Analisa Keterlambatan Penyelesaian Proyek Jalan Berdasarkan Aspek Manajemen Konstruksi dan Manajemen Risiko (Studi Kasus : Proyek Peningkatan Ruas Jalan Nasional Panti-Batas KotaLubuk Sikaping) Syafrial1, Zaidir2, Nursyaifi Yulius3 Program Pascasarjana Teknik Sipil Universitas Bung Hatta, 2Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas, 3Teknik Industri Universitas Bung Hatta
1
Abstract
This study aimed to answer two main problems associated with delay in work on road construction projects undertaken Hall Bridge Road West Sumatra Regional Department of Public Works, of which is to determine the exact cause of the delays in work predominantly from the aspects of construction management and know exactly preventive measures (preventive) and repair (corrective) which must be based on the role and function of each of the parties involved in the execution of the work in terms of risk management approaches. To get accurate results, this study begins with an assessment expert opinion to know things are suspected as the cause of delay is based on several phases of work that begins with the initiation, planning, execution and supervision of work until closing. Based on the analysis conducted with uses ranging from factor analysis, analysis of risk by regression analysis it can be concluded that there are three main things that cause delays in the selection of subcontractors including incompetent (x15), does not consider the condition of the field (x35) and not conducted a review and monitoring periodic internal (x49). Of the three factors obtained adjusted R2 value = 0.815, R2 values were obtained close to which shows that the independent variables provide information needed to predict the variation in the dependent variable was 81.5%, while the remaining 18.5% are other factors that was suspected as the cause of the delay. The final results of this study concluded that some corrective action can be done, among others, the need for more thorough field survey and the completeness of the procedure (SOP) and the standard format in conducting field surveys and review and monitoring intensively. Keywords: Delay in Implementation of Works, Corrective Actions 1. PENDAHULUAN
Dewasa ini perekonomian semakin berkembang yang juga diikuti oleh perkembangan sarana dan prasarana perekonomian seperti infrastruktur jalan maupun fasilitas penunjang lainnya. Kegiatan dalam pembangunan fisik baik secara keseluruhan maupun sebagian adalah merupakan pekerjaan konstruksi yang ditangani oleh para penyedia jasa sebagai pelaksana maupun pengawas konstruksi. Dengan tingginya permintaan terhadap infrastruktur jalan, serta fasilitas lainnya mengakibatkan
perkembangan terhadap pertumbuhan perusahaan konstruksi. Selain itu, umumnya pekerjaan konstruksi juga menyerap lapangan kerja yang cukup banyak. Selain adanya permintaan terhadap jasa konstruksi yang meningkat, usaha jasa konstruksi juga menghadapi tantangan era perdagangan bebas. Dimana dengan adanya kesepakatan GATT (General Agreement on Tariffs and Trade), APEC (AsiaPacific Economic Cooperation) dan CAFTA (China ASEAN Free Trade Area) dan Indonesia sebagai salah satu negara yang ikut menyepakati 1
kesepakatan tersebut, juga membuat persaingan semakin tajam dan ketat. Persaingan tidak hanya terjadi antara perusahaan di dalam negeri tetapi juga dengan perusahaan dari luar negeri. Untuk menghadapi persaingan tersebut, setiap perusahaan konstruksi harus memiliki strategi tertentu, diantaranya dengan memberikan hasil pekerjaan yang berkualitas sesuai dengan kontrak yang ditandatanganinya, salahsatunya adalah dengan ketepatan waktu penyelesaian pekerjaan. Keterlambatan didalam pelaksanaan pekerjaan merupakan suatu hasil yang tidak efektif pada pelaksanaan proyek, kenyataannya penyebab keterlambatan tidak saja selalu dari penyedia jasa (konsultan dan kontraktor dalam bentuk peorangan maupun intansi atau badan usaha) tetapi juga tanggung jawab pengguna jasa (owner). Keterlambatan yang disebabkan oleh pengguna jasa, umumnya akibat penggunaan sumber daya yang tidak optimal tidak sesuai dengan peruntukannya. Didalam UU Jasa Konstruksi nomor 18 tahun 1999 secara implisit menyebutkan bahwa keterlambatan waktu penyelesaian pekerjaan merupakan salah satu indikator keberhasilan pekerjaan dalam pencapaian mutu pekerjaan. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa tanggung jawab penyedia jasa terhadap keterlambatan pekerjaan yang perlu digarisbawahi untuk kemudian dijadikan dasar tindak lanjut bagi pengguna jasa adalah kemampuan penyedia jasa untuk memanfaatkan selurug sumber daya secara optimal sesuai kebutuhan dan alokasi yang diperlukan pada setiap item pekerjaan. Dalam studi yang telah dilakukan oleh Zulkairnain (2008) menyatakan bahwa ada 56,4% kasus keterlambatan berhubungan dengan lemahnya pengelolaan sumber daya
material dan alokasinya, 4,1% kasus berhubungan dengan sumber daya manusia, dan 39,4% kasus berhubungan dengan ketidakmampuan dalam menguraikan kebutuhan terhadap jadwal dalam pelaksanaan dan pengawasan. Keterlambatan yang terjadi akibat kesalahan manusia sebesar 59,6% karena kesalahan pelaksana (kontraktor) 48,2% karena struktural desainer, 31,1% karena konsultan (resident engineers). Beranjak dari data tersebut serta dengan mempelajari hasil laporan evaluasi terhadap pekerjaan yang dilaksanakan untuk lima tahun terakhir (2008-2012) dapat disimpulkan bahwa keterlambatan pekerjaan yang dilaksanakan pada umumnya disebabkan oleh beberapa faktor yang terkait dengan fungsi manajemen kekonstruksian yang dilaksanakan. Keterlambatan pekerjaan pada bidang manajemen konstruksi ditinjau dari tahapan proses manajemen konstruksi (inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian (controlling) dan pemantauan (monitoring), dan penutupan. Sementara, jika dilihat dari upaya-upaya yang dilakukan untuk mencegah dampak yang ditimbulkan oleh karena keterlambatan ini tentunya perlu dipahami didalam perspektif manajemen risiko khusunya untuk memahami tingkat risiko yang terjadi berdasarkan pengaruh yang ditimbulkan dan tingkat keseringan munculnya penyebab risiko pada masing-masing tahap konstruksi 2. PERMASALAHAN
Keterlambatan pekerjaan disebabkan oleh karena masih belum optimalnya para pihak terkait untuk menguraikan secara jelas faktor-faktor penyebab terjadinya keterlambatan dimaksud. Untuk mengurai faktor penyebab terjadinya keterlambatan akan lebih 2
mudah jika ditelusuri berdasarkan tahapan-tahapan didalam manajemen konstruksi yang dimulai dari tahap inisiasi, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penutupan pekerjaan. Selanjutnya permasalahan yang kedua adalah belum maksimalnya upaya-upaya pencegahan maupun perbaikan yang dilakukan untuk mengurangi dampak keterlambatan pekerjaan.
