Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
JURNAL PENDIDIKAN MATEMATIKA STKIP BIMA Diterbitkan 2 kali setahun pada bulan Februari dan bulan Juli. Jurnal ini berisi laporan penelitian, gagasan konseptual, kajian teori, dan kajian buku pendidikan khususnya Pendidikan Matematika. ISSN: 2086-4250 Susunan Redaksi Pelindung Drs. Mustamin, M.Sc Penanggung Jawab Dr. Amran Amir Redaksi Pelaksana Moh. Zaky Aminy, ST. M.Pd Andang, M.Pd Redaksi Ahli Edi Mulyadin, M.Pd Dusalan, S.Pd. M.Pd Sudarsono, M.Pd Syaifullah, M.Pd Yaser Arafat, SH.MH Penyunting/Editor B.Erdiansyah Putra, M.Eng
Alamat: Kampus STKIP Bima, Jl. Piere Tendean Kelurahan Mande Kota Bima. Telp/Fax: 0374-42801 .. Naskah dikirim ke Alamat Email
[email protected] 1
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Daftar Isi Dewi Sartika, M.Pd Meningkatkan Kemampuan Membaca Pemahaman Melalui Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournaments
6-47
Yaser Arafat, SH. MH Implementasi Strategi Think-Talk-Write melalui Belajar Dalam Kelompok Kecil untuk Meningkatkan Aktivitas dan Prestasi belajar siswa
48-63
Sari Novia Model Penyebaran Virus Flu Burung (Avian Influenza Virus)
64-75
Lahmudin, S.Pd.,M.Pd. Pengaruh Penggunaan Media KIT Mekanika terhadap Prestasi Belajar Siswa Kelas X 1 (Unggulan) dan Kelas X 2 (Reguler) Di SMA Negeri 5 Kota Bima
B. Erdiansyah Putra, M.Eng Pengaruh Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi Statistika
2
76-84
52-60
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA PEMAHAMAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAMS GAMES TOURNAMENTS Oleh: Dewi Sartika, M.Pd Abstrak : Pembelajaran model kooperatif TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa mampu memahami pembelajaran secara maksimal. Kata Kunci : Membaca Pemahaman, model kooperatif TGT
Pendahuluan Undang-undang RI No.20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertangungjawab. Untuk mewujudkan tujuan tersebut salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan inovasi dalam pembelajaran, agar suasana pembelajaran lebih bervariasi. Selama ini, metode pembelajaran yang sering diterapkan pada peserta didik adalah metode ceramah yang berasal dari satu arah yaitu dari guru. Dampak yang timbul dari penerapan metode 3
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
ini secara terus menerus adalah kurangnya keterampilan dan kreatifitas siswa terhadap fenomena alam sebagai akibat pemahaman yang terbatas. Dengan demikian, penerapan metode seperti ini tidak banyak memberikan kontribusi yang cukup dalam merangsang daya serap belajar siswa khususnya mata pelajaran Bahasa Indonesia serta akan berimplikasi pada kecenderungan menurunnya prestasi belajar siswa. Untuk mengantisipasi dan usaha menyiasati adanya pemahaman siswa yang terbatas, kurangnya antisipasi dan kreativitas terhadap fenomena alam sekitar serta usaha untuk menggalang daya serap belajar siswa, maka diperlukan adanya inovasi dalam belajar yang dapat membantu meningkatkan pemahaman dan penalaran siswa. Sebagai bagian dari upaya menyikapi permasalahan dan kenyataan pengajaran matematika, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah menerapkan pembelajaran yang berorientasi pada suatu model pembelajaran yang sesuai. Dalam pengembangan perangkat pembelajaran yang diperlukan saat ini adalah pembelajaran yang inovatif dan kreatif yaitu antara lain mengembangkan pembelajaran yang berorientasi model pembelajaran kelompok. Pembelajaran yang dimaksud adalah mode pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Turnaments (TGT). Model pembelajaran Tipe Teams Games Tournamaents (TGT) merupakan suatu bentuk pembelajaran yang bertujuan untuk memberi suasana rilek pada siswa, karena model pembelajaran ini disajikan dalam bentuk game atau permainan. Tipe pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) ini dirasa tepat digunakan dalam proses pembelajaran. Konsep Membaca 4
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Pada hakikatnya membaca adalah suatu aktivitas membatin yang suatu hal yang lahir, tentunya dalam pengertian luas. Maksud dari lahir disini adalah benda dalam artian fisik, konkrit maupun absrak yang dapat didera olah panca indera manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam pengertian melalui pengheliatan, perabaan, penciuman, pengecapan maupun pendengaran. Sedangkan tidak langsung dapat diartikan melalui ciri-ciri suatu benda atau keadaan, ataupun dengan peralatan bantu tertentu. Sebagai contoh adalah membaca tulisan. “Tulisan adalah suatu bentuk fisik konkrit yang melalui indera pengheliatan atau bisa juga melalui peradaban yang tuna netra.” (Klein, dkk. dalam Rahim, 2009:1) pertama membaca merupakan suatu proses. Maksudnya adalah informasi dari teks dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca memiliki peranan yang utama dalam membentuk makna, kedua membaca adalah strategis. Pembaca yang efektif menggunakan berbagai strategi membaca sesuai dengan teks dan konteks dalam rangka mengontruksi makna. Ketiga membaca merupakna interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung pada konteks. Hakikat Membaca Siswa Pada hakikatnya aktivitas membaca terdiri dari dua bagian yaitu membaca sebagai proses dan membaca sebagai produk. Membaca sebagai proses mengacu pada aktivitas fisik dan mental. Sedangkan membaca sebagai produk mengacu pada konsekuensi dari aktivitas yang dilakukan pada saat membaca. Pelajaran membaca di sekolah diselenggarakan dalam rangka pengembangan kemampuan membaca yang mutlak harus dimiliki oleh setiap siswa agar dpat mengembangkan diri secara berkelanjutan. Melalui pembelajaran di sekolah, siswa diharapkan memperoleh dasar5
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
dasar kemampuan membaca di samping kemampuan menulis dan menghitung, serta kemampuan esensial lainnya. Dengan dasar kemampuan itu, siswa dapat menyerap pengetahuan yang sebagian besar disampaikan melalui tulisan. Tujuan Pembelajaran Membaca Tujuan setiap pembaca adalah memahami bacaan yang dibacanya. Pemahaman terhadap bacaan dapat dipandang sebagai suatu proses yang bergulir, terus menerus dan berkelanjutan. Membaca pemahaman sebagai sebuah proses, berarti memahami bacaan sudah terjadi ketika kita belum membaca buku apapun. Kemudian, paham itu menapaki tahapan yang berbeda yang terus berubah saat baris demi baris, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf dari bacaan yang mulai kita baca. Selanjutnya, pemahaman bacaan itu akan mencapai tahapan yang lain pula ketika kita sampai pada bagian terakhir bacaan itu. Begitu besarnya peranan membaca untuk menambah pengetahuan seseorang. Begitu besar pula peran orang lain dalam menyempurnakan pemahaman seseorang terhadap apa yang dibacanya. Karena itu, di kelas membaca merupaka proses memasukkan informasi dan pengetahuan ke dalam otak siswa (Santosa, 2008:20). Membaca Pemahaman Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya mengerti, memahami. Menurut Daryanto (1998:48), pemahaman diartikan sebagai proses atau perbuatan memahami atau memahamkan. Jadi membaca pemahaman adalah suatu kegiatan atau proses yang melibatkan beberapa aktivitas, baik berupa kegiatan fisik maupun 6
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
mental dalam rangka memahami atau mengerti suatu permasalahan. Menurut Santosa (2008:48), proses membaca pemahaman merupakan suatu kegiatan yang yang sangat komplek yang melibatkan babeberapa aspek. Aspek-aspek tersebut adalah: 1) Aspek sensori, 2) Aspek perseptual, 3) Aspek skemata, 4) Aspek berpikir, 5) Aspek apektif. Kemampuan membaca siswa banyak ditentukan oleh pengalamannya membaca dan kemampuannya menguasai pengetahuan yang berkaitan dengan aspek-aspek kebahasaan, misalnya kosa kata dan struktur. Aspek yang terpenting dalam penilaian membaca adalah pemahaman. Karena alat ukur yang paling tepat digunakan berbentuk tes. Menurut Santosa (2008:52), ada dua jenis tes yang dapat digunakan menguji kemampuan membaca siswa, yaitu tes pemahaman kalimat dan tes pemahaman wacana. 1. Tes Pemahaman Kalimat. Jenis tes ini biasanya diberikan di kelas rendah. Dalam penyusunan tes pemahaman kalimat ada dua cara yang dat ditempuh guru yaitu menyajikan gambar dan menyajikan kata atau frase untuk pilihan jawabannya. Tes pemahaman kalimat biasa digunakan untuk mengukur kemampuan siswa memahami fungsi kosa kata dan struktur dalam kalimat. 2. Tes Pemahaman Wacana. Tes pemahaman wacana bersifat integratif. Artinya banyak aspek yang dapat diukur dengan menggunakan tes ini, misalnya penguasaan kosa kata, penguasaan struktur, daan pemahaman isi wacana. Tes ini dapat diberikan dikelas tinggi maupun kelas rendah. Tes pemahaman wacana terdiri dari tes pilihan ganda dan tes pilihan rumpang. 7
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Menurut Santosa (2008:64-65), metode pembelajaran membaca pemahaman dikelompokkan menjadi: 1) membaca teknik, 2) membaca dalam hati, 3) membaca pemahaman, 4) membaca indah, 5) membaca cepat, 6) membaca pustaka, 8) membaca bahasa. Semuanya dapat dilaksanakan dengan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournaents (TGT). Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Menurut Ibrahim dalam Rahmah (2005:9-10), unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: Hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, pendembangan keterampilan sosial. 1. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka tenggelam atau berenang bersama. 2. Para siswa harus memiliki tanggungjawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggungjawab terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. 3. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama. 8
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
4.
Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggungjawab di antara para anggota kelompok. 5. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok. 6. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh keterampilan bekerja sama selama belajar. 7. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. Pada pembelajaran kooperatif diajarkan keterampilanketerampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan. Beberapa ciri dari pembelajaran kooepratif adalah; (a) siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya, (b) kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah, (c) bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda, (d) penghargaan lebih berorientasi kelompok ketimbang individu.” (Ibrahim, dkk. dalamRahmah, 2005:10). Tujuan pembelajaran kooperatif adalah agar paserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan gagasannya dengan menyampikan pendapat mereka secara berkelompok (Isjoni, dalam Rahmah. 2005:9-10). Tipe pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting 9
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
yang dirangkum oleh Ibrahim dalam Rahmah (2005:12-13), yaitu: hasil belajar akademik, penerimaan terhadap perbedaan individu, dan pengembangan keteranpilan social. Hasil Belajar Akademik Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain. Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah, mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi. Keterampilan-keterampilan sosial, penting dimiliki oleh siswa sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam keterampilan sosial. 10
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Keterampilan Kooperatif Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi saja, tetapi siswa atau peserta didik juga harus mempelajari keterampilan-keterampilan khusus yang disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja dapat dibangun dengan membangun tugas anggota kelompok selama kegiatan. Menurut Isjoni dalam Rahmah (2005:14-15), keterampilan kooperatif dibagi menjadi: Keterampilan Kooperatif Tingkat Awal; Keterampilan Tingkat Menengah,dan Keterampilan Tingkat Mahir. Urutan langkah-langkah prilaku guru menurut pembelajaran model kooperatif yang diuraiakan oleh Ibrahim dkk dalam Rahmah (2005:16). Tabel: Sintaks Pembelajaran Kooperatif Fase Fase 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Tingkah laku Guru Guru menyampaikan semua tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase 2: Guru menyajikan informasi kepada Menyajikan siswa dengan jalan demonstrasi atau informasi lewat bahan bacaan. Fase 3: Guru menjelaskan kepada siswa Mengorganisasikan siswa bagaimana caranya membentuk ke dalam kelompokkelompok belajar dan membantu kelompok belajar setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien. Fase 4: Guru membimbing kelompokMembimbing kelompok kelompok belajar pada saat mereka bekerja dan belajar mengerjakan tugas mereka. 11
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
Fase 5: Evaluasi
ISSN: 2086 - 4251
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.
Fase 6: Memberikan penghargaan ` Metode Teams Games Tournament (TGT) Pembelajaran model kooperatif TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung unsur permainan dan reinforcement. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan tanggung jawab, kerjasama, persaingan sehat dan keterlibatan keterlibatan belajar (Chotimah. 2009:296). Selanjutnya Slavin dalam Chotimah (2009:270-271), mengemukakan 5 komponen utama dalam TGT yaitu: Penyajian Kelas (teacher presentation), Kelompok (Teams), Permainan (Games), Pertandingan (Tournaments), Penghargaan kelompok (Teams recognition). 1. Penyajian Kelas (teacher presentation). Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, diskusi, yang dipimpin guru. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat 12
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
game karean skor game akan menentukan skor kelompok. 2. Kelompok (Teams) Kelompok biasanya terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang anggotanya heterogen dilihat dari prestasi akademik, jenis kelamin, dan ras atau etnis. Fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game. 3. Permainan (Games) Game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang dirancang untuk menguji pengetahuan yang didapat siswa dari penyajian kelas dan belajar kelompok. Kebanyakan game terdiri dari pertanyaan-pertanyaan sederhana bernomor. 4. Pertandingan (Tournaments) Yakni perlombaan yang diadakan pada akhir minggu atau pada setiap unit setelah guru melakukan presentasi kelas dan kelompok sudah mengerjakan lembar kerja. 5. Penghargaan kelompok (Teams recognition) Yakni penghargaan dengan mengumumkan kelompok yang menang. Langkah-Langkah Pembelajaran Membaca Dengan Metode Teams Games Tournaments (TGT) Chotimah dkk (2009:272-274), merincikan langkah-langkah yang dilakukan pengajar dalam melaksanakan pembelajaran dengan metode Teams Games Tournaments (TGT) sebagai berikut: 1) menulis topik pembelajaran di papan tulis, 2) menyampaikan tujuan pembelajaran, 3) membagi peserta didik dalam kelompok masing – masing kelompok beranggotakan 4-5 orang secara heterogen, 4) meminta masing-masing kelompok membaca materi 13
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
yang akan di pelajari, 5) menyiapkan meja turnamen dan perlengkapan turnamen, 6) membagi perlengkapan untuk turnamen, 7) menunutun kegiatan turnamen, 8) merekap skor nilai kelompok masing-masing di papan tulis, 9) memberi penguatan pada jawaban soal turnamen, 10) membimbing peserta didik mengambil kesimpulan. Kesimpulan Belajar akan bermakna jika proses belajar memperhatikan atau memperlihatkan keterkaitan yang baru dengan struktur kognitif yang telah dimiliki oleh seseorang atau materi yang dikuasainya. Tipe teams games tournaments adalah metode mengajar dengan mengedepankan konsep bermain sambil belajar. Kegiatan ini bertujuan untuk memupuk semangat anak didik untuk selalu riang dalam melakukan suatu kegiatan dalam hal ini adalah belajar, agar proses pembelajaran tidak terkesan membosankan.
14
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
IMPLEMENTASI STRATEGI THINK-TALK-WRITE MELALUI BELAJAR DALAM KELOMPOK KECIL UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA Oleh: Yaser Arafat, SH. MH Abstrak
: Pembelajaran matematika hendaknya memperhatikan karakteristik matematika, mengingat siswa sebagai subjek didik perlu dikaji hal-hal yang mampu mengembangkan potensinya masing-masing. Strategi think-talk-write yang diterapkan melalui belajar dalam kelompok kecil merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan untuk menjadikan siswa dapat aktif dalam proses pembelajaran dengan menunjukan berbagai kemampuannya. Implikasi penting yang timbul dari penggunaan strategi tersebut selain peningkatan aktivitas belajar adalah meningkatnya prestasi belajar siswa. Oleh karena itu, tulisan ini menjadi penting untuk memberikan penjelasan terutama kepada guru matematika agar dapat melaksanakan suatu strategi pembelajaran yang tepat yaitu strategi think-talk-write. Kata Kunci: Hasil Belajar, Aktivitas Belajar, Strategi think-talk-write
Pendahuluan Masyarakat umum mengetahui bahwa pendidikan memiliki peran sentral yang sangat penting. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat menuntut adanya upaya perbaikan kualitas pendidikan secara kontinyu. Pemberlakuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan salah satu upaya pemerintah memperbaiki kualitas pendidikan di 15
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Indonesia. Dikatakan demikian, karena KTSP menuntut adanya perubahan paradigma baik dalam hal cara guru mengajar, cara siswa belajar, maupun cara mengevaluasi siswa. Di dalam KTSP disebutkan sebagai berikut, “Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan potensinya...” (Muslich, 2007:11). Implikasinya, pembelajaran yang sebelumnya bersifat teacher oriented hendaknya diubah menjadi pembelajaran bersifat student oriented yang memberikan kesempatan pada siswa untuk aktif mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Dengan demikian, pemahaman konsep, kemampuan penalaran dan komunikasi, serta kemampuan pemecahan masalah siswa dapat ditingkatkan, yang nantinya akan berimbas pada peningkatan prestasi belajar Matematika siswa. Model pengajaran langsung (direct teaching) merupakan salah satu model pengajaran yang cenderung diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Salah satu dampak dari direct teaching, keterlibatan guru yang cenderung mendominasi KBM, menjadikan aktivitas belajar siswa berkurang dan berakibat menurunkan kemampuan berpikir siswa, karena pemahaman konsep oleh siswa diperoleh melalui transfer informasi dari guru. Jean Peaget (dalam Rohani, 2004:7) menegaskan, “seorang anak akan berpikir sepanjang ia berbuat. Tanpa berbuat anak tak berpikir. Agar ia berpikir sendiri (aktif) ia harus diberi kesempatan untuk berbuat sendiri”. Jadi, seyogyanya proses membangun pemahaman tersebut dilakukan sendiri oleh siswa dan guru memantapkan saja (Muslich, 2007:52). Akibat lainnya yang biasa di amati adalah lemahnya interaksi di dalam KBM baik antar siswa maupun antara siswa dengan guru Matematika. Siswa jarang berdiskusi dengan siswa lainnya dalam 16
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
menghadapi masalah Matematika, dan hampir tidak berani mengajukan pertanyaan jika ada ketidakjelasan materi yang disampaikan guru. Ketidakpahaman siswa akan konsep Matematika, membuat siswa kurang mampu mengekspresikan kemampuannya dalam komunikasi tertulis. Prakteknya siswa cenderung menuliskan semua hal yang dituliskan guru di papan tulis tanpa memahami makna yang terkandung dari simbol-simbol yang dituliskan terlebih dahulu. Karena setiap simbol mengandung ide, adalah penting bahwa ide harus dipahami sebelum ide itu sendiri disimbolkan (Hudojo, 2003:73). Strategi think-talk-write yang diterapkan melalui belajar dalam kelompok kecil merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Strategi think-talk-write dipilih, karena melalui tahap think memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya dalam memecahkan masalah. Nasution (1989:124) berkata dalam semua proses pemecahan masalah, yang paling penting dan paling sukar ialah langkah pertama yakni mencari, mengidentifikasi, merumuskan dan menjelaskan masalah. Oleh karena itu, tahap think merupakan basic bagi siswa untuk memahami adanya masalah. Membangun interaksi siswa yang merupakan pengembangan kemampuan sosial seperti berkomunikasi dan berpendapat dilakukan pada tahap talk. Interaksi dapat ditingkatkan dengan belajar kelompok (Muslich, 2007:50). Hakekat Pembelajaran Matematika Matematika berasal dari bahasa Latin manthanein atau mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut wiskunde atau ilmu pasti, yang semuanya berkaitan dengan penalaran. Ciri utama Matematika 17
