DAFTAR ISI SAJIAN UTAMA 4 Rapat Dewan SDA Nasional, Mengkonkritkan Jaknas SDA Hingga Rampung 8 Suara Mereka Tentang Konkritisasi Jaknas SDA
Susunan Redaksi Pembina: M. Hatta Rajasa Djoko Kirmanto Moch. Amron Bambang Susantono Purba Robert Sianipar Imam Anshori Dewan Redaksi/Penanggung Jawab: A. Tommy M Sitompul R. Eddy Soedibyo Syamsu Rizal
4 SAJIAN KHUSUS 10 Pansus WS, Usai Bahas Rakeppres Penetapan WS INSPIRASI 12 Pengelola dan Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA
10
Pemimpin Redaksi: Ade Satyadharma Wakil Pemimpin Redaksi: Fauzi Redaksi/Redaktur : Sardi Wawan Hernawan Sri Sudjarwati Widayati Gamal Maulian Desain/Lay Out: Ernawan U. Susanto
12 Imam Anshori
15
ANEKA 20 Dewan Sumber Daya Air Sebagai Wadah Strategis 21 Sosialisasi Pembentukan Dewan SDA Provinsi Gorontalo
21
NUANSA 22 Sosialisasi Jaknas SDA Lewat Udara
Foto/Dokumentasi: Joni Wahyudi Entis Amijaya Sekretariat/Sirkulasi : Sa’adiah Sadjimin Sukarna Heriyana Kasimun Hanny Handayani Bambang Indratno Nur Jayanto
R. Eddy Soedibyo
SOROTAN 15 Pengukuhan Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta, Pembangunan SDA, Upaya Memperoleh Akses Air 16 Dewan Sumber Daya Air Provinsi Maluku, Dikukuhkan 18 Pengukuhan Dewan SDA Provinsi Kaltim, Pengelolaan SDA, Harus Menjadi Kepedulian Semua Sektor 19 TKPSDA WS Bengawan Solo Hasilkan Rekomendasi
22
Alamat Redaksi : DEWAN SUMBER DAYA AIR NASIONAL Sekretariat Dewan Gd. Ditjen SDA Lt. VI Jl. Pattimura No.20 Kebayoran Baru Jakarta Selatan 12110 Telp. (021) 7231083 Fax. (021) 7231083 e-mail :
[email protected] [email protected] http://www.dsdan.go.id
2
Banjir di Jalan Jend. Ahmad Yani Jakarta
T A J U K
Kebijakan Nasional Sumber Daya Air Hari Ini dan Masa Datang
P
ada tajuk terbitan Bulletin Dewan Sumber Daya Air edisi Juni-Juli 2010 telah menyoroti tentang Hakekat Sebuah Kebijakan, dan kini mari kita cermati lebih dalam makna Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA) untuk hari ini dan masa datang. Sungguh bukan suatu impian bagi rakyat Indonesia bahwa kini mereka telah memiliki sebuah rancangan kebijakan nasional tentang sumber daya air. Namun apa gerangan sebenarnya yang memaknai sebuah kebijakan Nasional Sumber Daya Air itu bagi kehidupan rakyat Indonesia ? Sebuah produk kebijakan tentu berhubungan dengan arah tindakan yang memungkinkan untuk terwujudnya nilai-nilai tertentu atau juga untuk pemecahan suatu masalah. Kebijakan ini disusun oleh anggota Dewan SDA Nasional, yang kita semua tahu bahwa usianya belum genap dua tahun tepatnya Dewan SDA Nasional ini dibentuk melalui Keputusan Presiden RI Nomor 6 tahun 2009, yang diterbitkan pada tanggal 27 Maret 2009. Namun berkat kegigihan, keteguhan dan komitmen yang didasari oleh keinginan memberikan sumbangan yang berarti untuk perbaikan kondisi sumber daya air di Indonesia ini agar anak dan cucu kita tidak menemui masa dan situasi krisis air yang ditakuti oleh masyarakat dunia. Disadari atau tidak bahwa seluruh isi dunia ini dan bagi setiap mahluk sangat tergantung dengan air. Rakyat Indonesia khususnya sangat memerlukan air, kalaulah tidak bisa dikatakan sangat tergantung dengan air. Cobalah kita teliti lebih dalam, dari sandang yang kita kenakan, pangan yang terhidang untuk (tidak kurang dari) 247 juta manusia Indonesia, dan papan yang tersebar di 17.000 pulau di Indonesia, seluruhnya sangat membutuhkan air, baik yang nampak nyata maupun air yang terkandung didalam suatu bahan/ produk (virtual water needs). Akan mustahil rasanya bila satu zat yang menjadi kebutuhan pokok kehidupan itu tidak dijaga dan tidak kita pedulikan untuk menjaganya. Itu sebabnya UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air secara total mengatur bagaimana mengelola air dan sumber daya air untuk hari ini dan masa datang. Kebijakan Nasional SDA, konon mengatur tidak saja tentang memelihara kelangsungan sumber air (konservasi), pendayagunaan SDA, mengendalikan daya rusak air, namun juga memberikan arah bagaimana meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha didalam mengelola SDA agar tidak menyia-nyiakan manfaat air bagi kehidupan, dan tidak hanya itu, juga memberikan acuan bagaimana mengembangkan jejaring Sistem Informasi Sumber Daya Air (SISDA) agar seluruh informasi tentang SDA dapat diketahui tidak saja oleh instansi-instansi tertentu yang mengelola SDA tetapi juga oleh masyarakat banyak, agar mereka dapat menyatupadukan pengelolaan SDA dalam tujuan dan koridor yang benar. Kalau saja impian itu tercapai, niscaya bahwa bangsa ini akan terhindar dari bahaya krisis air, citacita besar yang bertujuan untuk menjaga kelangsungan keberadaan air dan sumber-sumber air, baik daya dukung dan daya tampungnya, pemanfaatan SDA yang mengutamakan kebutuhan pokok masyarakat secara adil dan berkelanjutan, serta terampil menghadapi berbagai situasi guna mengatasi, menanggulangi dan memulihkan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh daya rusak air. Sungguh suatu hal yang begitu jauh, tetapi bukan tidak mungkin untuk dicapai. Tak sedikit orang angkat topi, walau ada juga orang yang meragukannya, bahwa Dewan SDA Nasional yang usianya belum genap dua tahun, dengan sederet tugas dan fungsinya telah sanggup membuktikan bahwa mereka telah mampu menyatakan kehendak menghasilkan konsep pemikiran yang sistemik untuk negeri ini, diantaranya dalam bentuk rumusan Kebijakan dan Strategi Pengelolaan SDA berskala nasional. Sekarang kita tinggal menghitung hari bahwa rancangan Jaknas SDA yang kini berada di meja Presiden RI segera ditandatangani. Walau demikian diluar sana, banyak orang menunggu dan bertanya apa selanjutnya pekerjaan pekerjaan yang akan diselesaikan setelah Kebijakan itu disahkan ? Apa dengan disahkannya kebijakan itu, telah rampung tugas Dewan SDA Nasional. Apakah dengan sendirinya para Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota akan melaksanakan kebijakan itu ? Pertanyaan demi pertanyaan memerlukan jawaban, namun siapa yang hendak menjawab pertanyaan itu. Apakah pertanyaan itu perlu dijawab atau akan menggema dan menghilang ditelan masa ? Semuanya tergantung pada kita, terutama para anggota Dewan SDA Nasional, para Menteri, Gubernur, Bupati dan Walikota, dan semuanya, baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Rakyat tidak sekedar menanti jawabanmu, tetapi lebih dari itu, upaya dan kridamu sanggupkah mengubah impian menjadi kenyataan. Semoga... n
3
Sajian Utama
Rapat Dewan SDA Nasional,
Mengkonkritkan Jaknas SDA Hingga Rampung Anggota Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional) kembali berkumpul dan melaksanakan pertemuan untuk membahas konkritisasi Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA), di Bogor – Jawa Barat (19-20/10).
P
embahasan konkritisasi dari Naskah Jaknas yang telah disusun dan telah disepakati dalam Sidang I Dewan SDA Nasional tahun 2010 tersebut, berdasarkan masukan dari Sekretariat Kabinet RI sebelum ditetapkan oleh Presiden RI. Konritisasi ini dimaksudkan agar Jaknas SDA mempunyai ukuran atau target pencapaian yang jelas, baik secara volume, lokasi ataupun target waktunya. Selain itu, dengan tidak merubah esensi substansinya, Jaknas SDA perlu diselaraskan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Dalam rapat yang dipandu oleh dua orang Anggota Dewan SDA Nasional berasal dari unsur non-Pemerintah secara bergantian, seperti Ir. H. Achmadi Partowijoto, CAE (Kemitraan Air Indonesia/KAI), Ir. Sudar Dwi Atmanto, MMAgr (Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial/LP3ES), Ir. S. Indro Tjahyono (Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia/ SKEPHI) dan Dr, Hasim, DEA (PSDA Watch) dan dihadiri Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, sebagai narasumber, menyisir poin demi poin kebijakan dan strategi yang tercantum dalam naskah Jaknas SDA. Meski pembahasannya belum rampung seluruhnya saat itu, namun sudah ada beberapa poin yang telah disepakati, misalnya saja dalam hal jangka waktu pencapaiannya atau time horizon dari poin-poin strategi pada setiap kebijakan tersebut. Juga telah disepakati untuk membentuk Tim Kecil guna membahas konkritisasi dari naskah Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA) sesuai masukan dari Sekretariat Kabinet RI sebelum ditetapkan oleh Presiden RI. Tim Kecil Sebagai tindak lanjut rapat koordinasi anggota Dewan SDA Nasional yang dilaksanakan di Kota Bogor – Jawa Barat, telah dibentuk Tim Kecil yang terdiri dari anggota Pansus Penyusunan Naskah Jaknas SDA, baik berasal dari unsur Pemerintah maupun nonPemerintah. Tim Kecil ini terdiri dari tujuh orang personil anggota serta para pejabat
4
yang mewakili Anggota Dewan SDA Nasional. Dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian diwakili oleh Ir. Purba Robert Sianipar, MSCE, MSEM, Ph.D, Ir. Bambang Koeswidodo, Dipl.HE (Komite Nasional Indonesia untuk Bendungan Besar/KNI-BB), Ully Hary Rushady (Garuda Nusantara), Ir. Achmadi Partowijoto, CAE (Kemitraan Air Indonesia/KAI), Ir. Heru Subiakto (Kementerian Kehutanan), Ir. Rapiali Zainuddin (Masyarakat Peduli Air/MPA), dan Ir. S. Indro Tjahyono (Jaringan Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia/SKEPHI). Adapun tugasnya adalah selain melaksanakan pengkongkritan rumusan strategi sehingga menjadi lebih jelas target waktu/volume/lokusnya, juga melakukan penyederhanaan terhadap susunan dan isi bab tanpa mengubah rumusan kebijakan dan esensi strategi yang sudah ada. Tim Kecil ini telah bekerja dan mengadakan rapat perumusannya pada 25 Oktober dan 1 Nopember 2010. Pada saat rapat-rapat tersebut yang juga dihadiri oleh Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, mengemukakan bahwa konkritisasi ini untuk memberikan penekanan dan penyempurnaan rumusan strategi agar lebih terukur dengan tidak merubah esensi sebagaimana telah diputuskan dalam Sidang Dewan SDA Nasional pada tanggal 14 Juli 2010. Rampung Dibahas Setelah melalui beberapa kali
rapat pembahasan, mulai dari pembahasan di Kota Hujan - Bogor, Rapat Panitia Khusus (Pansus) Penyusunan Naskah Jaknas SDA, hingga rapat Tim Kecil, akhirnya pembahasan konkritisasi naskah Jaknas SDA telah rampung dituntaskan oleh Tim Kecil, di Jakarta (23/11). Rapat Tim Kecil tersebut telah berhasil menyepakati Konkritisasi Jaknas SDA dengan susunan naskah sebanyak lima bab, lebih singkat dari sebelumnya sebanyak tujuh bab. Meskipun demikian, tidak mengurangi substansi naskah Jaknas sebelumnya. Pembahasan Tim Kecil tersebut menyepakati penyempurnaan format menjadi lima bab yaitu, Bab I mengenai pendahuluan, bab II tentang permasalahan dan tantangan SDA, bab III – asas dan arah serta visi dan misi, bab IV – kebijakan nasional dan strategi pengelolaan SDA, dan bab V – penutup. Dalam bab I – pendahuluan, berisi antara lain bahwa Jaknas SDA menjadi acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non-kementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang SDA dan acuan bagi penyusunan kebijakan pengelolaan SDA pada tingkat provinsi. Jaknas SDA juga menjadi masukan dalam penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM-NAS). Selain itu, Jaknas SDA merupakan pedoman dalam penyusunan pola pengelolaan SDA pada wilayah sungai lintas provinsi, strategis nasional, dan