3. PERTANYAAN PENELITIAN Berdasarkan rumusan masalah dan gejala-gejala penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka dapat ditarik beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan substansi penelitian ini, yaitu
1. Apa penyebab dominan terjadinya keterlambatan penyelesaian pekerjaan khususnya dari aspek manajemen konstruksi? 2. Bagaimanakah tindakan pencegahan (preventif) dan perbaikan (korektif) yang harus dilakukan ? 4. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui secara pasti penyebab dominan terjadinya keterlambatan pekerjaan dilihat dari aspek manajemen konstruksi. 2. Untuk mengetahui secara pasti tindakan pencegahan (preventif) dan perbaikan (korektif) yang harus dilakukan dimasa akan datang 5. TINJAUAN LITERATUR
Pengertian Keterlambatan Keterlambatan menurut Ervianto (1998) adalah sebagai waktu pelaksanaan yang tidak dimanfaatkan sesuai dengan rencana kegiatan sehingga menyebabkan satu atau beberapa kegiatan mengikuti menjadi tertunda atau tidak diselesaikan tepat sesuai jadwal yang telah direncanakan. Menurut Levis dan Atherley (1996),
jika suatu pekerjaan sudah ditargetkan harus selesai pada waktu yang telah ditetapkan namun karena suatu alasan tertentu tidak dapat dipenuhi maka dapat dikatakan pekerjaan itu mengalami keterlambatan. Hal ini akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan yang terjadi dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduanya. Adapun dampak keterlambatan pada klien atau owner adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatkan biaya langsung yang dikeluarkan yang berarti bahwa bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan dan lain sebagainya serta mengurangi keuntungan. Menurut Callahan (1992), keterlambatan (delay) adalah apabila suatu aktifitas atau kegiatan proyek konstruksi mengalami penambahan waktu, atau tidak diselenggarakan sesuai dengan rencana yang diharapkan. Keterlambatan dapat diidentifikasi dengan jelas melalui schedule. Dengan melihat schedule, akibat keterlambatan suatu kegiatan terhadap kegiatan lain dapat terlihat dan diharapkan dapat segera diantisipasi. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa proyek mengalami keterlambatan apabila tidak dapat diserahkan oleh penyedia jasa kepada pengguna jasa pada tanggal serah terima pekerjaan pertama yang telah ditetapkan dikarenakan suatu alasan tertentu. Penyebab dan Tipe Keterlambatan Dalam suatu proyek konstruksi banyak yang mungkin terjadi yang dapat mengakibatkan meningkatnya waktu dari suatu kegiatan ataupun mundurnya waktu penyelesaian suatu proyek secara keseluruhan. Beberapa penyebab 3
yang paling sering terjadi antara lain: perubahan kondisi lapangan, perubahan desain atau spesifikasi, perubahan cuaca, ketidak tersedianya tenaga kerja, material, ataupun peralatan. Dalam bagian ini akan diterangkan beberapa pendapat para ahli mengenai penyebabpenyebab keterlambatan. Menurut Levis dan Atherley dalam Langford (1996) mencoba mengelompokkan penyeba penyebab keterlambatan dalam suatu proyek menjadi tiga bagian yaitu : a) Excusable Non-Compensable Delays, b) Excusable Compensable Delays, c) Non-Excusable Delays,
Dampak Keterlambatan dan Cara Mengatasi Keterlambatan Menurut Lewis dan Atherley (1996), keterlambatan akan berdampak pada perencanaan semula serta pada masalah keuangan. Keterlambatan dalam suatu proyek konstruksi akan memperpanjang durasi proyek atau meningkatkan biaya maupun keduaduanya. Adapun dampak keterlambatan pada owner adalah hilangnya potensial income dari fasilitas yang dibangun tidak sesuai waktu yang ditetapkan, sedangkan pada kontraktor adalah hilangnya kesempatan untuk menempatkan sumber dayanya ke proyek lain, meningkatnya biaya tidak langsung (indirect cost) karena bertambahnya pengeluaran untuk gaji karyawan, sewa peralatan serta mengurangi keuntungan. Obrein JJ (1976), menyimpulkan bahwa dampak keterlambatan menimbulkan kerugian : a. Bagi pemilik, keterlambatan menyebabkan kinerja menjadi tidak baik. b. Bagi kontraktor, keterlambatan penyelesaian proyek beranti naiknya overhead karena bertambah panjang waktu pelaksanaan, sehingga merugikan akibat kemungkinan
naiknya harga karena inflasi dan naiknya upah buruh, juga akan terta hannya modal kontraktor yang kemungkinan besar dapat dipakai untuk proyek lain. c. Bagi konsultan, keterlambatan akan mengalami kerugian waktu, karena dengan adanya keterlambatan tersebut konsultan yang bersangkutan akan terhambat dalam mengagendakan proyek lainnya. Dipohusodo (1996), selama proses konstruksi selalu saja muncul gejala kelangkaan periodik atas materialmaterial yang diperlakukan, berupa material dasar atau barang jadi baik yang lokal maupun import. Cara penanganannya sangat bervariasi tergantung pada kondisi proyek, sejak yang ditangani langsung oleh staf khusus dalam organisasi sampai bentuk pembagian porsi tanggung jawab diantara pemberi tugas, kontraktor dan sub-kontraktor, sehingga penawaran material suatu proyek dapat datang dari sub-kontraktor, pemasok atau agen, importer, produsen atau industri, yang kesemuanya mengacu pada dokumen perencanaan dan spesifikasi teknis yang telah ditetapkan. Cara mengendalikan keterlambatan adalah : 1. Mengerahkan sumber daya tambahan 2. Melepas rintangan-rintangan, ataupun upaya-upaya lain untuk menjamin agar pekerjaan meningkat dan membawa kembali ke garis rencana 3. Jika tidak mungkin tetap pada garis rencana semula mungkin diperlukan revisi jadwal, yang untuk selanjutnya dipakai sebagai dasar penilaian kemajuan pekerjaan pada saat berikutnya. Menurut Ahyari (1987), untuk mengatasi keterlambatan bahan yang terjadi karena pemasok mengalami suatu hal, maka 4
perlu adanya pemasok cadangan. Dalam penyusunan daftar prioritas pemasok, tidak cukup sekali disusun dan digunakan selanjutnaya. Daftar tersebut setiap periode tertentu harus diadakan evaluasi mengenai pemasok biasa dilakukan berdasarkan hubungan pada waktu yang lalu. Untuk mengetahui kualitas pemasok bisa dilihat dari karakteristik pola kebiasaan, pola pengiriman, cara penggantian atas barang yang rusak. Sedangkan menurut Baffie (1990), sekalipun sudah dipergunakan prosedur yang terbaik, namun permasalahan akan timbul juga. Kadang-kadang terjadi suatu perubahan rencana kontraktor itu sendiri yang memerlukan barang kritis harus lebih dipercepat lagi penyerahannya dari tanggal yang sudah disetujui sebelumnya.
