Putusan Pengadilan : Put. 40792/PP/M.II/13/2012 Pajak Nomor Jenis Pajak : PPh Pasal 26 Masa/Tahun Pajak
: 2003
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa adalah koreksi Objek PPh Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2003 sebesar Rp136.030.279.798,00 yang tidak disetujui oleh Pemohon Banding, sebagai berikut; N o
Jenis Sengketa
Koreksi DPP Pasal 26 Jumlah
PPh
Nilai Awal Sengketa Terbukti 136.030.279.798,00
Dibatalkan atau Dipertahankan Majelis 0
Nilai Akhir Sengketa Terbukti 136.030.279.798,00
136.030.279.798,00
0
136.030.279.798,00
Menurut Terbanding : bahwa menurut Terbanding, terkait dengan pembebanan atas biaya international roaming diketahui pihak Pemohon Banding telah membebankan sebagai biaya atas international roaming artinya pihak operator di luar negeri telah mengakuinya sebagai penghasilan, demikian juga sebaliknya jika di luar negeri dibebankan sebagai biaya international roaming oleh operator di luar negeri maka oleh Pemohon Banding akan diakui sebagai penghasilan international roaming, yang Terbanding tetapkan sebagai objek pajak PPh Pasal 26; Menurut Banding
Pemohon : bahwa menurut Pemohon Banding dalam perjanjian antara Pemohon Banding dengan operator diluar negeri tidak disebutkan adanya fee karena dalam perjanjian hanya disebutkan mengenai tarif sehingga tidak ada fee dibayarkan dan yang ada hanya biaya administrasi yang hanya melibatkan Pemohon Banding dengan pelanggan dengan nilai yang sangat kecil sehingga Pemohon Banding keberatan jika dikoreksi PPh Pasal 26;
Menurut Majelis
: bahwa menurut Terbanding DPP PPh Pasal 26 cfm. Pemohon Banding adalah sebesar Rp99.214.843.777,00 sedangkan DPP PPh Pasal 26 cfm. Terbanding adalah sebesar Rp235.245.123.575,00, sehingga terdapat koreksi DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp136.030.279.798,00; bahwa koreksi DPP PPh Pasal 26 sebesar Rp136.030.279.798,00 seluruhnya terdiri dari atas Biaya International Roaming; bahwa dasar koreksi PPh Pasal 26 atas Biaya International Roaming yang dilakukan Terbanding berasal dari pembayaran atau pembebanan biaya International Roaming kepada operator-operator telepon negara lain non treaty partner yang belum dipotong dan dilaporkan oleh Pemohon Banding sebesar Rp136.030.279.798,00; bahwa dalam persidangan Pemohon Banding menyatakan mengajukan banding atas koreksi International Roaming sebesar Rp136.030.279.798,00; bahwa berdasarkan Laporan Pemeriksaan Pajak nomor LAP- 101/WPJ.19/KP.01/2009 koreksi sebesar Rp136.030.279.798,00 diperoleh Terbanding atas akun-akun sebagai
berikut: No. Akun 6000510 6100010 6100020 6100030 6100040 6101510
Nama Akun IR Interconnection IE-OG Direct IE-OG Trad/Dest IE-OG Trad/Tran IE-OG Enhanced IE-Transit Foreign
Jumlah (Rp) 60.053.534.469 64.488.126.891 233.179 1.921.745 11.486.461.587 1.927 136.030.279.798
bahwa koreksi yang dilakukan oleh Terbanding pada saat pemeriksaan berasal dari pembayaran atau pembebanan biaya International Roaming kepada operator-operator telepon negara lain non treaty partner yang belum dipotong dan dilaporkan oleh Pemohon Banding, dan Wajib Pajak Luar Negeri memperoleh penghasilan berupa imbalan jasa yang berasal dari Indonesia; bahwa dalam Surat Uraian Banding Terbanding melakukan koreksi Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas International Roaming dengan penjelasan sebagai berikut : -
-
-
-
Transaksi international roaming timbul karena adanya kesepakatan atau perjanjian kerjasama antara Pemohon Banding dengan operator luar negeri penyedia network sehingga memudahkan pelanggan Pemohon Banding menggunakan telepon selulernya melalui jaringan telekomunikasi operator partner di luar negeri apabila sedang berada di luar negeri; Pembayaran yang dilakukan Pemohon Banding kepada operator di luar negeri bukan sebagai collection agent atas pelanggan yang secara independent menggunakan network operator di luar negeri, karena pelanggan Pemohon Banding tetap mempergunakan fasilitas telekomunikasi yang dimiliki Pemohon Banding yaitu nomor pelanggan. Dengan demikian Pemohon Banding adalah pihak yang memberikan penghasilan kepada Wajib Pajak Luar Negeri; Wajib Pajak Luar Negeri memperoleh penghasilan berupa imbalan jasa yang berasal dari Indonesia, dan tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap di Indonesia; Tidak terdapat Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Wajib Pajak Luar Negeri tersebut, sehingga perlakuan perpajakan atas transaksi tersebut sepenuhnya tunduk kepada ketentuan domestik Indonesia; Bahwa ketentuan Pasal 26 UU PPh mengatur mengenai pemajakan terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang menerima pembayaran imbalan jasa dari Indonesia, dengan tidak membatasi apakah kegiatan memberikan jasa tersebut dilakukan di Indonesia maupun di luar Indonesia;
