STUDI PENGEMBANGAN DAN PERAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA
RIMTA TERRA ROSA BR PINEM
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Studi Pengembangan Dan Peran Agribisnis Hortikultura Dalam Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Karo Sumatera Utara adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, November 2011 Rimta Terra Rosa Br Pinem NRP A156100264
ABSTRACT RIMTA TERRA ROSA BR PINEM. The Study of The Development and The Role of Horticulture Agribusiness On Regional Economy in Karo Regency, North Sumatra Province. Under direction of SETIA HADI and BABA BARUS. Agribusiness is a system consist of up stream, on farm, downstream, and supporting subsystem. The better linkages between agribusiness systems, the greater role of agribusiness system in the regional economy. These linkages result in rotation of added value, thus providing a multiplier effect on the regional economy. The purpose of the study are (1) to describe the development of the agribusiness sub-system of horticulture, (2) to evaluate the condition and completeness of the settlements systems and agribusiness system (3) to evaluate the structure of supply chain in horticulture agribusiness system, and (4) to analyze the role of horticulture agribusiness system in regional economy of Karo Regency. Horticulture sector has a stronger linkage with up-stream sectors than down-stream sector. Horticulture sector has significant Direct Backward Linkage with manufacturing Industry. Although the contribution to the formation of GDP and total output are not significant, but the sector has good role in a multiplier effect. Horticulture processing industry and its supporting infrastructure were not available in Simpang Empat, Tiga Panah and Barus Jahe. The post harvest infrastructure are still limited. The small scale farmers and farmers enterprises did not have power to access them. The lock of post –harvest infrastructure has implied to the low bargaining position of farmers in trade. The tecgnique used in this study were including description of the agribusiness system, infrastructure analysis (scalogram), margin supply chain analysis, and input-output analysis. Up-stream and on farm agribusiness subsystems were developed than downstream subsystem. The development of the up-stream subsystem was identified based on the acces of farmers to obtain the primary inputs of agricultural production. Downstream subsystem have not been developed yet. This was reinforced by the lowest of margin trade which was obtained by farmer, than any other elements in trade. Keywords: Agribusiness, Horticulture, Input-Output, Regional Economy.
RINGKASAN
RIMTA TERRA ROSA BR PINEM. Studi Pengembangan Dan Peran Agribisnis Hortikultura Dalam Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Karo Sumatera Utara. Dibimbing oleh SETIA HADI dan BABA BARUS. Agribisnis sebagai salah satu sistem merupakan konsep pengelolaan pertanian secara luas dan utuh yang terdiri dari subsistem-subsistem. Oleh karena itu dalam pengelolaan agribisnis dibutuhkan keterkaitan yang erat dan utuh antar subsistem seperti subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem hilir dan subsistem jasa layanan pendukung. Hal ini berarti bahwa kinerja sistem agribisnis sangat ditentukan oleh efektifitas dari masing-masing subsistem. Dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor, importir, eksportir dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam pengelolaan sistem agribisnis maka semakin besar pula perannya terhadap pembentukan perekonomian wilayah terutama dalam memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Produksi hortikultura berbeda di tiaptiap wilayah demikian juga permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo. Permasalahan yang secara umum dihadapi adalah keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, sistem alih teknologi masih lemah, rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil dan belum berpihak kepada petani, akses terhadap pelayanan usaha dan permodalan masih terbatas, kelembagaan petani dan posisi tawar petani masih rendah, dan lemahnya koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi. Bila diperhatikan lebih lanjut, permasalahan yang timbul merupakan permasalahan yang terjadi dalam suatu sistem agribisnis, baik subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem hilir atau pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa. Berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut tentunya akan berdampak pada perekonomian wilayah Kabupaten Karo dalam tataran makro maupun nilai pendapatan yang diperoleh oleh petani. Permasalahan tersebut timbul terkait dengan sistem agribisnis yang terjadi. Permasalahan tersebut secara rinci akan berbeda dari satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik wilayah dan sistem kelembagaan agribisnis yang sudah berlaku di masing-masing kecamatan. Tujuan dari penelitian ini adalah : (1) menganalisis peran agribisnis hortikultura terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Karo,(2) mendiskripsikan tingkat perkembangan subsistem-subsistem agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo, (3 ) mengevaluasi kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana wilayah dan sistem agribisnis di Kabupaten Karo, dan (4) mengevaluasi struktur tata niaga atau rantai pasokan dalam sistem agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam (1) memberikan masukan kepada pemerintah daerah mengenai pengembangan agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo dan (2) memberikan arahan kebijakan pada pemerintah daerah mengenai peningkatan peran subsektor hortikultura bagi perekonomian wilayah Kabupaten Karo.
