STUDI PERENCANAAN JARINGAN TATA AIR DI DAERAH RAWA DESA BATANJUNG KECAMATAN KAPUAS KUALA KABUPATEN KAPUAS PROPINSI KALIMANTAH TENGAH Fahmi Firmansyah1,Heri Suprijanto2,Prima Hadi Wicaksono2 Mahasiswa Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang 2 Dosen Teknik Pengairan Universitas Brawijaya Malang e-mail:
[email protected]
1
ABSTRAK Permasalahan pangan yang ada di Indonesia diakibatkan oleh ketidakcukupan produksi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk dan semakin menyempitnya lahan pertanian produktif yang ada. Hal ini menjadikan kebutuhan pengembangan area lahan pertanian baru guna meningkatkan produksi bahan pangan. Salah satu alternatif yang menjanjikan untuk digunakan sebagai lahan sawah baru adalah daerah rawa. Hasil yang diperoleh dari studi akhir ini berupa dimensi saluran yang dapat menampung debit akibat buangan lahan atau modulus drainase sebesar 5,992 lt/dt/ha. Untuk saluran tersier : lebar saluran adalah 1 m dengan kedalamam 1 m sebagai upaya untuk menghindari tereksposnya lapisan pirit dan puncak tanggul pada elevasi +4,000 supaya waktu pasang air tidak menggenangi lahan. Saluran sekunder : lebar saluran adalah 26 m dengan dasar saluran di elevasi +1,300 dan puncak tanggul pada elevasi +4,000. Saluran primer : lebar saluran adalah 36 m dengan dasar saluran di elevasi + 0,800 dan puncak tanggul pada elevasi +4,000. Ketiganya memiliki kemiringan talud 1:1 dengan kemiringan saluran datar supaya pada waktu surut air dapat terbuang ke sungai. Selain dimensi saluran rencana juga memperhitungkan tingkat stabilitas saluran rencana terhadap bahaya longsor yang kemungkinan terjadi di lahan dan hasil dari desain tersebut termasuk aman. Kata kunci: Saluran Irigasi, Rawa Pasang Surut, HEC-RAS, Tata Air, Drainasi.
ABSTRACT Food problems that exist in Indonesia caused by insufficient production of food to ensure of the population and the narrowing of existing productive agricultural land. This makes for the development of new agricultural land area in order to increase food production. One promising alternative to be used as the new wetland is a swamp area. The results obtained from the study had desain of channel dimensions that can accommodate effluent discharge due to land or drainage modulusof 5,992 l / sec / ha. For the tertiary channels: channel width is 1 m with a depth of 1 m in order to avoid exposure of pyrite layer and the top of the embankment at the elevation +4.000 tide so the water does not inundate the land. Secondary channels: channel width is 26 m with a base elevation of the channel at +1.300 and elevation the top of the embankment at +4.000. Primary channels: channel width is 36 m with base of the channel at + 0.800 and elevation of the embankment at +4.000. All three have talud slope 1: 1 with a flat channel slope so that at low tide the water can be discharged into the river. In addition to the dimensions of the channel plan also takes into account the level of channel stability plan to the danger of landslides are likely to occur in the area and the results of such designs include safe. Keywords: Irrigation channels, tide ebb Swawp, HEC-RAS, Water Management, Drainage.
I. PENDAHULUAN Masalah pangan merupakan masalah nasional yang sangat fundamental yang harus selalu diatasi setiap waktu. Pengalaman menunjukkan bahwa kekurangan pangan dapat berpengaruh terhadap stabilitas ekonomi, politik, dan kea-
manan dalam negeri. Penambahan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan dua cara yaitu intensifikasi pertanian dan ekstensifikasi pertanian. Intensifikasi pertanian adalah usaha pengelohan lahan pertanian yang ada dengan sebaik-baik-nya, untuk meningkatkan hasil pertanian
dengan menggunakan berbagai macam sarana. Intensifikasi pertanian saat ini ditempuh dengan progam sapta usaha tani. Adapun sapta usaha tani dalam bidang pertanian adalah pengolahan tanah yang baik, pengairan yang teratur, pemilihan bibit unggul, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, serta pengolahan pasca panen. Intensifikasi pertanian cocok digunakan di pulau Jawa yang wilayah pertaniannya semakin sempit. Ekstensifikasi pertanian dilaku-kan di wilayah yang masih memiliki area yang dapat dikembangkan sebagai lahan pertanian misalnya hutan maupun rawa. Oleh karenanya lokasi rawa dapat dibuka dan digunakan sebagai lahan pertanian baru sebagai alternatif lain ketika hutan di Indonesia semakin sempit. Rawa adalah suatu lahan darat yang tergenang air secara periodic atau terus menerus secara alami dalam waktu lama karena drainasi yang terhambat. Meskipun dalam keadaan tergenang, lahan ini tetap ditumbuhi