wilayah sungai lintas negara. Sedangkan kebijakan SDA provinsi menjadi acuan dalam penyusunan Pola Pengelolaan SDA pada wilayah sungai lintas kabupaten/kota. Sementara, kebijakan SDA kabupaten/kota menjadi acuan dalam penyusunan pola pengelolaan SDA bagi wilayah sungai di dalam satu kabupaten/kota. Pada bab II menjelaskan mengenai permasalahan dan tantangan SDA. Tercantum sembilan poin permasalahan, antara lain peningkatan alih fungsi lahan, kerusakan daerah aliran sungai, konflik dalam penggunaan air, pengambilan air tanah yang berlebihan, penurunan kualitas air, dampak perubahan iklim, keterbatasan peran masyarakat dan dunia usaha, tumpang tindih fungsi lembaga pengelolaan SDA, serta keterbatasan data dan informasi. Poin tantangan, antara lain menjelaskan disribusi penduduk yang tidak merata dan kegiatan ekonomi yang terpusat di beberapa pulau tertentu, mengakibatkan kesenjangan neraca air pada setiap pulau. Kemudian resapan air di daerah aliran sungai semakin berkurang, sehingga meningkatkan potensi daya rusak air yang akan mengakibatkan banjir dan kekeringan. Daya rusak air juga mengakibatkan penurunan fungsi dan kerusakan prasarana SDA, yang berdampak pada kerugian sosial dan ekonomi terutama kegagalan panen dan penurunan ketahanan pangan. Tantangan lainnya adalah mengenai kesiapan Indonesia dalam Mille-
5
nium Development Goals (MDG’s) dan Johannesburg Summit 2002 yang menargetkan agar jumlah penduduk yang belum mendapat layanan air bersih dan sanitasi pada tahun 2000, berkurang hingga separuh pada tahun 2015. Hal ini mengingat, tingkat layanan air bersih dan sanitasi masih rendah terutama bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan, perdesaan, pulaupulau kecil dan kawasan pesisir pantai. Selain itu, koordinasi dan sinkronisasi, baik di tingkat Pusat, provinsi, kabupaten/kota maupun di tingkat wilayah sungai merupakan tantangan dalam membangun sistem kelembagaan pengelolaan SDA yang andal guna menghindari sengketa antardaerah, antara Pusat dan daerah, serta antarpengguna air. Sedangkan bab III menjelaskan tujuh asas pengelolaan SDA, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas. Adapun pengelolaan SDA dalam kurun waktu 20 tahun ke depan diarahkan untuk menjaga keseimbangan antara pelaksanaan konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. SDA yang tersedia dalam berbagai bentuk harus didayagunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tanpa mengancam kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, pendayagunaan SDA harus diimbangi dengan upaya konservasi yang memadai. Berbagai masalah yang diakibatkan daya rusak air harus segera diatasi melalui upaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan. Dijelaskan pula mengenai visi pengelolaan SDA untuk jangka waktu 2010 – 2030, yaitu sumber daya air nasional yang dikelola secara menye-
6
Selain itu, koordinasi dan sinkronisasi, baik di tingkat Pusat, provinsi, kabupaten/ kota maupun di tingkat wilayah sungai merupakan tantangan dalam membangun sistem kelembagaan pengelolaan SDA yang andal guna menghindari sengketa antardaerah, antara Pusat dan daerah, serta antarpengguna air. luruh, terpadu dan berwawasan lingkungan untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Ada lima misi yang diemban dalam kurun waktu 2010 – 2030, yaitu meningkatkan konservasi SDA secara terus menerus, mendayagunakan SDA untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, mengendalikan dan mengurangi daya rusak air, meningkatkan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan SDA, serta membangun jaringan Sistem Informasi SDA nasional yang terpadu antarsektor dan antarwilayah. Kebijakan dan Strategi Kebijakan Nasional dan Strategi Pengelolaan SDA tertuang di dalam bab IV, meliputi enam poin besar Kebijakan Nasional (Jaknas) yaitu, kebijakan umum, kebijakan peningkatan konservasi SDA secara terus menerus, kebijakan pendayagunaan SDA untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat, serta kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak.
Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan SDA serta kebijakan pengembangan jaringan Sistem Informasi SDA (SISDA) dalam pengelolaan SDA nasional terpadu merupakan kebijakan dalam rangka menciptakan suasana yang kondusif bagi tercapainya kebijakan sebelumnya. Dalam kebijakan umum, berisi mengenai peningkatan koordinasi dan keterpaduan pengelolaan SDA, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta budaya terkait air, peningkatan pembiayaan pengelolaan SDA, serta peningkatan pengawasan dan penegakan hukum. Strategi untuk mewujudkan kebijakan tersebut antara lain, menyelesaikan penyusunan Pola Pengelolaan SDA selambat-lambatnya pada tahun 2015 di semua wilayah sungai sesuai dengan kewenangannya, meningkatkan kualitas dan kuantitas penelitian dan pengembangan teknologi dalam bidang SDA serta menerapkan hasil-hasilnya dengan meningkatkan alokasi pendanaannya, meningkatkan kontribusi dunia usaha dan masyarakat dalam pengelolaan SDA, serta mempercepat pembentukan Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam penegakan hukum bidang SDA pada setiap wilayah sungai paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas ditetapkan. Kebijakan peningkatan konservasi SDA secara terus menerus terdiri dari peningkatan upaya perlindungan dan pelestarian sumber air, peningkatan upaya pengawetan air, serta peningkatan upaya pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran air. Strateginya antara lain melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan kritis pada daerah aliran sungai prioritas yang dilakukan secara partisipatif dan
terpadu dengan capaian 2,5 juta hektar paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan, membatasi penggunaan air tanah dengan mengatur ulang alokasi penggunaan air di berbagai sumber air untuk meningkatkan manfaat air baku yang berasal dari air permukaan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Jaknas ditetapkan, membangun dan mengoperasikan sistem pengelolaan limbah cair komunal atau terpusat di kawasan permukiman dan kawasan industri serta industri di luar kawasan oleh pemerintah, masyarakat dan dunia usaha paling lambat 4 (empat) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. Kebijakan pendayagunaan SDA untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat meliputi peningkatan upaya penatagunaan SDA, peningkatan upaya penyediaan air, peningkatan upaya efisiensi penggunaan SDA, peningkatan upaya pengembangan SDA, dan pengendalian pengusahaan SDA. Strategi yang akan dilaksanakan antara lain, menetapkan peruntukan air pada sumber air untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan daya dukung dan daya tampung sumber air yang bersangkutan paling lambat 5 (lima) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan, menetapkan standar layanan minimal kebutuhan pokok air sehari-hari secara nasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberi alokasi pemenuhan kebutuhan air bagi penduduk dalam rencana penyediaan air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas ditetapkan, mengembangkan perangkat kelembagaan untuk pengendalian penggunaan SDA di wilayah sungai, melakukan upaya pengembangan sistem penyediaan air minum dalam rangka peningkatan layanan untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat sekurang-kurangnya mencapai 78 persen layanan di perkotaan
dan 62 persen layanan di perdesaan pada tahun 2015, serta menyusun dan menerapkan Norma, Standar, Pedoman dan Kriteria (NSPK) dalam pengusahaan SDA yang meng-utamakan kepentingan masyarakat dan memperhatikan kearifan lokal paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. Kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak terdiri dari peningkatan upaya pencegahan, peningkatan upaya penanggulangan dan peningkatan upaya pemulihan. Dengan strategi antara lain, menetapkan kawasan yang memiliki fungsi retensi banjir sebagai prasarana pengendali banjir paling lambat 3 (tiga) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan, menetapkan mekanisme penanggulangan kerusakan dan/atau bencana akibat daya rusak air paling lambat 1 (satu) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan, serta memulihkan dan merekonstruksi kerusakan prasarana SDA dan memulihkan fungsi lingkungan hidup dengan mengalokasikan dana yang cukup dalam APBN/APBD dan sumber dana lainnya. Kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan SDA yang meliputi peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam perencanaan, pelaksanaan dan dalam pengawasan. Strateginya antara lain, meningkatkan keterlibatan masyarakat dan dunia usaha dalam penyusunan kebijakan pengelolaan SDA, menyiapkan instrumen kebijakan dan/atau peraturan yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha untuk berperan dalam pelaksanaan pengelolaan SDA di setiap daerah paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan, serta menetapkan prosedur penyampaian laporan dan pengaduan masyarakat dan dunia usaha dalam pengawasan
pengelolaan SDA paling lambat 2 (dua) tahun setelah Jaknas SDA ditetapkan. Terakhir adalah kebijakan pengembangan jaringan SISDA dalam pengelolaan SDA nasional terpadu, yang meliputi peningkatan kelembagaan dan sumber daya manusia pengelola SISDA, pengembangan jejaring SISDA, dan pengembangan teknologi informasi. Adapun strateginya antara lain, menata ulang pengaturan dan pembagian tugas di berbagai instansi dan lembaga pengelola data dan informasi SDA paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi (SIH3) ditetapkan, membangun jejaring SISDA antara instansi dan lembaga Pusat dan daerah serta antarsektor dan antarwilayah paling lambat 1 (satu) tahun setelah Kebijakan Pengelolaan SIH3 ditetapkan, serta memfasilitasi para pemilik kepentingan dalam mengakses data dan informasi SDA. Sedangkan di bab V – penutup, antara lain menjelaskan bahwa Jaknas SDA dapat ditinjau ulang sejalan dengan dinamika sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup yang menuntut kebijakan yang lebih sesuai. Dalam melaksanakan tinjau ulang Jaknas dan strategi pengelolaan SDA, harus tetap melibatkan para pemilik kepentingan di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota, dan wilayah sungai. n tim
7
Sajian Utama
Suara Mereka Tentang Konkritisasi Jaknas SDA Dalam rapat pembahasan konkritisasi Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA), baik di tingkat Panitia Khusus (Pansus) maupun Tim Kecil, banyak pendapat dan masukan dari para anggotanya yang perlu disepakati bersama. Saat rapat pembahasan dalam Tim Kecil (1/11), Bulletin Dewan Sumber Daya Air berkesempatan menemui beberapa anggotanya untuk mendengarkan masukan dan pendapatnya mengenai konkritisasi Jaknas SDA tersebut. Inilah suara-suara yang disampaikan mereka saat itu.