mengurangi terjadinya keterlambatan antara lain: a. Desain dan pengawasan konstruksi struktur sementara oleh konsultan yang profesional. b. Tanggungjawab yang jelas antara konsultan, pabrikan, dan kontraktor. c. Pandangan yang konstruktif dilakukan selama tahapan desain. d. Inspeksi konstruksi secara penuh waktu oleh konsultan struktural. e. Pendidikan dan pelatihan tim konstruksi. f. Perencanaan jaminan mutu/kontrol mutu yang komprehensif. g. Melebihkan dalam desain struktral untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. h. Melakukan peer review desain struktural dan detil oleh profesional yang independen
Tindakan Pencegahan Keterlambatan Proyek Mencegah terjadinya keterlambatan pengguna jasa hendaknya belajar untuk bergantung pada tenaga kontruksi profesional yang berkualifikasi. Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah: a. Untuk meminimalisir kemungkinan keterlambatan, penting untuk menugaskan konsultan yang kompeten untuk desain dan pengawasan hendaknya merekomendasikan hal ini pada klien dan kontraktor. b. Untuk menjaga kompetensi para pekerja konstruksi, harus ada kerjasama antara asosiasi konstruksi profesional dan pemerintah, serta otoritas yang terkait lainnya. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yates dan Lockley (2012) metoda untuk
Variabel Penelitian Variabel bebas dalam penelitian ini dilihat dari lima proses dalam tahapan pelaksanaan proyek, yaitu proses inisiasi, proses perencanaan, proses pelaksanaan, proses pemantauan dan pengendalian (monitoring and controlling), dan proses penutupan. Uraian variabel bebas adalah sebagai berikut: a. Proses inisiasi b. Proses perencanaan c. Proses Pelaksanaan (Executing) d. Proses pemantauan dan pengendalian (monitoring and controling) e. Proses Penutupan Sementara variabel terikat adalah variabel keterlambatan pekerjaan yang dijadikan sebagai ukuran keberhasilan pencapaian performance pemilik pekerjaan (owner) yang dalam hal ini
5
adalah Balai Jalan Jembatan Wilayah I Sumatera Barat
No Urut
Variabel
Sumber
Proses Inisiasi 1
6. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan mengacu pada tahap dan langkah-langkah seperti digambarkan dibawah ini.
Uraian
2 3 4
Ketidaktegasan dalam pemberian otoritas dan tanggung jawab dalam mengelola proyek Ketidakjelasan batasan (constraint) proyek Ketidakmampuan dalam mengintegrasikan unit kompetensi Ketidakmampuan dalam mengelola kondisi lingkungan internal dan eksternal
X1
LPJK, 2007
X2
LPJK, 2007 Ayinunuola & O, 2004
X3 X4
LPJK, 2007
X5
LPJK, 2007
X6
LPJK, 2007
X7
LPJK, 2007
X8
LPJK, 2007
X98
LPJK, 2007
X10
LPJK, 2007
X11
LPJK, 2007
X12
Proses Perencanaan
8
Kesalahan di dalam mengenali project deliverable, baik yang utama maupun komponennya Kesalahan didalam menciptakan WBS (Work Breakdown Structure), OBS (Organization Breakdown Structure) dan RBS (Risk Breakdown Structure) Tidak realistisnya dalam menetapkan jadwal dan estimasi durasi waktu Kesalahan dalam mengestimasi biaya dan sumberdaya yang diperlukan proyek Kesalahan dalam mengintepretasikan persyaratan kualitas Kesalahan dalam merencanakan komunikasi Kesalahan membuat daftar dan penanggulangan risiko Kesalahan dalam menetapkan pengadaan
9
Kesalahan dalam memilih tim yang profesional
X13
10 11 12
Kesalahan dalam menginterpretasikan desain Pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten Salah membuat gambar kerja
X14 X15 X16
LPJK, 2007 Ayinunuola & O, 2004 ASCE, 1989 Porteous, 1999 LPJK, 2007
X17
LPJK, 2007
X18
LPJK, 2007
X19
LPJK, 2007
X20
LPJK, 2007
X21
LPJK, 2007
X22 X23
LPJK, 2007 LPJK, 2007
X24
Porteous, 1999
X25
Porteous, 1999
X26
Porteous, 1999
1
2
3 4 5 6 7
Proses Pelaksanaan
Gambar 1 Tahap dan Langkah-langkah Penelitian Untuk menjawab tujuan penelitian ini, maka ditetapkan variabel penelitian sebagai berikut: Tabel 1 Variabel Bebas (X)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kesalahan dalam mengelola langsung pelaksanaan proyek Ketidaksesuaian dalam memberikan jaminan kualitas (quality assurance) Ketidaksesuaian dalam mengembangkan tim proyek Kesalahan pendistribusian informasi Kurangnya koordinasi di dalam organisasi proyek Komunikasi yang buruk dengan stakeholder Tidak mengikuti prosedur K3L Kesalahan dalam memilih penyedia jasa yang tidak mempunyai kompetensi Tidak meng-update cashflow Tidak mengikuti spesifikasi teknis dalam kontrak
11
Penggunaan mutu material dibawah standar
X27
12
Salah dalam menerapkan metoda kerja
X28
13 14
Pengaruh tekanan ekonomi Mengejar deadline proyek Kurangnya waktu respon dalam mengatasi perubahan di dalam proyek Tidak memperhatikan kondisi lapangan Kelalaian atau kecerobohan
X29 X30