oleh tumbuhan. Lahan rawa lebak merupakan salah satu wiliyah pengembangan pertanian masa depan yang prespektif. Rawa merupakan suatu wilayah yang tergenang air dan biasanya terdapat tumbuhan air. Penggenangan air rawa bersifat musiman atau permanen. Rawa terdiri atas dua jenis yaitu : 1. Rawa Pasang Surut 2. Rawa Non Pasang Surut (lebak) Kedua jenis rawa tersebut umumnya memiliki ciri khas, yaitu tanah gambut . Dalam lingkup lingkungan, gambut mempunyai peranan sebagai penyangga (buffer) lingkungan. Hal ini berhubungan dengan fungsi gambut dalam gatra hidrologis, biogeokimiawi, dan ekologis. Mengingat potensi lahan rawa yang tersedia di Indonesia khususnya Pulau Kalimantan cukup luas, maka sangat dimungkinkan perluasan areal tanaman pangan dengan menambah baku lahan, melalui perluasan areal sawah (reklamasi). Salah satu propinsi di
Kalimantan yang memiliki lahan rawa cukup luas yaitu propinsi Kalimantan Tengah. Dari areal lahan yang cukup luas tersebut, salah satunya Kabupaten Kapuas yang cukup potensial untuk dijadikan areal persawahan. Salah satu rawa tersebut berlokasi di Desa Batanjung, Kecamatan Kapuas Kuala, Kabupaten Kapuas. Lahan rawa pasang surut ini belum dimanfaatkan untuk usaha pertanian sehingga potensi pengembangannya masih sangat besar. II. METODOLOGI PERENCANAAN A. Irigasi Rawa Rawa adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang terhambat serta mempunyai ciri – ciri khusus secara fisik, kimiawi, dan biologis (PERMEN PU, Nomor 05/PRT/ M/2010: Pasal 1). Penggenangan air rawa bersifat musiman atau permanen.. Rawa terdiri atas dua jenis yaitu : Rawa Pasang Surut Rawa pasang surut merupakan lahan rawa yang genangannya dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Rawa Non Pasang Surut (Lebak) Pengelolaan rawa pasang surut dilandasi pada prinsip keseimbangan antara konservasi dan pendayagunaan rawa pasang surut dengan memperhatikan daya rusak air di daerah rawa (PERMEN PU, Nomor 05/PRT/M/2010: 1). Secara umum, ada dua jenis tanah yang terbentuk, yaitu tanah gambut (peat soils), dan tanah non-gambut, atau tanah mineral basah (wet mineral soils). Tanah mineral yang terdapat di wilayah rawa, seluruhnya merupakan endapan bahan halus, berupa debu halus dan lumpur yang diendapkan air pasang ditambah dengan bahan aluvium yang dibawa ke muara oleh air sungai. B. Jaringan Tata Air Pemilihan jenis sistem jaringan tata air yang akan digunakan nantinya bergantung pada karakteristik lokasi studi
tersebut. Karakteristik tersebut terutama yang berkaitan dengan kondisi topografi lokasi dan letak sungai sebagai hilir dari saluran drainasi rencana nantinya. Sistem Handil Sistem handil merupakan sistem tata air tradisional yang rancangannya sangat sederhana berupa saluran yang menjorok masuk dari muara sungai. (Noor,2001:100) Umumnya handil memiliki lebar 2-3 m, dalam 0,5-1 m dan panjang masuk dari muara sungai 2-3 km. Jarak antara handil satu dengan yang lainnya berkisar 200-300 m. Adakalanya panjang handil ditambah atau diperluas sehingga luas yang dikembangkan dapat mencapai 20-60 Hektar 1
2 3 (Sumber : Noor.2001 :100)
Gambar 1. Sistem Handil 1. Handil utama (2-3km) 2. Handil kecil 3. Sungai Sistem Anjir Sistem anjir disebut juga dengan sistem kanal yaitu sistem air dengan pembuatan saluran besar yang dibuat untuk menghubungkan antara dua sungai besar. Saluran yang dibuat dimaksudkan untuk dapat mengaliri dan membagikan air yang masuk ari sungai untuk pengairan jika terjadi pasang dan sekaligus menampung air limpahan (drainasi) jika surut melalui handil-handil yang dibuat sepanjang anjir. Dengan demikian, air sungai dapat dimanfaatkan untuk pertanaman secara lebih luas dan leluasa.Dengan dibuatnya anjir, maka daerah yang berada dikiri dan kanan saluran dapat diairi dengan membangun handilhandil (saluran tersier) tegak lurus kanal, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2. Perbedaan waktu pasang dari dua sungai yang dihubungkan oleh sistem
anjir ini diharapkan akan diikut oleh perbedaan muka air sehingga dapat tercipta suatu aliran dari sungai yang muka airnya lebih tinggi ke sungai yang rendah. 1 2
3
3
(Sumber : Noor. 2001 :103)
Gambar 2. Sistem Anjir 1. Handil-handil 2. Anjir (28 km) 3. Sungai Sistem Garpu Sistem garpu adalah sistem tata air yang direncangdengan saluran-saluran yang dibuat dari pinggir sungai masuk menjorok ke pedalaman berupa saluran navigasi dan saluran primer., kemudian disusul dengan saluran sekunder yang dapat terdiri atas dua saluran bercabang sehingga jaringan berbentuk menyerupai garpu. Ukuran lebar saluran primer antar 20 m dan dalam sebatas di bawah batas pasang minimal. Ukuran lebar saluran sekuder antara 5-10 m (Noor,2001 : 103). Pada setiap ujung saluran sekunder sistem garpu dibuat kolam uang beru-kuran luas sekitar 90.000 m2 (300 m x 300 m) sampai dengan 200.000 m2 (400 m x 500 m) dengan kedalaman antara 2,5-3 m. Pada setiap jarak 200-300 m sepanjang saluran primer/sekunder dibuat saluran tersier (Noor,2001 : 103). 4 5
