SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
SUSUNAN DEWAN REDAKSI Ketua Wakil Ketua Penyunting : Bidang Arsitektur
: Dr. Ir. Kustamar, MT. : Hery Purwanto, ST., MSc
: Ir. Daim Triwahyono, MSA Ir. Gaguk Sukowiyono, MT. Ir. Gatot Adi Susilo, MT.
Bidang Teknik Sipil
: Ir. Agus Santoso, MT. Lila Ayu Ratna W.,ST. MT. Ir. Eding Ishak Imananto, MT.
Bidang Geomatika
: Edwin Tjahjadi, ST., MSc. Ph.D Silvester Sari Sai, ST.,MT. D.K. Sunaryo, ST., MT.
Bidang Planologi
: Dr. Ir. Ibnu Sasongko, MTP. Ida Soewarni, ST.,MT. Agung Witjaksono, ST., MT.
Bidang Lingkungan
: Dr. Ir. Hery Setyobudiarso, MSi. Sudiro, ST.,MT. Chandra Dwiratna, ST.,MT.
Daftar Reviewer
: Prof. Abraham Lomi Prof. Soetriyono Dr. Prijono Noegroho Dr. Deny Suwardi Dr. Edwin Tjahjadi Dr. Ibnu Sasongko Dr. Kustamar Dr. Hery Setyobudiarso Dr. Lalu Mulyadi
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
(ITN Malang) (ITN Malang) (UGM Yogyakarta) (ITB Bandung) (ITN Malang) (ITN Malang) (ITN Malang) (ITN Malang) (ITN Malang)
Halaman ii
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
SAMBUTAN DEKAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN (FTSP) INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya serta partisipasi dari para peneliti, penulis ilmiah prosiding ini dapat disusun dan diterbitkan. Kegiatan Seminar Nasional ini merupakan kegiatan rutin FTSP ITN Malang yang diadakan tiap tahun satu kali. Seminar nasional ini dilakukan sebagai ajang diseminasi kemajuan ilmu pengetahuan di bidang teknologi guna mendukung pembangunan berkelanjutan. Pada edisi tahun ini mengambil tema: Pengelolaan Kawasan Pesisir Berwawasan Lingkungan. Dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut Indonesia terdapat tujuh sektor pembangunan kelautan yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Ketujuh sektor tersebut adalah 1) sektor perhubungan laut, 2) sektor wisata bahari, 3) sektor energi dan sumberdaya mineral, 4) sektor bangunan kelautan, 5) sektor jasa kelautan, 6) sektor industri maritim ,7) sektor perikanan dan, 8) mitigasi bencana. Disamping itu bahwa pembangunan yang dilakukan harus juga memperhatikan azas berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan fisik di Negara kita sering kali mengabaikan kualitas lingkungan hidup, padahal kita hidup di lingkungan hidup itu sendiri, sehingga nyaman dan tidaknya kita bertempat tinggal sangatlah tergantung pada bagaimana kita mengelola lingkungan tersebut. Oleh karena itu pembangunan berkelanjutan harus memenuhi tiga kriteria yaitu : pertumbuhan, pemerataan dan berlangsung dengan lestari. Tinjauan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan terhadap upaya pengelolaan kawasan pesisir berwawasan lingkungan sebenarnya cukup kompleks. Tetapi pada kesempatan ini hanya ditinjau dari aspek lima kelompok bidang keilmuan yaitu : Teknik Sipil, Arsitektur, Perencanaan Wilayah dan Kota, Teknik Geodesi serta Teknik Lingkungan. Kami berharap hasil dari seminar nasional pada edisi ini dapat memberikan rumusan yang dapat berkontribusi nyata kepada pemerintah maupun rakyat Indonesia, sehingga rasa nyaman hidup di bumi pertiwi ini benar-benar bisa kita nikmati sekarang maupun dimasa yang akan datang untuk diwariskan kepada anak cucu kita. Pada kesempatan yang berbahagia ini kami ucapkan banyak terima kasih kepada : Keynote Speakers, Pemakalah dan Peserta Seminar, Panitia Penyelenggara serta semua pihak yang telah membantu secara moril maupun materil sehingga terselenggaranya seminar ini. Sebagai akhir kata kami mengucapkan selamat seminar, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmatNya kepada kita sekalian. Amin.
MALANG, 09 OKTOBER 2014 FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG DEKAN,
Dr. Ir. KUSTAMAR, MT
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman iii
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
KATA PENGANTAR Dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut Indonesia ketujuh sektor pembangunan kelautan tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lain. Dimana 1) sektor perhubungan laut, 2) sektor wisata bahari, 3) sektor energi dan sumberdaya mineral, 4) sektor bangunan kelautan, 5) sektor jasa kelautan, 6) sektor industry maritim dan 7) sektor perikanan dan, 8) mitigasi bencana merupakan bagian yang saling terkait. Disamping itu juga diperhatikan azas legalitas yang terkait dengan perlindungan atau kepastian hukum tentang hak masyarakat atas pemanfaatan dan pengelolaan ruang laut, sudah waktunya juga memperkenalkan konsep kadaster di wilayah laut yang mengatur registrasi objek dan subjek atas persil di laut. Sehingga kepastian hukum dalam pengelolaan ruang laut dapat memberikan perlindungan pada implementasi dari ketujuh sektor pembangunan kelautan dapat dilakukan secara terpadu dan mampu mendayagunakan fungsi laut dan sumberdaya kelautan (ocean based resources) secara bijaksana sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat dengan didukung oleh pilar-pilar ekonomi sumberdaya daratan (land based resources) yang tangguh dan mampu bersaing dalam kancah kompetisi global antar bangsa serta terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan (sustainable development) menurut WCED (1987) seperti yang dikutip oleh Joint Group of Experts on The Scientific Aspect of Marine Environment Protection (GESAMP) (2004) mendefinisikan sebagai pembangunan yang dapat mempertemukan kebutuhan pada saat ini tanpa melupakan kebutuhan generasi mendatang. FAO lebih spesifik lagi menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah pengelolaan dan konservasi sumberdaya alam dan orientasi perubahan-perubahan teknologi dan institusi untuk memenuhi kesejahteraan manusia pada saat ini dan masa yang akandatang. Bila pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan pembangunan pesisir dan lautan diterapkan, maka secara teknis dapat didefinisikan bahwa pembangunan pesisir dan lautan berkelanjutan (sustainable coastal-marine development) adalah suatu upaya pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat dalam kawasan pesisir dan lautan sedemikian rupa sehingga laju (tingkat) pemanfaatannya tidak melebihi daya dukung (carrying capacity) kawasan pesisir dan lautan untuk menyediakannya sehingga kebutuhan dan kesejahteraan manusia pada saat ini dan mendatang dapat terpenuhi. Kompleksnya permasalahan pengembangan dan pembangunan wilayah pesisir dan lautan mengharuskan dalam pengelolaannya memperhatikan adanya keterpaduan (intergritas) agar keberlanjutan dapat tercapai. Banyak faktor yang akan mempengaruhi dan terlibat dalam menentukan keberlanjutan pemanfaatan sumberdaya ini baik faktor abiotis, biotis maupun lingkungan sosial ekonomi dan budaya masyarakat di wilayah ini. Oleh karenanya, pemahaman terhadap proses alam yang mengatur keanekaragaman hayati, termasuk masyarakat yang menempatinya sebagai suatu kesatuan ekosistem di wilayah ini mutlak diperlukan bagi setiap proses perencanaan. Lebih lanjut Dahuri (2003) memberikan persyaratan yang harus dipatuhi dalam pelaksanaan pembangunan pesisir dan lautan secara berkelanjutan antara lain (1) perlu adanya keharmonisan ruang (spatial harmony) untuk kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan yang dituangkan dalam bentuk peta tata ruang, (2) tingkat pemanfaatan sumberdaya dapat pulih (renewable resources) seperti sumberdaya perikanan dan mangrove tidak melebihi kemampuan pulih pada kurun waktu tertentu, (3) dalam memanfaatkan sumberdaya tidak dapat pulih (non-renewable resources) tidak merusak tatanan dan fungsi ekosistem pesisir dan lautan, (4) ketika kita membuang limbah ke alam tidak bersifat racun(tidak beracun/B3), dan (5) manakala kita membuat dan membangun misalnya membangun dermaga/pelabuhan perikanan, pemecah gelombang hendaknya disesuaikan dengan karakteristik dan dinamika alamiah lingkungan seperti pasang surut, pola arus dan gelombang serta sifat kimiawi dan biologis sehingga tidak merusak tatanan dan fungsi ekosistem.Untuk memenuhi persyaratan tersebut, maka perlu dilaksanakan pengelolaan pesisir secara terpadu dengan memperhatikan; 1) keterpaduan antar pemerintah/kewenangan, 2) keterpadauan antar ekosistem darat dan laut, 3) keterpadauan antar disiplin ilmu, 4) keterpaduan antar lembaga/sektor, 5) desentralisasi pengelolaan, 6) konsisten pembiayaan, konsiten perencanaan, 7) pranata penegak hukum, 8) pengakuan terhadap hak masyarakat.