Hasil kajian menunjukkan kontribusi PDRB sayur-sayuran dan buah-buahan masing masing terhadap sektor pertanian berturut-turut adalah adalah : 0,067% dan 0,025%, sementara untuk kontribusi total PDRB sayur-sayuran dan buahbuahan memberikan sumbangan sebesar : 0,04% dan 0,015%. Berdasarkan kontribusi output total, maka peran sektor sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan kontribusi yang rendah terhadap pembentukan output total. Nilai keterkaitan ke depan (DFL) dan keterkaitan ke belakang (DBL) sektor-sektor hortikultura dengan sektor-sektor lainnya maka sektor hortikultura memiliki nilai DFL yang lebih kecil dibandingkan nilai DBL. Sektor sayursayuran memiliki nilai IDP yang mampu mendorong pertumbuhan sektor lainnya semantara buah-buahan belum mampu mampu menjadi penggerak tumbuhnya sektor lainnya.Nilai IDK sayur-sayuran dan buah-buahan berada dibawah 1 (satu), artinya sektor sayur-sayuran dan buah-buahan kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor-sektor hilir yang menggunakan outputnya sebagai input produksi. Subsistem agribisnis yang sudah berkembang dengan baik adalah subsistem hulu dan usahatani. Subsistem hulu sudah dapat berperan dalam penyediaan sarana produksi. Sarana produksi pertanian yang diperlukan oleh petani sudah dapat disediakan oleh kios saprodi dan KUD. Subsistem usahatani menunjukkan kinerja yang baik. Perkembangan subsistem budidaya dicirikan oleh besarnya produktivitas yang diperoleh. Kegiatan industri hilir dalam bentuk pengolahan hortikultura saat ini belum berkembang. Wilayah yang menjadi pusat dan merupakan hirarki satu terdapat di yakni desa Ndokum Siroga dan desa Surbakti (Kecamatan Simpang Empat) di desa Tiga Panah dan Ajijulu (Kecamatan Tiga Panah) dan desa Sukajulu (Kecamatan Barus). Besaran hirarki wilayah dengan hirarki terendah didominasi oleh hirarki 3 (tiga) sebesar 74,14% dari angka tersebut 31,03% berada di kecamatan Tiga Panah. Petani mendapatkan share tataniaga terendah dibandingkan dengan elemen tata niaga lainnya. Share yang diterima petani dalam pembentukan harga berkisar 23,33% sampai 61,57 % . Dari sintesis hasil kajian terlihat bahwa sektor buah-buahan dan sayursayuran belum mampu menjadi penggerak bagi tumbuhnya usaha perekononian lainnya di Kabupaten Karo. Hal ini disebabkan karena dalam pemasaran ke dua komoditas tersebut masih bergerak pada pemasaran raw material/ bahan segar yang menyebabkan nilai tambah berada di luar wilayah artinya bahwa pola pemasaran sedemikian rupa mampu memberikan peluang terjadinya kebocoran wilayah. Sehingga untuk mengatasi hal tersebut berlanjut dibutuhkan adanya keterkaitan dengan sektor pengolahan terhadap kedua komoditas tersebut. Kata Kunci : Input-Output, Perekonomian Wilayah, Agribisnis, Hortikultura.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b.Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STUDI PENGEMBANGAN DAN PERAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DALAM PEREKONOMIAN WILAYAH DI KABUPATEN KARO SUMATERA UTARA
RIMTA TERRA ROSA BR PINEM
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dyah Retno Panuju, SP, MSi
Judul Tesis Nama NRP
: Studi Pengembangan Dan Peran Agribisnis Hortikultura Dalam Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Karo Sumatera Utara : Rimta Terra Rosa Br Pinem : A156100264
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si Ketua
Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Santun R. P. Sitorus
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian : 24 November 2011
Tanggal Lulus :
Dedicated : My Father You give me life. You give me heart.You give me all of you whenever I need it.Only you and God know what you mean to me.The angels have never been more in tune or phrased more beautifully.I will do my best to honor you. My Mother The incredible gifts you’re given me are led by your unwavering and unconditional love and belief. You only think you know how much I love you. My Beloved Husband The best thing about me is you. You are my life, and I couldn’t be prouder of you. Thank you for being so incredibly understanding, for having the courage to let it just be about the words.
PRAKATA Puji syukur atas berkat Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga penelitian “Studi Pengembangan Dan Peran Agribisnis Hortikultura Dalam Perekonomian Wilayah Di Kabupaten Karo Sumatera Utara” dapat diselesaikan. Penelitian ini terwujud berkat bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Santun R.P. Sitorus selaku ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB dan Dr. Khursatul Munibah, MSc selaku sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah SPS IPB. 2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.Si dan Dr. Ir. Baba Barus, M.Sc sebagai komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hingga penyelesaian tesis ini. 3. Dyah Retno Panuju,SP,M.Si selaku penguji luar komisi yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini. 4. Didit Okta Pribadi, SP, M.Si dan Andrea Emma Pravitasari, SP, MSi atas waktu, saran, dan solusi yang diberikan dalam penyelesaian tesis ini. 5. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas). 6. Direktorat
Jenderal
Hortikultura
Kementerian
Pertanian
yang
telah
memberikan kesempatan tugas belajar kepada penulis. 7. Segenap dosen pengajar, asisten dan staff pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pasca Sarjana IPB. 8. Rekan-rekan peserta kelas khusus dan reguler Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Angkatan 2010. Penulis menghaturkan terimakasih yang tak terhingga kepada kedua orang tua penulis Bapak Ir. Sidharta Pinem dan Ibu U. Rosalinda Br Ginting dan juga kepada suamiku Jhon U.J. Surbakti, serta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan. Bogor, November 2011
Rimta Terra Rosa Br Pinem
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabanjahe Kabupaten Karo pada tanggal 19 Desember 1978, putri dari Bapak Ir. Sidharta Pinem dan Ibu U. Rosalinda Br Ginting. Pada tahun 1997 penulis menempuh Pendidikan Sarjana di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya. Studi pada jenjang Sarjana berhasil diselesaikan penulis pada Juni 2001. Pada Agustus 2001 sampai Oktober 2003 penulis bekerja di PT.Satelit Palapa Indonesia (PT.Satelindo- Indosat Group) Medan pada bagian customer care. Pada Desember 2003 penulis diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian. Pada bulan Agustus 2010 penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah untuk melanjutkan studi magister dengan beasiswa dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana, Bappenas).
Badan
Perencanaan
Pembangunan
Nasional
(Pusbindiklatren
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
vii
I.
1 1 7 10
PENDAHULUAN .................................................................................... 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ........................................................................... 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..........................................................
II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2.1 Peranan Sektor Pertanian dalam Pengembangan Wilayah................ 2.2 Kawasan Hortikultura ........................................................................ 2.3 Konsep Sistem Pengelolaan Agribisnis ............................................. 2.4 Kelembagaan Sistem Agribisnis ........................................................ 2.5 Metode Input Output ......................................................................... 2.6 Penelitian-Penelitian Yang Terkait Dengan Kajian ..........................
12 12 19 23 27 29 36
III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 3.1 Kerangka Pemikiran........................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 3.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................ 3.4 Teknik Analisis Yang Digunakan ..................................................... 3.4.1 Analisis Skalogram .................................................................. 3.4.2 Analisis Margin Tata Niaga ..................................................... 3.4.3 Analisis Input dan Output ........................................................