1
2 3
(Sumber : Noor.2001 :103)
Gambar 3. Sistem Garpu 1. Saluran primer 2. Saluran sekunder
3. Saluran tersier 4. Kolam 5. Sungai
Sistem Sisir Sistem sisir merupakan pengembangan sistem anjir yang dialihkan menjadi satu saluran utama atau dua saluran yang membentuk sejajar sungai. Pada sistem sisir tidak di buat kolam penampung pada ujung-ujung saluaran sekunder sebagaiman pada sistem garpu. Sistem saluran dipisahkan antara saluran pemberi air dan drainasi. Pada setiap saluran tersier dipasang pintu air yang bersifat otomatis (aeroflapegate). Pintu bekerja secara otomatis mengatur tinggi muka air sesuai dengan pasang dan surut (Noor,2001 : 104)
(Sumber : Noor.2001 :104)
Gambar 4. Sistem Sisir 1. Saluran primer 2. Saluran sekunder 3. Saluran tersier 4. Kolam C. Analisa Hidrologi Analisa hidrologi dilakukan untuk mendapatkan besarnya curah hujan rancangan 3 harian dan dengan kala ulang yang telah ditetapkan yaitu 5 tahun yang selanjutnya akan digunakan untuk menghitung debit drainasi. Sebelum melakukan perhitungan debit drainasi dan kebutuhan air irigasi, perlu adanya pengecekan kualitas data dengan menggunakan uji konsistensi data yang kemudian dilanjutkan dengan pengecekan homogenitas data dengan menggunakan uji inlieroutlier. Analisa Klimatologi Klimatologi adalah ilmu yang membahas dan menerangkan tentang
iklim, bagaimana iklim itu dapat berbeda pada suatu tempat dengan tempat yang lainnya. Iklim sendiri adalah rata-rata keadaan cuaca dalam jangka waktu yang cukup lama, minimal 30 tahun yang sifatnya tetap. Sedangkan cuaca adalah keadaan atau kelakuan atmosfer pada waktu tertentu yang sifanya berubahubah dari waktu ke waktu. Dalam analisa klimatologi tentu memerlukan data klimatologi. Data klimatologi merupakan data-data dasar yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan pokok tanaman akan air yang didasarkan pada keadaaan pola tanam yang ada. Data klimatologi yang diperlukan yaitu curah hujan (r), temperatur (t), kelembaban udara (Rh), penyinaran matahari (n) dan kecepatan angin (u). Untuk perhitungannya menggunakan metode Penmann Modifikasi. Eto = c . ET* ET* = w (0,75 Rs - Rn1) + (1 - w) f(u) (ea- ed) Analisa Kebutuhan Air Pengaturan pola tata tanam diperlukan untuk memudahkan pengelolahan air agar air tanaman yang dibutuhkan tidak melebihi air yang tersedia. Pola tata tanam memberikan gambaran tentang waktu dan jenis tanaman yang akan diusahakan dalam satu tahun. Pola tata tanam yang direncanakan untuk suatu daerah persawahan merupakan jadwal tanam yang disesuaikan dengan ketersediaan air. Secara umum pola tata tanam dimaksudkan untuk : 1. Menghindari ketidakseragaman tanaman. 2. Melaksanakan waktu tanam sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Menurut Hartoyo (Suhardjono, 1994:108), pola pengelolaan air didukung dengan dua macam kegiatan, yaitu : a) Pada musim hujan (saat tanam padi) air digunakan untuk pencucian guna meningkatkan kualitas air dan tanah. Diadakan bangunan-bangunan pintu air di saluran sekunder untuk mengu-
rangi hilangnya air dari lahan sawah dan bila diperlukan disertai dengan pembuatan pematang dan pemerataan muka tanah. b) Dimusim kemarau (saat tanam palawija) air tanah dijaga dengan pengoperasian bangunan pintu di tersier untuk mengendalikan muka air tanah. Cu = k x Eto x Luas rasio tanam Dalam hal ini : Cu = Kebutuhan air tanaman (mm/hari) k = Koefisien tanaman Eto = Evaporasi potensial ( mm/hari) III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Perhitungan Data hujan harian untuk pengolahan hidrologi diperoleh dari stasiun hujan Mantangai dan stasiun hujan Mandomai yang terletak di Kabupaten Kapuas. Tabel 1. Data hujan maksimum rerata No.
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Curah Hujan (mm) 1 Harian 47.40 45.55 39.50 58.50 51.50 75.00 67.50 96.50 82.50 100.00 47.50 54.00
Curah Hujan (mm) 2 Harian 66.40 53.55 33.85 62.00 81.55 110.50 80.00 96.50 90.00 105.50 61.50 89.50
Curah Hujan (mm) 3 Harian 70.00 61.00 48.00 67.00 88.55 119.50 86.00 118.00 103.00 136.00 111.50 111.00
Sumber : Hasil Perhitungan
Sedangkan data hujan sepuluh harian nantinya akan digunakan untuk menghitung curah hujan andalan (R80) yang akan digunakan untuk menghitung besarnya curah hujan efektif. Tabel 2. Satu harian maksimum tahunan No.
