JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
SUSUNAN DEWAN REDAKSI Pelindung/Penasihat Penanggung Jawab Ketua Redaksi Wakil Ketua Redaksi Sekretaris Redaktur
: Dr. Jafar Sembiring, M.Ed.M : Rah Utami Nugrahani, S.Sos., MBA : Adi Bayu Mahadian, S.Sos., M.I.Kom : Syarif Maulana, S.IP., M.I.Kom : Catur Nugroho, S.Sos., M.I.Kom : Asaas Putera, S.Sos., M.I.Kom Ira Dwi Mayangsari, S.Sos., M.Si Idola Perdini Putri, S.Sos., M.Si Ratih Hasanah, S.Sos., M.Si Drs. Hadi Purnama, M.Si Reni Nuraeni, S.Sos., M.I.Kom Editor : Diah Agung Esfandari, B.A., M.Si Nofha Rina, S.Sos., M.Si Ruth Mei Ulina Malau, S.I.Kom., M.I.Kom Berlian Primadani.S.P, S.I.Kom,. M.Si Itca Istia Wahyuni.S.I.kom.MBA Administrasi/Sirkulasi : Mohamad Syahriar Sugandi, S.E., M.Si Creative/cover design : Fredy Yusanto, S.Sos., M.Ds Bendahara : Martha Tri Lestari, S.Sos., MM Alamat Redaksi & Tata Usaha :Telkom University, Jl. Telekomunikasi No.1 Ters. Buah Batu Bandung 40257.
[email protected]
________________________________________________________________________________ Redaksi menerima tulisan berupa karya tulis ilmiah yang belum pernah diterbitkan dalam media lain. Naskah dikirimkan tidak lebih dari 14 halaman. Naskah yang masuk akan dievaluasi dan disunting terlebih dahulu untuk keseragaman format penulisan. Naskah dapat dikirim melalui email melalui
[email protected], dengan subject surat “karya ilmiah”.
2
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
EKONOMI POLITIK TELEVISI LOKAL (Studi Kasus Kompas TV Kendari) Christiany Juditha Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Email :
[email protected]
ABSTRAK Kini industri penyiaran di Indonesia makin tidak terkendali, dengan banyaknya stasiun televisi yang berdiri. Hal ini menimbulkan persaingan ketat antar televisi dalam berbagai hal yang berimbas pada televisi-televisi lokal untuk bisa tetap eksis. Beberapa diantaranya memilih bergabung dengan televisi swasta nasional, diantaranya Kendari TV yang bergabung dengan Kompas TV. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang ekonomi politik (audiens, konten dan kapital) Kompas TV Kendari di tengah persaingan industri penyiaran. Metode penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa segmentasi audiens dan konten Kompas TV Kendari mengacu pada Kompas TV. Televisi lokal ini juga baru mampu memproduksi dua program berita berdurasi satu jam per hari. Potensi kapital Kompas TV Kendari relatif masih minim secara mandiri. Modal finansial untuk operasional siaran dan karyawan masih ditanggung pusat. Pemasukan iklan relatif masih sangat sedikit meski didukung oleh SDM yang cukup memadai. Ketersediaan infrastruktur penyiaran juga minim dan banyak yang rusak serta daya jangkau siaran yang terbatas menjadi kendala utama. Kondisi ini membuat Kompas TV Kendari belum mampu bersaing dengan televisi lokal lainnya di Kendari yang memiliki potensi kapital yang lebih baik. Kata Kunci : Ekonomi politik, Televisi lokal, Kompas TV Kendari.
3
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Pendahuluan Sejak reformasi bergulir tahun 1998, industri televisi di Indonesia juga mengalami perkembangan yang begitu pesat. Kondisi pertelevisian di negeri ini memasuki face yang baru. Hingga 1998 tercatat hanya 5 stasiun televisi yang ada yaitu RCTI, SCTV, TPI, ANTV dan Indosiar. Namun pasca reformasi hingga tahun 2002, semakin banyak stasiun televisi yang lahir, diantaranya Metro TV, Trans TV, Lativi, TV7 dan Global TV. Bahkan setelah 2002, pertumbuhan televisi makin tidak terbendungnya. Data dari KPI (Manan, 2013) mencatat jumlah televisi secara nasional hingga 2013 sebanyak 435, lebih banyak dari tahun 2011 yaitu sebanyak 421. Untuk televisi, yang terbanyak adalah stasiun TV swasta dibandingkan dengan TV publik, atau TV komunitas. Belum lagi maraknya televisi berlangganan yang hingga 2013 mencapai 175. Sejumlah kalangan menilai industri pertelevisian nasional saat ini tidak sehat. Kenyataan ini melahirkan persoalan-persoalan baru karena mau tidak mau dengan banyaknya televisi maka persaingan antar stasiun tv pun semakin ketat. Hal ini pula yang menumbuhkan kecemasan bagi tvtv lokal yang berada di daerah-daerah. Sebagai insdustri bisnis televisi lokal menghadapi tantangan yang tidak ringan. Biar bagaimana pun juga tv lokal tetap memerlukan penunjang lain agar siaran mereka masih bisa tetap eksis. Karena jika tidak maka lambat laun, televisi-televisi lokal akan mati. Apalagi saat ini penonjolan sisi pasar (modal, infrastruktur, marketing, segmentasi, rating serta kepuasan khalayak) memegang peran yang sangat penting dalam bisnis jasa penyiaran televisi di Indonesia. Karena itu tidak heran jika pelaku bisnis televisi berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan iklan yang banyak. Ini dikarenakan juga karena televisi merupakan bisnis yang mahal karena disamping membutuhkan modal investasi yang besar untuk infrastrukturnya juga untuk biaya operasinal dan produksi. Tidak dipungkiri belanja iklan untuk telivisi terus meningkat. Survey AN Nielsen (2014) menyebutkan bahwa untuk kuartal pertama tahun 2014 misalnya secara total mengalami pertumbuhan sebesar 15% dibandingkan dengan kuartal pertama tahun 2013, dari Rp23,3 Triliun menjadi Rp26,7 Triliun. Namun untuk perolehan iklan bagi tv lokal relatif sangat sedikit dibanding televisi swasta yang hanya berkisar 2,5% saja. Kondisi lain yang ikut menjadi masalah bagi televisi lokal adalah monopoli televisi yang dari sisi ekonomi hanya terpusat di Jakarta. Ditambah lagi menurunnya minat kearifan lokal karena semua tayangan yang hanya terpusat di Jakarta. Sehingga saat ini penonton di setiap daerah di luar
4
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Jakarta seolah tidak dapat memperoleh informasi yang relevan sesuai kebutuhan mereka di daerah dalam porsi besar. Setiap hari pula kita disuguhi sejumlah peristiwa besar yang terjadi di pusat (Jakarta) sehingga hal ini serta merta menutup porsi berita daerah. Sementara informasi yang menyangkut kepentingan publik di daerah luar Jakarta tidak akan menjadi informasi nasional, kecuali hal-hal yang bersifat sensasional dan dramatis (detik.com, 2010). Karena itulah TV lokal tetap harus bisa eksis agar pemenuhan informasi lokal juga dapat terpenuhi. Dan tetap harus mampu mengatasi persoalan menyangkut biaya produksi dan operasional lainnya. Disamping itu juga harus mampu berorientasi pada sebagai kepentingan khalayak, terutama dalam memenuhi hak publik untuk memeroleh keragaman informasi. Televisi lokal di Kendari yang pertama adalah Kendari TV. Diawal kelahirannya, televisi ini sangat diminati masyarakat kota Kendari. Namun tidak dipungkiri bahwa ketatnya persaingan antar stasiun televisi berimbas juga pada televisi lokal ini. Berasarkan latar belakang diatas, maka dianggap perlu untuk melakukan penelitian tentang ekonomi politik Kompas TV Kendari di tengah persaingan industri penyiaran. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana ekonomi politik Kompas TV Kendari di tengah persaingan industri penyiaran? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang ekonomi politik Kompas TV Kendari di tengah persaingan industri penyiaran.
Tinjauan Teori Berbicara tentang media massa termasuk di dalamnya adalah televisi secara market, maka yang dijual adalah informasi. Karena itu soal kepercayaan dari publik atau masyarakat sebagai penerima informasi atas media sebagai komunikator merupakan hal yang sangat penting. Bisnis media akan selalu berhubungan dengan tiga hal yaitu audiens, isi (konten) dan kapital (modal yang mencakup modal finansial, dana pemasukan iklan, sumber daya manusia, sarana teknologi dan fasilitas lainnya) Audiens yang dimaksud adalah target penonton televisi yang disasar untuk menyampaikan informasi (konten) sebuah pesan. Setelah ditetapkan audiens dan kontennya maka hal selanjutnya adalah cara membiaya program tersebut yang tentunya harus menghasilkan sebuah keuntungan. Teori yang tepat untuk membahas soal media secara bisnis adalah teori ekomoni politik. Pengertian ekonomi-politik dalam pandangan sempit menurut Mosco (2009), dapat diartikan
5
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
sebagai kajian tentang hubungan sosial, khususnya yang berhubungan dengan kekuasaan dalam bidang produksi, distribusi, dan konsumsi sumber daya dalam komunikasi. Teori ini dianggap selalu berfokus pada hubungan antara struktur ekonomi dan dinamika industri media dengan muatan (konten) ideologi media (McQuail, 2010). Littlejhon (1999), mengatakan bahwa ekonomi politik memandang isi media sebagai komoditi untuk dijual di pasar, dan informasi yang disebarkan dikendalikan oleh apa yang ada dipasaran. Sistem ini mengarah pada tindakan yang konservatif dan cenderung menghindari kerugian, yang membuat beberapa jenis programming tertentu dan beberapa media menjadi dominan sementara yang lainnya terbatas. Institusi media dipandang sebagai bagian dari dari sistem ekonomi, yang juga berkaitan erat dengan sistem politik. Karena itu, salah satu karakter industri media menurut McQuail adalah persoalan modal karena adanya persaingan dan orientasi keuntungan. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media (kapital) dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001). Menurut Murdock dan Golding efek kekuatan ekonomi tidak langsung secara acak, tetapi terus menerus. Pertimbangan untung rugi diwujudkan secara sistematis dengan memantapkan kedudukan kelompok-kelompok yang sudah mapan dalam pasar media massa besar dan mematikan kelompok-kelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan dan mematikan kelompokkelompok yang tidak memiliki modal dasar yang diperlukan untuk mampu bergerak. Oleh karena itu, pendapat yang dapat diterima berasal dari kelompok yang cenderung tidak melancarkan kritik terhadap distribusi kekayaan dan kekuasaan yang berlangsung. Sebaliknya, mereka yang cenderung menantang kondisi semacam itu tidak dapat mempublikasikan ketidakpuasan atau ketidaksetujuan mereka karena mereka tidak mampu menguasai sumber daya yang diperlukan untuk menciptakan komunikasi efektif terhadap khalayak luas (McQuail, 1987). Namun menurut Albarran, dkk (2006) media massa tetaplah bukan sekedar bisnis saja namun juga aspek kepentingan publik juga terkandung di dalamnya. Artinya bahwa audiens tetap memegang peranan penting sebagai target media. Croteau dan Hoynes (2006) mengemukakan bahwa dalam hal ini khalayak diberlakukan sebagai warga negara, bukan hanya sebagai konsumen semata.
6
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Mosco (2009) sendiri membagi ekonomi politik media menjadi 3 pintu masuk yaitu 1). Komodifikasi yaitu mengubah makna dari sistem fakta atau data yang merupakan pemanfaatan isi media dilihat dari kegunaannya sebagai komoditi yang dapat dipasarkan. 2) Spasialisasi yaitu proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasaan usaha seperti proses integrasi: integrasi horizontal, integrasi vertikal, dan internasionalisasi. Dan yang 3) Strukturasi yaitu proses penggabungan agensi manusia dengan proses perubahan sosial ke dalam analisis struktur-struktur. Dengan memberikan posisi-posisi jabatan struktur yang ada dalam kelompok tersebut, diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam setiap bidang yang telah diembannya. Pemaparan konsep dan teori diatas mengerucutkan pada kerangka konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut: EKONOMI POLITIK TV LOKAL
Audiens
EKSISTENSI TV LOKAL (KOMPAS TV KENDARI)
Konten Kapital
Gambar 1. Kerangka Konsep Kerangka konsep diatas menggambarkan bahwa dalam bisnis media tidak terlepas dari 3 hal penting yang dalam ekonomi politik ketiganya saling berhubungan erat yaitu audiens, konten (isi) dan kapital. Ketiganya ini ikut menentukan eksistensi sebuah televisi yang dalam penelitian ini adalah Kompas TV Kendari. Audiens yang dimaksud adalah target penonton televisi yang disasar oleh Kompas TV Kendari untuk menyampaikan informasi (konten) lokal sebuah pesan. Setelah ditetapkan audiens dan kontennya maka hal selanjutnya adalah cara membiaya program tersebut yang dapat menghasilkan sebuah keuntungan (kapital). Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Studi kasus mengasumsikan bahwa aktivitas sosial diciptakan melalui interaksi sosial, meskipun terletak dalam konteks tertentu dan sejarah, dan berusaha untuk mengidentifikasi dan menjelaskan
7
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
sebelum mencoba untuk menganalisis dan berteori. (Stark dan Torrance, 2006). Schramm mengatakan studi kasus menyoroti sutau keputusan atau seperangkat keputusan; mengapa keputusan itu diambil, bagaimana ia diterapkan, dan apa hasilnya (Yin, 2012) Objek dalam penelitian adalah televisi lokal yaitu Kompas TV Kendari. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdiri dari 3 bagian yang pertama adalah observasi, wawancara dan kajian pustaka. Observasi dilakukan langsung di lokasi objek penelitian, wawancara dilakukan kepada informan dalam hal ini penanggung jawab Kompas TV Kendari dan kajian pustaka adalah mengumpulkan data sekunder melalui ata pendukung baik yang dihimpun di lapangan, buku serta literatur lainnya dan media lainnya. Pengolahan dan analisis data dilakukan melalui beberapa tahap yaitu yang pertama melakukan pencatatan ulang hasil wawancara informan dalam bentuk transkrip data dan juga data sekunder yang kemudian diorganisir berdasarkan rumusan masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini. Kemudian data ini digeneralisasikan dan di deskripsikan dalam bentuk laporan penelitian. Penelitian ini juga menggunakan triangulasi sebagai teknik untuk mengecek keabsahan data dan juga untuk memperkaya data.
Hasil dan Pembahasan Kendari TV adalah satu-satunya stasiun televisi lokal yang beroperasi di Kendari, ibu kota provinsi Sulawesi Tenggara sejak 2003, dan merupakan televisi lokal pertama stasiun di Indonesia. Televisi ini dibentuk oleh LSM, Yayasan Yascita (Yayasan Yascita), sebuah LSM lingkungan yang sebelumnya telah mendirikan stasiun radio lokal “Radio Suara Alam” di Kendari (UNDP, 2009). Stasiun Kendari TV diresmikan pada 2003 oleh Gubernur Sulawesi Tenggara dengan saluran 32 UHF dan frekuensi Antenna PF 121.30 Mhz dengan jangkauan wilayah kota Kendari dan sekitarnya dengan kekuatan pemancar 2000 Watt. Kendari TV menjadi jaringan dari Kompas TV terhitung sejak 6 Januari 2014. Dan pada tanggal 1 Februari 2014, televisi lokal pertama di Kendari ini berganti nama menjadi Kompas TV Kendari. Adapun siaran mengudara Kompas TV Kendari mulai pukul 04.00 WIB hingga pukul 01.00 WIB.
Audiens Ardianto dan Erdinaya (2007:131) berpendapat bahwa komunikasi melalui media elektronik, khususnya televisi, faktor pemirsa perlu mendapat perhatian lebih. Karena itu komunikator perlu
8
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
memahami kebiasaan dan minat pemirsa baik yang termasuk kategori anak-anak, remaja, dewasa maupun orang-orang. Atau kebiasaan wanita bekerja dengan wanita sebagai ibu rumah tangga yang lebih banyak tinggal di rumah. Hal ini perlu, karena berkaitan dengan materi pesan dan penayangan. Kebiasaan dan minat tiap kategori kelompok pemirsa, biasanya dapat diketahui melalui hasil survey, baik yang dilakukan oleh stasiun televisi yang bersangkutan, maupun yang dilakukan oleh lembaga lain. Jadi, setiap acara yang ditayangkan benar-benar berdasarkan kebutuhan pemirsa, bukan acara yang dijejalkan begitu saja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak bergabung dengan Kompas TV, tentunya Kendari TV harus menyesuaikan diri dengan segmentasi yang telah ditetapkan oleh Kompas TV. Namun untuk audiens yang ada di kota Kendari, Kompas TV menjangkau segmentasi mulai dari usia anakanak, remaja hingga dewasa. Ini karena Kompas TV Kendari 90 persen lebih me-relay acara-acara dari stasiun pusat di Jakarta yang memang menyediakan program acara yang bersegmentasi mulai dari usia anak-anak hingga dewasa. Hal ini juga sesuai dengan keinginan Kompas TV sendiri dimana sengaja membidik segmen audiens yang berfokus ke segmen ekonomi sosial kelas A, B, dan C+. Dan Kompas TV masuk ke semua jalur televisi selain lewat TV-TV lokal, juga bisa disaksikan di TV berbayar seperti Aora TV dan Telkom Vision. Sedangkan tentang positioning dari Kompas TV sendiri, Kompas TV didesain sebagai stasiun TV umum, namun dengan sisi sajian berita yang cukup kuat. Karena itu, aspek news cukup kuat di Kompas TV, yakni sampai 30%. Sementara, 70% berupa knowledge dan entertainment. Tetapi, dalam sisi knowledge pun, aspek news cukup kuat, dan mencapai 30%–70% (Marketing, 2012). Meski telah bergabung dengan grup Kompas, Kompas TV Kendari tetap diharapkan bisa menyajikan konten-konten lokal yang memang dibutuhkan juga oleh masyarakat kota Kendari. Karena sewaktu masih menyandang nama Kendari TV, masyarakat lokal sangat menginginkan ada konten-konten lokal yang disiarkan. Apalagi, televisi lokal berperan penting penting dalam proses demokratisasi di tingkat lokal. Artinya bahwa audiens televisi mengharapkan dapat memperoleh informasi-informasi lokal seperti transparansi dan akuntabilitas pemerintah yang berguna untuk diketahui oleh masyarakat lokal yang memiliki kepentimgan langsung di dalamnya (UNDP, 2009). Seperti yang diungkapkan oleh Mosco (2009) bahwa salah satu pintu masuk ekonomi politik media adalah komodifikasi. Komodifikasi dipahami sebagai proses pertukaran dari nilai guna ke nilai tukar. Sedangkan Smythe mengemukakan bahwa khalayak atau audiens merupakan komoditas
9
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
utama dari media massa. Menurutnya, proses komodifikasi akan melibatkan hubungan timbal balik antara media, khalayak, dan pengiklan (Moseo, 1996). Dalam kaitan ini, khalayak dipandang sebagai pasar sekaligus komoditas. Menempatkan khalayak sebagai pasar sekaligus komoditas dalam industri media berimplikasi pada bentuk perlakuan terhadap khalayak dan seringkali dalam relasi seperti ini, khalayak lebih diperlakukan sebagai objek eksploitasi bagi kepentingan pasar yaitu media dan pengiklan. Komodifikasi audiens dalam industri media nantinya akan memengaruhi produk media itu sendiri dan berimplikasi pada sejauh mana para pengiklan berani mengeluarkan dana. Media saat ini telah menjadi industri kolosal yang sangat penting bagi perekonomian seperti halnya industri manufaktur. Posisi audiens pun menjadi sangat penting dan memiliki potensi finansial (ekonomi) yang besar. Sebagai audiens massa, tidak hanya menyimpan miliaran rupiah dalam kantung para pemilik media, tetapi juga secara tidak langsung membayar upah para pekerja dalam industri media dan para pengiklan. Relasi segitiga antara media, audiens, dan pengiklan nampaknya semakin tidak terelakkan dalam industri media (Syah, 2013). Karena itu sebagai TV lokal, Kompas TV Kendari juga ikut memperjuangkan bagaimana bisa memiliki potensi finansial dari sisi audiensinya. Meski harus diakui bahwa hal tersebut membutuhkan proses yang lama. Karena jika audiens dihubungkan dengan media dan pengiklan, maka diperlukan konten-konten yang dapat menarik perhatian audiens. Artinya jika program tersebut banyak ditonton audiens maka pengiklan pun rela memasang iklan atau bahkan membeli jam tayang tersebut. Namun kondisi televisi lokal termasuk Kompas TV Kendari untuk mendapatkan pengiklan di tingkat lokal hal tersebut masih sangat sulit. “Potensi untuk iklan lokal masih sangat kecil kecil hampir 99 persen belum ada kesadaran untuk beriklan. Orang lebih suka pengiklankan produk mereka dari mulut ke mulut. Dan boleh dikatakan mereka tidak membutuhkan itu iklan. Artinya kesadaran beriklan yang masih rendah”. (Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Kondisi ini juga dialami TV lokal lainnya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Rinowati (2012) berjudul “Eksistensi Televisi Lokal (Kasus: Eksistensi TVKU dalam Kompetisi Industri Penyiaran) menggambarkan hal tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagai TV lokal komersial TVKU masih merasakan beratnya persaingan/kompetisi dalam industri penyiaran televisi. sebagai entitas bisnis, TVKU masih dalam kondisi merugi. Hal ini disebabkan karena sulitnya akses iklan yang masih terpusat di Jakarta.
10
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Konten Kompas TV Kendari tidak bisa dipisahkan oleh Kompas TV yang berpusat di Jakarta. Kompas TV dalam websitenya (http://www.kompas.tv/front/profile/), menjelaskan bahwa sebagai sebuah perusahaan media, TV ini menyajikan konten yang inspiratif dan menghibur untuk keluarga Indonesia. Sesuai dengan visi misinya, Kompas TV mengemas program tayangan news, adventure, knowledge, dan entertainment yang mengedepankan kualitas. Konten program tayangan Kompas TV menekankan pada eksplorasi Indonesia baik kekayaan alam, khasanah budaya Indonesia hingga talenta berprestasi. Kompas TV sendiri tayang perdana 9 September 2011 di sepuluh kota di Indonesia yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Banjarmasin, dan Makassar. Kemudian jumlah kota tersebut bertambah terus termasuk di Kendari yang bergabung sejak Januari 2014. Dengan kerjasama operasi dan manajemen, Kompas TV memasok program tayangan hiburan dan berita pada stasiun televisi lokal di berbagai kota di Indonesia yang telah terlibat dalam proses kerja sama. Stasiun televisi lokal akan menayangkan 70% program tayangan produksi Kompas TV dan 30% program tayangan lokal. Dengan demikian, stasiun televisi lokal memiliki kualitas yang tidak kalah dengan stasiun televisi nasional, tentunya dengan keunggulan kearifan lokal daerah masing-masing. Berbicara tentang konten jatah konten lokal untuk TV lokal sebanyak 30%, program lokal Kompas TV Kendari baru semata program berita saja yaitu berjudul Kompas Sultra Pagi dan Kompas Sultra Petang. Artinya sewaktu penelitian ini dilakukan pemenuhan konten 30% oleh Kompas TV Kendari belum memenuhi. Sedangkan Program acara relay Kompas TV secara nasional terdiri dari Kompas Pagi, Sapa Pagi, Showcase, Kompas Siang, Wild Tales, Jalan Sesama, Science is Fun, Kompas 100, Ensiklopedia Anak Nusantara, Kompas Petang, Versus, Kelakar, Teroka, Mata Hati, Kompas Malam, Kompas Kita, Ala Ryan, Mitos, Kata Kita, Berbagi Sukses, Comic Action, Coffee Story, Berkas Kompas, Human Planet, Jalan Keluar, Api Kecil, Pelangi Indonesia, Fanatik, Hidden Paradise, Hidden Cities, Agung Podomoro Group dan Resep Rahasia (Wikipedia.org, 2014). Menurut Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil menjelaskan bahwa dari total siaran Kompas TV selama 22 jam relay, Kompas TV Kendari baru bisa mengisi 1 jam siaran berita sehingga baru mencapai. 4,5 persen.
11
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
“Sebenarnya kita diberikan jam tayang sebabanyak dua setengah jam, hanya saja kita masih rapatkan untuk mengisinya dengan program apa saja. Kemungkinan kita akan mengisinya dengan program religi pagi, seperti acara talkshow lokal. Namun program yang sudah berjalan sekarang adalah program berita, Sultra pagi setengah jam, Sultra Petang setengah jam.”(Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Masih terbatasnya produksi program konten lokal Kompas TV Kendari dikarenakan televisi ini baru saja bergabung dengan Kompas TV. Saat penelitian dilakukan, Kompas TV Kendari baru berdiri sekitar 6 bulan. “Kompas TV Kendari berubah kepemilikan tetapi bukan pada izinnya, hanya struktur manajemen dari Kendari TV menjadi Kompas TV. Nah karena mananajem baru berjalan 6 bulan, sehingga mungkin personil didalamnya baru dibagian produksi saja, konten yang lain belum. Mungkin baru satu orang penanggungjawab, kepala stasiun, yang lainnya dibagian produksi, sehingga mungkin itu yang belum tercapai maksimal program acara lokal mereka.”(Tamsis Gusman, Anggota KPID Sulawesi Tenggara, Bidang Pengawasan Isi Siaran). Kehadiran televisi lokal diindustri penyiaran membawa warna bagi pertelevisian Indonesia kini. Kebutuhan informasi lokal yang diinginkan masyarakat kemudian dipenuhi oleh televisi lokal. Televisi lokal diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi keberagaman konten lokal. Termasuk kehadiran TV lokal karena hasil berjejaring dengan televisi swasta nasional seperti Kompas TV Kendari. Sebelum bergabung dengan Kompas TV, Kendari TV memiliki beragam program acara lokal, selain memproduksi berita lokal, televisi ini juga memiliki program unggulan diantaranya diberi nama “Indra”. Program ini dirancang sebagai sarana untuk memfasilitasi pertukaran informasi antara penduduk lokal dan pemerintah daerah. Caranya, pemirsa televisi mengirimkan pesan teks atau mengunjungi stasiun untuk memberikan komentar atau mengajukan pertanyaan tentang berbagai isu-isu lokal yang menyangkut masyarakat lokal. Keluhan atau tanggapan ini kemudian akan direspon oleh pemerintah daerah yang terkait masalah yang dibahas. Program lain yang inovatif yang dihasilkan oleh Kendari TV adalah Kampung Kita. Program ini bertujuan untuk mengatasi masalah di tingkat desa, dan untuk memfasilitasi dialog langsung antara anggota masyarakat dan aparat desa setempat, anggota dewan serta pejabat pemerintah. “Kalau pengalaman kita Kendari TV dulu ada yang namanya program Indra. Indra itu sebenarnya konsepnya talkshow live begitu, jadi... kenapa kita kasih nama Indra, dulu kita istilahkan apa yang didengar, apa yang dilihat, apa yang dirasakan oleh masyarakat boleh langsung mengadu. Kemudian by phone dulu masyarakat bisa
12
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
menelpon dan kita tampung. Seminggu sekali kita evaluasi, tema apa yang paling sering diangkat yang paling hot issue, kita datangkan narasumber khusus untuk diakhir pekannya bahas itu.”(Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Kejayaan program acara yang ditayangkan oleh Kendari TV di masa lalu belum bisa dikembalikan pada masa sekarang. Karena masih dalam proses adaptasi bersama manajemen baru Kompas TV. Namun yang perlu digarisbawahi adalah konten televisi lokal bisa mendapat banyak apresiasi dari khalayak, jika program acara itu dapat memberikan keuntungan bagi penontonnya, dari sisi menghibur, mendapatkan informasi dan juga mendidik. Seperti fungsi media massa yang dikemukakan oleh Effendy bahwa media masa dapat sebagai penyebar informasi bagi pembaca, pendengar atau pemirsa. Berbagai informasi dibutuhkan oleh khalayak media massa yang bersangkutan sesuai dengan kepentingannya; media massa juga banyak menyajikan hal-hal yang sifatnya mendidik seperti melalui pengajaran nilai, etika, serta aturan-aturan yang berlaku kepada pemirsa, pendengar atau pembaca serta juga menghibur dan dapat memengaruhi khalayaknya baik yang bersifat pengetahuan, perasaan, maupun tingkah laku (Ardianto, 2007:18). Jika konten telah merebut hati khalayak maka, pengiklan pun rela membeli program tersebut karena dinilai menguntungkan. Namun jika ditinjau dari sisi politik ekonomi media bahwa isi media lebih ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar pengelolaan media. Faktor seperti pemilik media, modal, dan pendapatan media dianggap lebih menentukan bagaimana wujud isi media. Faktor-faktor inilah yang menentukan peristiwa apa saja yang bisa atau tidak bisa ditampilkan dalam pemberitaan, serta kearah mana kecenderungan pemberitaan sebuah media hendak diarahkan (Sudibyo, 2001:2). Dalam pendekatan politik ekonomi media, kepemilikan media mempunyai arti penting untuk melihat peran, ideologi, konten media dan efek yang ditimbulkan media kepada masyarakat. Hal ini dapat juga dilihat dari pengalaman Kendari TV yang memilih bergabung dengan Kompas TV. Secara ekonomi, lambat laun televisi lokal ini hampir ‘mati’ karena ketidaksanggupan menghidup diri sendiri. Kasus ini tidak semata terjadi pada Kendari TV, namun juga televisi-televisi lokal lainnya memilih berjejaring atau bergabung dengan televisi swasta nasional. Keuntungannya adalah sebagai ‘penyambung nyawa’ bagi televisi lokal. Dan bagi televisi swasta nasional sebagai pemenuhan amanat UU Penyiaran untuk melakukan jaringan stasiun lokal. Semua ini juga sebagai upaya melebarkan sayap hingga ke pelosok daerah, yang berujung pada keuntungan bisnis media juga. Seperti yang dikemukakan Moskow (2007) bahwa salah satu
13
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
pintu masuk ekonomi politik media adalah spasialisasi dimana proses untuk mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial oleh perusahaan media dalam bentuk perluasan usaha seperti proses integrasi. Apa yang dilakukan Kompas TV merupakan spasialisasi dengan melakukan jaringan dengan televisi lokal ataupun mengakusisinya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Putri (2011) dengan judul “Spasialisasi dan Konglomerasi Media (Analisis Deskriptif Ekonomi Politik Media pada Kelompok Kompas Gramedia)” memperkuat hal spasialisasi Kompas TV. Penelitian ini menyimpulkan bahwa Kelompok Kompas Gramedia (KKG) telah melakukan ekonomi politik media khususnya dalam ranah spasialisasi dan konglomerasi, terlihat pada level kepemilikan, produk media, konten media dan bentuk kepemilikan silang. Spasialisasi dan konglomerasi menyebabkan adanya dampak terhadap konten, sebab KKG menggunakan satu sumber untuk ketiga jenis medianya. KKG melakukan spasialisasi dan konglomerasi untuk memperluas jaringan dan memperluas khalayak. Memilih bergabung dengan Kompas TV, maka Kendari TV mau tidak mau menyesuaikan seluruh kontennya berdasarkan visi misi Kompas TV. Salah satu konsekuensinya adalah ketentuan me-relay 70 persen konten dari Kompas TV. Artinya hal ini tidak terlepas dari bisnis media dimana konten memegang peranan penting didalamnya.
