ANALISIS KETERKAITAN FAKTOR KELUARGA TERHADAP STATUS GIZI BALITA (BB/TB) DI KECAMATAN KARANGNUNGGAL KABUPATEN TASIKMALAYA oleh : Fitriyah Zulfa, SKM1; LiliK Hidayanti, SKM., M.Si2 1. Staf Pengajar Peminatan Gizi FKM UNSIL, Alumni Magister Ilmu Gizi Universitas Sebelas Maret Surakarta Lulus Tahun 2009 2. Staf Pengajar Peminatan Gizi FKM UNSIL, Alumni Magister Gizi Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang Lulus Tahun 2009 ABSTRAK Pendapatan yang rendah akan mempengaruhi daya beli keluarga. Makin banyak jumlah anggota keluarga maka makin kecil konsumsi energi protein balita. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian ini termasuk jenis penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 94 orang dari populasi 4985 orang yang diambil secara random sampling. Uji Statistik yang digunakan adalah uji Rank Spearman dan uji chi square. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa pendapatan perkapita rata-rata Rp 112.464,27±73,777,38. Sebagian besar (91,5%) responden tidak bekerja. Lama pendidikan ibu rata-rata 7,72 tahun±2,26. Skor pengetahuan ibu rata-rata 6,74±4,90. Skor pola asuh anak rata-rata 44,07±2,91. Jumlah anggota keluarga rata-rata 4,43±1,42. Tingkat kecukupan energi (TKE) rata-rata 29,46±11,93. Tingkat kecukupan protein (TKP) rata-rata 49,56±14,57. Status Gizi BB/TB rata-rata 0,1410±0,1521. Sebagian besar (55,3%) status gizinya normal yaitu sebanyak 52 orang. Berdasarkan hasil uji statistik dapat diketahui bahwa ada hubungan antara pendapatan perkapita (p=0,007; ρ=0,275 dan p=0,022; ρ=0,236), lama pendidikan ibu (p=0,028; ρ=0,227 dan p=0,001; ρ=0,325), pengetahuan ibu (p=0,017; ρ=0,245 dan p=0,009; ρ=0,269), pola asuh anak (p=0,000; r=0,385 dan p=0,001; r=0,335), jumlah anggota keluarga (p=0,007; ρ=-0,274 dan p=0,008; ρ=-0,272) dengan TKE maupun TKP. Sedangkan tidak ada hubungan (p=0,418 dan p=0,424) antara pekerjaan ibu dengan TKE maupun TKP. Ada hubungan antara TKE (0,000; ρ = 0,475), TKP (0,000; ρ = 0,428) dengan status gizi balita. Peneliti memberikan saran perlu dilakukan penyuluhan mengenai tumbuh kembang anak dan status gizinya. Kata Kunci
: Pola Asuh, Keluarga, Energi, Protein, Status Gizi, Balita. ABSTRACT
Low earnings will influence family purchasing power. More many amount of family member hence more small of energi and protein in underfive consumption. Target of this research is to analyse relation between family characteristic with nutrition status of underfive child in Karangnunggal District of Tasikmalaya. This Research used observasional type with cross sectional approach. Amount of sample counted 94 people with population 4985 who is taken by Simple random sampling. Rank Spearman and chi square were used to bivariat analysis. Result of this research are mean of individual Rp 112.464,27±73,777,38. Most ( 91,5%) of responder did not work. mean of long education
mother are 7,72 tahun±2,26. Mean Score of mother knowledge are 6,74±4,90. mean score of take care child pattern are 44,07±2,91. Amount of mean family member 4,43±1,42. Mean of Level energi consumtion is 29,46±11,93. Mean of Level protein consumtion is 49,56±14,57. Mean of WHZ is 0,1410±0,1521. Most of (55,3%) responden is normal status in WHZ is counted 52 people. Pursuant to result of statistical test could be known by that there was relation between individual earnings ( p=0,007; ρ = 0,275 and p=0,022; ρ = 0,236), long of mother education ( p=0,028; ρ = 0,227 and p=0,001; ρ = 0,325), Mean of mother knowledge score ( p=0,017; ρ = 0,245 and p=0,009; ρ = 0,269), take care of child pattern ( p=0,000; and r=0,385 of p=0,001; r=0,335), amount of family member ( p=0,007; ρ =- 0,274 and p=0,008; ρ =- 0,272) with energy intake and also of protein intake. There was no relation ( and p=0,418 of p=0,424) between mother job status with energy intake and also of protein intake. There was relation between energy intake ( 0,000 = 0,475), protein intake ( 0,000 = 0,428) with underfive WHZ. Researcher give suggestion require to give counselling about child growth anddevelopment also nutrition status. Keyword : Take Care Of Child Pattern, Family, Energi, Protein, WHZ Nutition Status