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2001 2000 1999 2009 2003 2010 2002 2005 2004 2007 2006 2008
Curah Hujan (mm) 39.50 45.55 47.40 47.50 51.50 54.00 58.50 67.50 75.00 82.50 96.50 100.00
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 3. Dua harian maksimum tahunan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tahun 2001 2000 2009 2002 1999 2005 2003 2010 2007 2006 2008 2004
Curah Hujan (mm) 33.85 53.55 61.50 62.00 66.40 80.00 81.55 89.50 90.00 96.50 105.50 110.50
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 4. Tiga harian maksimum tahunan No.
Tahun
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2001 2000 2002 1999 2005 2003 2007 2010 2009 2006 2004 2008
Curah Hujan (mm) 48.00 61.00 67.00 70.00 86.00 88.55 103.00 111.00 111.50 118.00 119.50 136.00
Sumber : Hasil Perhitungan
Dari hasil analisa pada tabel di atas nantinya akan digunakan dalam perhitungan curah hujan rancangan dengan menggunakan metode Log Pearson Tipe III. Tabel dibawah ini merupakan hasil perhitungan curah hujan rancangan dengan menggunakan metode Log Pearson Tipe III. Tabel 5. Log Pearson Tipe III satu harian No
Tr
P(%)
G (tabel)
1 2 3 4 5 6
2 5 10 20 50 100
50 20 10 5 2 1
-0.067 0.815 1.317 1.788 2.264 2.526
Xt (mm) Log X 1.78 1.89 1.96 2.02 2.09 2.12
mm 59.75 78.43 91.55 105.83 122.57 132.87
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 6. Log Pearson Tipe III dua harian No
Tr
P(%)
Gtabel
1 2 3 4 5 6
2 5 10 20 50 100
50 20 10 5 2 1
0.178 0.886 1.149 1.320 1.447 1.508
Xt (mm) Log X 1.90 2.00 2.04 2.06 2.08 2.09
mm 78.60 99.70 108.92 115.34 120.37 122.86
Sumber : Hasil Perhitungan
Tabel 7. Log Pearson Tipe III tiga harian No
Tr
P(%)
G tabel
1 2 3 4 5 6
2 5 10 20 50 100
50 20 10 5 2 1
0.102 0.857 1.197 1.462 1.711 1.868
Xt (mm) Log X 1.96 2.07 2.12 2.15 2.19 2.21
mm 92.22 117.48 131.01 142.61 154.45 162.43
Sumber : Hasil Perhitungan
B. Jaringan Tata Air Lahan Rawa Jaringan tata air yang akan digunakan dalam studi akhir ini adalah menggunakan reklamasi rawa system kolam pasang. Ditemukan oleh team P4S Fakul-
tas Teknik Universitas Dajah Mada Yogyakarta. Penanganan reklamasi rawa pasang surut ini sering disebut sebagai system terbuka. Disebut demikian karena gerakan air pada system ini dapat keluar masuk pada saluran yang sama tanpa ada hambatan. Oleh sebab itu saluran pada kolam pasang berfungsi ganda yaitu sebagai saluran pembawa sekaligus dimanfaatkan sebagai saluran drainasi ketika muka air surut. Layout jaringan tata air dengan sitem kolam pasang ini dapat di lihat sebagai berikut : Ray
Ray
Dc
=
f x Dm 24 Sr
f
=
Dc
=
24 3,703 14 ,833
=
5,992 lt/dt/ha
Dari data yang diketahui dan hasil perhitungan modulus drainase di atas dapat di gambarkan grafik sebagai berikut :
34
35
36
Sung
ai
STI
Ray
= 3,703 lt/dt/ha Dari perhitungan di atas dikalikan faktor drainasi yang disebabkan oleh pasang surut :
Ray
Ray
Ray
Ray
STI
Ray
39
40
41
42
Tersier
1 ki
Sung
ai
Ray
37
38
3 ki
43
4 ki
44
7 ki
8 ki
Tersier S.
ki 12
ki
Tersier S.
13
KETERANGAN ki
Saluran Primer
Kelili ng
S.
Tersier
20
ki
S.
Tersier
19
S.
ki
Tersier
Sung
S.
18
ai
STI
Tersier
17
ki
Renc
ana
S.
Tang gul
Tersier
14
ki
Kelili ng
S.
Tersier
S.
Tersier
11
ki
S.
Tersier
10
ki
S.
Tersier
S.
Tersier
6 ki
5 ki
Tersier S.
S.
Tersier
Tersier S.
S.
Tersier
S.
2 ki
Ray Ray
ana
Saluran Sekunder
Renc
Sal.Se kunde Sal.Se r2 kunde
Sung
ai
STI
r1
Tang gul
Sal.Se kunde
r3 Sal.Se kunde r4
Sal.Se kunde r5
Sal.Se kunde
Saluran Tersier
r6
Kontur
Renc
ana
Tang gul
Kelili ng
Sungai/Anak sungai/Saluran
SP 5 1.705,5 Ha
Sumber : Hasil Perhitungan
FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PENGAIRAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG JUDUL GAMBAR :
SKALA GAMBAR :
LAY OUT RENCANA JARINGAN TATA AIR
VERTIKAL = 1 : 25.000 HORISONTAL = 1 : 25.000
DIGAMBAR OLEH :
DIPERIKSA OLEH :
