TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP PROGRAM JAMPERSAL DI WILAYAH KERJA DINAS KESEHATAN KOTA MADIUN Muncul Wiyana1*, Dony Noerliani1, Istikomah1, Sudaryani1, Sri Subekti1 1. Program D3 Akademi Keperawatan Dr. Soedono Madiun, Jawa Timur 63117, Indonesia *
[email protected] Abstrak Evaluasi jampersal Dinas Kesehatan Kota Madiun belum semua bidan praktek swasta bersedia menjalin kerja sama dalam pelaksanaan. Tahun 2011 terjalin kerjasama dengan BPS sebanyak 28% dan diawal tahun 2012.
meningkat menjadi 45%
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tanggapan
masyarakat terhadap pelaksanaan program jampersal di wilayah dinas kesehatan Kota Madiun. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Populasi adalah sekelompok subyek yang menjadi obyek atau sasaran penelitian (Notoatmodjo, 2003). Populasi dalam penelitian adalah : Seluruh ibu bersalin yang menggunakan program jampersal di rumah bersalin dan Bidan praktik swasta dan Seluruh Bidan Praktik Swasta (BPS) dan Rumah Bersalin (RB) diwilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Madiun. Besar sampel untuk 30 ibu bersalin dan 7 bidan BPS / RB yang bekerja sama dengan program Jampersal. Sebagai pembanding digunakan 30 informan masyarakat yang tidak menggunakan jampersal dan 7 bidan yang tidak bekerja sama dengan jampersalHasil Penelitian Menunjukkan bahwa Minat Bidan terhadap Program Jampersal masih rendah, Sosialisasi program Jampersal belum menjelaskan proses klaim secara rinci, Prosedur Administrasi (klaim) masih dianggap terlalu rumit, waktu tunggu untuk proses pencairan klaim Jampersalmasih dirasakan terlalu lama, nilai nominal Jampersal khususnya biaya persalinan masih dianggap kurang sesuai dengan pola tarif standar pelayanan persalinan. Hasil tanggapan masyarakat adalah jampersal meringankan beban masyarakat tidak mampu, Sosialisai program ke masyarakat sudah baik, syarat untuk mendapatkan pelayanan jampersal sangat mudah dan masyarakat mengharapkan program jampersal dilanjutkan terus dengan biaya
jaminan yang diperbesar serta seluruh bidan dapat melayani jampersal. Kepuasan masyarakat terhadap layanan bidan rata-rata sangat tiggi menggambarkan kepuasan yang baik. Key Words: Jampersal, Bidan, Masyarakat, Tanggapan, kepuasan Pendahuluan Keberhasilan
pembangunan
kesehatan
berperan
penting
dalam
meningkatkan mutu kualitas sumber daya manusia suatu negara. Komitmen untuk mempercepat pembangunan manusia dan pemberantasan kemiskinan dikenal dengan Millennium Development Goals (MDGs) yang terdiri dari delapan target dan diharapkan tercapai pada tahun 2015. Delapan sasaran harus dicapai pada tahun 2015, yaitu menghapuskan kemiskinan, menyediakan pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender, menurunkan kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memberantas HIV/AIDS, malaria dan penyakit menular lainnya, melestarikan lingkungan, dan membangun kemitraan global. Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, untuk menjamin terpenuhinya hak hidup sehat bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu. Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Berdasarkan Human Development Report 2010, AKB di Indonesia mencapai 31 per 1.000 kelahiran.Angka itu, 5,2 kali lebih tinggi dibandingkan Malaysia. Juga, 1,2 kali lebih tinggi dibandingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan Thailand.Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, angka Kematian Bayi baru lahir (AKN) 19 per 1000 kelahiranhidup.Berdasarkan
kesepakatan
global
(Millenium
Develoment
Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun
dari 228 pada tahun 2007 menjadi 102 dan angka kematian bayi menurun dari 34 pada tahun 2007 menjadi 23. Menurut hasil Riskesdas2007, penyebab kematian bayi baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalahgangguan pernapasan 36,9%, , prematuritas 32,4%, sepsis 12%, hipotermi 6,8%, kelainan darah/ikterus 6,6% dan lain-lain.Penyebab kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis 20,5%, kelainan kongenital 18,1%, pnumonia 15,4%, prematuritasdan BBLR 12,8%, RDS 12,8%. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menyebutkan bahwa penyebab langsung kematian ibu, yang terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan yaitu perdarahan (28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet 5%, abortus 5%, trauma obstetric 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11%. Kematian ibu juga diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), di antaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan
(terlambat
mengambil keputusan), terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan emergensi. Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan, sesuai dengan Standar Pelayanan Program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Menurut hasil Riskesdas 2010, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin (Quintile 1) baru mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan baru mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidak-tersediaan biaya. Pada tahun 2001 Pemerintah Indonesia telah mencanangkan Making Pregnancy Safer (MPS) yang merupakan strategi sektor kesehatan secara terfokus. Fokus strategi MPS adalah untuk meningkatkan kemampuan sistem kesehatan dalam menjamin penyediaan dan pemantapan pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk menanggulangi penyebab utama kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir (Mardiana, 2004). Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan) yang digulirkan sejak 2011.
