antecendent 1,4,5,6,7,8,9,10,11,12 1,2,4,5,6,7,8,9,10,12 1,2,4,5,6,7,8,9,10,11 1,2,4,5,8,9, 1,2,4,5,6,8,9,12 4,5,6,8,9,12 4,5,12 4,5,8 8,9 5,8,9,12 8
Intersection 7,8,11,12 1,7,12 2,7,10 1,2,4,5,9 1,2,4,9,12 4,5,6,9,12 4,5, 4,5, 8,9 12 8
Level
I
Level II III III IV IV V VI VI VI VI VII
Tabel. Menentukan hubungan antar sub elemen pada setiap level B3 B11 B7 B10 B1 B2 B6 B4 B5 B9 B12 B8
B1. B2. B3. B4. B5. B6.
B3
B11
B7
B10
B1
B2
B6
B4
B5
B9
B12
B8
1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1
0 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1
0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 1
0 0 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0
1 0 0 0 1 0 1 1 1 0 0 1
1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1
0 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1
0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1
Penegakan hukum Peningkatan luas kawasan lindung Peningkatan pendapatan masyarakat Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat Restrukturisasi kelembagaan Tata Ruang yang tepat B7. B8. B9. B10. B11. B12.
Pemberian insentif dan disinsentif Peningkatan kesadaran stake holder Penetapan Pedoman pengelolaan DAS Pengembangan kearifan lokal Peningkatan lapangan pekerjaan Teknologi pengelolaan DAS
Struktur hirarki sub elemen KEBUTUHAN untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan
Diagram Klasifikasi sub elemen kebutuhan untuk pengelolaan DAS yang berkelanjutan g
j
12
Independent
11
Linkage
B8 B6
10
B5 9
B4 B1
DRIVER POWER
8
B12
B2
7 6 B11
5
B7 B10
4
B3
3 2 1
Dependent
Autonomous
0 0
B1. B2. B3. B4. B5. B6.
1
2
3
4
5
6 7 DEPENDENCE
8
9
10
11
Penegakan hukum Peningkatan luas kawasan lindung Peningkatan pendapatan masyarakat Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat Restrukturisasi kelembagaan Tata Ruang yang tepat B7. Pemberian insentif dan disinsentif B8. Peningkatan kesadaran stake holder B9. Penetapan Pedoman pengelolaan DAS B10. Pengembangan kearifan lokal B11. Peningkatan lapangan pekerjaan B12. Teknologi pengelolaan DAS
12
KLASIFIKASI : Sub elemen dari B1 (Penegakan hukum), B2 (Peningkatan luas kawasan lindung), B4 (Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan aparat), B5 (Restrukturisasi kelembagaan), B6 (Tata Ruang yang tepat), dan B12 (Teknologi pengelolaan DAS) berada pada Sektor III atau Linkages (pengait) , yang berarti pemenuhan kebutuhan ini akan mendukung keberhasilan dari program pengelolaan DAS yang berkelanjutan, sedangkan jika kebutuhan ini tidak dipenuhi, maka pengelolaan DAS yang berkelanjutan dapat tidak berjalan dengan baik (atau gagal). Sektor II (Dependent) terdapat subelemen B3 (Peningkatan pendapatan masyarakat), B7 (Pemberian insentif dan disinsentif), B10 (Pengembangan kearifan lokal), dan B11 (Peningkatan lapangan pekerjaan). Variabel-variabel ini sangat tergantung dari input dan tindakan yang diberikan pada sistem. Sub elemen B8 (peningkatan stakeholder) berada pada Sektor IV atau Independent, yang berarti variabel ini mempunyai kekuatan penggerak (driver power) yang besar, namun mempunyai sedikit ketergantungan terhadap program ini. Pada Sektor I / Autonomous tidak terdapat variabel kebutuhan, yang berarti tidak ada variabel dalam sub elemen kebutuhan ini yang tidak terkait dengan sistem.
KESIMPULAN ¾ Teknik ISM menghasilkan model struktural sub elemen dan matrik DP – D untuk menginterprestasikan hirarki dan keterkaitan antara masing-masing sub elemen - sub elemen yang dianalisis, yaitu pelaku dan kebutuhan dalam Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan ¾ Perumusan Program Pengelolaan DAS yang berkelanjutan dengan elemen-elemen kunci pada elemen kebutuhan adalah peningkatan kesadaran stakeholder, sedangkan elemen pelaku yang menjadi kunci untuk mendukung tercapainya program ini adalah kalangan akademisi.