FAHMI FIRMANSYAH
1. Ir. Heri Suprijanto, MS.
NIM :
2. Prima Hadi Wicaksono, ST., MT.
0710640061
Gambar 5. Layout Jaringan Tata Air
Modulus Drainasi Analisa modulus drainasi dilakukan untuk memperoleh besarnya debit buangan dari lahan. Dalam studi akhir ini debit buangan yang terjadi diakibatkan oleh besarnya curah hujan yang turun dan pengaruh dari pasang surut. Curah hujan yang turun dipilih pada kala ulang 5 tahunan dan periode 1 harian sebesar 78.430 mm , 2 harian sebesar 99.704 dan 3 harian sebesar 117.477. Tabel 8. Perhitungan Modulus Drainasi Hari
R(n)5
IR
Et
P
Sn
D(n)5
DM
n
(mm/hari)
(mm/hari)
(mm)
(mm/hari)
(mm)
(mm/hari)
(lt/dt/ha)
1 1 2 3
2 78.430 99.704 117.477
3 11.964 11.964 11.964
4 5.228 5.228 5.228 Total
5 0 0 0
6 50 50 50
7 35.167 63.176 87.686
8 4.070 3.656 3.383 11.109
Sumber : Hasil Perhitungan
Menghitung rerata dari modulus drainasi yang ada (Dm)rerata = Dn1harian Dn 2 harian Dn3harian 3
= 4,070 3,656 3,383 3 =
11,109 3
Gambar
6.
Grafik hubungan Curah hujandan kecepatan drain
Dari grafik di atas dapat dijelaskan sebagai berikut : Rn = curah hujan 1 harian, 2 harian dan 3 harian dengan kala ulang 5 tahunan Dc = besar drain module yang sudah dikalikan factor drainasi yang diakibatkan pasang surut = 5,992 l/det/ha a = sisa curah hujan waktu surut hari pertama selama 14 jam 50 menit yaitu 78,430 – 35,167 = 43,253 mm a’ = curah hujan yang tertahan waktu pasang hari kedua selama 10 jam yaitu 81,879 – 35,167 = 46,712 mm b = sisa curah hujan waktu surut hari kedua selama 14 jam 50 menit yaitu 99,704 – 63,176 = 36,528 mm b’ = curah hujan yang tertahan waktu pasang hari ketiga selama 10 jam yaitu 102,902 – 63,176 = 39,726 mm c = sisa curah hujan waktu surut hari ketiga selama 14 jam 50 menit yaitu 117,477 – 87,686 = 29,791 mm
c’ = curah hujan yang tersisa di saluran waktu pasang hari ketiga selama 10 jam yaitu 122,787 – 87,686 = 35,101 mm Syarat dan ketentuan drainasi : besar c < 78,430 mm abc besar < 122,787 mm 3 Jadi dari grafik di atas diketahui bahwa syarat dan ketentuan drainasi telah terpenuhi. Analisa Dimensi Saluran a. Saluran Tersier (drainasi) Dimensi saluran direncanakan untuk menampung atau membuang kelebihan air yang diakibatkan oleh tingginya intensitas hujan sehingga tidak mengganggu pertumbuhan tanaman. Dimensi ini direncanakan berdasarkan besarnya debit drainasi untuk tiap saluran. - contoh perhitungan dari perencanaan dimensi Saluran Drainasi : o Dc’ (drain module) = 5,992 lt/dt/ha o V = C RxI
Gambar 7. Permisalan untuk saluran tersier
0,3 1600 = 0,00018 (suplai)
o I=
o maka v = 0,25 m/det o Untuk drainasi v = 0,4 m/det o Luas Tersier A = 1600 m x 209 m = 334400 m2 = 33,44 ha o Maka
Dc’
= 33,44 x 5,992 = 200,373 l/det = 0,200373 m3/det
Dc' vd o 0,2004 = 0,4 = 0,501 m2 dengan max h = 1 m Maka lebar saluran tersier = 0,501 m => mengambil lebar 1 m b. Dimensi Saluran Untuk Suplai (Saluran Primer dan Saluran Sekunder) Dimensi saluran direncanakan untuk menampung air yang akan digunakan untuk mensuplai air ke lahan. Untuk itu perlu di hitung dimensi saluran primer dan sekunder sebagai berikut. Saluran Primer Data – data yang didapat dari lapangan dan juga asumsi – asumsi yang di butuhkan adalah sebagai berikut: - Areal Reklamasi = 2285,7 ha - Untuk pertanian = 1705,53 ha - Data tanah = 1393,42 ha (lempung bergambut) = 312,11 ha (gambut) - Tanaman padi pada lempung bergambut 1393,422 ha dan palawija pada gambut seluas 312,11 ha - Panjang saluran primer =3454,8 m - Saluran sekunder = 1727,42 m - Kolam pasang = 400 m x 300 m - Panjang tersier = 1600 m dengan jarak setiap 209 m - Lapisan pirite terletak dalam = lebih dari 50 cm - Kadar BOD / COD di asumsikan = 5 (Hardjoso.P, 1985:2) - Hujan 1 = 78,430 mm - Hujan 2 = 99,704 mm - Hujan 3 = 117,477 mm - Infiltrasi tanah lempung = 10 mm/hari - Infiltrasi tanah gambut = 250 mm/hari - Eo = 5,228 mm/hari Asal tersier F
=
