FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPESERTAAN PRIA DALAM PROGRAM KELUARGA BERENCANA DI KECAMATAN KARANGNUNGGAL KABUPATEN TASIKMALAYA TAHUN 2014 Dian Fortuna1) Nur Lina, SKM., M.Kes dan Siti Novianti, SKM, M.KM2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik1) Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik2) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi
ABSTRAK
Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Berdasarkan sensus penduduk jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun. Upaya Indonesia yang berkualitas maka pemerintah memiliki visi dan misi baru. Visi baru pemerintah tersebut yaitu mewujudkan keluarga yang berkualitas tahun 2015. Upaya dalam rangka mensukseskan visi dan misi diatas, salah satu yang paling bermasalah adalah rendahnya partisipasi pria atau suami dalam pelaksanaan program KB, baik mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor, merencanakan jumlah anak, pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini belum memuaskan. Sampai sekarang, program KB hanya fokus pada sikap dan perilaku wanita. Konsekuensinya, peranan pria yang sangat besar dalam mempengaruhi proses pengambilan keputusan diabaikan. Metode yang digunakan adalah metode penelitian dengan desain case control.Penelitian ini dilakukan pada pada pria pasangan usia subur di desa sarimanggu dan desa cikukulu kecamatan karangnunggaldengan sampel kasus43 responden dan sampel kontrol 43 responden dari 21.706 populasi. Instrumen penelitian berupa kuesioner. Analisis yang dilakukan yaitu analisis menggunakan menunjukkan tahun.Analisis
univariat menggunakan distribusi frekuensi dan analisis bivariat Uji Chi-Squarepada derajat kemaknaan α=0,05 . Hasil penelitian usia termuda responden adalah 20 tahun dan usia tertua 45 menggunakan chi-square menunjukan bahwa Ada hubungan antara
tingkat pengetahuan (p value = 0,049), sikap pria(p value = 0,031) dan dukungan istri(p value = 0,038) terhadap kepesertaan KB pria dalam program keluarga berencana dan Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan(p value = 0,084) dan akses pelayanan KB(p value = 0,626) terhadap kepesertaan KB pria dalam program keluarga berencana.Disarankankepada PLKB untuk memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang jenis-jenis, kelebihan dan kekurangan metode kontrasepsi pria, terutama MOP agar pria tidak mempercayai mitos yang berkembang di lingkungannya. Kepustakaan Kata Kunci
: 15 (2000 – 2014) : Penggunaan Alat Kontrasepsi, Kepesertaan KB Pria
1
FACTORSRELATED TOMEMBERSHIPMENOF FAMILY PLANNINGPROGRAMINKARANGNUNGGALTASIKMALAYADISTRICT2014 Dian Fortuna1) Nurlina, S.KM, M.Kes and Siti Novianti, S.KM, M.KM2) Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Epidemiologi dan Penyakit Tropik1) Universitas Siliwangi (
[email protected]) Dosen Pembimbing Bagian Epidemiologi dan Penyakit Tropik2) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi ABSTRACT
Indonesiais acountry with many problems of population, which until now have not been able to overcome. Based on population census the population of Indonesia has reached 237.556.363 people, consisting of 119.507.580 of men and 118.048.783 of women. Indonesia's population growth rate of 1.49 percent per year. Efforts quality Indonesian government has a vision and a new mission. The government's new vision is to realize the 2015 family of quality efforts in order to succeed the above vision and mission, one of the most problematic is the low participation of men or husbands in the implementation of family planning programs, both supportive wife in the use of contraception, as a motivator or a promoter, plan number of children, maternal and child health care, including prevention of maternal deaths to date haven’t been satisfactory. Until now, planning programs only focus on the attitudes and behavior of women. Consequently, a very large man role in influencing the decision – making processare ignored. The method used is the method of case-control study design. This study was conducted in male couples of child bearing age in the village Sarimanggu and the village cikukulu karangnunggal districts with 43 case samples and 43 control sample respondents from 21.706 population. The research instrument is a questionnaire. Analysis of the univariate analyzes were performed using frequency distribution and bivariate analysis using Chi-Square test at significance level α=0.05. The results showed the age of the youngest respondent was 20 years old and the oldest 45 years of age. Using chi-square analysis showed that There is a relationship between the level of knowledge (p value = 0.049), the attitude of men (p value = 0.031) and wife support (p value = 0.038), against KB male participation in family planning programs and There is no relationship between the level of education (p value = 0.084) and access to services KB (p value = 0.626) against KB male participation in family planning programs. It is recommended to PLKB to provide education and knowledge about the types, advantages and disadvantages of methods of male contraception, especially MOP so that he does not believe the myth that developed in the environment.
