PAS Study Week, Vatican City, 15-19 Mei 2009
Tanaman Transgenik Bagi Ketahanan Pangan Dalam Konteks Pembangunan Sebuah studi mingguan berjudul ‘Tanaman Transgenik bagi Ketahanan Pangan dalam Konteks Pengembangan’ dilakukan dengan dukungan dari Pontifical Academy of Sciences yang bermarkas di Casina Pio IV di Vatican dari 15 sampai 19 Mei 2009. Selama pertemuan tersebut, kami mensurvei kemajuan-kemajuan terkini dalam pemahaman ilmiah dari varietas-varietas terbaru tanaman rekayasa genetika, dan juga kondisi sosial dimana teknologi rekayasa genetika dapat dibuat tersedia untuk perbaikan pertanian secara umum dan terutama bagi keuntungan yang miskin dan rentan. Semangat para peserta diinspirasi oleh pendekatan yang sama terhadap teknologi yang diungkapkan Benedict XVI dalam Ensiklik baru, yang utamanya bahwa ‘Teknologi merupakan sisi obyektif dari tindakan manusia (1) 1 yang asal dan dasar pemikiran ditemukan dalam elemen subyektif: pekerja sendiri. Untuk alasan ini, teknologi bukanlah semata-mata teknologi. Teknologi mengungkapkan manusia dan aspirasinya terhadap perkembangan, mengekspresikan perhatian yang mendorongnya secara bertahap untuk mengatasi keterbatasan materi. ‘Teknologi, dalam pengertian ini, merupakan suatu tanggapan atas perintah Tuhan untuk mengusahakan dan memelihara tanah (Gen 2:15) bahwa ia telah menitipkan kepada manusia, dan harus berfungsi untuk memperkuat perjanjian antara manusia dan lingkungan, sebuah perjanjian yang harus mencerminkan cinta kreatif Tuhan’. (2)
Kesimpulan Ilmiah Penting Kami menegaskan kembali kesimpulan-kesimpulan penting dari Studi Dokumen mengenai Penggunaan “Tanaman Pangan Rekayasa Genetika” untuk Memerangi Kelaparan di Dunia’, yang dikeluarkan di akhir Sesi Pleno Peringatan ‘Sains dan Masa Depan Umat Manusia’, 10-13 November 2000. Berikut ini yang dirangkum dan diperbarui: 1.
Lebih dari 1 miliar populasi dunia dari 6,8 miliar orang kini kekurangan makan, sebuah kondisi yang benar-benar membutuhkan pengembangan sistem pertanian dan teknologi baru.
2.
Perkiraan penambahan 2 – 2,5 miliar orang untuk mencapai perkiraan total 9 miliar orang pada tahun 2050 menambah desakan atas permasalahan ini.
3.
Konsekuensi yang diperkirakan akibat perubahan iklim dan penurunan yang terkait ketersediaan air bagi pertanian juga akan mempengaruhi kemampuan kita untuk memberi makan populasi dunia yang terus berkembang.
4.
Pertanian, seperti yang saat ini dipraktekkan tidak berkelanjutan, dibuktikan dengan kehilangan besar-besaran lapisan tanah atas dan tingginya aplikasi pestisida yang tak dapat diterima di sebagian besar belahan dunia.
5.
Aplikasi rekayasa genetika dan teknik molekuler modern lainnya yang tepat dalam pertanian berkontribusi terhadap penyelesaian beberapa tantangan ini.
6.
Tidak ada yang hakiki mengenai penggunaan teknologi rekayasa genetika untuk perbaikan tanaman yang akan mengakibatkan tanaman itu sendiri atau produk makanan yang dihasilkan tidak aman.
7.
Komunitas ilmiah seharusnya bertanggungjawab atas riset dan pengembangan yang mengarah pada kemajuan dalam produktivitas pertanian, dan juga harus berupaya keras untuk melihat bahwa keuntungan terkait kemajuan-kemajuan semacam itu bertambah demi kepentingan orang miskin serta mereka yang berada di negara maju yang saat ini menikmati standar hidup yang relatif tinggi.
8.
Upaya khusus perlu dilakukan untuk memberikan akses bagi para petani di negara berkembang ke varietas tanaman unggul rekayasa genetika yang diadaptasi ke kondisi lokal mereka.
9.
Riset pengembangan tanaman unggul seperti itu perlu menaruh perhatian khusus atas kebutuhan lokal dan varietas tanaman dan untuk kemampuan tiap-tiap negara mengadaptasi tradisinya, warisan sosial serta praktek-praktek administratif demi mencapai keberhasilan introduksi tanaman rekayasa genetika.
Bukti Lebih lanjut Dikarenakan persiapan dari dokumen studi sebelumnya, bukti yang ditujukan bagi standar tinggi dari peer review ilmiah yang cermat, dan sejumlah besar pengalaman di dunia nyata, telah mengumpulkan mengenai pengembangan, aplikasi dan pengaruh dari teknologi rekayasa genetika. Sepanjang studi mingguan kami meninjau bukti ini dan sampai pada kesimpulan sebagai berikut: 1.
Teknologi rekayasa genetika yang digunakan dengan tepat dan bertanggungjawab, dalam banyak situasi dapat memberikan kontribusi penting bagi produktivitas pertanian melalui perbaikan tanaman, meliputi peningkatan hasil tanaman dan kualitas nutrisi, dan peningkatan ketahanan terhadap hama serta perbaikan toleransi terhadap kekeringan dan bentuk lain dari stres lingkungan. Perbaikanperbaikan ini diperlukan diseluruh dunia guna membantu meningkatkan keberlanjutan dan produktivitas pertanian.
2.
Perbaikan genetika dari tanaman budidaya dan ornamental tersebut menghadirkan sebuah teknik panjang dan berkelanjutan yang dapat diprediksi dan lebih tepat. Seperti yang disimpulkan National
Research Council Amerika dalam sebuah laporan di tahun 1989: ‘Sebagaimana metode molekuler lebih spesifik, para pengguna metode-metode ini akan lebih yakin mengenai sifat yang mereka masukkan kedalam tanaman dan oleh karenanya kurang bertanggungjawab untuk menghasilkan efek yang tidak diinginkan dibandingkan metode lainnya dari pemuliaan tanaman’. 3.