Contoh perhitungan saluran untuk suplai : Σe = k1 x k2 x Eo Parameter yang diketahui: Eo (evaporasi max) = 5,228 mm K1 (koefisien tanaman) = 1,2 (padi) K2 (koefisien tanah) = 0,75 (clay) = 1,2 (gambut) Areal padi (sawah) : Σe = k1 x k2 x Eo
0,75 1,2 x 5,228 2 = 6,117 mm Areal tanaman sekunder : Σe = k1 x k2 x Eo = 0,5 x 1,2 x 5,228 = 3,137 mm Kebutuhan air tanaman (comsutive use) rerata untuk seluruh areal A = 17.055.300 m2 adalah : = 1,2 x
Σer
=
A1 x e1 + A2 x e2 A
= 13934225 x 6,117 + 3121100 x 3,137 17055300
= 5,572 mm/hari Infiltrasi : A1 x i1 + A2 x i2 ir = A = 13934225 x 10 + 3121100 x 250 17055300
= 53,920 mm/hari Rerata penggenangan 8 jam maka infiltrasi : 8 x53,920 17,973mm 24 Wr = Σe + infiltrasi + Puddling (untuk rawa 0) Maka : Ir = Wr - hujan efektif (0) Ir = Wr = Σe + infiltrasi = 5,572 + 17,973 = 23,677 mm 25 mm = 2,5 cm = 0,025 m
Gambar 8. Penentuan beda tinggi di pengambilan dan kolam pasang
h2 0.7 h1 Jadi dari gambar di dapatkan : a = h2 = 1,4 m b = h1 = 2 m c = hs = 1 m hp = hs + h =1+2 =3m Kondisi pasang : air di saluran = h1 h2 2
2 1,4 = 2 = 0,3 m dibawah + 3,80 Rencana dimensi saluran : Q = A.Vr = A. 0.50
hp hs 2 A= 3 x1 b. 2 = b.
= b. 2,00 V1 – V2 = Q -- untuk 10 jam = area . 2,5 cm . n = 17055300 x 0,025 x 3 = 1279147,5 m3 n = 3 --- bentuk panjang V1 = volume air waktu pasang V2 = volume air waktu surut
Vp = V1 – (VI Primer + V1 Sekunder) = 1267675,18 – (397992,96 + 103299,72) = 766382,5 m3 Vs = Vp – V2 = 766382,5 - 289560,96 = 476821,54 m3 Sumber : Data Pasang Surut
Gambar 9. Lama waktu pasang dan waktu surut A . 0,5 . 10 jam = 1279147,5 m3
Dari perbandingan volume sekunder dan volume waktu surut (air kotor) di dapatkan perbandingan penyerapan O2 dalam air sungai :
476821,54 Vs = 289560,96 V2
10 . 3600 . b. 2 . 0,5 = 1279147,5 m3
b
1279147,5 = 48600
b = 35,53 m 36 m VII = 2/3 . 0,5 = 0,34 m/det Hr = SII=
2 0,7 1,35m 2
Saluran Sekunder Untuk sekunder satu saluran : Q = 1279147,5 m3 1/3Qp = Qs Qs = 426382,5 m3 Durasi pasang 10 jam, maka : A . 0,34 . 10 = 426382,5 m3 10 . 3600 . b. 1,35 .0.34 = 426382,5 m3
426382,5 16524
b
=
b
= 25,80 m 26 m
S1 : Surut = 1,4 beda disungai h = 2 m hp = 3,4 m
S1 : Surut = 0,7 m beda di kolam h2 = 1,4 m hp = 2,1 m Maka dari perhitungan di atas di dapatkan volume sebagai berikut : (V2) S1 = 3454,8 . 1,4 . 36 = 174121,92 m3 S2 = 1727,42 . 0,7 . 26 = 31439,05 m3 kp = 400 . 300 . 0,7 = 84000 m3 289560,96 m3 (V1) S1 = 3454,8 . 3,2 . 36 = 397992,96 m3 S2 = 1727,42 . 2,3 . 26 = 103299,72 m3 kp = 400 . 300 . 2,3 = 276000 m3 Sawah = 17055300 x 0,025 = 426382,5 m3 = 1267675,18 m3
= 164 %
BOD di lapang = 30 BOD = 5 x (BOD) (terdapat pyrite)
Q Vs = q V2 menurut Nahr halaman 38)
t.s (Penafsiran 2a
berdasarkan grafik 2.5 =
0,025.(5.0 ,6.30) 2.1,4
= 80 % maka 164 % > 80 % (lebih dari dua kalinya) Menurut Prodjopangarso, 1985:23 penyerapan O2 dalam air sungai / saluran bagus jika besaran hasil perhitungan dua kali dari perhitungan asumsi. Jadi dari hasil perhitungan dapat disimpulkan bahwa penyerapan oksigen di saluran bagus. Analisa Hidrolika Analisa hidrolika ini dilakukan untuk mengetahui luasan wilayah yang tergenang oleh air akibat pasang dari sungai Kapuas dan ketinggian dari pasang tersebut pada lahan. Selain itu untuk memperkirakan kemampuan dari saluran drainase untuk menampung debit buangan lahan dan akibat pasang. Dengan menggunakan program HEC RAS untuk mempermudah pemodelan pasang sungai di lahan dengan melalui tahapan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya di bab II. Dengan menggunakan program HEC RAS kon-
disi Steady Flow dilakukan pemrosesan data pasang surut untuk kondisi sebagai berikut: 1. Kondisi saat pasang tinggi (Spring Tide) yaitu dengan ketinggian pasang 3,60 m dan surut 1,619 m dari dasar sungai STI. 2. Kondisi saat pasang rendah (Neap Tide) dengan ketinggian pasang 2.68 m dari dan surut 0,942 m dasar sungai STI. Beberapa contoh hasil dari pemrosesan dengan menggunakan progam HECRAS pada saluran irigasi dan saluran drainasi sebagai berikut.
