Tanggapan terhadap Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 Bidang Ekonomi-Infrastuktur Oleh: Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi. M.Sc Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor Universitas Sriwijaya,Palembang: 3 Maret 2014
Indonesia dalam percaturan Global
Posisi Indonesia di bidang Ekonomi GDP per Capita. Data BPS $ 3597 (2012)
Indeks daya saing Global 2013-2014
Indonesia
EPI Score 2014 Posisi Indonesia di Bidang Lingkungan Indonesia
Diantara 178 negara
PISA scores 2012 dan IPM PISA scores menggambarkan Kualitas, equity dan efisiensi Sistem pendidikan Diukur dari kemampuan Anak umur 15 tahun dalam Matematika, Membaca Dan Science
IPM Indonesia di posisi 121/186 Negara dengan skor 62.9 Di bawah Honduras dan Botswana (UNDP, 2013)
Indonesia
Indeks kompleksitas Indonesia Indeks kompleksitas Ekonomi menggambarkan Diversikasi ekonomi dan Progress menuju kemajuan Ekonomi (Haussman dan Hidalgo,
Indonesia berada Pada posisi 61 /128 negara Ranking Indonesia akan Naik pada posisi 32 sampai 2020 dengan pertumbuhan 4.22%
Tantangan >5 tahun mendatang Pertambahan penduduk->ekonomi Persaiangan global dan peran emerging economies Social pressure (unemployement, education, health)
Nature pressure (degradasi, deplesi SDA)
Climat change
Kompleksitas ekonomi yang semakin meningkat
Apa implikasinya bagi RPJM Ekonomi mendatang • Kebijakan ekonomi Indonesia tidak terlepas dari kompetisi global • Namun di sisi lain memenuhi tujuan pembangunan nasional • Pembangunan yang berkualitas antara ekonomi, sosial dan lingkungan menjadi semakin berat • Peran SDM berkualitas menjadi kunci daya saing pembangunan (indeks kompleksitas ekonomi indonesia berada pada posisi 61 dari 128 negara) • Diperlukan terobosan terobosan kebijakan ekonomi yang extra ordinary
Tanggapan terhadap RPJM 2015-2019 • Secara umum kebijakan ekonomi masih mengandalkan pertumbuhan ekonomi makro sebagai indikator utama • Target-target capaian masih dalam koridor realistik • Skenario belum mempertimbangkan goncangan (shock) yang terjadi pada ekonomi global (BAU, Partial reform, Comprehensive reform) • Shock ekonomi global bisa sangat volatile • Aspek macro-ecological belum disentuh (perubahan iklim, investasi infrastuktur ekologis, konsekuensi pertumbuhan hijau, dlsb) • Paradoks pembangunan antara Brown economy vs Green Economy dan Sustainable development
Pertumbuhan dan tantangan pangan dan energi •
•
• •
Pola transformasi ekonomi dari sektor primer ke transportasi-komunikasi, jasa dan dan keuangan nampaknya akan tetap dominan Peran sektor primer sebagai penunjang pangan masih diperkirakan pada kisaran 3 – 4% PDB, padahal tantangan terberat bagaimana memenuhi pangan dan energi Konsukuensi kedua faktor ini akan berimplikasi pada defisit anggaran (impor dan subsidi akan sulit dipenuhi) Investasi terhadap infrastuktur pangan dan energi sangat krusial bagi RPJM mendatang
Caveats 1 • Post-2015 framing – Agendi 21 fokus pada capaian MDGs (Indonesia tidak sepenuhnya tercapai) – Perubahan dramatis dibidang finansial dan teknologi – Post 2015 memandatkan • “Healthy and productive natural system” • “Equitable properity and opportunity” • “Knowledge based and inclusiv process”
– Post 2015 ini sejalan dengan tantangan yang harus dihadapi Indonesia pada daya saing dan “positioning Indonesia” dalam percaturan ekonomi global
Cavetas 2 : Keseimbangan wilayah • Sampai RPJM 2 ketimpangan wilayah di Indonesia belum menunjukkan perbaikan yang signifikan – PDB Indonesia 80% disumbang dari Jawa dan Sumatera (Jawa berkontirbusi 60%, BPS 2013)
• Bagaimana capaian MP3EI dalam menjawab ketimpangan wilayah dan menjadi leverage pada RPJM3? • Identifikasi underperfom wilayah – – – –
Where and why? Structural fund Local economic development Growth winer vs growth loser
Caveta 3: Penerimaan dan fiskal • • • • • • •
Kebijakan fiskal sampai saat ini tidak mengakomodasi pembayaran jasa lingkungan/pajak lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam UU 32/2009 Diperlukan reformasi fiskal yang lebih mendukung pembangunan berkelanjutan (pembangunan hijau) Earmarking untuk beberapa jenis pajak yang tidak terakomodasi saat ini Kemungkinan diberikannya ruang untuk “Mineral Fund” untuk menahan /menstabilisasi shock dari mineral dan minyak Kebijakan spending “solidarity alternatives” bagi sektor minerba ke sektor pertanian Subsidi pangan dan pertanian menjadi catatan penting dalam konteks ekonomi yang sangat rentan terhadap impor pangan Bagaimana dengan “money follows function” vs “money well spent”
Caveat 4: Perimbangan keuangan pusat dan daerah • Pembatasan belanja pegawai akan berhadapan dengan kemungkinan munculnya DOB (daerah otonomi baru) dalam 2-3 tahun mendatang • Dana perdesaan tidak hanya didasarkan pada akuntabilitas dan economic of scales namun juga pada tipologi desa yang sering tidak berkorelasi linier dengan economic of scales – Desa berbasis terestial – Desa berbasis pesisir dan pulau-pulau kecil – Keduanya memiliki karakteristik berbeda
Caveat 5: Isu-isu strategis •Pengembangan infrastuktur SDM dan inovasi teknologi harus dibarengi dengan perubahan struktur insentif dan debotlenecking birokrasi. •Inovasi dan SDM berkualitas menuntut perubahan sistim preferensi ke sistem meritokrasi (merit system) •Transformasi struktur industri di masa mendatang akan terjadi dengan cepat melalui percepatan ICT sehingga memerlukan SDM handal dan transformasi industri •Nilai tambah produk dalam konteks wisata dan culture (Chinese dan Viet Nam strategi) •Isu perdagangan “konvensional” dengan perdangan “modern” (contoh kasus iPhone antara USA dan China)
Closing Remarks: Catatan dari Presiden Rolls Royce:
Sir John Rose CEO Rolls Royce
Kedepan kita tidak akan lagi berbicara Mengenai Negara maju, negara berkembang dan negara kurang berkembang. Namun kita akan lebih banyak bicara pada negara pintar, lebih pintar dan sangat pintar Schwab: WEF: Kedepan negara berkembang dan Negara maju tidak lagi relevan karena kedepan Yang membedakan adalah negara “innovation rich” Atau “innovation poor”