Keuntungan telah memberi arti penting di negara-negara seperti Amerika, Argentina, India, Cina dan Brazil, dimana tanaman rekayasa genetika ditanam secara luas.
Ada banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses yang terlibat dalam pemuliaan tanaman. Semua
4. organisme hidup terdiri dari sel dimana terkandung gen didalamnya, yang memberikan mereka karakteristik yang berbeda. Susunan gen lengkap (genotipe) disandi dalam DNA dan disebut sebagai genom; ini merupakan informasi
5.
hereditas yang diwariskan tetua ke keturunannya. Semua pemuliaan tanaman dan tentu saja semua evolusi, melibatkan perubahan genetika atau modifikasi yang diikuti oleh seleksi karakteristik menguntungkan diantara keturunannya.
6.
Sebagian besar perubahan ke fenotipe tanaman atau sifat yang dapat diamati (seperti struktur fisiknya, perkembangan, kekayaan biokimia dan nutrisinya) dihasilkan dari perubahan genotipenya. Pemuliaan tanaman secara konvensional 7. memanfaatkan pengubahan gen acak diantara spesies yang sangat dekat dan kompatibel secara seksual, seringkali dengan konsekuensi tak terduga dan selalu dengan detail perubahan genetika yang belum terjelajahi. Pada pertengahan 8. abad kedua puluh hal ini dilengkapi oleh pemuliaan mutagenesis, perlakuan benih acak atau keseluruhan tanaman
9. dengan bahan kimia mutagenik atau radiasi energi tinggi dengan harapan menghasilkan perbaikan fenotipe; ini juga memunculkan konsekuensi genetika yang tak terduga dan belum diselidiki dimana pemulia tanaman menyeleksi sifat-
10.
sifat yang menguntungkan. Baru-baru ini, beberapa teknik telah dikembangkan yang memperbolehkan transfer gen-gen spesifik, teridentifikasi dan terkarakteristik dengan baik, atau kelompok kecil gen-gen yang memberikan sifat-sifat
11.
tertentu, disertai oleh sebuah analisis tepat dari hasil fenotipe dan genotipe: kategori terakhir ini disebut ‘transgenesis’ (dikarenakan gen-gen ditransfer dari donor ke resipien) atau ‘rekayasa genetika’ (disingkat menjadi RG dalam laporan
12.
ini), namun, dalam kenyataannya, istilah ini diberikan bagi semua prosedur pemuliaan.
4.
Produk rekayasa genetika (PRG) juga dapat sangat berarti bagi para petani sumberdaya miskin dan para anggota yang rentan dari komunitas pertanian miskin, terutama wanita dan anak-anak. Kapas dan jagung rekayasa genetika tahan serangga, khususnya, telah sangat mengurangi penggunaan pestisida (dan oleh karenanya meningkatkan keamanan pertanian) serta berkontribusi penting untuk hasil yang lebih tinggi, pendapatan rumah tangga lebih tinggi dan angka kemiskinan lebih rendah (dan juga keracunan lebih rendah dengan pestisida kimia) dalam sektor pertanian khusus di beberapa negara berkembang, termasuk India, Cina, Afrika Selatan dan Filipina.
5.
Introduksi ketahanan herbisida yang ramah lingkungan dan tidak mahal pada tanaman jagung, kedelai, kanola dan tanaman lainnya merupakan sifat rekayasa genetika yang digunakan secara luas. Hal itu telah meningkatkan hasil per hektar, menggantikan penyiangan manual dan telah memfasilitasi input lebih rendah menghasilkan teknik pengolahan minimum (tanpa pengolahan) yang telah menurunkan laju erosi tanah. Teknologi ini dapat secara khusus bermanfaat bagi para petani di negara berkembang yang, untuk alasan usia atau penyakit, tidak dapat berhubungan dengan pengendalian gulma manual tradisional.
6.
Teknologi rekayasa genetika dapat memerangi defisiensi nutrisi melalui modifikasi yang menyediakan mikro nutrisi penting. Sebagai contoh, studi ‘Golden Rice’ biofortifikasi yang mengandung vitamin A telah menunjukkan bahwa standar diet harian yang mengandung padi biofortifikasi ini akan cukup untuk mencegah defisiensi vitamin.
7.
Aplikasi teknologi RG untuk ketahanan serangga telah mengawali suatu penurunan dalam penggunaan insektisida kimia, mengurangi biaya dari beberapa input pertanian serta memperbaiki kesehatan para pekerja pertanian. Hubungan ini utamanya penting di wilayah seperti negara-negara Eropa, dimana aplikasi insektisida lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya, yang dapat membahayakan ekosistem secara umum dan kesehatan manusia.
8.
Teknologi RG dapat menekan praktek pengolahan tanah mekanis yang berbahaya, memakan energi, meningkatkan keragaman biologi dan melindungi lingkungan, sebagian dengan mengurangi pelepasan CO2, gas rumah kaca antropogenik yang paling penting, kedalam lingkungan.
9.
Prediksi dampak perubahan iklim memperkuat kebutuhan pemanfaatan rekayasa genetika dibarengi dengan teknik-teknik pemuliaan lainnya secara layak dan sadar, sehingga sifat-sifat seperti toleransi kekeringan dan banjir dapat dimasukkan kedalam tanaman pangan utama di semua wilayah secepatnya.