Literature Keywords
: 15 (2000 – 2014) : Contraceptive use, Membership Men of KB
2
1. PENDAHULUAN Konferensi Internasional tentang kependudukan dan pembangunan (ICPD Kairo, 1994) disepakati perubahan paradigma dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas menjadi lebih kearah pendekatan kesehatan reproduksi dan kesetaraan gender (BKKBN, 2003). Sejalan dengan perubahan paradigma kependudukan dan pembangunan diatas, program Keluarga Berencana (KB) di Indonesia juga mengalami perubahan orientasi dari nuansa demografis menjadi nuansa Kesehatan Reproduksi (Kespro) yang terkandung pengertian bahwa KB adalah suatu program yang dimaksudkan untuk membantu pasangan atau perorangan dalam mencapai tujuan reproduksinya. Hal ini mewarnai program KB era baru di Indonesia (BKKBN, 2000). Indonesia adalah negara yang memiliki banyak masalah kependudukan yang hingga saat ini belum bisa diatasi. Berdasarkan sensus penduduk jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237.556.363 orang, yang terdiri dari 119.507.580 laki-laki dan 118.048.783 perempuan. Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,49 persen per tahun (Sensus Penduduk, 2010). Berdasarkan jumlah tersebut, maka setiap harinya penduduk Indonesia bertambah sebesar 9.027 jiwa. Dan setiap hari jam terjadi pertambahan penduduk sebanyak 377 jiwa. Bahkan setiap detik jumlah pertambahan penduduk masih tergolong tinggi yaitu sebanyak 1,04 (1-2 jiwa). Pertambahan penduduk di Indonesia umumnya bisa dikatakan 99,9% disebabkan oleh kelahiran, sisanya berupa migrasi masuk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam satu detik di Indonesia terjadi kelahiran bayi sebanyak 1-2 jiwa (BPS, 2010). Upaya dalam rangka mensukseskan visi dan misi diatas, salah satu yang paling bermasalah adalah rendahnya partisipasi pria atau suami dalam pelaksanaan program KB, baik mendukung istri dalam penggunaan kontrasepsi, sebagai motivator atau promotor, merencanakan jumlah anak, pemeliharaan kesehatan ibu dan anak termasuk pencegahan kematian maternal hingga saat ini belum memuaskan. Hal ini masih tercermin dari rendahnya kesertaan KB pada pria. Faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kesertaan KB pria antara lain : (1) kondisi lingkungan sosial, budaya, masyarakat dan keluarga yang masih menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan. (2) pengetahuan dan kesadaran pria dan keluarga dalam ber-KB rendah. (3) Keterbatasan penerimaan dan keterjangkauan pelayanan kontasepsi pria. (4) adanya anggapan, kebiasaan serta persepsi dan pemikiran yang salah, yang masih cenderung
3
menyerahkan tanggungjawab KB sepenuhnya kepada istri atau perempuan (BKKBN, 2011). Rendahnya keikutsertaan suami dalam praktek penggunaan kontrasepsi tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari persepsi atau anggapan yang masih cenderung menyerahkan tanggungjawab KB sepenuhnya kepada para istri atau perempuan. Hal ini terbukti dengan adanya Prevalensi KB menurut alat atau cara ber-KB berdasarkan pengambilan data peserta aktif pada bulan Januari tahun 2010 menunjukkan bahwa prevalensi KB di Indonesia adalah 75.8% diantaranya akseptor wanita sebanyak 75.4 % dan akseptor pria sebanyak 1.6 % (BKKBN, 2011). Upaya meningkatkan persepsi melalui promosi KB pria dengan berbagai media dan bentuk diharapkan akan menumbuhkan persepsi yang benar pada masyarakat terutama pria, sehingga mereka sadar dan dengan ikhlas ikut serta menjadi peserta KB. Promosi tentang KB pria yang berkelanjutan memang harus dilakukan, mengingat persepsi dan pemikiran yang salah tentang KB (BKKBN, 2011). Kontrasepsi pria yang berhasil dibina menjadi peserta KB aktif sebanyak 152.914 akseptor diantaranya memilih kondom 94.318 akseptor, memilih Medis Operatif Pria (MOP) 59.596 akseptor. Dari data diatas, dapat dilihat bahwa alat kontrasepsi MOP yang paling rendah diminati oleh pria. Dari angka keikutsertaan KB pria tersebut maka perlu ditinjau ulang metode KB pria agar lebih efektif untuk meningkatkan partisipasi pria dalam ber-KB (BKKBN, 2011). Partisipasi pria dalam ber-KB untuk wilayah Kabupaten Tasikmalaya Kecamatan