S
aat istirahat rapat pembahasan Tim Kecil, perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Purba Robert Sianipar menyatakan, bahwa ada dua hal yang diberikan catatan oleh Sekretariat Kabinet pada naskah Jaknas SDA dalam Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres). Pertama mengenai isi dari Raperpres itu sendiri dan yang kedua, dari prosedur penyusunannya. “Nah yang terkait dengan isi, Presiden mengarahkan agar Raperpres itu mempunyai ukuran atau mempunyai target capaian yang jelas, baik secara volume, lokasi ataupun target waktunya. Dari draft Raperpres yang diajukan itu memang beberapa strategi telah jelas target waktu, lokasi ataupun volumenya Meskipun demikian, masih ada beberapa strategi yang dapat dinyatakan lebih konkrit target capaiannya. Hal esensi inilah yang mau lebih dikonkritkan,” katanya. Jika hanya bersifat normatif, Robert menambahkan, nantinya kapan akan dicapai, karena tidak terukur. Padahal, Perpres Jaknas SDA ini akan menjadi rujukan bagi seluruh Kementerian/Lembaga dalam menyusun kebijakan/program terkait dengan SDA dilingkungannya masing-masing. “Kalau tidak disebutkan di dalam Jaknas SDA, maka capaian-capaian itu tidak akan terukur kapan akan dicapai dan instansi mana yang harus bertanggung jawab. Inilah yang diminta oleh Presiden. Karena kita ingin benar-benar mengelola SDA dengan baik. Mulai dari aspek konservasi, pendayagunaan SDA, pengendalian daya rusak air, pemberdayaan dan sistem informasinya,” ungkapnya, seraya menambahkan, dengan adanya target-target capaian
8
Ir. Purba Robert Sianipar, MSCE, MSEM, Ph.D Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Ada Beberapa Catatan yang jelas secara kuantitatif, baik itu berupa waktu, lokasi ataupun volumenya, akan mengikat semua Kementerian/ Lembaga sebagai komitmen bersama. Robert mengharapkan, Jaknas SDA ini akan selesai pada tahun 2010 dan hal ini merupakan hasil kerja yang cukup komprehensif karena dalam penyusunannya tidak hanya melibatkan unsur Pemerintah saja, melainkan juga unsur non-Pemerintah. Selain itu, Robert menambahkan, dari Sekretariat Kabinet juga memberikan masukan untuk tidak merubah substansinya, tetapi harus tetap selaras dengan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Kemudian Sekretariat Kabinet juga memberikan catatan, bahwa bagian pendahuluan Jaknas SDA diharapkan agar lebih ringkas tetapi tetap jelas. Oleh karenanya, Sekretariat Kabinet meminta untuk dipadatkan atau di-compress tanpa merubah esensi substansi. “Setkab tidak membicarakan substansi, tetapi Setkab menyarankan agar tidak hanya normatif saja, karena itu petunjuk Presiden,” ucap Robert.
Setelah dibahas dalam Tim Kecil ini, menurut Robert, hasilnya akan dibawa kembali ke rapat Pansus yang telah diberikan mandatnya oleh Ketua Dewan SDA Nasional untuk menyelesaikan sampai akhir bulan November 2010. “Nantinya juga ada koordinasi dengan mengundang Sekretariat Kabinet dengan maksud untuk memastikan agar
masukan-masukan yang diharapkannya, sudah terakomodasi dalam naskah Jaknas SDA. Disamping itu, juga diharapkan penyelesaian dari matriks implementasi Jaknas SDA yang memuat uraian kegiatan setiap Kementerian/ Lembaga sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing,” tutur Robert. n faz/ad/tom
S
enada dengan penjelasan perwakilan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Achmadi Partowijoyo anggota Dewan SDA Nasional yang berasal dari unsur nonPemerintah yaitu Kemitraan Air Indonesia (KAI) menjelaskan, bahwa adanya konkritisasi naskah Jaknas SDA ini memang seharusnya demikian supaya terukur. “Tetapi target pencapaian tersebut tidak harus selalu ketiga-tiganya beriringan dimasukan, baik volume, lokasi maupun waktunya. Misalnya saja, pembentukan Dewan SDA Provinsi hanya dibatasi dengan waktunya saja. Sampai tahun tertentu semua Dewan SDA sudah harus terbentuk,” katanya, di sela-sela rapat pembahasan Tim Kecil (1/11). Sekarang ini, menurut Achmadi, Tim Kecil sedang merumuskan konkritisasi dan meringkas bab-bab di depan tanpa menghilangkan substansi pokoknya, sehingga nantinya hanya tinggal beberapa halaman saja. “Karena bab-bab di depannya sebagian isinya juga merupakan pengulangan dari apa yang sudah dikemukakan di Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) dan sebagainya. Jadi, hasil Tim Kecil akan di bawa ke pansus minggu depan dan dalam bulan November ini sudah bisa
Ir. Rapiali Zainuddin Masyarakat Peduli Air (MPA)
Pencapaian Kabinet
M
enambahkan keterangan dari Achmadi, Rapiali Zainuddin mengatakan, dikarenakan Jaknas SDA ini sebagai acuan untuk Kementerian/Lembaga, maka Jaknas SDA berlaku bagi menteri/kepala lembaga dalam kabinet sekarang. “Untuk itulah, Presiden meminta apa-apa yang nantinya akan bisa dicapai oleh kabinet ini. Jadi Jaknas SDA ini harus konkrit, baik volume, lokasi ataupun waktunya. Sehingga, pada tahun 2014 nanti bisa dievaluasi, apakah sasarannya tercapai atau tidak,” kata Zainuddin, seusai rapat pembahasan Tim Kecil (1/11). Selain itu, untuk jangka panjang, menurut Anggota Dewan SDA Nasional dari MPA ini, Jaknas SDA juga dijadikan sebagai acuan untuk pengelolaan SDA di tingkat provinsi sampai dengan tahun 2030. “Jaknas SDA akan diacu oleh provinsi secara terus menerus hingga tahun 2030. Sedangkan untuk kabinet sekarang, ya… tentu saja sesuai dengan masa kerja dari kabinet itu sendiri,” ujarnya. Zainuddin juga menyatakan, bahwa dalam pembahasan penyusunan naskah Jaknas SDA sebelumnya, hanya terkendala dari sisi tata bahasanya saja, karena setiap
Ir. Achmadi Partowijoto, CAE Kemitraan Air Indonesia (KAI)
Supaya Lebih Terukur dikonkritkan sesuai target serta dapat ditanda-tangani oleh Presiden dalam tahun 2010,” ujar Achmadi. Dirinya juga berharap, apabila naskah Jaknas SDA ini sudah ditetapkan Presiden dalam bentuk Perpres, harus ada upaya-upaya agar kebijakan ini bisa dilaksanakan dan adanya jaminan bahwa peraturan/kebijakan ini dapat dilaksanakan juga oleh masyarakat. “Jadi realisasi atau implementasi dari peraturan itu adalah ujungnya. Kita tidak boleh bangga karena kita sudah mengeluarkan peraturan ini. Intinya kita harus menjamin masyarakat dapat melaksanakan dan mengimplementasikannya secara aktual,” harap Achmadi. n sar/wwn/ad
anggota mempunyai pengertian yang lain-lain. Sehingga untuk menyatukannya yang perlu waktu agak lama. “Kalau mengenai substansi, saya kira semua kita sama pengertiannya. Cuma bagaimana menyusun kata-kata sehingga itu bisa menjadi ucapan Presiden, maka kita harus membuat sedemikian rupa agar tidak berlebihan tetapi langsung kepada intinya. Itu yang mau di cari, sehingga kita agak bertele-tele dalam rapat waktu itu,” ungkapnya. Namun demikian, Zainuddin cukup optimis bahwa Jaknas SDA dapat diselesaikan dan ditetapkan oleh Presiden dalam bentuk Perpres pada tahun 2010. Menurutnya, meski belum ditetapkan, namun daerah sebenarnya sudah bisa bertindak dengan menyusun program yang sesuai dengan naskah Jaknas SDA. “Mereka kan ada wakilnya dalam rapat-rapat Pansus Penyusunan Naskah Jaknas SDA. Apalagi mengenai substansinya sudah tidak ada perbedaan. Sehingga daerah bisa menyusun programnya, sambil menunggu Jaknas SDA ditetapkan Presiden,” ujarnya. Sementara dalam pembahasan konkritisasi Jaknas SDA di Tim Kecil, menurut Zainuddin sebenarnya tidak terkendala apapun. Pasalnya, yang menyusun volume, lokasi ataupun waktunya adalah dari Kementerian/Lembaga masingmasing yang terkait. “Kita, dari unsur non-Pemerintah hanya memberikan arahan saja, mana-mana yang dibutuhkan. Sedangkan yang melakukan di lapangan itu nantinya Kementerian/Lembaga dan aparatnya,” ucap Zainuddin. n jon/gml/ad/edd
9
Sajian Khusus
Pansus WS, Usai Bahas Rakeppres Penetapan WS Panitia Khusus (Pansus) Pemberian Pertimbangan Untuk Penetapan Wilayah Sungai (WS), Cekungan Air Tanah (CAT) dan Pertimbangan Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) - Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), usai melaksanakan pembahasan draft Rancangan Keputusan Presiden (Rakeppres) mengenai Penetapan WS.