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
adalah penalaran deduktif yang bekerja atas dasar asumsi, yaitu kebenaran suatu konsep atau pernyataan diperoleh sebagai akibat dari kebenaran sebelumnya, sehingga kaitan antar konsep atau pernyataan dalam Matematika bersifat konsisten (Depdiknas, 2004:17). Secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku melalui latihan atau pengalaman sebagai akibat interaksi dengan lingkungannya (Purwanto, 1990:85). Dengan demikian, seseorang dikatakan telah melakukan kegiatan belajar apabila orang tersebut telah memperoleh hasil, yaitu perubahan tingkah laku (perilaku). Pembelajaran pada hakekatnya adalah untuk mengoptimalkan pertumbuhan dan pengembangan potensi dalam masing-masing individu. Pembelajaran Matematika di sekolah tidak bisa terlepas dari sifat-sifat Matematika yang abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa. Berkenaan dengan hal tersebut, menurut Suherman (2003) dalam Depdiknas (2007:7) maka perlu memperhatikan karakteristik pembelajaran Matematika di sekolah yaitu sebagai berikut: (1) Pembelajaran Matematika berjenjang (bertahap), (2) Pembelajaran Matematika mengikuti metode spiral, (3) Pembelajaran Matematika menekankan pola pikir deduktif, (4) Pembelajaran Matematika menganut kebenaran konsistensi. Pembelajaran Matematika hendaknya memperhatikan karakteristik Matematika di atas. Mengingat siswa sebagai subjek didik, perlu dikaji hal-hal yang mampu mengembangkan potensinya masing-masing. Ebbut dan Staker memberikan asumsi tentang karakteristik subjek didik dalam mempelajari Matematika sebagai berikut: (1) murid akan mempelajari Matematika jika mereka mempunyai motivasi, (2) murid mempelajari Matematika dengan caranya sendiri, (3) murid mempelajari Matematika baik 18
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
secara mandiri maupun dengan kerjasama dengan temannya, (4) murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda dalam mempelajari Matematika (Depdiknas, 2006:5). Perbedaanperbedaan individual setiap siswa merupakan hal yang harus menjadi pertimbangan dalam pembelajaran Matematika. Oleh karenanya, pemilihan strategi yang digunakan dalam pembelajaran haruslah diperhatikan. Istilah-istilah dalam Pembelajaran Dalam mengajarkan suatu materi pokok tertentu dalam Matematika, digunakan model, strategi, pendekatan, metode, maupun teknik yang sesuai dengan kondisi dan situasi siswa yang di ajar agar tujuan pembelajaran tercapai dengan hasil yang optimal. Pembelajaran yang dimaksud merupakan perpaduan pengertian kegiatan pengajaran oleh guru dan belajar oleh peserta didik. Agar dapat dibedakan yang dimaksud dengan model, strategi, pendekatan, metode dan teknik mengajar, berikut akan dipaparkan pengertiannya. 1. Model Model merupakan suatu konsepsi untuk mengajar suatu materi dalam mencapai tujuan tertentu (Depdiknas, 2004:3). Sebagaimana yang dikemukakan oleh Joyce dan Weill (1986), setiap model memiliki unsur-unsur berupa : Sintaks, Sistem Sosial, Prinsip Reaksi, Sistem Pendukung, Dampak Instruksional dan Pengiring (Suherman dan Winataputra, 1992:48). Dalam model mencakup strategi, pendekatan, metode dan teknik. Contoh model dalam pembelajaran Matematika: Direct Teaching, Problem Based Instruction dan Model Kooperatif. 2. Strategi mengajar 19
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Dalam konteks pengajaran, strategi bisa diartikan sebagai suatu pola umum tindakan guru-peserta didik dalam manifestasi aktivitas pengajaran (Rohani, 2004:32). Pada dasarnya, strategi mengajar adalah tindakan nyata dari guru atau praktek guru melaksanakan pengajaran melalui cara tertentu, yang dinilai lebih efektif dan efisien (Sudjana, 1987:147). Strategi yang dimaksud adalah mencakup bagaimana memilih dan menggunakan suatu pendekatan, metode maupun teknik dalam melaksanakan pengajaran. 3. Pendekatan Pendekatan belajar mengajar dapat merupakan suatu konsep atau prosedur yang digunakan dalam membahas suatu materi untuk mencapai tujuan belajar-mengajar (Suherman dan Winataputra, 1992:220). Contoh pendekatan dalam pembelajaran Matematika : Pendekatan Spiral, Pendekatan Deduktif dan Pendekatan Kontekstual. 4. Metode mengajar Metode mengajar adalah cara mengajar atau cara menyampaikan materi pelajaran kepada siswa. Metode mengajar sifatnya umum dan dapat dilakukan pada semua mata pelajaran. Contoh metode dalam pembelajaran Matematika : Metode Penemuan Terbimbing, Metode Diskusi dan Metode Penugasan. 5. Teknik mengajar Teknik merupakan cara mengajar yang memerlukan keahlian khusus sesuai dengan karakter materi pelajaran, peserta didik atau keterampilan guru. Sebuah metode mengajar suatu topik atau subtopik jika dilakukan oleh seorang guru yang menguasainya atau berbakat, dapat menjadi sebuah teknik mengajar (Suherman dan Winataputra, 1992:220). 20
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Contoh : Bagaimana teknik bertanya yang benar dan teknik menjelaskan yang efektif di dalam proses belajar mengajar. Berikut skema penjenjangan istilah pengajaran di kelas (Depdiknas, 2004:3). Model
Strategi Pendekatan Metode Teknik
Gambar 1: Skema Penjenjangan Pengajaran Strategi Think-Talk-Write dalam Pembelajaran Strategi mengajar menyangkut pemilihan cara yang dipilih guru dalam menentukan ruang lingkup, urutan bahasan, kegiatan pembelajaran, dan lain-lain dalam menyampaikan materi Matematika kepada siswa di depan kelas (Hudoyo, 1990:11). Think-talk-write adalah strategi yang memfasilitasi latihan berbahasa secara lisan dan menuliskan bahasa tersebut dengan lancar dan terstruktur. Strategi think-talk-write yang dipilih pada penelitian ini dibangun dengan memberikan waktu kepada siswa untuk melakukan kegiatan berpikir, merefleksikan hasil pemikiran untuk menyusun ide-ide, dan menguji ide-ide itu sebelum menuliskannya (Andriani, 2008:1). Pelaksanaan Strategi Think-Talk-Write 21
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Mengutip pernyataan Suherman (2008:14), di dalam strategi think-talk-write dijelaskan sebagai berikut : pembelajaran dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak dan mengkritisi), informasi yang diperoleh dari bahan bacaan tersebut kemudian dikomunikasikan dalam diskusi kelompok, sebagai pedoman untuk menyelesaiakan permasalahan yang diberikan dalam kelompok. Melalui presentasi dan diskusi kelas, persepsi disamakan dan hasil diskusi ditulis dalam laporan hasil diskusi berupa lembar kerja kelompok. Andriani (2008:1) mengungkapkan, tahapan belajar siswa dengan menggunakan strategi think-talk-write adalah : 1. Tahap think, yaitu tahap berpikir dimana siswa membaca teks berupa bahan bacaan maupun soal. Dalam tahap ini siswa secara individu memikirkan kemungkinan jawaban (strategi penyelesaian), membuat catatan kecil tentang ide-ide yang terdapat pada bacaan, dan hal-hal yang tidak dipahaminya sesuai dengan bahasanya sendiri, 2. Tahap kedua adalah talk (berbicara atau diskusi) memberikan kesempatan kepada siswa untuk membicarakan tentang penyelidikannya pada tahap think. Pada tahap ini siswa merefleksikan, menyusun, serta menguji (negosiasi, sharing) ide-ide dalam kegiatan diskusi kelompok. Kemajuan komunikasi siswa akan terlihat pada dialognya dalam berdiskusi baik dalam bertukar ide dengan orang lain ataupun refleksi mereka sendiri yang diungkapkannya kepada orang lain, 3. Tahap ketiga adalah write, siswa menuliskan ide-ide yang diperolehnya dari kegiatan tahap pertama dan kedua. Tulisan ini terdiri atas landasan konsep yang digunakan, keterkaitan 22
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
dengan materi sebelumnya, strategi penyelesaian, dan solusi yang diperolehnya. Belajar dan bekerja dalam kelompok merupakan bentuk kegiatan belajar aktif yang mampu menumbuhkembangkan keterampilan sosial siswa (Ahmadi, 1997:125). Berlmutter dan De Montmollin menyatakan, dalam kelompok, siswa belajar lebih cepat, dan bahwa pengalaman kelompok sering beralih ke anggotaanggota kelompok sehingga mereka bekerja lebih efektif sekembali ke pekerjaan mereka masing-masing (Abdullah, 2007:75). Dalam penelitian ini, paktek pemecahan masalah diimplementasikan melalui belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang beranggotakan 4 hingga 5 orang untuk tiap kelompoknya. Keseluruhan alur atau urutan kegiatan belajar mengajar (sintaks) strategi pembelajaran think-talk-write terdiri dari 6 fase, yakni (1) memotivasi siswa, (2) mengorganisasi siswa ke dalam kelompok belajar dan memberikan tugas kelompok, (3) membimbing kelompok bekerja dan belajar, (4) diskusi kelas dan melaporkan hasil diskusi, (5) penguatan terhadap hasil diskusi, (6) mengakhiri pembelajaran. Adapun rincian aktivitas guru dan siswa dapat dilihat pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sintaks Strategi Pembelajaran Think-talk-write Pelaksanaan di kelas Pendahuluan
Pengembangan
23
Fase
Aktivitas guru dan siswa
Memotivasi siswa
a. Guru menyampaikan materi pokok, tujuan pembelajaran dan apersepsi. b. Guru memotivasi siswa dengan mengaitkan materi yang akan dipelajari dengan kehidupan siswa sehari-hari. a. Guru mengorganisai siswa ke dalam
Mengorganis
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika asi siswa ke dalam kelompok belajar dan memberikan tugas kelompok
ISSN: 2086 - 4251 kelompok belajar. Siswa mengambil tempat di kelompok yang sudah ditetapkan guru b. Guru membagikan bahan bacaan, lembar kerja kelompok, soal-soal latihan dan alat peraga c. Guru menyampaikan kepada siswa apa yang akan mereka lakukan dalam kelompok (menjawab pertanyaan pada lembar kerja kelompok). a. Siswa melakukan aktivitas yang telah ditentukan guru, meliputi :
Membimbin g kelompok bekerja dan T belajar H I N K T A L K W R I T E
Siswa membaca, mempelajari bahan bacaan dan membuat catatan dari hasil bacaan yang berkaitan dengan solusi pemecahan masalah secara individual untuk dibawa ke forum diskusi Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dalam kelompok membahas isi catatan melalui komunikasi lisan dalam usaha menemukan solusi pemecahan masalah Siswa mengkonstruksi sendiri pengetahuan yang memuat pemahaman dan komunikasi Matematika dalam bentuk tulisan berupa pengisian lembar kerja kelompok
b.