Karangnunggal
seharusnya
62%,
masih
pencapaian
belum
Kecamatan
memenuhi
target
Karangnunggaldari
BKKBN 21.706
yang Pria
Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Karangnunggal hanya 254 (1,2%) pria yang merupakan Peserta Aktif (PA) KB, diantaranya 61 pria memilih MOP (24%) dan 193 pria memilih menggunakan kondom (76%), sedangkan untuk target pencapaian MOP sendiri 87 akseptor dan kondom 270 akseptor sehingga total target untuk Kecamatan Karangnunggal sebanyak 357 (1,64%) akseptor.Di kecamatan karangnunggal ada 14 desa yang menjadi akseptor KB Pria,untuk PA tertinggi, tingkat Kecamatan Karangnunggal pada Maret 2014 Desa Sarimanggu dan Desa Cikukulu merupakan desa pengguna KB pria tertinggi,Desa Sarimanggu terdiri dari 23 (9,1%) akseptor yang terdiri dari MOP 4 (17,4%)
akseptor dan
Kondom 19 (83%) akseptor, Desa Cikukulu terdiri dari 20(7,9%) akseptor yang terdiri dari MOP 5 (25%) akseptor dan Kondom 15(75%) akseptor, dibandingkan dengan desa-desa yang lain (Pengelola Kantor KBPP, 2014).
4
Pada hasil data yang diperoleh pada saat melakukan survey, diperoleh dari banyak metode KB pria kontrasepsi, MOP adalah metode yang paling rendah. Dengan begitu tingkat partisipasi pria/suami ber-KB di Kecamatan Karangnunggal Kabupaten Tasikmalaya sangat kurang. Berdasarkan survey awal yang dilakukan, kurangnya partisipasi pria dalam menggunakan alat kontrasepsi tersebut, karena adanya alasan-alasan yang digunakan oleh para pria agar terhindar dari penggunaan KB, antara lain : anggapan bahwa KB pria tidak penting, mengurangi kenikmatan
saat
berhubungan
intim,
cepat
lelah
saat
bekerja
(apabila
menggunakan MOP) dan bersifat permanen (apabila menggunakan MOP). 2. TUJUAN PENELITIAN Mengetahui hubungan Tingkat pendidikan, tingkat pengetahuan, sikap pria, akses pelayanan dan dukungan istri terhadap penggunaan KB Pria dalam Program Keluarga Berencana. 3. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode pendekatan Case Control. Populasi pada penelitian ini adalah pasangan usia subur di kecamatan karangnunggal yaitu sebanyak 21.706 orang. Sampel kasus dari penelitian ini adalah pria yang menggunakan KB yaitu 43 responden dan sampel kontrol adalah pria yang tidak menggunakan KB yaitu 43 responden, total sampel 86 responden. Instrumen penelitian menggunakan Kuesioner. Analisis bivariat menggunakan uji Chi-Square dengan derajat kemaknaan 0,05. 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi, dari seluruh sampel yang berjumlah 86 orang responden dinyatakan memenuhii kriteria. Jumlah responden tersebut berasal dari Pasangan Usia Subur yang terpilih melalui Random Samplingdari Kelurahan Sarimanggu dan Cikukulu. Responden yang paling sedikit adalah rentang umur 20 – 25 tahun yaitu sebanyak 10 responden (11,6%) dan jumlah umur terbanyak dari responden ada pada rentang umur 38 – 43 dan 44 - 49 tahun yaitu sebanyak 22 responden (25,6%).
5
a. Ananlisis Univariat Tabel 4.1 Hasil Univariat Distribusi Frekuensi Responden Pria Pasangan Usia SuburSubur Kelurahan Sarimanggu dan Cikukulu Kecamatan Karangnunggal Tahun 2013 Frekuensi N (%)
No
Variabel
1.