II. METODA ANALYTICAL HIRARCHY PROCESS (AHP) Studi Kasus : PEMBUATAN KEPUTUSAN DALAM MANAJEMEN PROYEK
Latar Belakang
Membahas penerapan metoda Analytical Hirarchy Process (AHP) dalam pembuatan keputusan dalam manajemen proyek
Seorang pimpinan proyek beserta tim dihadapkan pada masalah dalam memilih perusahaan/kontraktor untuk melaksanakan proyeknya dengan baik
Sebelum tender dilakukan maka perlu dilakukan prakualifikasi untuk memilih perusahaan terbaik
Masalah prakualifikasi kontraktor adalah tahapan dalam pelaksanaan manajemen proyek yang dijadika contoh di dalam makalah ini
Struktur hirarki dibangun untuk memenuhi kriteria prakualifikasi dan kontraktor yang berkeinginan untuk melakukan proyek harus melalui tahap prakualifikasi
Dengan menerapkan AHP maka kriteria prakualifikasi dapat diprioritaskan dan daftar tingkatan kontraktor yang semakin menurun sesuai prioritas kriteria dapat dibuat untuk memilih kontraktor terbaik dalam rangka pelaksanaan proyek tersebut.
Saaty (1986) mengembangkan beberapa langkah dalam menerapkan AHP, yaitu : 1. Mendefinisikan masalah dan menentukan tujuannya 2. Struktur hirarki dari puncak (tujuan dari titik pandang pembuat keputusan) sampai ke tingkat menengah (kriteria dimana tingkat selanjutnya bergantung) terhadap tingkat yang biasanya mengandung daftar alternatif) 3. Membuat sebuah matrik perbandingan berpasangan (ukuran nxn) untuk setiap tingkat paling bawah dengan satu matriks untuk setiap elemen dalam tingkat di atasnya dengan menggunakan ukuran skala relatif seperti terlihat pada Tabel 1. Perbandingan berpasangan dilakukan dalam hal elemen yang mana mendominasi terhadap elemen lainnya
4. Terdapat n(n-1) / penilaian yang diperlukan untuk membangun gugus matriks dalam langkah 3. Kebalikannya secara otomatis diberikan pada setiap perbandingan berpasangan. 5. Sintesis hirarki digunakan untuk pembobotan vektor eigen dengan bobot kriteria-kriteria dan jumlahkan semua entri vektor eigen terbobot yang bersangkutan dengan entri dari tingkat bawah berikutnya. 6. Dengan membuat semua perbandingan berpasangan maka konsistensi ditentukan dengan menggunakan nilai eigen λmax, untuk menghitung indek konsistensi (CI) sebagai CI=( λmax-n)(n1), dimana n adalah ukuran matriks. Konsistensi penilaian dapat diuji dengan membuat rasio konsistensi (CR) dari CI dengan nilai yang cocok dengan indeks kosnsistensi acak Tabel 2. CR diterima jika tidak melebihi 0.10. Jika lebih, maka matriks penilaian tidak konsisten. Untuk memperoleh matriks konsistensi maka penilaian harus ditelaah kembali dan ditingkatkan. 7. Langkah 3-7 dilakukan untuk semua tingkat dalam hirarki.