Ayinunuola & O, 2004 Ayinunuola & O, 2004 ASCE, 1989 ASCE, 1989
X31
Porteous, 1999
X32 X33
Porteous, 1999 Porteous, 1999
15 16 17
6
Proses Pengendalian dan Pengawasan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kesalahan dalam mengintegrasikan kontrol atas perubahan Kesalahan dalam melakukan verifikasi dan pengendalian atas lingkup Kesalahan dalam pengendalian jadwal, biaya, dan kualitas Kesalahan dalam mengelola tim proyek Kesalahan dalam menganalisa berbagai varian (jadwal, biaya, sumberdaya, lingkungan dan keselamatan Kesalahan dalam melakukan monitoring dan pengendalian risiko Ketidaksempurnaan dalam melaksanakan administrasi kontrak Kesulitan dalam mendapatkan persetujuan perubahan Tidak menangantisipasi adanya perubahan Kurangnya pengawasan
X34
LPJK, 2007
X35
LPJK, 2007
X36
LPJK, 2007
X37
LPJK, 2007
X38
LPJK, 2007
X39
LPJK, 2007
X40
LPJK, 2007
X41
LPJK, 2007
X42 X43
LPJK, 2007 LPJK, 2007
X44
LPJK, 2007
X45 X46
LPJK, 2007 LPJK, 2007
X47
Porteous, 1999
Proses Penutupan 1 2 3 4
Ketidaksesuaian antara persyaratan dengan Pelaksanaan Pelanggaran kontrak Tidak diterimanya setiap penyerahan proyek Tidak mendokumentasikan semua proses proyek
Sementara untuk variabel terikat (Y) adalah sebagai berikut: Tabel 2 Variabel Terikat (Y) No Urut 1
Uraian Keterlambatan Waktu Penyelesaian Pekerjaan
Variabel Y
Pengujian Model Dari model regresi yang didapat, dilakukan pengujian keberartian pada analisis regresi dengan langkah sebagai berikut: Menentukan rumusan hipotesa H0 dan H1 H0 : = 0 : tidak ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y H1 : ≠ 0 : ada pengaruh variabel X terhadap variabel Y Menggunakan uji statistik dengan uji F. Menentukan nilai kritis () dengan derajat kebebasan untuk dbreg=1, dan dbres=n-3 Membandingkan nilai uji F terhadap nilai, apabila nilai uji F ≥ daripada nilai tabel F, maka H0 ditolak, maka regresi berarti.
Sumber LPJK, 2007
Model Penelitian Model penelitian yang digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan variabel bebas dengan satu variabel terikat menggunakan analisa regresi berganda. Dengan model sebagai berikut: Y = a + b1X1+b2X2+…+ bnXn Keterangan: Y = variabel terikat yang diprediksi a = konstanta b = angka arah atau koefisien regresi, bila positif (+) garis naik, bila (-) garis turun X = variabel bebas Salah satu asumsi dari analisis regresi adalah linearitas yang berarti garis regresi X dan Y membentuk garis linear atau tidak. Apabila tidak linear maka analisa regresi tidak dapat dilanjutkan.
Validasi Pakar Setelah model yang didapat dilakukan pengujian, hasil dari model tersebut divalidasi ke pakar. Hal ini untuk mengetahui apakah model yang dibuat sudah valid atau belum. Selain itu juga dilakukan wawancara untuk menjawab pertanyaan penelitian 2. Hasil Wawancara Pengumpulan data yang dilakukan dengan metoda wawancara perlu dianalisa dan ditafsirkan, dimana pengertian analisis dan penafsiran adalah dua hal yang berbeda. Analisis adalah proses bagaimana data diatur, diorganisasikan menjadi suatu pola, kategori dan unit deskripsi dasar. Sedangkan penafsiran melibatkan usaha dalam menyertakan makna dan signifikansi ke analisis, menjelaskan pola deskriptif, dan mencari hubungan serta keterkaitan diantara dimensi deskriptif. Proses analisa yang 7
digunakan adalah model Miles dan Huberman, dimana aktivitas dalam analisa data terdiri dari : 1. Data reduksi, 2. Data displays, dan 3. Conclusion drawing/verification. 7. PEMBAHASAN 7.1 Uji Validasi dan Realibilitas
Sebelum data hasil kuesioner dilakukan analisa lebih lanjut, perlu dilakukan uji validasi dan reliabilitas untuk mengetahui konsistensi jawaban dalam kuesioner. Instrumen yang valid mampu mengukur apa yang diinginkan, sedangkan instrumen yang reliabel berarti bahwa instrumen tersebut mampu mengungkap data yang dipercaya (apabila digunakan untuk mengukur obyek yang sama akan menghasilkan data yang sama). Analisa validasi dilakukan dengan membandingkan antara r-hitung dan r-tabel, apabila rhitung < r-tabel maka variabel tidak valid dan harus dibuang atau diperbaiki. Uji validasi dapat dilakukan dengan alat bantu SPSS dengan menggunakan angka r-hasil corelated Item-Total Correlation. Sedangkan reliabilitas didapat dari nilai cronbach’s alpha > 60%. Hasil uji validasi menyimpulkan tiga puluh tiga (52) variabel yang digunakan memiliki nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel. Sedangkan uji reliabilitas untuk seluruh variabel dapat dilihat dari nilai cronbach’s Alpha, yaitu F1=0,891 (89.1%), F2=0,789 (78.9%), F3=0,889 (88.9%), F4=0,912 (91.2%), F5=0.798 (79.8%) dan Y=0,769 (76.9%) lebih besar daripada 60% dengan N item untuk masing-masing tahapan/faktor adalah F1(tahap inisiasi)=4, F2(tahap perencanaan)=13,F3 (tahap pelaksanaan) =21, F4(tahap pengawasan)=11, F5