Kapital Membahas soal kapital dari sudut pandang ekonomi politik media adalah menyangkut modal yang terdiri dari modal finansial, dana pemasukan iklan, sumber daya manusia, sarana teknologi dan fasilitas lainnya. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Golding dan Murdock bahwa salah satu karekteristik dari pendekatan ekonomi politik media adalah historis dimana mengaitkan posisi media dengan lingkungan global dan logika kapitalistik, dimana proses perubahan dan perkembangan konstelasi ekonomi merupakan hal terpenting (Sudibyo, 2000). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapital yang menyangkut modal finansial, Kompas TV Kendari yang dulunya adalah Kendari TV untuk saat ini sebagian pembiayaan bergantung dari Kompas TV Nasional. Sebelum bergabung dengan Kompas TV, Kendari TV sebagai televisi lokal banyak dibantu oleh NGO luar negeri dari segi pendanaan. Hanya saja sejak krisis ekonomi melanda eropa sekitar tahun 2008, banyak dari NGO ini ditutup dan tidak berjalan lagi. Otomatis bantuan pembiayaan pun berhenti. Lambat laun Kendari TV semakin kritis karena tidak memiliki biaya baik
14
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
untuk operasional maupun gaji karyawan. Kondisi ini pun memaksa Kendari TV untuk memilih bergabung dengan Kompas TV agar penyiaran masih bisa terus berlanjut. Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil mengungkapkan bahwa untuk gaji karyawan saat ini masih di-support oleh pusat. Karena target omset mereka belum mencukupi untuk membiayai seluruhnya. Namun Jamil mengatakan bahwa hal tersebut dicatat sebagai hutang. “Untuk omset mungkin sampai sekarang posisi 2 Agustus, seharusnya kalau target kita mencukupi, operasional kita bisa sediakan sendiri. Tapi posisi akhir agustus, target kita baru capai 22 persen. Otomatis gaji di-support dari sana. Jadi sistemnya saya ajukan budget bulan depan misalnya saya minta dulu berapa. Itu pencatatannya dan dianggap utang. Tapi memang otonom disini. Mengelolah omset, target pendapatan, cost, hanya kalau ada kekurangan ajukan keatas, dikasih pinjaman sementara. Artinya kalau omset sudah banyak, sudah jalan normal lancar target saya pikir nanti bisa dikembalikan. Seperti itu sistemnya.”(Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Kapital lainnya adalah dana pemasukan iklan. Sebagai televisi yang baru ‘lahir kembali’, Kompas TV masih berupayah mendapatkan iklan untuk mendukung operasional siaran. Namun diakui oleh Jamil bahwa pemasukan dari iklan lokal tetap ada namun masih sangat minim itupun dalam bentuk kerjasama liputan-liputan kegiatan pihak swasta maupun pemda. Apalagi potensi iklan lokal dari perusahaan-perusahan lokal juga masih sangat minim. Disamping itu, diakui Jamil bahwa persaingan antar media juga menjadi salah satu kendala televisi-televisi lokal dalam hal pemasukan iklan. “Masalahnya budget tetap, jumlah media yang mau dibagi bertambah terus. Dulu waktu kita masih sendiri, larinya ke kita semua, sekarang kan Pemda tidak mau kasih satu televisi saja jadi harus dibagi rata kepada Sindo, TVRI, Sultra, Kompas belum lagi media cetak, majalah, tabloid dan radio?” (Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Meski telah menggunakan label Kompas TV, namun ‘branding’ Kompas tidak serta merta memicu meningkatnya pemasukan iklan. Malah menurut Jamil, masyarakat masih terus mengenal Kendari TV dari pada Kompas TV Kendari. Salah satu penyebabnya karena belum lamanya Kendari TV bergabung dengan televisi nasional ini. Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan modal lainnya yang penting bagi media penyiaran termasuk televisi lokal. Hasil penelitian menyebutkan bahwa saat ini, Kompas TV Kendari memiliki 16 orang karyawan. Karena Kompas TV Kendari baru hanya mampu memproduksi program berita lokal saja, sehingga 16 karyawan ini dianggap sudah sangat memadai.
15
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
“Satu program berita berdurasi setengah jam, setengah jam itu paling maksimal berisi 10 berita dengan durasi masing-masing berita selama tiga menit sehingga totalnya 30 menit. Produksi berita masih bisa dikerjakan oleh 6 orang redaksi, 7 sama pimpinannya, 2 editor, 4 di lapangan. 4 kali... kalo targetnya 1 orang 3 berita saja sehari itu kan sudah 12. Sudah memenuhi konten.” (Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Namun diakui oleh Jamil bahwa SDM yang ada di Kompas TV Kendari belajar secara otodidak tentang peliputan media sejak belum bergabung dengan Kompas TV. Mereka juga sama sekali belum pernah mengikuti pelatihan secara resmi yang diadakan dari Kompas TV pusat. Sarana teknologi juga menjadi poin penting dari kapitalisme ekonomi politik media televisi lokal. Hasil penelitian menyebutkan bahwa Kompas TV Kendari masih menggunakan sarana teknologi infrastruktur lama milik Kendari TV. Diakui Jamil bahwa Kompas TV Kendari dari segi finansial, belum memiliki anggaran untuk meremajakan peralatan-peralatan penyiaran yang mereka miliki. Sejak berdiri tahun 2003 masih mengusung nama Kendari TV, hingga berjejaring dengan Kompas TV, peralatan penyiaran mereka belum satu pun yang diganti. Padahal salah satu modal utama agar penyiaran lokal dapat terlaksana dengan baik dan menghasikan program-program lokal yang bagus untuk ditonton adalah jika memiliki peralatan yang juga baik dan memenuhi syarat. “Kendala sih kita lebih ke peralatan, karena kan ini sejak bermitra sama Kompas diawal kan belum masuk ini peremajaan peralatan beberapa alat baru. Alat kita yang lama itu sudah ndak berbentuk lagilah, saling dikanibalkan bahkan, satu kamera dirakit untuk memperbaiki kamera yang lain, seperti itu. Kemudian jangkauan siar, transmitter UHF itu lokal, yang menjangkau normalnya sih 2 kilo meter, hanya sekarang lagi turun, output-nya hanya sekitar 700 meter tapi jangkauannya pun satu kota pun kadang-kadang ada yang blank spot dan ini banyak dikeluhkan oleh pemirsa.” (Supervisor Umum Kompas TV Kendari, Ahmad Jamil). Hasil penelitian diatas menyimpulkan bahwa audiens, konten dan kapital (modal finansial, dana pemasukan iklan, sumber daya manusia, serta sarana teknologi) tidak terlepas dari ekonomi politik media itu sendiri. Posisi media seperti televisi lokal juga tetap harus berorientasi pada kekuatan rejim pasar dan sekaligus sensitif pada dinamika pasar. Karena itu Garnham menyebutnya bahwa media harus selalu mampu menyajikan produk yang memiliki keunggulan pasar, yaitu pasar khalayak dan pasar industri periklanan (Barret, 1995). Karena dengan hal tersebut keuntungan terus dapat dikumpulkan. Sedangkan Smythe menyebutnya bahwa penekatan ekonomi memperlihatkan hubungan segitiga dalam produksi teks media antara media massa, khalayak, dan pembuat iklan. Dengan
16
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
demikian teks media yang berupa program dan acara yang diproduksi hanya untuk mendukung periklanan dan akumulasi modal. Artinya, produksi ideologi dikesampingkan dalam pendekatan (Barret, 1995). Hal ini juga nampak dalam hasil penelitian, dimana ada program-program acara seperti peliputan berita-berita dari instansi pemerintah yang dikerjakan oleh Kompas TV Kendari untuk mendapatkan pemasukan iklan. Dan hal ini mengesampingkan ideology televisi. Artinya yang penting mendapatkan keuntungan untuk mendukung operasional penyiaran. Schudson dilain pihak menyebutkan bahwa media secara umum menjelaskan realitas bahwa telah terjadi suatu konspirasi besar antara struktur modal dengan para pelaku media, sistem organisasi dan etikanya (Sudibyo, 2000). Jika diartikan secara ekstrim, maka telah terjadi persekongkolan kepentingan yang saling menguntungkan antara sistem nilai kapitalisme (struktur modal) dengan organisasi media atau sistem yang terkandung dalam profesionalitas profesi jurnalis. Hal inilah pula terlihat dari hasil penelitian, dimana tujuan akhir dari sebuah penggabungan televisi nasional swasta dengan televisi lokal, tentunya untuk mendapatkan keuntungan dan kelanggenangan penyiaran bagi televisi lokal. Apalagi menurut Griffin (2003) masa ini antara lain ditandai dengan menjadikan informasi sebagai komoditas, serta berpengaruhnya ekonomi dan pasar. Tidak dipungkiri bahwa televisi lokal yang ingin eksis harus tetap mementingkan tiga hal yang telah dibahas diatas yaitu audiens, konten dan kapital. Dimana ketiganya memiliki pertalian yang sangat erat satu sama lainnya dalam sebuah bisnis media. Namun beberapa hasil penelitian memang mengemukakan bahwa untuk tetap eksis, televisi lokal seperti Kompas TV Kendari memiliki banyak kendala, diantaranya masalah modal finansial, modal infrastruktur dan juga modal SDM. Padahal modal-modal ini sangat dibutuhkan dalam rangka menghasilkan konten-konten yang unggul dan bisa merebut pasar iklan. Sebuah penelitian yang dilakukan Sanusi dkk (2012) berjudul “Manajemen Media Televisi Fajar TV: Antara Bisnis dan Idealisme” dengan jelas menunjukkan hal tersebut. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa aktivitas manajemen media Fajar TV terkait isu-isu dorongan pasar, isu-isu kepentingan publik, dan isu-isu jurnalisme penyiaran televisi cenderung berorientasi pada kepentingan bisnis. Aktivitas-aktivitas yang cenderung mengarah pada kepentingan bisnis lebih merupakan sebuah pilihan kebijakan strategis manajemen Fajar TV untuk tetap eksis di industri penyiaran televisi di daerah Sulawesi Selatan.
17
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Artinya bahwa terkadang untuk dapat tetap eksis media lebih mementingkan aspek bisnis ketimbang memperhatikan kepentingan publik terhadap program-program acara. Tujuannya tidak lain adalah untuk melanggengkan bisnis media itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Sudibyo (2000) bahwa dari sisi pendekatan politik ekonomi isi media ditentukan oleh kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik di luar media. Faktor seperti pemilik media, modal, iklan, regulasi pemerintah lebih menentukan bagaimana isi media.
Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran tentang ekonomi politik Kompas TV Kendari di tengah persaingan industri penyiaran. Pendekatan ekonomi politik yang digunakan dalam penelitian mengacu pada tiga aspek yaitu audiens, konten dan kapital. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa sejak bergabung dengan Kompas TV menjadi Kompas TV Kendari harus menyesuaikan diri dengan segmentasi yang telah ditetapkan oleh Kompas TV mulai dari usia anakanak, remaja hingga dewasa. Sebagai televisi lokal, Kompas TV Kendari juga ikut memperjuangkan bagaimana bisa memiliki potensi finansial dari sisi audiensinya. Namun hal tersebut membutuhkan proses yang lama karena audiens di kota Kendari masih relatif kecil untuk dijadikan potensi ekonomi. Kompas TV Kendari juga memerlukan konten-konten yang dapat menarik perhatian audiens yang akan berujung pada pengiklan yang mau memasang iklan. Namun Kompas TV Kendari baru bisa memproduksi dua program berita yang berdurasi masing-masing 30 menit yaitu Kompas Sultra Pagi dan Kompas Sultra Petang. Sehingga masih sangat sulit mendapatkan pengiklan di tingkat lokal. Memilih bergabung dengan Kompas TV, maka Kendari TV mau tidak mau menyesuaikan seluruh kontennya berdasarkan visi misi Kompas TV. Salah satu konsekuensinya adalah ketentuan me-relay 70 persen konten dari Kompas TV. Hasil penelitian ini juga menyimpulkan bahwa potensi kapital (modal finansial, dan pemasukan iklan, sumber daya manusia, serta sarana teknologi) Kompas TV Kendari relatif masih minim secara mandiri. Untuk modal finansial untuk operasional siaran dan karyawan masih ditanggung secara menyeluruh oleh Kompas TV pusat. Pemasukan dari sektor iklan juga relatif masih sangat sedikit meski didukung oleh SDM yang cukup memadai. Namun disisi lain ketersediaan teknologi infrastruktur penyiaran yang belum diremajakan sejak mulai berdiri tahun 2003 dan telah banyak mengalami kerusakan serta daya jangkau siaran yangterbatas menjadi kendala utama
18
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
stasiun televisi ini. Kondisi ini pula yang menyebabkan untuk saat ini sebagai televisi lokal di Kendari yang berjejaring dengan Kompas TV, Kompas TV belum mampu bersaing dengan televisi-televisi lokal lainnya seperti Sindo TV, TVRI dan Sultra TV yang memiliki potensi kapital yang lebih baik. Penelitian ini juga merekomendasikan beberapa hal antara lain, televisi lokal di daerah seperti Kompas TV Kendari perlu menegaskan visi misinya untuk media penyiaran yang tetap bisa menjalankan
fungsingnya
sebagai
media
pendidikan,
hiburan
dan
informasi
dengan
mengedepankan kepentingan publik. Sebaiknya manajemen Kompas TV Kendari tidak terjebak oleh kondisi struktur pasar industri televisi yang cenderung terkonsentrasi dan sama, namun tetap harus menciptakan keragaman konten dengan menonjolkan konten-konten lokal. Disamping itu Kompas TV Kendari perlu memacu diri untuk selangkah lebih maju agar dapat bersaing minimal dengan sesame televisi lokal yang berada di kota Kendari.
19
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Daftar Pustaka Albarran, A. B., Chan-Olmsted, S. M., and Michael O. Wirth. 2006. Handbook of Media Management and Economics. New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates. Ardianto, Elvinaro dan Lukiati Komala Erdinaya. 2007. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Barret, Boyd. 1995. The Analysis of Media Occupations and Profesionals in Boyd Barret, Oliver, and Chris Newbold, Eds. Approaches to Media: Areader. New York. Croteau, David., and William, Hoynes. 2006. The Business of Media: Corporate Media and The Public Interest. Edisi ke-2. California: Pine Forge Press. Detik.com. 2010. Menanti Tumbuhnya Konten Lokal via TV Kabel. http://inet.detik.com/ read/2010/10/06/ 114148/1456810/398/ menanti-tumbuhnya-konten-lokal-via-tv-kabel, diakses 15 Januari 2014. Griffin, EM. 2003. A First Look At Communication Theory. 5th Edition. USA: Mc Grow Hill Companies. Kompas. 2011. Profile Kompas TV. http://www.kompas.tv/front/profile/ diakses 16 maret 2015. LittleJohn. 1999. Theories of Human Communication. United States of America: Wadsworth Publishing Company. Manan, Abdul. 2013. Pers Jakarta Laporan Situasi Kebebasan Pers, Bisnis Media,dan Kesejahteraan Jurnalis di Jakarta 2013. https://jurnalis.files.wordpress.com/2013/12/potret-pers-jakarta2013.pdf, diakses 12 Februari 2015. Marketing.co.id. 11 Oktober 2012. Strateginya Menggandeng TV-TV Lokal. www.marketing.co.id/strateginya-menggandeng-tv-tv-lokal-2, diakses 12 Maret 2015. McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga McQuail, Denis. 2010. McQuails Mass Communication Theory. Sixth Edition. Singapore: SAGE Publications Asia-Pacific Pte Ltd. Mosco, Vincent. 2009. The Political of Communication 2nd Edition. Thousand Oaks: Sage Publication Nielsen. 2011. Pertumbuhan Belanja Iklan Berjalan Perlahan. http://www.nielsen.com/id/en/pressroom/2014/nielsen-pertumbuhan-belanja-iklan-berjalan-perlahan.html, diakses 12 September 2014. Putri, Indha Novita. 2011. Spasialisasi Dan Konglomerasi Media (Analisis Deskriptif Ekonomi Politik Media pada Kelompok Kompas Gramedia). Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya. https://www.academia.edu/4134627/JURNAL_INDHA_NOVITA_0811223106, diakses 16Maret 2015. Rinowati N.A. 2012. Eksistensi Televisi Lokal (Kasus: Eksistensi TVKU dalam Kompetisi Industri Penyiaran) Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro. http://eprints. undip.ac.id/ 37198/, diakses 1 September 2014.
20
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Sanusi, Hartinah, Djabir Hamzah dan Andi Alimuddin Unde. Manajemen Media Televisi Fajar TV: Antara Bisnis dan Idealisme. Jurnal Unhas. http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/761a5107f7981abffa899b367302a8b1.pdf diakses 15 Maret 2015. Stark, S. & H. Torrance. 2005. Case Study. In B. Somekh & C. Lewin (eds.). Research Methods in the Social Sciences. 33-40. London: Sage Publication. Sudibyo, Agus. 2000. Absennya Kajian Ekonomi Politik Media di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 4, Nomor 2, Nopember 2000. Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LkiS Syah, Hakim. 2013. Komodifikasi Khalayak dalam Industri Media (Telaah Krilis atas Sistem Rating Media dan Implikasinya terhadap Public Sphere). https://fauziannor.files.wordpress.com/2013/03/03-komodifikasi-khalayak-dalam-industrimedia-hakim-syah.pdf., diakses 13 Maret 2015. UNDP Indonesia. 2009. Policy Issues Paper Keeping Local Government Honest Local Media’s Role in Ensuring Government Accountability. Jakarta: UNDP Indonesia. Wikipedia.org.http://id.wikipedia.org/wiki/SINDOtv, diakses 28 Agustus 2014. Yin, R. K. 2012. Studi Kasus. Jakarta: Rajawali Pers.
21
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
REPRESENTASI FEMINISME DALAM FILM INDONESIA (Analisis Semiotika Terkait Feminisme Pada Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita)
Sigit Surahman Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Serang Raya
ABSTRAK Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita menghadirkan representasi perempuan dalam konteks ke-Indonesia-an melalui tanda-tanda, konsep, pemikiran, dan bahasa tertentu. Representasi yang dimaksud tersebut dapat berupa penggambaran kekerasan fisik maupun psikis, subordinasi, beban kerja, kekuasaan, ataupun hakhak reproduksi perempuan. Metode Penelitian mengunakan model analisis semiotika Roland Barthes dan pendekatan paradigma konstruktivisme. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita setidaknya mengandung tiga poin temuan: (1) Aspek domestifikasi perempuan dan politik gender, yang mendorong untuk menempatkan kaum perempuan dalam posisi tradisional sebagai ibu rumah tangga, (2) aspek segresi, yakni menempatkan perempuan pada posisi yang lemah dalam hubungannya dengan laki-laki, (3) perempuan banyak mengalami kenyataan yang menempatkannya pada posisi subordinat. Kata Kunci : Representasi, Feminisme, Semiotika
22
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Latar Belakang Pada era modern seperti sekarang ini, perkembangan teknologi komunikasi seperti film, televisi, majalah, internet, dan sebagainya berdampak besar bagi kehidupan dan moral masyarakat termasuk kaum perempuan. Perempuan di kota besar atau biasa disebut dengan perempuan metropolitan terpengaruh dampak teknologi terutama yang bersangkutan dengan tren, baik tren pakaian, tren perhiasan, bahkan tren pergaulan. Perempuan metropolitan selalu berusaha untuk memperbaharui penampilan dan pergaulannya sesuai dengan tren yang sedang digemari walaupun hal tersebut menimbulkan dampak negatif bagi moral dan kehidupannya. Pengaruh budaya global ini mengakibatkan perubahan sosial budaya masyarakat, yaitu sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya dalam suatu masyarakat. Perubahan ini merupakan hal yang umum terjadi, seiring berkembangnya jaman dan sesuai dengan sifat dasar manusia yang selalu ingin berubah. Perubahan ini mencakup banyak aspek dari hidup manusia, termasuk perubahan peradaban dan gaya hidup. Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang merupakan ciri sebuah dunia modern, atau yang biasa juga disebut modernitas. Terpaan aneka ragam
budaya
mengakibatkan
berjamurnya
gaya
hidup
metropolis
yang
cenderung
mengedepankan kemewahan daripada kecerdasan dan nilai budaya lokal. Gaya hidup metropolis ini terutama berkembang pada kalangan muda yang tergolong labil, dan sangat mudah terpengaruh. Perubahan gaya hidup ini juga terlihat pada kaum perempuan. Salah satu hal menarik yang dilakukan oleh seorang Sutradara Robby Ertanto di tengah perkembangan media komunikasi, informasi, serta industri perfilman yang kian pesat adalah dengan menyajikan representasi dari realitas sosial ini melalui filmnya yang berjudul 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. Karya film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita adalah karya film yang awalnya merupakan sebuah karya film pendek yang diangkat ceritanya dari kisah nyata kemudian dibuat dalam bentuk panjang untuk layar lebar. Karya film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita menyajikan realitas sosial kaum perempuan melalui tujuh kisah dari tujuh orang wanita yang memiliki problematika kehidupannya masing-masing dan bagaimana cara mereka menghadapinya. Film ini menyajikan beragam permasalahan kaum perempuan saat ini, tapi tetap pada satu benang merah di dalamnya. Film yang berdurasi 01:36:38 detik ini dengan menggunakan lokasi atau latar utamanya di Rumah Sakit Fatmawati dan menggambarkan kaum perempuan dari berbagai karakter serta berbagai latar belakang sosial yang
23
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
berbeda. Kisah dalam film ini tertutur dengan apik dari kisah satu dengan kisah lainnya yang diawali dari kesamaan masalah rahim. Tidak bisa dipungkiri bahwa kehadiran dan keberadaan film di tengah-tengah masyarakat mempunyai makna yang unik diantara media komunikasi lainnya. Film selain dipandang sebagai media komunikasi yang efektif dalam penyebarluasan ide dan gagasan, film juga merupakan media ekspresi seni yang memberikan jalur pengungkapan kreatifitas, dan media budaya yang melukiskan atau merepresentasikan kehidupan manusia dan kepribadian suatu bangsa. Pengaruh dari kekuatan dan kemampuan film dalam menjangkau banyak segmen sosial masyarakat, membuat para sineas bisa semakin leluasa dalam mengeksplorasi keahliannya untuk mempengaruhi khalayak (Sobur,2009:127). Film sebagai wujud dari sebuah representasi realitas sosial masyarakat yang mencoba membentuk dan menghadirkan kembali realitas yang ada di masyarakat berdasarkan kode, simbol, konvensi, mitos, dan ideologi dari kebudayaan masyarakat tertentu. Maka film menjadi salah satu media massa yang sarat dengan simbol-simbol, tanda-tanda, ikon-ikon, dan cenderung menjadi sebuah sajian yang penuh tafsir. Ciri dari gambar-gambar dalam film adalah persamaannya atau representasi dari realitas yang ditunjukan melalui filmnya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya. Semiotika film tentunya berbeda dengan semiotika fotografi. Film merupakan teks yang memuat serangkaian citra fotografi yang mengakibatkan adanya ilusi gerak dan tindakan dalam kehidupan nyata. Keistimewaan film itu yang menjadi daya tarik langsung yang sangat besar, yang sulit ditafsirkan. Jelas bahwa topik pada film menjadi sangat pokok dalam semiotika media karena di dalam genre film terdapat signifikasi yang ditanggapi orang-orang. Semiotika pun digunakan untuk menganalisa media dan untuk mengetahui bahwa film merupakan fenomena komunikasi yang sarat akan tanda. Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita menyajikan konstruksi realitas sosial kaum perempuan dalam konteks ke-Indonesia-an melalui tanda-tanda, konsep, pemikiran, dan bahasa tertentu. Melihat kasus-kasus yang ditampilkan dan direpresentasikan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita di atas telah menempatkan posisi perempuan di tempat yang semakin terpojok. Terjadinya bias gender di dalamnya yang bisa diamati melalui bahasa, konteks, gambar, dan adegan. Representasi yang dimaksud tersebut dapat berupa penggambaran kekerasan fisik maupun psikis, subordinasi, beban kerja, kekuasaan, ataupun hak-hak reproduksi perempuan,
24
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Kerangka Pemikiran a. Teori Representasi Giles (1999:56-57) dalam buku Studying Culture: A Practical Introduction, terdapat tiga definisi dari kata “represent”’ yakni: To stand in for, To speak or act on behalf of, To re-present. Dalam praktiknya, ketiga makna dari representasi ini bisa menjadi saling tumpang tindih. Teori yang dikemukakan oleh Stuart Hall sangat membantu dalam memahami lebih lanjut mengenai apa makna dari representasi dan bagaimana caranya beroperasi dalam masyarakat budaya. Hall dalam bukunya Representation: Cultural Representation and Signifyig Practices “Representation connects meaning and language to culture…. Representation is an essential part of the process by which meaning is produced and exchanged between members of culture.1 Representasi secara singkat adalah salah satu cara untuk memproduksi makna. Representasi bekerja melalui sistem representasi yang terdiri dari dua komponen penting, yakni konsep dalam pikiran dan bahasa. Kedua komponen ini saling berkorelasi. Konsep dari sesuatu hal yang dimiliki dan ada dalam pikiran, membuat manusia atau seseorang mengetahui makna dari sesuatu hal tersebut. Namun, makna tidak akan dapat dikomunikasikan tanpa bahasa, sebagai contoh sederhana, konsep ‘gelas’ dan mengetahui maknanya. Maka seseorang tidak akan dapat mengkomunisikan makna dari ‘gelas’ (benda yang digunakan orang untuk tempat minum) jika seseorang tidak dapat mengungkapkannya dalam bahasa yang dapat dimengerti oleh orang lain. Teori representasi memakai pendekatan konstruksionis, yang berpendapat bahwa makna dikonstruksi melalui bahasa. Stuart Hall dalam artikelnya, “thigs dont’ mean: we construct meaning, using representational system-concept and signs.2 Oleh karena itu konsep dalam (pikiran) dan tanda (bahasa) menjadi bagian penting yang digunakan dalam proses konstruksi atau produksi makna. Representasi dapat disimpulkan sebagai suatu proses untuk memproduksi makna dari konsep yang ada dipikiran melalui bahasa. Proses produksi makna tersebut dimungkinkan dengan hadirnya sistem representasi. Namun, proses pemaknaan tersebut tergantung pada latar belakang pengetahuan dan pemahaman suatu kelompok sosial terhadap suatu tanda. Suatu kelompok harus memiliki pengalaman yang sama untuk dapat memaknai sesuatu dengan cara yang nyaris sama.
1 Stuart Hall. “The Work of Representation”. Representation: Cultural Representation and signifying Practices. Ed.
Stuart Hall. London. Sage Publication, 2003. Hal 17. 2 Ibid., Hal 25
25
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
b. Teori Feminisme Feminisme adalah sebuah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan pria. Feminisme berasal dari bahasa Latin, femina atau perempuan. Istilah ini mulai digunakan pada tahun 1890-an, mengacu pada teori kesetaraan laki-laki dan perempuan serta pergerakan untuk memperoleh hak-hak perempuan. Sekarang ini kepustakaan internasional mendefinisikannya sebagai pembedaan terhadap hak hak perempuan yang didasarkan pada kesetaraan perempuan dan laki laki (Tong, 1997: 30-32)3 Feminisme didefinisikan secara beragam, mulai dari pergerakan untuk menyelamatkan hakhak wanita sampai semua bentuk usaha penekanan. Para ahli suka membahas feminisme secara prural daripada secara singular. Para ahli feminisme memulainya dengan fokus pada gender dan mencari perbedaan antara seks – sebuah kategori biologis – dan gender – sebuah konstruksi sosial. Feminisme lebih dari sekedar menawarkan teori-teori yang memusatkan pada pengalaman wanita dan untuk membicarakan hubungan antara kategori-kategori gender dan sosial lainnya, termasuk ras, etnik, kelas, dan seksualitas (Littlejohn & Foss, 2011:72). Feminisme menurut Bhasin dan Khan (1995: 5) adalah sebuah kesadaran tentang ketidakadilan yang sistematis bagi perempuan dalam berbagai sektor kehidupan, serta tindakan sadar oleh perempuan maupun laki-laki untuk mengubah keadaan tersebut. Feminisme mengandung tiga konsep penting, yaitu: a. Feminisme adalah sebuah keyakinan bahwa tidak ada perbedaan seks, yaitu menentang adanya posisi hierarkis yang menyebabkan posisi superior dan inferior diantara jenis kelamin; b. Feminisme adalah sebuah pengakuan bahwa dalam masyarakat telah terjadi konstruksi sosial budaya yang merugikan perempuan; c. Feminisme menggugat perbedaan yang mencampuradukan seks dan gender sehingga perempuan dijadikan sebagai kelompok tersendiri dalam masyarakat.
c. Film Sebagai Konstruksi dan Representasi Sosial Kehadiran media massa tidak dapat dipandang dengan sebelah mata dalam proses pemberian makna terhadap realitas yang terjadi di sekitar kita, salah satunya melalui media film. Produk-produk media telah berhasil memberikan dan membentuk realitas lain yang dihadirkan di 3 Humm, Maggie. 2007, Hal 157-158. Feminist Criticism. Great Britain: The Harvester Press
26
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
masyarakat, yaitu realitas simbolik, yang celakanya, banyak diterima secara mentah-mentah oleh masyarakat sebagai bentuk kebenaran. Film selama ini dianggap lebih sebagai media hiburan ketimbang media persuasi. Namun yang jelas, film sebenarnya memiliki kekuatan bujukan atau persuasi yang sangat besar. Film merupakan salah satu saluran atau media komunikasi massa. Perkembangan film sebagai salah satu media komunikasi massa di Indonesia mengalami pasang surut yang cukup berarti, namun media film di Indonesia tercatat mampu memberikan efek yang signifikan dalam proses penyampaian pesan (Rivers & Peterson, 2008: 252). Film dianggap sebagai medium sempurna untuk merepresentasikan dan mengkonstruksi realitas kehidupan yang bebas dari konflik-konflik ideologis serta berperan serta dalam pelestarian budaya bangsa. Film menjadi alat presentasi dan distribusi dari tradisi hiburan yang lebih tua, menawarkan cerita, drama, humor, panggung, musik, dan trik teknis bagi konsumsi populer. Fenomena perkembangan film yang begitu cepat dan tak terprediksikan, membuat film kini disadari sebagai fenomena budaya yang progresif (McQuail, 2012:35). Sebagai media komunikasi massa, film menyajikan konstruksi dan representasi sosial yang ada di dalam masyarakat, film memiliki beberapa fungsi komunikasi diantaranya : pertama ; sebagai sarana hiburan, Kedua ; sebagai penerangan, Ketiga ; sebagai propaganda film mengarah pada sasaran utama untuk mempengaruhi khalayak atau penontonnya. Semua komunikasi yang sampai ke orang dewasa akan masuk ke situasi yang juga dialami oleh jutaan komunikasi sebelumnya, di mana kelompok rujukan siap menyeleksi dan kerangka pikir sudah terbentuk untuk menentukan penting tidaknya komunikasi itu. Karena itu komunikasi baru itu tidak akan menimbulkan goncangan, melainkan sekedar memunculkan sedikit riak perubahan yang prosesnya berjalaan lambat dan arahnya ditentukan oleh kepribadian kita sendiri (Wilbur Schramm dalam River dan Peterson, 2008 : 252) Metode Penelitian Model analisis semiotika yang digunakan peneliti untuk menganalisis film dalam penelitian ini adalah model analisis semiotika Roland Barthes. Penelitian ini mendiskripsikan representasi feminisme yang ada di dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita yang merupakan hasil konstruksi realitas yang diciptakan dalam bentuk simbol-simbol dan tanda-tanda oleh individu pembuatnya yang bersifat konotasi maupun denotasi. Semiotika adalah studi mengenai tanda (sign) dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana
27
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan, dan sebagainya yang berada di luar diri. Studi ini tidak saja memberikan jalan atau cara dalam mempelajari komunikasi tetapi juga memiliki efek besar pada setiap aspek (prespektif) yang digunakan dalam teori komunikasi (Morissan, 2013:32). Hasil Penelitian a. Sinopsis Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini menceritakan kehidupan tujuh orang wanita dengan berbagai latar belakang, masalah kehidupan dan percintaannya. Mulai dari hamil di luar nikah, pekerjaan sebagai pramuria, perselingkuhan, hingga menderita kelainan seksual. Permasalahan perempuan dalam film ini sangatlah kompleks dan digambarkan dengan berbagai karakter yang berbeda melalui masing-masing pemerannya. Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita berporos di Rumah Sakit Fatmawati dan menggambarkan kaum perempuan dari berbagai karakter dan latar belakang sosial. Film ini mengambil angle dari sebuah kesibukan rutin yang harus dijalani seorang dokter kandungan bernama dokter Kartini. Setiap hari, ia melakukan pemeriksaan kandungan dan masalah kewanitaan terhadap beragam sosok perempuan yang datang kepadanya. Tidak cuma itu, dokter Kartini juga sering terlibat dalam perbincangan yang bermuara pada latar belakang dari pengalaman yang dihadapi pasien-pasiennya. Meskipun kisah cinta tujuh orang ini berbeda-beda, namun klimaks film ini justru mempertemukan kesemuanya. Ruang asmara pun akhirnya berlaku pada dokter Kartini. Sebuah peristiwa tidak sengaja, mengantarkan dokter Kartini bertemu dengan mantan pacarnya ketika masih muda, yang tidak lain adalah ayah dari dokter Rohana. Sebuah luka asmara di masa lalunya pun akhirnya terkuak. Di akhir cerita semua kisah bertumpah ruah di Rumah Sakit Fatmawati yang menjadi latar cerita dalam film ini. Lili meninggal karena pendarahaan akibat perlakuan suaminya. Lastri, Ningsih, dan Hadi yang dipertemukan dalam satu scene yang menggambarkan pertengkaran Lastri dan Ningsih.