PENDAHULUAN Data UNICEF tahun 2006 menunjukan, penderita gizi buruk pada anak meningkat jumlahnya. Dari 1,8 juta jiwa pada tahun 2005 meningkat menjadi 2,3 juta jiwa pada tahun 2006. Ini menggambarkan bahwa tingkat kehidupan masyarakat saat ini masih dibawah garis kemiskinan. Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat, tahun 2005 sebanyak 25.735 balita berstatus gizi buruk. Lima balita di antaranya kurang protein (kwasiorkor), 102 balita kekurangan kalori (marasmus), dan busung lapar (marasmus kwasiorkor) 20 balita. Setiap tahun kasus ini akan terus meningkat jumlahnya berdasarkan jumlah penduduk miskin. Dampak yang ditimbulkan akibat gizi buruk, penderita akan terlihat apatis, mengalami gangguan bicara dan gangguan lainnya. Anak juga akan terhambat perkembangan dan pertumbuhan otaknya secara optimal. Jika anak terhambat perkembangan otaknya, akan sangat fatal bagi perkembangan anak sendiri, karena otak adalah aset vital bagi anak untuk menjadi manusia yang berkualitas dikemudian hari. Jika saja gizi buruk tidak segera ditanggulangi maka secara kasat mata akan terbentang kemiskinan di masa yang akan datang karena rendahnya kualitas sumber daya (Antonius, 2008). Terdapat dua faktor yang terkait langsung dengan masalah gizi khususnya gizi buruk atau kurang, yaitu intake zat gizi yang bersumber dari makanan dan infeksi penyakit. Kedua faktor yang saling mempengaruhi tersebut terkait dengan berbagai faktor penyebab tidak langsung yaitu pendapatan keluarga, pekerjaan, pendidikan
ibu/pengetahuan ibu, pengasuh anak, social ekonomi (daya beli/pendapatan) keluarga yang masih rendah, jumlah anggota keluarga/ketersediaan pangan ditingkat keluarga tidak mencukupi pola konsumsi dan distribusi kurang merata ditingkat keluarga serta fasilitas kesehatan yang sulit dijangkau (Depkes RI, 1997). Mengetahui pengaruh faktor keluarga yang meliputi pendapatan keluarga, pekerjaan ibu, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola pengasuhan anak, jumlah anggota keluarga dengan status gizi balita di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya.
METODE PENELITIAN Metode Penelitian yang digunakan adalah metode survei, jenis penelitian explanatory, dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah Balita berumur 12-59 bulan yang tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Karangnunggal yang berjumlah 4985 balita. Sampel yang didapat adalah 94 balita dengan rumus sebagai berikut n
=
Z² 1-α/2 p(1-p) N d² (N-1) + Z² 1-α/2 p(1-p)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Status Gizi Balita yaitu Keadaan gizi balita (12-59 bulan) yang diperoleh dari hasil pengukuran berat badan (BB) dibandingkan dengan tinggi badan (TB) yang dinyatakan dengan BB/TB. Data yang didapat diolah dengan menggunakan Z score dengan standar baku WHO NCHS. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Pendapatan Keluarga yaitu Jumlah rupiah pendapatan yang diteima oleh kepala keluarga dan anggota keluarga setiap bulan yang berasal dari pekerjaan pokok maupun pekerjaan sampingan serta digunakan untuk membiayai kebutuhan primer dibagi jumlah anggota keluarga. Dinyatakan dalam pendapatan perkapita, Pekerjaan Ibu yaitu waktu yang dilewatkan atau digunakan ibu untuk bekerja diluar rumah sehingga mempengaruhi penyelenggaraan makanan anak (Wiryo, 2002). Pendidikan Ibu yaitu Jumlah tahun pendidikan formal atau terakhir yang ditempuh responden, data diperoleh dengan kuesioner. Pengetahuan Ibu yaitu kemampuan untuk menjawab dengan benar pertanyaanpertanyaan tentang penyediaan makan yang baik dengan menggunakan kuesioner yang berjumlah 9 pertanyaan. Skor maksimal 28 dan skor minimal 0, kemudian dinilai dengan perhitungan total skor pertanyaan dijawab. Pola Pengasuhan Anak adalah cara atau model yang digunakan oleh ibu atau pengasuh dalam merawat anaknya dan
memberikan makan kepada anaknya berdasarkan data yang diperoleh dari kuesioner yang berjumlah 20 pertanyaan. Skor maksimal 60 dan skor minimal 20, kemudian dinilai dengan perhitungan total skor pertanyaan dijawab. Jumlah Anggota Keluarga adalah anggota yang tetap tinggal didalam satu rumah dan tidak satu rumah tetapi mendapatkan makan dan dibiayai oleh kepala keluarga sampel selama kegiatan peneltian berlangsung. Tingkat Kecukupan Energi adalah rata-rata masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-hari ditambah rata-rata konsumsi ASI sehari-hari yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Energi (AKE) dan dikalikan dengan 100%. Data diperoleh dengan recall 2x24 jam secara tidak berurutan dalam satuan persen (%). Tingkat Kecukupan Protein adalah rata-rata masukan energi yang diperoleh dari makanan sehari-hari ditambah rata-rata konsumsi ASI sehari-hari yang dibandingkan dengan Angka Kecukupan Protein (AKP) dan dikalikan dengan 100%. Data diperoleh dengan recall 2x24 jam secara tidak berurutan dalam satuan persen (%).