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman iv
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
Maksud dari Seminar Nasional ini adalah mengurai berbagai permasalahan pengelolaan industri dan rekayasa kelautan khususnya di kawasan pesisir dengan mengupas dan mengulas tantangan, peluang, strategi, dan legalitas hukum dalam rangka mewujudkan pembangunan kawasan pesisir yang terpadu menuju terwujudnya pembangunan nasional yang berkelanjutan. Adapun tujuan dari Seminar Nasional ini adalah menghasilkan suatu rumusan untuk mewujudkan pembangunan kawasan pesisir yang terpadu menuju terwujudnya pembangunan nasional yang berkelanjutan.
MALANG, 09 Oktober 2014 SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG KETUA PANITIA,
HERY PURWANTO,ST.,MSc
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman v
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
DAFTAR ISI Halaman Halama Judul _______________________________________________________________________________________________________ i Susunan Dewan Redaksi ________________________________________________________________________________________ ii Kata Sambutan __________________________________________________________________________________________________ iii Kata Pengantar ___________________________________________________________________________________________________iv Daftar Isi ___________________________________________________________________________________________________________vi
Makalah Utama 1. Konsepsi Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Sebagai Pilar Pembangunan Lingkungan Hidup Berkelanjutan Prof. Dr. Ir. Dietriech G. Bengen, DEA _________________________________________________________________ 1 2. Towards Sustainable Development of Marine and Coastal Space Administration: Malaysia Initiatives Abdullah Hisam Omar, Nazirah Abdullah,Wan Muhammad Aizzat Wan Azhar, RasheilaRahibulsadri,Tuan Mohammad Tuan Yacob, MohdNaszrieRazali ____________________ 20 3. Pengelolaan Kawasan Permukiman ‘Desa Nelayan’ Yang Berwawasan Lingkungan (Studi Kasus : Desa Nelayan Tasik Agung & Pelabuhan Rembang Jawa Tengah) Udjianto Pawitro ________________________________________________________________________________________ 31 4. Penataan Penguasaan Tanah: Basis Pengelolaan Wilayah Pesisir Sutaryono ________________________________________________________________________________________________ 40 5. Pengelolaan Terpadu Restorasi Pesisir : Studi Kasus Kabupaten Gresik Rudianto__________________________________________________________________________________________________ 48 6. Upaya Mengelola Kawasan Pesisir Kota Tegal Secara Berkelanjutan Sri Yuwanti _______________________________________________________________________________________________ 60 7. Pengembangan Kawasan Pantai Klayar Dengan Pendekatan Lingkungan Agung Witjaksono ______________________________________________________________________________________ 69 8. Penataan dan Pengelolaan Kawasan Permukiman Pesisir Kota Ternate yang Berwawasan Lingkungan Sebagai Upaya Pembangunan Berkelanjutan Sherly Asriany ___________________________________________________________________________________________ 74 9. Konsep Penataan Pesisir Desa Tanjung Pasir Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang Gita Saraswati ___________________________________________________________________________________________ 79 10. Pengolahan Limbah Cair Kawasan Kampung Nelayanmenggunakan Metode Biofisik Sudiro,Chandra Dwi Ratna ____________________________________________________________________________ 90 11. Karakteristik dan Pola Permukiman Diwilayah Pesisir Kota Ternate Muhammad Tayeb ______________________________________________________________________________________ 95 12. Analisis SWOT Sebagai Dasar Strategi Pengembangan Ekowisata Di Wilayah Pesisir Kabupaten Malang Sony Haryanto ___________________________________________________________________________________________ 98 13. Strategi Penanganan Abrasi Di Pantai Labuangkallo Kabupaten Paser Kaltim Sri Idayati,Kustamar _________________________________________________________________________________ 104 14. Stabilisasi Alur Muara Sungai Kuala Peudada Kabupaten Bireun NAD I.Wayan Mundra,Kustamar,Ahmad Reza Kusury ________________________________________________ 116 15. Pengembangan Ekowisata Kebun Pasewaran Pantai Kampe Kabupaten Banyuwangi Y. Setyo Pramono,Sigmawan Tri Pamungkas,Suryo Triharjanto _____________________________ 120 16. Tanah Pesisir Urutsewu: Tanah Milik, Tanah Desa, ataukah Tanah Negara? Ahmad Nashih Luthfi ________________________________________________________________________________ 128 17. Geovisualisasi Kawasan Pesisir Dan Pulau–Pulau Kecil Berbasis Web Handriyas Abu Choir, Klemensia Manis Purab, dan Maria Wilfrida Naisoko _______________ 135
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman vi
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
Makalah Pendukung 18. Strategi Penyusunan RPJM Desa Konservasi Kustamar,Togi H.Nainggolan,Agung Witjaksono an Addy Utomo _____________________________ 142 19. Analisis Spasial Untuk Mengetahui Hubungan Penggunaan Lahan Dengan Temperatur Lingkungan D.K.Sunaryo ____________________________________________________________________________________________ 147 20. Pengembangan Potensi Wana Wisata Coban Glotak Desa Dalisodo Kecamatan Wagir Kabupaten Malang Budi Fathony __________________________________________________________________________________________ 155 21. Perencanaan Dan Perancangan Kawasan Sentra Industi Keripik Tempe Kampung Sanan Sebagai Kawasan Wisata Kota Malang Gaguk Sukowiyono, Lalu Mulyadi __________________________________________________________________ 161 22. Sistem Informasi Spasial Berbasis Web Untuk Monitoring Rawan Bencana Silvester S.,D.K.Sunaryo ______________________________________________________________________________ 173 23. Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Berbasis Webmapping Untuk Pembuatan Database Sumber Mata Air Dan Jaringan Pipa Jasmani _________________________________________________________________________________________________ 178 24. Aplikasi Peta Kontur Dan Survei Utilitas Untuk Menentukan Lokasi Genangan Banjir Agus Darpono__________________________________________________________________________________________ 187 25. Kekuatan Lekatan, Panjang Penyaluran Tulangan CRT Pada Balok Ester Priskasari, Mohammad Erfan, Yosimson P. Manaha, A. Agus Santoso ________________ 195 26. Optimasi Penggunaan Alat Berat Dengan Metode Linear Programming Pada Proyek Jalan Lila Ayu Ratna Winanda,Hirijanto _________________________________________________________________ 205 27. Pengaruh Sambungan Beton Dan Tulangan Longitudinal Terhadap Kekuatan Balok Struktur Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) Togi H. Nainggolan, Yosimson Petrus Manaha, Ester Priskasari ______________________________ 210 28. Pemanfaatan Bonggol Pisang Sebagai Mol Untuk Pengomposan Sampah Pasar Candra Dwiratna W, Anis Artiyani, Yoan Kartika _______________________________________________ 221 29. Penerapan Proses Biofiltrasi Anaerob Dalam Pengolahan Lindi (Leachate) Di Tpa Supit Urang Kota Malang Anis Artiyani,Hery Setyobudiarso,Hatur Fitri Djauran _________________________________________ 225
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman vii
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
PERENCANAAN DAN PERANCANGAN KAWASAN SENTRA INDUSTI KERIPIK TEMPE KAMPUNG SANAN SEBAGAI KAWASAN WISATA KOTA MALANG Gaguk Sukowiyono, Lalu Mulyadi
Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Nasional Malang Jln. Bendungan Sigura-gura No. 2, Malang 65145, Jawa Timur.