28
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
b. Analisis Teks Scene Per Tokoh Dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Scene Dokter Kartini (Pembela Hak Perempuan)
Gambar 4.1. Scene 38 dan 41 Tokoh dr Kartini dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Dokter Kartini merepresentasikan seseorang yang memiliki prinsip feminis radikal dan menganggap perempuan sebagai kaumnya, kaum yang selalu tertindas oleh dominasi kaum lakilaki. Dokter Kartini terus memperjuangkan hak-hak perempuan yang selama ini ia temui sebagai pasiennya berada pada posisi yang tertindas dan lemah dihadapan kaum laki-laki. Sampai-sampai dokter Kartini tidak memperhatikan kehidupan pribadinya. Scene 38 adegan dokter Kartini dan dokter Anton sedang berbincang di ruang praktik dokter Kartini. Dokter Kartini tampak sedang mengungkapkan keresahan isi hatinya kepada dokter Anton mengenai pandangannya tentang perempuan. Dari dialog yang terbangun diantaranya menandakan kelelahan dokter Kartini yang selama ini selalu memperjuangkan hak kaumnya. Dia merasa percuma karena yang menimpa kaumnya bukan hanya semata disebabkan oleh kaum laki-laki, tetapi perempuan sendiri yang terkadang mengatasnamakan cinta hingga rela diperlakukan tidak semestinya. Dokter Kartini sendiri yang tadinya adalah dokter yang energik, pemberani, dan agresif tiba-tiba menjadi lemah. Penanda itu diperkuat dengan pencahayaan tidak terlalu terang yang membungkus suasana di ruang praktik dokter Kartini, selain itu penanda juga ditegaskan dengan warna merah baju dokter kartini yang menjadi tenggelam dalam hening ruang praktik itu. Scene 41 merupakan adegan di mana dokter Kartini hanya berdiri terdiam, terpaku melihat apa yang dilakukan oleh dokter Rohana yang bersedia mengoperasi sesar pasien yang belum waktunya melahirkan. Dokter Kartini melihat kejadian itu dan hanya berkata dalam hati “apakah ini yang dinamakan emansipasi wanita ataukah ini emansipasi pria”, kata-kata ini menandakan bagaimana bentuk ketidakpercayaan dokter Kartini atas apa yang dia saksikan dengan mata kepalanya sendiri. Ada keterbalikan pola pemikiran perempuan saat ini seperti apa yang telah dilakukan dokter Rohana. Seolah logika berfikir sudah terbalik. Penanda adegan pada scene ini diperkuat dengan pengambilan gambar long shot memperlihatkan lorong jalan rumah sakit yang
29
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
panjang yang diinterpretasikan panjangnya perjalanan dan perjuangan dokter Kartini dalam membela hak-hak kaum perempuan. Kemudian pengambilan gambar dokter Kartini dari full shot dan zoom in hingga close up wajah dokter Kartini menunjukkan ekspresi yang menggambarkan ini semua sudah diluar nalar etika profesi dokter.
Scene Lilly (Korban KDRT)
Gambar 4.3. Scene 7 dan 83 Tokoh Lili dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Scene 7 dimulai dengan adegan Rendi menggeram sambil memperagakan seperti wanita hamil yang kemudian melemparkan bantal yang digunakan untuk meniru layaknya wanita hamil ke arah Lili yang diikatnya di atas meja makan. Adegan intim antara Lili dengan Rendi yang disertai dengan kekerasan, di mana Rendi selalu melampiaskan hasratnya dengan cara yang kasar kepada Lili. Adegan ini menandakan Lili tidak kuasa untuk melawan kebrutalan atau kekerasan yang dilakukan Rendi, sehingga mengakibatkan Lili selalu mendapatkan luka lebam di wajah dan tubuhnya. Adegan pemukulan, penyiraman air ke wajah Lili, dengan posisi Rendi di atas Lili. Rendi menginginkan Lili yang melayaninya bukan Rendi yang melayani Lili. Didukung dengan pengambilan gambar full shot menunjukkan keseluruhan adegan, kemudian sudut pengambilan low angle dan pencahayaan yang redup semakin melengkapi penanda dalam merepresentasikan Lili sebagai perempuan yang lemah, tidak berdaya, dan tertindas. Scene 83 dimulai dengan adegan Rendi mencekik leher Lili di sudut ruang. Adegan ini menggambarkan bentuk kekerasan seksual yang dilakukan oleh Rendi terhadap Lili. Dalam hal ini kekerasan seksual adalah tiap-tiap perbuatan yang mencakup pelecehan seksual seperti memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual tanpa persetujuan istri atau disaat istri tidak menghendaki dan atau melakukan hubungan seksual dengan cara-cara yang tidak wajar atau tidak disukai atau bahkan menjauhkannya dari kebutuhan seksual sang istri. Lili hanya bisa meronta sampai pada akhirnya Lili mengalami pendarahan, keguguran, hingga meninggal dunia. Dengan pengambilan
30
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
gambar medium shot dan sudut pengambilan gambar high angle. Tipe pengambilan medium shot menguatkan penanda adanya kedekatan antara kejadian itu dan masyarakat pemirsa pada umumnya. Sedangkan sudut pengambilan gambar dari atas atau high angle merepresentasikan Lili sebagai perempuan yang tertindas, lemah, tak berdaya, dan ini menggambarkan Lili termasuk dalam golongan feminisme radikal. Scene Rara (Remaja dengan Gaya Pergaulan Bebas)
Gambar 4.5. Scene 29 dan 90 Tokoh Rara dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Rara merepresentasikan perempuan yang masih polos dan kekanak-kanakan yang tidak tahu harus bagaimana menyikapi masalah hidupnya yang sedang dihadapi. Rara menjadi remaja yang terpengaruh dengan pergaulan bebas dan pada akhirnya hamil oleh Acin yang tidak mau bertanggungjawab. Scene 29 dibuka dengan adegan Rara berkonsultasi dengan dokter Kartini. Dengan kepolosannya Rara menyampaikan keluhannya kepada dokter Kartini yang menyatakan Rara terlambat datang bulan selama 2 (dua) minggu, Rara pun menarik kesimpulan sendiri dengan mengatakan “mungkin saya hamil”. Adegan ini menandakan bagaimana kepolosan dan keluguan Rara. Kemudian dokter Kartini menanyakan kepada Rara, apakah sudah pernah melakukan hubungan intim?. Rarapun langsung menjawabnya dengan lugas dan ia melanjutkan dengan cerita bagaimana awal kejadian saat Rara dan Acin melakukan hubungan intim. Ekspresi wajah Rara saat bercerita dengan lugas ini semakin menguatkan penanda kepolosan dan keluguan Rara. Dokter Kartini hanya memberikan pesan kepada Rara “seharusnya kamu bisa menjaga hargadiri kamu sendiri”. Penanda pada adegan ini diperkuat dengan pengambilan gambar close up ekspresi Rara yang tidak menunjukkan rasa penyesalan dan justru malah merasakan keenakan saat melakukannya. Scene 90 adegan suasana malam hari di dalam sebuah angkutan umum terlihat Rara bersama Ratna. Rara tertunduk menangis tersedu-sedu tanpa bisa berbicara apapun dan hanya
31
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
sesekali menatap wajah Ratna. Sikap Rara yang hanya diam menggambarkan penyesalan Rara atas apa yang telah ia lakukan dengan Acin hingga berakibat kehamilan. Ratna berulangkali mengoyak tubuh Rara sambil memanggil namanya, akan tetapi Rara tetap terdiam membisu dan menangis. Rara menunduk melihat ke arah perutnya, adegan ini menandakan kalau Rara tengah hamil. Seketika Ratna menyadari hal itu dan Ratna langsung mengetahui kalau Rara hamil. Sontak pada saat itu emosi Ratna langsung meluap kemarahannya semakin menjadi sampai-sampai mengucapkan “besok tak potong alat kelaminnya..sumpah!!”. Keseluruhan penanda pada adegan ini diperkuat dengan pencahayaan redup yang menggambarkan kesuramaan dan kelemahan posisi perempuan yang selalu dilecehkan. Selain dari pencahayaan juga didukung dengan pengambilan gambar close up ekspresi Rara maupun Ratna yang memperkuat penanda untuk merepresentasikan ketertindasan dan kelemahan perempuan. Dalam kaitannya dengan feminisme, maka berdasarkan hasil deskripsi dari tokoh Rara ini termasuk dalam golongan feminisme liberal. Di mana Rara menjadi perempuan subordinasi dari kaum lelaki.
Scene Ratna (Buruh Konveksi yang Tegar)
Gambar 4.7. Scene 78 dan 106 Tokoh Ratna dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Ratna merepresentasikan seorang perempuan yang sholehah, tegar, kuat, dan tabah dalam menghadapi segala cobaan hidup yang dialaminya. Dalam kelompok teori feminism, maka Ratna termasuk ke dalam kelompok atau aliran radikal. Di mana Ratna dalam menghadapi setiap permasalahan hidupnya selalu tegas dan tidak pernah mau dianggap tidak berdaya. Scene 78 dibuka dengan pertengkaran antara Ratna dan Marwan, kemarahan Ratna disebabkan karena tanpa sepengetahuannya Marwan telah memiliki anak dengan wanita lain. Ratna mengutarakan lebih baik hidup sendiri ketimbang dimadu. Ratna menerima kondratnya sebagai wanita, dan menerima posisinya yang harus menanggung biaya hidup keluarga, akan tetapi yang tidak bisa diterima Ratna adalah poligami yang dilakukan Marwan. Adegan ini menandakan pada awalnya Ratna adalah sosok wanita yang sabar setelah lima tahun menjalani berumah tangga baru
32
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
akan dikarunia seorang anak. Ratna membantu suami memenuhi kebutuhan rumah tangga dengan menjadi penjahit. Scene 106 diawali dengan adegan Ratna mengalami kontraksi di ruang praktik dokter Kartini. Sontak dokter Kartini dengan sigap langsung memberikan pertolongan kepada Ratna memindahkan ke ruang bersalin menggunakan kuursi roda dibantu oleh perawat. Setelah sekian lama berjuang akhirnya lahirlah bayi mungil berjenis kelamin wanita dengan selamat. Adegan ini menandakan bagaimana beratnya perjaungan Ratna seorang diri dalam menghadapi hidupnya untuk tetap bisa bertahan demi kehidupan masa depan anaknya yang baru dilahirkan. Pengambilan gambar dari sudut atas atau high angle menandakan pada saat itu Ratna dalam posisi yang lemah dan terpuruk, sementara di sisi lain dia harus berjuang untuk kehidupan calon anak yang akan dilahirkan. Proses persalinan yang tidak sebentar menandakan perjalanan hidup Ratna yang tidak singkat dan tidak mudah untuk mendapatkan keturunan harus menunggu dan bersabar selama lima tahun. Sedangkan bayi perempuan mungil yang baru lahir menandakan kehidupan baru yang akan lebih baik. Scene Yanti (Pekerja Seks Komersial)
Gambar 4.9. Scene 23 dan 96 Tokoh Yanti dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Yanti merepresentasikan perempuan yang dikuasai oleh kaum laki-laki akan tetapi berusaha dengan kuat ingin melepaskan diri dari penguasaan laki-laki. Sampai pada akhirnya Yanti memilih menjadi seorang wanita tuna susila/pramuria atau pegawai seks komersial (PSK). Scene 23 diawali dengan adegan dokter Kartini menanyakan berapa banyak setiap malamnya yang jadi pelanggan Yanti. Dengan pengambilan gambar medium close up dimaksudkan untuk memperjelas ekspresi dokter Kartini yang heran terhadap Yanti karena dalam satu malam bisa melayani 3 (tiga) hingga 4 (empat) pelanggan dan kesemuanya melakukan hubungan seks. Kemudian shot medium close up Yanti ketika menjawab pertanyaan-pertanyaan dokter Kartini semakin menegaskan penggambaran bagaimana Yanti tidak menyesal dan tidak merasa bersalah melakukan pekerjaan itu. Di sisi lain ekspresi Bambang yang hanya bisa bengong menyaksikan itu
33
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
semua tentang apa yang dia liat dan dia lakukan setiap malamnya selalu menawarkan Yanti kepada setiap pelanggan-pelanggannya. Ekspresi Bambang juga diambil dengan medium close up dan itu semakin mempertegas penanda yang menggambarkan ketidakberdayaan Bambang untuk mencegah dan mengakhiri apa yang mereka lakukan. Kemudian diikuti dengan adegan dokter Kartini, Yanti dan Bambang yang diambil gambarnya dengan sudut luas yang menunjukkan keterlibatan dan kedekatan diantara dokter dan pasiennya. Kata-kata “kalian berdua memang gila” yang diucapkan dokter Kartini menggambarkan ketidakpercayaan dokter Kartini dengan apa yang dilakukan oleh kaumnya. Sesaat setelah itu dokter Kartini menunjukkan dan memberikan sebuah amplop yang isinya adalah hasil tes kesehatan Yanti. Sekejap ekspresi yanti terlihat pucat dan tidak mengucap sepatah katapun. Dengan pengambilan gambar close up wajah Yanti turut memperkuat penanda yang menggambarkan ketakutan dan ketidakpercayaan akan hasil tes yang menunjukkan Yanti mengidap kanker rahim stadium awal. Melihat ekspresi Yanti, dokter Kartini menghampiri Yanti dan memegang punggung Yanti sambil mengucapkan “pelacur bukan berarti melacur” kata-kata ini menggambarkan bagaimana besarnya bentuk kepedulian dokter Kartini terhadap Yanti. Dokter Kartini kemudian menguatkan semangat Yanti dengan menambahkan katakata “masih ada harapan”, kata-kata ini semakin menguatkan penanda yang menunjukkan kepedulian dokter Kartini terhadap kaum perempuan. Pada akhir scene diperlihatkan shot Bambang yang duduk di samping Yanti hanya bisa mengelus punggung Yanti, Ekspresi Bambang yang diambil dengan close up menggambarkan kepedulian dan keprihatinan Bambang terhadap Yanti. Scene 96 dengan setting background gedung bertingkat dan gemerlap lampu kota diawali dengan percakapan antara Yanti dan Bambang dipinggiran jalan kota metropolitan. Suasana sekitar yang terlihat ramai dan lampu-lapmu kota menghiasi suasana malam menambahkan kuatnya penanda yang merepresentasikan suasana kehidupan yang tak pernah surut oleh bergulirnya waktu. Ditengah-tengah perdebatan antara Bambang dan Yanti terlontar ucapan kata-kata dari Yanti “Gue nggak mungkin gini terus bang”, ucapan Yanti ini menandakan bahwa sebenarnya Yanti sendiri sudah bosan dengan pekerjaannya sebagai pelacur/pramuria. Selain itu hal ini juga menggambarkan ketakutan dan keputusasaan Yanti akan penyakit kanker rahim yang dideritanya sangat mungkin akan semakin parah jika terus menjadi pelacur/pramuria. Kemudian dari Bambang terucap juga kata-kata “Yang Loe tau cuma ngangkang”, kata-kata ini seolah menguatkan penanda bahwa perempuan hanya menjadi objek yang tidak bisa melakukan
34
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
apa-apa, sebagai pelampiasan nafsu, pemuas dan pemanis saja oleh kaum laki-laki. Hal ini juga merupakan penanda yang kemudian diinterpretasikan bahwa seorang pramuria merupakan budak seks yang tidak akan mungkin bisa kembali ke kehidupan yang lebih baik. Selain itu terucap juga kata-kata dari Yanti kepada Bambang “Asal Lu tau ya, Gue pernah kok kerja kantoran. Tapi asal Lu tau juga ya.. Bos gue, ternyata lebih suka liat gue tiduran daripada gue kerja beneran, makanya gue berhenti”. Terlihat dari kata-kata tersebut menguatkan penanda kekesalan dan kekecewaan Yanti terhadap laki-laki yang selama ini banyak yang melecehkannya. Pengambilan gambar dari sudut luas atau full shot kemudian zoom in close up Yanti dan Bambang, turut menguatkan penanda yang semakin menjelaskan penggambaran kedekatan antara kejadian yang ada dalam film dan di dunia nyata. Berdasarkan uraian analisis scene 23 dan scene 96 ini, maka Yanti tergolong dalam kelompok feminisme postmodernis. Scene Lastri (Penghobi Masak)
Gambar 4.11. Scene 33 dan 104 Tokoh Lastri dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Scene 33 diawali dengan adegan yang menceritakan sepasang suami istri yaitu Lastri dan Hadi. Pasangan suami istri ini merupakan pasangan yang harmonis, dimana mereka saling mencintai, menyayangi, dan menghargai satu sama lain. Lastri yang gemar memasak selalu menyiapkan masakan untuk Hadi. Terdapat adegan di mana suasana sore hari di rumah Lastri, terlihat dari teras Hadi memanggil-manggil Lastri, sementara itu di dapur tampak terlihat Lastri sedang memasak, ketika Lastri mendengar panggilan Hadi, Lastri pun bersembunyi dan tiba-tiba muncul dihadapan Hadi bermaksud bercanda mengejutkan Hadi. Adegan ini menandakan keharmonisan, kemesraan, dan keromantisan pasangan Hadi dan Lastri. Didukung dengan pencahayaan sore hari yang terlihat cerah seolah menguatkan penanda dari penggambaran kehangatan rumah tangga pasangan Hadi dan Lastri. Pengambilan gambar long shot pada awal adegan ini juga memperkuat penanda yang menggambarkan secara keseluruhan suasana hangat di rumah itu.
35
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Scene 104 mengambil setting disebuah lorong rumah sakit yang diawali dengan adegan Lasti berjalan hendak menuju ruang praktik dokter Kartini, tidak disengaja Lastri (istri kedua Hadi) bertemu dengan Hadi yang pada saat yang bersamaan hendak memeriksakan kandungan Ningsih (istri pertama Hadi). Pertemuan antara Lastri, Hadi, dan Ningsih tepat di depan ruang praktik dokter Kartini. Sontak ekspresi Lastri kaget melihat Hadi bersama wanita lain. Begitu juga dengan Hadi sendiri, ia pun kaget saat melihat Lastri dan bertemu di rumah sakit. Adegan ini menandakaan bagaimana kekagetan Lastri ternyata Hadi bersama wanita lain. Lastri tidak percaya akan hal yang ia lihat. Sesaat setelah itu suasana pecah menjadi gaduh dengan pertengkaran adu mulut antara Lastri dan Ningsih. Di satu sisi Hadi mencoba menenangkan keduanya, akan tetapi terlihat Hadi cenderung berusaha menenangkan Lastri. Mendengar keributan yang terjadi, muncul dokter Kartini dan dokter Anton dari ruang praktik dokter Kartini. Kemudian mereka berusaha turut melerai pertengkaran itu. Dari adegan itu menandakan bagaimana Lastri mendapatkan perhatian lebih dari Hadi, Lastri menggambarkan sosok istri yang selama ini diidam-idamkan oleh Hadi, berbalik 180 derajat dengan Ningsih.
Scene Ningsih (Superior, Mendomonasi Suaminya)
Gambar 4.13. Scene 47 dan 68 Tokoh Ningsih dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Dari scene 47 dan scene 68 terdapat pandangan untuk menggambarkan dan menempatkan perempuan yang memiliki kebebasan secara penuh individual dan menyatakan bahwa kebebasan dan kesamaan berakar pada rasionalitas dan pemisahan antara dunia privat dan publik. Setiap manusia demikian menurut mereka punya kapasitas untuk berpikir dan bertindak secara rasional, begitu pula pada perempuan. Ningsih merepresentasikan perempuan yang sukses dan menjadi wanita karier namun memiliki sikap keras dan tidak mau mengalah pada suaminya. Ningsih mengalami diskriminasi posisi serta peran publik dan domestik, meskipun ia lebih sukses dibandingan suaminya.
36
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Scene 47 adegan suasana di ruang praktik dokter Kartini terlihat Ningsih sedang berkonsultasi dengan dokter Kartini tentang kondisi kandungannya. Ningsih yang menanyakan kapan jenis kelamin anaknya bisa diketahui, dokter Kartini pun menjawab sekitar enam bulan. Ningsih yang begitu menginginkan anak yang dikandungnya adalah anak laki-laki dan memilih untuk menggugurkan kandungannya jika anak yang dikandungnya itu perempuan. Ningsih ingin ada pengganti sosok suaminya yang dia rasa tidak berkarakter dan tidak berwibawa. Dari adegan ini menandakan bagaimana seorang perempuan bernama Ningsih yang di dalam kehidupan keluarganya mendominasi yang pada akhirnya menganggap Hadi tidak pernah berperan dalam kehidupan rumah tangganya. Pengambilan gambar close up Ningsih menandakan bagaimana ambisi Ningsih untuk mendapatkan anak laki-laki dan kekecewaan Ningsih terhadap sosok laki-laki yang dianggap tidak berkarakter. Penggambilan gambar close up dokter Kartini turut menandakan kekagetannya ketika mendengar Ningsih ingin menggugurkan kandungannya, jika anak yang dikandung bukan laki-laki. Dokter Kartini heran, ternyata masih ada kaumnya yang bertindak diluar nalar kemanusiaan dengan ingin menggugurkan kandungan. Scene 68 diawali dengan shot medium close up Ningsih yang mengatakan “saya sudah pernah bilang kan dok, nggak ada gunanya juga saya bawa dia kesini”. Sementara itu tampak Hadi hanya tertunduk diam. Di sisi lain dokter Kartini juga terdiam kaget melihat itu semua, karena yang diketahui dokter Kartini tentang Hadi adalah sosok suami yang perhatian terhadap istrinya “Lastri”, kehidupan rumah tangga mereka begitu harmonis. Adegan-adegan ini menandakan bagaimana begitu mendominasinya Ningsih terhadap Hadi, sampai segala sesuatu urusan dan keputusan rumah tangga Ningsih yang memutuskan. Pengambilan gambar close up Ningsih dengan posisi menyandar pada kursi menandakan bentuk dominasinya. Sedangkan pengambilan gambar close up Hadi menandakan ketidakberdayaan dan dalam posisi subordinat dari Ningsih. Pembahasan a. Representasi Feminisme dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita Banyak film baik film indie maupun film komersil yang menjadikan perempuan sebagai objek yang lemah, menderita, dan tertindas dengan banyaknya kekerasan yang dialaminya. Perfilman Indonesia bahkan dunia masih didominasi oleh kaum laki-laki. Perempuan yang ditampilkan dalam film kebanyakan masih dalam perangkap maskulinitas masyarakat yang cenderung melihat lelaki sebagai pemeran utama dan perempuan sebagai pelengkap. Perempuan kebanyakan tidak sadar bahwa dirinya hanya dijadikan objek pelengkap dalam film. Perempuan sendiri yang memiliki
37
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
keinginan untuk mencapai instan success. Eksistensi atau keberadaannya sedang tertantang dengan hebat. Pada saat perempuan mulai banyak yang menikmati pendidikan tinggi, akses informasi yang luas, dan mulai menguak cakrawala melalui berbagai media, maka peningkatan keinginan, dan tuntutan untuk kaum perempuan memperpanjang langkahnya semakin besar pula. Namun demikian, pada saat yang bersamaan penggambaran, citra atau image tentang perempuan masih tetap sama dan belum mengalami perubahan yang signifikan. Perempuan masih dilihat sebagai objek seks, objek kekangan nilai yang kian longgar. Perempuan sudah mulai banyak berkarya, akan tetapi perempuan yang lain bukan berprestasi tapi berlenggak lenggok dengan kecantikannya. Media film dan manusia cenderung menghindari apa yang disebut sebagai cognitive dissonance (ketidakselarasan kognitif). Perempuan menjadi komoditas dalam mesin ekonomi kapitalisme yang rakus. Tidak ada yang bisa menolong kecuali masyarakat perempuan itu sendiri. Salah satunya dengan menampilkan film yang menampilkan perempuan dari sisi yang berbeda. Film merupakan produk dari struktur sosial, politik, budaya yang sekaligus membentuk dan mempengaruhi dinamika struktur tersebut. Film juga bekerja pada sistem-sistem makna kebudayaan untuk memperbaharui, mereproduksi atau mereviewnya, film cenderung banyak diproduksi oleh sistem- sistem tanda yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Film dalam banyak hal merupakan medium representasi yang paling visible, pervasive dan paling banyak dikonsumsi masyarakat beberapa tahun belakangan ini. Film paling menonjol dalam menangkap realitas kehidupan dibanding sarana ekspresi dan representasi lainnya. Film merupakan salah satu media yang mengkonstruksi apa yang yang terjadi dan menjadi keyakinan suatu komunitas tentang nilai-nilai yang ada dalam komunitas tersebut. Seperti halnya film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita yang di sutradarai oleh Robby Ertanto. Film ini digunakan sebagai media untuk memahami dan merepresentasikan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat metropolitan di mana film ini diproduksi. Pada penggambaran itu masyarakatnya dapat dilihat dari struktur naratif film dan diskursus yang ditetapkan seperti visual style, imaji, konfeksi, dan mitos. Dengan memahami makna pesan-pesan yang ditayangkan dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini maka dapat diketahui aspek-aspek apa saja yang disampaikan oleh sutradara. Setidaknya ada tiga poin temuan penelitian berkaitan dengan aspek gender yang menyiratkan relasi perempuan dan laki- laki dalam film ini, yakni: Pertama aspek domestifikasi perempuan dan politik gender, yang mendorong untuk menempatkan perempuan dalam posisi tradisional mereka sebagai ibu rumah tangga. Kedua aspek
38
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
segresi, yakni menempatkan perempuan pada posisi yang lemah dalam hubungannya dengan lakilaki. Perempuan yang ditempatkan pada obyek seks. Ketiga dalam film ini para perempuan banyak mengalami kenyataan yang menempatkannya pada posisi subordinat. Interaksi masyarakat menyebabkan masyarakat ini berkembang, perkembangan masyarakat yang semakin mengglobal mengakibatkan adanya pergeseran nilai dan norma, sehingga perubahan pun tidak dapat dihindari, pergeseran yang mengakibatkan perubahan budaya ini dinamakan gerak budaya yaitu: gerak manusia yang hidup dalam masyarakat yang menjadi suatu wadah kebudayaan.4 Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini merepresentasikan perempuan sebagai penduduk metropolitan yang tercermin dari bagaimana mereka hidup dan berinteraksi, serangkaian dari tata cara serta kebiasaan mereka dapat mencerminkan budaya yang sedang berlangsung pada masyarakat tersebut. Budaya adalah hasil penciptaan, perasaan dan prakarsai manusia berupa karya fisik maupun nonfisik. Budaya ini akan identik dengan perilaku yang ditunjukan dalam bentuk gaya hidup keseharian tokoh-tokoh dalam film ini. Bentuk penggambaran feminisme sebagai objek seks dan penyimpangan seksual (sexuality and sexual deviance). Dalam konteks ini, film memandang bahwa kelompok marginal lebih mudah untuk memunculkan, digambarkan, dan direpresentasikan dalam bentuk film, demikian juga dengan perempuan. Bahkan perempuan dianggap memiliki nilai lebih ketika mereka bisa dimarginalkan lebih jauh dengan memfokuskan pada ‘seksualitas’. Seperti dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini tergambar dalam kasus yang dialami oleh Yanti yang direpresentasikan sebagai seorang perempuan pramuria (pekerja seks komersial). Yanti digambarkan sebagai perempuan yang cerdas, seksi, pintar, kuat, berpendidikan, dan mandiri. Pada kasus tokoh Yanti tampak jelas representasi feminisme yang disampaikan pada masyarakat adalah perempuan pekerja seks komersial yang pintar. Lili seorang wanita yang direpresentasikan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga, dalam hal ini kekerasan seksual yang dilakukan oleh suaminya sendiri dalam rumah tangga setiap kali ingin melakukan hubungan intim. Feminisme pada tokoh Lili ini digambarkan sebagai makhluk yang lemah, tidak memiliki hak berpendapat, menerima segala perlakuan pasangannya. Bahkan Lili cenderung menutup-nutupi semua kekerasan yang dilakukan oleh pasangannya. Lili mengorbankan perasaannya dengan mengatasnamakan rasa cinta yang begitu besar terhadap suaminya. 4
Soerdjono Soekanto, Sosiologi suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1990, hal :189
39
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Perempuan terkadang terlihat lemah dan pasrah ketika mendapat perlakuan yang tidak mengenakan dari kaum lelaki. Ternyata di balik semua itu perempuan hanya berusaha untuk menjadi sosok yang sempurna. Sama seperti yang dilakukan oleh Lili, selalu berusaha menjadi istri yang patuh pada suami. Alasan Lili tidak melaporkan suaminnya ke polisi karena kehadiran suami dalam keluarga adalah hal yang sangat diinginkan, dan kebahagian keluarga tidak lengkap tanpa adanya seorang suami. Berikutnya ada tokoh Rara, seorang gadis belia yang direpresentasikan sebagai remaja siswa SMP yang hamil diluar pernikahan karena pergaulan bebas. Rara digambarkan sebagai gadis yang masih polos dan tidak mengetahui akibat ketika melakukan hubungan intim bisa mengakibatkan kehamilan. Representasi keindahan bentuk tubuh perempuan sebagai daya tarik fisik (physical attractiveness), dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini pun tergambarkan dengan jelas. Daya tarik fisik perempuan sebenarnya sudah menjadi obyek dalam hampir setiap media massa seperti majalah, iklan, tabloid, televisi, internet, dan juga film. Hampir dalam situasi apapun perempuan diperlakukan sama dengan memunculkan konsep femmes fatales yaitu dengan menghubungkan pelaku dengan bentuk fisik mereka menarik, namun kemudian diikuti dengan fakta lain yang berseberangan misalnya cantik namun pekerja seks komersial, cantik tetapi tidak bermoral, seperti dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini yang direpresentasikan melalui peran Yanti dengan bentuk tubuh yang molek, seksi, dan juga kostum yang ketat dan memperlihatkan setiap lekuk tubuhnya. Kemudian digambarkan pula melalui peran Rara, gadis belia yang hamil di luar ikatan pernikahan. Kepolosan, keluguan, dan pengetahuannya yang kurang tentang pendidikan seks membuatnya merasa bahwa melakukan hubungan intim itu adalah hal yang biasa dan tidak menyebabkan kehamilan. Terdapat pula penggambaran seorang istri yang tidak baik (bad wives), sebutan ini ditujukan pada perempuan yang arogan terhadap pasangan atau suaminya. Dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini indikasi tentang representasi istri yang tidak baik terlihat pada penggambaran tokoh Ningsih. Dimana tokoh Ningsih dalam film ini direpresentasikan sebagai perempuan yang arogan, mendominasi segala urusan keluarga/rumah tangga, posisi perempuan sebagai superordinat lakilaki. Merasa lebih mampu mengatasi semuanya ketimbang suaminya yang dia anggap cupu (tidak tahu apa-apa) dan tidak bisa melakukan apa-apa. Ningsih digambarkan sebagai feminisme yang menginginkan kesamaan hak antara laki-laki . Bagi Ningsih hak-hak perempuan itu tidak dibatasi oleh jenis kelamin, jenis pekerjaan, ruang lingkup
40
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
pergaulan. Pada umumnya perempuan atau istri yang ideal seharusnya menjadi ibu rumah tangga, tinggal di rumah, mengurus rumah, serta secara emosional dan ekonomi tergantung kepada suami yang cenderung bertugas di ruang publik dengan pekerjaan dan tanggungjawabnya. Gambaran berikutnya yang terlihat dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita seperti perempuan yang cenderung mau mengorbankan dirinya untuk orang lain ini menunjukkan perempuan sebagi subordinat. Posisi subordinat perempuan tidak selalu memperlihatkan posisi yang tidak seimbang dengan lelaki, akan tetapi juga memperlihatkan bahwa perempuan juga cenderung suka atau mau berkorban. Artinya perempuan mendahulukan orang lain dibanding dirinya sendirinya seperti tokoh Lili. Posisi Lili yang selalu mengalami kekerasan seksual setiap kali melakukan hubungan intim dengan suaminya, ia masih selalu membela suaminya dan menutup-nutupi apa yang dilakukan suaminya, hal ini memperlihatkan posisi subordinitas perempuan. Posisi lain seperti ini diperlihatkan oleh Ratna sebagai ibu rumah tangga yang sabar, sholehah dan bertanggungjawab atas keluarga meskipun sering ditinggalkan oleh suaminya yang ternyata memiliki istri lagi dan sudah dikaruniai seorang anak. Selain itu ada juga penggambaran seorang wanita yang sangat peduli akan nasib kaumnya. Dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini tokoh tersebut direpresentasikan melalui peran dr. Kartini yang tumbuh sebagai perempuan yang memiliki prinsip feminis sangat kuat. Selalu membela kaumnya dengan mencoba memperjuangkan kesamaan hak dan emansipasi wanita agar kaum perempuan tidak menjadi objek yang selalu tertindas dan dalam posisi subordinasi. Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum perempuan. Sikap yang menempatkan perempuan pada posisi tidak penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau irasional sehingga perempuan tidak bisa bahkan tidak boleh tampil memimpin atau lebih mendominasi. Penyangkalan mitos “seks sebagai bukti cinta” adalah cinta tidak bisa dibuktikan dengan seks melainkan melalui kesediaan untuk membiarkan orang lain tetap mandiri dan bebas. Seks hanya bisa menjadi ungkapan cinta sejauh ada komitmen dan tanggung jawab. Penyangkalan mitos “tubuh perempuan” bahwa inner beauty adalah kecantikan yang lahir dari dalam diri seseorang, merupakan hasil dari kekuatan pikiran, hati dan ketulusan. Inner beauty akan abadi walau usia tidak muda lagi dan tubuh tidak lagi indah. Penyangkalan mitos “perempuan lajang” adalah kemuliaan perempuan sebagai ibu diperoleh jika ia ada dalam ikatan perkawinan dengan seorang laki-laki yang disahkan oleh hukum dan kaidah-kaidah sosial yang berlaku. Penyangkalan mitos “perempuan itu lemah”
41
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
adalah perempuan bukan makhluk yang lemah. Faktanya, perempuan justru melindungi dan menyelamatkan. Feminisme dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita tergolong dalam aliran feminisme liberal, feminisme sosialis dan marxis. Berdasarkan teori ini, gerakan persamaan kesempatan dan hak yang dilakukan oleh dr. Kartini menjadi tujuan utama dari sutradara dalam menyampaikan pesan-pesan tentang feminisme. Dengan memilih karakter seorang dokter spesialis kandungan yang tabah dan bijak dalam memberikan nasehat pada pasien-pasiennya tanpa adanya diskriminasi laki-laki atau perempuan. Feminisme liberal ditunjukan pada karakter dokter Kartini sebagai sosok wanita modern sukses yang mandiri. Perjuangannya dalam membela kaum perempuan terhadap penindasan kaum laki-laki dan ingin menyamakan kedudukan, kesempatan dan hak antara laki-laki dan perempuan. Hal tersebut terlihat pada keteguhan hatinya dalam menyelesaikan masalah pasien-pasiennya. Beberapa tindakan diskriminasi terhadap perempuan yang dialami oleh Lili, Yanti, Ratna, Rara, Ningsih, dan Lastri merupakan bentuk feminisme sosialis yang juga di ungkapkan oleh teori marx. Seperti teori ini, diskriminasi yang mereka alami seperti terkhianati, menjadi korban KDRT, hamil diluar pernikahan, kanker rahim, dan diselingkuhi, merupakan struktur besar sosial budaya di masyarakat yang memang ada dalam kehidupan sehari-har. Representasi feminisme dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita ini sangatlah kompleks, tidak hanya sekedar domestifikasi, segresi, ataupun subordinat. Akan tetapi representasi feminisme juga digambarkan sebagai objek eksploitasi dan segala yang ditampilkan dalam film ini perempuan menjadi objek representasi perempuan yang buruk. Kesimpulan Dengan pendekatan analisis semiotika Roland Barthes terhadap film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita terlihat dalam penelitian ini ada sebuah usaha dari sutradara untuk menggambarkan feminisme yang sangat kompleks saat ini. Bentuk kekerasan fisik maupun mental tertuang dalam film ini melalui simbol-simbol yang lekat dalam kehidupan masyarakat. Dalam hasil penelitian ini setidaknya ada dua hal yang terjawab. Pertama, bagaimana representasi feminisme dikonstruksikan dan bagaimana pemaknaan feminisme dibangun dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita? Dari hasil temuan yang telah dipaparkan dalam penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Representasi feminisme yang dikonstruksikan dalam Film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita
42
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
a. Bentuk representasi feminisme sebagai objek seks dan penyimpangan seksual (sexuality and sexual deviance); b. Representasi kecantikan dan keindahan bentuk tubuh perempuan sebagai daya tarik fisik (physical attractiveness); c. Representasi seorang istri yang tidak baik (bad wives), sebutan ini ditujukan pada perempuan yang arogan atau mendominasi terhadap pasangan atau suaminya. d. Representasi seorang perempuan yang memperjuangkan hak-hak kaumnya. e. Representasi berikutnya yang terlihat dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita seperti perempuan yang cenderung mau mengorbankan dirinya untuk orang lain ini menunjukkan perempuan sebagai subordinat. Posisi subordinat perempuan tidak selalu memperlihatkan posisi yang tidak seimbang dengan lelaki, akan tetapi juga memperlihatkan bahwa perempuan juga cenderung suka mengalah atau mau berkorban. f. Persoalan feminisme yang sangat kompleks direpresentasikan sebagai keburukankeburukan. 2. Pembentukan pemaknaan feminisme yang dibangun dalam film 7 Hati 7 Cinta 7 Wanita. a. Pembentukan pemaknaan feminisme dibangun melalui sudut pengambilan gambar low angle, high level, dan eye level; b. Pembentukan makna representasi penggambaran perempuan juga dibangun melalui teknik pencahayaan; c. Pembentukan makna perempuan dalam film ini juga dibangun melalui pengambilan gambar long shoot, full shot, medium shot, medium close up, dan close up.