ANALISIS DATA Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan penghitungan nilai statistik yang meliputi nilai maksimum, minimum, rata-rata dan standar deviasi dari variabel pendapatan keluarga, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola pengasuhan anak, jumlah anggota keluarga, tingkat kecukupan energi, tingkat kecukupan protein dan status gizi balita. Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui adanya hubungan adalah uji Chi Square, Rank Spearman, dan Product Moment
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya No. 1.
2.
3.
Variabel Pekerjaan a. Ibu Rumah Tangga b. Buruh c. PNS Tingkat Pendidikan a. Tamat SD b. Tamat SMP c. Tamat SMA d. PT Umur a. Minimal b. Maksimal c. Rata-rata d. Standar Deviasi
Jumlah
Persentase (%)
86 7 1
91,5 7,4 1,1
54 27 12 1
57,4 28,7 12,8 1,1
18 tahun 47 tahun 28,19 tahun 7,44
Table 4,1 menunjukkan bahwa hasil perhitungan statistik umur reponden berkisar antara 18 tahun – 47 tahun dengan rata-rata berkisar ±7,44. Dari table juga diketahui sebagian besar (91,5%) pekerjaan responden sebagai Ibu Rumah Tangga yaitu sebanyak 86 orang sedangkan sisanya sebagai buruh (7,4%) dan PNS (1,1%). Pendidikan responden lebih dari separuh (57,4%) responden tingkat adalah tamat SD, sedangkan sebagian kecil berpendidikan diploma (1,1%) . 2. Karakteristik Sampel a. Umur Berdasarkan perhitungan statistik menunjukkan bahwa umur sampel berkisar antara 12 bulan – 59 bulan dengan rata-rata berkisar 32,94 bulan ± 13,36.
b. Jenis Kelamin Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Sampel Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2008 No. 1. 2.
Jenis Kelamin
Persentase (%) 44,7 55,3 100,0
Jumlah
Laki-laki Perempuan Jumlah
42 52 94
Berdasarkan tabel 4.6 dapat diketahui bahwa lebih dari separuh (55,3%) sampel berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 52 sampel.
B. Deskripsi Variabel Bebas Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pekerjaan Ibu Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya Pekerjaan
Jumlah 8 86 94
Bekerja Tidak Bekerja Jumlah
Persentase (%) 8,5 91,5 100,0
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian besar (91,5%) responden tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga yaitu sebanyak 86 orang Tabel 4.3 Deskripsi Statistik Variabel Bebas* Variabel 1. Pendapatan per Kapita 2. Pendapatan per bulan 3. Jml. Angg. Keluarga 4. Lama Pendidikan 5. Pengetahuan Ibu 6. Pola Asuh Anak 7. Jumlah Anggota Keluarga *n= 94
Minimum
Maksimum
Rata-rata
Standar Deviasi
16.000
500.000
112.464,27
73.777,38
80.000
1.600.000
470.053,19
284.677,23
3 6 0 32
10 15 22 50
4,43 7,72 6,74 44,07
1,42 2,26 4,90 2,91
3
10
4,43
1,42
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa pendapatan per kapita berkisar antara Rp 16.000 – Rp 500.000 dengan rata-rata berkisar Rp 112.464,27±73,777,38 dan pendapatan perbulan berkisar antara Rp 80.000 – Rp 1.600.000 dengan rata-rata Rp 470.053,19±284.677,23 dengan jumlah keluarga berkisar antara 3 – 10 orang dengan rata-rata 4,43 ± 1,42. Dari tabel 4.3 juga diketahui bahwa lama pendidikan ibu berkisar antara 6 tahun (tamat SD) – 15 tahun (Diploma) dengan rata-rata 7,72 tahun ±2,26. Skor Pengetahuan Ibu berkisar antara 0 – 22 dengan rata-rata 6,74±4,90. Skor Pola Pengasuhan Anak berkisar antara 32 – 50 dengan rata-rata 44,07±2,91 dan Jumlah Anggota Keluarga berkisar antara 3 orang – 10 orang dengan rata-rata 4,43±1,42
C. Variabel Antara Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Standar Deviasi TKE 94 17,20 153,54 58,93 23,91 TKP 94 22,37 117,15 76,25 22,41 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa tingkat kecukupan energi berkisar antara 17,20 – Variabel
N
Minimum
Maksimum
Rata-rata
153,54% dengan rata-rata 58,93%±23,91, sedangkan tingkat kecukupan protein berkisar antara 22,37 – 117,15 dengan rata-rata berkisar 76,25±22,41.