Tingkat Pendidikan a. Rendah b. Tinggi Total Tingkat Pengetahuan a. Kurang b. Baik Total Sikap Pria a. Kurang b. Baik Total Akses Pelayanan a. Rendah b. Tinggi Total Dukungan Istri a. Tidak Mendukung b. Mendukung Total Kepesertaan Pria a. Bukan Peserta Pengguna Alat Kontrasepsi Pria b. Peserta Pengguna Alat Kontrasepsi Pria Total
2.
3.
4.
5.
6.
22 64 86
25,6 74,4 100
36 50 86
41,9 58,1 100
43 43 86
50 50 100
23 63 86
26,7 73,3 100
67 19 86
77,9 22,1 100
43
50
43
50
86
100
Berdasarkan tabel 4.1, diketahui bahwa responden dengan Tingkat Pendidikan paling banyak terdapat pada kategori Tinggi sebanyak 64 responden (74,4%) dan responden dengan tingkat pendidikan rendah sebanyak 22 responden (25,6%).Tingkat Pendidikan paling banyak terdapat pada kategori baik
sebanyak 50 responden (58,1%) dan responden dengan tingkat
pengetahuan kategori kurang sebanyak 36 responden (41,9%).Sikap Pria pada kategori Kurang dan baik memiliki jumlah yang sama yaitu sebanyak
43
responden (50%). Akses pelayanan paling banyak terdapat pada kategori Tinggi sebanyak
63 Responden (73,3%) dan responden dengan akses pelayanan
kategori rendah sebanyak 23 responden (25,7%). Dukungan istri paling banyak terdapat pada kategori tidak Mendukung sebanyak 67 responden (77,9%) dan responden dengan kategori mendukung sebanyak 19 responden (22,1%).
6
Responden yang merupakan Peserta pengguna Alat Kontrasepsi Pria sebanyak 43 orang (50%) dan kategori yang bukan Peserta pengguna Alat Kontrasepsi Pria sebanyak 43 responden (50%). b. Analisis Bivariat Tabel 4.2 Hubungan Tingkat Pendidikan terhadap Kepesertaan KB dalam Program Keluarga Berencana Pria Pasangan Usia Subur Kelurahan Sarimanggu Dan Cikukulu Kecamatan Karangnunggal Tahun 2014
No 1. 2.
Kepesertaan KB Pria Bukan Tingkat Pendidikan PesertaKB Peserta KB N (%) N (%) Tinggi 7 31,8 15 68,2 Rendah 36 56,2 28 43,8 Total 43 50 43 50 OR = 0,363 CI = 0,130 – 1,011
Total N
(%)
22 64 86
100 100 100
P Value
0,084
Berdasarkan tabel 4.2, hasil penelitian menunjukkan, responden yang bukan merupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan tingkat pendidikan dengan kategori rendah (56,2%) dibandingkan dengan yang kategori tinggi (31,8%). Sedangkan responden yangmerupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan tingkat pendidikandengan kategori tinggi (68,2%) dibandingkan yang kategori rendah (43,8%). Hasil uji Chi Square antara Tingkat pendidikan dengan kepesertaan KB pria di dapat nilai p value= 0,084 lebih besar dari p value= 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara Tingkat pendidikan terhadap kepesertaan KB pria. Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor penentu pemilihan alat kontrasepsi. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan akseptor dapat menerima suatu pemahaman terhadap suatu alat kontrasepsi maka semakin selektif dalam pemilihan alat kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi akseptor. Seseorang yang berpendidikan tinggi akan berbeda tingkah lakunya dengan orang hanya berpendidikan dasar (Budiono, 2002). Akseptor dalam melakukan program KB pada intinya hanya untuk memenuhi tujuannya untuk tidak mau punya anak lagi atau menunda jarak kelahiran. Tingkat pendidikan yang rendah tentu akan memberikan dampak pada pemilihan alat kontrasepsi dimana mereka yang menggunakan alat kontrasepsi tanpa mengetahui dampak dan efek samping dari masing-masing alat
7
kontrasepsi sehingga akseptor mau menggunakan alat kontrasepsi yang familiar dan terjangkau. Alat kontrasepsi yang familiar dan terjangkau oleh masyarakat adalah alat kontrasepsi jenis suntik, pil KB dan kondom. Hal tersebut didukung dengan cara penggunaan alat kontrasepsi tersebut yang tergolong lebih mudah dan haraganya pun terjangkau oleh masyarakat. Hal ini kemungkinan disebabkan karena di dunia pendidikan formal juga tidak ada materi khusus tentang keluarga berencana sehingga disini seseorang mengetahui tentang partisipasi pria dalam KB bukan dari sektor pendidikan formal melainkan dari tema dan media massa terutama dari surat kabar dan televisi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budisantoso (2008) tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul Tahun 2008 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pria untuk ikut berpartisipasi dalam KB. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan Ekawati (2007) yang menyatakan pendidikan pria berpengaruh positif terhadap persepsi pria untuk berKB.