43
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Daftar Pustaka Anderson, Sandra. et all. 2006. Dictionary of Media Studies. London: A&C Black. Arimbi. H dan R Valentina. 2004, Feminisme Vs Neoliberalisme. Jakarta: Debt Watch Indonesia. Arivia, Gadis. 2003, Filsafat Berperspektif Feminis. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan. __________. 2006, Feminisme Sebuah Kata Hati. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Asmaeny Azis. 2007, Feminisme Profetik. Yogyakarta: Kreasi Wacana Barker, Chris. 2013, Cultural Studies Teori & Praktik. Yogyakarta: Kreasi Wacana. Berger, Arthur Asa. 2010, Pengantar Semiotika, Yogyakarta: Tiara Wacana. Bhasin dan Khan. 1995, Persoalan Pokok Mengenai Feminisme dan Relevansinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Bukley,Cheryl &Fawcett, Hilary. 2002. Fashioning the Femine: representation and women’s Fashion from the Fin de Siecle to the present. London &newyork : I.B. Tauris Denzin, Norman K dan Yvonna S. Lincoln (2005), Handbook of Qualitative Research, London : Sage Publication. Fiske, John. 1987. Television Culture. New York. Routladge. _________., 1990. Cultural and Communication Studies. New York. Routladge. Guba, Egon G and Lincoln, Yvonna S. 2005. The SAGE Handbook of Qualitative Research; Paradigmatic Controversies, Contradictions, and Emerging Confluences. Sage Publication Hall, Stuart. 2003, “The Work of Representation”, Representation:Cultural Representation and Signifying Practices. Ed. Stuart Hall, London: Sage Publication. Humm, Maggie. 1986. Feminist Criticism. Great Britain: The Harvester Press. _____________. 2007. Ensiklopedia Feminisme. Edisi Bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Mundi Rahayu. Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru. Kadarusman. 2005, Agama, Relasi dan Feminisme. Yogyakarta: Kreasi Wacana Kurniawan. 2001, Semiologi Roland Barthes. Magelang: Yayasan Indonesiatera Littlejohn, Stephen W. 2011, Teori Komunikasi; Theories of Human Communication. Jakarta: Salemba Humanika. Mc Quail, Denis. 2011, Teori Komunikasi Massa buku 6 edisi 2. Jakarta: Salemba Humanika. ______________. 2012, Teori Komunikasi Massa buku 6 edisi 1. Jakarta: Salemba Humanika. Morissan. 2013, Teori Komunikasi; Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
44
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Negrin, Llewellyn.1999. Self as image. A critical Apprasial of postmodern Theoris of Fashion. In Journal Theory, Culture & Society, Vol. 16 (3).London: Sage Publications. Neuman, W. Lawrance. 2013, Metode Penelitian Sosial:Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, ed.7. Jakarta: Indeks. Pambayun, Ellys Lestari. 2013, One Stop “Qualitative Research Methodology In Communication” (konsep, panduan, dan aplikasi), Jakarta: Lentera Ilmu Cendikia. Rosemarie Tong. 1997. Feminist Thought : A Comprehensive Introduction. USA : Westview Press Saulnier, Christine Fylnn. 2000, Feminist Theories and Social Work: Approaches and Application, New York: The Howarth Press. Sobur, Alex. 2009, Semiotika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Jurnal Ilmiah dan Tesis Hudoyo, Sapto. 2012, Representasi Desa Dalam Film –Tari “Dongeng Dari Dirah” Analisis Semiotika Bhartesian, Tesis Program Studi Kajian Budaya dan Media. Yogyakarta UGM. O’Connor, Brian C & Anderson, Richard L. June/July 2009 – Volume 35, Number 5, “Reconstructing Bellour: Automating the Semiotic Analysis of Film Visual Representation, Search and Retrieval: Ways of Seeing”: Bulletin of the American Society for Information Science and Technology Purwindah Novika. 2010. Tesis: Representasi kekerasan terhadap perempuan dalam film (analisis semiotika film provoked. Yogyakarta: Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UGM. Willis, Jessica L. 27 September 2008, “Sexual Subjectivity: “A Semiotic Analysis of Girlhood, Sex, and Sexuality in the Film Juno” Springer Science + Business Media, LLC. Yudistiani, Nurina. 2010, Representasi Ideologi Patriarki Dalam Film Indonesia, “Analisis Semiotika Roland Barthes Film Indonesia Perempuan Berkalung Sorban”. Tesis Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi FISIP UGM. Yogyakarta, UGM.
PUSTAKA ON-LINE http://www.komnasperempuan.or.id/2013/05/siaran-pers-komnas-perempuan-15-tahunreformasi-2/#more-10749, Jumat, 28 Februari 2014, 08:46 http://www.iom.int/cms/en/sites/iom/home/where-we-work/asia-and-thepacific/indonesia.html, Jumat, 28 Februari 2014, 09:23
45
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
SOCIAL MEDIA, SOCIAL COMPETENCE DAN REMAJA (Studi Tingkat Literasi Media Digital Mahasiswa Jakarta) Khotimatus Sholikhati Jurusan Ilmu Komunikasi STIKOM LSPR Jakarta E-mail:
[email protected]
ABSTRACT Social media is one of the results of the development new media. It grows with a wide variety of information and technology applications and has a great demand by all levels of society. The use of social media can provide a dual effect on the social fabric of society, especially the youth, because youth are the active users of social media. Students as a young generation need to be prepared with digital media literacy skills to be able to use digital media intelligently and effectively. This study aims to determine the ability of the digital media literacy of students STIKOM LSPR Jakarta, in particularly of the usegae of social media. The research used the instrument of Social Competence Framework based on European Commission (2009) to determine the level of digital media literacy of students. The results showed that the media literacy of students STIKOM LSPR including medium level based on their social competence. Moreover, the result can be used as a foundation in creating digital media literacy education programs. Keyword: digital media literacy, social competence, teenagers, social media
46
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Pendahuluan Media sosial menjadi fenomena baru akhir-akhir ini yang tumbuh dengan berbagai macam definisi, baik dalam konteks publik ataupun akademik. Media sosial secara umum digunakan untuk memungkinkan terjadinya interaksi komunikasi dua arah. Perkembangan media sosial berdampak pada cara berkomunikasi secara individu dan organisasi. Melalui media sosial, seseorang mudah untuk berbagi ide, foto, video dengan dunia pada umumnya dan juga dengan mudah mencari tahu apa perasaan dan pikiran seseorang yang dicurahkannya ke dalam media sosial. Munculnya web 2.0 memungkinkan orang membangun hubungan bisnis dan sosial serta berbagi informasi. Aplikasi ini memberikan apa yang media tradisional (radio, TV, surat kabar, majalah) tidak pernah bisa berikan, juga memberi kesempatan masyarakat untuk berinteraksi dan melibatkan diri sendiri dan juga orang lain. Beberapa situs media sosial yang populer sekarang ini antara lain: blog, Twitter, Facebook, Wikipedia, dan YouTube. Jumlah pengguna media sosial di Indonesia meningkat tajam dalam beberapa tahun ini. Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengungkapkan pengguna internet di Indonesia saat ini mencapai 63 juta orang. Dari angka tersebut, 95 persennya menggunakan internet untuk mengakses media sosial. Situs jejaring sosial yang paling banyak diakses adalah Facebook dan Twitter. Indonesia menempati peringkat 4 pengguna Facebook terbesar di Asia (kominfo.go.id). adapun menurut Asosiasi Penyelenggara Internet Indonesia (APJII), pengguna internet di Indonesia pada tahun 2013 diprediksikan mencapai 82 juta orang (APJII, 2013). Adapun pengguna internet anak-anak dan remaja di Indonesia mencapai 30 juta dengan rincian 98 persen dari anak-anak dan remaja yang disurvei tahu tentang internet dan 79,5 persen diantaranya adalah pengguna internet serta media digital saat ini menjadi pilihan utama saluran komunikasi yang mereka gunakan (kompas.com). Data diatas didukung dengan pra-penelitian yang dilakukan di STIKOM LSPR bahwa sebanyak 52.9% mahasiswa menggunakan Facebook sebagai situs jejaring sosial utama dengan frekuensi pemakaian yang bervariasi, mulai dari kurang dari 10 menit hingga lebih dari 3 jam perhari. Selain itu, 58% mahasiswa paling banyak mengakes Facebook di kampus dari pada di tempat-tempat lain. Penggunaan Facebook ini paling banyak didorong oleh faktor afektif dan integrasi sosial dibandingkan dengan faktor kognitif (Khotimatus Sholikhati & Fiona Suwana, 2014). Fakta ini kemudian memunculkan dugaan dan kekhawatiran bahwa mungkin saja banyak mahasiswa STIKOM LSPR yang tidak memanfaatkan Facebook dengan efektif dan mengaksesnya pada waktu
47
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
perkuliahan berlangsung. Beberapa dampak negatif penggunaan media sosial lainnya yaitu penyalahgunaan media sosial untuk melakukan kejahatan, pemalsuan identitas, untuk penipuan, dsb. Indonesia juga merupakan negara terbesar ke-4 sebagai pengakses kata “sex” atau “porn” dalam mesin pencari google. Dimana 90 persen dari video tersebut pemerannya adalah pelajar dan mahasiswa (kominfo.go.id). Mengacu data-data di atas, untuk menghadapi tantangan media sosial tersebut dibutuhkan konsep literasi media digital untuk membangun pemahaman yang utuh dalam bermedia. Literasi media digital adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk (Hobbs, 1999). Literasi media digital bertujuan membantu seseorang termasuk remaja mengembangkan pemahaman yang lebih baik, sehingga memiliki kemampuan mengendalikan pengaruh media dalam kehidupan mereka sehari-hari. Kontrol terhadap pengaruh media tidak dipahami dengan membatasi terpaan media, tapi lebih menekankan pada pemahaman mana isi media yang positif dan mana yang merusak. Proses untuk mengidentifikasi konten media meliputi kognitif, emosi, estetika dan moral (Tamburaka, 2013). Literasi media digital merupakan upaya pembelajaran bagi khalayak media sehingga menjadi khalayak yang berdaya hidup di tengah dunia yang disebut dunia sesak-media (media-saturated) (Iriantara, 2009). Selain itu, literasi media digital juga diperlukan untuk mempersiapkan warga masyarakat bersentuhan atau diterpa (exposure) media (Buckingham, 2001). Berdasarkan hal tersebut, dapat kita lihat bahwa sebenarnya saat ini kondisi masyarakat cukup mengkhawatirkan. Oleh karena itu, kemampuan literasi media digital menjadi sangat penting untuk menyiapkan dan memproteksi masyarakat dari dampak-dampak negatif media. Selain itu, literasi media juga penting untuk peningkatan kualitas media, merubah cara pandang masyarakat terhadap media massa (Iriantara, 2009), pengembangan demokratisasi dan partisipasi (Kellner, 2003), melindungi anak-anak dan dewasa dari efek buruk komunikasi massa moden (Curry, 1999), dan memperbaiki ketimpangan besar antara negara-negara industri yang mengontrol pembuatan dan penyebaran produk-produk komunikasi dengan negara-negara lain (Hobbs, 1999). Dengan demikian, literasi media menjadi pengetahuan wajib yang harus dikuasai oleh remaja dalam hal ini mahasiswa agar mereka siap dalam menghadapi tantangan-tantangan di era sesak-media ini. Mahasiswa harus mampu menjadi manusia literat yang menguasai kompetensikompetensi literasi salah satunya kompetensi sosial. Kompetensi sosial merupakan kompetensi
48
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
yang harus dimiliki seseorang dalam melakukan komunikasi dan membangun relasi sosial melalui media serta mampu memproduksi konten pada media. Jika kompetensi tersebut tidak terpenuhi, maka mahasiswa dikhawatirkan akan terpengaruh efek negatif media serta tidak mampu bersaing di era globalisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kemampuan literasi media digital mahasiswa sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan landasan dalam merancang program-program pendidikan literasi media digital di beberapa institusi Pendidikan. Tinjauan Teori / Konsep a. Literasi Media di Era Digital Literasi media adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis, mengevaluasi dan mengkomunikasikan pesan dalam berbagai bentuk (Hobbs, 1999). Sementara itu, Pasal 52 Undangundang No. 32/2003 tentang Penyiaran memaknai literasi media sebagai “kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan sikap kritis masyarakat” (Iriantara, 2009). Center for Media Literacy merumuskan literasi media sebagai “kemampuan berkomunikasi secara kompeten melalui semua media baik elektronik maupun cetak” (Iriantara, 2009). Center for Media Literacy (CML, 2003) menyebutkan bahwa literasi media mencakup beberapa kemampuan, yaitu: a. Kemampuan mengkritik media b. Kemampuan memproduksi media c. Kemampuan mengajarkan tentang media d. Kemampuan mengeksplorasi sistem pembuatan media e. Kemampuan mengeksplorasi berbagai posisi f. Kemampuan berpikir kritis atas isi media Sementara itu, deskripsi literasi media menurut European Comission dalam (European Commission, 2009) adalah kemampuan untuk mengakses, menganalisis dan mengevaluasi makna gambar, suara, pesan yang kita hadapi setiap hari dan merupakan bagian penting dari budaya kontemporer kita, serta untuk berkomunikasi secara kompeten dalam media yang tersedia secara pribadi. Selain itu, literasi media juga berhubungan dengan semua media, termasuk televisi dan film, radio, dan musik recorder, media cetak, internet dan teknologi baru komunikasi digital lainnya. Literasi digital adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk mencapai kompetensi digital, penggunaan Teknologi Informasi secara kritis dan percaya diri untuk bekerja, belajar dan bekomunikasi. Kemampuan tersebut adalah kemampuan dasar seperti menggunakan komputer
49
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
untuk mencari, mengakses, menyimpan, menciptakan, mempresentasikan dan bertukar informasi untuk berkomunikasi dan berpartisipasi dalam hubungan kolaborasi melalui internet (DG Information Society and Media Group, 2008). Sedangkan, tiga bidang yang layak dianggap dalam pengembangan kompetensi digital, seperti: keterampilan komunikasi; kapasitas produksi, menemukan, menyimpan, berbagi, dan mengevaluasi informasi; berpikir kritis; kesadaran online risiko dan peluang, kemampuan untuk membaca dan menganalisis media pesan; kegiatan kreatif dan kemampuan untuk menghasilkan konten, Check pendapat, dan untuk dapat menggunakan alat digital media dalam cara-cara inovatif (Rivoltella, 2009). b. Social Competence Framewok Social Competence merupakan kemampuan seseorang dalam melakukan komunikasi dan membangun relasi sosial melalui media serta mampu memproduksi konten pada media. Social Competence terdiri dari Communicative abilities, yakni suatu kemampuan untuk membangun relasi sosial serta berpartisipasi dalam lingkungan masyarakat melalui media. Communicative Abilities mencakup beberapa dimensi, yakni: •
Kemampuan berkomunikasi dan membangun relasi sosial melalui media internet (social relations). Beberapa situs networking yang memasuki kesadaran publik, yaitu MySpace (2003), Facebook (2005), Bebo (2005), Twitter (2006) telah terbukti populer dan telah menyediakan para individu kesempatan untuk menampilkan diri mereka sendiri secara remotely, untuk memiliki hubungan dan kehidupan sosial online yang aktif. Kehidupan sosial ini menampilkan kapasitas akan pengguna untuk menghubungi individu lainnya, untuk bekerja dalam hubungan dengan mereka dan membangun jaringan dan komunitas yang berbeda. Kemampuan-kemampuan tersebut dimanifestasikan dalam beberapa kemampuan sebagai berikut:
1) Membuat dan menjaga kontak melalui media dan media sosial 2) Mengikuti tren yang disebarkan oleh media dan kelompok bermain (European Commission, 2009). •
Kemampuan berpartisipasi dengan masyarakat melalui media internet (citizen participation). Partisipasi di dalam kehidupan publik melalui media baru dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu penggunaan e-government (layanan pemerintah yang tersedia di dalam internet, seperti layanan perpustakaan atau aplikasi paspor) dan partisipasi di dalam kehidupan publik dalam nuansa politik (menggunakan media untuk keterikatan dan
50
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
berkomunikasi dengan pemerintah dan individu lainnya dengan tujuan untuk membentuk kebijakan). Kedua aktivitas tersebut terkait dengan partisipasi warga negara di dalam kehidupan publik, dimana bisa mengambil bentuk sederhana antara individu dengan institusi pemerintah untuk melakukan kerjasama yang lebih baik dan rumit, seperti formasi atau keanggotaan akan partai politik atau organisasi akan kelompok protes. Secara detil, kemampuan ini mencakup: 1)
Memelihara partisipasi dengan kelompok yang berbagi model secara umum
2) Menggunakan media sosial untuk mengatur kontak secara strategis dengan lainnya secara pragmatis 3)
Penampilan secara pantas (profil)
4)
Interaksi dengan berbagai institusi secara pantas (European Commission, 2009)
•
Kemampuan untuk memproduksi dan mengkreasikan konten media internet (content creation). Kemampuan-kemampuan ini terkait dengan kapasitas individual untuk menghasilkan konten baru dan memproduksi pesan media secara original. Kemampuan tersebut
termanifestasi
dalam
kemampuan
pengguna
untuk
menggunakan,
mengidentifikasi, dan memahami informasi di dalam pesan media dan merespon secara pantas. Kapasitas ini untuk menghasilkan tingkatan yang berbeda akan kompleksitas, yang berentang dari tingkat yang paling dasar sampai yang lebih canggih. Secara detil, kemampuan ini termasuk: 1) Berbagi peralatan yang dihasilkan secara umum 2) Merangsang kerjasama dan kolaborasi kerja secara aktif 3) Menyelesaikan masalah melalui kerjasama dan kolaborasi secara aktif 4) Mengkonseptualisasikan, menghasilkan dan memproduksi teks media baru 5) Menghasilkan pesan media secara orisinil (European Commission, 2009) Berdasarkan European Commission (2009), bobot kriteria communicative ability terbagi menjadi tiga kategori, yaitu kemampuan berkomunikasi dan membangun relasi sosial melalui media (social relations) 20%, kemampuan berpartisipasi dengan masyarakat melalui media (citizen participation) 50%, dan kemampuan memproduksi dan mengkreasikan konten media (content creation) 30%. Untuk lebih jelas, pembobotan untuk masing-masing komponen dapat dilihat dalam tabel berikut:
51
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Communicative Abilities
Weight
User Created Content Profile on Social Network Social Relation Internet for Cooperation User Centricity of Online Public Services Citizen Participation Activities Ever Done E-Government Usage by the Individuals Participation Media Production Skills Experience of Creativity User Created Content Content Creation Total
50% 50% 100% 0% 50% 0% 50% 100% 0% 0% 100% 100%
Weighted Component
20%
50%
30% 100%
Berikut ini indikator untuk mengukur kompetensi sosial: COMPONENTS 1. SOCIAL RELATIONS 2. CITIZEN PARTICIPATION
c. CONTENT CREATION
INDICATORS Item: Post messages to chat rooms, news grouping and forums. 1. Networking web page. Creating a profile or sending a message in a social networking website. 1. Internet for cooperation Ability to propose and foster active collaborative work and cooperation through media. Do you use Internet to keep any kind of cooperation for social or cultural activities with a specific citizen group? 2. “User Centricity” on online public services 3. Citizen Participation activities ever done 4. E-government usage by the individuals Percentage of individuals for interaction with public authorities. 1. Media Production skills Individuals regularly using the media to produce media 2. Experience of creativity media Uploading photos to the internet; Setting up a personal profile on a social networking website; Contributing comments to someone else’s blog; Setting up a website or blog; Making a short video and uploading it to the internet; and Contributing to a wiki. 3. User created content (created web pages)
Communicative Abilities Indicators (European Commission, 2009)
52
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
c. Tingkatan Literasi Media Kemampuan media literacy seseorang berdasarkan European Commission (2009) dikelompokkan menjadi tiga tingkatan yang diukur berdasarkan indikator diatas, secara umum tiga tingkatan media literasi tersebut yakni basic, medium, dan advanced. 1. Basic: Kemampuan dalam mengoperasikan media tidak terlalu tinggi, kemampuan dalam menganalisa konten media tidak terlalu baik, dan kemampuan berkomunikasi lewat media terbatas. Nilai untuk tingkat kemampuan basic ini adalah dibawah 70. 2. Medium: Kemampuan mengoperasikan media cukup tinggi, kemampuan dalam menganalisa dan mengevaluasi konten media cukup bagus, serta aktif dalam memproduksi konten media dan berpartisipasi secara sosial. Nilai untuk tingkat kemampuan medium ini dibawah adalah 70-130. 3. Advanced: Kemampuan mengoperasikan media sangat tinggi, memiliki pengetahuan yang tinggi sehingga mampu menganalisa konten media secara mendalam, serta mampu berkomunikasi secara aktif melalui media. Nilai untuk tingkat kemampuan advanced ini adalah diatas 130. Tingkat kemampuan literasi media tersebut dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tingkatan Literasi Media Level Basic
Medium
Advanced
Tingkatan Literasi Media Deskripsi Kemampuan
Individu memiliki seperangkat kemampuan yang memungkinkan penggunaan dasar media. Individu dalam tingkatan ini masih memiliki keterbatasan dalam penggunaan media internet. Pengguna mengetahui fungsi dasar, dan digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu tanpa arah yang jelas. kapasitas pengguna untuk berpikir secara kritis dalam menganalisis informasi yang diterima masih terbatas. Kemampuan komunikasi melalui media juga terbatas Individu sudah fasih dalam penggunaan media, mengetahui fungsi dan mampu melaksanakan fungsi-fungsi tertentu, menjalankan operasi yang lebih kompleks. Pengguna media internet dapat berlanjut sesuai kebutuhan. Pengguna mengetahui bagaimana untuk mendapatkan dan menilai informasi yang dia butuhkan, serta menggunakan strategi pencarian informasi tertentu. Individu pada tingkatan ini sangat aktif dalam penggunaan media, menjadi sadar dan tertarik dalam berbagai regulasi yang mempengaruhi penggunaannya.pengguna memiliki pengetahuan yang mendalam tentang teknik dan bahasa serta dapat menganalisis kemudian mengubah kondisi yang mempengaruhinya. Dapat melakukan hubungan komunikasi dan penciptaan pesan. Dibidang sosial, pengguna mampu mengaktifkan kerjasama kelompok yang memungkinkan dia untuk memecahkan masalah Tingkat Kemampuan Literasi Media (European Commission, 2009)
53
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif deskriptif yang akan mengukur bobot penilaian tiap variabel sehingga dapat menentukan tingkat kemampuan literasi media. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Dalam proses pemilihan sampel, digunakan two-step sampling procedures (prosedur sampling dua tahap).
Adapun
pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik acak sistematis (systematic random sampling) dengan populasi sebesar 1.000 mahasiswa pada semester genap 2013/2014 STIKOM LSPR . Sehingga dihasilkan sampel sebesar 100 mahasiswa STIKOM LSPR. Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner. Pertanyaan pada kuesioner dibuat berdasarkan Social Competence yang telah dibahas diatas. Selanjutnya responden diminta untuk mengisi kuesioner yang telah disediakan untuk kemudian dianalisis dan disimpulkan. Hasil dan Pembahasan a. Hasil deskripsi penggunaan media sosial mahasiswa Hasil kuesioner literasi media berjumlah 17 pertanyaan yang terdiri dari 3 dimensi kompetensi sosial. Pertanyaan tersebut dijawab berdasarkan 5 poin skala (1= tidak pernah, 2= jarang, 3= kadang-kadang, 4=sering, 5= selalu). Daya diskriminasi masing-masing item tersebut antara 0,69-0,74, sedangkan secara keselur uhan koefesien reliabilitas alpha cronbach sebesar 0,72. Data kuesioner yang dibagikan ke 100 mahasiswa menunjukkan responden terdiri dari mahasiswa (40%) dan mahasiswi (60%) dengan rata-rata usia 19-22 tahun. Jumlah account media sosial yang mereka miliki rata-rata berjumlah 25 account (83%), sedangkan media sosial yang sering dikunjungi dalam sehari terdiri dari 1-2 media sosial (64%) dengan akses > 5 kali (49%) dan menggunakan Smart Phone/HP (53%) di beberapa tempat seperti rumah, kampus, kendaraan, area public (35%). Data tersebut sejalan dengan data dari okezone yang menyatakan bahwa pengguna Smartphone di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Okezone menerbitkan berita mengenai salah satu penyedia telekomunikasi di Indonesia, Telkomsel mencatat bahwa 18 juta pelanggan merupakan pengguna Smartphone, whospend rata-rata 500 MB data (fmh, 2013). Demikian pula, Budi Setiawan (Dirjen sumber daya pos perangkat dan Informatika - Kementerian ICT) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian Nielsen, Indonesia adalah pengguna tertinggi perangkat mobile Byas sebanyak 48 persen, diikuti oleh Thailand dan Singapore. Dalam hal ini usia pengguna internet paling banyak adalah orang-orang muda (Wahyudi, 2013).
54
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
b. Hasil Penelitian Kemampuan literasi media merupakan kemampuan dasar yang harus dimiliki seseorang termasuk mahasiswa ketika terpaan media sosial begitu kuat dan terkadang sulit untuk dikendalikan. Dengan kemampuan itu, harapan minimalnya mahasiswa tidak mengalami disorientasi informasi, akibatnya hari-harinya hanya “menyantap dan memposting” informasi sajian media sosial yang tidak jelas, apakah itu berguna bagi dia, ataukah informasi itu benar-benar memenuhi kebutuhannya atau tidak. Individu yang mengalami disorientasi ini seakan-akan bahkan mungkin telah terjadi, hidupnya benar-benar dikendalikan oleh media sosial. Dengan memperhatikan kondisi itu, maka kesadaran literasi media dari segi kompetensi sosial menjadi penting agar khalayak menjadi lebih cerdas, lebih kritis dan lebih bijak dalam memilah dan memilih penggunaan sosial media yang dimilki. Kompetensi sosial mahasiswa merupakan kemampuan yang menjadi pelengkap mahasiswa dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Kompetensi ini lebih menitikberatkan pada pengeejahwantahan kompetensi personalnya. Dalam kompetensi sosial ini ada tiga hal yang diidentifikasi dalam penelitian ini, yakni kemampuan berkomunikasi mahasiswa dengan sub hubungan interaksi sosial, partisipasi sosial dan kreativitas dalam menciptakan konten. Adapun dari ketiga kemampuan ini, kemampuan berkomunikasi mahasiswa dengan sub hubungan interaksi sosial menunjukkan prosentase yang lebih tinggi (Mean=3,63) dibandingkan dengan kreativitas dalam menciptakan konten (mean=2,61) dan partisipasi sosial (2,64). Untuk lebih detailnya, berikut ini tabel prosentase literasi media digital berdasarkan kompetensi sosial mahasiswa: Tabel Persentase dari Tingkat Literasi Media Digital
Tidak Pernah Jarang
Kadang-
Sering
Selalu
(4)
(5)
Mean (1) -
Membuat profil di media sosial 3,94 Mengirimkan pesan di media sosial 3,86 Memposting status di media sosial 3,74 Menggunakan emoticon untuk 3,00
(2)
kadang (3)
0
1%
20 %
63%
16 %
0
5%
25%
49%
21%
0
5%
42%
27%
26%
4%
22%
47%
24%
3%
55
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Menggambarkan perasaan/perilaku Menggunakan situs media sosial untuk 0 3,60 Kerjasama aktivitas sosial dan budaya Menggunakan media sosial untuk pelayanan publik 18% 2,40 Menggunakan media sosial untuk partisipasi publik 20% 2,44 Menggunakan media sosial untuk e-government 41% 2,00 -
8%
31%
54%
7%
39%
29%
13%
1%
28%
40%
12%
0
31%
17%
9%
2%
-
Memiliki kemampuan untuk memproduksi media 18% 17% 2,85 Pengalaman dalam mengunakan kreativitas di media sosial Upload foto 0 1% 3,91 Melakukan setting terhadap profil pribadi 0 19% 3,19 Berkontribusi komentar pada informasi orang 0 35% 3,12 Membuat situs jejaringan sosial 41% 18% 2,07 Membuat blog atau situs sendiri 17% 37% 2,45 Membuat dan upload video sendiri 28% 16% 2,54 Berkontribusi kepada Wikipedia 52% 23% 1,73 Menggunakan media sosial untuk 38% 38% 1,90 memproduksikonten media
i.