P
enyusunan Rakeppres ini bertujuan untuk menentukan basis wilayah pengelolaan SDA agar dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat. Penyusunan Rekeppres ini merupakan pelaksanaan amanat Pasal 13 UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan Pasal 12 Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air. Dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air disebutkan bahwa WS adalah kesatuan wilayah pengelolaan SDA dalam satu atau lebih Daerah Aliran Sungai (DAS), dan/ atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. Dengan kata lain, sebuah WS dapat berupa satu DAS, lebih dari satu DAS, satu pulau kecil, atau gabungan dari beberapa pulau kecil. Ditinjau dari segi posisinya ter-
10
hadap wilayah administrasi pemerintahan, ada WS lintas Negara, WS lintas provinsi, WS strategis nasional, WS lintas kabupaten/kota dan WS dalam satu kabupaten/kota. Cukup Alot Dengan dipimpin oleh Ketua Pansus WS, Ir. Sugiyanto, M.Eng dan Sekretarisnya, Ir. Sudar Dwi Atmanto, MM.Agr, dihadiri Direktur Bina Penatagunaan SDA – Ditjen SDA, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), DR. Ir. Djaja Murni W.D, Dipl.HE, M.Sc, sebagai narasumber instansi pengusul serta didampingi Sekretaris Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, rapat rapat pembahasan ini telah dilaksanakan secara simultan di Jakarta pada tanggal 23 Agustus 2010, tanggal 1, 22, 28 dan 29 September 2010, 5-7 Oktober 2010 serta 2 November 2010. Setelah melalui berbagai diskusi dan tanya jawab yang berlangsung
cukup alot, pada pembahasan terakhir tanggal 2 November 2010, Anggota Pansus akhirnya menyepakati dan memberikan beberapa pertimbangan atas Rakeppres tentang Penetapan WS tersebut. Misalnya, untuk penetapan WS yang berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) Cidanau, DAS Ciujung, DAS Cidurian, DAS Cisadane, DAS Ciliwung dan DAS Citarum. Instansi pengusul menyampaikan bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dimana rentang kendali Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang dimiliki Kementerian Pekerjaan Umum (PU) saat ini, yaitu Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Cidanau - Ciujung - Cidurian, BBWS
Ciliwung - Cisadane dan BBWS Citarum, maka diusulkan untuk menjadi tiga WS. Namun dikarenakan adanya pemahaman yang variatif dari para anggota Pansus mengenai esensi tujuan pembentukan WS sebagai kesatuan wilayah pengelolaan SDA, maka para anggota mengambil keputusan dengan cara angket.Dimana setiap anggota Pansus dapat memilih tiga alternatif pilihan diantara empat alternatif yang ditawarkan, yaitu satu WS, dua WS, tiga WS dan empat WS. Hasilnya, Pansus menyepakati tiga WS yaitu, WS Cidanau - Ciujung Cidurian, WS Ciliwung - Cisadane dan WS Citarum sebagai pilihan terbanyak dan terfavorit. Pertimbangan Pansus antara lain, rentang kendali dalam pengelolaan SDA di tiga WS masih terjangkau sehingga pengelolaan dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif dalam memenuhi kebutuhan konservasi dan pendayagunaan SDA. Selain itu pertimbangannya adalah dapat dilakukan pendayagunaan SDA antar WS sesuai potensi SDA yang
tersedia atas permintaan pemerintah provinsi, untuk memenuhi diatas harus dilaksanakan sesuai rekomendasi teknis dari pengelola SDA WS berdasarkan pola pengelolaan SDA WS yang bersangkutan, serta penyusunan pola pengelolaan SDA pada setiap WS diintegrasikan melalui Tim Koordinasi Pengelolaan SDA (TKPSDA) WS masingmasing. Penetapan WS di kawasan yang melibatkan kepentingan Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten ini juga sempat mendapat respon dari beberapa anggota masyarakat yang ikut pula menyampaikan tanggapan/pendapat tertulisnya melalui situs Dewan SDA Nasional. Kemudian nama DAS Kapuas didalam WS Barito – Kalimantan Tengah dipertimbangkan namanya menjadi DAS Kapuas (Kalteng) untuk membedakan DAS Kapuas yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Nama DAS yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan agar disesuaikan dengan data dari Provinsi Sulawesi Selatan, setelah dikoordinasikan dengan Kementerian Kehutanan. Juga diberikan pertimbangan untuk menambah klausul pada pasal di Rakeppres, apabila pada pulau atau pulau-pulau kecil (kepulauan) terdapat DAS yang tidak tercantum namanya di dalam daftar sebagaimana tersebut
dalam lampiran Keppres, maka keberadaan DAS yang bersangkutan merujuk pada batas WS yang tercantum di peta WS. Pertimbangan lainnya adalah mengenai status pengelolaan SDA pada WS. Antara lain, WS Bangka di Provinsi Bangka Belitung, tercantum dalam usulan Menteri PU merupakan WS lintas kabupaten/kota agar dipertimbangkan menjadi WS Strategis Nasional. Dasar pertimbangan Pansus adalah hasil analisis berdasarkan data setelah terjadi pemekaran wilayah Provinsi Sumatera Selatan menjadi Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Bangka Belitung, maka WS Bangka memenuhi kriteria sebagai WS Strategis Nasional. Sedangkan WS Pemali-Comal di Provinsi Jawa Tengah yang semula tercantum dalam usulan Menteri PU sebagai WS lintas kabupaten/kota dipertimbangkan tetap menjadi WS lintas kabupaten/kota. Dengan demikian berarti usulan Gubernur Jawa Tengah tidak dapat diterima karena WS ini tidak memenuhi kriteria sebagai WS Strategis Nasional. Barangkali hal ini akan masih ada yang mempersoalkannya pada sidang pleno Dewan SDA Nasional nanti. Selanjutnya pertimbangan mengenai nama dan batas WS, antara lain WS Musi-Sugihan-Banyuasin yang melintasi
Provinsi Sumatera Selatan - Jambi Bengkulu - Lampung dipertimbangkan menjadi WS Musi-Sugihan-BanyuasinLemau. Dasar pertimbangan Pansus adalah akibat pengoperasian PLTA di hulu Sungai Musi yang mengalirkan air ke DAS Lemau di WS Bengkulu-Alas-Talo, sehingga DAS Lemau perlu digabungkan dengan status WS Lintas Provinsi. Dengan begitu cakupan WS BengkuluAlas-Talo dikurangi DAS Lemau. Nama WS Indragiri yang melintasi Provinsi Riau-Sumatera Barat dipertimbangkan menjadi WS IndragiriAkuaman dengan pertimbangan akibat pengoperasian PLTA di hulu Sungai Indragiri yang mengalirkan air ke DAS Anai di WS Akuaman, sehingga WS Akuaman digabung dengan WS Indragiri menjadi WS Lintas Provinsi. Sementara untuk WS lainnya sebagai bahan pertimbangan, Pansus menyetujui usulan yang disampaikan Menteri PU. Oleh karena itu, berdasarkan berbagai pertimbangan yang telah disepakati dalam Pansus, maka jumlah WS dari sebelumnya 133 WS menjadi 131 WS, yaitu 5 WS Lintas Negara, 29 WS Lintas Provinsi, 29 WS Strategis Nasional, 53 WS Lintas Kabupaten/Kota dan 15 WS Dalam Satu Kabupaten/Kota. n wid/ad/tom
11
Inspirasi
Pengelola dan Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA
Imam Anshori
A
Koordinasi merupakan kata kunci agar dapat melaksanakan pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) secara menyeluruh dan terpadu yang melibatkan seluruh kepentingan (stakeholders) dalam konservasi SDA, pendayagunaan SDA dan pengendalian daya rusak air. Hal tersebut yang coba dicermati dan dituangkan Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT dan Kepala Bagian Tata Usaha – Sekretariat Dewan SDA Nasional, Drs. R. Eddy Soedibyo, MM dalam tulisan berikut.
manat UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air secara umum berintikan pengaturan tentang bagai-mana menyelenggarakan pengelolaan SDA secara menyeluruh & terpadu, dari merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi baik dalam konservasi, pendayagunaan, maupun pengendalian daya rusak air. Pengelolaan SDA sungguh memiliki dimensi yang sangat luas, mengingat air, dan sumber air merupakan unsur pokok dalam kehidupan yang akan senantiasa diperlukan sebagai penyangga kehidupan sehari-hari. Air tidak dapat dipisahkan dari seluruh aktivitas hidup, termasuk sarana dan prasarana hidup itu sendiri, dari pangan, sandang, dan papan seluruhnya membutuhkan air. Dengan luasnya dimensi pengelolaan SDA, maka hampir seluruh aktivitas lembaga di negara ini akan berkaitan dengan air dalam atribut dan intensitas pengelolaan yang berbeda-beda. Kementerian Kehutanan misalnya, dalam melaksanakan tanggung jawab menjaga dan memelihara hutan mempunyai kontribusi mengendalikan distribusi aliran air musiman pada permukaan lahan (runoff) dan di dalam tanah. Kementerian Pertanian bertanggung jawab dalam pembinaan budidaya pengelolaan lahan pertanian berperan agar tidak memperbesar tingkat erosi tanah dan limbah pertanian yang pada akhirnya dapat mengganggu kelestarian sumber air dan infrastruktur SDA, serta pencemaran air. Kementerian Lingkungan Hidup bertanggung jawab dalam mengendalikan sumber pencemaran air.
12
Kementerian perindustrian bertanggung jawab dalam meningkatkan efisiensi penggunaan air oleh masyarakat industri, termasuk mengendalikan limbah industri. Kementerian PU bertanggung jawab membangun dan merawat infrastruktur SDA, mengatur pendistribusian air untuk para pengguna air dan sekaligus mengendalikan aliran air pada sumber air. Pemerintah kota bertanggung jawab mengendalikan penggunaan ruang pada kawasan resapan air, serta pengelolaan limbah kota, jaringan sanitasi dan drainasi. Bahkan Kementerian Pendidikan pun punya kontribusi penting dalam pembentukan budaya dan perilaku manusia agar peduli terhadap kelestarian air dan lingkungan. Berdasarkan pemahaman pengelolaan SDA yang menyeluruh dan terpadu, bahwa yang dimaksud dengan pengelola SDA pada hakekatnya adalah bukan aktor tunggal tetapi multi pihak. Kontribusi aktor-aktor tersebut ada yang ber-efek langsung terhadap kinerja pengelolaan SDA dan ada pula yang berefek tidak langsung. Karena program dan kegiatan Kementerian PU pada umumnya ber-efek langsung terhadap kinerja pengelolaan SDA, maka kementerian ini seringkali dianggap masyarakat sebagai pengelola (dominan) SDA atau sebagai penanggung jawab utama pengelolaan SDA. Pengelolaan SDA secara menyeluruh & terpadu menghendaki keterlibatan para pihak baik yang membutuhkan air ataupun yang terpengaruh dengan keadaan air, maupun yang
R. Eddy Soedibyo
mempengaruhi kondisi SDA agar mereka semua saling berbagi peran dan tanggung jawab dalam suasana yang harmonis dan bersinergi. Para pihak dimaksud, bukan hanya lembagalembaga pemerintah saja tetapi termasuk pula perseorangan atau lembaga-lembaga non-pemerintah. Guna terwujudnya suasana yang harmonis dan bersinergi, diperlukan “tool”atau perangkat yang berfungsi menyatukan visi pengelolaan SDA, dan sekaligus sebagai perekat hubungan kerja yang terkoordinasi dalam tataran managerial. Melalui koordinasi diharapkan hasil pengelolaan SDA akan membuahkan kondisi SDA yang mampu mendukung dinamika kehidupan bangsa untuk meraih kemakmuran yang pada akhirnya membawa kearah kehidupan yang lebih sejahtera dan dijauhkan dari situasi krisis air yang biasanya merupakan sahabat karib kemiskinan dan keterbelakangan. Sekalipun hampir setiap orang menganggap bahwa koordinasi merupakan syarat bagi terwujudnya sinergi antarpihak, tetapi pada kenyataannya orang merasa enggan memulai koordinasi. Sepenggal kata ini sungguh mengandung segudang kendala baik dari segi historis, sosiologis, psikologis, maupun yang berhubungan dengan birokratis. Walaupun cukup berbekal niat dan kemauan, tetapi koordinasi dalam implementasi manajerial sungguh enggan dilakukan. Hal ini terjadi karena pada hakekatnya masing-masing orang/individu/kelompok akan selalu
ingin hidup pada zona kenikmatan serta kemapanan di lingkungannya masingmasing, dan akan merasa terusik jikalau harus berbagi kepada orang lain dan ini sering kita sebut dengan “ego sektoral”. Kondisi yang demikian ini adalah musuh dan sekaligus merupakan kendala dan tantangan bagi setiap individu pengelola atau stakeholder SDA, bila ingin merealisir mimpi tentang pengelolaan SDA secara menyeluruh & terpadu menjadi kenyataan.