10. Teknologi RG telah meningkatkan hasil tanaman para petani miskin dan ada bukti peningkatan
pendapatan dan kesempatan kerja sehingga tidak akan terjadi sebaliknya. 11. Mahalnya pengawasan regulasi teknologi RG harus dapat dipertahankan secara ilmiah dan berbasis
risiko. Hal ini berarti bahwa regulasi harus berdasar pada sifat-sifat utama dari varietas tanaman baru bukan berarti teknologi yang digunakan untuk menghasilkannya. 12. Pengkajian risiko harus mempertimbangkan tidak hanya potensi risiko dari penggunaan suatu jenis
varietas tanaman baru, tapi juga alternatif risiko jika varietas khusus itu tidak tersedia. 13. Upaya sektor publik penting saat ini sedang berlangsung demi menghasilkan varietas atau galur
unggul rekayasa singkong, ubi jalar, padi, jagung, pisang, sorghum dan tanaman tropis utama lainnya yang akan bermanfaat langsung bagi orang miskin. Usaha-usaha ini perlu benar-benar didorong. 14. Besarnya tantangan yang dihadapi dunia miskin dan kekurangan nutrisi harus ditangani sebagai hal
yang mendesak. Defisiensi nutrisi tiap tahun menyebabkan penyakit dan kematian yang dapat dicegah. Tingginya harga pangan saat ini diseluruh dunia telah mengungkap kerentanan orang miskin terhadap persaingan untuk mendapatkan sumberdaya. Dalam konteks ini, manfaat yang dihasilkan hilang selamanya. 15. Dengan penemuan ilmiah ini, ada sebuah desakan moral untuk memanfaatkan teknologi RG yang
tersedia pada skala yang lebih luas bagi populasi miskin dan rentan yang menginginkannya dan mengenai hal itu akan memungkinkan mereka meningkatkan standar hidupnya, memperbaiki kesehatannya serta melindungi lingkungannya
Secara umum, aplikasi teknologi RG telah menunjukkan arti pentingnya bagi perbaikan produktivitas pertanian diseluruh dunia, tapi itu hanya satu bagian dari apa yang harus menjadi strategi multifaset. Seperti yang telah diamati oleh Bapa Suci Benedict XVI: ‘akan sangat bermanfaat untuk mempertimbangkan peluang-peluang baru yang terbuka melalui penggunaan teknik pertanian tradisional yang tepat dan inovatif, selalu beranggapan bahwa hal-hal ini telah dipertimbangkan, setelah cukup pengujian, menjadi layak, menghormati lingkungan dan memperhatikan kebutuhan mereka yang paling kekurangan’. (3) Namun demikian, kami mengakui bahwa tidak semua perkembangan teknologi RG akan merealisasikan janjinya, sebagaimana yang terjadi dengan teknologi manapun. Kita harus terus mengevaluasi potensi kontribusi dari semua teknologi yang tepat, yang bersama dengan pemuliaan tanaman konvensional dan strategi tambahan lainnya harus digunakan untuk memperbaiki ketahanan pangan dan mengurangi kemiskinan untuk generasi mendatang. (4) Banyak diantaranya yang dapat digunakan secara sinergis dengan teknologi-teknologi RG. Strategi yang meliputi retensi lapisan tanah atas (topsoil) lewat tanpa pengolahan dan praktek konservasi lainnya, aplikasi pupuk yang tepat, perkembangan jenis baru pupuk dan agrokimia yang ramah lingkungan, konservasi air, manajemen hama terpadu, konservasi keragaman genetika, adopsi jenis baru tanaman dimana perbaikan tanaman yang ada (terutama ‘orphan crops’ (5) untuk penggunaan lebih luas melalui investasi dan kemitraan publik-swasta. Faktor lainnya dari kepentingan utama untuk meningkatkan keamanan pangan atau yang khususnya penting bagi negara-negara miskin meliputi perbaikan dalam infrastruktur (transportasi, suplai listrik dan fasilitas penyimpanan), pengembangan kemampuan dengan cara memberikan anjuran yang adil dan berpengetahuan bagi para petani mengenai pemilihan benih melalui penyuluhan lokal, pengembangan sistem keuangan dan asuransi yang adil serta lisensi kepemilikan teknologi. Namun, kesadaran bahwa tidak ada solusi tunggal bagi permasalahan kemiskinan dan diskriminasi melawan orang miskin di banyak wilayah tidak harus mencegah kita memanfaatkan varietas tanaman RG dimana mereka dapat memberikan kontribusi yang tepat bagi keseluruhan solusi.
Debat Publik Lebih Luas Teknologi RG telah menimbulkan ketertarikan dan debat masyarakat umum di seluruh dunia mengenai kontribusi sains dalam menangani banyak tantangan di bidang kesehatan dan pangan yang dihadapi masyarakat dalam abad pertama kedua puluh. Debat menyangkut kekuatan dan potensi peran serta berbagai penggunaan yang dapat diterapkan diterima, tetapi diskusi tersebut harus didasarkan pada peer-review atau sebaliknya informasi yang dapat diuji kebenarannya jika sains dan teknologi dengan tepat dievaluasi, diatur dan disebarkan bagi kepentingan umat manusia. Tidak melakukan apapun bukanlah suatu opsi, begitu juga dengan sains dan teknologi yang dapat diaktifkan atau dinonaktifkan seperti keran untuk memberikan solusi bagi permasalahan yang timbul: Kalau ada, tugas sains adalah untuk meramalkan kemungkinan kerusakan agar terhindar darinya dan mengamankan yang terbaik sebisa mungkin. Dalam konteks ini, ada enam wilayah tindakan yang membutuhkan perhatian: pemahaman publik akan sains; kedudukan hak kekayaan intelektual, peranan sektor publik; peranan masyarakat sipil; kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, dan masyarakat sipil; serta pengawasan regulasi tepat yang dapat dipertimbangkan dan hemat biaya.
Pemahaman Publik Tentang Sains Peserta dalam pertemuan kita menginginkan perhatian berulang kali untuk kesalahpahaman luas mengenai teknologi RG yang meliputi baik diskusi publik maupun regulasi administratif. Sebagai contoh, yang sering diabaikan dalam debat publik adalah bahwa semua bentuk pemuliaan tanaman yang melibatkan modifikasi genetika dan bahwa beberapa contoh yang disebut pemuliaan ‘konvensional’ – sebagai contoh mutagenesis yang diinduksi dengan radiasi – memiliki hasil yang secara intrinsik lebih sulit diprediksi dibandingkan aplikasi teknologi RG. Seluruh peserta dalam Study Week berkomitmen untuk memainkan bagiannya dalam kontribusi terhadap dialog dan debat publik sedemikian sehingga akan diberi informasi dan dicerahkan. Merupakan sebuah kewajiban bagi para ilmuwan agar mendengar, menjelaskan ilmu pengetahuan mereka, dan menyingkap teknologi, serta membuat kesimpulan yang tersedia secara luas. Kami mendesak pihak yang menentang atau yang skeptis mengenai penggunaan varietas tanaman RG dan aplikasi genetika modern umumnya untuk mengevaluasi dengan hati-hati ilmu pengetahuan yang terlibat dan kerugian yang disebabkan dengan penangguhan teknologi ini dari mereka yang paling membutuhkannya. Kepentingan umum dapat dilayani hanya jika debat publik diletakkan atas dasar standar tertinggi dari buktibukti ilmiah dan pertukaran opini masyarakat.