39%
14%
12%
25%
56%
18%
49%
26%
6%
29%
25%
11%
34%
7%
0
30%
16%
0
38%
10%
8%
25%
0
0
20%
4
0
Social Relation Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek hubungan interaksi sosial, prosentase yang
dimiliki mahasiswa STIKOM LSPR sangat baik dalam menggunakan media sosial atau media online. Tercatat prosentase angka yang cukup signifikan, yaitu 47%- 63% aktif atau sering menggunakan media sosial ketika berinteraksi dengan indikator sering membuat profil di media sosial, sering
56
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
mengirimkan pesan di media sosial, sering memposting status di media sosial dan kadang-kadang menggunakan emoticon untuk menggambarkan perasaan/perilaku. Dalam perspektif transparansi, tampak mahasiswa STIKOM LSPR sangat baik. Kondisi ini bisa jadi dipengaruhi mindset mahasiswa STIKOM LSPR yang harus berkata jujur dalam setiap interaksi termasuk ketika berinteraksi melalui media sosial. Pada indikator social relation, ditemukan hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata yang baik pada kegiatan mengakses akun media sosial seperti facebook dan twitter untuk memperluas jaringan dan menjalin komunikasi dengan teman. Seperti yang ditemukan oleh peneliti Nugroho dan Syarief (2011) bahwa media sosial telah menjadi ruang publik online dimana orang bisa terlibat dari berbagai kegiatan, misalnya dari pertemanan menjadi perdagangan, dari berbagi berita kepada jaringan. Hal ini menjadi terkait ketika hasil penelitian ini menunjukkan prosentase yang baik di dalam hubungan sosial mengingat bahwa media sosial menjadi sangat penting untuk pertemanan dan relasi sosial. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa para mahasiswa LSPR sudah memiliki kemampuan yang baik dalam mengunggah foto, video dan mengkreasikan blog atau website pribadi. Hasil tersebut menunjukkan perkembangan yang semakin baik diantara anak muda dan dunia digital, mengingat proporsi pengguna internet di Indonesia yang berpartisipasi di dalam jejaringan sosial secara global berada peringkat kedua setelah Brasil. Indonesia telah menunjukkan hubungan yang kuat untuk mengkonsumsi dan berpartisipasi dalam berita melalui platform media sosial. Ada budaya blogging bisa tercermin dengan adanya konferensi online dan pertemuanpertemuan komunitas blogging di seluruh negeri. Partisipasi dalam menghasilkan berita utama secara online juga meningkat, sehingga bisa memperluas kesempatan bagi pengguna untuk menghasilkan konten (Open Society Foundation, 2013). Ketika indikator social relation sudah memiliki nilai rata-rata yang baik bagi anak muda terutama di dalam kegiatan mengakses akun media sosial seperti facebook dan twitter untuk mengembangkan hubungan dan berkomunikasi, serta juga sudah memiliki kemampuan untuk mengunggah foto, video dan menghasilkan blog atau website pribadi. Hal ini menunjukkan perkembangan baik mengingat adanya penggunaan media digital khusunya media sosial untuk melakukan hubungan sosial. ii.
Citizen Participation Aktivitas interaksi sosial yang menggunakan media sosial memberikan konsekuensi pada
tingkat partisipasi yang dilakukan mahasiswa juga cukup baik dengan prosentase 40%-54%. Hal tersebut didasarkan pada intensitas seringnya mahasiswa menggunakan situs media sosial untuk
57
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
kerjasama aktivitas sosial dan budaya serta kadang-kadang menggunakan media sosial untuk partisipasi publik mulai dari yang menghadiri seminar yang dipromosikan melalui media sosial atau media online, hingga acara-acara sosial yang memerlukan dukungan dari khalayak secara luas, bahkan tingkat partisipasi pada kegiatan sosial. Namun partisipasi tersebut sedikit menurun ketika kegiatan yang memerlukan partisipasi itu berkaitan dengan ranah menggunakan media sosial untuk pelayanan publik dan menggunakan media sosial untuk e-government, pengawasan program pemerintah ataupun kritik sosial yang tercatat pada rentang 39%-41% dengan gradasi jarang berpartisipasi dan tidak pernah. Lim (2013) juga menemukan bahwa konteks politik di internet telah ada di Indonesia, tetapi hanya di pinggiran kegiatan sosial. Selain itu, kebanyakan orang Indonesia yang berumur di bawah 25 memiliki blog yang berkisar tentang musik, artis idola, tren fashion, sinetron atau mereka memposting link mengenai sensasi artis pop global di Facebook dan Twitter. Jadi, tidak ada banyak kemajuan mengenai partisipasi politik secara online di Indonesia karena remaja Indonesia yang menggunakan Internet lebih tertarik untuk hiburan, budaya dan gaya hidup urban dibandingkan isu-isu politik. Beberapa faktor yang dapat dilanjutkan dengan penelitan selanjutnya adalah kurangnya pengetahuan mengenai politik dan berpikir kritis dia kalangan anak muda, sehingga ketika ada gerakan-gerakan kritis yang dilakukan di sosial media, sambutan dan partisipasi yang diberikan juga masih terbatas, sebaliknya yang terjadi hampir sebagian besar mahasiswa lebih menyukai akan penggunaan media sosial yang terkait aktualisasi diri ataupun sekedar “update” status tanpa makna. iii.
Content Creation Aspek komunikasi lain yang menggambarkan kompetensi sosial mahasiswa adalah
kemampuan menciptakan konten kreatif dalam sebuah media. Secara umum prosentase tersebut berada pada level cukup baik (34%-56%), dimana mahasiswa memiliki kemampuan untuk memproduksi media (kadang-kadang=39%), memiliki pengalaman dalam mengunakan kreativitas di media sosial seperti mengupload foto (sering=56%), melakukan setting terhadap profil pribadi (kadang-kadang=39%), berkontribusi komentar pada informasi orang (jarang=35%), membuat blog atau situs sendiri (kadang-kadang=37%), membuat dan upload video sendiri (kadang-kadang=38%), dan menggunakan media sosial untuk memproduksi konten media (38%). Hal ini mengingat media sosial dapat dimanfaatkan Namun kemampuan menciptkan konten tersebut menurun ketika kegiatan tersebut berkaitan dengan kemampuan untuk berkontribusi kepada Wikipedia (52%), membuat situs
58
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
jejaringan sosial (41%), dan menggunakan media sosial untuk memproduksi konten media (38%) dengan gradasi tidak pernah atau jarang. Kondisi tersebut berdasarkan pengamatan peneliti didasari oleh beberapa faktor, antara lain variasi program studi yang ada di mahasiswa STIKOM LSPR yang notabene tidak semua mahasiswa mendapatkan materi kajian media, terutama proses membuat produk media yang menarik. Selanjutnya, faktor ketakutan mahasiswa dalam menciptakan konten adalah perasaan takut dianggap jelek atau tidak memahami produk media. Akibatnya, mereka menjadi terjebak pada ketakutan semu yang menjadikannya tidak kreatif, aktif dan menjadi penghasil produk atau konten media secara online. Ketika kemampuan mengkreasi produk media kurang begitu baik, namun sebenarnya sudah ada kemampuan yang berpotensi, yaitu mahasiswa bisa memiliki kemampuan untuk mengekspresikan pengalamannya dalam media sosial. Dari hasil penelitian ini menunjukkan mahasiswa memiliki dan aktif dalam menggunakan akun facebook, twitter dan path, bahkan isi update status yang mereka lakukan hampir selalu dari ekspresi pengalaman mereka dalam keseharian. Terlepas dari kualitas ekspresi tersebut, ketika mereka mau membagikan pengalamannya di media sosial maka itu memberikan asumsi bahwa mahasiswa sudah mampu melakukannya. Walaupun mereka masih perlu pembelajaran lebih lanjut sehingga ekspresi pengalamannya bisa menjadi lebih baik dan berguna bagi publik. Kondisi ini didukung oleh angka prosentase yang menunjukan angka cukup baik dengan kisaran 49%-56% dan gradasi yang meningkat ini suatu potensi yang dapat dimaksimalkan. Selanjutnya yang terakhir adalah kreasi isi pesan dalam media. Sejalan dengan data sebelumnya pada kreasi pengalaman dalam media, kreasi isi pesan dalam media menunjukan posisi yang simetris dengan angka prosentase 38%. Angka ini seakan memperkuat asumsi bahwa keberanian mahasiswa mengekspresikan pengalaman mereka dalam media, perlu didukung dengan kemampuan mengkreasikan dan memvariasikan isi pesan yang produk. Jika mengacu pada media sosial yang mereka gunakan, dapat diamati hampir semua isi pesannya kurang begitu variatif. Isi pesan lebih mengarah pada aktualisasi diri dalam bentuk pemaparan pribadi yang teramat singkat. Seharusnya dengan sedikit sentuhan pengetahuan dan pelatihan dalam membentuk isi pesan, maka update status yang mereka lakukan menjadi lebih bermakna tidak sekedar aktualisasi diri. Ini menunjukkan pengetahuan mahasiswa tentang media khususnya media sosial tidak sebanding dengan nilai kebermanfaatan dari kehadiran teknologi media. Seperti yang diungkapkan oleh Davies, et all (2011) bahwa literasi media baru adalah suatu kemampuan untuk menilai secara kritis
59
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
dan mengembangkan konten yang menggunakan bentuk-bentuk media baru, dan untuk memanfaatkan media baru untuk persuasif komunikasi. Pandangan pada literasi media bisa secara luas tetapi hasilnya adalah literasi media kritis, sebagai contoh adalah pemikir kritis, pencipta, komunikator, dan agen perubahan sosial. Jika kondisi ini bisa diketahui dan dipelajari oleh anak muda di Indonesia bukan tidak mungkin mereka bisa lebih terfasilitasi ekspresinya dengan baik. Bahkan, kehadiran media sosial tidak sekedar untuk menjalin interaksi sosial dan media ekspresi diri, namun juga bisa pembuat konten informasi, komunikator, serta agen sosial untuk perubahan yang lebih baik di publik.
Kesimpulan Berpijak dari paparan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut : 1. Kemampuan mahasiswa STIKOM LSPR dalam berkomunikasi dan membangun relasi sosial (sosial relations) melalui media sosial sangat baik dibandingkan kemampuan untuk memproduksi dan mengkreasikan konten media internet (content creation) dan kemampuan berpartisipasi dengan masyarakat melalui media internet (citizen participation) dengan kisaran prosentase 47%- 63%, sedangkan kemampuan mahasiswa STIKOM LSPR dalam berpartisipasi dengan masyarakat melalui media internet (citizen participation) menunjukkan cukup baik dengan kisaran prosentase 40%-54% dan kemampuan mahasiswa STIKOM LSPR untuk memproduksi dan mengkreasikan konten media internet (content creation) menunjukkan kisaran prosentase cukup baik pula antara 34%-56%, maka kemampuan literasi media mahasiswa STIKOM LSPR secara umum berada pada level medium atau menengah. Level medium yang diperoleh mahasiswa mahasiswa STIKOM LSPR secara umum dibantu dari faktor akses dan lingkungan sosial. 2. Faktor-faktor yang ikut menentukan kemampuan literasi media mahasiswa STIKOM LSPR adalah faktor (a) keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan pembelajaran kampus ; merupakan salah satu faktor yang menjadikan mahasiswa sadar akan penggunaan akan media digital (b) internal diri mahasiswa; kemauan akan penggunaan dan pembelajaran akan media; merupakan faktor yang senantiasa harus ditumbukan dan dikembangkan di dalam lingkungan kampus sehingga mahasiswa dapat berpikir kritis terhadap setiap produk media khususnya media digital, (c) budaya kritis di kalangan mahasiswa yang masih perlu dikembangkan; faktor ini merupakan kata kunci untuk menjadikan mahasiswa lebih aktif dan bisa berpartisipasi, sehingga mereka tidak
60
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
hanya menjadi konsumen namun juga produsen. Namun, budaya kritis ini harus dibangun secara sistemik, sehingga menjadi budaya yang mengakar dalam diri dan lingkungan mahasiswa (d) kurangnya intensivitas gerakan literasi media di lingkungan kampus; faktor ini harus didorang lebih kuat dan didukung penuh oleh civitas akademika, agar gerakan literasi media tidak sebatas kegiatan sementara, tapi menjadi satu gerakan terpadu dan sistemik yang bisa mengembangkan mahasiswa menjadi generasi muda untuk penerus bangsa.
61
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Daftar Pustaka Buckingham, D. 2001. Media Education: A Global Strategy for Development. A Policy Paper for UNESCO Sector of Communicationand Information. Diakses pada 10 Juni 2014, dari www.ccsonline.org.uk/mediacenter/Research_Pro-jects/UNESCO_policy.html CML. 2003. What Media Literacy is Not. Diakses pada 5 Juni 2014, dari Center for Media Literacy/CML: http://www.medialit.org/reading-room/what-media-literacy-not Curry, M.J. 1999. Media Literacy for English Language Learner: A Smiotics Approach. Literacy and Numeracy Studies, 9 (2). Davies, A., Fidler, D., & Gorbis, M. 2011. Future world skills 2020. Palo Alto, CA: Institute for the Future for Apollo Research Institute. Retrieved from http://apolloresearchinstitute.com/sites/default/files/future_work_skills_2020_full_rese arch_report_final_1.pdf. European Commission. 2009. Study on Assessment Criteria for Media Literacy Levels. Brussels. fmh. 2013. Pengguna Smartphone Telkomsel Rata-rata Habiskan 500MB. Available from http://techno.okezone.com/55/795648/redirect Hobbs, R. 1999. The acquisition of media literacy skills among Australian adolescents. Media Literacy Review. Hurlock, E. 2008. Psikologi perkembangan : suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. Iriantara, Y. 2009. Literasi Media. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Kellner, D. 2003). Teori Sosial Radikal. Yogyakarta: Syarikat Indonesia. Kemenkominfo. Diakses 25 Juli 2014. Panji, A. 2014. Hasil Survei Pemakaian Internet Remaja Indonesia. Di akses pada 19 Februari 2014 dari tekno.kompas.com. Rivoltella, P.C. 2009. Media Literacy in Europe Controversies, Challenges and Perspectives. Retrieved from http://www.euromeduc.eu/IMG/pdf/Euromeduc_ENG.pdf Santrock, J.W. 2003. Adolescent: Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Sarlito, W. S. 2006. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sholihuddin, M. 2010. Pengaruh Kompetensi Individu (Individual Competence) Terhadap Literasi Media Internet Di Kalangan Santri. Skripsi Tidak dipublikasikan, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Sindang, E. 2012. Manfaat Media Sosial dalam ranah pendidikan dan pelatihan. Jakarta: Pudiklat KNPK.
62
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Selwyn, N. 2011. Social media in higher education. Routledge: The Europa World of Learning 2012 Suwana, F. 2011. Developing Indonesia’s Youth with New Media Literacy. Tamburaka, A. 2013. Literasi Media: Cerdas bermedia khalayak media massa. Jakarta: Rajawali Pers. http://www.opensocietyfoundations.org/sites/default/files/mapping-digital-mediaindonesia-20140326.pdf. Wahyudi, Reza. 2011. Naik 13 Juta, Pengguna Internet Indonesia 55 Juta Orang. Available from http://tekno.kompas.com/16534635/Naik.13.Juta..Pengguna.Internet.Indonesia.55.Juta.Orang
63
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
WORD OF MOUTH JUDI ONLINE DIKALANGAN REMAJA Ratih Hasanah Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University Email:
[email protected]
ABSTRAK Word of mouth (WOM) adalah sebuah usaha komunikasi yang memicu komunikan untuk menjadi komunikator yang meneruskan pembicaraan, mempromosikan, dan merekomendasikan segala informasi kepada komunikan lain. WOM tersebut dianggap lebih dapat dipercaya dan berefek secara langsung kepada para remaja yang mencari tempat bermain judi online. Kepercayaan dan keefektifan WOM tidak terlepas dari komunikasi antar pribadi yang dilakukan bandar dengan para pemilik akun atau pejudi, hal tersebut bisa membuat informasi judi online tersebar di kalangan remaja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi WOM judi online di kalangan remaja adalah sebagai berikut: melihat teman bermain, kesaksian teman-teman yang sudah menang, kepercayaan, promosi yang dilakukan bandar melalui media sosial, BBM serta besarnya situs judi online tersebut. Kata Kunci: word of mouth, judi online, remaja
64
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Latar Belakang Judi merupakan permainan mengadu keberuntungan yang sudah dipraktikkan sejak zaman dahulu. Berbagai wilayah dan negara memiliki cara bermain judi yang berbeda-beda, mulai dari permainan kartu, dadu, alat putar, hingga bertaruh mengenai pemenang dalam sebuah pertandingan, seperti balapan, adu binatang, perkelahian dalam ring maupun perkelahian jalanan. Taruhan ini dijadikan ajang permainan mengadu keberuntungan dengan menaruh sejumlah uang pada pilihan yang dijagokan. Uang yang dipertaruhkan bervariasi dari nilai kecil hingga nilai yang fantastis. Dalam era serba online saat ini, perjudian menjadi semakin marak. Teknologi internet memiliki kemampuan lebih dalam mencakup target yang segmented sehingga pesan dapat lebih personal dan khusus dengan ekspos yang luas dan kecepatan yang tinggi dalam penyebaran informasi. Dalam konteks perjudian online itu sendiri, banyak macam dan ragam permainan yang dapat dipilih oleh para penjudi, mulai dari permainan poker mengunakan chip, monopoli tanpa uang, hingga judi semua jenis olahraga. Jenis judi online sepakbola adalah yang paling ramai dimainkan karena hampir setiap akhir pekan selalu ada pertandingan. Dalam judi online sepakbola itu sendiri banyak yang bisa dijadikan taruhan mulai dari skor kemenangan, vur-vur-an, tendangan sudut, siapa pencetak skor hingga pada babak berapa gol awal terjadi. M. Yamin dari Yayasan Nawala Nusantara dalam seminar Menyikapi Perjudian Online di Auditorium RRI, Jakarta, pada tanggal 10 Juli 2012, memaparkan perbedaan situs judi luar negeri dengan situs judi dalam negeri. Menurutnya, situs judi luar negeri merupakan perusahaan resmi. Bahkan, ada perusahaan judi online yang sudah go public, seperti William Hill di Inggris. Adapun situs dan agen judi online terbesar saat ini berdasarkan data DSN (domain system name) Nawala adalah sebagai berikut:
65
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Tabel 1. Daftar Situs Judi Online Lokal dan Internasional No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Situs Lokal Dewapoker.com Bookie7.com Betme88.com Fairbet88.com Agenjudibola.net Promosi365.com Agencasinoindonesia.com Indosbobet.com Winning365.com Arenabetting.com
Situs Internasional Bwin (2009): pemasukan lebih € 400 juta PartyGaming (2008): US$ 473 juta Betfair (2008): £ 303 juta Bet365 (2009): £ 3.4 miliar (turnover) William Hill (2009): lebih £ 200 juta Ladbrokes (2009): lebih dari £ 100 juta Mangas Gaming (2009): € 200 juta Paddy Power (2008): € 992 juta (turnover) Unibet (2009): lebih dari £ 130 juta Sportingbet (2009): £ 1,2 miliar (turnover)
(sumber:http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/334384-inilah-10-situs-judi-online-terbesardi-ri) Selain dua puluh nama situs diatas masih banyak lagi situs judi online lain yang cukup digemari, diantaranya adalah; SBOBET, SBOBET CASINO, RGOPOKER, dan TANGKASCOM. Promosi dari masing-masing situs dan agen-agen judi online sangat gencar mulai dari iklan banner, pop up, iklan video, buzz marketing, web, blog, situs, hingga media sosial facebook. Dengan pesan promosi yang menarik, kalimat yang persuasif, hingga gambar yang atraktif, situs-situs dan para agen mencoba untuk mempengaruhi pengguna internet agar bermain judi secara online. Sementara itu, anak SMA merupakan remaja awal yang sedang berada di dalam krisis identitas dan cenderung mempunyai rasa keingintahuan yang tinggi. Karakteristiknya adalah selalu ingin mencoba hal-hal baru, mudah terpengaruh dengan teman-teman sebayanya (peer groups), mulai memperluas hubungan antar pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan teman sebaya, baik laki-laki maupun perempuan (Sarwono, 2004: 24). Dalam konteks dunia maya, pengenalan dan pencarian informasi di internet yang dilakukan oleh remaja tidak semata-mata murni inisiatif dari individu itu sendiri. Kadangkala informasi mengenai berita ataupun informasi sebuah situs di internet yang didapat oleh individu adalah hasil dari pengaruh media massa dan lingkungan sekitarnya. Penghembusan informasi ini biasanya dari kalangan terdekat atau orang yang dipercaya yang bisa juga disebut dengan word of mouth (WOM). Satu pesan yang didapatkan dari teman atau keluarga biasanya lebih dapat dipercaya dan lebih berkesan dibanding dengan pesan tersebut disampaikan oleh berbagai media massa. Karena sifatnya yang lebih terpercaya dan mampu memberikan kesan itulah, sebuah pesan melalui WOM akan lebih tahan lama dalam benak penerima pesan.
66
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Fenomena WOM saat ini sangat fenomenal. Karena bukan saja WOM menjadi alat pemasaran semata, tetapi WOM dapat membicarakan apa saja tren-tren di seputar anak remaja saat ini. Seorang remaja akan merekomendasikan tentang situs-situs tertentu kepada temannya atau saudaranya, untuk kemudian disebarkan lagi kepada orang lain hingga akhirnya situs tersebut dikenal dan dikunjungi. Komunikasi ini juga disebut komunikasi dari mulut ke mulut yang cenderung persuasif, karena si pengirim pesan tidak mempunyai kepentingan sama sekali atas tindakan si penerima setelah itu. (Rangkuti, 2009; 78) Penelitian ini dimaksudkan untuk menggali informasi kekuatan WOM mengenai judi online yang terjadi di kalangan remaja. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran secara deskriptif perilaku remaja bermain judi online serta sejauh mana WOM digunakan dalam menginformasikan aktifitas kegiatan judi online. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, informan yang digunakan adalah anak remaja. Remaja sendiri, dalam penelitian yang dilakukan oleh Ruth Strong, dibagi menjadi tiga fase. Fase pertama yaitu pubertas (10-15 tahun), fase kedua yaitu early adolesen (15-18 tahun) dan fase ketiga yaitu later adolesen (18- 21 tahun). Penelitian ini menggunakan informan anak yang duduk di bangku SMA, atau kisaran early adolesen dan later adolesen. Riset yang dilakukan oleh Paul Felix Lazarsfed pada tahun 1940 menunjukkan bahwa pengaruh langsung dari media massa terhadap pembaca atau penonton sangatlah kecil. Para pembaca atau penonton justru terpengaruh oleh opinion leader (penggerak opini), bukan oleh media massa secara langsung. Hasil riset itu menunjukkan bahwa konsumen mengumpulkan informasi dari beberapa media promosi termasuk iklan dan tenaga penjual, kemudian menceritakan kepada teman-temannya. Opinion leader dalam kasus judi penelitian ini adalah penjaga warnet dan remaja yang bermain judi online dan pernah menang Interaksi personal yang dapat menimbulkan kepercayaan dan tindakan akan sebuah informasi yang didapat dipengaruhi faktor-faktor situasonal dari komunikatornya antara lain: daya tarik fisik, ganjaran (reward), familiarity, kedekatan (proximity), kemampuan (competence). Faktorfaktor personal yang mempengaruhi atraksi interpersonal dalam melakukan WOM yang pertama adalah kesamaan karakteristik, nilai-nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosial ekonomis, agama, ideologi, dan cenderung saling menyukai. (Rahmat, 2011; 111)
67
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Hasil Penelitian Judi online dikenal dan banyak dimainkan oleh remaja laki-laki ketimbang perempuan, alasan dari salah satu informan adalah banyaknya variabel dalam judi online yang berhubungan dengan kegiatan olah raga yang disukai laki-laki, seperti sepak bola, golf, tinju, tenis, basket, balapan mobil, balapan motor hingga balapan hewan. Pembicaraan remaja laki-laki ketika berkumpul adalah seputar pertandingan atau permainan game yang seru, baik online maupun offline. Remaja ternyata memiliki keyakinan akan masa depan yang kompetitif sehingga mereka memanfaatkan media internet yang menyediakan berbagai macam informasi sesuai dengan kebutuhan yang dapat mengembangkan potensi dirinya. Mereka mencari hal-hal baru mengenai teknologi, pendidikan, hobi, tips and trik, tutorial membuat sesuatu, hingga masalah seks yang sulit mereka tanyakan kepada orang tua dan guru. Remaja yang bermain judi online biasanya dari pergaulan. Semua informan menyatakan mengenal judi online dari teman, bukan dari iklan situs judi online. Adapun pop up atau banner yang sering muncul ketika mereka mengunakan internet malah tidak mereka percaya, karena takut akan virus, spam, penipuan dan takut pulsa yang digunakan habis bila melihat iklan-iklan yang ada di internet. Ketika mereka penasaran akan situs atau permainan judi tertentu mereka lebih menyukai bertanya dengan teman-temannya. Kadang ketika jawaban tidak ditemukan mereka bertanya kepada petugas warnet, atau melihat referensi di situs Kaskus atau Google. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa WOM yang terjadi di kalangan mahasiswa berawal dari teman dekat yang mereka percaya. WOM yang terjadi bukan karena ajakan teman tetapi lebih ke sharing kemenangan di perjudian yang dilakukan di situs tertentu. Rata-rata informan tergiur dengan uang yang berlipat ganda. Sebagai contoh, salah satu informan tertarik karena mendengar temannya menang besar dari taruhan cuma lima puluh ribu menjadi satu juta dalam satu kesempatan pertandingan. WOM yang terjadi bukan saja berupa ajakan langsung tetapi juga karena mendengar testimoni teman yang menang dalam judi online. Kemenangan-kemenangan yang diceritakan menimbulkan rasa penasaran dan harapan untuk dapat memiliki keuntungan sehingga mendapatkan uang jajan lebih. Ditambah lagi, biasanya, teman yang mendapatkan kemenangan besar dalam permainan judi online suka mentraktir teman-temannya. Alasannya adalah rasa senang yang berlebih dan merasa bahwa karena uang tersebut haram (judi dilarang dalam agama), maka tidak boleh dimakan sendiri. Sebaliknya, orang yang kalah biasanya tidak akan banyak
68
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
membicarakan, karena pasti langsung sedih, uring-uringan, dan kesal terhadap permainan yang sudah berlalu tersebut. Di dalam teman sekelompok, menurut para informan, tidak pernah saling mempengaruhi untuk bermain judi online. Keinginan untuk bermain judi online biasanya timbul dari diri sendiri yang mudah untuk dipengaruhi. Seperti yang telah dijelaskan di atas, kecanduan judi online lebih karena ingin membuktikan keberuntungan diri (luck). Awalnya, bermain judi dibimbing atau diajari oleh teman atau penjaga warnet dengan dibuatkan akun dan diajari cara bermainnya. WOM lainnya bisa berupa prediksi yang dikirimkan oleh bandar melalui media sosial ataupun BBM. Prediksi yang diberikan mengenai tim yang akan bertanding ini kadangkala memicu semangat untuk melakukan taruhan, apalagi jika prediksi mengenai kemenangan tim kesayangan. WOM dari bandar ini kadang diikuti bila memang informan buta akan pertandingan yang akan berlangsung. Namun pada umumnya, pemasangan taruhan tidak selalu mengikuti prediksi bandar karena pada dasarnya judi adalah untung-untungan dan bersifat spekulatif. Para remaja yang menjadi informan rata-rata setuju dengan slogan “kalah penasaran menang ketagihan”. Motivasi bermain judi itu sendiri berbeda-beda, mulai dari niat iseng-iseng, mencari kesenangan, memacu andrenalin, mencari untung, sampai pergaulan yang kebablasan. Berbagai faktor lainnya adalah mulai dari mengisi waktu luang, bingung punya uang jajan berlebih, mencoba menang seperti temannya, sekadar untuk bergaul, dan untuk menambah semangat dalam menyaksikan tim kesayangan bertanding. Semua hal tersebut pada akhirnya membuat ketagihan dan penasaran.
69
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
DAFTAR PUSTAKA Agus Sujanto. 1996. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana Media Group Hasan, Ali. 2010. Marketing dari Mulut ke Mulut. Jakarta: Medpress Muhadji, Norng. 1993, Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin Pawito. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS Rahmat, Jalaludin.2011 . Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya Sarwono, Sarlito Wirawan. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sumardy. 2010. The Power of Word Of Mouth Marketing ’Rest In Peace Advertising’. Jakarta: Gramedia Pusaka Utama Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi Pemasaran. Yogyakarta: Andi, Sumarmi, Saptaningsih. 2008, Fenomena Word Of Mouth Marketing Dalam Mempengaruhi Keputusan Konsumen (http://upy.ac.id/site/cetak.php?id=9 ) Daftar 10 Situs Judi Online Terbesar (http://teknologi.news.viva.co.id/news/read/334384-inilah10-situs-judi-online-terbesar-di-ri)
70
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
PERANAN RADIO SIARAN SWASTA DI ERA KOMUNIKASI INTERAKTIF Dini Salmiyah Fithrah Ali Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis Telkom University E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Sejarah perkembangan teknologi telah membawa kita pada era komunikasi dua arah yang memudahkan kita untuk mencari sekaligus memberikan informasi melalui berbagai fasilitas interaktif. Radio ikut memberi pengaruh secara sosial terhadap perubahan tersebut agar tetap bisa terjaga keberadaannya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengindentifikasi dan merancang program yang tepat bagi praktisi radio di kota Bandung khususnya dan masyarakat penikmat radio umumnya agar dapat tetap eksis di era sekarang. Penelitian ini menggunakan pendekatan literatur dengan analisa hasil observasi secara deskriptif. Pengumpulan data dilakukan melalui focus group discussion dan in-depth interview dengan kelompok pendengar dan praktisi radio swasta di kota Bandung Kata Kunci : Radio, Teknologi Komunikasi, Fasilitas Interaktif, Kelompok Pendengar, Praktisi Radio
71
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Pendahuluan Perkembangan siaran radio di Indonesia tak pernah bisa lepas dari pendirian Radio Republik Indonesia (RRI) sebagai bentuk komitmen bangsa Indonesia sebagai lembaga penyiaran publik yang akan menjadikan kepentingan masyarakat sebagai prioritas berlandaskan sikap netral dan mandiri. Seiring berjalannya waktu, berawal dari hobi dan interaksi antar komunitas, radio amatir atau radio swasta tumbuh dan berkembang. Kehadiran radio swasta, selain menjadi babak baru dalam pengembangan radio di Indonesia, juga melahirkan permasalahan yang semakin kompleks. Untuk mengatasinya, didirikanlah Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI) sebagai wadah yang menyatukan aneka ragam radio swasta di Indonesia Berdasarkan data PRSSNI tahun 2012, jumlah stasiun radio swasta terbanyak berada di Bandung dengan 64 radio. Hal tersebut berdampak pada persaingan yang semakin ketat antar radio demi memenuhi target rating. Terlampir rating radio di Bandung pada tahun 2012
Rating 1 2 3 4 5
Tabel.1.1 Rating Radio menurut Nielsen Media Research 2012 Radio Frekuensi Segmen Dahlia 101.5 FM Dewasa Rama 104.7 FM Dewasa Ardan 105.9 FM Remaja 99ers 100 FM Remaja Cosmo 101.9 FM Dewasa
Era digital yang juga masuk ke Indonesia turut memberikan andil bagi keragaman radio swasta, baik dari sisi pemberian konten maupun sisi teknologi. Kompetisi menjadi semakin ketat ketika teknologi digital memungkinkan pemberian fasilitas penyiaran streaming audio yang membuat siaran radio bisa didengarkan tidak hanya di wilayah jangkauan frekuensi mereka tapi juga ke seluruh dunia yang terhubung melalui internet. Tinjauan Pustaka Definisi paling sederhana mengenai komunikasi massa dinyatakan oleh Bittner (1980:10), sebagaimana dikutip oleh Rakhmat (2011), “Mass communication is messages communicated through a mass medium to a large number of people.” Rakhmat menyepakati komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah khalayak. Wiryanto menambahkan bahwa sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga, organisasi, atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi. Dengan demikian, dapat kita
72
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
simpulkan bahwa komunikasi massa adalah sebuah bentuk komunikasi yang memanfaatkan media massa untuk menyebarkan pesan kepada khalayak luas pada saat yang bersamaan. Everett M. Rogers melalui bukunya Communication Technology: The New Media in Society mengatakan bahwa sejarah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dapat dikelompokan dalam empat era perkembangan. Pengelompokan era tersebut adalah sebagai berikut : 1. Era Komunikasi Tulisan (dari tahun 4000 - ) 2. Era Komunikasi Cetak (dari tahun 1456 hingga sekarang) 3. Era Telekomunikasi (dari tahun 1844 hingga sekarang) 4. Era Komunikasi Interaktif (dari tahun 1946 hingga sekarang) Era komunikasi interaktif yang sekarang kita rasakan, menekankan pada adanya proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui sebuah media. Keunggulan yang kita dapat, selain dari proses komunikasi ini memungkinkan adanya feedback, komunikator juga dapat memilih informasi yang dibutuhkan untuk mencapai proses penyampaian pesan. Perkembangan radio menjadi kian terbantu dengan kemudahan berkomunikasi terhadap audiensnya.