[email protected] dan
[email protected]
ABSTRAK Kota Malang merupakan kota unggulan di bidang pariwisata, hal ini terwadahi dalam konsep Tribina Cita Kota Malang, dimana salah satunya adalah menjadikan Kota Malang sebagai kota pariwisata. Disamping Kota Malang sebagai salah satu tujuan wisata, Kota Malang tumbuh sebagai kota industri dan perdagangan. Kemampuan ekonomi dan perdagangan yang sangat besar ini mampu merubah orientasi Kota Malang dari kota pariwisata menjadi kota wisata belanja. Pada akhirnya, sebutan ini dijadikan sebagai identitas Kota Malang. Variabel penelitian yang digunakan adalah kawasan industri kecil kampung Sanan. Sedangkan pengambilan data dilakukan melalui dua metode yaitu observasi dan wawancara dengan menggunakan pendekatan partisipasi masyarakat yang tinggal di kawasan kampung Sanan kota Malang. Kesemua data yang terkumpul melalui dua metode ini akan dilakukan uraian secara deskriptif, kemudian dari uraian ini dilakukan ringkasan (dinarasikan menjadi hal yang sangat objektif), kemudian di analisis triangulasi artinya uraian yang sangat objektif tadi di hubungkan dengan narasi yang lainnya sehingga ditemukan sebuah kesimpulan dari kesimpulan inilah kemudian dilakukan rekomendasi desain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kawasan industri kecil kampung Sanan dapat diketahui karakteristiknya dan dapat diusulkan beberapa desain yang ideal. Kata Kunci: Perencanaan, Perancangan, Partisipasi Masyarakat, Sentra Industri Kecil.
I. PENDAHULUAN Kota Malang merupakan kota unggulan di bidang pariwisata, hal ini terwadahi dalam konsep Tribina Cita Kota Malang, dimana salah satunya adalah menjadikan Kota Malang sebagai kota pariwisata. Disamping Kota Malang sebagai salah satu tujuan wisata, Kota Malang tumbuh sebagai kota industri dan pengelolaan, perdagangan, dan jasa. Kemampuan ekonomi dan perdagangan ini mampu merubah orientasi Kota Malang dari kota pariwisata menjadi kota wisata belanja yang pada akhirnya, sebutan ini dijadikan sebagai identitas Kota Malang sekarang. Ciri khas ini merupakan salah satu daya tarik daerah yang berpotensi untuk mempromosikan daerah ke dunia luar. Oleh sebab itu, ciri khas tersebut harus dapat dikemas secara menarik dan aktual sehingga dapat mendorong berkembangnya daerah tersebut. Kekhasan kawasan Sentra Industri Keripik Tempe Kampung Sanan Malang merupakan kawasan industri kecil berbasis rumah tangga yang menjadi salah satu ikon Kota Malang dan menjadi pusat oleh-oleh yang dituju para wisatawan jika berkunjung ke Kota Malang. Kawasan sentra industri keripik tempe kampung Sanan ini semakin dikenal oleh khalayak dengan adanya
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
pembenahan-pembenahan secara fisik dan non fisik. Akan tetapi pembenahan-pembenahan tersebut dirasakan kurang menyeluruh, dampaknya tidak seluruh lokasi industri keripik tempe di Kampung Sanan dapat bertahan dengan persaingan yang terjadi. Salah satu faktor yang seringkali menjadi pemicu terjadinya penurunan semangat usaha para pengusaha bermodal kecil adalah faktor lokasi, suasana, tata ruang, sistem sirkulasi jalan, drainase, dan bangunan-bangunan yang kurang ditata bentuk fasadenya. Faktor lokasi sangat berkaitan dengan perencanaan dan perancangan sebuah kawasan, sehingga memerlukan tinjauan ulang agar dapat meminimalkan dampak dari adanya perbedaan lokasi terhadap kegiatan usaha industri kecil kampung Sanan ini menjadi kampung yang ideal, layak dan produktif sebagai kampung wisata kota. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Perencanaan dan Perkembangan Pengertian teori menurut Toulmin (1960) dalam Faludi (1973) adalah suatu penjelasan yang merespon hasil dari pengamatan kejadian yang tak terduga. Sementara pengertian perencanaan adalah bentuk pendefinisian masalah ke dalam cara-cara yang dapat diterima untuk melakukan tindakan atau mengintervensi suatu kebijakan
Halaman 161
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
(Friedmann, 1987). Dalam perkembangannya, ternyata teori perencanaan tidak dapat berdiri sendiri untuk merespon kejadian-kejadian tak terduga tersebut. Teori perencanaan membutuhkan kontribusi disiplin ilmu lain sebagai modal observing sekaligus media penjelas, seperti; ilmu sosial, matematika, lingkungan, civil engineering, arsitektur dan lain-lain. Penyerapan substansi metode dari disiplin ilmu lain sering disebut sebagai substantive theory atau dalam teori perencanaan dikenal dengan theory in planning. Sementara teori perencanaan disebut sebagai teori prosedural atau theory of planning. Dalam praktek, seharusnya tidak dipisahkan antara theory of planning dan theory in planning. Justru diharapkan keduanya akan membentuk suatu kolaborasi yang oleh Faludi (1973) disebut sebagai perencanaan efektif. Posisi teori perencanaan yang berada pada domain publik memaksa adanya kolaborasi ini. Walau bagaimanapun seorang ahli perencana tidak mungkin menguasai berbagai disiplin ilmu secara detail, ia harus didukung oleh ahli disiplin ilmu lain. Bahkan secara ekstrim, Faludi menggambarkan adanya hubungan yang jelas antara teori prosedural dan teori substantif tersebut, seperti dalam gambar berikut.
Gambar 1. Hubungan teori substantif dan teori prosedural Sumber: Faludi (1973) Hubungan sebagaimana yang dikemukakan Faludi sebenarnya akan mengaburkan posisi perencanaan sebagai suatu originalitas keilmuan. Peranan teori perencanaan prosedural seharusnya memiliki porsi yang lebih besar dalam menjalankan fungsinya, sementara keberadaan teori substantif diharapkan sebagai pendukung atau interior dari keberadaan teori perencanaan prosedural. Pada prakteknya justru teori substantif yang memiliki sumbangan lebih besar melalui motoda-metoda analisis yang diserap oleh teori perencanaan prosedural. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada skema berikut.