Kedudukan Hak Kekayaan Intelektual Hak kepemilikian memainkan sebuah peranan penting dalam perkembangan teknologi manapun, termasuk di bidang medis dan bioteknologi pertanian, seperti yang dilakukannya dalam semua aspek masyarakat modern. Kami sadar bahwa praktek terbaik dari sektor komersial telah memberikan kontribusi penting terhadap sasaran pengurangan kemiskinan dan ketidakamanan pangan. Namun, sejalan dengan pelajaran sosial Gereja, yang mengindikasikan sebagai sebuah hak utama tujuan universal dari kepentingan dunia bagi seluruh umat manusia, (6) kami mendesak baik pihak swasta maupun publik agar mengakui bahwa klaim sah hak milik mereka sebisa mungkin harus sering diarahkan, diatas norma-norma masyarakat sipil yang ada, demi tujuan universal ini dan tidak mengijinkan pengayaan tidak adil atau eksploitasi masyarakat miskin dan rentan. Kemitraan publik-swasta berangsur-angsur semakin penting dalam mendorong pengembangan dan distribusi varietas unggul tanaman yang secara teratur dikonsumsi oleh masyarakat miskin di negara berkembang. Proyek kemanusiaan ‘Golden Rice’ tersebut memberikan contoh kerjasama semacam itu yang sangat baik, dimana paten yang dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta memperoleh lisensi dengan mudah, tanpa biaya, kepada perusahaan publik yang mengembangkan varietas-varietas tersebut yang kini akan disebarkan dalam lahan-lahan petani demi keuntungan masyarakat yang menjadi bagiannya. Sejumlah contoh yang serupa sedang dalam pengembangan; kemajuan seperti itu sangat sesuai dengan keyakinan bahwa semua umat manusia memiliki klaim atas buah-buahan di muka bumi. Ketika sektor swasta
menunjukkan kesediaan untuk membuat teknologi yang dimilikinya tersedia bagi kepentingan masyarakat miskin, hal tersebut layak kita beri ucapan selamat, dan kita mendorongnya agar terus berlanjut mengikuti standar etika tertinggi di bidang ini. Untuk hal itu, ketika kita mempertimbangkan hubungan antara bisnis dan etika, setiap perusahaan swasta, dan terutama multinasional, juga seharusnya tidak membatasi diri semata-mata hanya untuk keuntungan ekonomi. Diatas semuanya itu harus menyampaikan nilai-nilai kemanusiaan, budaya dan pendidikan. Untuk alasan ini, Caritas in veritate menyambut baik perkembangan terkini menuju suatu ‘ekonomi sipil’ dan ‘ekonomi persekutuan’, yakni sebuah realitas komposit yang tidak mengecilkan keuntungan namun memandangnya sebagai suatu alat demi mencapai tujuan sosial dan kemanusiaan. Memang ensiklikal ini menyatakan bahwa ‘bentuk institusional dari usaha yang sangat plural memunculkan sebuah pasar yang tak hanya lebih beradab namun juga lebih kompetitif’. (7 ) Cerminan ini utamanya berlaku menyangkut kualitas dan kuantitas ketersediaan pangan bagi sebuah populasi.
Peranan Sektor Publik Perkembangan varietas tanaman baru yang memungkinkan Revolusi Hijau di abad keduapuluh sebagian besar dicapai oleh laboratorium riset sektor publik di sejumlah negara Meskipun sektor publik tidak lagi memiliki monopoli dalam pengembangannya, tapi peranannya masih sangat penting dan masih sangat signifikan. Secara khusus, mereka dapat memanfaatkan dana yang telah diperoleh dari pendanaan nasional dan lembaga donor untuk mempromosikan riset yang relevan dengan kebutuhan tanaman bagi kelompok masyarakat yang rentan dan miskin. Sektor publik memiliki peran penting dalam membuat ketersediaan hasil-hasil penelitian secara luas, dan dapat berinovasi dengan cara-cara yang sangat sulit bagi sektor swasta, di mana pengembangan varietas untuk komersialisasi tanaman merupakan tujuan utamanya. Jika kerjasama antara sektor publik dan swasta telah terbukti bermanfaat dalam pengembangan berbagai aplikasi ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kepentingan manusia terutama di bidang kesehatan, maka bidang pertanian juga harus dikembangkan dan tidak boleh dikecualikan. Sayangnya, kita harus menyadari bahwa dalam hal perbaikan tanaman dengan pendekatan bioteknologi modern, sebuah regulasi yang tidak ilmiah dan berlebihan secara bersamaan membumbungkan biaya R&D tanpa adanya peningkatan keamanan, dan membuat institusi-institusi sektor publik sulit mengaplikasikan karena alasan keuangan.
Peran Masyarakat Sipil Pemerintah, masyarakat terpelajar, LSM, badan amal, organisasi agama dan masyarakat sipil semua dapat berperan dalam mempromosikan dialog dan pemahaman publik yang luas mengenai manfaat-manfaat yang dapat diberikan ilmu pengetahuan, serta bekerja untuk meningkatkan semua aspek kehidupan bagi yang kurang beruntung. Mereka harus membantu melindungi orang miskin dari eksploitasi dengan segala tujuannya, mereka juga
memikul tanggung jawab untuk menjamin bahwa masyarakat tersebut tidak terhindarkan dari akses manfaat ilmu pengetahuan modern, sehingga dapat mencegah mereka dari kemiskinan, kesehatan yang buruk, dan rawan pangan.
Kerjasama antara Pemerintah, Organisasi Internasional dan Masyarakat Sipil Sebagaimana yang telah diamati sebelumnya, teknologi Rekayasa Genetika (RG) telah membuat kontribusi yang signifikan dalam perbaikan tanaman dan peningkatan ketahanan pangan. Aplikasi teknologi yang sesuai dikombinasikan dengan pendekatan molekuler lain pada pemuliaan tanaman menawarkan potensi lebih besar dalam meningkatkan kontribusi komoditas tanaman pangan utama dan di negara berkembang sering disebut sebagai tanaman orphan. Penggunaan metode ilmiah yang terpercaya tersebut dapat dianggap sebagai sebuah Global Public Good. Karena tingginya biaya riset dan pengembangan pada penggunaan pendekatan baru perbaikan tanaman tersebut, ditambah dengan biaya-biaya regulasi yang besar dalam membawa sifat-sifat baru ke pasar, maka teknologi ini kebanyakan hanya diterapkan oleh perusahaan multinasional untuk komoditas tanaman dengan volume produksi besar dan ditanam di negara maju. Pemuliaan tanaman yang bermanfaat bagi masyarakat yang menggunakan pendekatan rekayasa genetika telah dibatasi dengan dua alasan utama: 1.