Metode Penelitian Penulis melakukan pengumpulan data melalui focus group discussion. Tujuan FGD ini adalah mengetahui pendapat dan pengalaman dari masing-masing individu yang termasuk dalam kelompok pendengar maupun praktisi radio siaran swasta. Secara lebih detail, FGD berusaha mendapatkan penilaian mendalam terhadap radio siaran swasta yang ada di Bandung -sebagaimana yang disampaikan oleh Poynter dalam The Handbook of online and social media research bahwa FGD akan menggali pendapat dan pengalaman peserta mengenai radio siaran swasta tertentu yang mewakili radio siaran swasta pada umumnya-. FGD ini dilakukan di Telkom University pada bulan Maret 2015 melalui dua sesi diskusi. Sesi pertama dilakukan melalui tukar pendapat antar peserta FGD yang diikuti oleh delapan orang peserta dengan proporsi gender berimbang (empat orang laki-laki dan empat orang perempuan). Sebelum diskusi, terdapat screening pra-FDG dengan prasyarat sebagai berikut: peserta adalah pendengar radio aktif selama satu tahun terakhir dan melibatkan praktisi radio yang aktif selama dua tahun terakhir. Radio itu sendiri harus yang termasuk ke dalam rating lima besar olahan Nielsen
73
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Media Research. Sedangkan sesi kedua dilakukan melalui wawancara mendalam (in-depth interview) pada setiap peserta, berkenaan dengan pernyataan yang dilontarkan saat sesi tukar pendapat. Proses FGD direkam dan dicatat oleh notulen. Hasil FGD tersebut ditranskrip dan dianalisis sesuai dengan temuan dan pendapat yang berkembang selama jalannya diskusi. Hasil Penelitian 1. Kebutuhan akan Internet Setiap peserta sepakat bahwa internet sangat dibutuhkan di era sekarang ini. Internet menjadi kebutuhan mendasar dan setiap peserta memiliki durasi menggunakan media internet sekitar tiga sampai empat jam sehari diluar penggunaan di kantor. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Kalau saya pemakaian internet di rumah after working hours biasanya tiga sampai empat jam karena saya berhubungan dengan klien by email atau chatting dengan klien dan membahas tentang konsep-konsep. Saya menggunakan Speedy. Pemakaian di rumah tiga jam. Di rumah ada koneksi, koneksi tetap. Untuk mendengarkan radio juga, di hape juga ada tune in. Karena saya punya usaha hostel, jadi 24 jam harus on terus. Pengunjung hostel saya, yang rata-rata orang Europe, mereka aktif terus untuk mencari informasi di Bandung. Kira-kira habis 25 Giga sebulan. Kalau saya pribadi paling menggunakan dua sampai tiga jam di rumah. Untuk hostel, saya pakai Esia dan Im3. Jika satu down, maka akan ada backup-nya. Untuk pribadi saya pakai Aha.” 2. Penggunaan Media Perubahan media yang sangat revolusioner tetap tidak dapat menggantikan posisi radio yang memiliki sifat auditif. Meski selintas, namun radio dapat menjadi teman perjalanan yang berfungsi memberi informasi dan hiburan. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Sering banget. Sebenarnya kalau sekarang, streaming banyak digunakan di komputer atau laptop. Sekarang di beberapa tempat atau mobilitas biasanya menggunakan handphone dengan menggunakan aplikasi yang ada di handphone. Dengan menggunakan aplikasi yang khusus dari handpone itu, delay-nya sangat minim. Kalau streaming (via komputer atau laptop), ada delay-nya sekitar empat detik jadi mengganggu banget dan tidak lancar. Kalau streaming, kelemahannya kadang putus koneksi. Kalau dari aplikasi, bisa tidak lama delay-nya karena ada pemancar. Kalau saya dengar radio di Bandung biasanya di handphone atau di mobil saja. Sedangkan untuk mendengarkan radio di Jakarta, ya harus streaming. Biasanya menggunakan handphone jika sedang dalam perjalanan. Kalau streaming lewat komputer, saya belum pernah.” 3. Media yang Sering Digunakan dalam Mencari Informasi Media informasi menggunakan internet menjadi pilihan utama bagi seluruh peserta FGD sehingga kebutuhan gadget untuk online semakin meningkat.
74
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
4. Penerapan Informasi Seputar Hobi dan Minat lewat Media Radio Acara radio dianggap menarik bila bisa dibawakan oleh penyiar yang memiliki kemampuan menghasilkan “theatre of mind”, membangun imajinasi dan membangkitkan keinginan untuk mengunjungi tempat yang tengah dijadikan fokus acara. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Penyiar yang bisa memberikan imajinasi sampai membuat ketakutan hanya satu yaitu Ardan Nightmare. Saya pernah mendengar seorang penyiar yang memberitakan indahnya Kota Malang, sampai saya langsung browsing dan pergi ke sana.” 5. Waktu yang Tepat untuk Menikmati Acara Andalan di Radio Siaran Swasta Peserta sepakat waktu yang tepat untuk menikmati acara andalan dilakukan setelah jam kerja saat masih dalam perjalanan. Alasannya, waktu tersebut dianggap sebagai waktu yang paling memungkinkan untuk mendengarkan radio. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Weekend program dan di waktu sore ketika pulang kantor. Bagusnya sih setiap hari, pulang kantor.” 6. Program Acara yang Perlu Dimiliki oleh Radio Siaran Swasta Mengenai program acara, peserta mengharapkan acara yang tidak umum dan berbeda dengan radio sejenis. Selain itu, peserta juga berharap agar acara-acara tersebut memberikan hal baru, ide praktis bagi keseharian, dan inspirasi. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Saya suka tips and trick tentang bagaimana menghadapi hidup ke depan. Kalau mendekati weekend, saya suka program yang membahas tempat-tempat traveling. Kurang lebih sama. Saya itu kalau nonton di Youtube pasti mencari tips and trick. Misalnya, bagaimana mengupas mangga dengan menggunakan gelas. Bagi saya, lebih baik mengakses sesuatu yang ringan tapi membantu kehidupan, daripada menggosipkan hal yang negatif.” 7. Program yang Dibutuhkan di Hari Kerja Program yang diharapkan ada di hari kerja adalah acara yang memberikan informasi aktual, bermanfaat untuk pengguna jalan raya, namun tetap menghibur. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Saya sangat membutuhkan program tentang kemacetan lalu lintas yang bekerjasama dengan Polda Jabar. Idealnya, acara tersebut diputar pada pagi jam 7 dan sore jam 6. Saya pengen sesuatu yang unik. Saya kepikiran untuk membuat sesuatu tentang yang lucu tapi juga menakutkan. Bagi saya, sebagai tim kreatif,
75
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
membuat suatu acara itu sebaiknya yang bisa mengubah perilaku orang. Agar bisa mendapatkan hal tersebut, tim kreatif radio perlu refreshing keluar dari kantor (untuk mendapatkan ide-ide).” 8. Penilaian Peserta terhadap Radio 8.1. Alasan Memilih Radio sebagai Media yang Tidak Tergantikan Hingga Kini Radio masih menjadi pilihan utama sebagai teman perjalanan karena sifatnya yang auditif dan bisa menciptakan kedekatan antara penyiar dengan pendengarnya. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Saya suka radio karena proximity antara penyiar dengan pendengarnya. Hal tersebut tentu juga dipengaruhi . “Kalau saya membuka radio untuk menghilangkan kesepian sekaligus sebagai teman di jalan. Jadi saya sebenarnya ingin mencari lagu. Tapi memang saya biasa buka radio tertentu karena lagu-lagunya enak. Ketika sampai pada penyiar yang bicara, apalagi jika bicaranya tidak enak, channel-nya langsung saya pindah. Saya membuka radio karena ingin mendengarkan penyiarnya. Kekuatan penyiar dalam memberikan informasi itu penting. Jika tidak kuat, maka orang hanya akan mendengarnya sambil berlalu, terlebih karena sifat radio yang auditif sehingga bisa luput dalam mencuri perhatian. Menurut saya sendiri, umumnya radio di Bandung bicaranya tidak fokus, sehingga kemungkinan orang untuk pindah saluran adalah lebih banyak. Tapi untuk saya pribadi, sebelum pindah saluran, saya akan menilai dari lagunya terlebih dahulu. Kalau lagunya enak, meski penyiarnya tidak menyenangkan, saya tidak akan merubah saluran. Sebaiknya untuk segmen professional, penyiar dan lagunya ada satu senyawa yang larut. Penyiar dan lagu harus merupakan satu kesatuan.” 8.2. Penyiar Radio yang Berhasil Membentuk Imajinasi dan Persepsi Kuat di Benak Pendengar Kebanyakan peserta kesulitan menyebutkan nama acara yang spesifik. Kalaupun ada, harus dibantu dengan acara yang dibawakan atau referensi diarahkan terhadap satu program atau satu jenis musik tertentu. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Saya hanya ingat satu, yaitu Ardan Nightmare. Kalau dulu, ada drama sandiwara Tutur Tinular. Di Bandung banyak penyiar yang berasal dari band indie. Saya pikir mereka-mereka bagus karena selain kualitas suaranya, juga memberi influence baru tentang musik pada pendengarnya.” 10. Penilaian Peserta atas Radio Siaran Swasta Pilihan Peserta 10.1. Pertimbangan Utama Pendengar Tetap Setia Mendengarkan Program Radio Penyiar yang dapat memberikan kenyamanan, keakraban dan informatif masih menjadi alasan utama dan kelebihan radio sebagai media hiburan. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai:
76
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
“Kalau saya tidak lebih kepada penyiar atau musiknya tetapi kita harus lihat dahulu rumahnya. Rumahnya itu adalah program acaranya. Walaupun untuk beberapa orang tidak peka, tapi kalau program acaranya jelas akan berpengaruh pada penyiar dan lagunya. Kalau saya membuka radio untuk menghilangkan kesepian sekaligus sebagai teman di jalan. Jadi saya sebenarnya ingin mencari lagu. Tapi memang saya biasa buka radio tertentu karena lagu-lagunya enak. Ketika sampai pada penyiar yang bicara, apalagi jika bicaranya tidak enak, channel-nya langsung saya pindah.” 10.2. Jam Prime Time mengenai Program Acara yang Paling Diingat Waktu yang disediakan untuk mendengarkan radio masih beragam bagi sebagian peserta FGD, tergantung waktu istirahat dari kesibukan rutin masing-masing-masing. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Di atas jam sembilan malam ketika sudah santai. Sekitar sore pukul tiga, sembari pulang kantor untuk menemani di perjalanan. Pagi ketika perjalanan ke kantor.” 10.3. Pendapat Pendengar Mengenai Penyiar di Radio Siaran Swasta Favoritnya Di tengah pendapat pentingnya peran penyiar di mata pendengar, penyiar yang ada saat ini belum terasa memiliki satu kekhasan yang menjadi nilai lebih mereka. Meski tidak dapat dikatakan buruk, namun belum ada yang dapat dikatakan di atas rata-rata. Berikut jawaban dari para peserta ketika diwawancarai: “Dari tahun ke tahun apa yang ingin dibicarakan penyiar rata-rata sudah tertebak. Misalnya, kenaikan BBM. Semua juga tahu tentang itu, dan para penyiar itu tidak membicarakannya dari segi yang out of the box, tidak mencari sisi yang lain. Kalau saya melihat dari segi marketing communication, kadang ada orang yang mau stay di penyiar itu karena merasa he or she have a sexy voice. Penyiar radio tertentu kadang datar, malah kadang lebih enak lagunya daripada penyiarnya. Harusnya sesuai how-to-say-nya. “Rata-rata penyiar masih kurang ekspresif. Kedekatannya juga kurang. Penyiarnya bikin adem walaupun tidak jenaka. Sebenarnya tergantung atmosfer kita sedang ingin mendengarkan apa. Masih umum. Belum terlalu spesifik.” 4.10.3 Diferensiasi Radio Siaran Swasta dengan Radio Kompetitor Lainnya Pendengar masih menganggap bahwa kualitas suara yang didengar, jenis musik dan kemampuan music director dalam meramu lagu menjadi pilihan utama dalam menentukan pilihan terhadap radio yang didengar/ “Lebih ke kualitas soundnya. Karena genre-nya yaitu jazz music. Kalau saya tergantung pada playlist lagunya.” 11. Program Inovatif/ Ide Pendengar
77
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
11.1. Jika Anda Diundang oleh Radio Siaran Swasta, Acara Apa yang Pasti Akan Anda Datangi untuk Acara Off Air? Kedekatan dengan pendengar dapat dilakukan dengan membuat sebuah even atau kegiatan berdasarkan hal yang tengah menjadi tren, disesuaikan dengan target pendengar yang ada berdasarkan segmentasi yang telah radio tetapkan “Kalau sekarang jazz. Dengan adanya even seperti Java Jazz dan Kampung Jazz, sekarang jazz tidak lagi terasosiasikan dengan orangtua, tapi juga anak-anak muda. “Membuat even yang bisa memperpanjang segmentasi tersebut. Sebuah acara jazz sebaiknya tidak tersegmentasi untuk satu generasi saja. Kenapa tidak membuat musik untuk tiga generasi saja? Jadi menciptakan juga mempertahankan. Seharusnya radio menjadi suatu media yang tidak akan kehilangan segmennya dengan menciptakan suatu acara yang melibatkan generasi berikutnya. Kalau musik tidak. Mungkin talkshow bisnis. Kalau saya lebih tertarik ke edukasi. Misalnya, konsep CSR yang digabungkan dengan musik.” 11.2. Program radio yang ingin dibuat
Program radio yang diinginkan oleh pendengar adalah hal yang membantu keseharian menjadi lebih baik dengan cara sederhana namun menghibur, dengan tetap menggabungkan musik dan penyiar sebagai kekuatan utama dari radio yang berkarakter media auditif. “Balik lagi ke tagline radionya. Coba lihat ada persoalan-persoalan apa yang ada di masyarakat. Misalnya, problem pernikahan. Radio harus bisa ‘give the solution’, sehingga memang benar ada inspirasinya. Hobi atau olahraga. Dan mendatangkan komunitas yang ada. Kalau olahraga misalnya anak-anak basket. Kalau saya ingin ada tips dan trik tentang kehidupan, yang bisa memudahkan aktifitas kita sampai memudahkan cara berpikir kita. Segmentasinya yang middle up, dan bisa melihat sesuatu yang out-of-the-box. Yang sederhana dan informatif. Misalnya ada segmen liburan.” Kesimpulan Dari hasil diskusi tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa peran radio swasta di kota Bandung masih dibutuhkan bagi pendengar maupun praktisi radio. Hal ini dapat dirasakan dari antusiasme para pendengar disaat menceritakan program radio mereka, kebiasaan mendengarkan radio yang mereka masih lakukan serta harapan agar radio mereka tetap bisa menjadi salah satu media informasi di era interaktif.
78
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Peran radio siaran swasta telah bergeser dari sekedar bersifat auditif. Radio siaran swasta kini harus semakin interaktif dan informatif jika mengingat kebutuhan pendengar terhadap radio pun semakin meningkat -menuntut radio berperan lebih besar dalam pemberian informasi yang baru dan terpercaya agar bisa mengakomodasi persoalan aktual di masyarakat umumnya dan di segmentasi radio masing masing dengan semakin memberi porsi besar peran pendengar yang dilibatkan secara langsung dalam program acara sehingga lebih interaktif-. Radio juga diharapkan untuk bergerak lebih cepat dalam menyeimbangkan perkembangan media informasi melalui internet yang semakin ekspansif dengan program-program yang dapat digabungkan dengan kegiatan off air sehingga tercipta sinergi bagi radio itu sendiri dalam melibatkan fungsi pendengar. Radio perlu membuat program yang dirancang lebih atraktif dan mengutamakan jadwal prime time bagi pendengar saat ini dimana waktu mendengarkan radio sekarang telah bergeser di saat perjalanan pergi ke kantor atau jam pulang kantor sebagai teman perjalanan. Radio juga perlu memperhatikan kualitas pemancar dan memperluas area jangkauan siaran agar menghasilkan suara yang jernih dan mudah ditangkap disaat pendengar dalam posisi mobile. Di tengah banyaknya perubahan yang diharapkan oleh pendengar, pendengar masih terus merindukan kelebihan dasar radio yang auditif dan kemampuan penyiar yang bisa menciptakan kedekatan dengan pendengar dan kemampuan menciptakan “theater of mind” ketika membawakan acara.
79
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Daftar Pustaka Poynter, Ray. 2010. The Handbook of online and social media research. UK: Wiley Esomar Research Rakhmat, Jalaluddin. 2011. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rogers , Everret M. 1986. Communication Technologi : The New Media in Society. New York: The Free Press Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: PT Grasindo. www.radioprssnijabar.com
80
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
DISKURSUS INDONESIA DAN KONSTRUKSI IDEOLOGI MEDIA DALAM BERITA DEBAT CALON PRESIDEN 2014 DI MEDIA METRO TV DAN TV ONE Anastasya Putriᵃ, Ahmad Toniᵇ Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur Jakarta Email: ᵃ
[email protected]; ᵇ
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini menggabungkan konstruksi media dalam teks berita yang bersifat jurnalistik dan menggabungkannya dengan hasil wawancara dengan para wartawan yang terlibat dalam pemberitaan kedua media. Penelitian ini mencoba untuk menyajikan fakta teks dengan kesadaran wartawan dalam menjalankan profesi jurnalistiknya yang berpedoman pada ekonomi politik media. Nilai Indonesia menurut media ialah nilai yang dibangun berdasarkan pada konstruksi pemikiran dari seorang pemimpin. Media dalam pemilu 2014 melakukan kontruksi pada diskursus Indonesia pada debat calon presiden 2014. Metro TV melakukan konstruksi pada calon presiden Joko Widodo pada level nilai-nilai kerakyatan yang riil dalam program kerja dengan data-data riil yang disuguhkan sebagai sebuah konstruksi atas fakta-fakta jurnalistiknya. Sementara TV One mengkonstruksi calon presiden Prabowo sebagai individu yang mampu membawa bangsa Indonesia pada level yang lebih baik. Namun dalam konstruksi jurnalistik, TV One kurang bisa memberikan fakta-fakta yang lengkap yang berkaitan dengan fakta Prabowo. Diskursus Indonesia menurut kedua media terpusat pada apa yang telah dilakukan oleh para calon presiden 2014. Kata kunci: diskursus Indonesia, konstruksi media, debat calon presiden 2014
81
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Latar Belakang Pasca reformasi, media massa sebagai penyedia informasi semakin memegang peran yang penting dalam kehidupan politik. Aktivitas media dalam melaporkan peristiwa-peristiwa politik sering memberi dampak yang amat signifikan bagi perkembangan politik. Setelah tahun 1998 sejumlah media massa memperlihatkan sikap partisannya terhadap partai politik secara terbuka. Keterlibatan media massa dengan kegiatan politik, tidak semata-mata mencerminkan perhatian media terhadap politik, melainkan menyiratkan adanya keterikatan atas dasar suatu kepentingan antara sebuah media dan kekuatan politik yang diberitakannya entah itu kepentingan ekonomi, politik ataupun ideologis (Hamad, 2004: 75). Fenomena keterlibatan media dalam kancah politik makin ketara dalam pemilu tahun 2014, dimana pertarungan Pemilihan Presiden 2014 kali ini menjadi pertarungan yang paling sengit dalam pesta demokrasi 5 tahunan. Berbeda dengan pemilu 2004 yang diramaikan oleh 5 pasangan capres dan cawapres, dan di tahun 2009 terdapat 3 pasang kandidat, di tahun 2014 ini hanya ada 2 kandidat pasangan yang akan maju dalam pemilu yang berlangsung 9 juli 2014 yaitu pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto – Hatta Rajasa dan nomor urut 2 Joko Widodo – Jusuf Kalla. Konstelasi politik makin memanas kala persaingan merebut kursi presiden diwarnai oleh keberpihakan media yang menjadi pendukung masing-masing capres. Dalam peristiwa politik seperti pemilu, setiap media memiliki agenda setting yang dibangun atas misi masing-masing. Sikap politik dan motif pemberitaan setiap media bergantung pada siapa dibalik pemilik media. Dari hasil peta koalisi para kandidat terlihat pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa didukung oleh 6 partai besar Gerindra, PAN, PPP, PKS, Golkar dan PBB ditambah dengan dukungan dari pengusaha Hary Tanoesubdiyo yang sebelumnya telah keluar dari parta HANURA. Sementara pasangan Joko Widoodo- JK didukung 4 partai PDIP, PKB, Hanura, Nasdem. Dari peta koalisi menunjukkan tak sekedar adu unggul dukungan jumlah suara, namun persaingan media dibalik kedua kandidat menjadi fenomena yang menarik untuk amati. Sebut saja Golkar dengan ketua umumnya Aburizal Bakrie adalah pemilik jaringan media VIVA News yang berafiliasi dengan TVONE, ANTV dan media online VIVANews dot com. Ditambah dengan Hary Tanoesudibyo pemilik MNC Group yang menaungi sejumlah media tv, cetak hingga online. Sementara seolah tak mau kalah dibalik Jokowi dan JK ada partai Nasdem dengan ketua umumnya Surya Paloh adalah pemilik media televisi berita MetroTV.
82
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Melihat latar belakang tersebut keberpihakan media terhadap masing-masing kandidat tak bisa dilepaskan lagi. Hal ini sesuai dengan hasil monitoring Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunjukkan selama periode Mei 2014, dua stasiun televisi memberikan perlakuan yang berbeda terhadap dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Masing-masing televisi, yakni TVOne dan MetroTV menyiarkan lebih banyak calon tertentu yang didukung oleh pemilik stasiun TV.
Sumber : www. katadata.co.id Media semestinya berada dipihak yang netral tidak berat sebelah, letak keberpihakan bukan kepada kepentingan golongan namun kepentingan yang lebih luas yaitu masyarakat. Menurut Denis McQuail (2013), Kovach dan Rosentiel (2001), juga Undang-Undang Pers, idealisme jurnalisme dan media adalah menyajikan informasi yang mencerdaskan dan memberdayakan publik agar mereka bisa mengatur diri sendiri sehingga kepentingan publik adalah alasan utama eksistensi jurnalisme.
83
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Inilah yang kemudian menjadi tantangan bagi dunia jurnalistik. Memilih untuk tetap independen atau meneruskan keberpihakan sesuai dengan intervensi sang pemilik media yang sarat dengan kepentingan politis. Perspektif berbeda yang ditunjukkan oleh para jurnalis dalam menuliskan berita tentang pemilu 2014 ini sangat menarik untuk diamati terutama para jurnalis TV, karena media televisi mempunyai kelebihan dibandingkan media cetak atau online. Kekuatan media televisi ada pada audio dan visual yang ditampilkan. Dalam penelitian kali ini penulis akan mengamati 2 stasiun tv berita yaitu METRO TV dan TVONE. Secara spesifik penulis akan membandingkan dengan menggunakan analisa framing bagaimana kedua stasiun televisi berita ini memberitakan capres nomor urut 1 Prabowo - Hatta dan capres nomor urut 2 Jokowi-JK terutama pasca debat calon presiden yang diselenggarakan oleh KPU. Dari analisa framing dapat diketahui bagaimana media menggambarkan sebuah peristiwa, seperti ada penonjolan pada aspek tertentu dan mengabaikan aspek yang lain atau bagaimana isu tertentu mendapatkan alokasi dan perhatian lebih besar ketimbang isu lain. Sebab menurut Rahmat.J ( 2008 : 224) media televisi cendrung menampilkan realitas yang diseleksi ( second hand reality) misalnya dalam menampilkan seorang narasumber (tokoh tertentu) dan mengesampingkan tokoh lain, sehingga peneliti akan menggali lebih jauh mengenai keberpihakan kedua media tersebut, sehingga diharapkan adanya penelitian ini bisa menjawab media mana yang paling independen atau paling berpihak selama masa pemilu 2014 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan paradigma dialogis antara paradigma konstruktivis dan paradigma kritis, paradigma konstruktivis digunakan untuk melihat teks berita dengan berpedoman pada framing terhadap analisa berita secara tekstual dan element berita tersebut. Sementara paradigma kritis digunakan untuk melihat sistem relasi ekonomi, politik media dalam penentuan dan kebijakan institusi media, hal ini untuk menunjukan ideologi media dalam keterlibatan atas kapital dan politik media dalam mementukan isi pesan. Namun dalam analisa data peneliti berpedoman pada proses dialogis tentang hakikat kebenaran yang mendalam tentang ideologi media sehingga dalam penelitian ini juga menerapkan dialogis kritis dalam melihat ideologi media. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode analisis framing dan menggunakan paradigma konstruktivisme. Menurut paradigma konstruktivisme, realitas sosial yang diamati oleh seseorang tidak dapat digeneralisasikan pada semua orang yang biasa dilakukan oleh kaum klasik dan positivis. Paradigma
84
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
konstruktivisme menilai perilaku manusia secara fundamental berbeda dengan perilaku alam, karena manusia bertindak sebagai agen yang mengkonstruksi dalam realitas sosial mereka, baik itu melalui pemberian makna ataupun pemahaman perilaku dikalangan mereka sendiri. Dalam penelitian ini penulis akan melakukan penelitian dengan menggunakan analisis framing menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki, yang akan menganalisis berita dengan menggunakan empat unit analisis, yaitu : Sintaksis (cara wartawan menyusun fakta), Skrip (cara wartawan mengisahkan fakta), Tematik (cara wartawan menulis fakta), dan Retoris (cara wartawan menekankan fakta). Zhongdan Pan dan Gerald M. Kosicki melihat framing melibatkan dua konsepsi yakni : Konsepsi psikologis yang melihat frame semata sebagai persoalan internal pikiran dan konsepsi sosiologis yang lebih tertarik melihat frame dari sisi bagaimana lingkungan sosial dikontruksikan seseorang. Dalam media, framing karenanya dipahami sebagai perangkat kognisi yang digunakan dalam informasi utnuk membuat kode, menasirkan, dan menyimpannya utnuk dikomunikasikan dengan khalayak – yang kesenuanya dihubungkan dengan konvensi, rutinitas, dan praktik kerja professional wartawan. Framing lalu dimaknai sebagai suatu strategi atau cara wartawan dalam mengkontruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak. (Eriyanto, 2005:253) Dalam penelitian ini framing secara dasar analisa dalam menentukan struktur konstruksi media, yakni Metro TV dan TV One. Namun lebih mendalam sistem analisa dalam penelitian ini dengan pendekatan ekonomi politik media yang kemudian mencoba untuk menemukan titik tema fakta dalam teks media dipadukan dengan data-data primer hasil wawancara yang mencoba menelusuri secara mendalam bagaimana koorporasi media bergerak dalam tataran teks. Teks yang dimaksud ialah teks yang diprakarsasi dengan analsisi fakta-fakta jurnalistik dengan kaidah-kaidah framing yang diterapkan dalam penelitian. Penelitian ini mencoba untuk memetakan konstruksi media serta bagaimana level ideologi berpengaruh dalam konstruksi teks yang kemudian masuk kepada tataran kritis untuk menemukan keterkaiatan ideologi media dengan teks yang merupakan hasil konstruksi para pekerja media dengan nilai-nilai jurnalistik yang terdapat dalam pemberitaan. Koteks ideologi menjadi penting dalam penelitian ini yang mengharuskan sistem lintas paradigma untuk menemukan kesadaran
85
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
awak media, korporasi media dalam sistem ideologi yang diyakininya sebagai sebuah kesadaran semu dalam pekerjaan yang dilakukannya. Hasil Penelitian Framing atas Berita Metro TV Sistem Sintaksis (Cara Wartawan Menyusun Fakta) Headline: Presiden Pilihan Kita. Lead: Jokowi-JK Pemenang, selisih 5%. Latar Informasi: Lembaga Survei Indonesia Politicawave, dan Carta Politica. Kutipan Sumber: Yunarto Wijaya: “selain elektabilitas tinggi, juga undecided voter 5,7% kebanyakan secara kharakter lebih berpihak kepada Jokowi”. Pernyataan: 1. Politicawave juga, nitizen 53,8% Jokowi-JK 2. Carta Politica, keunggulan Jokowi-JK lebih dari 4% 3. Jokowi-JK unggul 3%. Penutup: nasionalitas mengalahkan pragmatisme pemilih. Unit Sintaksis Headline
Lead
Analisa Presiden Pilihan Kita Sebuah pernyataan yang memilih sudut pandang pemilih. Kata “kita” ialah mewakili pemilih atau masyarakat Indonesia. Terjadi penghalusan pernyataan dalam headline media Metro TV. Kebijakan yang diambil dalam redaksi menentukan bagaimana sudut pandang media menjadi sudut pandang publik. Hal ini adalah strategi informasi yang menitikberatkan pada kapasistas kebijakan media dalam langkah melakukan agenda setting dan propaganda kemanangan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden. Penempatan “kita” ialah wujud ajakan dan sekaligus wujud pernyataan kemenangan pada pemilihan. Jokowi-JK (Jusuf Kalla) pemenang, selisih 5% Lead menentukan pasangan (siapa) ini adalah strategi jurnalistik dalam menangkat nama seseorang dalam rangka: 1. Personal branding. Mendahulukan nama seseorang dalam penulisan berita ialah untuk memperkenalkan kepada publik siapa sosok tersebut sebagai suatu keunggulan dengan orang atau individu lain dalam sistem masyarakat. 2. Pampanye media (keberpihakan media). Pembuktian bahwa media turut serta dalam menentukan pilihan dalam sistem pemilihan presiden 2014. 3. Pernyataan (pemenang). Penegasan menang dalam suatu pemberitaan akan mempengaruhi persepsi publik tentang suatu keputusan memilih dalam pemilihan presiden 2014. Terlebih lagi berita ini dikeluarkan menjelang hari H pemeilihan. 4. Hasil 5% dari populasi pemilih dalam konteks warga negara Indonesia ialah menentukan jumlah yang besar.
86
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Latar Informasi
Sumber:
Hasil survei: LSI, Politicawave dan Carta Politica Carta Politica: Jokowi-JK 49,2%, Praboowo-Hatta: 45,1% LSI: Jokowi-JK 47,8%, Prabowo-Hatta: 45,1% Politicawave: Jokowi-JK 53,8%, Prabowo-Hatta: 46,2% Data survei yang dilakukan oleh ketiga lembaga yang memenangkan pasangan Jokowi-JK dalam pemilihan presiden 2014. Yunarto Wijaya: dikarenakan selain elektabilitas tinggi juga undecided 5,7% kebanyakan secara khakater lebih berpihak kepada Jokowi-JK. Selain itu juga ketika kita membaca tingkat kemantapan pilihan dari masing-masing pemilih, Jokowi-JK juga ditempatkan secara lebih unggul angka 83%. Fitri: dari hasil temuan kami, mengkonfirmasi ada dua hal yang penting dari temuan kami. Pertama, adalah survei ini menghasilkan kesimpulan bahwa dinamika presentasi keberpihilhan capres dan cawapres pada juli 2014 menjelang hasil (Hasil surb=vei capres terkini: tamplet) selisih antara pasangan Prabowo-Hatta dan Jokwoi-JK mulai melebar dan kemudian. Trend ditunjukan dengan terbalik artinya trend yang biasanya Jokowi trend nya, sekarang membangkit kembali (Visual hasil survei). Untuk metodologinya kita memkai standar baru, pengacakan multi rundom sampling dengan margin eror 2 %.