Jaminan Persalinan merupakan upaya untuk menjamin dan melindungi proses kehamilan, persalinan, paska persalinan, dan pelayanan KB paska salin serta komplikasi yang terkait dengan kehamilan, persalinan, nifas, KB paska salin, sehingga manfaatnya terbatas dan tidak dimaksudkan untuk melindungi semua masalah kesehatan individu. Pelayanan persalinan dilakukan secara terstruktur dan berjenjang berdasarkan rujukan. Pada dasarnya Jaminan Persalinan adalah perluasan kepesertaan dari Jamkesmas dan tidak hanya mencakup masyarakat miskin saja. Tujuannya untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, dan pelayanan nifas ibu oleh tenaga kesehatan; meningkatkan cakupan pelayanan bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan; meningkatkan cakupan pelayanan KB pasca persalinan; meningkatkan cakupan penanganan komplikasi ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir; serta terselenggaranya pengelolaan keuangan yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Kebijakan
Jaminan
Persalinan
(Jampersal)
dimaksudkan
untuk
menghilangkan hambatan finansial bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan, dan pelayanan bayi baru lahir. Kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga Terlambat tersebut sehingga dapat mendorong akselerasi tujuan pencapaian MDGs 4 dan 5. Disamping itu penjarangan kehamilan dan pembatasan kehamilan menjadi bagian yang penting yang tidak terpisahkan dari Jaminan Persalinan sehingga pengaturan mengenai Keluarga Berencana di lakukan dengan lebih mendetil. Peserta program Jampersal adalah ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas (pasca melahirkan sampai 42 hari) dan bayi baru lahir (0-28 hari) yang belum memiliki jaminan biaya kesehatan. Peserta program dapat memanfaatkan pelayanan di seluruh jaringan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan tingkat lanjutan (RS) di kelas III yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota.
Fasilitas kesehatan tingkat
pertama swasta seperti Bidan Praktik Mandiri, Klinik Bersalin, Dokter praktik yang berkeinginan ikut serta dalam program ini harus mempunyai perjanjian kerja
sama (PKS) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK atas nama Pemerintah Daerah setempat yang mengeluarkan ijin praktiknya. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan tingkat lanjutan baik pemerintah maupun swasta harus mempunyai Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan DinasKesehatan Kabupaten/Kota selaku Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Kabupaten/Kota yang diketahui oleh Tim Pengelola Jamkesmas dan BOK Provinsi. Pelaksanaan program Jampersal masih perlu mendapat perhatian. Hal ini ditunjukkan masih rendahnya penyerapan alokasi jampersal dibeberapa daerah. Beberapa faktor yang diduga menyebabkan rendahnya penyerapan adalah rendahnya minat bidan, budaya dan kurangnya pengetahuan masyarakat tantang program jampersal. Evaluasi jampersal Dinas Kesehatan Kota Madiun belum semua bidan praktek swasta bersedia menjalin kerja sama dalam pelaksanaan. Tahun 2011 terjalin kerjasama dengan BPS sebanyak 28% dan
meningkat
menjadi 45% diawal tahun 2012. Situasi tersebut dapat mempengaruhi pencapaian target penurunan angka kematian ibu dan bayi di Kota Madiun. Rencana Kerja Tahunan Kota Madiun dalam bidang Kesehatan yaitu menurunkan angka kematian ibu
dari 74,16