Melibatkan biaya yang sangat tinggi dan kurangnya investasi oleh pemerintah pusat. Hal ini mengakibatkan kegagalan dalam penerapan pendekatan untuk perbaikan dan adaptasi pengembangan tanaman lokal, termasuk tanaman penting yang disebut juga tanaman orphan seperti sorgum, singkong, pisang raja, dll, yang tidak diperdagangkan secara internasional dan tidak dibenarkan berinvestasi secara komersial oleh perusahaan-perusahaan multinasional;
2.
Peraturan yang bersifat berlebihan dan tidak perlu pada teknologi rekayasa genetika, sehingga jika dibandingkan dengan semua peraturan lain di bidang pertanian, maka peraturan tersebut membuatnya menjadi terlalu mahal untuk diterapkan pada tanaman 'minor' sehingga tidak dapat menawarkan kepada pengembang keuntungan yang sepadan dengan investasi dan resikonya. Ini tentu saja tidak berlaku semata-mata untuk sektor swasta, tapi semua investasi, baik swasta maupun publik harus dilihat dari kemungkinan untung rugi investasinya. Oleh karena itu, sektor publik maupun sektor swasta supaya dapat menahan diri dari pegembangan produk-produk yang penggunaannya terbatas dibandingkan dengan pengembangan tanaman komoditas utama sebagai hasil dari kebutuhan investasi, masalah regulasi dan ketidakpastian pengiriman.
Dengan demikian dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, organisasi internasional, lembaga bantuan dan kegiatan amal di daerah ini. Potensi manfaat dari kerjasama tersebut sudah terlihat ketika perusahaanperusahaan multinasional telah menunjukkan kesediaannya untuk berunding dengan kemitraan publik swasta dan menyumbangkan secara gratis sebuah teknologi yang relevan dan bisa dipatenkan untuk digunakan dalam perbaikan tanaman. Dalam kasus 'Golden Rice', cara ini telah menghasilkan transfer teknologi ke banyak
negara di Asia. Contoh lain termasuk jagung tahan kekeringan di Afrika, sayuran dan polong-polongan tahan serangga di India dan Afrika, dan lusinan proyek tambahan di Afrika, Asia dan Amerika Latin.
Mendefinisikan Pendekatan yang Tepat dalam Pengawasan Regulasi Realisasi manfaat dari setiap teknologi baru memerlukan suatu pendekatan yang tepat dalam regulasi. Peraturan yang terlalu ketat yang dikembangkan oleh negara-negara kaya dan hanya terfokus secara eksklusif pada risiko-resiko hipotetis tanaman RG merupakan diskriminasi terhadap negara-negara berkembang dan miskin, serta terhadap produsen dan pengecer yang lebih kecil dan lebih miskin. Ini telah menempatkan orang-orang miskin di dunia pada sebuah kerugian yang tidak dapat diterima. Kerugian ini berasal dari ketidakmampuan menggunakan teknologi produksi yang lebih tepat dan dapat diprediksi dan bersifat permanen, dalam arti bahwa biaya kesempatan investasi yang hilang, yaitu produk dan hasil penelitian dan pengembangan (dan manfaat-manfaatnya) tidak dapat dipulihkan lagi. Evaluasi varietas tanaman baru dan yang ditingkatkan harus didasarkan pada ciri-ciri varietas tanaman dan bukan pada teknologi yang digunakan dalam menghasilkannya: varietas ini harus dinilai pada kejelasan karakteristik yang sebenarnya. Ini akan memfasilitasi eksploitasi potensi teknologi untuk kemanfaatan kita bersama yaitu dengan menghasilkan varietas baru baik tanaman utama maupun tanaman lokal dengan ciri yang ditingkatkan. Secara empatik, ini bukan soal penggunaan isu kemiskinan sebagai tempat bereksperimen, tetapi untuk memastikan bahwa masyarakat miskin memiliki akses terhadap teknologi yang telah terbukti aman, diterima secara luas dan bermanfaat di sebagian besar dunia maju dan berkembang. Kita tidak mungkin menjadikan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi lebih beresiko (dan akibat risiko dari makanan dan pertanian) dari apa yang kita lihat sebagai hal yang bisa diterima dalam sisa kehidupan kita sehari-hari. Bahaya hipotetis yang berkaitan dengan tanaman rekayasa genetika ini tidak berbeda dari yang berkaitan dengan contoh-contoh penerapan teknologi genetika pada organisme lain (misalnya, yang digunakan dalam bioteknologi medis atau bioteknologi enzim yang disempurnakan yang digunakan dalam pengolahan keju atau bir). Resiko jangka pendek yang timbul dari kehadiran produk-produk beracun atau yang menyebabkan alergi dapat dipelajari dan dikecualikan dari varietas tanaman baru, sebuah prosedur pencegahan yang lebih baik dari yang biasa terdapat pada varietas tanaman yang dihasilkan oleh pemulia konvensional. Sebagai konsekuensi evolusioner jangka panjang, maka evolusi molekular di alam terjadi pada skala rendah yang disebabkan oleh variasi genetik yang muncul secara spontan, hal ini jelas menunjukkan bahwa rekayasa modifikasi genetik kedalam suatu genom hanya dapat mengikuti dan mempelajari strategi evolusi biologis alami yang sangat baik. Modifikasi yang layak hanya dimungkinkan dalam langkah-langkah kecil. Hal ini dapat dipahami dengan perumpamaan bahwa genom tanaman itu seperti kamus besar dari beberapa ratus buku, sedangkan modifikasi genetik menggunakan teknik-teknik genetik modern yang hanya mempengaruhi satu atau beberapa gen dari sekitar 26.000 gen dalam genom tanaman rata-rata.