Pernyataan:
1. Politicawave juga, nitizen 53,8% Jokowi-JK 2. Carta Politica, keunggulan Jokowi-JK lebih dari 4%. 3. Jokowi-JK unggul 3% sementara LSI Penutup Nasionalitas mengalahkan pragmatisme pemilih. Suatu peringatan kepada publik dan suatu seruan kepada publik untuk tidak melakukan politik uang dalam berdemokrasi. Hal ini membuktikan bahwa Metro TV juga punya dua maksud dalam seruan ini: 1. Metro TV mengajak masyarakat untuk melakukan sistem demokrasi yang bersih dan cerdas. 2. Metro TV mengajak kepada publik untuk tidak memilih calon yang melakukan transaksi politik uang (Prabowo-Hatta) Sistem Skrip (Cara Watrawan Mengikashkan Fakta) Kelengkapan 5 W + 1 H Why: kampanye door to door tim Jokowi-JK Lebih masif Who: Jokowi-JK What: Elektabilitas Jokowi Meningkat, Pemenang pilpres Where: Di seluruh Indonesia, (survei) How: banyak factor yang mempengaruhi: kampanye hitam, dan lain-lain. Sistem Tematik (Cara Wartawan Menulis Fakta)
87
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Paragraf: dalam hal ini penyusunan paragraf ialah
bersifat parsial. Pada paragraf pertama
(segmen1) berupa pernyataan hasil survei yang menempatkan angka perolehan Jokowi secara massif. Kedua, (segmen 2) membahas tentang elektabilitas yang disertai dengan penjabaran detail dari survei yang dilakukan, responden, margin eror dan variable-variabel yang dibuat dalam pernyataan dan pertanyaan dalam survei. Ketiga, (segemn 3) pembahasan tentang fakta lain yang ditemukan selama survei yang dilakukan berkaitan dengan elemen kampanye yang dilakukan oleh masing-masing pasangan calon. Keempat, (segmen 4) tentang kampanye hitam yang menyerang Jokowi, dimana diuraikan kampanye hitam tidak begitu signifikan mempengaruhi elektabilitas Jokowi. Analisa: wartawan dalam hal menulis fakta (berita) lebih condong atau cenderung memposisikan Jokowi sebagai subjek kemenngan dalam pemberitaan, sedangkan pasangan Prabowo sebagai objek kekalahan dalam survei. Subjek kemenangan ialah orang yang aktif melakukan (waratwan secara aktif melakukan penonjolan atau level tertentu dalam proses pemberitaan). Terlihat dari keempat paragraf diatas posisi Jokowi dalam pemberitaan lebih dominan dan banyak dibahas sisi positifnya. Proporsi: Kalimat: kalimat yang banyak digunakan dalam pemberitaan sifatnya adalah kalimat aktif yang menempatkan objek-objek dari subjek Jokowi. 1. Pasangan Jokowi-JK prediksi pemenang dengan selisih 5% dari pasangan Prabowo-Hatta. Dalam bahasa Indonesia yang baku: Pasangan Jokwi-JK diprediksi sebagai pemenang dari pasangan Prabowo-Hatta dengan selisih perolehan suara 5%. Penempatan selisih perolehan sebagai anak kalimat (frase) dalam kalimat tersebut menentukan penekanan pada calon presiden Jokowi-JK dan menempatkan pasangan Prabowo-Hatta sebagai objek kekalahan dalam sebuah “kompetisi survei”. 2. Ada keunggulan survei dari LSI (lembaga survei Indonesia), Jokowi 3,6%. Dalam bahasa Indonesia yang baku: Terdapat selisih hasil dalam survei yang dilakukan oleh LSI, yakni 3,6% yang menempatkan pasangan Jokowi-JK lebih unggul daripada pasangan Prabowo-Hatta. Penempatan kata unggul di depan kalaimat ialah wujud pernyataan dari sebuah kemenangan, kemudian disusul degan nama pasangan Jokowi untuk memberikan
88
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
penekanan kedua dalam hasil survei. Semenetara objek pembanding dalam survei tidak disebutkan sama sekali dalam kalimat ini. Hal ini meunjukan bahwa penekanan dan aspek penekanan dapat memberikan informasi penuh kepada publik tentang pasangan Jokowi-JK. 3. Kampanye hitam 90% menyerang Jokowi-JK tapi kenapa keunggulan masih berpihak Dalam bahasa Indonesia yang baku: Proses kampanye selama ini, terutama kampanye hitam yang dilakukan dalam masa kampanye menyerang pasangan Jokowi-JK. Tetapi pada kenyataanya keunggulan survei masih dimenangkan (pihak) oleh pasangan Jokowi-JK. Kalimat Tanya diatas sebenarnya lebih kepada kalimat pernyataan yang menekankan pada keunggulan pasangan Jokowi-JK yang positif walaupun didera dengan aktivitas kampanye hitam yang dilakukan oleh pasangan Prabowo-Hatta. Penekanan utama dalam kalimat tersebut ialah 90% yang berarti mendekati batas (limit) kesempurnaan. Dalam hal ini, wartawan memberikan fakta bahwa kampanye hitam banyak dan selalu dilakukan oleh pasangan Prabowo-Hatta sebagai suatu cara-cara yang negatif dalam proses pemilihan presiden. Dengan kata lain, wartawan meberikan argumentasi bahwa pasangan PrabowoHatta tidak mempunyai etika politik yang baik dan moral yang (90%) tidak baik. Hubungan antar Kalimat: Wartawan dalam penyajian berita yang berkaitan dengan hubungan antar kalimat lebih banyak menggunakan perbandingan, kata sambung “dan”, “dengan”, “daripada” untuk membadingkan hasil survei, untuk membandingkan sosok Jokowi dengan Prabowo. Kata “tapi” sebagai kata penghubung antar kalimat banyak dipakai oleh narasumber untuk membela pasangan Jokowi pada level-level dan argumentasi yang positif. Sementara hubungan antar kalimat yang menempatkan “walaupun” juga banyak dipakai oleh narasumber dalam melakukan pembelaan positif pada pasangan Jokowi dari pasangan Prabowo. Sistem Retoris (Cara Wartawan Menekankan Fakta). Kata: 1. Jokowi-JK 2. Elektabitas 3. Unggul 4. Lebih dari 5. Selisih 6. Kampanye hitam
89
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Analisa: hubungan kata secara retoris ialah bagaimana waratwan menekankan fakta yang disampaikan menempatkan Jokowi sebagai seseorang yang penting untuk dilebihkan (unggul). Namun fakta-fakta yang dihadirkan dalam proses pemberitaan ini dari tiga sumber yang mempunyai integritas tinggi dalam berbagai survei pemilihan kepala daerah dan survei pamilihan presiden sebelumnya, dengan demikian konstruksi fakta dengan menggunakan kata bersifat ideologis keberpihakan media. Idiom: 1. Nyinyir Pasangan Prabowo-Hatta memandang rendah Jokowi. Nyinyir dalam bahasa Jawa merendahkan martabat, sosial, pendidikan, kepada orang lain. Biasanya diberikan kepada rakyat jelata, yang hina dina. 2. Priyayi Kata priyayi adalah memiliki arti bangswan, orang terpandang dalam tingkatan sosial. Jokowi dikonstruksikan sebagai pemimpin yang berasal dari rakyat jelata. Hal ini menunjukan perbandingan yang ditujukan kepada Prabowo yang memiliki latar belakang tentara, mantan menantu presiden dan memiliki kekayaan dan satatus sosial yang tinggi. 3. Darah biru Darah biru diartikan sebagai keturunan bagsawan, raja. Idiom ini dipakai untuk sebuah perbandingan status sosial antara bangsawan dengan rakyat jelata. 4. Politik feodal Politik yang dibawa dari kalangan rakyat jelata. Hal ini menunjukan sifat partisipatif Jokowi yang memulai politik dari walikota Solo, Gubernur DKI Jakarta, kemudian calon presiden. 5. Jokowi sama dengan Obama Perumpamaan Jokowi dengan pemimpin dunia Barrak Obama memberikan konstruksi level kepemimpinan Jokowi yang melampaui batas-batas atau patronase (patron) kepemimpinan nasional. Konstruksi ini menempatkan Jokowi sama kedudukanya dengan pemimpin dunia dan pemimpin Amerika Serikat. Dalam hal ini tentunya terdapat fakta-fakta yang menyerupai keduanya. 6. Demokrasi partisipatif Istilah ini diartikan sebagai usaha warga masyarakat dalam hal ini adalah keterlibatan masyarakat Indonesia yang besar dalam pesta demokrasi dibandingkan pada pemilihan
90
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
presiden sebelumnya. Dalam hal ini wujud gerakan yang dilakukan oleh rakyat dalam mendukung calon presiden Jokowi dalam pemilihan. Konstruksi Jokowi sebagai calon yang didukung oleh rakyat Indonesia, berbagai elemen rakyat Indonesia, artis, seniman, dan lainlain. 7. Kampanye hitam Istilah kampanye hitam ialah cara-cara kampanye yang dilakukan untuk menjatuhkan lawan atau pasangan tertentu dengan cara-cara yang tidak beretika dan bermoral. Etika politik tidak digunakan oleh pasangan Prabowo-Hatta sehingga konstruksi yang muncul dalam hal ini pasangan Jokowi-JK lebih bermoral. 8. Door to door campagn Istilah ini ialah sebagai sebuah gerakan kampanye yang dilakukan merakyat dengan mendatangi rumah-rumah masyarakat, tentunya dengan cara-cara yang baik. Kampanye tidak terpusat di sebuah lapangan dengan hiburan yang dilakukan dalam menarik simpati rakyat. Justeru cara-cara kampanye langsung mendatangi rumah rakyat sebagai sebuah konstruksi kampanye yang baik dalam sistem demokrasi. Gambar/Foto: 1. Jokowi Umrah 2. Jokowi dan Raja Arab 3. Jokowi dengan kiai dan ustadz 4. Jokowi toaf di Kabah 5. Hasil survei Carta Politika 6. Hasil survei LSI 7. Hasil survei politicawave Analisa: 1. hubungan antara aktivitas Jokowi Umrah, Jokowi dengan Raja Arab, Jokowi dengan para Ustaz dan hasil survei adalah hubungan yang parsial. 2. Hubungan konstruksi tersebut ialah berkaitan dengan segmen yang sedang dibahas oleh narasumber berkaitan dengan kampanye hitam. Dimana ada terdapat dua sisi yang bertentangan dengan isi media dalam kampanye hitam yang menempatkan Jokowi sebagai orang bergaman Kristen, China, dan sisi negatif lainnya. Sementara gambar dalam
91
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
pemberitaan berkaitan dengan sisi positif Jokowi sebagai seorang muslim dalam menjalankan rutinitas keagamaannya. Dengan kata lain, media berusaha meberikan counter politik terhadap isu yang menghadang Jokowi selama ini, dengan menekankan bahwa sisi religiusitas Jokowi dalam agama Islam sebagai jawaban atas isu-isu negatif yang berkembang selama proses kampanye berlangsung. Terdapat pertarungan ideologi (agama) yang tergambarkan dalam pemberitaan tersebut. Dalam hal ini sebenarnya media sudah melewati kewenangan dengan melakukan counter politik dalam isi tayangannya untuk memihak kepada calon presiden tertentu. Grafis: 1. Templet 1: Presiden Pilihan Kita 2. Templet 2: LSI merilis survei terbaru 3. Templet 3: Hasil survei terkini 4. Templet 4: Hasil survei terkini 5. Templet 5: Hasil survei terkini 6. Templet 6: Hasil survei terkini 7. Templet 7: Hasil survei terkini 8. Templet 8: Hasil survei terkini 9. Templet 9: Elektabilitas Jokowi-JK meningkat 10. Templet 10: Elektabilitas Jokowi-JK meningkat 11. Templet 11: Elektabilitas Jokowi-JK meningkat Total durasi tayangan: 21.28 Analisa: artinya dalam proses pemberitaan grafis berupa templet pada tayangan ini ialah 2:1 dimana setiap 2 menit terjadi kemunculan templet 1 kali. Hal ini menunjukan bahwa konstruksi atas kemenangan pasangan Jokowi-JK dalam survei adalah hal yang mutlak dan selalu diulangulang. Proses yang demikian menempatkan informasi tentang kemenangan Jokosi-JK adalah konstruksi isi media yang dilakukan oleh media sebagai keberpihakan media dengan bukti tidak satu kali pun pasangan Prabowo-Hatta dimunculkan dalam templet.
92
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Framing Atas Berita TV One Sistem Sintaksis (Cara Wartawan Menyusun Fakta) Headline: Elektebilitas Prabowo-Hatta. Lead: Pusat Data Bersama (PDB) merilis hasil elektabilitas calon presiden. Latar Informasi: 7 Kota (Jakarta, Bandung Medan, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makassar) dan kantor lembaga survei. Kutipan Sumber: PDB. Pernyataan: Agus Herta (Senior Research PDB) “secara keseluruhan kita melihat trend adanya kenaikan di Prabowo Hata dan penurunan atau mungkin dari pasangan Jokowi yang stagnan di kubu Jokowi-JK”. Penutup: survei pasangan yang turun suara akan konsisten dengan perolehan suara. Sedangkan suara yang naik akan terus naik (visual perolehan survei) Unit Headline
Lead
Latar Informasi
Sumber
Pernyataan
Analisa Elektebilitas Prabowo-Hatta Penempatan elektabilitas Prabowo-Hatta ialah wujud konstruksi dan keberpihakan TV One dalam menyampakian fakta jurnalistik. Ada semangat yang mendasari nama Prabowo-Hatta dalam menentukan pemberitaan elektabilitasnya sebagai calon predisen dan calon wakil presiden 2014 Pusat Data Bersama (PDB) merilis hasil elektabilitas calon presiden. Pada saat pemberitaan muncul lembaga survei ini belum dikenal oleh publik, sementara nama lembaga survei adalah gabungan data, artinya akumulasi data yang diperoleh dari berbagai pihak. Sebagai counter isi media kepada media lain yang menghadirkan lembagalembaga survei sejenis. 7 Kota (Jakarta, Bandung Medan, Semarang, Surabaya, Balikpapan dan Makassar) dan kantor lembaga survei. Dengan melihat data dari 7 kota besar di Indonesia, survei inimemberikan penekanan kredibilitas lembaga survei dan kerdibiltas data yang populasinya tersebar menyeluruh. Konstruksi ini memberikan penekanan bahwa data yang diperoleh dari PDB ialah data yang kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan kebenaranya atau validitasnya. PDB Pusat Data Bersama Konstruksi kebenaran data yang diperoleh dan diolah dari berbagai pihak (bersama). Survei dilakukan bukan hanya oleh satu, atau dua lembaga saja, sifat bersama ialah menggunakan kata jamak (banyak). Hal ini mengasumsikan survei dilakukan oleh berbagai pihak, atau berbagai lembaga survei. Agus Herta (Senior Research PDB) “secara keseluruhan kita melihat trend adanya kenaikan di Prabowo Hata dan penurunan atau mungkin dari pasangan Jokowi yang stagnan di kubu Jokowi-JK” Calon pasangan yang pertama kali disebut ialah Prabowo-Hatta yang mengalami trend kenaikan secara tegas dan penuh penekanan yang
93
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Penutup
konsisten. Namun pada anak kalimat justeru informasi tidak dinyatakan secara tegas dan konsisten karena menggunakan ‘mungkin’ ketidakpastian (data), kemudian kata stagnan dalam anak kalimat tersebut memberikan penekanan yang juga tidak tegas karena diawali dengan ‘mungkin’. Hal ini sebenarnya juga terjadi diawal berita yang dinyatakan oleh presenter “Joko Widodo memang berada diurutan pertama namun terlihat elektabiltas Prabowo Subianto terus menaik menempel presentasi Joko Widodo”. survei pasangan yang turun suara akan konsisten dengan perolehan suara. Sedangkan suara yang naik akan terus naik (visual perolehan survei) terdapat kalimat yang ambigu (itas) dalam penutup berita: survei pasangan yang turun akan konssten dengan perolehan suara”. Dalam logika bahasa yang sederhana jika dalam survei suara turun maka akan terus mengalami penurunan suara. Jika survei mengalami suara yang turun maka konsisten dengan perolehan suara (suara yang mana? Apakah suara sebelum dilakukan survei? Atau suara setelah dilakukan survei, kemudian konsisten mengalami penurunan suara?). “Sedangkan suara yang naik akan terus naik” anak kalimat ini juga mengalami sistem bahasa yang ambigu (itas). 1. Suara siapa yang naik? 2. Apakah suara Jokowi-JK? 3. Atau suara Prabowo-Hatta? Dikarenakan tidak ada keterangan dalam kalimat dan anak kalimat dalam berita tersebut.
Sistem Skrip (Cara Watrawan Mengikashkan Fakta) Kelengkapan 5 W + 1 H Why: Perselisihan antar hasil survei dengan survei lain Who: Prabowo Subianto What: Pemenang pilpres Where: 7 Kota di Indonesia How: survei dilakukan setiap minggu Sistem Tematik (Cara Wartawan Menulis Fakta) Paragraf: Satu paragraph, dalam pargaraf berita yang disampaikan TV One menggunakan sistem sistem SPO dimana subjek ialah PDB, predikat ialah elektabilitas dan objek ialah pemilihan presiden. Namun masih bersifat umum. Hal ini menunjukan konstruksi dari TV One menitik beratkan kepada
94
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
lembaga survei (PDB) dengan demikian apa yang dilakukan oleh PDB memberikan keterangan survei untuk menarik simpati publik. Proporsi: Kalimat: penekanan kalimat dalam isi berita lebih banyak dilakukan dengan menggunakan kalimat aktif sebagai sebuah penekanan isi berita. Namun banyak kalimat ambigu (mempunyai makna ganda) dalam berita. Sehingga informasi penekanan terhadap hasil survei yang berpihak kepada pasangan Prabowo-Hatta kurang berhasil memberikan informasi yang valid. Hubungan antar Kalimat: dalam hal hubungan antar kalimat atau anak kalimat selalu dilakukan informasi yang tidak konsisten, mengambang dan tidak valid. Hubungan antar kalimat sifatnya parsial (terpisah) sehingga informasi diterima bersifat parsial juga, tidak menyeluruh. Informasi yang diberikan oleh TV One terkesan menebak-nebak tidak secara tegas menekankan isi informasi. Sistem Retoris (Cara Wartawan Menekankan Fakta). Kata: 1. Elektabilisas 2. Unggul 3. Trend 4. Prabowo-Hatta Analisa: kata yang banyak dipakai dalam pemberitaan ialah Prabowo-Hatta, namun TV One juga memberikan ruang penyebutan beberapa kali untuk pasangan Jokowi-JK dalam berita tersebut. Sementara kata sambung jarang digunakan dalam berita mengingkat antara satu kalimat, atau anak kalimat informasinya bersifat parsial. Kata unggul banyak digunakan untuk penekanan kemenangan pasangan Prabowo atas Jokowi dan kata trend diartikan sebagai tingkat kenaikan suara yang diperoleh untuk pasangan Prabowo sehingga kata dalam pemberitaan yang diproduksi TV One ialah untuk mengkonstruksi realitas keunggulan pasangan Prabowo-Hatta. Idiom: 1. Bertarung Istilah bertarung digunakan untuk melakukan adu kekuatan antara seseorang dengan musuhnya. Artinya TV One melihat Jokowi-JK sebagai musuh bersama antara Prabowo-Hatta dengan Jokowi-JK dan juga musuh TV One. Pertarungan antara kopetisi pemilihan presiden dan juga media.
95
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
2. Dipungkiri Istilah dipungkiri ialah istilah untuk mengelak dari sebuah permasalahan. Dalam hal ini permasalahan yang terjadi adalah leketabilitas Prabowo yang rendah kemudian berusaha dinaikan elektabilitasnya dengan data dari PDB sebagai data yang populasinya dari 7 kota besar. 3. Menyalip Istilah menyalip banyak digunakan untuk balapan kendaraan bermotor, artinya enegri kekuatan yang dilakukan oleh tim kampanye Prabowo lebih massif dilakukan daripada pasangan Jokowi. Proses konstruksi media menyatakan ketertinggalan suara dari pasangan Jokowi yang terjadi. 4. Kampanye terpusat Istilah kampanye terpusat ialah kampanye yang dilakukan atas dasar komando satu pintu (orang). Artinya media mengkonstruksikan bahwa tim kampanye Prabowo lebih solid dari lawannya. Gambar/Foto: 1. Lembaga Survei 2. Surat Kabar 3. Cameramen dan Reporter 4. Perolehan suara Analisa: gambar atau ilustrasi pemberitaan yang ditampilkan oleh TV One sifatnya adalah parsial, antara satu gambar dengan gambar yang lain tidak berhubungan atau kurang berhubungan. Kualitas gambar yang tidak maksimal dalam menampilkan surat kabar juga kurang memberikan informasi pendukung hasil survei, angka survei dan informasi tertulis lainnya. Sementara suasana cameramen dan reporter yang sedang meliput juga tidak didukung keterangan mereka berada dimana, apakah berada di kantor lembaga survei, ruang press conference atau hal-hal lain yang mendukung. Sementara perolehan suara dari berbagai sumber dari 7 kota besar tidak didukung dengan visual yang menunjang dan memadai untuk content informasi berita. Grafis: 1. Templet 1: Elektabilitas Capres 2. Templet 2: elektabilitas Prabowo-Hatta Tinggi 3. Templet 3: survei akan dilakukan setiap minggu
96
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
4. Templet 4: Prabowo Gunakan sistem kampanye terpusat Analisa: Perbadingan tanayangan atau durasi tayangan 2.04 dengan templet atau grafis 4 kali muncul secara penuh menunjukan perbandingan 30:1 yakni setiap 30 menit muncul 1 grafis dan grafis sifatnya kontinu, muncul secara penuh dalam tayangan. Dengan demikian grafis ialah dikonstruksikan untuk menekankan betapah pentingnya informasi visual berupa grafis untuk memberikan penekanan kepada calon presiden Prabowo. Sementara hubungan antara isi templet memberikan penekanan yang konsisten kepada Prabowo. Diskursus Indonesia Metro TV Diskursus tentang ke_indonesiaan dalam pemberitaan Metro TV ialah menitik beratkan pada halhal berikut ini: 1. Kepemimpinan Nasional Dalam hal ini wacana kepemimpinan nasional yang dimiliki oleh sosok Jokowi ialah suatu wacana yang dijual oleh media kepada publik dengan data dan fakta yang mendukung. Wacana tentang kepemimpinan sipil (bukan militer) merupakan wacana yang strategis dalam menentukan nasib Indonesia kedepan. Kepemimpinan nasional menjadi isu yang dominan selama pemerintahan yang dihasilkan dari sistem reformasi 1998. Dimana banyak bermunculan pemimpin nasional yang berasal dari rakyat, akademisi, dan juga cendekiawan. Banyak kalangan menempatkan kepemimpinan nasional sebagai agenda besar bangsa Indonesia dalam meberantas korupsi, penengakan hukum dan sistem demokrasi yang lebih baik. Kepemimpinan nasional sebagai wujud partisipasi anak bangsa dalam memimpin bangsa dan menentukan arah ebijakan bangsa. Pemimpin dipandang sebagain sosok yang mengayomi, merakyat dan mampu berinterkasi dengan rakyat secara langsung. Dengan demikian wacana ini tepat dilakukan oleh media untuk dapat menaikan popularitas dan elektabilitas soseorang dalam menentukan arakteristik pemimpin menjelang pemilihan preisden 2014. 2. Kepemimpinan Dunia Wacana Indonesia dalam membentuk kepemimpinan berkelas dunia juga diwujudkan dengan memetakan Jokowi pada level persamaan dengan Barrak Obama, dimana banyak nilai-nilai kesamaan, karakteristik yang sama yang dimiliki oleh keduanya. Level pemimpin dunia menjadi wacana media dalam mengkonstruksi pemimpin dengan menghadirkan fakta-
97
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
fakta pendukung. Sistem ini menempatkan banyak hal yang terjadi pada beberapa hal yang berkaitan dengan dimanika politik yang terjadi menjelang pemilihan presiden 2014. Kepemimpinan dunia yang dihasilkan Indonesia dan banyak pemimpin di Indonesia yang berhak dan mempunyai kesempatan menjadi pemimpinj dunia sangat memberikan konstruksi kepantasan kepada calon presiden Jokowi dalam memimpin Indonesia karena berkelas dunia. Kedekatan Barrak Obama dengan Indonesia juga dilatar belkangi dengan masa lalu dan tentunya Indonesia memberikan kontribusi, andil baik secara sosial, politik, budaya dan lainlain kepada presiden Barrak Obama. Dengan demikian Indonesia adalah wilayah atau geografis dan demografis yang mempu menghasilkan kepemimpinan kelas dunia. Media dalam hal ini mempunyai kepentingan untuk mengkonstruksikan level-level pemimpin Indonesia yang bisa memberikan kontribusi pemikirannnya untuk dunia. Media empunyai andil yang stratgeis dalam emngkonstruksi kepemimpinan dunia. 3. Politik feodalisme dan Masyarakat Religius Politi mfeodal diartikan sebagai politik yang berakar dari rakyat jelata, keterwakilan rakyat jelata dalam sistem politik dan dalam kepemimpinan nasional menjadi indicator dan barometer politik yang sehat. Sementara masyarakat religius adalah modal dalam sistem demokrasi yang sehat dan bermoral, atau beretika. Konsep ini berkaitan erat dengan peran Indonesia dalam sistem sosial yang mutikultural yang mampu menghasilkan pemimpin yang multicultural pula. Sehingga pemimpin yang dihasilkan oleh bangsa Indonesia mampu memberikan ruang-ruang kepada semua golongan dalam ruang demokrasi yang baik. Konsepsi ini adalah konsepsi politik dan masyarakat erligius yang harmonis dalam kepentingan berbangsa dan beregara. Media mempunyai peran besar dalam mengkonstruksikan hal demikian sebagai kewajiban mereka sebagai lembaga sosial, politik yang strategis. Diskursus Indonesia TV One Diskursus tentang ke-Indonesiaan dalam pemberitaan TV One menitik beratkan pada hal-hal berikut: 1. Pemimpin yang tegas Wacana kepeimpinan yang dikonstruksi oleh media TV One ialah pemimpin yang tegas. Namun pemimpin yang tegas tidak didukung dengan data-data atau fakta-fakta yang mampu
98
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
meberikan konstribusi pemikiran media dalam membentuk pemimpin yang tegas. Dengan demikian wcana kepemimpinan nasional yang tegas memberikan gamabran pada hal-hal berikut ini. Ketegasan pemimpin Indonesia ialah hal mutlak yang dipunyai yang berakar dari militer yang terbiasa dengan sistem komando yang memberikan instruksi. Sementara konsep pemimpin dari militer dalam dunia kepemimpinan identik dengan kekerasan dan banyak terjadi perlawanan dari masyarakat sipil karena cenderung diktator. Sebagai contoh di Indonesia pemimpin yang dikatator berasal dari militer seperti Soeharto, sejarah masa lalu kediktatoraan ini memberikan pelajaran yang berarti kepada rakyat Indonesia dalam menentukan karakteristik pemimpin. Dengan demikian pemimpin dalam level atau konteks Indonesia diperlukan konstruksi baru dalam sistem elemen dan cirri karakteristiknya. 2. Politik Indonesia Wacana kepemimpinan nasional identik dengan sistem politik Indonesia, karena siapa pun, warga negara Indonesia mempunyai kesempatan untuk tampil mempimpin bangsa, termasuk juga yang berasal dari militer. Wacana politik Indonesia dan kepemimpinan menjadi suatu hal yang menarik bagi kepentingan media dalam mengknstruksikan sistem dan nilai-nilai lembaganya untuk dapat memberikan andil dan mampu untuk menginformasikan karakteristik kepemimpinan dalam rangka menentukan pilihan pemimpin. Konsepsi yang demikian menempatkan pemimpin menjadi hal yang urgen atau penting untuk dipikirkan dan ditentukan oleh segenap bangsa Indonesia. Pembahasan Diskursus ke-Indonesiaan dalam konstruksi metro TV dan TV One berkaitan dengan kepemimpinan Indonesia. Titik temu wacana ini terdapat pada level content baik berupa isi secara kalimat maupun isi secara visual. Konstruksi media dalam level fram media metro TV dan TV One menempatkan kontradiksi wacana Indonesia tentang kepemimpinan dan sistem demokrasi di masa mendatang. Kontradiksi itu terjadi dikarenakan pada level-level ideologi media dan hubungan partai politik dengan media. Sehingga konstruksi yang terjadi ialah konstruksi rival kepemimpinan, sistem politik Indonesiaa dan makna-makna ke-Indonesiaan yang terjadi. Hal ini juga kurang disadari oleh pekerja media yang berada pada level ekonomi politik media dan media politik yang menempatkan ekonomi sebagai instrument hegemoni dalam menanamkan ideologi partainya.
99
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Hubungan ini menempatkan beberapa hal dalam kesadaran semu pekerja media seperti yang terdapat dalam tabel berikut ini: Kesadaran profesionalitas pekerja media Metro TV “dengan mengutamakan objektivitas dan kemurnian fakta, dengan upaya melihat berbagai sisi, penting pula menjaga agar opini pribadi tidak turut campur dalam pemberitaan”
Kesadaran Propesionalitas Pekerja media TV One “selalu menyadari ada nilai-nilai professional dalam meliput selama di lapangan, hal fleksibitas diperlukan pada tahap kodridor yang benar”
analisa: pada realitasnya, berita Metro TV dalam debat kandidat presiden 2014 tetap pada konstruksi kecenderunngan pada calon Jokowi-JK.
Analisa: Fakta berita yang terkonstruksi di TV One cenderung ke calon presiden Prabowo dalam berita debat kandidat.
Kesadaran Komodifikasi Content Media Metro TV “Salah satu dewa dalam redaksi adalah iklan”. Analisa: “Proses pertukarang nilai berita (sosial) menjadi nilai berita secara ekonomi (nilai jual) menjadi hal utama dalam kesadaran pekerja media.
Kesdaran Komodifikasi Content Media TV One “Sisi menarik dari materi sesuai dengan fakta” Analisa: Nilai jual dalam berita ialah sisi menarik yang tidak mengedepankan etika bermedia. Kontroversi pun dilakukan dalam pemberitaan media ini”.
Kesadaran Palsu Pekerja Media Metro TV (strukturasi) “False Consenciousness sudah sering saya dengar, terkadang saya merasa berada dalam posisi ini. Akhirnya saya sadar bahwa sebenarnya tidak ada kebenaran yang mutlak, tidak ada fakta yang absolut. Apa yang terjadi pada objek sangat bergantung pemahaman dan referensi subjek. Analisa: Dalam hal ini pekerja media metro TV secara jujur dengan pengendalian redaksi dan pemilik dalam menentukan objek berita dan fakta berita sesuai dengan apa yang ditugaskan oleh kekuatan modal,
Kesadaran Palsu Pekerja Media TV One (strukturasi) “tergantung sudut pandang masingmasing. Apa yang ditampilkan seharusnya sesuai dengan apa yang dilihat dan diketahui dengan data yang di dapat”. Analisa: Pernyataan yang sangat normative, namun penekanan kata masing-masing mewakili lembaga yang dipijak oleh pekerja media menunjukan pada kepatuhan pada industri dan kekuatan yang menopangnya baik secara sosial, politik dan ekonomi.
100
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
ekonomi, politik yang ada dalam lembaga media. Spasialisasi pekerja media Metro TV Analisa: Tidak terdapat pernyataan spasialisasi dalam pekerja media di media Metro TV
Spasialisasi pekerja media TV One Analisa: Tidak terdapat pernyataan spasialisasi dalam pekerja media di TV One
Kesimpulan Dalam pandangan framing dan ekonomi politik media yang dikolaborasikan, tentunya ada beberapa hal yang bertentangan antara konstruksi media dengan apa yang dilakukan oleh redaksi dengan kesadaran pekerja media dalam komodifikasi dan strukturasinya. Dalam bidang isi (content) Metro TV mempunyai perbedaan yang terlihat jelas sebagai ruang-ruang politik, strukturasi yang mengendalikan isi pemberitaan, konstruksi realitas dalam debat calon presiden 2014 yang condong ke Jokowi-JK. Sementara TV One condong ke strukurasi redaksi yang terafiliasi dengan politik pada calon presiden 2014 yakni Prabowo Subianto. Persinggungan kedua media dalam ekonomi politik juga berafiliasi dengan kesadaran palsu yang dimiliki oleh pekerja media terutama dalam emmandang fakta dan realitas tentang calon presiden 2014. Namun metro TV sering melakukan dobrakan politik dan ekonomi yang tidak mendukung, dengan pertimbanagn alasan atau factor politik lebih penting daripada factor ekonomi, rating dan share. Demikian TV One juga melakukan hal yang sama, namum pekerja TV One berusaha untuk memberikan pernyataan yang sifatnya tidak eksplisit dari apa yang telah dikatakan dalam proses data dan fakta yang ada.
101
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Daftar Pustaka Albaran, Alan, B. 1996. Media Economics, Undertanding Markets, Industries and Concept. New York: Sage. Asep Syamsul M. Romli, Jurnalistik Terapan, Batik Press, Cet. III, 2005. Asep Syamsul M. Romli. 2009. Kamus Jurnalistik. Simbiosa. Denis McQuail. 1987 Mass Communication Theory (Teori Komunikasi Massa). Erlangga. Djafar H. Assegaf. 1991. Jurnalistik Masa Kini. Ghalia Indonesia. Eriyanto. 2003. Analisis Wacana, Suatu Pengantar. Yogyakarta: LKiS. _______. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS H. Hafied Cangara. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo. Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik Dalam Media Massa. Jakarta: Granit. Kartono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Gramedia. Mills, Sara. 1997. Discourse. London: Routledge. Moleong J. Lexy. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remajda Karya. Mosco, Vincent. 1996. The Political Economy of Communications: Rethingking and Renewal. New York: Sage. Sutopo. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosda. William R. Rivers. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern: Edisi Kedua, Prenada Media, Jakarta, Winarni. 2003. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. UMM Press.