menjadi 40,4 /100.000 kelahiran hidup terealisasi 74,4 /100.000 kelahiran hidup. Sedangkan target penurunan angka kematian bayi 11,5 / 1000 kelahiran hidup pada tahun 2011 terealisasi 8,56/1000 kelahiran hidup. (laporan dinas kesehatan 2011). Mengingat besarnya tujuan pemerintah dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, perlu adanya penelitian tentang tanggapan masyarakat terhadap pelaksanaan program Jampersal di wilayah dinas kesehatan kota Madiun agar pencapaian target peningkatan kesehatan Ibu dan Anak terpenuhi. Metode Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian diawali dengan pengajuan ijin penelitian ke Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat Kota Madiun, Dinas Kesehatan Kota
Madiun dan BPS serta RB tempat penelitian dilakukan. Setelah mendapat ijin, peneliti melakukan koordinasi dengan BPS dalam proses pengambilan data. Pengambilan data dilakukan setelah calon responden mendapat penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian. Jika setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian, calon responden menandatangi surat persetujuan penelitian (informed concent). Surat persetujuan ini merupakan bukti kesediaannya berpartisipasi dalam penelitian. Jika menolak, peneliti menghormati keputusan untuk menolak. Lembar kuesioner untuk pengumpulan data, tidak mencantumkan nama responden (anonimity). Hal ini bertujuan untuk menjaga kerahasiaan data yang disampaikan responden. Setelah penelitian selesai, semua berkas-berkas penelitian yang telah diisi dimusnahkan untuk menjaga kerahasiaan responden di kemudian hari. Tehnik sampling yang akan digunakan
pada bidan BPS pelaksana
program Jampersal adalah convenience sampling yaitu semua informan yang mengalami fenomena yang akan diteliti dan mempunyai karakteristik atau ciri-ciri yang sesuai dengan yang diinginkan peneliti. Informan dalam penelitian ini berkaitan dengan subyek penelitian yang bisa memberikan informasi terpercaya mengenai elemen yang ada. Informan untuk mengetahui tanggapan bidan terhadap diberlakukannya program Jampersal di wilayah dinas kesehatan kota Madiun adalah bidan pengelola BPS baik yang masih aktif sebagai PNS ataupun yang sudah pensiun yang melakukan Mou Jampersal. Sebagai pembanding informan bidan BPS yang berada di wilayah kota Madiun yang tidak melakukan Mou dengan Jampersal. Data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan dokumen-dokumen tentang jampersal serta dengan wawancara mendalam dengan petugas dinas kesehatan Kota Madiun yang terkait pada Jampersal. Hasil Hasil penelitian menunjukkan Bidan Praktek Mandiri(BPS)
yang
melakukan Mou Jampersal dilingkungan Dinas kesehatan kota Madiun, hampir seluruhnya memiliki minat ikut Jampersal dikarenakan merasa berkewajiban ikut
serta mensukseskan program pemerintah dan mendukung program MDG’s untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Angka Kematian Ibu, terutama pada masyarakat miskin yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Menteri Kesehatan dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH mengharapkan dukungan penuh para bidan sebagai ujung tombak terdepan pelayanan dasar KIA-KB untuk memberikan pelayanan Jampersal dengan sebaikbaiknya. Demikian ditegaskan Menteri Kesehatan pada penutupan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V Ikatan Bidan Indonesia (IBI) di Solo, Jawa Tengah, 14 Oktober 2011. Informan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah pemberi layanan kesehatan dan pengguna layanan kesehatan. Adapaun pemberi layanan kesehatan terdiri dari 7 orang Bidan Praktik Swasta (BPS)/Puskesmas yang memberikan pelayanan Jampersal dan 7 orang BPS yang tidak memberikan pelayanan Jampersal untuk kepentingan wawancara mendalam. Pengguna layanan kesehatan meliputi pasien pengguna layanan Jampersal dan bukan pengguna layanan Jampersal (Non Jampersal) sejumlah 60 orang yang