(tahapa closing) = 3, sehingga dapat dikatakan bahwa variabel cukup reliable Tabel 3 Hasil Uji Validitas dan Realibilitas r Var Tahap Inisiasi 0.612 X1 0.771 X2 0.678 X3 0.712 X4
Alpha
0.891
Tahap Perencanaan 0.632 X5 0.791 X6 0.698 X7 0.732 X8 0.675 X98 0.834 X10 0.741 0.789 X11 0.775 X12 0.718 X13 0.877 X14 0.784 X15 0.818 X16 0.732 X17
r Alpha Var Tahap Pelaksanaan 0.608 X18 0.767 X19 0.674 X20 0.708 X21 0.651 X22 0.810 X23 0.717 X24 0.751 X25 0.694 X26 0.889 0.853 X27 0.760 X28 0.794 X29 0.708 X30 0.767 X31 0.674 X32 0.708 X33 0.651 X34 0.732 X35
r Alpha Var 0.698 X36 0.732 0.889 X37 0.675 X38 Tahap Pengawasan 0.654 X39 0.688 X40 0.631 X41 0.790 X42 0.697 X43 0.731 0.912 X44 0.674 X45 0.833 X46 0.740 X47 0.774 X48 0.688 X49 Tahap Pengawasan 0.698 X50 0.732 0.798 X51 0.775 X52 0.751 0.769 Y
Analisa Korelasi Sebelum melakukan analisa korelasi perlu diketahui apakah data terdistribusi normal atau tidak. Untuk mengujinya dapat dilakukan dengan test Kolmogorov-Sminov. Dari hasil perhitungan terlihat bahwa variabel terdistribusi normal karena nilai signifikansi < 0,05 hanya X25 dengan nilai signifikansi > 0,05, yaitu 0,055 (tabel 4.10). Data tidak terdistribusi normal karena ada data yang berada di luar (outlier) dari kecenderungan distribusi normal. Hal ini dapat disebabkan akibat keberagaman persepsi responden dalam menjawab pertanyaan penelitian Tabel 4 Hasil Uji Normalitas Data
8
X1 40 Normal Mean 2.125 Parameter (a,b) Std. Deviasi 0.853 Absolute 0.283 Most Extreme Positive 0.283 Differences Negatif -0.853 Kolmogorov-Smirnov Z 1.791 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.003
X2 X3 X4 40 40 40 2.250 2.257 2.221 1.080 0.984 0.764 0.217 0.295 0.266 0.217 0.295 0.266 -1.08 -0.984 -0.764 1.312 1.785 1.664 0.047 0.002 0.007
X5 40 2.145 0.873 0.261 0.261 -0.873 1.873 0.009
X6 40 2.27 0.964 0.228 0.228 -0.964 1.772 0.021
X7 40 2.277 0.744 0.327 0.327 -0.744 1.675 0.001
X8 40 2.241 0.784 0.216 0.216 -0.784 1.312 0.003
X9 N 40 Normal Mean 2.105 Parameter (a,b) Std. Deviasi 0.833 Absolute 0.263 Most Extreme Positive 0.263 Differences Negatif -0.873 Kolmogorov-Smirnov Z 1.771 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.007
X10 40 2.23 1.06 0.197 0.197 -1.100 1.292 0.051
X11 40 2.237 0.964 0.275 0.275 -1.004 1.765 0.006
X12 40 2.201 0.744 0.246 0.246 -0.784 1.644 0.011
X13 40 2.125 0.853 0.241 0.241 -0.893 1.853 0.013
X14 40 2.25 0.944 0.208 0.208 -0.984 1.752 0.025
X15 40 2.257 0.724 0.307 0.307 -0.764 1.655 0.005
X16 40 2.221 0.764 0.196 0.196 -0.804 1.292 0.007
X17 40 2.161 0.889 0.319 0.319 -0.817 1.791 0.008
X18 40 2.286 1.116 0.253 0.253 -1.044 1.312 0.046
X19 40 2.293 1.020 0.331 0.331 -0.948 1.785 0.007
X20 40 2.257 0.800 0.302 0.302 -0.728 1.664 0.012
X21 40 2.181 0.909 0.297 0.297 -0.837 1.873 0.014
X22 40 2.306 0.800 0.264 0.264 -0.928 1.772 0.026
X23 40 2.313 0.780 0.363 0.363 -0.708 1.675 0.006
X24 40 2.277 0.820 0.252 0.252 -0.748 1.312 0.008
X25 40 Normal Mean 2.141 Parameter (a,b) Std. Deviasi 0.869 Absolute 0.299 Most Extreme Positive 0.299 Differences Negatif -0.837 Kolmogorov-Smirnov Z 1.771 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.067 X33 N 40 Normal Mean 2.125 Parameter (a,b) Std. Deviasi 0.853 Absolute 0.283 Most Extreme Positive 0.283 Differences Negatif -0.853 Kolmogorov-Smirnov Z 1.791 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.003
X26 40 2.266 1.096 0.233 0.233 -1.064 1.292 0.040 X34 40 2.250 1.080 0.217 0.217 -1.08 1.312 0.047
X27 40 2.273 0.302 0.311 0.311 -0.968 1.765 0.012 X35 40 2.257 0.984 0.295 0.295 -0.984 1.785 0.002
X28 40 2.237 0.78 0.282 0.282 -0.748 1.644 0.017 X36 40 2.221 0.764 0.266 0.266 -0.764 1.664 0.007
X29 40 2.161 0.889 0.277 0.277 -0.857 1.853 0.019 X37 40 2.145 0.873 0.261 0.261 -0.873 1.873 0.009
X30 40 2.286 0.78 0.244 0.244 -0.948 1.752 0.031 X38 40 2.27 0.964 0.228 0.228 -0.964 1.772 0.021
X31 40 2.293 0.76 0.343 0.343 -0.728 1.655 0.011 X39 40 2.277 0.744 0.327 0.327 -0.744 1.675 0.001
X32 40 2.257 0.8 0.232 0.232 -0.768 1.292 0.013 X40 40 2.241 0.784 0.216 0.216 -0.784 1.312 0.003
X41 40 2.105 0.833 0.263 0.263 -0.873 1.771 0.007
X42 40 2.23 1.06 0.197 0.197 -1.100 1.292 0.051
X43 40 2.237 0.964 0.275 0.275 -1.004 1.765 0.006
X44 40 2.201 0.744 0.246 0.246 -0.784 1.644 0.011
X45 40 2.125 0.853 0.241 0.241 -0.893 1.853 0.013
X46 40 2.25 0.944 0.208 0.208 -0.984 1.752 0.025
X47 40 2.257 0.724 0.307 0.307 -0.764 1.655 0.005
X48 40 2.221 0.764 0.196 0.196 -0.804 1.292 0.007