39 39 44 44 45 48 49 50
IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO .......................................... 4.1 Keadaan Geografis ............................................................................. 4.2 Kependudukan ................................................................................... 4.3 Penggunaan Lahan ............................................................................. 4.4 Karakteristik Wilayah Penelitian ....................................................... 4.5 Perekonomian Kabupaten Karo ........................................................
53 53 54 55 55 57
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................. 5.1 Penelaahan Makro .............................................................................. 5.1.1 Peranan Hortikultura Dalam Perekonomian Kabupaten Karo ....................................................................... 5.1.1.1 Struktur Prekonomian Kabupaten Karo ...................... 5.1.1.2 Keterkaitan Sektoral .................................................... 5.1.2. Multiplier Effect ...................................................................... 5.1.2.1 Multiplier Effect Output .............................................
62 62
62 62 68 79 79
ii
5.1.2. Multiplier Effect ...................................................................... 5.1.2.1 Multiplier Effect Output ............................................. 5.1.2.2 Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto ........................ 5.1.2.3 Multiplier Effect Pendapatan ...................................... 5.1.3. Hasil Sintesa Perekonomian Kabupaten Karo Secara Makro .......................................................................... 5.2 Penelaahan Secara Mikro ................................................................... 5.2.1 Tingkat Perkembangan Subsistem Agribisnis Hortikultura ... 5.2.2 Kondisi dan Kelengkapan sarana dan Prasarana Wilayah Dan Sistem Agribisnis ............................................................ 5.2.2.1 Kelengkapan Sarana Dan Prasarana Wilayah ........... 5.2.2.2 Kelengkapan Sarana dan Prasarana Sistem Agribisnis ...................................................... 5.2.3. Tata Niaga Hortikultura........................................................... 5.2.3.1 Tata Niaga Buah-buahan dan Sayur-sayuran ...................................................... 5.3 Sintesis Hasil Analisis ........................................................................ 5.3.1 Makro ...................................................................................... 5.3.2 Mikro ........................................................................................ 5.4 Rekomendasi Kebijakan .....................................................................
79 79 81 82 83 88 88 94 94 99 100 102 119 119 121 127
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 129 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 129 6.2 Saran ................................................................................................ 130 DAFTAR PUSTAKA................................................................................ 131 LAMPIRAN .............................................................................................. 135
iii
DAFTAR TABEL Halaman 1
Nilai PDB Hortikultura Tahun 2005-2009 (berdasarkan harga berlaku)
2
2
Produk Domestik Regional Kabupaten Karo Tahun 2000,2007 – 2009. Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah) ........................................................................................
3
3
Sumbangan Hortikultura terhadap Pembentukan PDRB ..........................
4
4
Kerangka Penyajian Tabel Input-output ...................................................
32
5
Matriks Pendekatan Penelitian ..................................................................
47
6
Tampilan Tabel Untuk Analisis Skalogram dengan Pembobotan ............
48
7
Identifikasi sektor-sektor perekonomian Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 (24 sektor) ..............................................................................
50
Jumlah Penduduk Kabupaten Karo Berdasar Sensus Penduduk Tahun 2000 ..............................................................................
54
Penggunaan Lahan Di Kabupaten Karo ....................................................
55
8
9
10 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karo Tahun 2005 – 2009 .............................................................................................
58
11 Perbandingan Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 ................................................. 58 12 Produksi Tanaman Sayuran Menurut Kecamatan Tahun 2009 .................
60
13 Produk Domestik Regional Kabupaten Karo Tahun 2009. Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah) .....................................................................
63
14 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (%) ............................................................
64
15 Struktur perekonomian Kabupaten Karo berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 (24 x 24 sektor)...................................................................
65
16 Output Total berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 .....................................
67
iv
17 Pengelompokan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Karo Berdasarkan nilai IDP dan IDK .................................................................
76
18 Penyerapan Tenaga Kerja Pada Masing-Masing Sektor beserta Output ...
77
19 Komponen Indeks Pembangunan manusia (IPM) Sumatera Utara Tahun 2004 ................................................................................................
78
20 Peringkat dampak sektor-sektor perekonomian terhadap NTB ...............
81
21 Ringkasan Sektor Sayur-sayuran ............................................................
88
22 Ringkasan Sektor Buah-buahan ..............................................................
90
24 Jenis Komoditas Yang Diusahakan .........................................................
91
25 Luas Pertanaman Komoditas Hortikultura ................................................
92
26 Pelaksanaan Subsistem Jasa Layanan Pendukung ....................................
93
27 Kelembagaan Kelompok Tani .................................................................
94
28 Pedoman Standar Pelayanan Minimal .......................................................
95
29 Jumlah dan Persentase Desa Berdasarkan Hirarki Di Tiap Kecamatan Kajian ........................................................................
95
30 Jumlah dan Persentase Desa Berdasarkan Jumlah Desa Di Tiap Kecamatan Kajian.......................................................................
96
31 Jumlah dan Persentase Desa Terhadap Jumlah Desa Di Tiap Kecamatan Kajian ........................................................................................................
96
32 Kebutuhan dan Ketersediaan Pasar .........................................................
97
33 Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendidikan ......................................
98
34 Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan ......................
98
35 Ringkasan Kelengkapan Sarana Prasarana Wilayah dan Agribisnis.........
100
36 Perbedaan Ketiga Jenis Cara Pemasaran Jeruk ......................................... 105 37 Luas Pertanaman dan Produksi Jeruk ...................................................... 106 38 Harga Jeruk Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran ................. 107 39 Marjin Pemasaran Jeruk ............................................................................ 108
v
40 Harga Kubis Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran .............. 111 41 Marjin Pemasaran Kubis ........................................................................... 111 42 Harga Kentang Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran................................................................................................
112
43 Marjin Pemasaran Kentang.....................................................................
112
44 Harga Wortel Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran ............. 113 45 Marjin Pemasaran Wortel ......................................................................... 113 46 Share Petani .............................................................................................. 116
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka Pemikiran..................................................................................
46
2
Tahapan metode RAS ...............................................................................
51
3
Kerangka analisis ......................................................................................
52
4
Peta Administrasi Kabupaten Karo ...........................................................
53
5
Peta Penggunaan Lahan Pertanian ............................................................
57
6
Keterkaitan Langsung Ke Depan..............................................................