Oleh karena itu, kemungkinan risiko evolusioner dari peristiwa rekayasa genetika tidak mungkin lebih besar daripada resiko pada proses alami evolusi biologis atau penerapan kimia mutagenesis, baik yang bertanggung jawab terhadap perubahan tingkat karakteristik genetik secara luas maupun sempit. Catatan statistik menunjukkan bahwa efek yang tidak diinginkan seperti perubahan genetik adalah sangat langka, dan dalam kasus pemuliaan konvensional, hal ini terseleksi secara berdampingan. Didasarkan pada perkembangan pemahaman ilmiah sejak adopsi Protokol Cartagena mengenai Keamanan Hayati tahun 2000, maka sekarang saatnya untuk menilai kembali sebuah protokol yang didasarkan pada pemahaman kebutuhan peraturan dan manfaat yang berbasis ilmu pengetahuan.
Agama, Alasan Ilmiah dan Etika Bagi orang beriman, titik permulaan visi bagi orang Kristen adalah menjunjung asal mula keilahian manusia, karena diatas semua itu ada ruh, yang menjelaskan bahwa Tuhan memberikan hak asasi manusia untuk mengatur seluruh makhluk hidup di bumi melalui pekerjaan di mana mereka mendedikasikan kekuatan tubuh mereka dibimbing oleh cahaya ruh. Dengan cara ini manusia menjadi pelayan Allah dengan mengembangkan dan memodifikasi alam dengan mengaplikasikan teknologi pangan yang lebih baik. (8) Jadi, bagaimanapun membatasi tindakan manusia itu bisa dalam kosmos yang tak terbatas, sehingga mereka tetap berpartisipasi dalam kuasa Allah dan mampu membangun dunia mereka, ini untuk mengatakan bahwa suatu lingkungan cocok bagi kehidupan jasmani dan rohani, penghidupan dan kesejahteraan mereka. Dengan demikian, bentuk-bentuk manusia baru dari intervensi di alam raya tidak harus dilihat sebagai sesuatu yang bertentangan dengan hukum alam dimana Allah telah memberikan Penciptaan. Memang, seperti Paulus VI katakan di Akademi Ilmu Kepausan pada tahun 1975, (9) di satu pihak, para ilmuwan harus jujur mempertimbangkan pertanyaan tentang masa depan umat manusia duniawi dan, sebagai orang yang bertanggung jawab, membantu untuk mempersiapkan itu, mempertahankannya demi penghidupan dan kesejahteraan, dan menghilangkan risiko. Oleh karena itu, kita harus menyatakan solidaritas terhadap generasi sekarang dan generasi masa depan sebagai bentuk cinta dan amal Kristen. Di sisi lain, para ilmuwan juga harus dijiwai oleh keyakinan bahwa alam mempunyai sumber penghidupan rahasia yang mana kecerdasan manusia memungkinkan untuk menemukan dan memanfaatkannya dalam rangka mencapai suatu tingkat perkembangan yang ada di dalam rencana Sang Pencipta. Dengan demikian, intervensi ilmiah harus dilihat sebagai perkembangan fisik atau kodrat tanaman/hewan untuk kepentingan hidup manusia, dengan kata lain bahwa "banyak hal yang telah ditambahkan di atas hukum alam baik oleh hukum Tuhan dan hukum manusia yang bermanfaat bagi kehidupan manusia,” (10).
Rekomendasi 1.
Peningkatan penyediaan informasi yang dapat dipercaya kepada para regulator, para petani dan produsen di seluruh dunia sehingga mereka akan mampu membuat keputusan yang didasarkan pada informasi up to date (terbaru) dan berdasarkan pengetahuan yang menyangkut semua aspek manajemen pertanian untuk produktifitas dan keberlanjutan.
2.
Standarisasi - dan rasionalisasi - prinsip-prinsip yang terlibat dalam evaluasi dan persetujuan varietas tanaman baru (baik yang dihasilkan secara konvensional, pemuliaan dengan bantuan penanda (marker), atau teknologi RE/Rekayasa Genetika) secara universal sehingga bersifat ilmiah, berbasis risiko, dapat diprediksi dan transparan. Sangat penting bahwa ruang lingkup dari apa yang menjadi subyek dalam peninjauan kasus demi kasus adalah sama pentingnya dengan tinjauan yang sebenarnya, tetapi juga harus ilmiah dan berbasis risiko.
3.
Mengevaluasi kembali penerapan prinsip kehati-hatian untuk pertanian, pembingkaian kembali secara praktis dan ilmiah dan membuat persyaratan peraturan dan prosedur yang sebanding dengan risiko, serta mempertimbangkan risiko yang berkaitan dengan kurangnya tindakan. Ini harus diingat bahwa kehati-hatian (phronesis atau prudentia) adalah kebijaksanaan praktis yang harus dijadikan sebagai dasar tindakan. (11) Meskipun kebijaksanaan praktis atau pencegahan kebutuhan kehati-hatian ini dalam rangka untuk memiliki sebuah pemahaman yang baik guna menghindari kejahatan, namun sebenarnya komponen utama kehati-hatian bukanlah pencegahan, tetapi prediksi. Ini berarti bahwa fitur utama kehati-hatian bukan menahan diri dari tindakan dalam rangka menghindari kerugian tetapi menggunakan prediksi ilmiah sebagai dasar untuk bertindak. (12) Jadi, Paus Benedict XVI, dalam kesempatan pidatonya pada rapat pleno Akademi Ilmu Kepausan tahun 2006 tentang 'Keterprediksian dalam Ilmu', menekankan bahwa kemungkinan membuat prediksi adalah salah satu alasan utama untuk mendapatkan kehormatan bahwa ilmu pengetahuan disukai oleh masyarakat kontemporer dan bahwa penciptaan metode ilmiah telah memberikan kemampuan ilmu pengetahuan untuk meramalkan fenomena dan mempelajari perkembangannya, dan dengan demikian penjagaan habitat manusia akan tetap terkendali. “Memang kita bisa mengatakan”, Paus Benediktus menegaskan, "bahwa kegiatan memprediksi, mengendalikan dan mengatur alam, yang menjadikan ilmu pengetahuan hari ini lebih praktis daripada di masa lalu, dan itu semua merupakan bagian dari rencana Sang Pencipta ', (13).
4.