Gambar 2. Peran theory in planning dalam proses perencanaan Sumber: Jayadinata (1997, 1986)
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Adapun menurut perkembangan teori perencanaan, spektrum yang terbentuk menunjukkan adanya fleksibilitas dan metamorfosa yang luar biasa. Tidak kurang dari 10 (sepuluh) bentuk teori perencanaan dengan beberapa pecahan lain yang menyertai perkembangannya. Fenomena ini perlu dipertanyakan apakah perkembangan tersebut merupakan arah yang menuju pada kesempurnaan dari suatu keilmuan, atau justru mencerminkan tidak adanya akar teori yang jelas sehingga mudah dipengaruhi oleh kondisi empirik. Meskipun demikian sebagai suatu cabang ilmu, akar dari teori perencanaan harus dibangun dan menunjukkan eksistensinya secara lebih dominan. Kolaborasi antar bidang keilmuan terus dilakukan tetapi jangan sampai mengaburkan keberadaan originalitas teori perencanaan itu sendiri. Pengembangan tradisi-tradisi perencanaan seperti yang dikemukakan oleh Friedmann, (1987) dapat menjadi suatu feed back bagi teori perencanaan sendiri untuk mengembangkan dan memperkuat eksistensinya dalam membentuk originalitas teori. Harus diakui bahwa tradisi yang dikembangkan oleh Friedmann bersumber dari kondisi empirik yang belum tentu sesuai dengan arah perkembangan teori perencanaan. Selain itu beberapa tradisi yang dikemukakan Friedmann adalah kasuistik dan belum tentu dapat diterapkan untuk kasus yang berbeda. Bahkan banyak pendapat yang sejalan dengan pemikiran ini, walaupun tidak memberikan alasan yang kuat untuk mempertahankan argumennya. Dalam konteks lokal, tentu tidak menutup kemungkinan lahir empirical study yang lebih sesuai dengan kondisi sosial budaya suatu bangsa. Hal ini justru lebih rasional dari pada mengadopsi teori yang belum pasti kesesuaiannya. Sumbangan pemikiran dari berbagai kelompok keilmuan (KK) sebagaimana gambar 2 harus dilihat sebagai kontribusi positif dari sesuatu yang unity dalam mewujudkan kemaslahatan manusia. Tumbuh dan berkembang dari berbagai sudut pandang tentu akan lebih baik dari pada tumbuh tanpa adanya kontribusi keilmuan lain. Kondisi ini cenderung memberikan keterbukaan dalam menerima pembaharuan dan pembenaran dari pihak lain maupun dirinya sendiri. Kesempurnaan keilmuan yang dikembangkan dengan pola ini akan dapat diterima oleh semua kalangan masyarakat yang membutuhkannya. Dalam sebuah model yang dikemukakan Paris (1982) mengingatkan bahwa kolaborasi antar ilmu atau yang disebutnya sebagai model elaborasi, harus memiliki selector, receptor dan effector dalam menyerap kondisi yang berkembang di lingkungannya. Sebelum diolah (dianalisis dalam bahasa perencanaan), semestinya diseleksi terlebih dahulu guna memperoleh label originalitas ilmu perencanaan sebelum dilepas kepada masyarakat luas. Paris mengemukakan sebagaimana gambar 3 hal tersebut karena melihat pengembangan teori prosedural dari Faludi sangat banyak tergantung pada kondisi yang
Halaman 162
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
seharusnya diselesaikan oleh keilmuan lain, seperti; politik, sosial kemasyarakatan, budaya. Paris tidak menampik bahwa proses tersebut memang ada di dalam proses pengembangan tubuh ilmu perencanaan. Serapan yang datang dari KK lain, secara tidak langsung menghendaki images, programmes dan selector (alat analisis) yang diperoleh dari originalitas KK tersebut. Oleh karena itu dikenal model linier programming dalam
Gambar 3. A control feedback system with technology image and the memory, Sumber: Paris (1982) menyerap kasus yang harus didekati dengan model matematik, model O-D (origin-destination) yang diserap dari KK civil engineering, metoda partisipatory planning untuk mendekati permasalahan sosial yang datang dari KK sosial kemasyarakatan. Demikian seterusnya proses originalitas keilmuan teori perencanaan dibangun dan dikembangkan. Sejauh ini ilmu perencanaan baik dalam aplikasi maupun dalam membangun originalitas teori perencanaan, sama sekali belum mampu berdiri sendiri. Ketergantungan tersebut tentu akan berlangsung terus menerus, disebabkan adanya kolaborasi atau kolaborasi berkelanjutan? Prilaku ini terkait dengan keberadaan ilmu perencanaan yang bekerja pada domain publik. Seperti diketahui domain publik dibangun dari berbagai komunitas dan prilaku yang merupakan komposisi dari berbagai disiplin keilmuan. Sangat tidak mungkin bagi ilmu perencanaan untuk tidak berkolaborasi dengan komposisi berbagai keilmuan tersebut. Semakin jauh ilmu perencanaan meninggalkan kolaborasi maka semakin tidak aplicable produk yang dihasilkan oleh ilmu perencanaan. B. Kajian Elemen Perancangan Kawasan Dalam menganalisa perancangan kawasan Sentra Industri Kecil Keripik Tempe Kampung Sanan ini digunakan teori elemen pembentuk kota menurut Shirvani (1986) yaitu: 1. Land use Tata Guna Lahan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruangruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempattempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
2. Building Form and Massing Building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperlihatkan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit, horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). 3. Activity support, Aktivitas pendukung adalah semua fungsi bangunan dan kegiatan-kegiatan yang mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi, penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. 4. Open space, Berbicara tentang ruang terbuka (open space) selalu menyangkut lansekap. Elemen lansekap terdiri dari elemen keras (hardscape seperti: jalan, trotoar, patun, bebatuan dan sebagainya) serta elemen lunak (softscape) berupa tanaman dan air. Ruang terbuka bisa berupa lapangan, jalan, sempadan sungai, green belt, taman dan sebagainya. 5. Pedestrian ways, Elemen pejalan kaki harus dibantu dengan interaksinya pada elemen-elemen dasar desain tata kota dan harus berkaitan dengan lingkungan kota dan pola-pola aktivitas sertas sesuai dengan rencana perubahan atau pembangunan fisik kota di masa mendatang. perubahan rasio penggunaan jalan raya yang mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan memperhat ikan aspek-aspek sebagai berikut : a. Pendukung aktivitas di sepanjang jalan, adanya sarana komersial seperti toko, restoran, café. b. Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu, tempat duduk, dan sebagainya. 6. Circulation and parking, Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian way, dan tempat-tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu kegiatan). 7. Signage, Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain. Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kawasan, baik secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter yang berbeda
Halaman 163
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
4) 8. Preservation Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan terhadap bangunan bersejarah.
5)
III. METODOLOGI Untuk mengetahui potensi lahan, bangunan, ruang-ruang terbuka di kawasan sentra industri kecil keripik tempe kampung Sanan Malang, maka digunakan metodologi kualitatif, sedangkan pendekatannya adalah pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif. Teknik Pengumpulan Data Teknik Observasi Istilah observasi diarahkan pada kegiatan memperhatikan secara akurat, mencatat fenomena yang muncul, dan mempertimbangkan hubungan antar aspek dalam fenomena tersebut. Observasi selalu menjadi bagian dalam penelitian psikologis dan juga arsitektur dalam konteks alamiah (Banister dkk, 1994 dalam Poerwandari 1998). Observasi dalam rangka penelitian kualitatif harus dalam konteks alamiah (naturalistik). Patton dalam Poerwandari (1998) menegaskan observasi merupakan metode pengumpulan data esensial dalam penelitian, apalagi penelitian dengan pendekatan kualitatif. Agar memberikan data yang akurat dan bermanfaat. Moleong tidak memberikan batasan tentang observasi, tetapi menguraikan beberapa pokok persoalan dalam membahas observasi, diantaranya: a) alasan pemanfaatan pengamatan, b) macam-macam pengamatan dan derajat peranan pengamat menurut Moleong (2001) adalah: a)
Manfaat Pengamatan Menurut Guba dan Lincoln dalam Moleong (2001) alasan-alasan pengamatan (observasi) dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam penelitian kualitatif, intinya karena: 1)
2)
3)
Pengamatan merupakan pengalaman langsung, dan pengalaman langsung dinilai merupakan alat yang ampuh untuk memperoleh kebenaran. Apabila informasi visual yang diperoleh kurang meyakinkan, maka peneliti dapat melakukan pengamatan sendiri secara langsung untuk mengecek kebenaran informasi visual tersebut. Dengan pengamatan dimungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian mencatat keadaan dan kejadian sebagaimana yang sebenarnya. Pengamatan memungkinkan peneliti mencatat keadaan yang berkaitan dengan pengetahuan yang relevan.