Tabel 4.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan terhadap Kepesertaan KB Pria dalam Program Keluarga BerencanaPria Pasangan Usia Subur Kelurahan Sarimanggu Dan Cikukulu Kecamatan Karangnunggal Tahun 2014
No 1. 2.
Kepesertaan KB Pria Bukan Tingkat pengetahuan Peserta KB Peserta KB N (%) N (%) Baik 23 69,9 13 36,1 Kurang 20 40 30 60 Total 43 50 43 50 OR = 2,654 CI = 1,096 – 6,428
Total N
(%)
36 50 86
100 100 100
P Value
0,049
Berdasarkan tabel 4.3, hasil penelitian menunjukkan, responden yang bukanmerupakan peserta KB didapatkan lebih banyak pada responden dengan tingkat pengetahuan dengan kategori baik (69,9%) dibandingkan dengan yang kategori kurang
(40%). Sedangkan responden yang merupakan peserta KB
didapatkan lebih banyak pada responden dengan tingkat pengetahuan dengan kategori kurang (60%) dibandingkan yang kategori baik (36,1%). Hasil uji Chi Square antara tingkat pengetahuan dengan kepesertaan KB pria di dapat nilai p value= 0,049 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna
8
antara tingkat pengetahuan terhadap kepesertaan KB pria. Dengan OR= 2,654 (95% CI= 1,096 – 6,428). Berarti responden dengan tingkat pengetahuan kategori kurang berisiko 2,654kali lebih besar untuk tidak mengikuti kepesertaan KB pria dibandingkan dengan responden yang tingkat pengetahuan kategori baik. Pengetahuan masyarakat yang salah tentang kekurangan dan kelebihan dari alat kontrasepsi yang mereka gunakan, sehingga dalam hal ini menimbulkan persepsi yang salah dalam pemilihan alat kontrasepsi. Pemilihan alat kontrasepsi oleh para akseptor lebih banyak kepada jenis hormonal dibanding jenis alat (Fitria, 2010). Dengan demikian maka ada pengaruh pengetahuan terhadap partisipasi pria dalam menggunakan alat KB. Adapun hasil penelitian lain yang mendukung penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh SDKI tahun 2002-2003 tentang kesenjangan gender dalam KB dan kesehatan reproduksi, menunjukan bahwa dari semua responden (n=100) hanya 39 % yang mengetahui manfaat dari KB. Hal ini disebabkan karena masih sangat terbatasnya informasi tentang kontrasepsi pria dan kesehatan reproduksi (Anapah, 2007). Pengetahuan berperan besar dalam memberikan wawasan terhadap pembentukan sikap masyarakat terhadap kesehatan. Sikap tersebut akan diikuti dengan tindakan dalam melakukan usaha-usaha peningkatan kesehatan. Pria (suami) yang tidak mempunyai pengetahuan yang luas tentang KB tidak akan termotivasi untuk mengikuti program KB (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan yang rendah merupakan faktor yang tidak mendorong masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi yang baik dan benar sesuai dengan prosedur yang benar. Masyarakat hanya menggunakan alat kontrasepsi yang populer dimasyarakat, yang banyak digunakan dimasyarakat tanpa mengetahui efek samping dari alat kontrasepsi yang digunakan (Fitria, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2009) tentang Gambaran Persepsi pria pada program Keluarga berencana menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan sangat penting untuk ikut berpartisipasi dalam program keluarga berencana. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zaeni (2006) tentang Status Kesehatan pria dalam partisipasi keluarga berencana menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan merupakan faktor pemicu untuk ikut serta menjadi kader KB.