Mengevaluasi Protokol Cartagena, yaitu sebuah perjanjian internasional yang mengatur perdagangan internasional mengenai varietas tanaman Rekayasa Genetika, dimana protokol ini dikembangkan pada saat ilmu tanaman Rekayasa Genetika belum banyak diketahui, yang bertujuan untuk memastikan bahwa hal ini sejalan dengan pemahaman ilmiah saat ini.
5.
Teknik-teknik Rekayasa Genetika yang bersifat bebas, paling modern, tepat dan dapat diramalkan untuk perbaikan genetik, sifat berlebihan, peraturan yang tidak ilmiah, dan mengijinkan aplikasi
mereka untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas nutrisi tanaman (dan juga produksi vaksin dan obat-obatan lainnya) di seluruh dunia. 6.
Mempromosikan potensi teknologi untuk membantu petani kecil melalui pendanaan penelitian yang memadai, peningkatan kapasitas dan pelatihan melalui kebijakan publik yang tepat.
7.
Mendorong adopsi secara luas praktek pertanian yang produktif dan berkelanjutan dan pelayanan penyuluhan yang terutama penting untuk meningkatkan kehidupan orang miskin dan yang membutuhkan di seluruh dunia.
8.
Dalam rangka untuk memastikan bahwa kesesuaian Rekayasa Genetika dan pemuliaan dengan bantuan penanda itu digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman yang relevan dalam kondisi rawan pangan, negara-negara miskin, di mana teknologi ini dapat diharapkan memiliki dampak yang penting untuk meningkatkan ketahanan pangan,maka kami mendesak kepada pemerintah, badan bantuan internasional dan amal meningkatkan pendanaan di daerah ini. Mengingat urgensinya,organisasi internasional seperti FAO, CGIAR, UNDP atau UNESCO memiliki tanggung jawab moral untuk menjamin keamanan pangan saat ini dan masa depan terhadap populasi dunia. Mereka harus menggunakan semua usaha mereka untuk menengahi pembentukan hubungan kerjasama publik-swasta untuk memastikan eksploitasi bebas biaya dari teknologi ini untuk kepentingan bersama di negara berkembang di mana mereka akan mempunyai dampak paling besar (14).
Latar Belakang Penelitian PAS Study Week dari tanggal 15-19 Mei 2009 ini diselenggarakan atas nama Akademi ilmu Kepausan, oleh anggota akademi Profesor Ingo Potrykus, dengan dukungan dari anggota akademi Profesor Werner Arber, dan Profesor Peter Raven. Penyelenggara tahu bahwa sejak tahun 2000, ketika awal-Dokumen Kajian diterbitkan oleh Akademi yang sama tentang '"Modifikasi Genetik Tanaman Pangan" untuk Memerangi Kelaparan di Dunia', banyak bukti dan pengalaman telah terkumpul mengenai tanaman rekayasa genetika.
Tujuan dari Study Week adalah untuk mengevaluasi manfaat dan resiko rekayasa genetika dan praktek-praktek pertanian lainnya berdasarkan pengetahuan ilmiah saat ini dan potensinya untuk diterapkan guna meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan manusia di seluruh dunia dalam konteks pembangunan berkelanjutan. Para peserta juga menyadari ajaran sosial Gereja tentang bioteknologi dan menerima perintah moral untuk berfokus pada aplikasi Rekayasa Genetika yang bertanggung jawab sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan sosial.
Partisipasi hanya dengan undangan dan peserta dipilih berdasarkan kompetensi ilmiah mereka di bidang keahlian masing-masing dan keterlibatan mereka untuk keketatan ilmiah dan keadilan sosial. Penyelenggara harus membuat seleksi peserta, dan pilihan mereka didasarkan pada kebutuhan untuk mensukseskan tujuan utama pertemuan, dengan meninjau pengalamannya sampai saat ini. Walaupun ada perbedaan pendapat, sudut pandang dan penekanan di antara para peserta, semua sepakat pada prinsip-prinsip luas yang terkandung dalam pernyataan ini.
Para peserta Study Week dan kompetensi keilmuan mereka di urutkan dibawah ini sesuai dengan abjad
Anggota dari Akademi Ilmu Keuskupan: Prof. em. Werner Arber • Switzerland, University of Basel: Microbiology, Evolution. Prof. Nicola Cabibbo † • Rome, President Pontifical Academy of Sciences: Physics. H.Em. Georges Cardinal Cottier, Vatican City: Theology. Prof. em. Ingo Potrykus • Switzerland, Swiss Federal Institute of Technology: Plant Biology, Agricultural Biotechnology. Prof. em. Peter H. Raven • USA, President Missouri Botanical Garden: Botany, Ecology. H.Em. Msgr. Marcelo Sánchez Sorondo • Vatican, Chancellor Pontifical Academy of Sciences: Philosophy. Prof. Rafael Vicuña • Chile, Pontifical Catholic University of Chile: Microbiology, Molecular Genetics.
Ilmuwan dari Luar:
Prof. em. Klaus Ammann • Switzerland, University of Berne, Botany, Vegetation Ecology. Prof. Kym Anderson • Australia, The University of Adelaide, CEPR and World Bank: Agricultural Development Economics, International Economics. Dr. iur. Andrew Apel • USA, Raymond, Editor in Chief of GMObelus: Law. Prof. Roger Beachy • USA, Donald Danforth Plant Science Center, now now NIVA, National Institute of Food and Agriculture, Washington DC.: Plant Pathology, Agricultural Biotechnology. Prof. Peter Beyer • Germany, Albert-Ludwig University, Freiburg: Biochemistry, Metabolic Pathways.