mereka ketika terlibat di dalam proses evaluasi dalam rangka perumusan permasalahan dan menemukan usulan solusi pengelolaan SDA. Dari situ pula diharapkan muncul kesadaran semua pihak untuk saling berkontribusi memainkan peran masing-masing secara sinergis sehingga akan memberi efek positif terhadap kondisi SDA di masa depan. Setelah melewati tahapan pemahaman terhadap konsepsi dasar pengelolaan SDA, para anggota wadah koordinasi perlu ditingkatkan ke predikat “menguasai” sehingga mereka benar-benar dapat menjadi rujukan dan tempat menyampaikan permasalahan dan usulan dalam rangka menemukan solusi yang tepat dan benar dari setiap persoalan yang berkaitan dengan SDA. Penguasaan pengetahuan mengenai ketentuan dasar pengelolaan SDA akan sangat membantu para anggota wadah koordinasi dalam merumuskan kebijakan SDA, serta pertimbangan mengenai hal-hal yang terkait dengan pengelolaan SDA secara benar dan bijak sesuai strata pengetahuan/pendidikan mereka masing-masing. Kedua, keanggotaan Wadah Koordinasi (WAKOR) Pengelolaan SDA baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten dan tingkat WS berasal dari unsur pemerintah dan nonpemerintah yang dipilih atas dasar keterwakilan kepentingan masing-masing. Ketentuan ini tertulis sangat jelas di dalam UU SDA Pasal 86 ayat 3. Jadi, mereka yang duduk selaku anggota ini bukan atas nama dirisendiri, melainkan mewakili kepentingan kelompok/organisasinya. Kelihatannya prinsip keterwakilan ini sama dengan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Walaupun demikian, ada juga perbedaannya dengan DPR, yaitu tiap-tiap lembaga yang keterlibatannya di dalam WAKOR
Foto: primair online
Foto: Yasri Sulaiman
Menghidupkan Koordinasi Persoalan berikutnya adalah bagaimana menghidupkan spirit “koordinasi” pada setiap insan pengelola SDA untuk mencapai kesejahteraan hidup bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Wadah koordinasi pengelolaan SDA perlu dibangun baik pada setiap tingkat pemerintahan (Nasional/Propinsi/Kab/Kota), maupun di setiap kesatuan wilayah pengelolaan SDA alias Wilayah Sungai. Pertama, untuk menghidupkan spirit dan pelaksanaan koordinasi bagi setiap person pengelola SDA dan para anggota wadah koordinasi, agaknya diperlukan kemauan kuat untuk mau “mempelajari” konsepsi dasar pengelolaan SDA yang telah digariskan di dalam UU No.7/ 2004. Dengan demikian setiap stakeholder SDA wajib hukumnya mendapat sosialisasi dengan benar tentang Undang-Undang No. 7/2004 termasuk peraturan turunannya sebagai salah satu persyaratan kompetensi dasar. Dengan mempelajari lebih cermat mengenai konsepsi dasar pengelolaan SDA, diharapkan para pengelola dan anggota wadah koordinasi SDA sedikit demi sedikit akan memasuki tahapan “tahu dan paham”. Pemahaman minimal mengenai konsepsi pengelolaan SDA paling tidak akan mempermudah
SDA ini diwakili oleh salah seorang pengurusnya, tentu seseorang yang ditunjuk mewakili organisasi tertentu itu dalam kesehariannya mempuyai aktivitas sesuai dengan profesinya masingmasing. Selain itu mekanisme kerja para anggota WAKOR SDA pun tidak sama dengan anggota DPR. Kewajiban hadir para anggota WAKOR SDA hanya sebatas ketika sedang dilangsungkannya pembahasan/rapat/sidang Dewan SDA. Karena itu, mereka ini tidak diberikan imbalan berupa gaji tetap sebagaimana layaknya para anggota DPR. Kompensasi/imbalan yang diberikan kepadanya hanya berupa honorarium rapat dan pengganti biaya transportasi ketika mereka hadir dalam pertemuan WAKOR, dan besarnya tentu harus mengikuti ketentuan honorarium sebagaimana diatur di dalam peraturan penggunaan dana APBN. Dengan kondisi imbalan seperti itu, apakah ini tidak mengendorkan motivasi kehadiran pada setiap kali ada pertemuan? Sama sekali tidak, dan kepada mereka yang tergabung sebagai anggota WAKOR SDA patut dibanggakan bahwa sejauh ini motivasi keaktifan mereka dalam rapat WAKOR selalu tetap bagus. Bagi sebagian besar anggota WAKOR dari unsur non-pemerintah, justru mereka beranggapan bahwa jika mereka tidak hadir alias absen dalam rapat tertentu, berarti suaranya (pendapat, gagasan dan keluhannya) tidak tersalurkan. Sesungguhnya kelembagaan WAKOR SDA memiliki dasar hukum yang sangat kuat dalam UU SDA. Selain itu susunan organisasi dan tata kerjanya pun telah diatur dengan jelas dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Momor 4/PRT/M/2008 tentang Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan
13
Foto: Sofyan Effendi
SDA pada tingkat Propinsi, Kabupaten/ Kota, dan Wilayah Sungai. Dari kedua peraturan ini diketahui bahwa WAKOR SDA di tingkat nasional dinamakan Dewan SDA Nasional yang pembentukannya dilakukan oleh Presiden. WAKOR SDA di tingkat provinsi dinamakan Dewan SDA Provinsi dibentuk oleh Gubernur. WAKOR SDA di tingkat kabupaten/kota dinamakan Dewan SDA Kabupaten/Kota dapat dibentuk oleh Bupati/Walikota. Sedangkan WAKOR SDA di tingkat wilayah sungai (WS) dinamakan Tim Koordinasi Pengelolaan SDA (TKPSDA) dapat dibentuk oleh Menteri/Gubernur/ Bupati/Walikota sesuai dengan status kewenangan pengelolaan SDA pada tiaptiap WS tertentu. Baik Dewan SDA Nasional, Dewan SDA Provinsi, Dewan SDA Kabupaten/ Kota maupun TKPSDA wilayah sungai, kesemuanya memiliki kesamaan fungsi yaitu membantu pejabat yang membentuknya dalam pelaksanaan koordinasi perumusan kebijakan, strategi, planning, penyusunan program, dan rencana pengelolaan SDA sesuai dengan tingkatannya. Selain itu WAKOR ini memiliki juga fungsi membantu pejabat yang membentuknya dalam pemantauan dan evaluasi tindak lanjut pelaksanaan kesepakatan yang telah terbangun melalui mekanisme persidangan yang demokratis. Dengan demikan posisi WAKOR ini tidak hanya dalam tataran perencanaan kebijakan, strategi, planning, rencana
14
kegiatan saja, tetapi termasuk juga fungsi observasi terhadap pelaksanaan pengelolaan SDA, serta menyampaikan rekomendasi kepada pimpinan lembaga pemerintah baik di pusat maupun di daerah berdasarkan hasil observasi. Dalam melaksanakan fungsi observasi/ pemantauan, WAKOR diharapkan juga memiliki kepekaan yang memadai mengenai situasi permasalahan SDA yang sedang berkembang atau dirasakan masyarakat di wilayah tertentu. Fungsi yang dapat disetarakan sebagai bagian dari kewenangan WAKOR ini menjadi sangat penting dipahami oleh seluruh anggota WAKOR, agar mereka ini dapat membedakan wewenang WAKOR sebagai lembaga dengan peran masing-masing anggota WAKOR selaku pelaku/aktor pengelolaan SDA di dunia kegiatannya masing-masing. WAKOR berjalan dikoridor legislasi, bukan eksekusi. Perumusan rancangan kebijakan, dan rancangan planning atau program memang berada di tangan WAKOR, tetapi pengesahan produk kebijakan, planning, ataupun program harus dilakukan oleh pejabat publik. Fungsi observasi pelaksanaan ketetapan pejabat publik yang prosesnya dirancang melalui WAKOR, memang harus dilakukan secara bersama oleh para anggota WAKOR dalam payung WAKOR, sedangkan tindak lanjut implementasi/eksekusinya berada kembali kepada lembaga yang terkait sesuai dengan kompentensi tiap-tiap instansi. Ketiga, untuk memfasilitasi terlaksananya fungsi WAKOR, diperlukan lembaga pendukung yang bersifat tetap/ permanen yaitu Sekretariat WAKOR. Sekretariat ini perlu dibentuk baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/ kota maupun WS. Sekretariat ini harus bekerja penuh waktu (full time). Sekretariat WAKOR bertugas utama sebagai fasilitator WAKOR atau dalam bahasa hariannya dapat dibaratkan sebagai koki dalam sebuah pesta perjamuan. Idealnya menu sebuah perjamuan sedapat mungkin dirancang berdasarkan pesanan atau spesifikasi yang diminta WAKOR. Yang dimaksud dengan menu antara lain dapat berupa: rencana kerja tahunan WAKOR, kajian kebijakan dan strategi, analisis per-
masalahan SDA berikut alternatif solusinya. Karena tiap-tiap anggota WAKOR biasanya memiliki kesibukan harian di dunia kerjanya masingmasing, maka kondisi yang ideal ini seringkali tidak terwujud. Dalam hal kondisi yang ideal ini tidak dapat berjalan, maka Sekretariat harus tampil aktif berinisiatif menyiapkan usulan rancangan menu yang tepat untuk WAKOR. Tanpa adanya Sekretariat yang aktif dan berinisiatif, dapat dipastikan bahwa keefektipan WAKOR ini berangsur-angsur akan surut dan memudar dan pada akhirnya WAKOR hanya tinggal potret dan papan nama saja. Karena itu, siapapun yang tergabung di dalam lembaga Sekretariat WAKOR baik di tingkat nasional, provinsi, kabupaten/kota selain dituntut kompetensi pengetahuan yang cukup mengenai konsepsi pengelolaan SDA, juga mampu menjadi motor penggerak WAKOR SDA. Ditingkat Nasional, Sekretariat Dewan SDAN adalah institusi yang berdiri sendiri, sehingga dapat mengkonsentrasikan pengaturan atau penatalaksanaan kegiatan fasilitasi terhadap kegiatan Dewan SDA Nasional. Apa yang sudah berjalan di tingkat nasional ini, nampaknya berbeda dengan pengelolaan sekretariat WAKOR di tingkat propinsi dan WS yang hingga saat ini masih dijabat secara ex-oficio oleh pejabat tertentu di daerah. Ini merupakan kendala institusional yang semestinya perlu segera dicarikan jalan keluar apabila kita semua menginginkan terlaksananya tujuh azas pengelolaan SDA sebagaimana telah menjadi komitmen nasional dan diamanatkan UU No.7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air dalam rangka mengintegrasikan kepentingan berbagai sektor, wilayah, serta para pemilik kepentingan. Komitmen adalah perbedaan antara orang yang mau melakukan dan yang tidak mau melakukan. Komitmen bukan untuk orang yang berkemauan lemah. Komitmen adalah janji kepada diri anda sendiri. Semoga tulisan ini menginspirasi setiap pengambil keputusan, para anggota WAKOR SDA dan pengelola Sekretariat WAKOR SDA, untuk mewujudkan koordinasi yang katanya mudah diucapkan tetapi sukar dilakukan. n
Sorotan
Pengukuhan Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta
Pembangunan SDA, Upaya Memperoleh Akses Air H. Fauzi Bowo
Air merupakan kebutuhan pokok manusia untuk melangsungkan kehidupan dan meningkatkan kesejahteraan. Pembangunan di bidang Sumber Daya Air (SDA) pada dasarnya merupakan salah satu upaya untuk memberikan akses secara adil kepada seluruh masyarakat dalam memperoleh air agar mampu berperilaku hidup sehat, bersih dan produktif. Demikian dikatakan Gubernur DKI Jakarta, DR. Ing. H. Fauzi Bowo, saat memberikan sambutan pada acara “Pengukuhan Anggota Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta periode 2010-2015”, di Jakarta (12/10).