No 1.
2.
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Persentase Variabel Jumlah (%) Tingkat Kecukupan Energi a. Defisit 71 75,5 b. Kurang 7 7,5 c. Sedang 11 11,7 d. Baik 5 5,3 Tingkat Kecukupan Protein a. Defisit 4 42,5 b. Kurang 15 16,0 c. Sedang 20 21,3 d. Baik 19 20,2
Berdasarkan tabel 4.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar (71,1%) termasuk kategori TKE defisit dan sebagian besar (42,5%) termasuk kategori TKP defisit.
D. Variabel Terikat Berdasarkan perhitungan statistik diketahui bahwa nilai Status Gizi BB/TB berkisar antara 0,0376 – 1,1683 dengan rata-rata 0,1410±0,1521 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Kategori Status Gizi Balita Berdasarkan Z Score BB/TB Sampel Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2008 No. 1. 2.
Status Gizi
Jumlah
Kurus Normal
42 52 94
Jumlah
Persentase (%) 44,7 55,3 100,0
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa sebagian besar (55,3%) status gizinya normal yaitu sebanyak 52 orang. Sedangkan sampel yang status gizinya kurus ada 42 orang (44,7%)
E. Analisis Bivariat 1. Hubungan Pendapatan per Kapita dengan TKE dan TKP
p = 0,007 ρ = 0,275 Gambar 4.1 Grafik Hubungan Pendapatan dengan TKE
p = 0,022
ρ = 0,236 Gambar 4.2 Grafik Hubungan Pendapatan dengan TKP
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita maka semakin tinggi nilai TKE, hasil dari uji korelasi nonparametrik rank spearman didapatkan p = 0,007 (p<0,05); ρ = 0,275 hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara pendapatan perkapita dengan TKE dengan arah hubungan positif, yaitu variabel pendapatan per kapita berbanding lurus dengan TKE. Gambar 4.2 menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan perkapita maka semakin tinggi TKP, hasil dari uji korelasi nonparametrik rank spearman p = 0,022 (p<0,05); ρ = 0,236 hal ini berarti bahwa terdapat hubungan antara pendapatan perkapita TKP dengan arah hubungan positif, yaitu variabel pendapatan per kapita berbanding lurus dengan TKP. Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makanan yang dibeli dengan uang tambahan yang didapatnya. Keluarga yang mempunyai pendapatan menengah ke bawah biasanya membelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk makanan. Semakin tinggi pendapatan maka semakin bertambah besar pula persentase pertambahan pembelanjaannya termasuk untuk sayur-sayuran, buah-buahan dan jenis makanan lainnya. Pendapatan merupakan faktor yang penting menentukan kualitas dan kuantitas makanan. Peningkatan pendapatan hanya akan memberikan pengaruh perbaikan gizi kepada anggota keluarga yang lebih tua sedangkan anak-anak mereka biasanya kurang terpenuhi 20-30% (Berg, 1986). Kenyataannya bagi sebagian rumah tangga, peningkatan pengeluaran pangan seiring dengan peningkatan asupan energi protein berpati merupakan strategi utama untuk bertahan pada situasi krisis. Namun demikian, sikap dan strategi seperti ini belum bisa memberikan dampak yang sama terhadap semua anggota keluarga. Bayi dan anak-anak berumur hingga 24 bulan adalah kelompok yang sensitif terhadap penurunan kualitas konsumsi pangan keluarga. Apalagi anak-anak tersebut mungkin malah tidak memperoleh makanan tambahan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Penurunan kualitas konsumsi pangan rumah tangga dapat dicirikan oleh keterbatasan membeli pangan sumber protein, mineral, vitamin dapat berdampak buruk pada keadaan gizi kelompok rawan ini (Tabor, 2000). Rendahnya pendapatan
(keadaan miskin), merupakan salah satu sebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya status gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit (Suhardjo, 2003). 2. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan TKE dan TKP Tabel 4.8 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dengan TKE Defisit Kurang Sedang Baik Jumlah Nilai p F % f % f % f % Bekerja 8 100,0 0 0 0 0 0 0 100,0 0,418 Tidak Bekerja 63 73,3 7 8,1 11 12,8 5 5,8 100,0 Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada responden yang tidak bekerja sebagian besar (73,3%) tingkat kecukupan energinya (TKE) termasuk kategori defisit. Sedangkan pada responden yang bekerja, seluruhnya (100%) tingkat kecukupan energinya termasuk kategori defisit. Berdasarkan penghitungan uji statistik chi square diperoleh nilai p > 0,05 (p=0,418) maka artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan TKE.