9
Tabel 4.4 Hubungan Sikap Pria terhadap Kepesertaan KB Pria dalam Program Keluarga BerencanaPria Pasangan Usia Subur Kelurahan Sarimanggu Dan Cikukulu Kecamatan Karangnunggal Tahun 2014
No 1. 2.
Kepesertaan PKB Pria Total Bukan Peserta Sikap Pria Peserta KB KB N (%) N (%) N (%) 43 100 Baik 27 62,8 16 37,2 43 100 Kurang 16 37,2 27 62,8 Total 43 50 43 50 86 100 OR = 2,848 CI = 1,188 – 6,828
P Value
0,031
Berdasarkan tabel 4.4, hasil penelitian menunjukkan, responden yang bukan merupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan sikap pria dengan kategori baik (62,8%) dibandingkan dengan yang kategori kurang
(37,2%). Sedangkan responden yang Merupakan peserta
KBdidapatkan lebih banyak pada responden dengan Sikap pria dengan kategori kurang (62,8%) dibandingkan yang kategori baik (37,2%). Hasil uji Chi Square antara Sikap pria dengan kepesertaan KB pria di dapat nilai p value= 0,031 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna antara sikap pria terhadap kepesertaan KB pria. Dengan OR= 2,848 (95% CI= 1,188 – 6,828). Berarti responden dengan sikap pria kategori kurang berisiko 2,848 kali lebih besar untuk tidak mengikuti kepesertaan KB pria dibandingkan dengan responden yang sikap pria kategori baik. Sikap yaitu evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain objek atau isu-isu. Sikap adalah reaksi yang masih tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsiirkan dari perilaku yang nampak (Notoatmodjo, 1993). Partisipasi pria dalam melakukan KB yang kaitannya dengan kesehatan reproduksi adalah tanggung jawab pria atau suami dalam kesertaan ber-KB, serta berperilaku seksual yang sehat dan aman bagi dirinya, pasangan dan keluarganya. Bentuk partisipasi pria atau suami dalam KB dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Partisipasi pria atau suami secara langsung (sebagai peserta KB) adalah pria atau suami menggunakan salah satu cara atau metode pencegahan kehamilan, seperti kondom, vasektomi, serta KB alamiah yang melibatkan pria atau suami (metode sanggama terputus dan metode pantang berkala) (Sugiono, 2008).
10
Dengan demikian sikap responden yang baik terhadap partisipasi pria dalam KB merupakan perasaan yang memihak atau mendukung terhadap upaya berpatisipasi dalam KB. Sikap responden terhadap obyek, dalam hal ini partisipasi dalam KB, merupakan perasaan mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tersebut (Notoatmodjo, 2007). Dapat diasumsikan bahwa bersikap baik terhadap partisipasi pria dalam KB berarti mendukung untuk berpartisipasi dalam KB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nabuasa (2011) tentang program KB menunjukkan bahwa tingkat pendidikan sangat berkaitan dengan partisipasi pria. Penelitian ini mendapatkan kebenaran bahwa tingginya partisipasi pria dalam program KB apabila tingkat pengetahuan pria baik. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nayoan (2010) menemukan bahwa tingkat pengetahuan pria yang kurang terhadap program KB memiliki rendahnya minat untuk mengikuti kepesertaan KB pria. Tabel 4.5 Hubungan Akses Pelayanan terhadap Kepesertaan KB Pria dalam Program Keluarga Berencana Pria Pasangan Usia Subur Kelurahan Sarimanggu Dan Cikukulu Kecamatan Karangnunggal Tahun 2014
No 1. 2.