“S
elain itu pembangunan di bidang SDA juga ditujukan untuk mengendalikan daya rusak air agar tercipta kehidupan masyarakat yang aman. Saat ini hampir seluruh wilayah di Indonesia termasuk Jakarta, menghadapi permasalahan SDA,” jelas Fauzi Bowo. Menurut Gubernur Fauzi Bowo, di DKI Jakarta terjadi permasalahan SDA seperti ancaman terhadap keberlangsungan daya dukung SDA, baik air permukaan maupun air tanah. Oleh karenanya, pengelolaan SDA harus berdasar pada kondisi spesifik lokasi dengan pendekatan kebersamaan untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan antarpengguna air. “Karena itu perlu ada wadah koordinasi pengelolaan SDA yang merupakan amanat UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang diimplementasikan dalam Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air dan Perpres 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air,” katanya. Fauzi Bowo yang akrab dipanggil Foke juga menyatakan, bahwa sebenarnya Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta dibentuk sudah cukup lama yaitu ber-
dasarkan Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 459/2010 ter-tanggal 15 Maret 2010. “Namun, baru saat inilah anggota Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta dikukuhkan secara resmi. Dengan pengukuhan ini, maka anggota Dewan dapat segera melaksanakan tugas-tugas pokok untuk dapat mencari solusi terbaik terhadap permasalahan SDA yang di hadapi DKI Jakarta,” ujar Foke. Menurut Foke, tugas pokok dari Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta antara lain membantu gubernur dalam penyusunan kebijakan dan strategi pengelolaan SDA berdasarkan Kebijakan Nasional (Jaknas) SDA dengan memperhatikan kepentingan provinsi sekitarnya, serta menyusun dan merumuskan kebijakan pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidrometeorologi dan Hidrogeologi tingkat provinsi dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan SIH3 pada tingkat nasional. Tugas pokok lainnya adalah melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan Wilayah Sungai (WS) dan Cekungan Air Tanah (CAT), serta mengusulkan perubahan penetapan WS dan CAT.
Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta yang dikukuhkan ini berjumlah 31 anggota, masing-masing 16 anggota berasal dari unsur pemerintah dan 15 anggota lainnya dari unsur non pemerintah. Adapun Ketua merangkap Anggota Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta adalah Gubernur DKI Jakarta dan Ketua Harian merangkap Anggota adalah Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup – Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta. Sementara itu, seusai acara pengukuhan, Direktur Jenderal SDA – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang juga selaku Sekretaris Dewan SDA Nasional, DR. Ir. Moch. Amron, M.Sc, menyatakan bahwa dengan dibentuknya Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta, maka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan mendapatkan masukan-masukan dari masyarakat yang tergabung dalam wadah koordinasi tersebut. “Anggota Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta yang berasal dari unsur non pemerintah dapat menyampaikan aspirasinya di dalam rapat-rapat yang berlangsung di wadah Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta,” jelasnya. Menurut Amron, dalam rapat-rapat Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta akan menampung berbagai aspirasi yang disampaikan seluruh anggotanya dan dari aspirasi tersebut akan dicari kesepakatan-kesepakatan dari seluruh anggotanya,” jelas Amron. Dari kesepakatan tersebut, Amron menyatakan, nantinya Dewan SDA Provinsi DKI Jakarta akan menyampaikan rekomendasi kepada Gubernur DKI Jakarta untuk dapat merefleksikannya dalam kebijakan dan strategi SDA Provinsi. n faz/ad/edd
15
Sorotan
Dewan Sumber Daya Air Provinsi Maluku, Dikukuhkan Gubernur Maluku, Karel Albert Ralahalu, yang juga selaku Ketua Dewan Sumber Daya Air (SDA) Provinsi Maluku telah mengukuhkan sebanyak 26 orang Anggota Dewan SDA Provinsi Maluku berasal dari unsur pemerintah dan non-pemerintah, di Ambon (26/11).
D
alam sambutannya, Gubernur Maluku mengatakan bahwa Dewan SDA Provinsi Maluku dibentuk berdasarkan pasal 15 huruf (h), Undang – Undang 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan diperkuat dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air. “Dewan SDA Provinsi Maluku yang telah dikukuhkan ini diharapkan dapat menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan yang diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air,” katanya. Hadir dalam acara Pengukuhan dan Pembekalan Anggota Dewan SDA Provinsi Maluku, antara lain Direktur
16
Bina Penatagunaan SDA (BPSDA) Direktorat Jenderal SDA, Kementerian Pekerjaan Umum (PU), Dr. Ir. Djaja Murni W.D, Dipl. HE, M.Sc , Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional, Ir. Imam Anshori, MT, Kasie Wilayah Timur, Subdit Kelembagaan – Dit. BPSDA, Ir. Sumudi Kartono, Sp.1 dan undangan lainnya. Berbagai Tugas Dalam sambutannya Djaja Murni W. D yang mewakili Direktur Jenderal SDA - Kementerian PU, menegaskan, bahwa tugas Dewan SDA Provinsi bukan hanya membantu Gubernur Maluku dalam menyusun dan merumuskan kebijakan, strategi dan program pengelolaan SDA. “Namun juga menyusun dan merumuskan kebijakan pengelolaan Sistem Informasi Hidrologi, Hidro-
meteorologi dan Hidrogeologi (SIH3) serta pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tindak lanjut penetapan dan perubahan penetapan Wilayah Sungai (WS) dan Cekungan Air Tanah (CAT). Hal ini sesuai Pasal 10, Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 12 tahun 2008 tentang Dewan SDA,” ujarnya. Menurut Djaja Murni, pengukuhan dan pembekalan Anggota Dewan SDA Provinsi Maluku merupakan tindak lanjut dari amanat UU No.7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air pada Pasal 85 – 87 yang mengharuskan daerah melalui Dewan SDA melakukan koordinasi dengan berbagai kepentingan antarsektor, antarwilayah dan antarpemilik terkait pengelolaan SDA. “Pembentukan Dewan SDA Provinsi sifatnya wajib sebagai amanat Pasal 87 ayat (1) UU No. 7 tahun 2004, bahwa Pemerintah Provinsi (Gubernur) wajib membentuk wadah koordinasi pengelolaan SDA provinsi. Selain itu,
Peraturan Pemerintah No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan SDA, Pasal 127 ayat (1) menyatakan bahwa wadah koordinasi pengelolaan SDA Provinsi wajib dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun setelah Peraturan Pemerintah ini ditetapkan,” katanya. Lebih lanjut dijelaskan Djaja Murni, bahwa dalam penyusunan kebijakan dan strategi serta program pengelolaan SDA Provinsi Maluku, Dewan SDA Provinsi Maluku harus terbuka, dengan melibatkan berbagai pihak melalui pembahasan mendalam dan demokratis dalam sidang Dewan SDA Provinsi Maluku. “Hasil dari sidang ini dijadikan rekomendasi untuk ditetapkan oleh pihak yang berwenang, agar kebijakan dan strategi yang dimaksud mampu mengikat berbagai pihak yang berkepentingan,” jelasnya. Dengan terbentuknya Dewan SDA Provinsi Maluku diharapkan juga akan tercipta keterpaduan antarsektor dan antarwilayah dalam perumusan kebijakan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/kota, sehingga sinergi Pengelolaan SDA dapat terpadu mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengambilan keputusan.
Pembekalan Dalam kesempatan yang sama juga dilakukan pembekalan kepada Anggota Dewan SDA Provinsi Maluku dan Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas dan Badan yang terkait, seperti Dinas PU, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan, BAPPEDA, dan BAPEDALDA Kabupaten/Kota se-Provinsi Maluku. Djaja Murni W.D juga mengawali pembekalan dengan membawakan materi tentang “Konsepsi Pengelolaan SDA sebagai implementasi UU No. 7 tahun 2004” yang pada intinya menjelaskan tentang pembagian wewenang dan tanggung jawab serta visi, misi, dan asas pengelolaan SDA, serta pentingnya dibentuk wadah koordinasi pengelolaan SDA. Pemaparan selanjutnya pada sesi kedua disampaikan oleh Imam Anshori dan Sumudi Kartono masing-masing membawakan materi tentang “Kebijakan Nasional SDA” dan “Tupoksi Dewan SDA Provinsi”. Sidang Perdana Seusai melaksanakan pengukuhan dan pembekalan, Dewan SDA Provinsi Maluku melanjutkan kegiatannya berupa sidang perdana yang diawali
dengan pembahasan mengenai tata tertib persidangan dan tata cara pengambilan keputusan Dewan SDA Provinsi Maluku. Dengan dipimpin oleh Kepala Dinas PU Provinsi Maluku, Ir. Antonius Sihaloho, MT selaku Ketua Harian Dewan SDA Provinsi Maluku pembahasan tersebut kemudian dilanjutkan dengan dengan pembahasan mengenai rencana kerja Dewan SDA Provinsi Maluku. Masing-masing Anggota Dewan memberi masukkan tentang isu-isu yang akan dijadikan bahasan dalam rencana kerja Dewan SDA Provinsi Maluku tahun 2011. Isu yang diangkat berkaitan dengan aspek konservasi, aspek pengendalian, aspek regulasi dan aspek SDM serta membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyusun Kebijakan SDA Provinsi. Untuk kelancaran dan memfasilitasi pelaksanaan kegiatan operasional Dewan SDA Provinsi Maluku, telah dibentuk Sekretariat Dewan SDA Provinsi Maluku sesuai Surat Keputusan Kepala Dinas PU Provinsi Maluku No. 29/KPTS/ 2010 tanggal 11 Oktober 2010 dengan Ketuanya Ir. M. E. E. Samson, M.Tech. n mg/jon/ad
17
Sorotan
Pengukuhan Dewan SDA Provinsi Kaltim
Pengelolaan SDA, Harus Menjadi Kepedulian Semua Sektor Sebanyak 36 orang Anggota Dewan Sumber Daya Air (Dewan SDA) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) telah dikukuhkan oleh Wakil Gubernur Kaltim, Drs. H. Farid Wadjdy yang mewakili Gubernur Kaltim, di Kota Samarinda (13/10).