Diskusi kelas dan melaporkan hasil diskusi
24
Guru berkeliling memberikan bantuan terbatas kepada kelompok berupa penjelasan secukupnya, memberikan pertanyaan yang merangsang siswa berpikir, dll. a. Siswa melaporkan hasil penyelesaian masalah atau hasil aktivitas kelompok b. Guru menentukan wakil dari kelompok tertentu untuk mempresentasikan hasil kerja melalui forum diskusi kelas c. Guru memimpin diskusi d. Guru menyamakan persepsi dan meminta setiap siswa untuk membuat kesimpulan dari hasil diskusi
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
Penerapan
Penguatan terhadap hasil diskusi
Penutup
Mengakhiri pembelajara n
ISSN: 2086 - 4251 e. Guru menutup forum diskusi dan bersamasama dengan siswa menyimpulkan hasil diskusi a. Guru meminta siswa secara individu mengerjakan soal-soal latihan dan menyampaikan langkah-langkah penyelesaian yang benar a. Guru bersama siswa menyimpulkan hasil kegiatan pembelajaran kali ini b. Guru menutup pembelajaran dengan menugaskan siswa mempelajari materi berikutnya atau dengan memberi PR
Prestasi Belajar Prestasi belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh individu setelah mengalami suatu proses belajar dalam jangka waktu tertentu. Djamarah (1994:24) menyimpulkan, prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang perkembangan dan kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan/kecakapan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian. Lebih lanjut Nurkancana dan Sunartana menyatakan, Prestasi belajar bisa juga disebut kecakapan nyata (actual ability) yang diperoleh seseorang setelah belajar, bukan suatu kecakapan potensial (potensial ability) yaitu suatu kemampuan dasar yang berupa disposisi yang dimiliki individu untuk mencapai suatu prestasi. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat penulis simpulkan prestasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah perkembangan kecakapan nyata (actual ability) yang diperoleh siswa setelah belajar bukan kecakapan potensial (potensial ability), sebab prestasi belajar ini dapat ditunjukkan oleh angka-angka yang merupakan hasil pengukuran yang lazim disebut dengan skor. Skor dikonversikan ke dalam nilai berdasarkan kriteria tertentu atau 25
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
norma. Dalam penelitian ini, hasil belajar dinyatakan dalam bentuk nilai, hasil dari mengerjakan tes Matematika. Peranan guru sebagai pendidik sangat menentukan prestasi belajar siswa. Guru dituntut menciptakan suasana belajar yang kondusif serta senatiasa mengadakan penilaian dalam proses pembelajaran. Penilaian merupakan sistem yang berkesinambungan untuk dapat menilai prestasi belajar siswa. Bagi guru, penilaian berfungsi untuk memberikan umpan balik kepada guru sebagai dasar untuk memperbaiki proses pembelajaran ke arah yang lebih baik. Bagi siswa sendiri, hasil penilaian dapat digunakan untuk memperbaiki cara belajar siswa, serta membantu meningkatkan motivasi belajar siswa sehingga dapat meningkatkan prestasinya. Aktivitas Belajar Aktivitas adalah segala kegiatan yang dilaksanakan baik itu secara jasmani maupun rohani. Sardiman (2003:95) menegaskan, “Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas”. Aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran merupakan salah satu indikator dari keberhasilan belajar siswa. Aktivitas yang dimaksud adalah kegiatan yang mengarah pada proses belajar seperti bertanya, mengajukan pendapat, mendiskusikan materi ajar, dan mengerjakan tugas-tugas. Dalam proses belajar mengajar, guru perlu membangun aktivitas siswa meliputi berpikir dan berkomunikasi baik lisan maupun tertulis. Melalui aktivitas individu, penerimaan pelajaran dapat bertahan lama, karena informasi yang didapat siswa dipikirkan kembali, diolah, kemudian diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda. Dengan partisipasi aktif siswa, pengetahuan mereka akan berkembang dengan lebih 26
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
baik yang pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan prestasi belajar siswa (Slameto, 2003:36). Aktivitas merupakan prinsip yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar. Penggunaan prinsip aktivitas dalam proses pembelajaran memiliki manfaat tertentu sebagaimana yang dikemukakan Hamalik (2003:175-176) antara lain : 1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri, 2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral, 3. Memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa, 4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri, 5. Memupuk disiplin belajar dan suasana belajar yang demokratis, 6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan orang tua siswa dengan guru, 7. Pengajaran dilaksanakan secara realistis dan konkret sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindari terjadinya verbalistis, 8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam kehidupan di masyarakat. Kesimpulan Strategi think-talk-write yang diterapkan melalui belajar dalam kelompok kecil merupakan salah satu alternatif strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Strategi think-talk-write dipilih, karena melalui tahap think memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikirnya dalam memecahkan masalah. Dalam strategi think-talk-write, pembelajaran dapat dilakukan dengan dimulai berpikir melalui bahan bacaan (menyimak dan mengkritisi), kemudian informasi yang diperoleh dari bahan bacaan tersebut dikomunikasikan dalam 27
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
diskusi kelompok. Hal tersebut diperlukan sebagai pedoman untuk menyelesaiakan permasalahan yang diberikan dalam kelompok. Melalui presentasi dan diskusi kelas, persepsi disamakan dan hasil diskusi ditulis dalam laporan hasil diskusi berupa lembar kerja kelompok. Apabila strategi think-talk-write dilaksanakan didalam proses pembelajaran secara utuh dan komperehensif dengan mengacu kepada tahapan pembelajarannya maka dapat meningkatkan aktivitas dan prestasi belajar siswa. Aktivitas belajar siswa setelah diterapkan strategi tersebut akan nampak dalam bentuk keaktifan dan kemampuan siswa dalam hal membaca, mendengar, mengamati, menyimak, mendiskusikan, menanyakan, merangkum, menyimpulkan, dan menerapkan. Sedangkan hasil belajar siswa dapat ditunjukan nilai belajar yang meningkat.
Daftar Pustaka Abdullah, J. 2007. “Mengoptimalkan Pembelajaran Kooperatif Model STAD Untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi Belajar Siswa pada Pokok Bahasan Pengolahan Data di Kelas VI SDN 08 Cakranegara Tahun Pelajaran 2005/2006”. Jurnal Pendidikan Karya Tulis Ilmiah Guru Kota Mataram Tahun 2007. Hlm. 71-86. Ahmadi, A. dan Prasetya, J.T. 1997. Strategi Belajar Mengajar Untuk Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK. Bandung: Pustaka Setia.
28
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Andriani, M. 2008. Dunia matematika : Strategi Pembelajaran Think-Talk-Write. http://mellyirzal.blogspot.com/: 2312-2008. Depdiknas. 2004. Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika. Jakarta: Depdiknas. Depdiknas. 2007. Kajian kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Matematika. Jakarta: Depdiknas Djamarah, S.B. 1994. Prestasi Belajar Dan Kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional. Hamalik, O. 2003. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. Jakarta: Bumi Aksara. Hudojo, H. 2003. Common Textbook : Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: JICAUniversitas Negeri Malang. Muslich, M. 2007. KTSP Dasar Pemahaman Dan Pengembangan. Malang: Bumi Aksara. Nasution. 1989. Kurikulum Dan Pengajaran. Bandung: Bumi Aksara. Purwanto, N. 1990. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Rohani, A. 2004. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Sardiman, A.M. 2003. Interaksi Dan Motivasi Belajar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sudjana, N. 1987. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algresindo. Suherman, E. 2008. Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa. Http://model-belajar-danpembelajaran.html: 17-09-2008. Suherman, E. dan Winataputra, U.S. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Depdikbud.