terdiri dari 30 orang peserta Jampersal dan 30 orang Non Jampersal, yang datanya diperoleh dengan cara wawancara tersetruktur dan kuesioner tertutup . Wawancara mendalam kepada BPS dilakukan dengan kontrak terlebih dahulu dengan Bidan yang bersangkutan. Setelah ada kesepakatan dengan BPS peneliti mendatangi Bidan di tempat praktiknya dan melakukan wawancara. Selanjutnya peneliti meminta data pasien Jampersal/Non Jampersal sesuai kepesertaan BPS terhadap Jampersal kemudian mendatangi langsung ke alamat pasien sasaran untuk melakukan wawancara dan pengisian kuesioner tertutup, serta saat itu juga hasil dikumpulkan ke peneliti. Tanggapan Bidan terhadap pelaksanaan program jampersal di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Madiun Program Jampersal
direspon dengan baik oleh Bidan Praktik Mandiri
/BPS dilingkungan Dinas kesehatan kota Madiun, hampir seluruhnya dari bidan yang melakukan Mou jampersal memiliki minat ikut Jampersal karena merasa berkewajiban ikut serta berpartisipasi mensukseskan program pemerintah dan
mendukung program MDG’s untuk menurunkan Angka Kematian Bayi
dan
Angka Kematian Ibu, terutama pada masyarakat miskin yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Tanggapan Bidan Terhadap Sosialisasi Program Jampersal di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Madiun Sosialisasi program Jampersal kepada pelaksana
program jampersal (
Bidan, BPS, RSB, Puskesmas) cukup baik dan dilakukan secara terus menerus, sesuai dengan ungkapan bidan pengelola BPS, bidan Puskesmas, bidan Rumah Sakit penyelenggara jamkesmas dan bidan pemilik RSB. Tanggapan Bidan Terhadap Prosedur Administrasi Program Jampersal di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Madiun Kelengkapan administrasinya dalam proses klaim jampersal sangat diperlukan, karena sebagai bentuk pertanggung jawaban terhadap pemerintah. Banyak keluhan dari BPS program jampersal tentang dokumen yang harus dipersiapkan, hampir seluruh informan ( bidan,BPS ), menyatakan keberatan terhadap dokumen-dokumen Jampersal yang dinilai cukup banyak dan sangat menyita waktu serta tenaga bidan, seperti yang disampaikan oleh bidan, pengelola BPS. Tanggapan Bidan Terhadap Proses Kepengurusan Mou
Jampersal di
Wilayah Dinas Kesehatan Kota Madiun Dinas kesehatan kota Madiun sebagai pelaksana kebijakan program jampersal telah cukup baik didalam melaksanakan prosedur kepengurusan Mou dengan BPS di lingkungan dinas kesehatan kota Madiun hal ini seperti yang disampaikan oleh semua bidan pengelola BPS yang telah melakukan Mou program jampersal. Tanggapan Bidan terhadap nilai nominal Jampersal di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Madiun Kenaikan dana jaminan persalinan (jampersal) dari pemerintah pusat menjadi Rp500.000 untuk setiap persalinan diharapkan mampu memotivasi para bidan untuk melayani persalinan kaum ibu yang menggunakan program jampersal. Sesuai dengan Petunjuk Teknis (Juknis) Jampersal, besaran tarif
pelayanan Jampersal tingkat pertama untuk persalinan normal sebesar Rp 500.000. Sedangkan pemeriksaan kehamilan dipatok tarif Rp 20.000 tiap kali periksa. Tarif untuk pelayanan nifas termasuk pelayanan bayi baru lahir dan KB pasca persalinan Rp 20.000. Harapan Bidan terhadap pelaksanaan program jampersal di Wilayah Dinas Kesehatan Kota Madiun Hampir semua informan BPS dengan jampersal
menyatakan program