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
6)
Sering terjadi keragu-raguan pada peneliti terhadap informasi yang diperoleh yang dikarenakan kekhawatiran adanya penyimpangan. Jalan yang terbaik untuk menghilangkan keragu-raguan tersebut, biasanya peneliti memanfaatkan pengamatan langsung secara visual. Pengamatan memungkinkan peneliti mampu memahami situasi-situasi yang rumit, karena pengamatan dapat menjadi alat yang ampuh untuk situasi-situasi yang rumit dan untuk perilaku yang kompleks. Dalam kasus-kasus tertentu dimana teknik komunikasi lainnya tidak dimungkinkan, pengamatan menjadi alat yang sangat bermanfaat.
b) Macam Pengamat dan Derajat Pengamat Menurut Moleong (2001) pengamatan dapat diklasifikasikan menjadi: a) pengamatan dengan latar alamiah atau pengamatan tidak terstruktur dan b) pengamatan buatan atau pengamatan terstruktur. Pengamatan terstruktur ini disebut eksperimen biasa digunakan dalam penelitian kuantitatif. Sedang pengamatan alamiah atau pengamatan tidak terstruktur inilah yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif atau penelitian arsitektur. Teknik observasi (pengamatan visual) yang dilakukan Pengamatan visual merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk merekam wujud bentuk fisik kawasan Sanan yang mencakup jaringan jalan, zonasi aktivitas industri dan kegiatan masyarakatnya. Menurut Spreiregen (1965) kekuatan utama metode pengamatan visual ini ialah peneliti dapat mengkaji bentuk, komposisi dan wajah kota. Spreiregen juga mengatakan bahwa tinjauan pengamatan visual terhadap desain sebuah kota adalah suatu pemeriksaan terhadap bentuk, penampilan dan kandungan elemen kota. Teknik Wawancara Mendalam (Depth Interview) Menurut Kartono (1980) dan Kerlinger (terjemahan Simatupang, 1990) interview atau wawancara adalah suatu percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu; ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadap-hadapan secara fisik, maka interview ini dapat dipandang sebagai metoda pengumpulan data dengan tanya jawab sepihak, yang dilakukan secara sistematis dan berdasarkan tujuan research (Kartono, 1980). Menurut Banister dkk. dalam Poerwandari (1998) wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Wawancara kualitatif dilakukan bila peneliti bermaksud untuk memperoleh pengetahuan tentang makna-makna subjektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, dan bermaksud melakukan eksplorasi terhadap isu tersebut, suatu hal yang tidak dapat dilakukan melalui pendekatan lain.
Halaman 164
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
Menurut Denzin & Lincoln (1994) interview merupakan suatu percakapan, seni tanya jawab dan mendengarkan. Wawancara menghasilkan pemahaman yang terbentuk oleh situasi berdasarkan peristiwa-peristiwa interaksional yang khusus. Metoda tersebut dipengaruhi oleh karakteristik individu pewawancara, termasuk ras, kelas, kesukuan, dan gender. (The interview is a conversation, the art of asking questions and listening. It is not neutral tool, for the interviewer creates the reality of the interview situation. In this situation answers are given. Thus the interview produces situated understandings grounded in specific interactional episodes. This method is influenced by the personal characteristies of the interviewer, including race, class, ethnicity, and gender). Teknik Wawancara yang dilakukan Teknik wawancara ini merupakan teknik utama di dalam penelitian kualitatif. Sebanyak 30 orang responden yang tinggal di kawasan industri Sanan akan di lakukan wawancara secara mendalam (indep interview) proses produksi tempe dan keripik tempe. Metode wawancara ini dapat memberikan informasi yang jelas seputar pembuatan dan produksi tempe dan keripik tempe sehingga dapat diketahui kebutuhan ruang yang cocok untuk penghuni kawasan. Metode Analisis Data Kesemua data yang terkumpul melalui beberapa metode di atas akan dilakukan uraian secara deskriptif, kemudian dari uraian ini dilakukan ringkasan (dinarasikan menjadi hal yang sangat objektif), kemudian di analisis triangulasi artinya uraian yang sangat objektif tadi di hubungkan dengan narasi yang lainnya sehingga ditemukan sebuah kesimpulan yang dapat menjawab permasalahan dan sesuai tujuan dari penelitian ini. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kondisi Eksisting Sentra Industri Kecil Keripik Tempe Sanan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa analisis terhadap kondisi eksisting Sentra Indutri Kecil Kerajinan Tempe (SIKKT) Sanan dilakukan terhadap elemen-elemen yang diacu dari teori Shirvani (1985), yang meliputi elemen land use, building form and massing, activity support, open space, pedestrian ways, circulation and parking, signage, dan preservation. Masing-masing elemen tersebut akan dikaji potensi dan permasalahan yang ada pada kawasan SIKKT Sanan ini. 1. Elemen Land use Elemen land use (tata guna lahan) pada sebuah perancangan kawasan merupakan rancangan dua dimensi berupa denah peruntukan lahan sebuah kota. Ruangruang tiga dimensi (bangunan) akan dibangun di tempattempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut. Dalam RTRW Kota Malang tahun 2001-2010 menyebutkan bahwa kawasan Sanan ini ter masuk dalam wilayah BWK Malang Timur, maka kawasan ini berpotensi untuk
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
dikembangkan lebih lanjut sehingga dapat mengangkat citra dan kualitas kawasan SIKKT Sanan. Namun masih perlu adanya suatu penyelesaian pada tata guna lahan yang terletak di dalam kawasan yang belum terzoningkan secara fungsi, kecuali lokasi untuk ternak sapi yang didekat area sungai. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dilihat bahwa belum terdapat penzoningan yang jelas, yang selanjutnya dapat pula mempengaruhi elemen lainnya, yaitu: sirkulasi, signage, dan lainnya. 2. Elemen Building Form and Massing Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa building form and massing membahas mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang ada dapat membentuk suatu kota serta bagaimana hubungan antar-massa (banyak bangunan) yang ada. Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti ketinggian bangunan, jarak antar- bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan, dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur, mempunyai garis langit-horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya lost space (ruang tidak terpakai). Ditinjau dari ketinggian bangunan yang ada, maka ketinggian bangunan dalam kawasan SIKKT Sanan pada umumnya tidak menimbulkan masalah yang signifikan, karena ketinggian bangunan yang hanya berkisar 1 hingga 2 lantai saja, Akan tetapi tidak tertata dengan baik, sehingga skyline yang terjadi menjadi tidak beraturan dan tidak menarik. Jika ditinjau dari tampilan bangunan, fasade bangunan yang ada kurang dapat menarik dan tidak ada aturanaturan yang disepakati untuk dapat menyelaraskan tampilan, karena adanya keinginan untuk menonjolkan rumah/toko masing- masing. 3. Elemen Activity Support Elemen activity support merupakan elemen-elemen pendukung dari kegiatan utama yang ada di sebuah kawasan. Elemen activity support pada kawasan SIKKT Sanan ini dirasakan masih kurang, karena di seluruh area di dalam kawasan hanya berkonsentrasi untuk usaha keripik tempe, baik dari produksi, maupun penjualan, sedangkan dalam kawasan SIKKT Sanan ini terdapat titiktitik era yang berpotensi untuk dijadikan area aktivitas penunjang. Elemen activity support yang berpotensi untuk dikembangkan adalah kafe atau fasilitas penunjang yang menyajikan beragam makanan yang berbahan tempe. Hal ini dirasa perlu dilakukan, mengingat bahwa olahan tempe tidak hanya terbatas pada olahan keripik saja, akan tetapi sangat beragam dan sudah diadakan pelatihan terhadap warga Sanan (dalam Sugiarti, dkk. 2008)