69
7
Keterkaitan Langsung ke Belakang ........................................................
70
8
Keterkaitan ke Depan Sektor Sayur-sayuran dengan sektor-sektor lain ..
71
9
Keterkaitan Ke Belakang Sektor Sayur-sayuran dengan sektor-sektor lain .......................................................................................
71
10 Keterkaitan ke Depan Sektor Buah-buahan dengan sektor-sektor lain....
72
11 Keterkaitan Ke Belakang Sektor Buah-buahan dengan sektor-sektor lain .......................................................................................
72
12 Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian ....................
74
13 Nilai Indeks Derajat Kepekaan sektor-sektor perekonomian ...................
75
14 Nilai multiplier effect terhadap output sektor-sektor perekonomian ........
79
15 Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian ...............
82
16 Keterkaitan Sektor Hortikutura (Sayur-sayuran dan Buah-buahan) dalam Perekonomian Kabupaten Karo ................................................................
86
17 Pemetaan Hirarki Kecamatan....................................................................
96
18 Status Ketersediaan Pasar Di Tiap-tiap Desa Di Ketiga Kecamatan .......
97
19 Rantai Tata Niaga Jeruk............................................................................ 107 20 Rantai Tata Niaga Sayuran Secara Umum ................................................ 110 21 Aliran Komoditas Hortikultura Ke Luar Wilayah dan Arahan Lokasi Industri Pengolahan Hortikultura............................................................. 118
vi
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel Input-Output Kabupaten Karo tahun 2009........................................
135
1A. Agregasi Sektor-Sektor Perekonomian .........................................................
143
2 Nilai Koefisien Teknis (Matriks A) ............................................................
146
3 Matriks Kebalikan Leontif .......................................................................... 152 4
Ketersediaan dan Penggunaan Benih Beserta Produsennya .....................
5
Kesesuaian Lahan Untuk Empat Komoditas di Tiga Kecamatan ............. 159
6 Kebutuhan dan Ketersediaan Infrastruktur Untuk Pasar.........................
158
160
7
Ketesediaan dan Kebutuhan Sarana Pendidikan TK dan SD ................... 163
8
Ketesediaan dan kebutuhan sarana pendidikan SLTP dan SMU ......................
9
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Masyarakat......................................................
10 Alokasi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi 2006-2009(%)........
166 169 172
I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pembangunan hortikultura telah memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi sektor pertanian maupun perekonomian nasional, yang dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB), jumlah rumah tangga yang mengandalkan sumber pendapatan dari subsektor hortikultura, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan
masyarakat.
Pembangunan
hortikultura
juga
meningkatkan perdagangan internasional produk hortikultura nasional dan ketersediaan sumber pangan masyarakat. Kontribusi hortikultura
pada
pembentukan PDB memperlihatkan kecenderungan meningkat, baik pada PDB kelompok komoditas maupun keseluruhan PDB Hortikultura. Pada tahun 2005 PDB Hortikultura sebesar Rp. 61,79 Trilliun naik menjadi Rp.89,057 Trilliun pada tahun 2009. Pada tahun 2005 subsektor hortikultura mampu menyerap
tenaga
kerja sebanyak 2.901.900 orang, dan menunjukkan
kecenderungan peningkatan selama 5 tahun. Dapat dilihat pada tabel bahwa pada tahun 2008 penyerapan tenaga kerja hortikultura telah meningkat menjadi 3.777.857 orang pada tahun 2008. Pada tahun 2009 subsektor hortikultura diramalkan menyerap tenaga kerja sebesar 3.972.989 orang. (Ditjen Hortikultura, 2010). Disamping itu komoditas hortikultura juga merupakan komoditas yang sangat penting dan strategis. Komoditas hortikultura merupakan komponen penting dari Pola Pangan Harapan, yaitu hortikultura khususnya sayuran dan buah-buahan. Komoditas tersebut merupakan bagian penting dari keseimbangan pangan yang dikonsumsi, sehingga harus tersedia setiap saat dalam jumlah yang cukup, mutu yang baik, aman konsumsi, harga yang terjangkau, serta dapat diakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen, merupakan pasar yang sangat potensial, dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan semakin meningkat. Komoditas hortikultura juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, sehingga usaha agribisnis hortikultura (buah, sayur, tanaman hias dan tanaman biofarmaka) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa
2
nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (ekspor). Salah satu indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk mengetahui peranan dan kontribusi subsektor hortikultura terhadap pendapatan nasional adalah dengan melihat nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Kontribusi
hortikultura
pada
pembentukan
PDB
memperlihatkan
kecenderungan meningkat. Peningkatan tersebut terlihat baik pada PDB kelompok komoditas maupun keseluruhan PDB Hortikultura. Pada tahun 2005 PDB Hortikultura sebesar Rp. 61,79 Trilliun naik menjadi Rp.89,057 Trilliun pada tahun 2009. Perkembangan Nilai PDB Hortikultura Nasional sejak tahun 2005 sampai 2009 per kelompok komoditas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai PDB Hortikultura Tahun 2005-2009 (berdasarkan harga berlaku) Nilai PDB (Milyar Rupiah) No
4 3
1 2 3 4
Komoditas Buah-buahan Sayuran Tan. Hias Tan.Biofarmaka Hortikultura
2005 31.694 22.630 4.662 2.806 61.792
2006 35.448 24.694 4.734 3.762 68.639
2007 42.362 25.587 4.741 4.105 76.795
2008* 47.060 28.205 4.960 3.853 84.078
2009* 50.595 29.005 5.348 4.109 89.057
*Angka Ramalan Sumber : Ditjen Hortikultura, 2009 Salah satu sentra hortikultura berada di provinsi Sumatera Utara. Pengembangan tanaman pangan dan hortikultura di provinsi Sumatera Utara salah satunya dilakukan melalui pembangunan komoditi unggulan dengan pendekatan wilayah pada kawasan andalan. Kawasan pengembangan tanaman hortikultura di provinsi Sumatera Utara salah satunya adalah Kabupaten Karo. Kabupaten Karo memiliki wilayah dimana kondisi geografi dan topografinya sesuai untuk pengembangan sektor tanaman pangan dan hortikultura. Sektor tanaman pangan dan hortikultura atau tanaman bahan makanan dalam
3
perekonomian wilayah Kabupaten Karo memiliki peran yang cukup penting. Hal ini dapat dilihat dari kondisi perekonomian Kabupaten Karo pada tahun 2009. Kondisi perekonomian Kabupaten Karo tahun 2009 yang diukur berdasarkan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan,walaupun tidak terlalu besar yakni sebesar Rp. 3.175.599.350. Pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Karo sebesar Rp.3.019.387.588 dan tahun 2002 sebesar Rp. 2.869.736.960. Sektor pertanian mendominasi struktur perekonomian Kabupaten Karo. Hal ini dibuktikan dengan besarnya sumbangan sektor ini dalam pembentukan PDRB kabupaten Karo tahun 2008 yang mencapai 59,77 %. Subsektor pertanian yang mendominasi nilai PDRB Kabupaten Karo adalah berasal dari subsektor Hortikultura dan Tanaman Pangan yang dikelompokkan dalam Sektor Bahan Makanan yakni sebesar 97,24 % terhadap nilai total sumbangan PDRB dari sektor Pertanian, atau sekitar 77,90 % terhadap nilai PDRB Kabupaten Karo. (BPS KabupatenKaro, 2008). Nilai Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karo tahun 2007 sampai 2009 atas dasar harga konstan 2000 dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Produk Domestik Regional Kabupaten Karo Tahun 2000, 2007 – 2009. Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah) No.