P
engukuhan tersebut berdasarkan Keputusan Gubernur Kalimantan Timur No. 610/K.693/2009 tentang Pembentukan Dewan Provinsi Kalimantan Timur, tertanggal 15 Desember 2009. Dalam sambutan Gubernur yang dibacakan Wakil Gubernur Kaltim menyatakan, bahwa pembentukan Dewan SDA Provinsi Kaltim merupakan amanah UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, PP No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air, dan Perpres 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air. “Karena itu, saya sampaikan rasa bangga, Kaltim termasuk salah satu provinsi yang mampu merespon amanat undang-undang. Dengan terbentuknya Dewan SDA provinsi ini, kita berharap ada saling pengertian dan kerjasama antar berbagai sektor di lingkungan Provinsi Kaltim dalam pengelolaan SDA,” katanya. Menurut Gubernur Kaltim, Provinsi Kaltim dengan program Kaltim Bangkit 2013 yang memiliki slogan “Membangun Kaltim untuk Semua” , jika dikaitkan dengan masalah pengelolaan air, maka sangat kuat relevansinya karena air adalah urusan semua orang, air dibutuhkan oleh generasi sekarang hingga anak cucu. “Oleh karena itu pengelolaan SDA harus menjadi kepedulian semua sektor tanpa kecuali, karena manfaatnya untuk semua sektor serta berkelanjutan untuk semua. Bukan hanya generasi sekarang, tetapi juga genarasi yang akan datang,” jelasnya. Gubernur Kaltim menyebutkan, bahwa permasalahan SDA, tidak tunggal dan tidak berdiri sendiri. Semuanya
18
terkait dan harusnya menjadi isu sentral bersama dan menjadi perekat kerjasama antar berbagai sektor dan wilayah, yang sampai sekarang belum terumuskan dan tergarap dengan baik. “Tanpa pengelolaan SDA yang baik, maka kemakmuran rakyat tidak akan terwujud dan justru banyak malapetaka yang akan datang. Karena seperti yang telah disebutkan sebelumnya, air adalah urusan semua orang, sudah saatnyalah seluruh sektor bersatu padu, bahu-membahu mewujudkan kepentingan bersama,” tegasnya. Lebih lanjut Gubernur Kaltim menyampaikan, bahwa koordinasi harusnya bukan lagi sekedar wacana, tetapi harus sudah menjadi tindakan. Itu harus menjadi perhatian seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk dapat melaksanakannya dengan baik. Hadir dalam acara pengukuhan tersebut, diantaranya Sekretaris Harian Dewan Sumber Daya Air Nasional (Dewan SDA Nasional), Ir. Imam Anshori, MT yang mewakili Ketua Harian Dewan SDA Nasional dan para undangan lainnya. Komitmen Sementara itu, Sekretaris Harian Dewan SDA Nasional dalam sambutannya menyatakan, bahwa terbentuknya Dewan SDA merupakan bukti adanya komitmen terhadap ditegakannya tujuh asas pengelolaan SDA sebagaimana telah diamanatkan di dalam Pasal 2 UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Ketujuh asas tersebut adalah asas kelestarian, keseimbangan, keman-
faatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas. “Saya yakin bahwa terbentuknya wadah koordinasi ini bukan hanya sekedar memenuhi perintah UU saja, tetapi juga sebagai tanda kepekaan dan kepedulian pemerintah dan masyarakat terhadap dinamika permasalahan air yang perkembangannya semakin kompleks,” ujarnya. Menurut Imam Anshori, SDA memiliki peran ganda, yaitu selain sebagai modal pembangunan juga sebagai penopang sistem kehidupan. Hasil pembangunan sumber daya alam termasuk sumber daya air, telah mampu menyumbang 24,8 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan 48 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. “Sekalipun demikian, perhatian terhadap kelestarian SDA seringkali kurang mendapat prioritas kita semua, sehingga kondisinya diberbagai tempat semakin memprihatinkan. Kesadaran kita tentang pentingnya pengelolaan SDA biasanya baru muncul ketika banjir, kekeringan, dan pencemaran sudah terjadi,” paparnya. Lebih lanjut dikatakan Imam, hingga kini belum ada zat lain yang dapat menggantikan fungsi air. Setiap tetes air kita pakai atau konsumsi, pasti akan kita lepas kembali dalam keadaan yang sudah tercemar. “Jernih dan kotornya air di sungai merupakan refleksi perilaku kita semua dalam memanfaatkan bumi dan air. Tanpa kepedulian dan keterlibatan kita semua, maka krisis air akan menjadi keniscayaan,” ungkapnya. Krisis air dapat berwujud kekeringan atau pun banjir. Krisis air merupakan sahabat karib kemiskinan dan keterbelakangan. Krisis air dapat menjadi sumber ketegangan antar individu, antar kelompok dan antar daerah. Seusai acara pengukuhan tersebut, seluruh Anggota Dewan SDA Provinsi Kaltim yang berjumlah 36 orang terdiri dari 18 anggota berasal dari unsur pemerintah dan 18 anggota dari unsur non-pemerintah melanjutkan kegiatannya berupa sidang perdana yang langsung dipimpin oleh Gubernur Kaltim, Drs. H. Awang Farouk Ishak, M.Si, selaku Ketua Dewan SDA Provinsi Kaltim. n jon/faz/ad
Sorotan
TKPSDA WS Bengawan Solo Hasilkan Rekomendasi Tim Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai (TKPSDA WS) Bengawan Solo terus menjalankan aktifitas dan kegiatannya sebagai wadah koordinasi pengelolaan SDA di WS yang melintasi Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur tersebut.
U
mpamanya saja, setelah melalui pembahasan dan diskusi yang hangat, sekitar 57 orang anggota TKPSDA WS Bengawan Solo waktu itu telah menghasilkan beberapa rekomendasi pada Sidang Pleno yang dilaksanakan di Kota Surakarta (7/7). Rekomendasi yang dihasilkan tersebut adalah penyusunan Model Jasa Lingkungan Air dan Model Pelibatan Masyarakat dalam rangka Konservasi SDA, penyusunan Pedoman Pola Operasi Waduk Wonogiri tahun 2010 dan penyusunan Pedoman Pola Operasi Waduk Ngebel. Disamping itu, melaksanakan sosialisasi neraca air Bengawan Solo, menyusun usulan program/kegiatan dari kabupaten-kabupaten tentang pengelolaan SDA 2010-2014, normalisasi Waduk Sonorejo, dan studi Bendung Bison di Kab. Sragen. Perlunya sharing antara Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Bengawan Solo, pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, pemerintah kota dan pemerintah kabupaten terkait tentang permasalahan daya rusak air dan penanganannya, juga merupakan hasil rekomendasi TKPSDA WS Bengawan Solo. Sebagai contoh, dengan adanya rencana pembangunan Waduk Jipang, akan dilaksanakan relokasi penduduk se-tempat. Rencana tindak yang akan dilakukan adalah penelaahan dan inventarisasi jumlah aset penduduk yang akan direlokasi dan perlunya koordinasi lintas sektor sebagai bahan masukan pengambilan kebijakan Pemerintah Pusat. Sedangkan untuk instansi pelaksana perencanaan kegiatan relokasi dimaksud, telah direkomendasikan TKPSDA WS Bengawan Solo adalah
Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Jawa Timur dan Bappeda Jawa Tengah dengan alokasi dana berasal dari APBD Provinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah. Begitu juga dengan adanya tanggul yang ambrol di Kali Garuda – Kab. Sragen yang dibangun tahun 1995, telah direkomendasikan untuk melakukan rencana tindak berupa penuntasan normalisasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sragen. Sebagai akibat belum tuntasnya pelaksanaan tersebut, telah menimbulkan bottle neck, sehingga sering terjadi genangan. Namun demikian, TKPSDA WS Bengawan Solo juga merekomendasikan bila tidak mampu untuk melaksanakan hal tersebut akibat kekurangan dana dari APBD Kab. Sragen, supaya mengusulkan melalui surat kepada BBWS Bengawan Solo agar dibantu melalui APBN. Rekomendasi yang diberikan TKPSDA WS Bengawan Solo lainnya adalah, pemasangan papan peringatan pada lokasi daerah rawan banjir, papan larangan penggalian pasir tanpa izin, papan larangan mendirikan bangunan/ memanfaatkan disempadan sungai tanpa izin, dan pemeliharaan rutin Bengawan Solo dan banjir kanal (floodway Plangwot). Begitu juga di rekomendasikan normalisasi Kali Lamong, Kali Grindulu dan anak-anak Sungai Bengawan Solo serta bangunan pelengkapannya perlu segera dilaksanakan secara prioritas dengan catatan Pemkab/Pemkot/ Pemprov harus menyelesaikan permasalahan sosialnya. Sedangkan empat rekomendasi terakhir adalah pembangunan Waduk Jlantah Desa Tlobo, Kec. Jatiyoso – Kab. Karanganyar, normalisasi hulu Sungai
Sekayu – Kab. Madiun, melanjutkan pengerukan Waduk Pacal di Kab. Bojonegoro, penanganan tangggul kanan dan kiri Kali Mengkuris, serta normalisasi saluran Sono/Terate menuju Kali Madiun termasuk rehabilitasi pompa dan pintu air Madiun. n ad/riz/tom
19
Aneka
Dewan Sumber Daya Air Sebagai Wadah Strategis Air sebagai sumber kehidupan masyarakat secara alami keberadaannya bersifat dinamis mengalir ke tempat yang lebih rendah tanpa batas wilayah administrasi. Sebagai sumber kehidupan yang menjamin keberlanjutan peradaban di muka bumi, air tidak senantiasa tersedia sesuai dengan keinginan kita.
O
leh karenanya, sesuai dengan UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, yang menyebutkan bahwa provinsi mempunyai kewenangan dan tanggung jawab dalam pengelolaan sumber daya air, serta meningkatkan sinergi dan keterpaduan antar unsur pemerintah dan non pemerintah, maka diperlukan suatu wadah koordinasi dalam bentuk Dewan Sumber Daya Air (Dewan SDA). Demikian disampaikan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Bengkulu, Ir. Zulkarnain Muin, MM saat memberikan sambutan pada acara “SoZulkarnain Muin sialisasi Pembentukan Dewan SDA Tingkat Provinsi Bengkulu Tahun 2010” di Kota Bengkulu (7-8/ 10). “Dewan SDA merupakan wadah strategis untuk melaksanakan koordinasi, konsultasi dan tukar informasi dalam rangka pengelolaan SDA di Provinsi Bengkulu,” katanya.
20
Zulkarnain menambahkan, bahwa hingga saat ini penggunaan air masih belum sepenuhnya dilakukan secara bijak, baik dari sisi kualitas maupun kuantitas, serta waktu dan lokasi ketersediaan air yang semakin langka. Dalam upaya meningkatkan koordinasi dan mensinergikan keterpaduan antar pemerintah dan non pemerintah, Zulkarnain mengharapkan, Dewan SDA mampu mengkoordinasikasikan berbagai kepentingan instansi, lembaga, masyarakat dan para pemilik kepentingan (stakeholders) SDA lainnya dalam pengelolaan SDA. “Terutama dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan SDA, serta mendorong peningkatan peran masyarakat dalam pengelolaan SDA,” sebut Zulkarnain. Pada acara tersebut dihadiri oleh sekitar 50 peserta, antara lain Asisten II Sekretaris Daerah Provinsi Bengkulu, Tim Pemilihan Calon Anggota Dewan SDA Provinsi Bengkulu, Tim Pelaksana Pembentukan Dewan SDA dan para calon anggota Dewan SDA Provinsi Bengkulu.
Selain itu juga dihadiri oleh narasumber-narasumber terkait seperti Kepala Bagian Pelayanan Informasi – Sekretariat Dewan SDA Nasional, Ir. A. Tommy M. Sitompul, M.Eng yang menyampaikan materi pembekalan tentang Pembentukan Dewan SDA Provinsi dan TKPSDA-WS, serta Kepala Seksi Wilayah Barat Subdit Kelembagaan – Dit. BPSDA, Nur Widayati, ST menyampaikan mengenai Tatacara Pemilihan Anggota Dewan SDA dan TKPSDA-WS. Tim Pemilihan Tim Pemilihan Calon Anggota Dewan SDA Provinsi Bengkulu tahun 2010 yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur Bengkulu No. J.2294.XVII tahun 2010 tertanggal 25 Agustus 2010 tersebut, bertugas antara lain menyusun rancangan pedoman tentang kriteria dan mekanisme pemilihan calon anggota Dewan SDA Provinsi Bengkulu dan memfasilitasi proses pemilihan calon anggota Dewan SDA Provinsi Bengkulu dari unsur non pemerintah. Selain itu Tim Pemilihan juga bertugas menyampaikan nama calon anggota dari unsur Pemerintah Provinsi dan unsur kabupaten/kota sesuai kuota jumlah anggota serta menyam-paikan hasil penyelenggaraan pemi-lihan calon anggota kepada Gubernur Bengkulu untuk ditetapkan. Adapun Tim Pemilihan ini berjumlah tujuh orang yang terdiri dari masing-masing seorang ketua dan sekretaris serta lima orang anggota. Tim pemilihan ini dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh Tim Pelaksana yang berasal dari Dinas PU Provinsi Bengkulu. n wwn/faz/tom
Aneka
Sosialisasi Pembentukan Dewan SDA Provinsi Gorontalo Sebagai tindak lanjut dari amanat Peraturan Presiden No. 12 tahun 2008 tentang Dewan Sumber Daya Air dan Permen PU No. 4 tahun 2008 tentang Pedoman Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan Sumber Daya Air pada tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota dan Wilayah Sungai (WS), Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan instansi terkait lainnya di Provinsi Gorontalo, telah menyelenggarakan sosialisasi pembentukan Dewan Sumber Daya Air (Dewan SDA) Provinsi Gorontalo, (8/11).