Gambar 13. Long Section Sal. Primer untuk kondisi pasang rendah 2,680 m
Gambar 14. Long Section Sal. Primer untuk kondisi surut rendah 0,942 m
Gambar 10. Geometri Jaringan Tata Air
Gambar 11. Long Section Sal. Primer untuk kondisi pasang tinggi 3,60 m
Dari hasil pemrosesan data dengan program HEC RAS maka dapat ditabelkan petak yang memerlukan pengoperasian pintu ketika dalam kondisi air surut. Tujuan dari pengoperasian pintu adalah ketika air surut, saluran tersier tetap tergenang sehingga lapisan pirit yang pada saluran tidak teroksidasi dan menimbulkan racun. Berikut tabel pengoperasian pintu pada saluran tersier : Tabel 8. Pengoperasian pintu pada saluran tersier kiri selama pasang tinggi Panjang total
Luas layanan
Nama saluran (m)
Gambar 12. Long Section Sal. Primer untuk kondisi surut tinggi 1,619 m
Tersier 1 kr Tersier 2 kr Tersier 3 kr Tersier 4 kr Tersier 5 kr Tersier 6 kr Tersier 7 kr Tersier 8 kr Tersier 9 kr Tersier 10 kr Tersier 11 kr Tersier 12 kr Tersier 13 kr Tersier 14 kr Tersier 15 kr Tersier 16 kr Tersier 17 kr Tersier 18 kr Tersier 19 kr Tersier 20 kr
Luas (Ha) 1600 1600 1600 1600 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500
33,440 33,440 33,440 33,440 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275
Sumber : Hasil Perhitungan
Pengelolaan Air Muka Air
Elevasi
Tersier + 3,87 + 3,88 + 3,98 + 3,62 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,63 + 3,62 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,60 + 3,60 + 3,60 + 3,60
Lahan
+ 4,02 + 4,04 + 4,20 + 3,32 + 3,29 + 3,28 + 3,27 + 3,28 + 3,24 + 3,44 + 3,26 + 3,26 + 3,24 + 3,24 + 3,20 + 3,08 + 2,99 + 2,94 + 2,84 + 2,80
Operasi Pintu Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Tabel 8. Pengoperasian pintu pada saluran tersier kanan selama pasang tinggi Panjang total
Luas layanan
Nama saluran (m) Tersier 1 ka Tersier 2 ka Tersier 3 ka Tersier 4 ka Tersier 5 ka Tersier 6 ka Tersier 7 ka Tersier 8 ka Tersier 9 ka Tersier 10 ka Tersier 11 ka Tersier 12 ka Tersier 13 ka Tersier 14 ka Tersier 15 ka Tersier 16 ka Tersier 17 ka Tersier 18 ka Tersier 19 ka Tersier 20 ka
Luas (Ha) 1600 1600 1600 1600 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500 1500
33,440 33,440 33,440 33,440 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275 31,275
Pengelolaan Air Muka Air Tersier + 3,87 + 3,88 + 3,98 + 3,62 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,63 + 3,62 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,61 + 3,60 + 3,60 + 3,60 + 3,60
Elevasi Lahan
+ 4,02 + 4,16 + 4,16 + 4,03 + 4,08 + 3,92 + 3,94 + 3,76 + 3,72 + 3,64 + 3,60 + 3,60 + 3,56 + 3,57 + 3,40 + 3,40 + 3,28 + 3,26 + 3,22 + 3,36
Operasi Pintu Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya Ya
Sumber : Hasil Perhitungan
Analisa Stabilitas Lereng Untuk perhitungan stabilitas lereng tanggul digunakan metode D.W Taylor yang dipakai di kondisi tanah yang jenuh oleh air. Dibawah ini disajikan stabilitas pada tanggul dengan dimensi maksimum dan minimum dengan anggapan bahwa stabilitas tanggul dibawah ini cukup mewakili perhitungan tanggul pada patok-patok yang lainnya dengan para-meter dasarnya yaitu berupa nilai-nilai data tanah, dengan : Tabel 8. Data Tanah di lokasi Desa Batanjung Data 1. Berat isi (γsat) 2. Kohesi (c) 3. Sudut geser dalam (Φ) 4. Φd 5. i
(Sumber : Anonim,Kriteria Perencanaan 6 (KP6), 1986: 6)
Gambar 15.Kurve-kurve Taylor untuk
stabilitas tanggul (dari Capper,1976) N = 0,135 (dengan menghubungkan nilai sudut kemiringan talut dan sudut geser pada kondisi jenuh 4,85 º ) Maka: C N= SF . .H C SF = N . .H 2,45 SF = 0,135 .1,739 .2 = 5,217 (aman) Dengan asumsi bahwa timbunan akan termampatkan (akibat tenaga alam) maka e mengecil dan γsat naik ± 10% γsat’ = 1,10 . γsat = 1,10 . 1,739 = 1,913 ton/m3
Besaran
C N . .H 2,45 = 0,135 .1,913 .1,2 = 7,906 (aman)
1.739 t/ m3
SF =
0.245 kg/cm2 = 2,45 ton/ m2 9,7 º Φ/2 = 4,85 º (kondisi jenuh air) 45 º (talud 1:1)
Sumber : Data Hasil laboratorium Mektan pada Pekerjaan SID Jaringan Rawa 6500 ha Terusan Raya, Kabupaten Pulang Pisau
Dengan menggunakan grafik Taylor (tanah kohesif jenuh air) diperoleh :
Tabel 8. Rekap Perhitungan Stabilitas No.