29
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
MODEL PENYEBARAN VIRUS FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA VIRUS) Oleh: Sari Noviana Abstrak: Flu burung (avian influenza), yang ditimbulkan oleh avian influenza virus berjenis H5N1, merupakan penyakit yang sangat mematikan. Hingga saat ini telah dilakukan berbagai tindakan untuk membasmi virus tersebut, baik konstruktif maupun preventif. Dalam karya tulis ini akan dimodelkan secara matematis penyebaran virus flu burung sebagai langkah awal pencegahan penyebaran virus flu burung yang semakin meluas. Model tersebut menggunakan empat variabel terikat, yaitu S, E, I, R. Setiap variabel tersebut merepresentasikan kelompok individu dalam wilayah endemi flu burung, yaitu S berarti kelompok susceptible (kelompok individu rentan), E berarti kelompok exposed (kelompok individu laten), I berarti kelompok infectious (kelompok individu penginfeksi), dan R berarti kelompok recovery (kelompok individu yang sembuh). Model yang berupa sistem persamaan diferensial tersebut memiliki dua titik kritis yaitu titik bebas penyakit flu burung dan titik endemi flu burung. Model yang diperoleh kemudian dievaluasi untuk mengetahui karakter kestabilannya. Evaluasi tersebut menggunakan sebuah contoh kasus. Dengan nilai parameter 200 , 0.8 , 0.01 , 0.32 , k 0.2 , dan 0.1 menunjukkan bahwa sistem akan stabil pada titik kritis endemi flu burung dan tak-stabil pada titik kritis bebas penyakit flu burung. Hal ini berarti, untuk setiap nilai awal (S0, E0, I0, R0) yang diberikan akan selalu menuju ke kondisi endemi flu burung dengan nilai-nilai parameter yang diberikan. Kata kunci: Avian Influenza Virus, Model Matematika, Evaluasi Model, Kestabilan Sistem. 30
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Pendahuluan Matematika memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan, mulai dari ilmu pengetahuan alam hingga ilmu-ilmu sosial. Matematika digunakan untuk membantu menyelesaikan permasalahan yang muncul dari kondisikondisi yang aplikatif. Dalam penggunaannya, permasalahanpermasalahan yang muncul dalam dunia nyata dianalisis secara matematis kemudian diinterpretasikan sehingga menghasilkan formula penyelesaian masalah. Proses penyelesaian tersebut, dalam matematika, dikenal dengan istilah pemodelan matematika. Pemodelan matematika banyak digunakan untuk menjelaskan sistem peredaran darah manusia, memprediksi gejala penyakit, mengantisipasi penyebaran penyakit lebih luas (permasalahan pandemi dan epidemi), hingga merumuskan cara terbaik untuk mengobati suatu penyakit. Salah satu contoh kasus yang menggunakan pemodelan matematika adalah masalah flu burung. Virus pembawa penyakit flu burung ini disebut dengan Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang biasa dikenal dengan virus flu burung. Menurut Dwi Andreas Santosa, virus HPAI memiliki kemampuan untuk melakukan mutasi dan penyebaran sangat cepat. Penyebarannya dapat melalui udara, makanan unggas, air, peralatan, dan pakaian yang telah tercemar oleh unggas yang sakit dan kotorannya. Kemampuan penyebaran ini sangat memungkinkan untuk memperluas wilayah infeksi virus atau dengan kata lain dengan mudah dapat memperbanyak jumlah individu yang terinfeksi dalam waktu yang sangat singkat. Virus tersebut muncul pertama kali di Spanyol sekitar tahun 1917-1918 yang mengakibatkan wabah avian influenza, yang kemudian disebut sebagai Flu Spanyol. Jumlah individu yang 31
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
terinfeksi mencapai 20 juta lebih hingga akhirnya meninggal dunia. Dua peristiwa besar juga muncul pada abad yang sama, yaitu Flu Asia yang terjadi pada tahun 1957-1958 dan Flu Hong Kong terjadi pada tahun 1968-1969. Sehingga terdapat 3 peristiwa besar yang mengakibatkan wabah influenza di abad ke-20 ini. Penyebaran virus flu burung yang tidak terkendali dapat mengakibatkan pandemi dan endemi. Pandemi dan endemi itu sendiri merupakan indikasi awal terjadinya wabah penyakit yang sangat luas dan berkepanjangan. Pandemi flu burung yang mematikan terjadi pada tahun 1983-1984 di Negara bagian Pensylvania, Amerika Serikat yang menyebabkan 17 juta unggas piaraan mati, dan kerugian sejumlah 65 juta dolar AS. Epidemi flu burung tipe H7N7 mewabah di Negeri Belanda pada bulan Maret tahun 2003 yang mengakibatkan sekitar 14 juta ekor unggas piaraan dari 900 perusahaan peternakan diisolasi, sedangkan 18 juta ekor lebih ayam sakit dimusnahkan (World health organization, 2006). Penanganan kasus flu burung ini masih terus diupayakan dengan cara-cara yang efektif. Mulai dari sosialisasi tentang bahaya flu burung sampai pada penelitian untuk menemukan vaksin yang tepat untuk mengatasi virus tersebut. Upaya pengendalian penyebaran virus flu burung dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu cara preventif dan cara konstruktif. Cara-cara konstruktif cenderung lebih sulit daripada cara-cara preventif karena belum tentu dapat pulih secara total. Salah satu tindakan preventif yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk meminimalisir penyebaran virus flu burung adalah dengan melakukan analisis secara matematis dengan membuat model penyebarannya. Dari model yang diperoleh dapat dibuat prediksi32
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
prediksi kejadian mendatang sehingga dapat diambil langkahlangkah antisipatif dari awal. Pemodelan Matematika Pemodelan matematika adalah suatu cara untuk memformulasikan beberapa fenomena di kehidupan nyata secara matematika (Husein, 2007). Sehingga dapat dikatakan bahwa pemodelan matematika adalah suatu proses merumuskan permasalahan ke dalam bahasa matematika hingga kemudian diperoleh penyelesaian yang dapat diinterpretasikan dalam keadaan sebenarnya. Langkah-langkah pemodelan matematika (Sardiman, 2004), sebagai berikut: 1. Merumuskan Masalah Pada tahap ini dilakukan pengenalan masalah-masalah yang sebenarnya dan diadakan penyederhanaan yang meliputi pengabaian beberapa faktor yang kurang relevan dengan masalahnya. 2. Membuat Model Matematika Pada langkah ini semua peubah dan relasi-relasi yang ada dalam rumusan masalah dinyatakan dengan simbol-simbol matematika untuk mengenali pola-pola masalah matematika dengan cara membuat persamaan matematika yang sesuai dengan masalah tersebut. 3. Evaluasi Model Model matematika yang telah dibuat perlu ditentukan penyelesaiannya agar dilakukan analisis untuk evaluasi apakah model yang telah dibuat tersebut telah menjawab pertanyaan secara tepat atau belum serta berisi interpretasi model dalam kehidupan nyata. 33
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Metode Penulisan Penelitian ini merupakan penelitian dengan konsep studi literatur/ kajian pustaka dengan proses sebagai berikut (Budiarto, 2004) : a) Mengamati dan menganalisis permasalah tentang adanya kasus perkembangan dan penyebaran virus flu burung khususnya di Indonesia b) Mempelajari informasi dari kajian pustaka dan beberapa hasil penelitian bahwa penyebaran virus dapat dimodelkan secara matematis dan dapat dianalisis secara matematis c) Merumuskan masalah tentang cara memodelkan penyebaran virus flu burung kemudian menentukan kestabilan model yang diperoleh d) Mengumpukan data dan informasi dari berbagai sumber, yaitu literatur pada media cetak dan elektronik serta data-data akurat yang diperoleh dari jurnal dan laporan hasil penelitian e) Mengolah dan menganalisis permasalahan berdasarkan data dan informasi serta telaah pustaka yang diperoleh untuk mendapatkan jawaban dari perumusan masalah f) Mengambil keputusan sesuai dengan rumusan masalah. 4. Pembahasan Suatu wilayah yang tertular virus flu burung disebut dengan daerah endemi flu burung. Pada daerah endemi ini akan diberlakukan suatu sistem yang dapat meminimalisir jumlah individu tertular. Sistem tersebut dikenal dengan istilah isolasi. Sistem isolasi ini dapat membatasi jumlah individu keluar dari suatu wilayah endemi (emigrasi) dan membatasi jumlah individu dari luar masuk ke dalam wilayah tersebut (imigrasi), sehingga dapat meminimalisir penularan virus flu burung. Akibatnya, 34
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
populasi dalam wilayah endemi flu burung bersifat tertutup, sehingga pertambahan dan pengurangan penduduk melalui imigrasi/emigrasi dapat diabaikan. Daerah endemi flu burung memiliki tiga kelompok besar individu, yaitu kelompok yang rentan terinfeksi virus flu burung disebut kelompok rentan (susceptible); kelompok individu yang tidak rentan terinfeksi disebut kelompok tidak rentan (recovery); dan kelompok individu tertular virus, disebut kelompok tertular. Kelompok tertular ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok individu terinfeksi, untuk selanjutnya disebut exposed dan kelompok individu penginfeksi, untuk selanjutnya disebut infectious. Model Matematika Masing-masing kelompok individu tersebut memiliki keterkaitan yang menghubungkan antara kelompok individu yang satu dengan kelompok individu yang lain. Hal ini dapat dilihat pada bagan penyebaran virus flu burung berikut ini. a S
IS
S
E
kE
E
I
I
( ) I
R
R
Gambar 3.1. Penyebaran virus flu burung pada wilayah endemi flu burung. Berdasarkan gambar bagan tersebut, maka penyebaran virus flu burung dapat dimodelkan secara matematis dalam bentuk 35
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
sistem persamaan diferensial non-linear autonomous orde satu berikut ini:
dS ' dt I S S f1 S , E, I , R dE I S ( k ) E f ' S , E, I , R 2 dt dI kE ( ) I f ' S , E, I , R 3 dt dR I R f 4 ' S , E, I , R dt Evaluasi Model Untuk mengevaluasi model tersebut, maka dilakukan analisa kestabilan sistem melalui karakter kestabilan titik kritis/titik keseimbangannya. Model penyebaran virus flu burung di atas memiliki dua titik keseimbangan, yaitu (S, E, I, R) = ( , 0, 0, 0) disebut titik keseimbangan bebas penyakit dan (S, E, I, R) = ( ) ( k ) k ( k ) ( ) k ( k )( ) k ( k )( ) , , , k k ( k ) ( k )( ) ( k )( )
disebut titik keseimbangan endemik. Dengan menggunakan nilai-nilai parameter (Ridwan, 2003) sebagai berikut: a) 200 menyatakan banyaknya individu yang lahir dalam kurun waktu tertentu, yang kesemuanya akan menjadi individu susceptible. 36
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
b) 0.8 menyatakan tingkat kontak individu susceptibleinfectious yang menyatakan banyaknya individu susceptible yang terinfeksi virus. Misalnya, terdapat 80 dari 100 orang susceptible yang terinfeksi virus dalam kurun waktu tertentu. c) 0.01 menyatakan tingkat kematian alami individu exposed, infectious, dan recovery yang menyatakan banyaknya individu yang mengalami kematian alami. Misalnya, terdapat 1 dari 100 orang exposed, infectious, dan recovery yang mati dalam kurun waktu tertentu. d) 0.32 menyatakan tingkat kematian individu infectious akibat virus yang menyatakan banyaknya individu yang mengalami kematian akibat virus. Misalnya, terdapat 32 dari 100 orang infectious yang mengalami kematian akibat virus dalam kurun waktu tertentu. e) k 0.2 menyatakan tingkat keaktifan virus yang menyatakan banyaknya individu exposed berubah status menjadi infectious. Misalnya, terdapat 20 dari 100 orang exposed yang berubah status menjadi infectious dalam kurun waktu tertentu. f) 0.1 menyatakan tingkat kesembuhan yang menyatakan banyaknya individu yang sembuh dari infeksi virus. Misalnya, terdapat 10 orang dari 100 orang terinfeksi yang sembuh dalam kurun waktu tertentu. Maka dengan memperhatikan karakter nilai eigen sistem persamaan pada titik keseimbangan bebas penyakit, sistem bersifat tak stabil sedangkan pada titik keseimbangan endemik, sistem bersifat stabil. Dari contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem persamaan diferensial akan stabil pada titik kritis endemi flu burung dan tidak stabil pada titik kritis bebas penyakit flu burung. Hal ini berarti, untuk setiap nilai awal (S0, E0, I0, R0) yang 37
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
diberikan akan selalu menuju pada kondisi keseimbangan yaitu endemi flu burung. Kesimpulan Dari pembahasan dapat disimpulkan bahwa model matematika penyebaran virus flu burung (avian influenza virus) berbentuk sistem persamaan diferensial non-linear autonomous, yaitu:
dS dt I S S dE I S ( k ) E dt dI kE ( ) I dt dR I R dt Keterangan: a) S (susceptible) menyatakan populasi individu rentan virus flu burung; b) E (exposed) menyatakan populasi individu laten virus flu burung (individu terinfeksi tetapi belum memiliki kemampuan untuk menularkan); c) I (infectious) menyatakan populasi individu penginfeksi virus flu burung; d) R (recovered) menyatakan populasi individu yang sembuh setelah terinfeksi; dS e) menyatakan laju pertumbuhan individu susceptible; dt 38
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika ISSN: 2086 - 4251 dE f) menyatakan laju pertumbuhan individu exposed; dt
g)
dI menyatakan laju pertumbuhan individu infectious; dt
h)
dR menyatakan laju pertumbuhan individu recovery; dt
i) α adalah konstanta positif yang menyatakan tingkat kelahiran dan kematian individu; j) adalah konstanta positif yang menyatakan tingkat kematian alami; k) adalah konstanta positif yang menyatakan tingkat terjadinya kontak dengan penyebar virus flu burung; l) k adalah konstanta positif yang menyatakan tingkat perubahan virus menjadi aktif dari exposed (latent: infeksi yang belum terlihat) ke infectious (dapat menularkan virus ke individu lain); m) adalah konstanta positif yang menyatakan tingkat kematian individu karena terinfeksi virus flu burung; n) adalah konstanta positif yang menyatakan tingkat kesembuhan individu setelah terinfeksi virus flu burung. Model matematika di atas kemudian dievaluasi dengan menggunakan karakter kestabilan sistem yang ditinjau dari kestabilan titik kritisnya. Titik kritis yang diperoleh dari sistem persamaan diferensial tak-linear autonomous di atas adalah titik kritis I disebut titik keseimbangan bebas penyakit ( , 0, 0, 0) dan titik kritis II disebut titik keseimbangan endemik ( ) ( k ) k ( k ) ( ) k ( k )( ) k ( k )( ) , , , k k ( k ) ( k )( ) ( k )( )
39
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Evaluasi sistem persamaan diferensial (3.5) menggunakan contoh kasus dengan nilai parameter yang diberikan, yaitu: 200 , 0.8 , 0.01 , 0.32 , k 0.2 , dan 0.1 . Dari hasil evaluasi menunjukkan bahwa sistem akan stabil pada titik kritis endemi flu burung dan tak-stabil pada titik kritis bebas penyakit flu burung. Hal ini berarti, untuk setiap nilai awal (S0, E0, I0, R0) yang diberikan akan selalu menuju ke kondisi endemi flu burung dengan nilai-nilai parameter yang diberikan.
Daftar Pustaka Budiarto, MT. 2004 Materi Pelatihan Terintegrasi Matematika, Jakarta : Depdikbud Ridwan. 2003. Dasar-dasar Statistik. Bandung: Alfabeta. Sardiman. 2004. Intraksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sukino, Dan Wilson.2007.Matematika Untuk SMP Kelas VIII. Jakarta: Erlangga Sumaji,dkk.1998. Pendidikan Yang Humanistis, Kanisius: Yogyakarta 40
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Suryabrata, S. 2003. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo. Tampomas husein, 2007. Matematika Plus 2b. Jakarta:Yudhistira Utomo, T. dan Ruijhter K. 1989.Peningkatan Dan Pengembangan Pendidikan. Gramedia : Jakarta.
PENGARUH PENGGUNAAN MEDIA KIT MEKANIKA TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS X 1 (UNGGULAN) DAN KELAS X 2 (REGULER) DI SMA NEGERI 5 KOTA BIMA Oleh: Lahmudin, S.Pd.,M.Pd. ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk : Mengetahui adakah perbedaan pengaruh penggunaan media KIT Mekanika terhadap prestasi belajar siswa baik pada kelas unggulan maupun kelas reguler. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen. Populasi 41
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika ISSN: 2086 - 4251 penelitian adalah seluruh siswa kelas X SMA Negeri 5 Kota Bima (8 kelas). Sampel penelitian adalah 2 kelas yaitu siswa kelas X Unggulan dan kelas X Reguler. Instrumen pengambilan data berupa tes prestasi belajar. Instrumen pelaksanaan penelitian berupa Silabus, RPP, Lembar Kerja Siswa (LKS), KIT mekanika. Teknik analisa data yang dipergunakan adalah Analisis t tes pada taraf signifikan α = 0,05. Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) Ada pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa menggunakan KIT mekanika pada kelas unggulan dan kelas reguler (nilai t hitung pada kelas unggulan sebesar 19,60 dan nilai t hitung pada kelas reguler sebesar 15,44 > t table 1,69). (2) Ada perbedaan pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar siswa yang menggunakan media KIT mekanika antara kelas unggulan dengan kelas reguler dengan selisih sebesar 3,72 artinya bahwa dengan menggunakan media KIT mekanika dapat meningkatkan prestasi belajar baik itu pada kelas unggulan maupun kelas reguler. Kata Kunci : Media KIT IPA, Media CD pembelajaran, Prestasi Belajar
Pendahuluan Tujuan utama yang ingin dicapai dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran fisika adalah (Depdiknas, 2001): (1) menyukai fisika sebagai ilmu pengetahuan dasar yang bersifat kualitatif dan kuantitatif sederhana, (2) kemampuan menerapkan berbagai konsep dan prinsip fisika dalam menjelaskan berbagai peristiwa alam serta cara kerja produk teknologi dalam menyelesaikan permasalahan, (3) kemampuan melakukan kerja ilmiah dalam menguji kebenaran, (4) membentuk sikap ilmiah yaitu sikap terbuka dan kritis terhadap pendapat orang lain serta tidak mudah mempercayai pernyataan yang tidak didukung dengan
42
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
hasil observasi empiris dan (5) menghargai sejarah sains dan penemuannya. Penggunaan multimedia dalam pembelajaran memberikan kontribusi yang positif pada retensi. Keunggulan multimedia dalam imagery tools dan penyedia iklim afektif untuk pembelajaran, membuat siswa mampu lebih lama menyimpan abstraksi konsep dalam struktur kognitifnya (Mulyasa, 2003). Multimedia yang berperan sebagai tutor mengurangi peran pengajar sebanyak 59,62%. Berkurangnya peran pengajar ini berkontribusi negatif terhadap pemahaman siswa, sehingga jumlah siswa yang tuntas belajar pada kelompok multimedia lebih sedikit (65,38%) dari pada kelompok non multimedia (80,77%). Peran komputer multimedia sebagai tutor hanya dipahami oleh 57,69% siswa, sedangkan sisanya masih membutuhkan pengajar sebagai tutor (Herlanti et al, 2007). De Porter mengungkapkan manusia dapat menyerap suatu materi sebanyak 50% dari apa yang didengar dan dilihat (audio visual), sedangkan dari yang dilihatnya hanya 30%, dari yang didengarnya hanya 20%, dan dari yang dibaca hanya 10%. Keunggulan lain multimedia adalah kemampuan layar komputer untuk menyajikan sebuah tampilan berupa teks nonsekuensial, nonlinear, dan multidimensional dengan percabangan tautan dan simpul secara interaktif (Herlanti et al., 2007). Sudrajat (2009), memberi batasan tentang media yang mengatakan bahwa media adalah semua bentuk perantara yang digunakan oleh manusia untuk menyampaikan atau menyebar ide, gagasan, atau pendapat sehingga semua guru harus memahami banyak tentang media pendidikan. Hamalik (1994), mengatakan bahwa setiap guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang media pendidikan yang meliputi : 43