Tabel Skala perbandingan berpasangan untuk preferensi AHP (Saaty, 1986) Nilai/Rate numerik 9
Penilaian preferensi verbal Preferensi mutlak/Mutlak lebih penting (Extreme)
8
Preferensi sangat kuat sampai mutlak
7
Preferensi sangat kuat/Sangat jelas penting (Very Strong)
6
Preferensi kuat sampai sangat kuat
5 4 3
Preferensi kuat/Jelas lebih penting (Strong) Preferensi menengah sampai kuat Preferensi menengah/Sedikit lebih penting (Moderate)
2
Preferensi sama sampah menengah
1
Preferensi sama/Sama penting (Equal)
1/(1-9)
Kebalikan nilai tingkat kepentingan dari skala 1-9
Tabel Rata-rata konsistensi acak (R1) (Saaty, 1986) Ukuran Matriks
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Konsistensi Acak
0
0
0,58
0,9
1,12
1,24
1,32
1,41
1,45
1,49
Tabel 3. Kriteria para kontraktor Perusahaan
Kontraktor A
Kontraktor B
Kontraktor C
Kontraktor D
Kontraktor E
5 tahun
7 tahun
8 tahun
10 tahun
15 tahun
2 proyek yang sama
1 proyek yang sama
Bukan proyek yang sama
2 proyek yang sama
Bukan proyek yang sama
Pengalaman Mendapatkan proyek khusus
1 proyek Internasional
Aset 7 M
Aset 10 M
Aset 14 M
Aset 11 M
Aset 6 M
Laju pertumbuhan tinggi, tidak ada liabilitas
Liabilitas 5,5 M, bagian dari kelompok usaha
Liabilitas 6 M
Liabilitas 4 M, berhubungan baik dengan bank
Liabilitas 1,5 M
Organisasi baik
Organisasi rata-rata
Organisasi baik
Organisasi baik
Organisasi buruk
C.M pribadi
C.M pribadi
C.M tim
Reputasi baik
Teknis kurang etis
Reputasi baik
2 proyek tertunda
Penghargaan pemerintah
Beberapa sertifikat
Sertifikat beberapa
Program keselamatan
Reputasi baik
Kenaikan biaya dalam beberapa proyek
Kriteria
Pengalaman
Stabilitas Keuangan
Kualitas Kinerja
Program keselamatan
QA/QC Program
1 proyek diakhiri Kualitas ratarata
Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Peralatan
Beban kerja saat ini
Pekerja 150
Pekerja 100
Pekerja 120
Pekerja 90
Pekerja 90
10 keahlian khusus
200 subkontrak
Keahlian pekerja baik
130 subkontrak
260 subkontrak
Tersedia saat puncak beban kerja
25 keahlian khusus
4 mesin mixer, 1 ekskavator, 15 mesin lain
6 mesin mixer,1 ekskavator, 1 buldoser,20 mesin lain, 15 000 sf steel formwork
1 batching plant, 2 truk, 2 mesin mixer,1 ekskavator,1 buldoser,16 mesin lain, 17000 sf baja fomwork
4 mesin mixer, 1 ekskavator, 9 mesin lain
2 mesin mixer, 10 mesin lainnya, 2000 sf baja, formwork, 6000 sf kayu formwork
1 proyek besar berakhir
2 proyek berakhir
1 proyek menengah mulai
2 proyek besar berakhir
2 proyek kecil dimulai
2 proyek pertengahan (1 menengah + 1 kecil)
1 besar +1 menengah)
2 proyek berakhir ( 1 besar + 1 menengah
1 proyek menengah di pertengahan
3 proyek berarkhir ( 2 kecil + 1 menengah)
Sesuai dengan prosedur AHP yang digambarkan dalam bagian 3 maka hirarki masalah dapat dibangun seperti pada gambar dibawah
Gambar Hirarki permasalahan memilih kontraktor yang cocok dalam prakulifikasi pelaksanaan proyek
Untuk tahap 3, pembuat keputusan harus menunjukkan preferensi atau prioritas untuk setiap alternatif keputusan dalam hal bagaimana berkontribusi terhadap masing-masing kriteria seperti pada Tabel dibawah..... Tabel Matriks perbandingan berpasangan untuk aspek pengalaman Pengalaman
A
B
C
D
E
A
1
1/3
1/2
1/6
2
B
3
1
2
1/2
4
C
2
1/2
1
1/3
3
D
6
2
3
1
7
E
1/2
1/4
1/3
1/7
1
Σ
12,50
4,08
6,83
2,14
17
Berikutnya dapat dilakukan secara manual atau dengan perangkat lunak AHP, seperti Expert Choice: 9 Sintesa matriks perbandingan berpasangan 9 Menghitung vektor prioritas untuk kriteria seperti pengalaman 9 Menghitung rasio konsistensi 9 Menghitung λmax 9 Menghitung indeks konsistensi, CI 9 Memilih nilai yang tepat dari rasio konsistensi acak 9 Menguji konsistensi matriks perbandingan berpasangan, apakah perbandingan pembuat keputusan telah konsisten atau tidak.