bahwa menurut Pemohon Banding Biaya International Roaming tersebut bukan objek PPh Pasal 26 karena yang menggunakan dan membayar jasa International Roaming adalah para pelanggan Pemohon Banding sementara Pemohon Banding hanya bertindak sebagai collecting agent; bahwa dalam kontrak antara Pemohon Banding dengan operator di luar negeri tidak
ada tambahan fee atas tagihan yang akan ditagihkan kepada pelanggan hanya biaya administrasi yang nilainya kecil; bahwa menurut Pemohon Banding pelanggan hanya bisa melakukan sambungan langsung international dengan negara-negara yang mempunyai perjanjian dengan Pemohon Banding, dan sampai saat ini Pemohon Banding mempunyai kerja sama dengan operator-operator asing di 150 negara; bahwa dari bukti berupa sampel tagihan pelanggan Pemohon Banding diketahui biaya roaming di luar negeri dibebankan kepada pelanggan Pemohon Banding; bahwa Wajib Pajak Luar Negeri memberikan pelayanan langsung kepada pelanggan Pemohon Banding secara independen di luar negeri (di luar daerah pabean Indonesia) secara independen; bahwa Wajib Pajak Luar Negeri dalam memberikan pelayanan roaming Internasional tidak datang ke Indonesia (di dalam daerah pabean Indonesia) dan pelayanan Roaming Internasional seluruhnya dilaksanakan di luar daerah pabean Indonesia; bahwa dalam pelayanan jasa Roaming Ineternasional Wajib Pajak Luar Negeri tidak memiliki usaha tetap atau perwakilan lain di Indonesia, dan status kedudukan Pemohon Banding dalam pelayanan Roaming Internasional bukan selalu bentuk usaha tetap atau perwakilan dari Wajib Pajak Luar Negeri; bahwa yang dibebani pembayaran atas penerimaan jasa pelayanan Roaming Internasional adalah pelanggan Pemohon Banding bukan Pemohon Banding, dan penerima pembayaran atas jasa pelayanan Roaming Internasional adalah Wajib Pajak Luar Negeri bukan Pemohon Banding; bahwa dalam pelayanan Roaming Internasional status Pemohon Banding hanya sebagai fasilitator dan sebagai collector agent yang memfasilitasi pelanggannya dengan Wajib Pajak Luar Negeri dan selanjutnya sepenuhnya diteruskan kepada Wajib Pajak Luar Negeri dan sebagai fasilitator dan collector agent Pemohon Banding menerima penghasilan berupa Surcharge Fee (upah pungut); bahwa dalam pelayanan Roaming Internasional status Pemohon Banding selaku Collector Agent benar yang melakukan penagihan kepada Pelanggan penerima Jasa Roaming Internasional dan benar yang membayarkannya kepada Wajib Pajak Luar Negeri; bahwa peralatan/jaringan telekomunikasi untuk pelayanan Jasa Roaming Internasional sepenuhnya milik dari Wajib Pajak Luar Negeri dan bukan milik Pemohon Banding yang keberadaannya sepenuhnya berada di luar Daerah Pabean Indonesia; bahwa dalam pelayanan jasa Roaming Internasional tidak diperlukan adanya Interconnection jaringan, seperti pelayanan Saluran Langsung Internasional (SLI), sehingga dalam Roaming Internasional tidak ada penggunaan harta/assets milik orang lain sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17
Tahun 2000; bahwa dalam Roaming Internasional keberadaan pelanggan sepenuhnya dalam jaringan operator dari Wajib Pajak Luar Negeri dan bukan lagi dalam jangkauan jaringan Pemohon Banding seperti halnya pelayanan Saluran Langsung Internasional (SLI); bahwa pencatatan usage sebagai dasar penagihan biaya jasa pelayanan Roaming Inetrnasional sepenuhnya dilakukan oleh operator di luar negeri (Wajib Pajak Luar Negeri) bukan Pemohon Banding, berbeda dengan pelayanan Saluran Langsung Internasional (SLI) pencatatan usage, dilakukan oleh kedua belah pihak yaitu oleh Pemohon Banding dan Wajib Pajak Luar Negeri; bahwa dasar Terbanding membedakan pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas jasa Roaming Internasional berdasarkan negara treaty dan bukan negara treaty, menurut Majelis adalah tidak tepat karena seharusnya Terbanding menetapkan atas Jasa Raoming Internasional tersebut sebagai objek Pajak Penghasilan Pasal 26 atau bukan objek Pajak Penghasilan Pasal 26 sesuai ketentuan Pasal 26 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000; bahwa berdasarkan Pasal 26 beserta Penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (dalam perkara ini), Majelis berpendapat bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) Luar Negeri dari Indonesia, Undang-Undang ini mengenakan dua sistem pengenaan pajak, yaitu pemenuhan sendiri kewajiban perpajakan bagi WP Luar Negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, dan pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi WP luar negeri lainnya; bahwa berdasarkan pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan, menurut Majelis, dalam jasa Roaming Internasional status Pemohon Banding bukan selaku Bentuk Usaha Tetap ataupun Perwakilan dari Wajib Pajak Luar Negeri dan pekerjaan atau kegiatan Jasa Roaming Internasional tersebut dilakukan tanpa menggunakan interconnection jaraingan dan sekaligus dimanfaatkan oleh pelanggan Pemohon Banding juga di luar daerah pabean Indonesia; bahwa berdasarkan pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan, menurut Majelis, tidak diperoleh bukti bahwa Pemohon Banding adalah bentuk usaha tetap dari Wajib Pajak Luar Negeri yang dibayarkan jasa International Roaming atau Wajib Pajak Luar Negeri melakukan kegiatan dan/atau memperoleh penghasilan dari Indonesia melalui Pemohon Banding, sehingga hak pemajakan atas penghasilan tersebut bukan menjadi hak Indonesia melalui pemotongan PPh Pasasl 26 sesuai Pasal 26 beserta Penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; bahwa berdasarkan pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan, menurut Majelis, pemberi kerja/pemberi penghasilan kepada Wajib Pajak Luar Negeri adalah pelanggan Pemohon Banding dan sumber penghasilan yaitu kegiatan atau jasa atau asset yang
menimbulkan penghasilan Roaming Internasional berada di luar Indonesia, bukan kegiatan atau jasa atau asset dari Pemohon Banding yang berdomisili di Indonesia, sehingga hak pemajakan atas penghasilan tersebut menjadi hak negara dimana timbul penghasilan tersebut sesuai Pasal 26 beserta Penjelasannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000; bahwa dengan demikian Majelis berpendapat International Roaming bukan merupakan obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 sehingga Majelis berkesimpulan koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2003 atas Jasa Roaming Internasional sebesar Rp136.030.279.798,00 tidak dapat dipertahankan; bahwa oleh karena itu berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut nilai Sengketa Terbukti yang dipertahankan dan dibatalkan oleh Majelis adalah sebagai berikut: No.
Uraian Sengketa Terbukti 1 2 1 Koreksi DPP PPh Pasal 26 Jumlah Total
Menimbang
Total Nilai Sengketa Terbukti 3 136.030.279.798,00
Dipertahankan oleh Majelis 4 0,00
Dibatalkan oleh Majelis 5(3-4) 136.030.279.798,00
136.030.279.798,00
0,00
136.030.279.798,00
: bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Tarif Pajak; bahwa dalam sengketa banding ini tidak terdapat sengketa mengenai Kredit Pajak; bahwa dalam sengketa ini tidak terdapat sengketa mengenai Sanksi Administrasi, kecuali bahwa besarnya sanksi administrasi tergantung pada penyelesaian sengketa lainnya; bahwa atas hasil pemeriksaan dalam persidangan, Majelis berkesimpulan untuk mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding, sehingga Dasar Penghasilan Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2003 dihitung kembali sebagai berikut : DPP PPh Pasal 26 menurut Keputusan Terbanding Koreksi yang tidak dapat dipertahankan DPP PPh Pasal 26 menurut Majelis
Rp.235.245.123.575,00 Rp.136.030.279.798,00 Rp. 99.214.843.777,00
bahwa oleh karena itu jumlah Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2003 termasuk sanksi administrasi versi Terbanding dan versi Majelis menjadi sebagai berikut :
No.
Pajak dan Sanksi Administrasi
1 1
2 DPP PPh Pasal 26
2 3
Pajak Terutang Kredit Pajak Jumlah Pajak yang kurang dibayar Sanksi Administrasi : Bunga Pasal 13 (2) KUP Jumlah yang masih harus/(lebih) dibayar
4 5 6
Versi Terbanding
Versi Majelis
Koreksi dibatalkan oleh Majelis
3 235.245.123.575,00
4 99.214.843.777,00
5(3-4) 136.030.279.798,00
37.886.923.894,00 10.652.585.353,00
10.652.585.353,00 10.652.585.353,00
27.234.338.541,00 0,00
27.234.338.541,00
0,00
27.234.338.541,00
13.072.482.500,00
0,00
13.072.482.500,00
40.306.821.041,00
0,00
40.306.821.041,00
Mengingat
: Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dan ketentuan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan perkara ini;
Memutuskan
: Menyatakan mengabulkan seluruh permohonan banding Pemohon Banding terhadap Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-368/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 16 Juli 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2003 Nomor: 00001/204/03/091/09 tanggal 8 Juni 2009 atas nama : XXX sehingga Pajak yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut : Dasar Pengenaan Pajak PPh Terutang Kredit Pajak PPh Kurang (Lebih) dibayar
Rp. 99.214.843.777,00 Rp 10.652.585.353,00 Rp. 10.652.585.353,00 Nihil