X49 40 Normal Mean 2.161 Parameter (a,b) Std. Deviasi 0.889 Absolute 0.319 Most Extreme Positive 0.319 Differences Negatif -0.817 Kolmogorov-Smirnov Z 1.791 Asymp. Sig. (2-tailed) 0.008
X50 40 2.286 1.116 0.253 0.253 -1.044 1.312 0.046
X51 40 2.293 1.020 0.331 0.331 -0.948 1.785 0.007
X52 40 2.257 0.800 0.302 0.302 -0.728 1.664 0.012
Y 40 2.181 0.909 0.297 0.297 -0.837 1.873 0.014
N
N Normal Mean Parameter (a,b) Std. Deviasi Absolute Most Extreme Positive Differences Negatif Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) N
N Normal Mean Parameter (a,b) Std. Deviasi Absolute Most Extreme Positive Differences Negatif Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) N
Analisa korelasi dilakukan untuk mengetahui seberapa besar hubungan antara variabel. Jenis analisa korelasi yang digunakan adalah korelasi Spearman Rank, pertimbangannya adalah pada metode analisa korelasi ini, data tidak harus membentuk distribusi normal. Nilai korelasi sempurna adalah ± 1 (tanda + atau – merupakan arah korelasi), dan apabila nilai korelasi 0 maka disebut tidak ada korelasi. Tabel 5 Hasil Uji Korelasi
r Var Tahap Inisiasi
Ket
0.572 Sedang X1 0.731 Kuat X2 0.638 Kuat X3 0.672 Kuat X4 Tahap Perencanaan 0.592 Sedang X5 0.751 Kuat X6 0.450 Sedang X7 0.430 Sedang X8 0.450 Sedang X98 0.794 Kuat X10 0.493 Sedang X11 0.473 Sedang X12 0.493 Sedang X13 0.837 Kuat X14 0.536 Sedang X15 0.516 Sedang X16 0.430 Sedang X17
r Ket Var Tahap Pelaksanaan X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35
0.568 0.727 0.426 0.406 0.426 0.770 0.469 0.449 0.469 0.813 0.512 0.492 0.406 0.727 0.426 0.406 0.426 0.430
Sedang Kuat Sedang Sedang Sedang Kuat Sedang Sedang Sedang Kuat Sedang Sedang Sedang Kuat Sedang Sedang Sedang Sedang
r Ket Var 0.450 Sedang X36 0.430 Sedang X37 0.450 Sedang X38 Tahap Pengawasan 0.406 Sedang X39 0.386 Rendah X40 0.406 Sedang X41 0.750 Kuat X42 0.449 Sedang X43 0.429 Sedang X44 0.449 Sedang X45 0.793 Kuat X46 0.492 Sedang X47 0.472 Sedang X48 0.386 Rendah X49 Tahap Pengawasan 0.450 Sedang X50 0.430 Sedang X51 0.473 Sedang X52 0.406 Sedang Y
Analisa Faktor Analisa faktor digunakan untuk meringkas dan menggabung variabel yang memiliki karakteristik sama menjadi satu faktor. Metode yang digunakan Barlett’s test of sphericity, dengan melihat nilai KMO dan Barlett’s test, apabila nilai > 0,5 maka analisa faktor dapat digunakan. Berdasarkan hasil nilai anti image terlihat bahwa tidak ada variabel dengan nilai MSA < 0,5. Analisa faktor dapat digunakan. Hasil akhir analisis faktor ini diketahui bahwa variabel dikelompokkan menjadi 6 (enam) faktor berdasarkan nilai eigenvalue > 1, yaitu Faktor_1 = 15,079, Faktor_2 = 2,500, Faktor_3 = 1,850, Faktor_4 = 1,534, Faktor_5 = 1,329 dan Faktor_6 = 1,149 Analisa Regresi Analisa regresi digunakan untuk mengetahui hubungan linier antara variabel terikat (Y) dengan variabel bebas (X). Analisa regresi yang digunakan adalah regresi linear berganda dan dilakukan dengan menggunakan program SPSS. Variabel yang dimasukkan dalam analisa regresi adalah seluruh variabel yang masuk dalam 9
analisa faktor dengan pertimbangan untuk menghindari terjadinya multikolineritas. Setelah melalui perbaikan hingga lima tahap pengolahan data untuk mendapatkan nilai adjusted R2 mendekati satu. Pada tahap analisis regresi yang terakhir (tahap 5) diperoleh 31 sampel, hasil regresi dengan metode stepwise ternyata hanya menghasilkan satu persamaan. Sehingga untuk pembuangan outlier dihentikan pada tahap 4 dengan 32 sampel, dan untuk meningkatkan nilai adjusted R2 digunakan variabel dummy dengan persamaan sebagai berikut: Y = -0,585+0,339X15+0,420Xdummy+0,140X49
Variabel dummy diperoleh melalui analisa korelasi antara variabel dummy dengan variabel yang tidak digunakan dalam analisa regresi, sehingga diperoleh variabel dummy yang memungkinkan adalah X35, sehingga persamaan baru regresi menjadi:
tersebut adalah benar bahwa ketiga variabel sebagai penyebab dominan. Tindakan Perbaikan Masing-Masing Variabel Berdasarkan pengujian akhir terhadap model regresi yang diperoleh selanjutnya dilakukan wawancara pakar untuk mengetahui tindak perbaik dan pencegahan masing-masing faktor penyebab dengan hasil sebagai berikut: Tabel 6 Tindakan Pencegahan dan Perbaikan Variabel Indikator Pemilihan X15 subkontraktor yang tidak kompeten
Tindakan Pencegahan
Tindakan Perbaikan
a) Mempunyai daftar subkontraktor lengkap dengan kualifikasinya b) Secara berkala melakukan evaluasi terhadap subkontraktor c) Prakualifikasi yang lebih ketat, seleksi subkontraktor berdasarkan kualifikasi tidak semata berdasarkan harga d) Setiap akhir proyek dilakukan evaluasi terhadap subkontraktor, dan jika berprestasi dijadikan bagian dari database subkontraktor