Prof. Joachim von Braun • USA, Director General, International Food Policy Research Institute, now now University of Bonn, Center for Development Research (ZEF),: Agricultural and Development Economics. Prof. Dr. Moisés Burachik • Argentina, General Coordinator of the Biotechnology Department: Agricultural Biotechnology, Biosafety. Prof. Bruce Chassy • USA, University of Illinois at Urbana-Champaign: Biochemistry, Food Safety. Prof. Nina Fedoroff • USA, The Pennsylvania State University: Molecular Biology, Biotechnology. Prof. Dick Flavell • USA, CERES, Inc.: Agricultural Biotechnology, Genetics. Prof. em. Jonathan Gressel • Israel, Weizmann Institute of Science: Plant Protection, Biosafety. Prof. Ronald J. Herring • USA, Cornell University: Political Economy. Prof. Drew Kershen • USA, University of Oklahoma: Agricultural Law, Biotechnological Law. Prof. Anatole Krattiger • USA, Cornell University and Arizona State University, now Director, Global Challenges Division, WIPO, Geneva, Switzerland: Intellectual Property Management. Prof. em. Christopher Leaver • UK, University of Oxford: Plant Sciences, Plant Molecular Biology. Prof. Stephen P. Long • USA, Energy Science Institute: Plant Biology, Crop Science, Ecology. Prof. Cathie Martin • UK, John Innes Centre, Norwich: Plant Sciences, Cellular Regulation. Prof. Marshall Martin • USA, Purdue University: Agricultural Economics, Technology Assessment. Prof. Henry Miller • USA, Hoover Institution, Stanford University: Biosafety, Regulation. Prof.em. Marc Baron van Montagu • Belgium, President European Federation of Biotechnology: Microbiology, Agricultural Biotechnology. Prof. Piero Morandini • Italy, University of Milan: Molecular Biology, Agricultural Biotechnology. Prof. Martina Newell-McGloughlin • USA, University of California, Davis: Agricultural Biotechnology. H.Em. Msgr. George Nkuo • Cameroon, Bishop of Kumbo: Theology. Prof. Rob Paarlberg • USA, Wellesley College: Political Science. Prof. Wayne Parrott • USA, University of Georgia: Agronomy, Agricultural Biotechnology. Prof. Channapatna S. Prakash • USA, Tuskegee University: Genetics, Agricultural Biotechnology. Prof. Matin Qaim • Germany, Georg-August University of Göttingen: Agricultural Economics, Development Economics.
Dr. Raghavendra Rao • India, Department of Biotechnology, Ministry of Science and Technology: Agriculture, Plant Pathology. Prof. Konstantin Skryabin • Russia, ‘Bioengineering’ Centre Russian Academy of Sciences: Molecular Biology, Agricultural Biotechnology. Prof. Monkumbu Sambasivan Swaminathan • India, Chairman, M.S. Swaminathan Research Foundation: Agriculture, Sustainable Development. Prof. Chiara Tonelli • Italy, University of Milan: Genetics, Cellular Regulation. Prof. Albert Weale • UK, Nuffield Council on Bioethics and University of Essex, now University College of London, Dept. of Political Sciences: Social & Political Sciences. Prof. Robert Zeigler – Philippines, Director General International Rice Research Institute: Agronomy, Plant Pathology.
Notes
1.
Cf. John Paul II, Encyclical Letter Laborem exercens, 5: loc. cit., 586-589.
2.
Caritas in veritate, § 69
3. 4.
Caritas in veritate, § 27. ‘Ini adalah prinsip yang harus diingat dalam produksi pertanian itu sendiri, setiap kali ada pertanyaan tentang kemajuannya melalui aplikasi bioteknologi, yang tidak dapat dievaluasi semata-mata atas dasar kepentingan ekonomi langsung. Mereka harus diajukan terlebih dahulu untuk pemeriksaan ilmiah dan etika yang ketat, guna mencegahnya menjadi bencana bagi kesehatan manusia dan masa depan bumi’
5.
(John Paul II, menyampaikan pada Perayaan Agricultural World, 11 November 2000). Orphan crops, yang juga disebut sebagai tanaman yang diabaikan atau hilang, adalah tanaman dengan nilai ekonomi tinggi di negara-negara berkembang. Tanaman-tanaman ini meliputi tanaman sereal (seperti millet dan tef), legum (cow pea, grass pea dan bambara Groundnut/kacang bogor), dan tanaman berakar (singkong dan ubi jalar). Meskipun orphan crops penting bagi kehidupan jutaan petani dengan sumberdaya miskin, riset mengenai tanaman ini tertinggal dibanding tanaman utama. Demi mendorong produktivitas tanaman dan mencapai swasembada pangan di negara berkembang, riset
6.
mengenai orphan crops perlu mendapat perhatian lebih. Centesimus annus, § 6.
7. 8.
Caritas in veritate, § 46. Tuhan telah berdaulat terhadap kuasa atas segala sesuatu: dan Dia, sesuai dengan pemeliharaan-Nya, menggariskan hal-hal tertentu untuk kelangsungan tubuh manusia. Untuk alasan ini manusia memiliki kuasa atas hal-hal yang alami, berkenaan kekuatan untuk memanfaatkannya. (Thomas Aquinas, Summa Theologica, II-II, q. 66, a. 1 ad 1
9.
Cf. Paul VI, Disampaikan dalam Sidang Pleno Akademi Ilmu Keuskupan pada tanggal 19 April 1975, Papal Addresses, Vatican City 2003, p. 209.
10. St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, I-II, 94, a.5. Cf. loc. cit. ad 3.
11. Kebijaksanaan (phronesis) adalah pencapaian kualitas kebenaran rasional, peduli dengan tindakan yang berkaitan dengan hal-hal baik bagi manusia’ (Aristotle, Eth. Nic., VI, 5,1140 b 20, Eng. tr. J. Bywater). Cf. also the rest of the chapter. 12. Prediksi adalah prinsip kehati-hatian.. Oleh karena itu, nama prudence (kehati-hatian) diambil dari prediksi (takdir) sebagai bagian yang sangat prinsip’ (St. Thomas Aquinas, Summa Theologica, II-II, q. 49, a. 6 ad 1). 13. Diambil dari Bapa Suci Benedict XVI pada sidang paripurna Akademi Ilmu Kepausan. Tersedia online di http://www.vatican.va/holyfather/benedict_xvi/speeches/2006/november/documents/hf_benxvi_spec_20061106_academysciences_en.html 14. Cf. P. Dasgupta, ‘Sains sebagai sebuah Institusi: Menetapkan Prioritas dalam Kontek Sosial-Ekonomi Baru’ pada Konferensi Ilmu Pengetahuan Dunia: Sains untuk Abad Dua Puluh Satu, Sebuah Komitmen Baru (UNESCO, Paris, 2000). Translators: Facilitation through Clive James from the ISAAA, translation organized with Clement Dionglay Project Assistant Global Knowledge Center on Crop Biotechnology ISAAA SEAsiaCenter