Lapangan Usaha
1. 2.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
3. 4. 5. 6. 7. 8.
9.
PDRB Kabupaten Karo
Keterangan
:
r)
Tahun 2007 2008 r) 1.694.608,66 1.770.599,84 8.886,84 10.024,67
2009*) 2.030.151,507 7.909,467
16.979,24 6.649,37
22.930,56 8.741,30
23.808,49 9.119,99
89.941,069 4.444,863
65.455,62 241.036,18
105.589,10 404.078,38
108.026,33 430.314,26
172.274,533 311.507,531
154.466,3
269.317,71
282.954,34
166.113,542
34.888,61
46.186,28
49.092,44
29.851,784
186.845,27
312.398,13
335.447,22
365.521,707
2.104.374,02
2.869.736,96
3.019.387,58
3.177.716,003
= Angka Perbaikan = Angka Sementara : BPS Kabupaten Karo 2009 *)
Sumber
2000 1.393.107,08 5.246,34
4
Secara ringkas sumbangan Hortikultura yang terangkai dalam sektor bahan makanan terhadap PDRB dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Sumbangan Hortikultura terhadap Pembentukan PDRB. No
Komoditas
1
Tanaman Bahan Makanan
Sumbangan terhadap PDRB tahun 2008 (%) Nasional Sumut Kab. Karo 7,5 23,53 77,9
Tanaman Bahan Makanan : Hortikultura dan Tanaman Pangan Sumber: BPS Indonesia, 2009, BPS Sumatera Utara, 2009 dalam Renstra Ditjen Hortikultura 2010. BPS Kabupaten Karo ,2009 Dari hal tersebut di atas dapat dilihat bahwa sektor Hortikultura memberi peran yang cukup besar dalam pembentukan nilai perekonomian, namun di samping potensi yang ada terdapat pula beberapa permasalahan dalam pengembangan hortikultura, antara lain : 1. Keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, 2. Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil dan tidak berpihak kepada petani, 3. Akses terhadap pelayanan usaha dan permodalan masih terbatas, 4. Kelembagaan petani dan posisi tawar petani masih rendah, 5. Sarana dan prasarana penunjang yang terbatas, 6. Rendahnya nilai tambah yang dihasilkan. Selain itu juga rataan kepemilikan lahan petani pedesaan sebesar 0,41 ha. Kondisi tersebut antara lain disebabkan oleh meningkatnya konversi lahan pertanian untuk keperluan pemukiman dan fasilitas umum serta terjadinya fragmentasi
lahan
karena
proses
pewarisan
khususnya
untuk
lahan
beragroekosistem sawah dan lahan kering. Di satu sisi status penguasaan lahan oleh sebagian besar petani belum memiliki legalitas yang kuat dalam bentuk sertifikat sehingga lahan belum bisa dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh modal usaha melalui perbankan (Ditjen Hortikultura, 2010). Produk hortikultura yang dihasilkan petani pada umumnya kurang berdaya saing, yang ditunjukkan oleh rendahnya kualitas serta terbatasnya jumlah pasokan, keterbatasan kepemilikan lahan petani serta minimnya dukungan sarana dan prasarana dalam melaksanakan usahataninya, Hal ini disebabkan oleh belum diaturnya secara jelas pemanfaatan lahan kering untuk komoditas hortikultura
5
karena peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemanfaatan dan penggunaan lahan pertanian masih jauh dari memadai. Di samping penegakan hukum terhadap peraturan yang ada yang terkait dengan kebijakan pemanfaatan lahan pertanian masih sangat lemah. Kelembagaan usaha yang ada di pedesaan seperti koperasi belum dapat sepenuhnya mengakomodasi kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah pembinaan teknis. Hal ini disebabkan kelembagaan petani yang ada masih bersifat budaya dan sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah. Kelembagaan belum sepenuhnya diarahkan untuk memanfaatkan peluang ekonomi melalui pemanfaatan aksesibilitas terhadap lembaga informasi teknologi, permodalan dan pasar yang diperlukan bagi pengembangan usahatani dan usaha pertanian di pedesaan. Permasalahan yang terjadi dalam sistem agribisnis baik subsistem agribisnis hulu, subsistem usaha tani, subsistem hilir atau pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa. Berbagai permasalahan tersebut akan berdampak pada perekonomian wilayah Kabupaten Karo dalam tataran makro maupun nilai pendapatan yang diperoleh oleh petani. Dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam pengelolaan sistem agribisnis, maka semakin besar pula perannya terhadap pembentukan perekonomian wilayah. Namun di beberapa daerah termasuk di Kabupaten Karo, keterkaitan antar subsistem ini belum terkait satu dengan yang lainnya. Isu utama yang terjadi di Kabupaten Karo adalah belum terciptanya keterkaitan subsistem usahatani dengan subsistem pengolahan. Beberapa kajian sebelumnya di beberapa daerah juga menunjukkan hal yang sama. Sumunaringtyas (2010) mengkaji peran agribisnis hortikultura di Kabupaten Bandung Barat Sektor, disimpulkan bahwa hortikultura terkait ke belakang cukup kuat dengan sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan menghasilkan output yang digunakan sebagai input oleh sektor-sektor hortikultura. Sehingga masih dibutuhkan pengolahan di kabupaten tersebut. Hotman (2006) mengkaji mengenai Peran Sektor Tanaman Bahan Makanan
6