102
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
STUDI FENOMENOLOGI TA’ARUF SEBAGAI CARA MENENTUKAN PASANGAN HIDUP PADA PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
Asaas Putra Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom Email:
[email protected]
ABSTRAK Partai Keadilan Sejahtera merupakan partai yang sangat memperhatikan sistem kaderisasi pada organisasinya. Sistem kaderisasi ini membentuk sebuah sistem yang harus ditaati oleh para kadernya. Dalam sistem tersebut, termasuk juga aturan tentang hubungan antar pribadi setiap kader. Pada dasarnya, hubungan antar pribadi atau antar kader yang terdapat pada Partai Keadilan Sejahtera ini dimulai ketika kaderisasi. Kaderisasi ini dinamakan dengan model usrah (kumpulan orang-orang yang terikat oleh kepentingan yang sama, yakni: bekerja, berdakwah, men-tarbiyah [mendidik] dan mempersiapkan kekuatan untuk Islam). Kemudian setelah berkumpul, antar kader semakin dikuatkan melalui rukun-rukun. Rukun tersebut adalah saling mengenal (ta’aruf), saling memahami (tafahum) dan saling menanggung beban (takaful). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini menggunakan tiga pasangan kader PKS, yang melakukan pernikahan dengan cara ta’aruf sebagai informan penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara hubungan antar pribadi konvensional dengan hubungan antar pribadi yang diterapkan oleh PKS.
Kata Kunci : Ta’aruf, Komunikasi Interpersonal, PKS
103
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Latar Belakang Secara lahiriah, manusia normal memiliki kecenderungan untuk tertarik dengan lawan jenisnya. Kecenderungan ini berakhir pada kebutuhan biologis, kebutuhan untuk berkembang biak serta mempertahankan jenisnya (species) sebagaimana makhluk hidup lainnya. Muhammad Fauzil Adhim, seorang dosen Psikologi Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, dalam bukunya yang berjudul Indahnya Pernikahan Dini mengutip salah satu teori hierarki kebutuhan manusia (the hierarchy of needs) yang digagas oleh Abraham Maslow. Sederhananya, teori ini mengatakan untuk mencapai kebutuhan puncak, manusia terlebih dahulu memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang ada di bawahnya. Sekalipun dimungkinkan terjadinya lompatan dalam memenuhi kebutuhan sehingga seseorang memenuhi kebutuhan yang ada di tangga lebih atas sebelum memenuhi kebutuhan yang ada pada tingkat di bawahnya, tetapi tidak terpenuhinya berbagai kebutuhan dasar cenderung menyulitkan seseorang memenuhi kebutuhan puncak. Manusia merupakan makhluk sosial yang memiliki kecenderungan untuk berkelompok (gemaninschat) dan saling mengikat. Setiap komunitas manusia mempunyai norma tersendiri dalam mengatur hubungan antar pribadi. Norma tersebut bisa berangkat dari norma budaya ataupun norma agama. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan salah satu bentuk komunitas yang mengatur hubungan antar pribadi anggotanya yang berangkat dari norma agama. Pentingnya memelihara hubungan antar pribadi dalam kader (Partai Keadilan Sejahtera menyebut anggotanya sebagai kader) merupakan bagian dari nizham (pandangan yang berisikan tujuan, cita-cita serta program hidup). Adapun bentuk hubungan tersebut adalah ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan takaful (saling menanggung beban). Ajaran– ajaran mengenai tatacara bergaul sesama muslim yang dianut oleh PKS itu sendiri bersumber dari Al- Qur’an dan Al-Hadist. (Damanik: 2002). Termasuk di dalamnya bagaimana memperlakukan sebuah hubungan antar pribadi yang berlawanan jenis. Pentingnya sebuah hubungan antar pribadi dalam kader adalah untuk menjaga keutuhan (kohesivitas) komunitas atau kelompoknya. Untuk membina hubungan antar pribadi ini, para kader PKS membentuk suatu forum diskusi yang selalu rutin diadakan setiap minggu. Mengenai waktu disesuaikan dengan jadwal kegiatan setiap anggota forum. Forum ini biasanya berjumlah antara lima sampai sepuluh orang yang dipimpin oleh seorang pembina. Pembina ini biasanya disebut dengan murobbi sedangkan para anggota forum disebut dengan muttarobbi. Adapun forum tersebut dikenal dengan nama liqo. Liqo biasanya diadakan di mesjid-mesjid, rumah para anggota liqo atau di halaman kampus. Dalam forum ini biasanya membahas mengenai masalah sehari-hari, bedah buku, tukar pendapat bahkan diskusi kuliah yang kemudian dikorelasikan dengan pandangan agama Islam. Biasanya dibuka dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan nasehat keagamaan dari sang murobbi. Dengan adanya kohesivitas
104
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
kelompok atau rasa “ke-kita-an” ini, individu kelompok cenderung mencari pasangan hidup di internal kelompok tersebut atau sesama kader PKS, hal ini merupakan salah satu cara untuk mempertahankan keutuhan kelompok.
Hal terpenting mengapa peneliti begitu tertarik terhadap penelitian ini ialah mengenai hubungan antar pribadi terhadap lawan jenis dalam menuju jenjang pernikahan pada kader PKS, yang memiliki prosedur, dan menurut mereka seperti yang di-syari’at-kan (diatur) Islam. Suatu hal yang fenomenal adalah hubungan antar pribadi ini menggunakan istilah ta’aruf. Kata Ta’aruf sendiri secara harfiah berarti saling mengenal. Meski “mengenal” tersebut mempunyai makna yang luas, namun pada kenyataannya, sering terjadi penyempitan makna, contohnya seorang kader ikhwan (kata ganti kader pria) mengatakan bahwa ia sedang ta’aruf dengan seorang akhwat (kata ganti kader wanita) bernama Y. Kalimat ikhwan itu bisa diartikan bahwa dia sedang melakukan pendekatan dengan akhwat dalam rangka menuju ke jenjang pernikahan sesuai dengan syari’at Islam. Tren ini, seolah telah menjadi fenomena tersendiri di kalangan generasi muda kaum terpelajar dan profesional-profesional muda muslim di kota-kota besar yang menjadi basis gerakan kader PKS. Pada organisasi PKS, rata-rata menganjurkan kepada kadernya untuk menyegerakan menikah bila segala syarat telah terpenuhi. Walaupun anjuran seperti ini tidak tertuang secara tertulis dalam bentuk aturan, akan tetapi di dalam setiap forum liqo, anjuran ini selalu ditekankan oleh para murobbi kepada muttarobbi –nya. Anjuran tersebut tidak mengandung sanksi bila sang muttarobbi tidak melaksanakannya karena mempertimbangkan juga kondisi dan keadaan sang muttarobbi. Adapun salah satu dalil mengenai menyegerakan menikah ialah: “Hai para pemuda! Barangsiapa di antara kamu sudah mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah itu dapat menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan” ( HR. Bukhari) . Selain dalil tersebut, alasan mengapa setiap murrobbi menganjurkan menyegerakan menikah tak lain adalah karena PKS merupakan partai yang rutin melakukan kaderisasi. Hampir sebagian besar kader partai ini berasal dari kaum muda, mahasiswa dan para profesional muda yang rata-rata belum menikah sehingga pembahasan mengenai pernikahan adalah suatu hal yang banyak menarik perhatian kader pertai ini. Jenis komunikasi antar pribadi yang terjadi pada ta’aruf ini biasanya bentuk komunikasi triadik (triadic communication), karena murobbi ataupun ustadz berperan aktif dalam membina
105
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
hubungan
antar pribadi
muttarobbi-nya. Bila
seorang
muttarobbi
telah
menyatakan
kesanggupannya untuk menikah, maka murobbi akan mencarikan pasangan yang cocok baginya. Proses pencarian ini melalui ustadz atau sesepuh yang dituakan atau orang yang dianggap mengerti ataupun jaringan sesama murobbi. Pada masyarakat awam dikenal dengan istilah mak comblang. Sekilas proses ini tampak seperti layaknya perjodohan di beberapa kebudayaan tradisional yang ada di Indonesia, namun proses ini sebenarnya mengandung nilai- niali serta esensi Islami. Di beberapa jaringan liqo, ataupun di beberapa ustadz yang bertindak sebagai penghubung ta’aruf, ada yang mewajibkan murobbi-nya untuk menyiapkan proposal. Layaknya sebuah proposal proyek, sang muttarobbi yang berniat berumah tangga akan menjelaskan visi dan misi hidupnya, rencana ke depan, pendapatan per bulan, jumlah kekayaan yang dimiliki, kesanggupan membiayai sang calon istri (bagi ikhwan) dan kesanggupan melayani suami (bagi akhwat), riwayat kesehatan (ada tidaknya penyakit turunan) dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kepribadian si pemilik proposal termasuk foto diri di dalam proposalnya. Adapun poin-poin mengapa ta’aruf diberlakukan pada kader PKS ini ialah : 1. Menghargai martabat wanita. 2. Menghindari fitnah 3. Mengingatkan pentingnya hidup berjamaah yang saling menasehati sesama. 4. Menjaga kesucian jiwa dan hati. 5. Menjaga keutuhan komunitas (kohesivitas kelompok) 6. Mempermudah dakwah Di dalam ilmu komunikasi, kita mengenal DeVito dengan pemikirannya mengenai komunikasi antarpribadi dalam bukunya yang berjudul Human Communication. Di dalam buku tersebut, DeVito mengutip model lima tahap hubungan antar pribadi Knapp. Knapp menguraikan tahap-tahap penting dalam pengembangan hubungan. Kelima tahap ini ialah kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan dan pemutusan (DeVito, 1996:233). Pada model lima tahap Knapp yang dikutip DeVito ini, terdapat beberapa kesamaan pengertian dengan model hubungan yang dikembangkan oleh PKS. Model tersebut seperti telah diterangkan di atas adalah ta’aruf (saling mengenal), tafahum (saling memahami), dan takaful (saling menanggung beban). Namun pada tahapan yang keempat dan yang kelima pada model
106
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
DeVito tidak dikenal pada model hubungan antarpribadi ala PKS ini. Hal tersebut disebabkan oleh adanya larangan pemutusan hubungan silaturahmi dalam konsep ajaran Islam. Perumusan masalah
Dalam penelitian ini dirumuskan pertanyaan yaitu bagaimana ta’aruf sebagai sebuah hubungan antarpribadi dijadikan pencarian pasangan hidup? Metode Penelitian Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Sepasang informan pelaku ta’aruf digunakan sebagai informan utama dan lima orang sebagai informan pendukung. Penelitian ini dilakukan di Bandung dan Jakarta. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi partisan, wawancara mendalam dan studi literatur. Data yang diperoleh kemudian dianalisis guna mendapatkan makna terhadap data tersebut. Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian ini, sebagai rujukan, peneliti menggunakan pokok pikiran Knapp yang terdapat pada Human Communication yang ditulis oleh DeVito, dalam membahas forum liqo sebagai sebuah komunikasi antarpribadi dan kohesivitas para anggota forum tersebut. Ta’aruf, menurut sumber resmi DPD Partai Keadilan Sejahtera Bandung yaitu Bapak Icin, tidak terlepas dari model pengembangan kaderisasi berbentuk Daurah, yang dikembangkan oleh Dewan Pimpinan Pusat Departemen Kaderisasi PKS. Berikut adalah pernyataan beliau kepada peneliti : “Partai Keadilan Sejahtera memandang bahwa pengembangan sumber daya manusia tidak bisa hanya satu sisi, pengembangan sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai potensi. Potensi tersebut tak terlepas dari potensi jasad (jasmani), fikroh (fikiran) rukhyah (hati). Dari ketiga dasar potensi itu, Partai Keadilan Sejahtera mengembangkan berbagai macam daurah ataupun training. Daurah tersebut berbentuk daurah tarbawiah (tarbiyah pendidikan untuk membina akal), mabit (menginap di tempat tertentu), tadabur (mensyukuri) alam secara berkelompok dan lain sebagainya. Dan setiap program kaderisasi itu akan dievaluasi (mutabaah/ muhasabah), yang dilakukan oleh pembimbing setiap kelompok. Di dalam kegiatan daurah itulah setiap kader diharuskan untuk saling mengenal secara personal tiap anggota kelompoknya. Ini dimaksudkan agar setiap anggota dari kelompok tersebut dapat saling bekerja sama. Di dalam daurah, dikenal tiga tingkatan hubungan antar pribadi yang harus dikembangkan oleh setiap kader. Hal ini merunut pernyataan sahabat Nabi, Abu Bakar, yang mengatakan ‘Kamu belum menjadi seorang sahabat ketika kamu tidak pernah tahu tidurnya, makannya, dan jalannya sahabat kamu’. Ketiga tingkatan tersebut adalah ta’aruf, tafahum, dan takaful. Ketiga tingkatan ini menjadikan parameter kedekatan hubungan antar pribadi antara kader dalam suatu kelompok liqo dengan yang lainnya.”
107
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Ta’aruf adalah mengenalkan diri sesama kader. Biasanya di sini terjadi pengungkapan biodata seperti nama, alamat, nama orang tua dan lain-lain secara lisan. Semakin kecil sebuah forum, akan semakin detail juga pengungkapannya. Pada saat inilah seseorang mengambil keputusan apakah hubungan terus berlanjut atau akan berhenti pada tahapan ini. Namun karena awal dari perkenalan tersebut adalah karena Allah dan demi dakwah, maka penampilan fisik hampir tidak menjadi pertimbangan pada kelompok ini. Setelah ta’aruf, apabila forum tersebut secara kontinyu melakukan pertemuan semisal liqo, maka pada pertemuan berikutnya akan terjadi tafahum. Tafahum secara harfiah berarti saling memahami. Tahapan ini menurut Knapp adalah tahap keterlibatan. Artinya, pada tahapan ini setiap pribadi telah saling membuka diri untuk lebih mengenal yang lainnya. Takaful secara harfiah berarti saling menanggung beban. Pada tahapan ini, para kader sudah merasa seperti sebuah keluarga. Tahapan ini menurut Knapp adalah tahap keakraban. Knapp menyebutnya sebagai hubungan primer (primary relationship) yang membentuk komitmen untuk menanggung beban secara bersama. Pada dasarnya mengenai pendapat yang mengatakan bahwa tidak semua kader PKS adalah harakah tarbiyah, Bapak Icin mengatakan: “Memang betul, kita berpartai dan berpolitik merupakan kewajiban seorang muslim terhadap agamanya, karena merupakan sebagian dari ajaran agama. Ada yang menganggapnya sama saja dengan tidak usah masuk partai politik. Sebenanya tidak sama, karena (dalam partai) kita terjaga. Ada beberapa anggota yang belum ter-tarbiyah dan itu merupakan tantangan bagi Partai Keadilan Sejahtera. Bahkan, di zaman Rasulullah, orangorang munafik seperti Abdullah bin Ubay bin Shaum sholatnya tepat di belakang Rasullullah dengan takbir yang paling kencang. Karena itu setiap anggota Partai Keadilan Sejahtera harus terlibat tarbiyah, dengan sistem daurah sistem murobbi”. Dari pengamatan peneliti, hal yang sama juga terjadi pada setiap halaqoh atau kelompok liqo, yang setiap anggotanya sudah mencapai tingkatan hubungan antar pribadi tertinggi (mengingat intensitas komunikasi dan pertemuan yang rutin). Layaknya sebuah saudara, mereka akan saling menanggung beban antara satu dengan yang lain, hingga ke urusan finansial dan hal-hal pribadi yang bersifat positif dan sesuai dengan ajaran agama Islam -atau istilah Partai Keadilan Sejahtera selama masih istiqomah (suci qalbu di jalan Allah) dan dalam koridor syari’at (ajaran/ aturan) Islam-. Model kaderisasi seperti ini kemudian diturunkan menjadi sebuah model pencarian pasangan hidup, artinya tahapan awalnya adalah ta’aruf. Ta’aruf dalam arti pencarian pasangan hidup mengandung sedikit komunikasi antar pribadi. Artinya, komunikasi antar pribadi secara konvensional (terjadinya tatap muka atau kontak langsung) dilakukan sesedikit mungkin. Pertemuan yang tidak melibatkan pihak ketiga adalah hal yang sangat jarang terjadi dan bahkan dilarang. Agama Islam sangat melarang pertemuan dua individu berbeda
108
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
gender bertemu, berbicara dan tidak pada tempat yang pantas tanpa disertai pihak ketiga. Larangan ini selain karena takut menimbulkan fitnah, juga menghindari perbuatan yang tidak terpuji. Adapun mengenai proses ta’aruf, Bapak Icin mengatakan: “Proses terjadinya ta’aruf biasanya dimulai dari pihak ikhwan/ pria ketika menyatakan siap untuk berumah tangga dengan menyerahkan biodata kepada murobbi. Karena proses daurah yang telah berlangsung lama antara kader dan murobbi, maka murobbi mengetahui betul watak, tingkat keimanan, sifat, serta keinginan muttarobbi-nya. Kedekatan antara sang murobbi dengan muttarobbi tak terlepas dari daurah dengan sistem usrah itu sendiri, yang mendekatkan antara keduanya. Tingkat intensitas hubungan antar pribadi layaknya keluarga telah menghilangkan halangan–halangan dalam pengungkapan diri”. Dari pengalaman peneliti yang mencoba bergabung dalam sebuah forum liqo, salah satu penyebab hilangnya halangan-halangan tersebut adalah sesi khodoya wal khulul (masalah dan pemecahan/ curahan hati) dalam setiap liqo. Pada sesi ini, salah satu anggota yang sedang menghadapi masalah dalam hal apapun termasuk kehidupan pribadi dapat membahasnya dengan sesama anggota kelompok atau sang murobbi. Dengan demikian, wajar bila murobbi diasumsikan mengerti dengan watak, tingkat keimanan, sifat serta keinginan muttarobbi-nya. Setelah murobbi menerima biodata, murobbi tersebut kemudian mencarikan biodata akhwat yang kira-kira cocok dengan muttarobbinya. Menurut Bapak Icin, cara ta’aruf ini pernah dicontohkan Nabi. Dalam gaya bahasanya yang khas, Bapak Icin mengatakan: “Rasulullah bertanya kepada salah seorang sahabatnya kenapa kamu belum menikah? Kata sahabatnya, baik Rasulullah, saya akan menikah. Rasulullah bertanya, sudah punya pasangan? Sahabat itu kemudian menjawab, saya terserah Rasullullah saja. Baik, kata Rasulullah, saya ada calon untuk kamu. Sahabat tersebut menjawab saja, baik, ya Rasullullah saya siap nikah. Rasulullah bertanya lagi, kenapa kamu tidak melihat dulu? Dari cerita tersebut bisa kita ambil hikmah bahwa Rasulullah pun menyarankan untuk orang yang mau menikah untuk melihat dahulu calon pasangannya untuk saling mengklarifikasi mengenai hal-hal yang sekiranya mengganjal.”
Mengenai ta’aruf sebagai pencarian pasangan hidup yang dianggap oleh sebagian orang dengan istilah “beli kucing dalam karung” (peneliti pernah mewawancara seseorang yang dapat mewakili masyarakat awam, muslim, yang menyatakan pendapatnya tentang proses ta’aruf), Bapak Icin mengatakan:
“Di tarbiyah itu, kita ada istilahnya jalur, dan ada juga yang non jalur. Jalur artinya melalui murobbi/yah. Mereka yang ta’aruf justru tidak seperti membeli kucing dalam karung karena saling menukar data lewat murobbi/yah yang sangat lengkap bahkan sampai penyakit
109
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
turunan pun bisa kita ketahui. Justru dengan pacaran, kita tidak bisa tahu hal-hal seperti itu. Artinya, pacaran justru yang seperti membeli kucing dalam karung.”
Selain itu, dalam mencarikan pasangan hidup untuk muttarobbi-nya, seorang murobbi harus melihat beberapa faktor. Hal ini diungkapkan oleh Bapak Icin kepada peneliti:
“Faktor terpenting yang menjadi pertimbangan seorang murobbi dalam mencarikan pasangan mutarobbi-nya ialah kesamaan kufu (derajat) atau biasa disebut dengan kese-kufuan. Kese-kufu-an itu baik dalam tingkatan tarbawiyah (pendidikan), ekonomi, tingkat pendidikan, budaya dan lain sebagainya. Hal seperti ini pernah dicontohkan Rasulullah SAW ketika beliau mempersaudarakan kaum muhajirin (pendatang atau pengungsi) dengan kaum anshor (penduduk asli Kota Madinah). Rasulullah pada saat itu mempersaudarakan kedua kaum ini berdasarkan kese-kufu-an. Hal tersebut dilakukan Rasulullah agar tidak terjadi jurang pemisah yang terlalu lebar antara kaum yang dipersaudarakannya. Secara prosedural tata cara seperti di atas telah diatur oleh Divisi Pemberdayaan Wanita dan telah berbentuk dalam suatu prosedur. Namun nantinya akan dibentuk lagi suatu divisi pada DPD Partai Keadilan Sejahtera Bandung yang bertugas mengatur pernikahan kader-kadernya. Divisi itu bernama Lajnah Munakahat (Divisi Pernikahan)“.
Adapun poin-poin mengapa ta’aruf diberlakukan pada kader Partai Keadilan Sejahtera ini menurut Kang Herlan, seorang murobbi, yang dibenarkan oleh Bapak Icin adalah: “Menghargai martabat wanita, menghindari fitnah, mengingatkan pentingnya hidup berjamaah yang saling menasehati sesama, menjaga kesucian jiwa dan hati, menjaga keutuhan komunitas (kohesivitas kelompok), dan terakhir, mempermudah dakwah”
Forum liqo tidak hanya merupakan sebuah focus group discussion. Lebih dari itu, liqo sudah melibatkan kesatuan psikologis dalam berinteraksi. Karena itu, forum liqo lebih tepat disebut sebagai situasi kelompok (group situation). Forum Liqo sama seperti yang didefinisikan oleh Robert F. Bales dalam bukunya Interactio Process Analysis tentang sebuah kelompok kecil: “Sejumlah orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan yang bersifat tatap muka (face-to-face meeting), dimana setiap anggota mendapat kesan atau penglihatan antara satu dengan yang lainnya cukup kentara, sehingga dia, baik pada saat timbul pertanyaan maupun sesudahnya, dapat memberikan tanggapan kepada masingmasing sebagai perorangan.”
110
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Jika dilihat dari karakteristik kelompok yang dibagi oleh DeVito, maka forum Liqo memiliki semua ciri yang dibedakan oleh DeVito. Keempat karakterisitik kelompok tersebut adalah sebagai berikut: Kelompok pemecahan masalah, kelompok pengembangan ide, kelompok pengembangan pribadi, kelompok belajar (DeVito; 1989) terdapat semuanya pada forum liqo. Sebagai kelompok pemecahan masalah, forum liqo memiliki sesi khodoya wal khulul (masalah dan pemecahan/ curahan hati). Sebagai kelompok pengembangan ide, dalam forum liqo terdapat sesi dimana setiap anggota wajib memberikan informasi mengenai hal-hal terbaru atau pengetahuan yang ia miliki (bisa dari kapasitas atau latar belakang pendidikannya) kepada anggota yang lain. Sebagai pengembangan pribadi, forum liqo rutin mengadakan mabit (menginap) di masjid, pesantren, rumah salah satu anggota, atauupun tadabur alam (menikmati alam/ hiking, kegiatan alam). Sebagai kelompok belajar, dalam forum liqo terdapat sesi tausiah (nasihat, ilmu pengetahuan umum yang dikorelasikan dengan agama) yang disampaikan oleh murobbi di setiap pertemuan. Sehingga forum liqo sesuai dengan empat karakteristik kelompok yang disebutkan oleh DeVito.
Pada tahapan hubungan antar pribadi yang dikembangkan oleh Partai Keadilan Sejahtera di atas, dapat kita lihat bahwa terdapat persamaan pengertian dengan tahapan hubungan antar pribadi yang diungkapkan oleh Knapp. Knapp menyebutkan terdapat lima tahapan hubungan antar pribadi. Tahapan tersebut adalah kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, dan pemutusan. Dua tahapan terakhir tidak terdapat dalam metode usrah, karena hal ini sangat bertentangan dengan syariat Islam yang melarang keras pemutusan hubungan silahturahmi sesama muslimin. Informan dalam penelitian ini bernama Ade (nama samaran). Ade yang berlatar pendidikan Sarjana Matematika dari salah satu Perguruan Tinggi Negeri Kota Bandung ini, merupakan tipikal ideal profesional muda yang cukup berada. Ia pegawai negeri di sebuah Perguruan Tinggi Negeri dan mengajar di beberapa Perguruan Tinggi Swasta. Ade mengatakan bahwa saat ia memutuskan untuk memilih metode ta’aruf sebagai cara menentukan pasangan hidupnya, tak lain itu dilakukan karena bentuk ketaatan seorang kader terhadap lembaganya, dan menjaga kohesivitas kelompok dakwahnya yang telah lama ia tekuni. Ade tak ingin kelak suatu saat ketika menikah, aktifitas dakwahnya terganggu akibat kurangnya pemahaman agama pada istrinya. Sebelumnya, Ade tidak begitu paham akan ta’aruf. Ketika ditanya sejak kapan dia mengetahui metode ta’aruf, Ade mengatakan: “Awal-awal mulai mengaji, saya tidak tahu. Tahunya ketika kakak saya yang Partai Keadilan Sejahtera menikah. Tapi lama kelamaan terlibat dalam partai, saya jadi tahu juga.”
111
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Ade yang berasal dari keluarga menengah dan beberapa saudaranya merupakan pendiri dan pengasuh pondok pesantren di sekitar kota Bandung ini berpendapat bahwa dalam menentukan pasangan hidup, perempuan yang menjadi istrinya adalah akhwat yang telah ter-tarbiyah. Artinya, perempuan tersebut harus berasal dari komunitasnya yaitu harakah tarbiyah atau dengan kata lain merupakan anggota Partai Keadilan Sejahtera yang telah terbina dalam dakwah. Dalam menentukan pasangan hidupnya, Ade mengatakan : “Dalam hadits, Rasulullah bersabda, ‘Dinikahi seorang wanita karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, maka akan selamatlah engkau.’.”
Satu-satunya cara dalam mencari pasangan hidup yang dirasa cocok menurut hadits tersebut ialah dengan metode ta’aruf. Dengan metode ta’aruf, pilihan pasangan hidup relatif lebih terbuka dan terjamin. Mengenai keterbukaan ini, Ade mengatakan: “Terbuka karena di dalam biodata calon istri telah terdapat hal-hal yang spesifik. Di dalam biodata dicantumkan nama lengkap, nama panggilan, pas foto, tinggi badan, berat badan, hobi, kebiasaan jelek, kebiasaan buruk, tempat tanggal lahir, pekerjaan, riwayat pendidikan, buku yang dibaca, suku bangsa, lama tarbiyah, organisasi yang pernah diikuti, kegiataan dakwah yang pernah diikuti, prestasi, penyakit yang pernah diderita, nama orang tua, pekerjaan orang tua, jumlah saudara kandung, pekerjaan orang tua, alamat orang tua, nama saudara kandung, status menikah saudara kandung, pendidikan saudara kandung terakhir nama dan nomor telepon murobbi sebagai orang yang dihubungi untuk memulai kontak.”
Sedangkan tentang keterjaminan, Ade berpendapat : “Seorang akhwat yang ter-tarbiyah tentunya sudah tidak diragukan lagi pengetahuan agamanya, dan tentunya sudah terjaga akhlak maupun tindakanya”. Ade berpendapat ada dua jalur yang dapat ditempuh dalam ta’aruf ini. Ade menyebutnya dengan “jalur negeri” dan “jalur swasta”. “Jalur negeri” artinya melalui jalur murobbi. Artinya, seorang muttarobbi akan menyerahkan sepenuhnya urusan pencarian calon pasangannya kepada murobbi-nya, sesuai dengan kriteria yang telah dia tetapkan pada biodatanya. Murobbi bertindak penuh sebagai wasilah (perantara) dalam mencari pasangan. Selanjutnya, murobbi akan melakukan kontak dengan jaringannya untuk mencari pasangan yang kira-kira cocok dengan yang dikehendaki mutarobbi. “Jalur swasta” adalah cara pencarian sendiri. Artinya, mutarobbi akan mencari sendiri calon istri yang ia inginkan (dalam lingkup Partai Keadilan Sejahtera) yang kemudian dikonsultasikan kepada murobbi-nya. Selanjutnya, murobbi akan menghubungi
112
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
murobbiyah calon istri yang telah ditentukan oleh muttarobbi tadi dan murobbi tetap menjadi wasilah. Perbedaaannya hanya pada pencarian, selanjutnya tidak ada perbedaan. Jodoh Ade sendiri akhirnya merupakan akhwat yang juga sesama aktivis dalam partai. Akhwat tersebut cukup sering terlibat kontak komunikasi dengan Ade dalam kegiatan dakwah sehingga keduanya sudah saling mengetahui integritas masing-masing. Setelah membicarakan dengan Annisa dan mendapat tanggapan positif, Ade segera menghubungi murobbi-nya. Selanjutnya, murobbi dari Ade mengontak murobbiyah dari Annisa tersebut untuk menyepakati pertukaran biodata. Setelah membaca biodata Annisa, Ade merasa lebih yakin tentang pilihannya. Biodata Ade sendiri dilengkapi dengan cerita tentang keadaan keluarga besar, dan kegiatan sehari-hari keluarga, kegiatan dakwah, pekerjaan sehari-hari serta keinginan yang akan diwujudkan kelak dengan calon istrinya. Selanjutnya, disepakati untuk melakukan pertemuan ta’aruf di rumah murobbiyah dari Annisa. Antara ta’aruf hingga terjadinya khitbah (pinangan/lamaran), keduanya hanya memerlukan waktu seminggu. Sedangkan dari khitbah menuju ke akad nikah dan walimah diperlukan waktu sekitar tiga bulan. Selama tiga bulan itulah waktu Ade untuk membangun sebuah hubungan antar pribadi tahap awal setelah terjadi kontak pada pertemuan pertama. Setelah itu, komunikasi hanya pertemuan yang disertai pihak ketiga ataupun keluarga, kegiatan dakwah, yahoo messenger atau chatting, SMS melalui telepon genggam dan komunikasi langsung melalui telepon. Menurut Ade tentang khitbah: “Setelah ta’aruf, prosesi berlanjut ke khitbah. Yang menjadi fokus adalah menghadapi hari-H pernikahan, bukan tentang personal calonnya.” Ketika ditanyakan batasan komunikasi yang boleh dibicarakan, Ade mengatakan : “Sempat bertanya ke murobbi, kira-kira batasan komunikasinya seperti apa, boleh tidak menggunakan media seperti yahoo messenger? Kata murobbi boleh saja, selama tidak boleh melampaui batas. Contoh kasus, saya pernah ketika proses komunikasi itu mengajak makan malam. Ternyata dia marah karena mungkin hal seperti itu dianggap penyimpangan. Padahal maksud saya adalah mendekati adiknya, bukan makan malam berdua. “ Tentang masalah ini, Ade menganggap hanya terjadi kesalahan pengertian (miss communication) dan membuat dirinya semakin berpersepsi positif terhadap calon istrinya tersebut. Artinya, calon istrinya tersebut sangat menjaga hijab. Tiga bulan setelah ta’aruf, Ade melaksanakan akad nikah dan walimah yang keseluruhan prosesinya hanya memakan waktu kurang lebih tiga bulan. Pada saat itu, usia Ade adalah 26 tahun dan usia Annisa adalah 24 tahun. Ketika peneliti menanyakan apakah cara seperti ini akan mereka rekomendasikan kepada
113
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
teman-teman mereka, Ade menjawab ya, termasuk kepada peneliti sendiri. Adapun wawancara dengan Annisa peneliti lakukan secara tidak langsung yaitu melalui media pertanyaan tertulis dan melalui Ade. Kesimpulan Dari penelitian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa ta’aruf adalah sebuah hubungan antarpribadi yang kemudian dikembangkan menjadi model pencarian pasangan hidup yang menyertakan wasilah (perantara), dimana di dalamnya terdapat komunikasi antar pribadi untuk membangun sebuah hubungan antarpribadi, dengan batasan sesuai dengan aturan agama Islam. Selain itu juga, ta’aruf berfungsi untuk meminimalkan perbedaan atau dalam rangka mencari kesamaan (kese-kufu-an).
114
JURNAL LISKI | Vol. 1 No. 2
Daftar Pustaka
Abdullah, Fathi. 2004. Adab dan Tuntunan Meminang. Jakarta: Pustaka Qalami. Amirudin, Aam. 2009. Transformasi Indentitas Aktivis Gerakan Tarbiah Setelah Menjadi Aktivis Gerakan Politik. Bandung: Universitas Padjadjaran. Bahresy, Hussein. 1996. Himpunan Hadist Pilihan Hadist Shahih Bukhari. Surabaya: Al Ikhlas. Damanik, Alis S. 2002. Fenomena Partai Keadilan. Jakarta; Teraju Devito, Joseph. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional Book. Effendy, Onong. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Magdalena, Shanty. 2007. Komunikasi Interpersonal dalam Menyelesaikan Konflik Antara Suami Istri yang Baru Menikah, Surabaya: Petra Christian University. Nasution S. 1988. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito.
115