Kepesertaan KB Pria Bukan Akses pelayanan Peserta KB Peserta KB N (%) N (%) Tinggi 10 43,5 13 56,5 Rendah 33 52,4 30 47,6 Total 43 50 43 50 OR = 0,699 CI =0,267 – 1,829
Total N
(%)
23 63 86
100 100 100
P Value
0,626
Berdasarkan tabel 4.5, hasil penelitian menunjukkan, responden yang bukanmerupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan akses pelayanan dengan kategori rendah (52,4%) dibandingkan dengan yang kategori tinggi (43,5%). Sedangkan responden yangmerupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan akses pelayanan dengan kategori tinggi (56,5%) dibandingkan yang kategori rendah (47,6%). Hasil uji Chi Square antara akses pelayanan dengan kepesertaan KB pria di dapat nilai p value= 0,626 lebih besar dari p value= 0,05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara akses pelayanan terhadap kepesertaan KB pria. Rendahnya peningkatan partisipasi pria ber-KB disebabkan masih rendahnya informasi bagi pasangan suami istri tentang KB dan kesehatan
11
reproduksi, belum ada bantuan ekonomi produktif bagi kelompok KB pria, dan rendahnya stimulan insentif bagi anggota KB pria. Disamping itu dari berbagai kegatan yang telah dilakukan bisa dipastikan bahwa lebih banyak disampaikan kepada para wanita daripada pria, sehingga perlu adanya terobosan yang bisa memacu anggota kelompok KB pria dalam kesertaan mereka dalam program KB dan kesehatan reproduksi yang berbasis gender (Anonim, 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Nayoan (2010) menemukan bahwa akses pelayanan KB pria yang tinggi terhadap program KB tidak memiliki hubungan dengan rendahnya minat untuk mengikuti kepesertaan KB pria. Hasil penelitian diatas berbeda dengan penelitian BKKBN tahun 2004 yang menyatakan kemudahan dan ketersediaan pelayanan berdampak positif terhadap penggunaan suatu alat kontrasepsi. Menurut Green (2000) faktor akses pelayanan
merupakan
salah
satu
faktor
pemungkin
(enabling)
yang
menyebabkan seseorang bertindak atau tidak bertindak terhadap suatu objek tertentu. Dari hasil pengolahan data diatas, terlihat kurangnya komunikasi antara PLKB dan petugas kesehatan dengan pria pasangan usia subur setempat. Padahal menurut Carrol (1973) komunikasi secara akrab penting untuk perubahan sosial (Carrol, 1973). Perubahan sosial disini dari yang belum berpartisipasi dalam KB menjadi berpartisipasi dalam KB. Tabel 4.6 Hubungan Dukungan Istri terhadap Kepesertaan KB Pria dalam Program Keluarga Berencana Pria Pasangan Usia Subur Kelurahan Sarimanggu Dan Cikukulu Kecamatan Karangnunggal Tahun 2014
No 1. 2.
Kepesertaan KB Pria Bukan Dukungan Istri Peserta KB Peserta KB N (%) N (%) Mendukung 38 56,7 29 43,3 Tidak Mendukung 5 26,3 14 73,7 Total 43 50 43 50 OR = 3,669CI = 1,186 – 11,355
Total N
(%)
67 19 86
100 100 100
P Value
0,038
Berdasarkan tabel 4.6, hasil penelitian menunjukkan, responden yangbukan merupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan dukungan istri dengan kategori mendukung (56,7%) dibandingkan dengan yang kategori tidakmendukung (26,3%). Sedangkan responden yang merupakan peserta KB pria didapatkan lebih banyak pada responden dengan
12
dukungan istri dengan kategori tidakmendukung (73,7%) dibandingkan yang kategorimendukung (43,3%). Hasil uji Chi Square antara dukungan istri dengan kepesertaan KB pria di dapat nilai p value= 0,038 lebih kecil dari p value= 0,05 berarti ada hubungan yang bermakna dukungan istri terhadap kepesertaan KB pria. Dengan OR= 3,669 (95% CI= 1,186 – 11,355). Berarti responden dengan dukugan istri kategori tidak mendukung berisiko 3,669kali lebih besar untuk tidak mengikuti kepesertaan KB pria dibandingkan dengan responden yang dukungan istri kategori mendukung. Dalam hal ini dukungan istri merupakan pengaruh yang positif terhadap keputusan suami untuk partisipasi dalam KB baik sebagai peserta KB maupun sebagai kader KB. Sedangkan sikap istri yang tidak mendukung terhadap partisipasi pria dalam KB karena kemungkinan pengetahuan dari istri yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB terutama belum begitu paham dengan metode kontrasepsi pria, keuntungan dan kerugian vasektomi. Selain itu dari nilai sosial budaya juga ada hambatan yaitu adanya kepercayaan masalah KB adalah masalah wanita. Pentingnya dukungan istri merupakan adanya awal perbincangan antara suami dan istri sebelum mereka melaksanakan vasektomi atau menggunakan kondom. Praktik istri yang tidak mengijinkan suami menjadi kader KB karena nilai-nilai budaya setempat menganggap kader KB pria adalah hal yang aneh, sedangkan istri tidak mengijinkan suami ikut KB pria karena kemungkinan pengetahuan dari istri yang kurang terhadap partisipasi pria dalam KB terutama belum begitu paham dengan metode kontrasepsi pria, keuntungan dan kerugian menggunakan kontrasepsi pria. Hasil penelitian yang dilakukan Astriana (2013) tentang hubungan antara pengetahuan, persepsi dan praktik penggunaan alat kontrasepsi pria terhadap partisipasi KB pria dikota Makassar tahun 2013 menunjukkan bahwa dukungan istri mempengaruhi terhadap keikutsertaan pria/suami dalam program KB. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakaria, dkk (2012) tentang Kepesertaan pria terhadap program KB menunjukkan bahwa dukungan istri sangat berpengaruh untuk pria mengikuti program tersebut.