dalam pembangunan ekonomi di Propinsi Sumatera Utara. Dalam kajiannya terlihat bahwa Sektor tanaman bahan makanan di Provinsi Sumatera Utara mempunyai keterkaitan tertinggi ke depan teringgi dengan sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Isu pengolahan juga menjadi penting dalam kajian tersebut. Darmansyah, Rochana dan Hamidah (2010) mengkaji Strategi Pembangunan Daerah yang Berwawasan Agribisnis di Kabupaten Cirebon dalam penelitian ini disimpulkan bahwa strategi pembangunan daerah Kabupaten Cirebon seyogyanya melakukan strategi agresif, dengan strategi umum meliputi pertumbuhan terkonsentrasi, integrasi horizontal, dan pengembangan pasar dan produk. Sementara strategi operasional pembangunan daerah Kabupaten Cirebon yang berwawasan agribisnis adalah meningkatkan efisiensi pengelolaan usahatani dan agroindustri, meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan daerah, meningkatkan produksi dan mutu produk berdasarkan produk unggulan daerah/wilayah sekaligus memperluas pasar melalui penataan wilayah dan pemanfaatan sarana informasi dan komunikasi, meningkatkan kerja sama program dan proyek lintas sektoral dan lintas wilayah. Kecamatan-kecamatan yang berada di Kabupaten Karo saat ini masih belum memiliki keterkaitan secara ekonomi. Masing-masing kecamatan berkembang sendiri-sendiri sesuai potensinya. Keterkaitan yang terjadi saat ini masih berupa keterkaitan spasial yaitu dalam hal aliran komoditas dari daerah penghasil ke wilayah
kota sebagai pasar. Kota-kota hanya menjadi tempat
pengumpulan komoditas ataupun hanya berada di dalam “throught traffic” aliran komoditas,tidak ada ada proses produksi yang menghasilkan nilai tambah dalam wilayah tetapi langsung dipasarkan dalam bentuk mentah. Untuk itu dibutuhkan integrasi hulu-hilir dan produksi dari produk unggulan yang dilayani oleh sistem transportasi dan sistem pusat-pusat pemukiman yang strategis. Penelitian ini diarahkan untuk melihat keterkaitan antar subsistem-subsistem yang ada sehingga terlihat peran yang diberikan sektor ini terhadap perekonomian di Kabupaten Karo.
7
1.2. Perumusan Masalah Hortikultura merupakan salah satu potensi yang ada di Kabupaten Karo. Komoditas utama hortikultura yang ada di Kabupaten Karo adalah sayuran dan buah-buahan yang tersebar di beberapa wilayah kecamatan. Produksi hortikultura berbeda di tiap-tiap wilayah demikian juga permasalahan yang di hadapi oleh masing-masing kecamatan di Kabupaten Karo. Seperti yang telah diuraikan di atas permasalahan yang secara umum dihadapi adalah: - keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian - sistem alih teknologi masih lemah, - rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil dan belum berpihak kepada petani, - akses terhadap pelayanan usaha dan permodalan masih terbatas, - kualitas, mentalitas dan keterampilan sumberdaya petani masih rendah, - kelembagaan petani dan posisi tawar petani masih rendah; - lemahnya koordinasi antar lembaga terkait dan birokrasi, - kebijakan makro ekonomi yang belum berpihak kepada petani.
Bila diperhatikan lebih lanjut, permasalahan yang timbul merupakan permasalahan yang terjadi dalam suatu sistem agribisnis, baik subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem hilir atau pengolahan, subsistem pemasaran dan subsistem jasa. Berbagai permasalahan yang dihadapi tersebut tentunya akan berdampak pada perekonomian wilayah Kabupaten Karo dalam tataran makro maupun nilai pendapatan yang diperoleh oleh petani. Permasalahan tersebut timbul terkait dengan sistem agribisnis yang terjadi. Permasalahan tersebut secara rinci akan berbeda dari satu kecamatan dengan kecamatan lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik wilayah dan sistem kelembagaan agribisnis yang sudah berlaku di masing-masing kecamatan. Agribisnis sebagai salah satu sistem merupakan konsep pengelolaan pertanian secara luas dan utuh yang terdiri dari subsistem-subsistem. Oleh karena itu dalam pengelolaan agribisnis dibutuhkan keterkaitan yang erat dan utuh antar subsistem seperti subsistem agribisnis hulu, subsistem usahatani,
8
subsistem hilir dan subsistem jasa layanan pendukung. Hal ini berarti bahwa kinerja sistem agribisnis sangat ditentukan oleh efektifitas dari masing-masing subsistem. Dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor, importir, eksportir dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam pengelolaan sistem agribisnis maka semakin besar pula perannya terhadap pembentukan perekonomian wilayah terutama dalam memberikan sumbangan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Selain itu agribisnis juga berperan sebagai penyedia bahan kebutuhan hidup (pangan, perumahan dan pakaian), penghasil devisa, pencipta lapangan kerja dan sumber pendapatan masyarakat. Oleh karena itu perkembangan sistem agribisnis hulu, subsistem usahatani, subsistem hilir dan subsistem jasa layanan pendukung harus dapat dideskripsikan terlebih dahulu. Tahapan
selanjutnya
adalah
dengan
mengevaluasi
kondisi
dan