D
alam sambutan Kepala Dinas PU Provinsi Gorontalo, yang dalam hal ini dibacakan Plh. Kepala Dinas PU Provinsisi Gorontalo, Ir. H. Benyamin Hadju, MM menyatakan, bahwa rencana pembentukan Dewan SDA Provinsi Gorontalo dimaksudkan untuk membantu Pemerintah Provinsi Gorontalo dalam upaya meningkatkan pengelolaan SDA. “Dewan ini sangat diperlukan mengingat ketersediaan SDA, baik air permukaan maupun air tanah, semakin terancam akibat kurangnya daya dukung Daerah Aliran Sungai (DAS) terhadap penyimpanan air,” katanya. Selain itu, Benyamin menyampaikan, kondisi tersebut semakin diperparah dengan kurangnya kesadaran dan kepedulian dari masyarakat terhadap perilaku untuk menghemat air dan pencemaran lingkungan. Menurut Benyamin, Dewan SDA Provinsi Gorontalo yang anggotanya terdiri dari unsur pemerintah dan unsur non-pemerintah akan dibentuk dengan tujuan untuk memberikan saran, masukan dan rekomendasi pelaksanaan kebijakan yang berkaitan dengan SDA di Provinsi Gorontalo. “Dewan SDA Provinsi Gorontalo juga bertugas antara lain, merumuskan
kebijakan pengelolaan sistem informasi hidrologi, hidrometeorologi dan hidrogeologi pada tingkat provinsi dengan memperhatikan kebijakan sistem yang sama pada tingkat nasional,” ujarnya. Oleh karenanya, Benyamin mengharapkan, agar dengan sosialisasi tersebut, Dewan SDA Provinsi Gorontalo dapat segera terbentuk sehingga masyarakat dapat memanfaatkan Dewan sebagai sarana dan media komunikasi dalam menyampaikan berbagai permasalahan SDA yang ada. “Namun yang terpenting adalah bagaimana Dewan SDA Provinsi Gorontalo nantinya, dapat memberikan solusi dan jalan keluar terbaik dari permasalahan-permasalahan SDA tersebut untuk kesejahteraan bersama,” tegasnya.
Materi Sosialisasi Dalam acara yang dihadiri oleh stakeholders SDA di Provinsi Gorontalo ini yang juga merupakan calon Anggota Dewan SDA Provinsi Gorontalo ini, beberapa materi disampaikan oleh para narasumber untuk membekali calon anggota dalam melaksanakan tugastugasnya. Diantaranya adalah “Pokok-Pokok Pengaturan Tahapan Pengelolaan berkaitan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 42 tahun 2008 tentang Pengelolaan SDA” oleh Sigit Hanandaya, ST, M.Eng dari Direktorat Bina Program – Ditjen SDA, Kemeterian PU. Materi lainnya yang disampaikan pada acara tersebut adalah mengenai “Koordinasi Pengelolaan SDA” dipaparkan oleh Sri Sudjarwati, ST, MT dari Bagian Penyusunan Program, Sekretariat Dewan SDA Nasional. Sedangkan sebagai materi penutup adalah mengenai “Mekanisme Pemilihan Dewan SDA Provinsi unsur nonpemerintah dan Persiapan Pembentukan Sekretariat Dewan SDA Provinsi” disampaikan oleh Ir. Vidi Bhuwana dari Direktorat Bina Pengelolaan SDA – Ditjen SDA, Kementerian PU. n sri/ad
21
Foto: Raptorindonesia.org
Nuansa
Sosialisasi Jaknas SDA Lewat Udara Potensi air di Indonesia dilihat dari aspek kuantitas dan kualitas, sebarannya di berbagai daerah cukup bervariasi, sehingga perlu perhatian khusus. Jumlah ketersediaan air cukup, namun sebaran dan meningkatnya kebutuhan akan air yang menimbulkan masalah yang menyebabkan ketersediaan air yang ada tidak mencukupi kebutuhan.
D
emikian disampaikan Direktur Jenderal Sumber Daya Air (SDA) – Kementerian Pekerjaan Umum (PU) yang juga selaku Sekretaris Dewan SDA Nasional, DR. Ir. Moch. Amron, M.Sc, saat acara dialog interaktif bertajuk “Peningkatan Konservasi dan Pendayagunaan SDA berkaitan dengan MDG’s di stasiun Metro TV (27/10). Menurut Amron, terjadinya kerusakan dan degradasi lingkungan yang terus meningkat juga dapat menimbulkan konflik dalam penggunaan air. Keadaan dimana terjadi kekeringan, sehingga timbul kelangkaan air pada saat musim kemarau. “Di musim penghujan, sering menimbulkan banjir dikarenakan air yang jatuh ke permukaan bumi tidak dapat maksimal terserap ke dalam tanah. Dengan begitu air secara alami tentunya akan mencari ke tempat yang lebih rendah dan bila tidak dapat tertampung disungai ataupun drainase yang ada maka akan dapat menyebabkan banjir,” ujarnya, pada acara yang difasilitasi Sekretariat Dewan SDA Nasional ini. Begitupun masalah pencemaran
22
sumber-sumber air yang ada cenderung meningkat sehingga mengakibatkan kualitasnya terus menurun dari waktuke waktu. Hal-hal seperti itulah menurut Amron, yang patut diwaspadai dalam pengelolaan SDA ke depan. Misalnya terkait dengan masalah konservasi, pendayagunaan dan pengendalian daya rusak air sesuai dengan amanah UU No. 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Terkait dengan pengelolaan air yang menjadi tugas Dewan SDA Nasional, Amron menjelaskan, bahwa anggota Dewan SDA Nasional yang berasal dari unsur Pemerintah dan non-Pemerintah memberikan konstribusi dan masuk-an di dalam rapat-rapat wadah koordinasi pe-ngelolaan air tersebut. “Umpamanya saja, terhadap Kebijakan Nasional (Jaknas) SDA yang nantinya sebagai acuan untuk para Menteri dan Pemerintah daerah terkait dengan pengelolaan air. Dewan SDA Nasional memiliki peran yang salah satunya mengenai konservasi SDA, agar secara berkesinambungan dapat dinikmati seluruh masyarakat Indonesia,” tuturnya.
Amron menjelaskan, konservasi sumber daya alam erat kaitannya dengan konservasi sumber daya air, mendayagunakan SDA dan melakukan penghematan air. Misalnya, dengan konsep hutan dimana 30 persen kawasannya merupakan area konservasi. “Area konservasi 30 persen di kawasan hutan tersebut, diharapkan tidak menambah erosi dan dapat menjaga daerah sempadan sungai. Sehingga fungsi sungai dapat lebih optimal dalam mengatasi banjir dan kekeringan,” ungkapnya. Oleh karenanya, untuk mengatasi krisis air tersebut, Amron mengharapkan, perlunya dikembangkan pendekatan, bahwa air bukanlah sebagai musuh manusia. Perlu penyadaran kembali kepada seluruh stakeholder SDA, baik dari sisi Pemerintah maupun nonPemerintah. “Perlu dilakukan upaya penghematan air di kawasan padat penduduk (reduce), sehingga masyarakat dapat memperoleh zero run off. Dimana debit air permukaan tidak akan bertambah secara ekstrim, air dapat disalurkan dan dapat mengurangi bahaya, serta
tersedianya air tanah yang cukup,” katanya. Minim Air Senada dengan Dirjen SDA, Anggota Dewan SDA dari unsur non-Pemerintah, Ir. Achmadi Partowijoto, CEA menyatakan ketersediaan air akan menjadi kendala, dikarenakan sebaran secara geografis yang tidak merata. Misal Pulau Sumatera dan Pulau Kalimantan mempunyai tipe geografis yang surplus air. Berlainan halnya dengan Pulau Jawa dan di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang memiliki tipe minim air. “Untuk itu perlu konservasi SDA, khususnya bagi daerah yang minim air. Sedangkan daerah yang memiliki curah hujan yang cukup, sering timbul masalah di daerah hulunya akibat kurang terjaganya hutan sebagai daerah catchment area. Maka perlu dilakukan konservasi alamiah dan tabungan air dengan menyiapkan waduk dan sebagainya,” kata Achmadi, perwakilan dari Kemitraan Air Indonesia (KAI). Achmadi juga menambahkan, bahwa keterlibatan seluruh komponen dalam
kegiatan konservasi perlu dilakukan terus-menerus dan terpadu, seperti Pemerintah dan pihak-pihak yang berkepentingan, baik dunia usaha maupun masyarakat. “Juga perlu dilaksanakan konservasi SDA di daerah hulu dan hilir, salah satunya dengan membuat resapan/ biopori. Konservasi SDA seperti ini adalah untuk melestarikan keberadaan air permukaan dan air tanah,” jelasnya. Sedangkan kegiatan yang sangat menentukan ;lainnya, menurut Achmadi, adalah sosialisasi yang efektif dan penegakan hukum. Terlebih lagi melihat keadaan saat ini yang masih terjadi pembalakan liar. “Partisipasi masyarakat masih kurang, karena dirasakan kurang akomodatif. Terkait hal tersebut, maka perlu ditingkatkan koordinasi antarinstansi terkait dan seluruh stakeholder di dalam wadah koordinasi Dewan SDA Nasional,” ungkapnya. Selain acara dialog interaktif di Metro TV tersebut, Sekretariat Dewan SDA Nasional juga memfasilitasi kegiatan sosialisasi Jaknas SDA di beberapa media elektronik lainnya.
Seperti, di TVRI dengan topik pembahasan “Pengendalian Daya Rusak Air dan Bencana, Berkaitan dengan Air” (26/10). Narasumber pada acara tersebut adalah, Asisten Deputi Pengendalian Ekosistem Perairan Darat – Kementerian Lingkungan Hidup, Ir. Hermono Sigit, Anggota Komisi IV DPR-RI, DR. Ir. Siswono Yudhohusodo, dan Anggota Dewan SDA Nasional dari unsur non-Pemerintah, DR. Hasim, DEA (PSDA Watch). Untuk acara di stasiun radio TRIJAYA FM, juga diselenggarakan sosialisasi Jaknas SDA dengan tema “Pengembangan Jaringan Sistem Informasi Terpadu Sumber Daya Air Nasional” (21/ 10). Narasumber acara tersebut adalah Perekayasa BMKG, Achmad Sasmita dan Kasubdit Hidrologi dan Kualitas Air, Dit. BPSDA, Ditjen SDA – Kementerian PU, Ir. Leonarda B.A Ibnusaid, M.Eng. Sementara dengan tajuk “Pengelolaan SDA dan Peningkatan Peran Masyarakat” dan narasumber Anggota Dewan SDA Nasional dari unsur nonPemerintah, Ir. Sudar Dwi Atmanto, MM.Agr (LP3ES) juga telah dilaksanakan di stasiun radio KBR 68H (22/10). n faz/ad/tom
23
Rusaknya lingkungan akibat penambangan di Provinsi Bangka Belitung
24