Bekerja Tidak Bekerja
Tabel 4.9 Hubungan Antara Pekerjaan Ibu dengan TKP Defisit Kurang Sedang Baik Jumlah Nilai p f % f % F % f % 3 37,5 0 0 2 25,0 3 37,5 100,0 0,424 37 43,0 15 17,4 18 20,9 16 18,6 100,0 Tabel 4.9 menunjukkan bahwa pada responden yang tidak bekerja
sebagian besar (43,0%) tingkat kecukupan proteinnya (TKP) termasuk kategori defisit. Sedangkan pada responden yang bekerja (37,5%), tingkat kecukupan proteinnya termasuk kategori defisit dan kategori baik. Berdasarkan penghitungan uji statistik chi square diperoleh nilai p > 0,05 (p=0,424), maka artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan TKP. Seorang ibu yang bekerja di luar rumah mempunyai resiko tidak dapat langsung menyiapkan dan memberi makanan keluarga dan anak-anaknya, karena waktunya tersita oleh pekerjaan. Hal ini sangat mempengaruhi kebiasaan makan anak-anak dan berdampak terhadap status gizi keluarga dan anakanak.bekerja selalu dijadikan alasan tidak memberikan ASI eksklusif pada bayi ketika ibu meninggalkan rumah, sehingga pemberian ASI pun berkurang, dan pada akhirnya pemberian makanan tambahan dilakukan secara dini (Wiryo, 2002). Jadi seorang ibu yang bekerja di luar rumah hendaknya dapat membagi
waktu dengan baik antara pekerjaan dan tugas penyelenggaraan makanan keluarga (Suhardjo, 2003). 3. Hubungan Pendidikan Ibu dengan TKE dan TKP
p = 0,028
ρ = 0,227 Gambar 4.3 Grafik Hubungan Lama Pendidikan dengan TKE
p = 0,001
ρ = 0,325 Gambar 4.4 Grafik Hubungan Lama Pendidikan dengan TKP
Berdasarkan gambar 4.3 dapat diketahui bahwa semakin tinggi lama pendidikan maka semakin tinggi nilai TKE, dari hasil uji korelasi non parametrik rank spearman didapatkan p value = 0,028 (p<0,05); ρ = 0,227 artinya terdapat hubungan antara lama pendidikan dengan TKE dengan arah hubungan positif, yaitu variabel lama pendidikan dengan TKE berbanding lurus. Gambar 4.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi lama pendidikan maka semakin tinggi nilai TKP, dari hasil uji korelasi non parametrik rank spearman didapatkan p value = 0,001 (p<0,05); ρ = 0,325 artinya terdapat hubungan antara lama pendidikan dengan TKP dengan arah hubungan positif, yaitu variabel lama pendidikan dengan TKP berbanding lurus. Menurut Soekanto, (1982) Pendidikan akan membuka jalan seseorang dalam menerima ide-ide atau nilai baru. Pendidikan masyarakat sangat berpengaruh pada pengetahuan masyarakat dalam menentukan keragaman makanan yang dikonsumsi sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada status gizi.Latar belakang pendidikan orang tua, baik suami maupun istri, merupakan salah satu unsur penting yang ikut menentukan keadaan gizi anak (Suhardjo, 2003). Tingkat pendidikan ibu yang tinggi serta wawasan yang luas merupakan faktor yang mendukung pemberian makanan yang baik pada bayi.