kelengkapan sarana dan prasarana wilayah sebagai penunjang pembangunan agribisnis hortikultura. Oleh karena itu kelengkapan dan kondisi sarana prasarana sistem pemukiman perlu dievaluasi. Pembangunan agribisnis juga membutuhkan sarana prasarana agribisnis baik sarana prasarana budidaya, pasca panen, pengolahan dan pemasaran. Ketersediaan sarana prasarana tersebut mempengaruhi perkembangan subsistemsubsistem agribisnis dan berdampak pada sistem agribisnis itu sendiri. Hal ini tentu saja berpengaruh pada perekonomian wilayah. Oleh karena itu kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana agribisnis perlu dievaluasi. Pengembangan agribisnis hortikultura dipengaruhi juga oleh kondisi rantai pasokan yang terjadi di lapangan. Pengembangan kawasan hortikultura berkaitan erat dengan Supply Chain Management (SCM) yang terjadi dalam aliran komoditas hortikultura. Nilai margin dari tiap elemen yang terlibat dalam rantai pasokan yang terjadi juga perlu dianalisis dan dihitung. Produk hortikultura dalam negeri saat ini baru mampu memasok kebutuhan konsumen dalam negeri/pasar tradisional dan masih sangat sedikit yang diekspor. Sistem produksi di lokasi yang terpencar, skala usaha sempit dan belum efisien
9
serta jumlah produksi yang terbatas menjadi penyebab utama produk hortikultura nasional kurang kompetitif di pasar internasional. Pembangunan agribisnis hortikultura perlu dilakukan dengan pendekatan yang komprehensif dengan memperhatikan keseluruhan aspek dan segmen agribisnis dari hulu sampai ke hilir dan perangkat penunjangnya menuju keseimbangan antara usaha peningkatan produksi, perbaikan distribusi dan peningkatan konsumsi, yang menguntungkan semua pihak. Untuk memetakan kondisi dan permasalahan yang ada, membuat analisis kebutuhan perbaikan, menetapkan target-target perbaikan dan menyusun rencana aksinya perlu digunakan pendekatan SCM atau Pengelolaan Rantai Pasokan. Pada intinya SCM adalah suatu jejaring organisasi yang saling tergantung dan
bekerjasama
secara
menguntungkan
melalui
pengembangan
sistem
manajemen untuk perbaikan sistem penyaluran produk, informasi, pelayanan dan dana dari pemasok ke pengguna akhir (konsumen). Konsep SCM dilakukan agar peningkatan daya saing itu tidak semata dilakukan melalui perbaikan produktivitas dan kualitas produk, tetapi juga melalui pengemasan, pemberian merk, efisiensi, transportasi, informasi, penguatan kelembagaan dan penciptaan inovasi secara kontinu dan sistematik. SCM merupakan siklus lengkap produksi, mulai dari kegiatan pengelolaan di setiap mata rantai aktifitas produksi sampai siap untuk digunakan oleh pemakai/user. Pendekatan SCM didasarkan pada; (a) Proses budidaya untuk menghasilkan produk (hortikultura), (b) Mentransformasikan bahan mentah (penanganan panen dan pasca panen), dan (c) Pengiriman produk ke konsumen melalui sistem distribusi. Dengan demikian dalam penerapan SCM tidak hanya menuntut GAP (Good Agriculture Practices), tetapi juga mencakup GHP (Good Handling Practices), GMP (Good Manufacturing Practices) dan GTP (Good Trading Practices). Untuk Pengelolaan
menjamin Rantai
keberhasilan
Pasokan
perlu
penerapan
SCM
atau
memahami
faktor-faktor
Manajemen pendukung
keberhasilan antara lain : kebijakan, sumber daya manusia, prasarana,sarana, teknologi, kelembagaan, modal/ pembiayaan, sistem informasi, sosial budaya dan lingkungan lain. Proses aktifitas dalam penerapan SCM memiliki 5 (lima) aliran
10
utama yang harus dikelola dengan baik yakni aliran produk, aliran informasi, aliran dana, aliran pelayanan dan aliran kegiatan. Selanjutnya dianalisis peran hortikultura terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Karo. Salah satu pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan analisis Input Output. Dengan analisis tersebut dapat diketahui keterkaitan subsektor hortikultura dengan subsektor atau sektor lainnya baik forward dan backward linkage. Selain itu juga dapat diketahui multiplier effect subsektor hortikultura terhadap peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. Berdasarkan hasil analisis tersebut selanjutnya dapat disusun rekomendasi implikasi kebijakan yang diperlukan dalam peningkatan agribisnis hortikultura dalam perekonomian wilayah Kabupaten Karo. Dengan memperhatikan uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, terdapat beberapa pertanyaan penelitian yang akan diajukan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana peran agribisnis hortikultura terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Karo? 2. Bagaimana tingkat perkembangan subsistem-subsistem agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo ? 3. Bagaimana kondisi dan kelengkapan sarana prasarana wilayah dan sistem agribisnis di Kabupaten Karo? 4. Bagaimana tata niaga atau rantai pasokan dalam sistem agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis peran agribisnis hortikultura terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Karo. 2. Mendiskripsikan
tingkat
perkembangan
subsistem-subsistem
agribisnis
hortikultura di Kabupaten Karo. 3. Mengevaluasi kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana wilayah dan sistem agribisnis di Kabupaten Karo . 4. Mengevaluasi struktur tata niaga atau rantai pasokan dalam sistem agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo.
11
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan masukan kepada pemerintah daerah mengenai pengembangan agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo. 2. Memberikan arahan kebijakan pada pemerintah daerah mengenai peningkatan peran subsektor hortikultura bagi perekonomian wilayah Kabupaten Karo.