e) Mengganti subkontraktor dengan yang lebih kompeten f) Pengambilalihan pekerjaan apabila pekerjaan dapat dilakukan sendiri g) Bila kesalahan yang diperbuat tidak berpengaruh terhadap safety dilakukan pemotongan nilai kontrak atau denda. h) Perlu dilakukan review dan monitoring yang intensif, jika perlu tempatkan supervisor yang ditugasi mengawasi pekerjaan sub ini.
Y = -0,585+0,339X15+0,420X35+0,140X49
Validasi Pakar dan Wawancara Validasi dilakukan dengan memberikan kuesioner tahap ketiga dengan pertanyaan berupa bagaimana pendapat mereka terhadap penyebab dominan (ketiga variabel dari persamaan analisa regresi) yang menyebabkan terjadinya keterlambatan. Variabel dalam kuesioner tahap ketiga ini adalah hasil analisa regresi dengan persamaan regresi X15, X35, dan X49. Dimana, X15 adalah pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten, X35 adalah tidak memperhatikan kondisi lapangan, dan X49 adalah tidak melakukan review dan monitoring internal secara periodik. Pendapat pakar terhadap ketiga variabel
Tabel 6 (lanjutan) Tindakan Pencegahan dan Perbaikan
10
X35
X49
Tidak Lakukan survey memperhatikan lapangan lebih teliti, kondisi susun dan gunakan lapangan prosedur (SOP) dan format standar dalam melakukan survey lapangan Sebelum planning disusun, sebaiknya project manager melakukan evaluasi terhadap data yang ada yang akan digunakan untuk menyusun program kerja. Tidak 1) Lakukan review dan melakukan monitoring secara review dan terjadwal monitoring 2) Segera lakukan review internal secara dan monitoring secara periodik intensif, jika perlu ditugaskan supervisor khusus yang kompeten
Gunakan cadangan untuk memperbaiki kekurangan Sebelum planning diimplementasikan, project manager melakukan evaluasi dan pemeriksaan akan kebenaran dokumen yang sudah disusun dan disesuaikan. Jika terjadi perbedaan rencana kerja direview kembali.
– 10.50) dan sisanya sebanyak tiga variabel (X15, X35 dan X49) memilki tingkat risiko yang tinggi dengan ratarata level risiko pada rentang nilai 15.25 – 25.00
3) Perbaiki sistem control dan monitoring 4) Pekerjaan-pekerjaan yang belum dilaksanakan segera di-review dan dimonitor secara intensif program dan gambar kerjanya sebelum dilaksanakan
Kesimpulan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Penyebab dominan yang dapat mempengaruhi terjadinya risiko keterlambatan pekerjaan dari aspek manajemen konstruksi adalah: Pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten (X15) Tidak memperhatikan kondisi lapangan (X35) Tidak melakukan review dan monitoring internal secara periodik (X49) 2) Wawancara dan validasi pakar yang dilakukan menyimpulan terdapat perubahan jumlah variabel dari 47 menjadi 52 variabel. Perubahan ini disebabkan karena terdapat beberapa variabel yang sama sekali tidak memiliki pengaruh dan berkontribusi pada terjadinya penyebab keterlambatan 3) Tindakan pencegahan dan perbaikan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut: Pemilihan subkontraktor yang tidak kompeten (X15) Tindakan Pencegahannya, antara lain: Mempunyai daftar subkontraktor lengkap dengan kualifikasinya Secara berkala melakukan evaluasi terhadap subkontraktor Prakualifikasi yang lebih ketat, seleksi subkontraktor berdasarkan kualifikasi tidak semata berdasarkan harga
Analisa Risiko Tahap akhir didalam penelitian ini adalah analisis risiko yang ditimbulkan oleh masing-masing variabel. Hasil perhitungan disajikan seperti tabel dibawah ini: Tabel 7 Perhitungan Level Risiko Var Level Risiko Tahap Inisiasi
Ket
10.60 X1 6.78 X2 12.25 X3 10.15 X4 Tahap Perencanaan 10.62 X5 14.75 X6 10.12 X7 10.00 X8 14.00 X98 14.79 X10 10.16 X11 10.04 X12 14.04 X13 14.84 X14 10.21 X15 10.09 X16 10.14 X17
Signifikan Medium Signifikan Medium Signifikan Signifikan Medium Medium Signifikan Signifikan Medium Medium Signifikan Signifikan High Medium Medium
Var Level Risiko Tahap Pelaksanaan X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30 X31 X32 X33 X34 X35
10.60 14.73 10.10 9.98 13.98 14.77 10.14 10.02 14.02 14.81 10.18 10.06 10.12 14.73 10.10 9.98 13.98 21.25
Ket
Ket Var Level Risiko 10.12 Medium X36 10.00 Medium X37 14.00 Medium X38 Tahap Pengawasan
Medium Medium Medium Medium 10.08 X39 Signifikan X40 9.96 Signifikan X41 13.96 Medium 14.75 X42 Medium 10.12 X43 Signifikan X44 10.00 Signifikan X45 12.00 Medium 14.79 X46 Medium 10.16 X47 Medium 10.04 X48 Signifikan X49 19.00 Medium Tahap Pengawasan Medium 10.12 X50 Signifikan X51 10.00 High 10.04 X52
Medium Medium Signifikan Signifikan Medium Medium Signifikan Signifikan Medium Medium High Medium Medium Medium