Halaman 165
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
Selain elemen penunjang aktifitas yang berupa kafe, elemen penunjang aktivitas lainnya yang merupakan potensi kawasan ini adalah adanya fasilitas umum berupa masjid yang terletak di tepi kor idor jalan utama. Akan tetapi permasalahannya adalah pada saat ini keberadaan masjid tersebut masih dirasakan kurang terbuka, dengan adanya pagar-pagar yang kokoh, sehingga ada kesan bahwa masjid tersebut hanya diperuntukkan warga sekitar saja. 4. Elemen Open Space Elemen open space pada kawasan SIKKT Sanan terkumpul pada satu area yaitu di sebelah utara berupa pemakaman, lapangan, dan lahan kosong, sedangkan untuk ruang terbuka di permukiman, industri, dan showroom hampir tidak ada. Area terbuka dominan pada daerah jalan, karena merupakan area yang cukup padat, bahkan banyak sempadan bangunan yang dilanggar (jarak kurang dari 1 meter). 5. Elemen Pedestrian Ways Pada kondisi eksisting saat ini, elemen pedestrian ways merupakan salah satu elemen yang belum mendapatkan perhatian sepenuhnya, karena sepanjang jalan di kaw asan SIKKT ini belum disediakan pedestrian ways yang layak. Pejalan kaki berjalan di bahu jalan dengan perkerasan yang tidak rata, bahkan terdapat bagian jalan yang menjadikan pejalan kaki berjalan di dalam badan jalan. Berdasarkan kondisi eksisting yang ada, terdapat segmen jalan dengan dimensi jalan ±6.00 meter, dengan bahu jalan kanan kiri ±0,50–1,50 meter, sehingga masih memungkinkan untuk diberi pedestrian way sedangkan lebar jalan yang mengecil ±<5.00 meter dengan bahu jalan ±<0.50 meter, sehingga tidak memungkinkan untuk diberi pedestrian, maka diperlukan penanganan tersendiri. 6. Elemen Circulation and Parking Elemen sirkulasi dan parkir dalam kawasan SIKKT Sanan merupakan salah satu elemen yang sangat berpengaruh besar terhadap kenyamanan pengunjung. kondisi eksisting yang ada, dengan lebar jalan sekitar ±5.00-6.00 meter yang dilewati kendaraan dengan dua arah, sehingga seringkali terjadi arus lalu lintas yang tidak lancar (macet). Dengan melihat kondisi tersebut perlu adanya suatu pemecahan sirkulasi kawasan tersebut, yaitu dengan membuka akses jalan tembus menuju jalan Sulfat sebagai akses keluar dari kawasan ini, sehingga diharapkan sirkulasi pada koridor jalan utama menjadi sirkulasi satu arah, yang selanjutnya diharapkan dapat mengurangi ketidaklancaran lalu lintas dalam kawasan. Selain permasalahan ketidaklancaran sirkulasi dan kesulitan parkir pada kawasan Sanan, adanya akses utama yang berada di tengah kawasan menjadikan kawasan terbelah menjadi dua bagian, yaitu bagian utara dan selatan. Hal ini berpengaruh terhadap aksesibilitas jalan-
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
jalan yang ada di dalam gang, yang mengakibatkan tidak adanya ketertarikan pengunjung untuk menjelajahi masing- masing gang dalam kawasan ini, sehingga hal ini turut menyebabkan tidak bisa hidupnya toko-toko yang berada di dalam kawasan. 7. Elemen Signage Elemen signage pada kawasan SIKKT Sanan ini juga belum banyak terperhatikan oleh warga setempat. Satu-satunya potensi yang baik adalah adanya gapura kawasan di pintu masuk. Akan tetapi, pada kondisi yang ada keberadaan gapura tersebut dirasakan masih kurang dapat menarik pengunjung untuk masuk ke dalam kawasan tersebut, karena tidak memiliki karakter khusus yang dapat mewakili karakter kawasan sebagai sentra industri keripik tempe. Selain itu, signage masing-masing toko yang berupa papan nama juga tidak memiliki peraturan yang jelas mengenai penempatan dan ukuran, sehingga signange toko menjadi tidak beraturan. Selain itu, agar pengunjung dapat tertarik untuk masuk ke dalam toko-toko yang berada di dalam gang, maka diperlukan signage yang jelas yaitu dapat berupa sculpture/gerbang/landmark. 8. Elemen Preservation Pada kawasan SIKKT Sanan, terdapat elemen preservation yang berpotensi untuk dikonservasi, yaitu adanya makam pepunden Buyut Kibah, yang dipercaya sebagai nenek moyang yang membuka kawasan ini. Akan tetapi permasalahannya adalah konservasi terhadap kawasan pepunden tidak tertata dengan cukup bagus, padahal area ini merupakan area yang potensial diolah menjadi area dengan vegetasi yang cukup banyak, sehingga dapat menjadi salah satu ruang terbuka hijau kawasan. Rekomendasi Desain Berdasarkan analisis terhadap potensi dan permasalahan masing-masing elemen, didapatkan beberapa solusi yang merupakan kompilasi dari hasil analisis yang merujuk pada 8 elemen perancangan Hamid Shirvani (1985) dan 16 fokus perancangan kawasan yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu: (1) Sistem pergerakan yang nyaman (jalur pejalan kaki dan jalur kendaraan), (2) Sistem penanda jalan, (3) Penyediaan landmark, (4) Sistem pencarian jalan, (5) Fasilitas umum, (6) Hirarki jalan dan ruang luar, (7) Kemudahan & penyediaan lahan parkir, (8) Lingkungan tanggap iklim, (9) Sistem akses, (10) Suasana tempat, (11) Kesatuan organisasi ruang, (12) Aksesibilitas bagi penderita cacat, (13) Pencahayaan di malam hari, (14) Elemen lansekap tanggap iklim, (15) Memperhatikan nilai ekologis, (16) Sarana & prasarana interaksi penduduk.
Halaman 166
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
1.
Rekomendasi Desain Elemen Land Use
Toko (showroom) berlantai 1 Toko (showroom) berlantai 2
Showroom Permukiman dan Industri Peternakan Sapi Pengolahan limbah sistem Biogas
Gambar: Rekomendasi desain terhadap elemen Land Use Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi eksisting, diperoleh permasalahan yang ada pada elemen land use adalah tidak adanya penzoningan yang jelas, sehingga dapat pula mempengaruhi elemen lainnya, antara lain elemen sirkulasi, signage dan lainnya. maka solusi rancangan yang diajukan adalah adanya penzoningan yang jelas terhadap wilayah toko (showroom), industri, dan permukiman. Daerah yang berada di tepi jalan sebaiknya diperuntukkan untuk fungsi penjualan, baik toko (showroom) maupun aktivitas penunjang lainnya, misal cafe, sedangkan untuk fungsi permukiman dan industri ditempatkan di sisi dalam. Kemudian untuk area peternakan tetap di posisi yang sama, dan daerah terbuka yang terletak di dekat area peternakan sebagian kecil dapat dimanfaatkan sebagai tempat pengolahan limbah dengan sistem biogas. Berdasarkan rekomendasi desain tersebut, maka terdapat hirarki jalan dan ruang luar dapat diklasifikasika dengan lebih jelas, sehingga keberadaan showroom yang berada di tepi jalan diharapkan menjadi zona publik, sedangkan untuk area permukiman dan industri berada di zona semi privat dan privat. Selain itu, pertimbangan terhadap nilai ekologis pun dapat didapatkan dengan adanya zona peternakan sapi yang cukup terpisah dengan keberadaan zona-zona lainnya. 2.