jampersal tetap dilanjutkan dengan diadanya perubahan kebijakan khususnya pada administrasi, proses klaim, nilai nominal dan aturan pembatasan kelahiran pada peserta yang akan melahirkan dengan program jampersal. Pembahasan Pelayanan kesehatan menurut Levey dan Loomka (1973) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat (Azwar, 1996). Lebih lanjut, Menteri Kesehatan menyatakan bahwa masyarakat selalu mengharapkan pelayanan publik termasuk pelayanan kesehatan yang sebaikbaiknya dan diselenggarakan secara profesional yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sebaik-baiknya diperlukan komitmen dari seluruh pihak terkait baik pemerintah, swasta, dan masyarakat termasuk organisasi profesi, di antaranya adalah IBI. Dalam rangka mewujudkan harapan masyarakat tersebut, Pemerintah telah menetapkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 yang salah satu prioritasnya adalah menurunkan Angka Kematian Ibu dan Bayi serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Mutu pelayanan kesehatan tidak hanya pada layanan medik tetapi juga orang yang secara tidak langsung terlibat didalamnya. Menurut Donabedian (1980) dalam Supriyanto, (2007) ada tiga elemen layanan jasa kesehatan yaitu 1) technical care,
2) interpersonal care, 3) amenity.Technical care terkait dengan
ilmu
kedokteran,
keperawatan
dan
kesehatan
masyarakat,
sedangkan
interpersonal care adalah komunikasi pemberi jasa dan penerima jasa untuk membantu upaya beralannya technical care lebih ke arah seni dan technical care adalah sains. Dimensi ketiga yaitu Amenity adalah kenyamanan ruangan, kebersihan ruangan, waktu tunggu pemeriksaan, prosedur admisi dan sebagainya. Kualitas jasa atau pelayanan dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan (Kotler,1994). Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukan berasal dari penyedia jasa, melainkan dari sudut pandang atau persepsi pelanggan. Pelangganlah yang mengkonsumsi dan menikmati jasa, sehingga merekalah yang seharusnya menilai kualitas, manfaat atau performance dari jasa tersebut. Namun komitmen tersebut kurang didukung oleh sebagian BPS yang berada di wilayah kota Madiun, mereka enggan mengikuti program Jampersal dikarenakan urusan administrasi yang ribet, proses klaim yang berbelit serta nilai nominal yang dirasakan kurang memadai karena masih dibawah standart Bidan Praktik swasta / BPS. Kesimpulan Minat Bidan terhadap Program Jampersal masih rendah, masih ada sebagian bidan diwilayah kerja dinas kesehatan kota Madiun belum menjalin kerja sama dalam pelaksnaan Jampersal. Sosialisasi program Jampersal kepada pelaksana program jampersal ( Bidan, BPS, RB, Puskesmas) cukup baik tetapi belum menjelaskan proses klaim secara rinci. Prosedur Administrasi (klaim) masih dianggap terlalu rumit dengan banyaknya dokumen yang harus dilampirkan.. Waktu tunggu untuk proses pencairan klaim Jampersalmasih dirasakan terlalu lama, yaitu satu bulan dana baru bisa diambil.. Proses Kepengurusan Mou Jampersal sangat mudah, tetapi belum ada ketetapan yang mengikat harus mengikuti program jampersal sehingga sebagian bidan memilih tidak bergabung.Nilai nominal Jampersal khususnya biaya persalinan masih dianggap kurang sesuai dengan pola tarif standar pelayanan persalinan.Bidan memprediksi bahwa Jampersal mampu menurunkan AKI/AKB karena semua
masyarakat tidak mampu bisa terlayani pemeriksaan dan persalinannya oleh tenaga kesehatan. Harapan Bidan terhadap pelaksanaan program jampersal adalah kemudahan administrasi, peningkatan kecepatan klaim dan besarnya jaminan Daftar Pustaka Kotler,P., dan Anderson,1997, Strategi Pemasaran Sosial untuk Organisasi Nirlaba, Gajah Mada University Press, Yogjakarta. Supriyanto, 2007, Strategi Pemasaran Jasa Pelayanan Kesehatan, AKK Fakultas Kesehatan Masyarakat Unair, Surabaya Azwar, Azrul, 1996, Pengantar Administrasi kesehatan, Edisi ketiga, Binarupa Aksara, Jakarta.