Dari tabel analisa risiko di atas dapat disimpulan bahwa 32.7% variabel risiko dengan kategori signifikan (rata-rata tingkat risiko berkisar pada rentang 10.50-15.25), kemudian variabel risiko dengan kategori medium sebanyak 32 variabel atau berkisar 61.5% (rata-rata tingkat risiko berkisar pada rentang 5.75
8. PENUTUP 8.1 Kesimpulan
11
dokumen yang sudah disusun dan disesuaikan. Jika terjadi perbedaan rencana kerja direview kembali. Tidak melakukan review dan monitoring internal secara periodik (X49) Tindakan Pencegahannya, antara lain: Lakukan review dan monitoring secara terjadwal
Setiap akhir proyek dilakukan evaluasi terhadap subkontraktor, dan jika berprestasi dijadikan bagian dari database subkontraktor
Tindakan Perbaikannya, antara lain: Mengganti subkontraktor dengan yang lebih kompeten
Pengambilalihan pekerjaan apabila pekerjaan dapat dilakukan sendiri
Segera lakukan review dan monitoring secara intensif, jika perlu ditugaskan supervisor khusus yang kompeten Tindakan Perbaikannya, antara lain: Perbaiki sistem control dan monitoring Pekerjaan-pekerjaan yang belum dilaksanakan segera di-review dan dimonitor secara intensif program dan gambar kerjanya sebelum dilaksanakan
Bila kesalahan yang diperbuat tidak berpengaruh terhadap safety dilakukan pemotongan nilai kontrak atau denda.
Perlu dilakukan review dan monitoring yang intensif, jika perlu tempatkan supervisor yang ditugasi mengawasi pekerjaan sub ini Tidak memperhatikan kondisi lapangan (X35) Tindakan Pencegahannya, antara lain: Lakukan survey lapangan lebih teliti, susun dan gunakan prosedur (SOP) dan format standar dalam melakukan survey lapangan Sebelum planning disusun, sebaiknya project manager melakukan evaluasi terhadap data yang ada yang akan digunakan untuk menyusun program kerja. Tindakan Perbaikannya, antara lain: Gunakan cadangan untuk memperbaiki kekurangan Sebelum planning diimplementasikan, project manager melakukan evaluasi dan pemeriksaan akan kebenaran
8.2 Saran
Pada saaat perencanaan perlu memperhatikan standarisasi yang berlaku supaya umur bangunan mencapai yang diinginkan. Perlu dilakukan identifikasi terhadap hal-hal yang mempengaruhi terjadinya keterlambatan pekerjaan sehingga sudah dipertimbangkan sejak awal. Selama pelaksanaan, setiap pekerjaan di proyek hendaknya dilaksanakan secara tepat dan benar dengan melibatkan sumber daya manusia yang kompeten, serta manajemen yang baik. Perlu penelitian lanjutan pada proyek yang pernah mengalami keterlambatan. Fokus penelitian pada tahapan yang berbeda selain tahapan pelaksanaan juga perlu dilakukan. 12
9. REFERENSI
Agam (2006). Analisis multivariat sesi-5 (Factor Analysis).Universitas Gajah Mada. http://www.psppr-ugm.net American Society of Civil Engineers (1998). Guidelines for failure investigation. USA: Author Arikunto, Suharsimi (2006). Prosedur penelitian – suatu pendekatan praktik (ed. VI). PT Jakarta: Rineka Cipta Asiyanto (2005). Manajemen produksi untuk jasa konstruksi. Jakarta: Pradnya Paramita Ayininuola, GM & Olalusi, O.O (2004). Assessment of building failures in Nigeria: Lagos and Ibadan case study. African Journal of Science and Technology (AJST), Science and Engineering Series vol. 5, no.1, pp. 73-78. http://www.ansti.org Barie & Paulson (1984). Professional construction management.USA: McGraw- Hill Berita PU (2006, 24 Januari). Kegagalan bangunan perlu direspon secara cepat. http:// www.pu.go.id Dannyati, E (n.d.). Optimalisasi pelaksaan proyek dengan metode PERT dan CPM (Studi Kasus Twin Tower Building Pasca Sarjana Undip). FE-Undip Daryatno (2001). Manajemen konstruksi. Trend teknik sipil era milenium baru. Jakarta: UI Press Detiknews (2008, 12 Desember). Atap SMKN 1 Malingping Banten tiba-tiba ambruk, 25 Siswa luka. http://www.detiknews.com Dipohusodo, I (1996). Manajemen proyek & konstruksi (Jilid 2). Kanisius, Yogyakarta. http://books.google.co.id Eldukair, ZA & Ayyub, BM(1991). Analysis of recent US structural and
constructional failures. Journal of Performance of Construction Facilities. vol 5, no.1. hal.64 Fathoni, A. (2006). Metodologi penelitian & teknik penyusunan skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta Gapensi (1996). Arus kas. Paket pelatihan pengusaha/manajer kontraktor kecil. Jakarta:Author Ghozali, I (2006). Aplikasi analisis multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Kendrick, T (2008). Indentifying and managing project risk. USA: Amacom Kerzner, H(2009). Project management, A systems approach to planning, scheduling, and controlling (10th ed). New York: Wiley Lind, etal (2008). Teknik Statistika dalam bisnis dan ekonomi menggunakan kelompok data global. Jakarta: Penebit Salemba Empat
13