Rekomendasi Desain Elemen Building Form and Massing
Berdasarkan hasil analisis terhadap eksisting elemen building form and massing, maka permasalahan terletak pada ketidakteraturan skyline kawasan, karena adanya perbedaan ketinggian bangunan yang acak, antara 1-2 lantai, sehingga timbul kesan ketidakteraturan fasade. Berdasar hasil tersebut, maka rekomendasi desain yang ditaw arkan adalah membuat skyline bangunan menjadi lebih tertata, yaitu dengan membuat deret bangunan di koridor jalan utama menjadi 1 lantai, dan hanya di titik-titik tertentu dibuat 2 lantai, sehingga diharapkan dapat membentuk skyline yang lebih menarik. Gambaran dari rekomendasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Gambaran sky line yang terbentuk
Gambar: Rekomendasi bangunan
desain terhadap ketinggian
Selain itu, untuk mengimbangi ketidakteraturan tampilan bangunan, dengan adanya fasade yang tidak teratur dengan tampilan atap yang beragam, disiasati dengan penataan lansekap diluar bangunan dengan lebih tertata. Rekomendasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Penataan lansekap yang teratur diharapkan dapat menjadi rekomendasi untuk menutupi ketidakteraturan penataan pada fasade bangunan
Gambar: Rekomendasi terhadap ketidakteraturan fasad Berdasar rekomendasi yang dijelaskan tersebut, maka diharapkan dapat membantu memecahkan permasalahan terhadap ketidakteraturan tampilan fasade dan skyline, selain itu juga diharapkan dapat membantu terhadap fokus pada elemen lansekap tanggap iklim dan hirarki jalan dan ruang luar. 3. Rekomendasi Desain Elemen Acti vity Support Sebagaimana yang telah dijelaskan pada analisis terhadap elemen ini, maka terdapat titik-titik area yang berpotenw si untuk dimanfaatkan sebagai area activity support, yaitu fasilitas umum masjid di kaw asan SIKKT Sanan, dan bangunan tua yang dapat dimanfaatkan sebagai cafe. Untuk perencaan masjid yang diharapkan dapat dijadikan fasilits umum temp[at peribadatan para pengunjung diharapkan mencirikan kesan ter buka terhadap lingkungan luar, dan dapat membantu sebagai elemen lansekap tanggap iklim, sehingga rekomendasi desain yang dihasilkan adalah dengan mengubah tampilan pagar masjid dengan lebih terbuka dan menggunakan tanaman sebagai penghalang pandangan masuk ke dalam masjid. Rekomendasi tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Halaman 167
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
Kondisi masjid yang memiliki pagar dengan bahan stainless dan kurang luwes, sehingga kesan yang dihadirkan adalah kesan dingin dan tidak terbuka terhadap umum, hanya untuk penduduk sekitar saja.
Elemen activity support juga dirancang untuk terpusat di area parkir, yang berupa area peribadatan, area istirahat, dan area penjualan juga.
Activity support berupa area penjualan
Area activity support dikawasan parker yang berupa area peristirahatan, peribadatan, dan toilet umum.
Pagar dengan elemen utama tanaman, sehingga diharapkan kesan yang timbul adalah kesan terbuka dan tanggap terhadap lingkungan.
Gambar: Rekomendasi terhadap tampilan masjid sebagai activity support Selain fungsi fasilitas peribadatan, fungsi lain yang dapat dijadikan activity support adalah cafe. Kondisi bangunan yang berpotensi untuk dijadikan activity support yaitu café`
Gambar: Rekomendasi area parkir sebagai activity support 4. Rekomendasi Desain Elemen Open Space Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi eksisting kawasan, pada elemen open space terdapat potensi dan permasalahan. Potensi terhadap elemen ruang terbuka di kawasan ini merupakan sebuah potensi yang t e t a p dipertahankan. Dan untuk permasalahannya, yaitu kawasan ini merupakan kawasan yang cukup padat, bahkan banyak sempadan bangunan yang dilanggar, sehingga seringkali dijumpai banyak bangunan berada di tepi jalan dengan jarak kurang dari 1 meter. Rekomendasi yang diajukan adalah dengan mengolah ruang luar bangunan menjadi lebih tertata, dengan memaksimalkan ruang sempadan sebagai ruang sirkulasi pula dengan penggantian material jalan menggunakan paving block, sehingga diharapkan area ini merupakan area yang lebih banyak dilewati oleh pejalan kaki, dengan harapan untuk kendaraan bermotor mela ju dengan kecepatan yang rendah. Pemaksimalan area open space di jalan juga dimaksudkan untuk menambah elemen tanggap iklim di deretan koridor jalan dengan memanfaatkan tanaman-tanaman hijau. Gambaran terhadap rekomendasi yang diusulkan adalah sebagai berikut:
Rekomendasi desain berbentuk café yang juga menjual beraneka kreasi olahan tempe. Area display untuk menjual olahan tempe dan keripik tempe
Area display untuk menjual olahan tempe dan keripik tempe
Area café untuk masakan kreasi beraneka tempe
Gambar: Rekomendasi cafe sebagai activity support
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Gambar: Rekomendasi terhadap area open space 5. Rekomendasi Desain Elemen Pedestrian ways Berdasarkan hasil analisis terhadap kondisi eksisiting, maka per masalahan yang ada adalah terdapat perbedaan dimensi jalan, yaitu mengecil di penggal tengah jalan, yaitu lebar jalan
Halaman 168
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
<5.00 meter dengan bahu jalan <0.50 meter, sehingga tidak memungkinkan untuk ditambah dengan jalur pedestrian, sehingga rekomendasi yang diusulkan adalah jalur pedestrian yang terputus, dan disiasati dengan penataan elemen lansekap yang mendukung.
Gerbang sebagai penanda adanya perubahan segmen jalan menuju segmen jalan dengan full paving blok.
Gambar: Gerbang sebagai penanda peralihan jalan. Pembedaan material pada tiap-tiap segmen jalan juga merupakan salah satu rekomendasi untuk menyiasati permasalahan ini. Material yang digunakan untuk segmen jalan yang dapat mewadahi pedestrian ways adalah aspal untuk badan jalan, dan paving block untuk pedestrian ways, sedangkan untuk segmen jalan yang mengecil, pedestrian ways tidak disediakan secara khusus, namun material yang digunakan untuk jalan pada segmen ini adalah seluruhnya menggunakan paving block. Pembedaan material ini juga ditandai dengan adanya gerbang untuk mulai memasuki area bagi para pejalan kaki. Gambaran gerbang untuk menandai area peralihan tersebut dapat dilihat pada gambar di atas. Penyelesaian terhadap elemen pedestrian ways dengan segmen jalan yang cukup lebar dapat dilihat pada gambar berikut: Kondisi eksisting pedestrian way di kawasan SIKKT Sanan dengan pejalan kaki yang berjalan dibadan jalan.
Penambahan awning untuk kenyamanan dan untuk melindungi pejalan kaki dari panas dan hujan.
Gambar: Rekomendasi terhadap kenyamanan pejalan kaki Selain itu, elemen pedestrian ways juga menyangkut mengenai kenyamanan berjalan untuk para pengunjung yang memiliki keterbatasan fisik, sehingga desain yang diajukan adalah penggunaan lebar pedestrian ways yang bisa untuk dilewati pengunjung yang berketerbatasan fisik, sehingga dimensi pedestrian ways minimal adalah ± 80 cm. Untuk jalur yang dapat dilewati para pengunjung ini adalah di daerah koridor jalan utama.
6.
Rekomendasi Desain Elemen Circulation and Parking Berdasarkan hasil analisis terhadap elemen circulation and parking di eksisting kawasan, maka potensi adanya jalan tembus dari kawasan menuju jalan Sulfat dapat dimanfaatkan untuk mengubah jalur di kawasan yang awalnya jalur 2 (dua) arah menjadi jalur searah. Area parkir yang menjadi permasalahan yang cukup signifikan di dalam kawasan, direkomendasikan dikonsentrasikan di beberapa titik, sehingga tidak ada kendaraan yang berparkir di tepi jalan. Rekomendasi desain untuk area par kir di sebelah utara kawasan dapat dilihat pada gambar berikut:
Rekomendasi desain yang diusulkan dengan menambah pedestrian ways dan menambah elemen hijau di sepanjang koridor jalan.