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
1. Media sebagai alat komunikasi guna lebih mengefektifkan proses belajar mengajar . 2. Fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pendidikan 3. Tentang proses-proses belajar 4. Hubunngan antara metode mengajar dan media pendidikan 5. Nilai atau manfaat media pendidikan dalam pengajaran 6. Memilih dan menggunakan media pendidikan. 7. Berbagai jenis alat pendidikan dalam dunia pendidikan. 8. Media pendidikan dalam setiap mata pelajaran . 9. Usaha inovasi dalam media pendidikan,dan lain-lain. Begitu besarnya peranan dari sebuah media pada dunia pendidikan terutama dalam melakukan pembelajaran. Maka dalam pembelajaran seorang guru harus dapat memilih dan menentukan jenis media yang tepat yang akan digunakannya untuk setiap kompetensi dasar agar arus informasinya dapat mengalir dengan baik kepada peserta didik. Bagi sekolah tidak tersedia media belajar yang cukup menuntut kreativitas guru mencari dan menentukan jenis media yang akan digunakannya (Indrawati, 1999). Dari pernyataan ini sudah jelas sekali bahwa penggunaan media ini dihajatkan untuk mempercepat sampainya pesan pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan kepada peserta didik. Metode Penelitian Penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh pemberian perlakuan berupa pelaksanaan pembelajaran menggunakan media KIT Mekanika untuk meningkatkan prestasi belajar siswa. Disain penelitian yang digunakan berupa “desain pretest-posttest ” yang disajikan dalam bentuk bagan sebagai berikut : 44
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
Kelompok A1 B1
Pretest X1 X1
ISSN: 2086 - 4251
Perlakuan O1 O1
Post test X2 X2
Sample diambil secara klaster terhadap siswa kelas X SMA Negeri 5 Kota Bima sebanyak 2 (dua) kelas dari populasi 8 (delapan) kelas. Dimana 1 (satu) kelas unggulan dan 1 (satu) kelas reguler, selanjutnya kedua kelas yang dipilih dijadikan sebagai kelompok sampel A dan kelompok sampel B. kedua kelas diberikan perlakuan yang sama yaitu menggunakan KIT mekanika dalam pembelajarannya. Instrumen yang digunakan berupa: Tes hasil belajar kognitif, adalah tes tertulis yang diberikan kepada siswa dalam bentuk soal pilihan ganda untuk mengetahui kemampuan kognitif siswa Pengumpulan data dilakukan dengan memberikan tes awal dan tes akhir. tes awal dan tes akhir menggunakan instrumen yang sama. Pengujian hipotesa dilakukan dengan menggunakan t test (uji t). Analisis ini dibantu dengan menggunakan program analisis statistik SPSS 16.0 for windows, dilakukan dengan taraf signifikans 0,05. Hasil Penelitian Hasil Pretest dan Posttest Kelas Unggulan Pengujian pertama untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan media pembelajaran KIT IPA terhadap peningkatan prestasi belajar fisika pada pokok bahasan Gerak di kelas X SMAN 5 Kota Bima. Pengujian ini dilakukan dengan uji t. Setelah dilakukan analisis menggunakan SPSS 16.0 for Windows didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Uji t Pengaruh Penggunaan Media KIT Mekanika Terhadap Prestasi Belajar Siswa Unggulan (X1) Perlakuan N Mean Std. t hitung t tabel signifika KIT Deviasi nsi 45
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
Pretes Postes
35 35
11.40 16.80
1.77 2.10
ISSN: 2086 - 4251
19.60
1,69
0,05
Pada pengujian dua sampel dengan signifikan sebesar 0,05 dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa sebelum dengan sesudah menggunakan media KIT IPA dalam pembelajaran. Nilai thitung dapat dibandingkan dengan tabel. Untuk melihat harga tabel, maka didasarkan pada derajat kebebasan yang besarnya N-1 yaitu 35-1 = 34 dengan derajat kesalahan 5% dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji t didapat ttabel sebesar 1,69. dan t hitung sebesar 19,60 Karena t hitung 19,60 > t table 1,69 maka hipotesis diterima. Artinya ada perbedaan signifikan prestasi belajar siswa sebelum dengan sesudah menggunakan media KIT Mekanika dalam pembelajarannya. Hasil Pretest dan Posttest Kelas Reguler Untuk mengetahui adanya pengaruh penggunaan media pembelajaran KIT Mekanika terhadap peningkatan prestasi belajar fisika pada pokok bahasan Gerak di kelas X regular SMAN 5 Kota Bima. Pengujian ini dilakukan dengan uji t. Setelah dilakukan analisis menggunakan SPSS 16.0 for Windows didapatkan data seperti pada tabel di bawah ini Tabel 2. Uji t Pengaruh Penggunaan Media KIT Mekanika Terhadap Prestasi Belajar Siswa reguler (X2) signifikan Perlakuan N Mean Std. t t KIT Deviasi hitung tabel Pretes 35 11.00 1.66 15,45 1,69 0,05 Postes 35 15.37 2.07 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah 46
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
menggunakan media pembelajaran. Nilai thitung dapat dibandingkan dengan ttabel. Untuk melihat harga ttabel, maka didasarkan pada derajat kebebasan yang besarnya N-1 yaitu 35-1 = 34 dengan derajat kesalahan 5% dan pengujian dilakukan dengan menggunakan dua fihak didapat ttabel sebesar 1,69. Karena 15.45 > 2,04 maka hipotesis diterima. Artinya ada perbedaan signifikan prestasi belajar siswa sebelum dan sesudah menggunakan media KIT mekanika dalam pembelajarannya. Perbedaan Pengaruh Penggunaan Media KIT Mekanika pada Kelas Unggulan dan Kelas Reguler Terhadap Prestasi Belajar Data tabel satu dengan tabel dua diatas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan prestasi belajar antara kelas unggulan dengan kelas regular yang menggunakan media KIT mekanika dalam pembelajarannya. t hitung kelas unggulan sebesar 19,17 dan t hitung kelas regular sebesar 15,45. kedua data t hitung diatas memiliki perbedaan atau selisih sebesar 3,72 artinya bahwa prestasi yang dihasilkan kedua kelas tersebut sama-sama memiliki peningkatan, hanya saja kelas reguler lebih rendah dibanding kelas unggulan, dikarenakan kemampuan siswa yang berbeda dan motivasi berprestasi yang tidak lebih tinggi dari kelas unggulan. Pembahasan Prestasi belajar adalah hasil yang dicapai siswa setelah mempelajari materi pelajaran. Penggunaan media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan minat dan keinginan yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan dalam kegiatan belajar, bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pengajaran akan sangat membantu efektifitas proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat 47 Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
itu. Apalagi pola pendekatan dan tujuan laboratorium fisika sekarang beralih dari pembuktian teori atau konsep yang diajarkan menjadi life education bagi siswa yang merupakan penilaian psikomotoriknya untuk menemukan teori atau konsep fisika yang sudah ada. Hal ini menuntut para guru fisika membuat lembar kerja siswa yang dapat merangsang siswa untuk bekerja dan mencoba menemukan teori, konsep, dan rumus fisika sederhana. Penggunaan media KIT mekanika pada pembelajarn gerak dapat menumbuhkan pengetahuan secara konkrit artinya teori dalam pembelajaran matematika yang mereka terima dikelas dapat dibuktikan dengan melakukan percobaan dan eksperimen sehingga kemampuan mengingat materi pelajaran dengan melakukan percobaan dan eksperimen lebih baik dibandingkan hanya dengan melihat saja (Sardiman, 2001). Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa penggunaan media KIT IPA dapat meningkatkan prestasi yang lebih baik dibanding penggunaan media CD Pembelajaran dalam proses pembelajaran, namun secara umum bahwa penggunaan media apapun dalam proses pembelajaran dapat menumbuhkan minat dan motivasi serta meningkatkan prestasi belajar dibandingkan tidak menggunakan media. Kesimpulan Dari hasil dan pembahasan diatas dapat diimpulkan sebagai berikut : (1). Terdapat pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas unggulan yang menggunakan media KIT mekanika pada pembelajarannya, juga terdapat pengaruh yang signifikan terhadap prestasi belajar fisika siswa kelas reguler yang menggunakan media KIT mekanika pada pembelajarannya, prestasi belajar kelas unggulan lebih baik dibanding prestasi kelas regular. 48
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Daftar Pustaka Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Fisika untuk SLTA. Hamalik, O., 2001, Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Herlanti, Y., Setiawan, W, Rustaman, Y.N. 2007, Kontribusi Wacana Multimedia Terhadap Pemahaman Dan Retensi Siswa, (Studi Kasus pada Pembelajaran Hereditas di Kelas 3 MTs Cimahi) Jurnal Pendidikan IPA: METAMORFOSA VOL 2 NO 1, April 2007, h.29-38 Indrawati., 1999, Model-Model Pembelajaran IPA, Pusat Pengembangan Penataran Guru Ilmu Pengetahuan Alam, Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bandung. Mulyasa, E., 2003, Kurikulum Berbasis Kompetensi (Konsep, Karakteristik, Implementasi dan inovasi), Remaja Rosdakarya. Bandung. Sardiman, A.M., 2001. Interaksi dan Motivasi Balajar Mengajar. (Pedoman Bagi Guru dan Calon Guru), Penerbit Rajawali. Yakarta. Sudrajat, (2009), Media Pembelajaran, diakses dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/, tanggal 27 Mei 2009.