Tanggul
1 2
Saluran Primer Saluran Sekunder
Nilai Minimum 1,5 1,5
Normal 5,217 10,44
Kondisi Termampatkan 7,906 7,297
Sumber : Hasil Perhitungan
IV. KESIMPULAN Dari analisis data dan perencanaan yang telah dilakukan di studi akhir ini dengan mengambil lokasi studi di Desa
Batanjung Kecamatan Kapuas Kuala Kabupaten Kapuas Propinsi Kalimantan Tengah diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Sistem tata air di lokasi studi direncanakan jadi satu antara saluran irigasi dengan saluran drainase yaitu dengan sistem terbuka dengan kolam pasang. Untuk memenuhi kebutuhan irigasi diperoleh dari air segar sungai ketika pasang, namun perlu digunakan polder yang mengelilingi lahan agar tata air tidak terganggu oleh pasang surut air Sungai STI. 2. Bentuk dan dimensi saluran yang direncanakan : a. Bentuk saluran yang direncanakan adalah trapesium biasa dengan kemiringan talud 1:1, namun ditambah dengan tanggul yang berfungsi sebagai pengaman dari pasang sungai dan pengarah air drainase sehingga menuju saluran drainase yang telah direncanakan. b. Dimensi saluran yang direncanakan untuk : - Saluran Tersier - Lebar dasar saluran = 1m - Kemiringan saluran = datar - Kekasaran manning = 0,023 - Elev. dasar saluran = + 2,500 - Elevasi tanggul = + 4,000 - Kemiringan talud = 1 : 1 - Saluran Sekunder - Lebar dasar saluran = 26 m - Kemiringan saluran = datar - Kekasaran manning = 0,023 - Elev.dasar saluran = + 1,300 - Elevasi tanggul = + 4,000 - Kemiringan talud = 1 : 1 - Saluran Primer - Lebar dasar saluran = 36 m - Kemiringan saluran = datar - Kekasaran manning = 0,023 - Elev.dasar saluran = + 0.800 - Elevasi tanggul = + 4,000 - Kemiringan talud = 1 : 1 - Kolam Pasang - Panjang = 400 m
-
Lebar Kemiringan Elevasi dasar Elevasi tanggul
= 300 m = datar = + 1,000 = + 4,000
3. Analisa stabilitas lereng menggunakan metode Taylor sesuai dengan kondisi rawa yang jenuh air. Analisa dilakukan pada sampel saluran primer, sekunder dan tersier. Adapun hasil dari analisa stabilitas tersebut mengikuti Standar Perencanaan Irigasi KP6 dengan nilai minimum nilai faktor keamanan sebesar 1,5. Dari hasil perhitungan nilai faktor keamanan pada saluran primer, sekunder dan tersier di atas 1,5, sehingga semua dalam kondisi aman. Dari kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisa perhitungan yang dilakukan, maka saran berikut diberikan sebagai bahan pertimbangan yang lebih baik, antara lain: 1. Perlu dibentuknya suatu himpunan petani pemakai air yang anggotanya terdiri dari para petani penggarap sawah guna menindak lanjuti operasi dan pemeliharaan pintu yang ada agar keberadaannya berlangsung sesuai umur pintu yang digunakan. 2. Karena pada waktu pasang tinggi (spring tide) penurunan muka air saluran sangat tajam, maka perlu diperhatikan pengoperasian pintu di tersier untuk saluran yang memiliki kedalamam pirit pada lahan dibawah 50 cm. Tujuannya adalah agar pirit yang terkandung pada lahan tidak teroksidasi menjadi racun. Sehingga saluran harus tetap tergenang air. V. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1986c. Standar Perencanaan Irigasi Bagian Parameter Bangunan (KP-06). Jakarta : Direktorat Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum.
Capper,P.L. & Cassie,W.F. 1976. The Mechanics of Engineering Soils, EA F.N. London : Spon Ltd. Noor, Muhammad. 2001. Pertanian Lahan Gambut Potensi dan Kendala.Yogyakarta: Kanisius. Prodjopangarso, Hardjoso.1985.Tidal Basin Irrigation System. Buku tidak diterbitkan.Yogyakarta: UGM Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Reklamasi Rawa Pasang Surut.PERMEN Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2010. Jakarta: Sekretariat Negara Suhardjono. 1984. Drainasi. Malang : Universitas Brawijaya. Suhardjono. 1994a. Kebutuhan air Tanaman. Malang : ITN Malang Press. Suhardjono. 1994b. Diktat Penunjang Perkuliahan Reklamasi Rawa. Malang : Universitas Brawijaya.