13
Simpulan 1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan (p value = 0,049), sikap pria(p value = 0,031) dan dukungan istri(p value = 0,038) terhadap kepesertaan KB pria dalam program keluarga berencana. 2. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan(p value = 0,084) dan akses pelayanan KB(p value = 0,626) terhadap kepesertaan KB pria dalam program keluarga berencana. Saran 1. Kepada PLKB untuk memberikan penyuluhan dan pengetahuan tentang jenis-jenis, kelebihan dan kekurangan metode kontrasepsi pria, terutama MOP agar pria tidak mempercayai mitos yang berkembang di lingkungannya. 2. memberikan penyuluhan/sosialisasi kepada ibu-ibu (istri) agar mengijinkan suami untuk mengikuti program KB dan mendukung menjadi kader KB. 3. Melakukan pembinaan dan penyediaan bantuan dukungan sarana dan prasarana sampai adanya kelompok KB pria dan sampai kelompok KB pria Siap untuk mandiri. DAFTAR PUSTAKA Anapah, Yoseph. 2007. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria dalam Menggunakan Alat KB di Kelurahan Kefamenanu Selatan Kabupaten Timor Tengah Utara. Jurnal. Anonim. 2007. Visi dan Misi BKKBN, www.bkKBn.go.id, diakses pada tanggal 10 Mei 2014. Badan Pusat Statistik. 2010. Demografi dan Survey Kesehatan. BKKBN. 2004. Panduan Pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi Berwawasan Gender di Tempat Kerja, Jakarta. . 2000. Peningkatan Peran Suami Dalam Pelaksanan KB di Lingkungan Keluarganya, Jakarta. Budisantoso, Saptono Iman. 2008. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Patisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Kecamatan Jetis Kabupaten Bantul Tahun 2008. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang. Carrol, Lewis. 1973. The Nature of Human Communication, Everett. M. Rogers, Communication Strategies For Family Planning, New York: The Free Press a Division of Macmillan Publishing co, Inc. Fitria, Devi Irene. 2010. Partisipasi Laki-Laki dalam Program KB (Studi Analisis Gender tentang Partisipasi Laki-laki dalam Program KB di Kelurahan Serengan Kecamatan Serengan Kota Surakarta). Skripsi. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
14
Green, Lawrence W. 2000. Health Promotion Planning An Educational and Environmental Approach.Mayfieald Publishing Company. USA. Nabuasa, Engelina. 2007. Pengaruh Pengetahuan, Sikap dan Sosial Budaya Terhadap Partisipasi Pria dalam Menggunakan Alat KB di Kelurahan Kefamenanu Selatan Kabupaten Timor Tengah Utara. Jurnal. Nayoan, Cristina Rony. 2007. Gambaran Faktor Karakteristik dan Pengetahuan Pria Mengenai Metode Operasi Pria (MOP) di Desa Cisarandi Kecamatan Warungkondang Kabupaten Cianjur. Jurnal. Universitas Padjadjaran.Bandung. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar, Jakarta: Rineka Cipta. . 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni, Jakarta: Rineka Cipta. Pengelola Kantor KBPP Tasikmalaya. 2014. Zaeni, Akhmad. 2006. Implementasi Kebijakan Program Keluarga Berencana di Kabupaten Batang Studi Kasus Peningkatan Kesertaan KB Pria di kecamatan Gringsing, Tesis, Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang.
15