49
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika ISSN: 2086 - 4251 PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI STATISTIKA SISWA KELAS VII SMPN 3 KOTA BIMA
Oleh: B. Erdiansyah P. ST.M.Eng Abstrak : Jenis penelitian yang digunakan adalah Eksperimen yang melibatkan dua kelompok yang diberi perlakuan yang berbeda. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah VIIA dan VIIB sebagai kelas Eksperimen dan kelas Kontrol yang ditentukan melalui teknik cluster ramdom sampling. Kelas eksperimen pembelajarannya mengunakan pendekatan pembecahan masalah dan kelas kontrol pembelajarannya mengunakan model konvensional. Pengambilan data menggunakan instrument berupa tes hasil belajar berbentuk essay. Nilai rata-rata tes hasil belajar yang diajar dengan pendekatan pemecahan masalah adalah sebesar 82,86 dan ratarata tes hasil belajar yang diajar dengan model konvensional adalah sebesar 68,77 ( ). Kata Kunci : Pemecahan Masalah, Hasi belajar, Statistika
Pendahuluan Pendidikan merupakan bagian terpenting bagi kelangsungan peradaban manusia dimuka bumi ini. Kesadaran tentang hal inilah yang menyebabkan bangsa Indonesia menempatkan pendidikan sebagai suatu yang utama. Hal ini dapat terlihat di dalam sumber hukum bangsa Indonesia, yaitu UUD 1945 pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat mengamanatkan bahwa salah satu tujuan Nasional Negara Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. 50
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Keberhasilan proses belajar mengajar dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan sangat dipengaruhi oleh banyak factor. Tidak hanya guru dan murid yang berperan dalam keberhsilan pendidikan akan tetapi ketepatan dalam pemilihan metode tehnik, dan pendekatan pembelajaran menjadi aspek yang penting dalm menunjang keberhasilan pembelajaran. Ketepatan dalam pemilihan, metode merupakan kesesuaian antara karakteristik materi dan karakteristik siswa baik secara psikologis maupun jasmani dan untuk itu diperlukakejelian dan keterampilan seorang guru dalam mendiagnosa dan menentukan strategi serta metode yang akan diterapkan. Karena kesalahan dalam pemilihan metode pembelajaran akan mengakibatkan tidak maksimalnya pemahaman siswa yang berimbas pada tidak maksimalnya pencapaian tujuan. Pembelajaran matematika disekolah yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah menurut Supardi, dkk. (2008: 9-10) pendekatan pemecahan masalah adalah adalah penggunaan pendekatan dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih peserta didik menghadap berbagai masalah baik itu masalah pribadi atau perorangan maupun masalah kelompok untuk dipecahkan sendiri atau secara bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Pendekatan Pemecahan Masalah Pemecahan Masalah adalah suatu proses belajar mengajar yang berupa penghilangan perbedaan aau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dengan yang diinginkan, (pranata, 2005:3). Sejalan dengan pendapa tersebut prawiro (1986 : 36) mengatakan problem solbing adalah metode belajar dengan jalan menghadapkan siswa pada suatu masalah yang harus dipecahkan oleh siswa 51
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
sendiri dengan mengarahkan segala kemampuan yang ada pada diri siswa tersebut. Menurut Hudoyo (2007 : 26), dalam pengajaran matematika, bahwa masalah (soal) matematika dibedakan menjadi dua bagian yaitu : 1. Latihan yang diberikan pada waktu belajar matematika ynag bersifat latihan agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru diajarkan. 2. Masalah yang tidak seperti halnya latihan melainkan menghendaki siswa untuk menggunakan sintesa atau analisa. Untuk menyelesaikan suatu masalah, siswa tersebut harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya, yaitu mengenai pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman, tetapi dalam hal ini ia menggunakannya didalam situasi baru. Instrumen Penelitian Untuk memperoleh data hasil belajar matematika pada materi Statistika siswa kelas VII SMPN 3 Kota Bima, digunakan perangkat alat instrument yaitu tes hasil belajar yang diambil dari buku pegangan guru oleh peneliti dengan bimbingan dosen pembimbinng dan guru mata pelajaran disekolah yang berbetuk latihan Essay (uraian). Tes ini digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan siswa terhadap materi setelah belajar dalam jangka waktu tertentu. Bentuk tes yang digunakan adalah tes essay. Namun, sebelum tes hasil belajar itu dibuat, terlebih dahulu dibuatkan kisi-kisi agar masing-masing bagian dalam materi dapat terwakilkan secara proporsional dalam tes.
Hasil Tes Kelas Eksperimen Hasil tes yang diberikan kepada kelompok eksperimen yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah memiliki nilai terendah 70 dan nilai tertinggi 98. 52
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Untuk lebih jelasnya, data hasil tes kelompok eksperimen disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut : Tabel 1. hasil posttest kelas Ekperimen Statistik Kelompok eksperimen Banyak sampel 22 Nilai terendah 70 Nilai tertinggi 98 Nilai rata-rata 82,86 Simpangan baku 7,67 Variansi 53.54 Range 28 Berdasarkan data tabel 4.1, terlihat bahwa banyak sampel pada kelas ekperimen yaitu sebanyak 22 siswa. Nilai terendah hasil posttest kelas ekperimen yaitu 70 sedangkan nilai tertinggi yaitu 98. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata ( ) 82,86, simpangan baku (standard deviasi) sebesar 7,67, Variansi sebesar 62,44 dan Range 28. Bersadarkan nilai KKM pada tempat penelitian yaitu sebesar 75 untuk mata pelajaran matematika, sebanyak 20 siswa kelompok eksperimen mendapat nilai diatas KKM. Sedangkan siswa yang mendapat nilai dibawah KKM sebanyak 2 siswa. Jika skor variabel hasil belajar matematika siswa yang diberi perlakuan pengajaran dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dikelompokkan kedalam 5 kategori, maka diperoleh distribusi skor frekuensi dan persentase seperti yang di tunjukan pada tabel dibawah ini : Tabel 2. Distribusi dan presentase skor hasil belajar matematika kelas eksperimen. Skor Kategori Frekuensi persentase 0 -59 Sangat 0 0% rendah 53
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
60 -70 71-81 82-93 94-100
Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi Jumlah
ISSN: 2086 - 4251
2 8 10 2
9% 36% 45% 9%
22
99%
nilai kelas eksperimen 7 6 5 4 3 2 1 0
70 75 80 85 87 88 90 93 94 98 100
Gambar 1. Grafik nilai kelas eksperimen Hasil Tes Kelompok Kontrol Hasil tes yang diberikan kepada kelompok control yang menggunakan model konvensional memiliki nilai terendah adalah 60 dan nilai tertinggi adalah 85 untuk lebih jelasnya data hasil tes kelompok kontrol disajikan dalam bentuk tabel 4.3, sebagai berikut: Tabel 3. Hasil posttest kelas Kontrol Statistik Kelompok eksperimen Banyak sampel 22 Nilai terendah 60 Nilai tertinggi 85 54
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Nilai rata-rata 68,77 Simpangan baku 7,51 Variansi 41,99 Range 25 Berdasarkan tabel 4.3, terlihat bahwa banyak sampel pada kelompok kontrol yaitu sebanyak 22 siswa. Nilai terendah hasil posttest kelas kontrol yaitu 60 sedangkan nilai tertinggi yaitu 85 berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai rata-rata ( ) 68,77, simpangan baku sebesar 7,51, varians (S₂) sebesar 41,99, dan Range 25. Berdasarkan nilai KKM pada tempat penelitian yaitu 75 untuk mata pelajaran matematika, maka sebanyak 8 siswa kelompok kontrol mendapat nilai diatas KKM. Sedangkan siswa yang mendapat nilai dibawah KKM sebanyak 13 siswa. Persentase data hasil belajar siswa pada kelas kontrol dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4. Persentase data hasil belajar kelas kontrol Skor Kategori Frekuensi persentase 0 -59 Sangat 0 0% rendah 60 -70 rendah 13 59% 71-81 sedang 7 31% 82-93 tinggi 1 4% 94-100 Sangat 0 0% tinggi jumlah 22 94% Persentase skor hasil belajar matematika siswa yang diberi perlakuan pengajaran pendekatan pemecahan masalah dapat diamati dalam gambar histogram seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.2 dibawah ini :
55
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Gambar 5. Grafik nilai kelas control
Analisis Data (Uji Hipotesis) Setelah dilakukan uji persyarat analisis ternyata populasi berdistribusi normal dan homogeny. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis menggunakan uji t. pengujian hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui apakah rata-rata tes hasil belajar siswa pada materi Statistika kelompok Eksperimen yang menggunakan pendekatan pemecahan masalah lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata tes hasil belajar siswa pada kelompok kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional. Dengan kriteria pengujian yaitu maka H0 diterima H1 ditolak, sedangkan jika , maka H0 ditolak H1 diterima. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan uji-t untuk sampel yang homogen, maka diperoleh sebesar 16,97 dan derajat kebebasan (dk) = - 2 = 22 + 22 - 2 = 42, diperoleh = 1,68. (lampiran ) 56 Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Untuk lebih jelasnya, hasil perhitungan uji hipotesis disajikan pada tabel 4.7 berikut : Tabel 6. Hasil pengujian hipotesis dengan uji-t Kesimpulan 16,97 1,68 Berdasarkan tabel 4.8 terlihat bahwa
Tolak H0 lebih besar
dari (16,97 1,68), maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari pembelajaran matematika melalui pendekatan pemecahan masalah terhadap hasil belajar siswa pada materi Statistika siswa kelas VII SMPN 3 Kota Bima tahun pelajaran 2014/2015. Kesimpulan berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan “ terdapat pengaruh dari pembelajaran matematika melalui pendekatan pemecahan masalah terhadap hasil belajar siswa pada materi statistika siswa Kelas VII SMPN 3 Kota Bima tahun ajarana 2014/2015 Daftar Pustaka Abidin, Irham. 2006. Analisis Kesulitan Siswa Menyelesaikan Soal Teorema Pythagoras. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Abdurrahman, Mulyono. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkualitas Belajar. Jakarta Rineka Cipta. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian. Yogyakarta : Rineka Cipta ______ 2006. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi III. Jakarta: PT Rineka Cipta ______2007. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara Djamarah, Syiful Bahri dan Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta Depdiknas, 2006. Panduan pengembangan silabus mata pelajaran matematika Jakarta : depertemen pendidikan nasional 57
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014
Jurnal Pendidikan Matematika
ISSN: 2086 - 4251
Dahar, 1989. Strategi Pembelajaran. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hudoyo, Herman. 2001. Pengembangan Kurikulum Matematikadan Pelaksanaannya di Depan Kelas. Surabaya: Usaha Nasional, Irma. 2004. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali Pers. Mirnawati. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Ruseffendi, E. T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Potensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung: Tarsito Sugyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008, Cet. 6. Suherman, dkk. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
58
Volume 1 Nomor 1- Juni 2014