Dengan tingkat pendidikan yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan gizi pada bayi (Siregar, 2007). Pendidikan ibu memegang peranan penting terhadap gizi anaknya karena ada hubungannya dengan kualitas perawatan kesehatan dan makanan. Dari hasil analisisnya ditemukan adanya kecenderungan bahwa prevalensi gizi kurang dan buruk dijumpai lebih banyak pada ibu dengan pendidikan yang rendah (Kunanto, 1992). Selain itu, Mutmainah (1995) dalam Tarigan (2000), menyatakan rendahnya tingkat pendidikan dapat menyebabkan rendahnya pemahaman terhadap apa yang dibutuhkan pada pengasuhan demi perkembangan optimal anak
4. Hubungan Pengetahuan Ibu dengan TKE
p = 0,017
ρ = 0,245
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Pengetahuan Ibu dengan TKE
p = 0,009
ρ = 0,269
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Pengetahuan Ibu dengan TKP
Dari gambar 4.5 diketahui bahwa semakin tinggi skor pengetahuan ibu maka semakin tinggi nilai TKE, dari hasil uji korelasi non parametrik rank spearman didapatkan p value = 0,017 (p<0,05); ρ = 0,245 artinya terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan TKE dengan arah hubungan positif, yaitu variabel skor pengetahuan ibu berbanding lurus dengan TKE. Di samping itu, dari gambar 4.6 jugadiketahui bahwa semakin tinggi skor pengetahuan ibu
maka semakin tinggi nilai TKP, dari hasil uji korelasi non parametrik rank spearman didapatkan p p value = 0,009 (p<0,05); ρ = 0,269 artinya terdapat hubungan antara pengetahuan ibu dengan TKP dengan arah hubungan positif, yaitu variabel skor pengetahuan ibu berbanding lurus dengan TKP. Semakin banyak pengetahuan gizinya, semakin diperhitungkan jenis dan kuantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya. Awam tidak mempunyai cukup pengetahuan gizi akan memilih makanan yang paling menarik pancaindra dan tidak mengadakan pilihan berdasarkan nilai gizi makanan, sebaliknya mereka yang semakin banyak pengetahuan gizinya lebih banyak menggunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan tentang nilai gizi makanan tersebut (Sediaoetama, 2006). Pengetahuan ibu tentang kesehatan dan masalah gizi berperan nyata dalam resiko gizi kurang. Pengetahuan yang berperan nyata hanya pengetahuan tentang sumber vitamin dan mineral, sedangkan yang tidak berperan nyata adalah tentang manfaat oralit, larutan gula garam, pengetahuan tentang sanitasi lingkungan, pengetahuan gizi tentang sumber zat tenaga dan pembangun, pengetahuan komposit tentang kesehatan. 5. Hubungan Pola Pengasuhan Anak dengan TKE dan TKP
p = 0,000 r = 0,385 Gambar 4.7 Grafik Hubungan Pola Asuh Anak dengan TKE
p = 0,001 r = 0,335 Gambar 4.8 Grafik Hubungan Pola Asuh Anak dengan TKP
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa semakin tinggi skor pola asuh ibu maka semakin tinggi nilai TKE, dari hasil uji korelasi parametrik Pearson product moment didapatkan p value = 0,000 (p<0,05); r = 0,385 artinya terdapat
hubungan antara pola asuh anak dengan TKE dengan arah hubungan positif, yaitu variabel pola asuh anak berbanding lurus dengan TKE. Gambar 4.8 menunjukkan bahwa semakin tinggi skor pola asuh ibu maka semakin tinggi nilai TKP, dari hasil uji korelasi parametrik Pearson product moment didapatkan p value = 0,001 (p<0,05); r = 0,335 artinya terdapat hubungan antara pola asuh anak dengan TKP dengan arah hubungan positif, yaitu variabel pola asuh anak berbanding lurus dengan TKP. Menurut Nursalam (2005), pengasuhan yang baik sangat penting untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yang optimal. Sebagai contoh pada keluarga miskin, yang ketersediaan pangan di rumah tangganya belum tentu mencukupi, namun ibu yang tahu bagaimana mengasuh anaknya, dapat memanfaatkan sumber-sumber yang terbatas untuk dapat menjamin tumbuh kembang anak yang optimal. Ilustrasi yang dapat menggambarkan kondisi tersebut misalnya menyusui anak adalah praktek memberikan makanan, kesehatan dan pengasuhan yang terjadi bersamaan. Perhatian orang tua terutama ibu akan berpengaruh terhadap status gizi terutama pada balita. Perawatan dan pola asuh yang berpengaruh pada status gizi seorang anak akan ketelatenan ibu dalam memberikan makanan pada anak baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Cara pemasakan, penyajian dan pemberian makanan perlu perhatian yang baik karena pada usia balita biasanya anak mengalami kesulitan makan. Perawatan dan pola asuh yang tepat kepada anak dapat mengatasi masalah tersebut (Soetjiningsih, 1995). 6. Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan TKE dan TKP
p = 0,007 ρ = -0,274 Gambar 4.9 Grafik Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan TKE
p = 0,008 ρ = -0,272 Gambar 4.10 Grafik Hubungan Jumlah Anggota Keluarga dengan TKP