Gambar: Rekomendasi terhadap segmen jalan dengan badan jalan yang cukup lebar Penanganan elemen pedestrian ways juga didesain supaya tanggap iklim, untuk kenyamanan pejalan kaki juga, yaitu agar terlindung dari terik matahari dan hujan. Penenganan terhadap permasalahan ini diselesaikan dengan adanya penambahan awning di sepanjang pedestrian ways. Gambaran dari rekomendasi ini dapat dilihat dari gambar berikut:
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Gambar: Rekomendasi desain untuk area parkir Selain permasalahan tersebut, permasalahan utama elemen sirkulasi ini adalah akses utama yang memba gi kawasan menjadi 2 (dua) bagian, bagian utara dan selatan, sehingga area di dalam-dalam gang hampir tidak tersentuh oleh para pengunjung. Untuk itu,
Halaman 169
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
rekomendasi yang ditawarkan adalah dengan membagi zona-zona yang ada di kawasan menjadi beberapa zona. Dan pembagian zona diklasifikasikan berdasar jenis makanan hasil olahan tempe yang ada. Klasifikasi ini juga harus ditunjang dengan adanya pengarah yang dapat membuat pengunjung tertarik untuk masuk ke dalam zona-zona tersebut.
Perkerasan berupa paving block yang dibuat dengan beragam yang diharapkan dapat menjadi elemen yang dapat menarik pengunjung untuk ingin mengetahui apa yang ada didalam gang ini. Gapura yang menunjukkan karakter khusus dari penjualan didalam gang ini.
Gambar: Rekomendasi untuk penzoningan Zona-zona tersebut dibagi menjadi 2 (dua) zona, yaitu zona dengan rasa keripik tempe dan zona olahan tempe. Dan di dalam zona tersebut terbagi menjadi beragam, yaitu untuk zona rasa keripik tempe, misalnya adalah gang Barbeque, gang Pizza, gang Jagung Bakar, dan sebagainya. Dan untuk zona olahan t empe terbagi pula menjadi beberapa, antara lain gang Brownies Tempe, gang Sate Tempe, gang Burger Tempe, dan sebagainya. Rekomendasi pembagian zona dapat dilihat pada gambar di atas.
Gambar: Rekomendasi desain pintu gerbang masing masing gang 7. Rekomendasi Desain Elemen Signage Berdasarkan hasil analisis eksisting terhadap elemen signage, diperoleh bahwa potensi untuk elemen ini dalam kawasan SIKKT Sanan adalah adanya gapura sebagai gerbang masuk kaw asan,
Kondisi eksisting
Untuk menarik pengunjung masuk dalam zona-zona tersebut, maka diperlukan rancangan pintu gerbang yang menar ik dan membaw a karakter khusus yang mencer minkan zona geng tersebut. Rekomendasi desain untuk pintu gerbang di masing- masing gang tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar: Gambaran rekomendasi landmark kawasan terhadap lingkungan namun gapura ini dirasa kurang dapat mewakili karakter kaw asan SIKKT Sanan. Selain itu, signage pengarah di dalam kawasan ini tidak dapat dijumpai di bagian lain kawasan ini, sedangkan kebutuhan untuk signage, berupa landmark, nodesnodes, dan signage pengarah sangat dibutuhkan dalam perancangan sebuah kawasan. Berdasarkan kebutuhan tersebut, maka rekomendasi desain untuk landmark kawasan dapat dilihat pada gambar di atas
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman 170
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
Untuk signage pengarah diletakkan di persimpanganpersimpangan jalan untuk memudahkan pengunjung dalam way findings. Beberapa rekomendasi desain yang dibuat untuk signage sebagai berikut:
Kondisi eksisting
Gambar: Rekomendasi preservasi makam pepunden PENUTUP Kawasan SIKKT Sanan merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata dan dapat menjadi salah satu aset Kota Malang yang dapat dijadikan image kota Malang. Potensi yang ada dalam kawasan sangat beragam dan perlu digali dan dikembangkan lebih lanjut, sedangkan untuk permasalahan-permasalahan yang ada, diharapkan dapat dipecahkan atau minimal diminimalisir dengan beberapa rekomendasi yang diajukan pada bab sebelumnya. Rekomendasi tersebut merupakan hasil analisis penulis terhadap lingkungan sekitar kawasan SIKKT Sanan dengan menggunakan kacamata penulis diskusi dengan masyarakat.
Gambar: Rekomendasi signage di persimpangan jalan
Gambar: Alterntif persimpangan jalan
lain
rekomendasi
signage
di
8. Rekomendasi Desain Elemen Preservation Berdasarkan hasil analisis eksisting terhadap elemen preservation, maka terdapat elemen potensi yang dapat dikonservasi di dalam kawasan ini, yaitu makam Pepunden Buyut Kibah. Pengembangan terhadap area ini diperlukan agar dapat berpotensi untuk dijadikan salah satu area bersejarah bagi warga Sanan. Berikut adalah gambar awal kondisi eksisting area makam pepunden:
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Terlepas dari banyak kekurangan, rekomendasirekomendasi yang telah dijelaskan dalam bab sebelumnya disarankan untuk dapat dilaksanakan dengan beberapa tahap. Tahapan-tahapan tersebut diklasifikasikan atas dasar prioritas kebutuhan atas pemecahan per masalahan yang sangat mendesak dalam kawasan tersebut. Tahapan yang direkomendasikan adalah sebagai berikut: 1. Tahap I : membenahi sirkulasi dan parkir, dan jalur pejalan kaki. Prioritas terhadap pemecahan elemen ini diletakkan di tahap I karena menurut pengamatan penulis, hal ini adalah hal yang paling berperan penting dalam kenyamanan pengunjung, sehingga diharapkan dengan adanya kenyamanan terhadap sirkulasi dan par kir dapat membuat pengunjung untuk tidak enggan dan meresahkan masalah parkir jika mengunjungi kaw asan SIKKT Sanan ini. 2. Tahap II : membenahi elemen signage. Setelah permasalahan tahap I dapat diselesaikan, maka hal yang perlu dipikirkan berikutnya adalah menarik pengunjung untuk masuk ke dalam kawasan SIKKT Sanan. Salah satu hal yang dapat berrperan penting dalam menarik pengunjung masuk ke dalam kawasan adalah adanya signage yang menarik pula. Signage utama yang diperlukan untuk menarik pengunjung dan membuat penasaran adalah elemen landmark yang berada di gerbang pintu masuk kaw asan.
Halaman 171
SEMINAR NASIONAL TEKNOLOGI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN 2014
3. Tahap III : membenahi elemen land use, and activity support. Selanjutnya adalah melengkapi dan menata penzoningan di dalam kawasan (land use) dan menghidupkan activity support di kawasan, sehingga diharapkan kawasan dapat lebih hidup dan tidak monoton. 4. Tahap IV : membenahi elemen building form and massing, open space, dan preservation. Merupakan langkah usaha untuk lebih melengkapi kawasan sebagai salah satu kawasan yang kompleks dan diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif pilihan w isata di Kota Malang.
DAFTAR PUSTAKA Faludi, Andreas. (1973). Planning Theory. Pergamon Press. Britain Faludi, Andreas. (1986). Critical Rationalism and Planning Methodology. London. Pion Limited. Friedmann, John. (1987). Planning in the Public Domain: From Knowledge to Action. New Jersey. Princton University Press. Jayadinata, Johara T.(1986). Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Perdesaan Perkotaan dan Wilayah. Bandung. Penerbit ITB Bandung. Sastrayudha, Gumelar.(2010). Kawasan Wisata Budaya.
Konsep
Pengembangan
Shirvani, Hamid. (1985). New York. Urban Process. Sugiarti, Endah; Misbachul, Achmad; Sof iana, Ika. 2008. Penganekaragaman Hasil Olahan Makanan Dari Tempe Sebagai Alternatif Peluang Usaha Baru Dan Peningkatan Penghasilan Masyarakat Di Daerah Sentra Industri Tempe Sanan-Malang. Laporan Akhir Pelatihan. Malang: Jurusan Ilmu Ekonomi dan Study Pembangunan, Universitas Negeri Malang. Paris, Chris. (1982). Critical Reading in Planning Theory (Urban and Regional Planning Series; v.27). England. Pergamon Press. Prasetyo. (2010). Availeble http://www.peluangusaha.kontan.co.id
from
PENGELOLAAN KAWASAN PESISIR BERWAWASAN LINGKUNGAN
Halaman 172