Matrik Sintesa Untuk Aspek Pengalaman Pengalaman
A
B
C
D
E
A
0,08
0,082
0,073
0,078
0,118
0,086
B
0,24
0,245
0,293
0,233
0,235
0,249
C
0,16
0,122
0,146
0,155
0,176
0,152
D
0,48
0,489
0,439
0,466
0,412
0,457
E
0,04
0,061
0,049
0,066
0,059
0,055
Vektor Prioritas
Σ λmax=5,037, CI=0,00925, RI=1,12, CR=0,0082 < 0,1 OK
=0,999
Expert Choice Untuk Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Aspek Pengalaman
Dengan menduga rasio konsistensi sebagai berikut... ⎡1 ⎤ ⎢3 ⎥ ⎥ ⎢ 0 , 086 ⎢ 2 ⎥ + 0 , 249 ⎥ ⎢ 6 ⎥ ⎢ ⎢⎣1 / 2 ⎥⎦
⎡1 / 3 ⎤ ⎢1 ⎥ ⎥ ⎢ ⎢1 / 2 ⎥ + 0 ,152 ⎥ ⎢ 2 ⎥ ⎢ ⎢⎣1 / 4 ⎥⎦
⎡1 / 2 ⎤ ⎢2 ⎥ ⎥ ⎢ ⎢1 ⎥ + 0 , 457 ⎥ ⎢ 3 ⎥ ⎢ ⎢⎣1 / 3 ⎥⎦
⎡ 2 ⎤ ⎡ 0 , 431 ⎤ ⎡1 / 6 ⎤ ⎢ 4 ⎥ ⎢1, 259 ⎥ ⎢1 / 2 ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢1 / 3 ⎥ + 0 , 055 ⎢ 3 ⎥ = ⎢ 0 , 766 ⎥ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ 7 2 , 312 1 ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎥ ⎢ ⎢⎣1 ⎥⎦ ⎢⎣ 0 , 276 ⎥⎦ ⎢⎣1 / 7 ⎥⎦ Matriks jumlah terboboti
Dengan membagi semua elemen dari matriks jumlah terboboti dengan elemen vektor prioritas masing-masing diperoleh... 0, 431 1, 259 0,766 2,312 0, 276 = 5,012 ....... = 5,056 ...... = 5,039 ...... = 5,059 ..... = 5,018 0,086 0, 249 0,152 0, 457 0,055
Lalu dihitung rata-rata dari nilai ini untuk memperoleh λmax... λmax =
(5,012+ 5,056+ 5,039+ 5,059+ 5,018) = 5,037 5
Lalu dihitung indeks konsistensi, CI sebagai berikut...
CI =
λmax − n n −1
=
5,037 − 5 = 0,00925 5 −1
Dengan memilih nilai yang tepat dari rasio kosistensi acak, RI, untuk ukuran matriks 5 dengan mengunakan Tabel 2, didapat RI=1,12. Lalu dihitung rasio konsistensi CR... CR =
0 , 00925 = 0 , 0082 1,12
Bila nilai CR < 0,1 maka penilaian dapat diterima
Dengan cara yang sama maka matriks perbandingan berpasangan dan matriks vektor prioritas untuk kriteria lainnya didapat masing-masing pada Tabel dibawah ….
Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Stabilitas Keuangan Stabilitas Keuangan
A
B
C
D
E
Vektor Prioritas
A
1
6
3
2
7
0,425
B
1/6
1
1/4
1/2
3
0,088
C
1/3
4
1
1/3
5
0,178
D
1/2
2
3
1
7
0,268
E
1/7
1/3
1/5
1/7
1
0,039 Σ
λmax=5,32, CI=0,08, RI=1,12, CR=0,071 < 0,1 OK
=0,998
Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Kualitas Kinerja Kualitas Kerja
A
B
C
D
E
Vektor Prioritas
A
1
7
1/3
2
8
0,269
B
1/7
1
1/5
1/4
4
0,074
C
3
5
1
4
9
0,461
D
1/2
4
1/4
1
6
0,163
E
1/8
1/4
1/9
1/6
1
0,031 Σ
λmax=5,38, CI=0,095, RI=1,12, CR=0,085 < 0,1 OK
=0,998
Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Sumber Daya Manusia Sumber Daya Manusia
A
B
C
D
E
Vektor Prioritas
A
1
1/2
1/4
2
5
0,151
B
2
1
1/3
5
7
0,273
C
4
3
1
4
6
0,449
D
1/2
1/5
1/4
1
2
0,081
E
1/5
1/7
1/6
1/2
1
0,045 Σ
λmax=5,24, CI=0,059, RI=1,12, CR=0,053 < 0,1 OK
=0,999
Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Sumber Daya Peralatan Sumber Daya Peralatan
A
B
C
D
E
Vektor Prioritas
A
1
1/6
1/8
2
3
0,084
B
6
1
1/4
5
7
0,264
C
8
4
1
9
9
0,556
D
1/2
1/5
1/9
1
2
0,057
E
1/3
1/7
1/9
1/2
1
0,038 Σ
λmax=5,28, CI=0,071 RI=1,12, CR=0,063 < 0,1 OK
=0,999
Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Beban Kerja Saat Ini Beban Kerja
A
B
C
D
E
Vektor Prioritas
A
1
1/5
1/3
3
3
0,144
B
5
1
5
6
6
0,537
C
3
1/5
1
2
2
0,173
D
1/3
1/6
1/2
1
2
0,084
E
1/3
1/6
1/2
1/2
1
0,062 Σ
λmax=5,40, CI=0,10, RI=1,12, CR=0,089 <0,1 OK
=0,999
Untuk matriks perbandingan alternatif keputusan juga digunakan prosedur perbandingan berpasangan yang sama terhadap gugus prioritas untuk semua enam kriteria dalam hal pentingnya masing-masing berkontribusi terhadap tujuan. Tabel pada slide selanjutnya selanjutnya menunjukkan matriks perbandingan berpasangan dan matriks vektor prioritas untuk enam kriteria
Matriks Perbandingan Berpasangan dan Hasil Expert Choice Untuk Prioritas Pemilihan Kontraktor Berdasarkan Enam Kriteria Pengalaman
Stabilitas keuangan
Kualitas kinerja
sumber Daya manusia
sumber daya peralatan
beban kerja saat ini
Vektor Prioritas
1
2
3
6
6
5
0,372
stabilitas keuangan
1/2
1
3
6
6
5
0,293
kualitas kinerja
1/3
1/3
1
4
2
3
0,156
sumber daya manusia
1/6
1/6
1/4
1
4
1/2
0,053
sumber daya peralatan
1/6
1/6
1/4
1/2
1
1/4
0,039
beban kerja saat ini
1/5
1/5
1/3
2
4
1
0,087
Pengalaman
Σ λmax=6,31, CI=0,062, RI=1,24, CR=0,05 < 0,1 OK
=1,00
Sensitivitas
Tabel Matriks Prioritas Untuk Prakualifikasi Kontraktor Pengalaman (0,372)
stabilitas keuangan (0,293)
kualitas kinerja (0,156)
sumber daya manusia (0,053)
sumber daya peralatan (0,039)
beban kerja saat ini (0,087)
Vektor Prioritas keseluruhan
A
1
2
3
6
6
5
0,222
B
1/2
1
3
6
6
5
0,201
C
1/3
1/3
1
4
2
3
0,241
D
1/6
1/6
1/4
1
4
1/2
0,288
E
1/6
1/6
1/4
1/2
1
1/4
0,041 Σ
=1,00
Dari Tabel diatas nilai yang terbesar didapat oleh kontraktor D. Sehingga untuk permasalahan prakualifikasi seluruh kontraktor dapat dirangking sesuai dengan prioritasnya adalah D, C, A, B dan E.
Sehingga KONTRAKTOR D adalah kontraktor yang layak untuk mengerjakan proyek
KESIMPULAN Pengelolaan suatu proyek melibatkan situasi pembuatan keputusan yang kompleks yang memerlukan kemampuan berfikir yang logis dan suatu metoda untuk membuat keputusan yang tepat. Makalah ini telah membahas penerapan AHP sebagai metoda pembuatan keputusan yang mempertimbangkan kriteria mejemuk. Contoh yang dipaparkan adalah masalah prakualifikasi kontraktor dalam mengikuti tender dari suatu proyek. Prakualifikasi kontraktor melibatkan berbagai kriteria dan prioritas yang harus diambil dan ditentukan oleh pemilik proyek yang menentukan persyaratan dan preferensi untuk karakteristik kontraktor yang akan menjalankan proyek.
Sekian dan Terima Kasih