Dari gambar 4.9 dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah nilai TKE-nya, hasil dari uji korelasi nonparametrik yaitu uji rank spearman didapatkan p value = 0,007 (p<0,05); ρ = -0,274 yang artinya ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan TKE dengan arah negatif, variabel jumlah anggota berbanding terbalik dengan TKE. Dari gambar 4.10 dapat diketahui bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga maka semakin rendah nilai TKP-nya, hasil dari uji korelasi nonparametrik yaitu uji rank spearman didapatkan p value = 0,008 (p<0,05); ρ = -0,272 yang artinya ada hubungan antara jumlah anggota keluarga dengan TKP dengan arah negatif, variabel jumlah anggota berbanding terbalik dengan TKP. Berg (1986) bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan maka makin kecil konsumsi energi protein yang bisa diperoleh balita. Balita sering menjadi kelompok yang rentan terhadap gizi buruk karena balita belum bisa untuk mempertahankan dan membela dirinya dalam memperoleh makanan. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga besar adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh kekurangan pangan dengan demikian anakanak yang muda mungkin tidak diberi cukup makan. Tahun-tahun awal masa kanak-kanak yang biasanya meliputi satu hingga enam tahun adalah yang paling rawan. Kurang energi protein berat akan sedikit dijumpai bila jumlah anggota keluarganya lebih kecil (Suhardjo, 2003). Konsumsi makanan dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga dan distribusi makanan dalam keluarga. Jumlah anggota keluarga merupakan indikator penting dalam pembagian makanan. Semakin banyak anggota keluarga semakin panjang rantai makanan yang bisa masuk ke perut setiap anggota keluarga. Hal ini terutama berlaku bagi rumah tangga yang berpenghasilan rendah, di mana jumlah makanan yang telah disediakan sangat terbatas. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk setengah dari keluarga tersebut. Anak-anak yang tumbuh dari suatu keluarga miskin
adalah yang paling rawan terhadap gizi buruk di antara semua anggota keluarga, anak yang paling kecil biasanya yang paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. 7. Hubungan Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Balita
p = 0,000
ρ = 0,475
Gambar 4.11 Grafik Hubungan antara Tingkat Kecukupan Energi dengan Status Gizi Balita BB/TB
Gambar 4.11 menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat kecukupan energi, maka semakin tinggi pula nilai status gizi BB/TB. Dari penghitungan uji statistik dengan menggunakan uji rank spearman diperoleh nilai p = 0,000; ρ = 0,475 (p<0,05) artinya ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi balita dengan arah hubungan positif dan kekuatannya cukup kuat. Kekurangan
energi
protein
selama
masa
kanak-kanak
dapat
mempengaruhi pertumbuhan, kebiasaan makan yang kurang bisa menimbulkan masalah gizi. Salah satu unsur yang dapat menyebabkan masalah gizi adalah tidak adanya informasi yang memadai. Sekalipun kurangnya daya beli merupakan halangan yang utama, tetapi sebagian kekurangan gizi akan bisa diatasi kalau orang tahu bagaimana seharusnya memanfaatkan segala sumber yang dimiliki (Berg, 1986).
8. Hubungan Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi Balita
p = 0,000
ρ = 0,428
Gambar 4.12 Hubungan antara Tingkat Kecukupan Protein dengan Status Gizi Balita (BB/TB)
Berdasarkan gambar 4.12 dapat diketahui bahwa semakin tinggi ratarata konsumsi protein, maka semakin tinggi pula nilai status gizi BB/TB. Dari penghitungan uji statistik dengan menggunakan uji rank spearman diperoleh nilai p = 0,000; ρ = 0,428 (p<0,05) artinya ada hubungan antara tingkat kecukupan protein dengan status gizi balita dengan arah hubungan positif dan kekuatannya cukup kuat.Menurut Aulina (1999) bahwa kebutuhan protein digunakan untuk memenuhi kebutuhan basal karena jika jumlah ini tidak tercukupi maka kesehatan akan terganggu dan pertumbuhan normal tidak tercapai, sehingga akan mempengaruhi status gizi seseorang Protein yang dibutuhkan oleh anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang pesat adalah protein lengkap. Protein lengkap yaitu protein yang sanggup mendukung pertumbuhan badan maupun pemeliharaan jaringan yang rusak. (Sediaoetama, 1990). Winarno (2004) juga mengemukakan bahwa protein merupakan suatu zat makanan yang amat penting bagi tubuh, karena zat ini di samping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur, protein merupakan bahan pembentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh. Zat-zat gizi yang diperlukan manusia untuk tumbuh dan berkembang serta menjalankan aktivitas sehari-harinya merupakan faktor penting dalam kehidupan karena dengan kandungan gizi yang baik, jumlah makanan yang diterima tepat dengan kebutuhan tubuhnya maka memungkinkan tubuh untuk tumbuh juga akan berfungsi dan berkembang secara optimal. Kebutuhan seseorang akan zat gizi dari bahan makanan tergantung pada jenis kelamin,
umur, ukuran tubuh, aktivitas, keadaan kesehatan dan nilai atau mutu makanan yang dikonsumsinya (WKNPG, 1998).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dapat datarik dalam penelitian ini adalah ada hubungan antara pendapatan per kapita, pendidikan ibu, pengetahuan ibu, pola asuh anak, jumlah anggota keluarga dengan TKE maupun TKP , ada hubungan antara tingkat kecukupan energi dan tingkat kecukupan protein dengan status gizi balita serta Tidak ada hubungan antara pekerjaan ibu dengan TKE maupun TKP. Oleh karena itu penelitian ini merekomendasikan perlu dilakukan penyuluhan-penyuluhan kesehatan khususnya mengenai tumbuh kembang anak dan hal-hal yang berhubungan dengan status gizinya, perlunya upaya peningkatan status gizi melalui Program Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)serta perlu adanya peningkatan keterampilan ibu yang mempunyai balita dalam memilih macam makanan bagi balita.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier, Sunita., Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2002. Aritonang, Irianto., Antara Lumbung Padi dan Busung http://www.dinaskesehatan.diy.go.id, diakses tanggal 15 April 2008.
Lapar,
Badan Pusat Statistik, Ringkasan Statistik Ekonomi, Makro, Jakarta, 2007. Berg, Alan, Peranan Gizi dalam Pembangunan Nasional, Penterjemah Zakaria D Noer, Edisi I, Cetakan I, Rajawali, Jakarta, 1986. Bukit, P., Dampak Penyakit Infeksi Terhadap Status Gizi dan Respon Immun, Majalah Kedokteran FK-UKI XVII No. 41, Jakarta, 1999. Depkes R.I., Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional, Depkes R.I., Jakarta, 2000. Jalal, F., Sumali M. Atmojo, Gizi dan Kualitas Hidup, Jakarta, 1998. Kardjati, S., Aspek Kesehatan dan Gizi Anak Balita, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1985. Karyadi, Darwin, Muhilal, Kecukupan Gizi yang Dianjurkan, PT Gramedia, Jakarta, 1996.
Khomsan, Ali., Pangan dan Gizi untuk Kesehatan, PT Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2004. Khumaidi, M., Gizi Masyarakat, Depdikbud, Dirjen Dikti, Bogor, 1989. Kunanto, BP, Gatot., Hubungan Karakteristik Anak dan Keluarga Dengan Status Gizi Balita di Provinsi Irja, Tesis Program Pascasarjana IKM-UI, Jakarta, 1992. Lemeshow, Stanley. at all., Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1997. Megawangi, R., Sosio Budaya Gizi, Depdikbud Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor, 1986. Murti, Bhisma, Penerapan Metode Statistik Non Parametrik dalam Ilmu-ilmu Kesehatan, PT Gramedia, Jakarta, 1996. Nency
dan Muhammad, Gizi Buruk Ancaman Generasi yang http://www.polamakan.com, 2005, diakses tanggal 30 Mei 2008.
Hilang,
Notoatmodjo, S., Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta, 2005. Nursalam, Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak, Salemba Medika, Jakarta, 2005. Profil Puskesmas DTP Karangnunggal, 2007. Santoso, Singgih., Buku Latihan SPSS Statistik Non Parametrik, PT Gramedia, Jakarta, 2001. Saraswati, E., Gizi Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, Bogor, 1999. Sediaoetama, Djaeni, Ilmu Gizi, Dian Rakyat, Jakarta, 2006. Siswono, Kembali ke Pola Makan yang Benar, http://www.gizi.net, 2006, diakses tanggal 12 Mei 2008. Soekirman, Dampak Pembangunan Terhadap Keadaan Gizi Masyarakat, Gizi Indonesia, Vol. 16 No. 1-2, Persgi, Jakarta, 1995. Soetjiningsih, Tumbuh Kembang Anak, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1995. ………………, ASI Petunjuk Untuk Tenaga Kesehatan, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1997. Sugiyono, dan Eri Wibowo, Statistik Untuk Penelitian, Alfabeta, Bandung, 2004. Suhardjo, dkk., Pangan Gizi dan Pertanian, Penerbit UI Press, Jakarta, 1986.
…………….., Sosio Budaya Gizi, Depdikbud Direktorat Jenderal Tinggi Pusat Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor, 1989 Sunarti, Euis, dkk., Peran Gizi Bagi Pertumbuhan Kehamilan dan Tumbuh Kembang Bayi, Seminar Nasional, 2000. Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk., Penilaian Status Gizi, Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2001.