II.TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peranan Sektor Pertanian dalam Pengembangan Wilayah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor di bidang ekonomi yang memiliki arti dan kedudukan penting dalam pembangunan nasional. Sektor ini berperan sebagai sumber penghasil bahan makan, sumber bahan baku bagi industri, mata pencaharian sebagian besar penduduk, penghasil devisa negara dari ekspor komoditinya bahkan berpengaruh besar terhadap stabilitas dan keamanan nasional. Namun keberadaan sumberdaya lahan yang terbatas tidak mampu mengimbangi kebutuhan lahan yang sangat pesat baik dari sektor pertanian maupun non pertanian, akibatnya timbul persaingan penggunaan lahan yang saling tumpang tindih dan tidak memperhatikan aspek kelestarian lingkungan (Djaenuddin, 1996). Hal ini dapat menjadi kendala bagi proses pembangunan nasional, khususnya di sektor pertanian. Perencanaan yang tepat dan informasi yang aktual sangat dibutuhkan oleh para pengguna lahan dan pihak-pihak yang terkait agar penggunaan lahan tersebut dapat optimal sesuai dengan kemampuannya dan dapat digunakan secara berkelanjutan. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut,diantaranya dengan membuat suatu perencanaan yang tepat dan rasional baik melalui aspek teknis maupun non teknis. Aspek teknis dapat dilakukan diantaranya denganmenentukan potensi wilayah sedangkan aspek non teknis dapat dilakukan dengan pendekatan kebijaksanaan bagi pengembangan wilayah tersebut. Kedua aspek ini akan saling berkaitan erat terhadap keberhasilan proses dan hasil pembangunan suatuwilayah. Aspek teknis merupakan salah satu cara yang tepat dan mendasar bagiperencanaan pembangunan wilayah karena dengan cara ini dapat diketahui potensi dan daya dukung lahan di wilayah tersebut untuk jenis-jenis penggunaan lahan yangdipertimbangkan. Penilaian potensi wilayah merupakan salah satu cara yang dapat digunakanuntuk mencari lahan yang memang berpotensi bagi pembangunan pertanian. Dengan dilakukannya penilaian potensi wilayah ini diharapkan akan dihasilkan suatuperencanaan pembangunan pertanian yang tepat dan rasional, dimana pemanfaatanlahannya dapat optimum, lestari dan
13
berkelanjutan. Penilaian potensi wilayah ini dilakukan melalui analisis potensi wilayah baik secara fisik maupun sosial ekonomi. Dengan pendekatan tersebut diharapkan dihasilkan potensi wilayah berupa komoditas unggulan yang mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan data-data sekunder yang telah ada dan masih representatif bagi wilayah tersebut yang diolah melalui analisis wilayah dan diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis. Rangkaian proses penilaian potensi wilayah di atas serta hasil akhirnya diharapkan dapat lebih mudah dimengerti dan dipahami, serta dapat memberikan informasi yang cepat, aktual dan rasional,sehingga dapat mendukung dalam perencanaan suatu wilayah khususnya bagiperencanaan pembangunan pertanian ataupun komoditas-komoditas unggulan sayuran dan buah-buahan di Kabupaten Karo. Sebagai sektor dominan di wilayah berbasis sumberdaya alam, pertanian memiliki peran sebagai penghasil pangan, bahan mentah dan bahan baku industri,penyedia lapangan kerja dan lapangan usaha, sumber devisa serta pelestari fungsi lingkungan.Peran tersebut menunjukan pentingnya pembangunan yang dapat diartikan sebagai perubahan dari sistem tradisional ke modern. Hayami dan Kikuchi dalam Kasryno, 1984 menyatakan bahwa aktivitas pertanian di kawasan perdesaan sulit untuk dipisahkan dari kegiatan ekonomi keseluruhan karena kegiatan yang telah berlangsung turun temurun tersebut telah menjadi budaya. Oleh karena itu, pembangunan pertanian bukan hanya berupaya agar terjadi transformasi system produksi semata, tetapi juga transformasi sosial. Dengan demikian, agar pembangunan pertanian di suatu wilayah berjalan efektif harus dikaitkan dengan tujuan sosial, ekonomi ataupun sumberdaya lainnya (Saragih, 1997; Jayadinata, 1999). Peran sektor pertanian lain yang juga sangat penting adalah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi daerah. Sesuai tujuan pokok dari pelaksanaan otonomi daerah sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, adalah untuk mempercepat perkembangan ekonomi daerah. Cara yang efektif dan efisien untuk membangun ekonomi daerah adalah melalui pendayagunaan berbagai sumber
14
daya ekonomi yang dimiliki daerah. Pada saat ini sumber daya ekonomi yang dimiliki dan siap didayagunakan untuk pembangunan ekonomi daerah adalah sumber daya agribisnis seperti sumber daya alam (lahan, air, keragaman hayati, agro-klimat), sumber daya manusia di bidang agribisnis, dan teknologi di bidang agribisnis. Selain itu, sektor agribisnis adalah penyumbang terbesar
dalam
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan ekspor daerah. Dalam penyerapan tenaga kerja, kesempatan berusaha di setiap daerah, sebagian besar juga disumbang oleh sektor agribisnis. Oleh karena itu, pembangunan agribisnis untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah merupakan pilihan yang paling rasional. Dengan kata lain, pembangunan agribisnis perlu dijadikan sebagai pilar pembangunan ekonomi wilayah. ( Kwik Kian Gie, 2002) Salah satu komoditas pertanian yang berpotensi dikembangkan dalam kerangka pengembangan wilayah adalah hortikultura. Hortikultura (Sayursayuran,buah-buahan) merupakan komoditas unggulan, khususnya di Kabupaten Karo. Keunggulan komoditas ini ditunjang oleh kondisi lingkungan (lahan dan iklim) yang menunjang di beberapa lokasi, sebagian masyarakat yang sudah mengenalnya
dengan
baik,
potensi
sumberdaya
manusia
yang
belum
dimanfaatkan secara optimal serta peluang pasar domestik dan internasional yang sangat besar (Saragih, 1997).Selain sebagai komoditas unggulan, hortikultura juga berperan sebagai sumber gizi masyarakat, penyedia lapangan pekerjaan, dan penunjang kegiatan agrowisata danagroindustri (Soekartawi, 1996). Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan hortikultura terkait dengan aspek yang lebih luas yang meliputi tekno-ekonomi dengan sosio-budaya petani. Ditinjau dari proses waktu produksi, musim tanam yang pendek memungkinkan perputaran modal semakin cepat dan dapat meminimalkan ketidakpastian karena faktor alam (Mubyarto, 1989). Selain berperan penting dalam pengembangan wilayah, usaha tani hortikultura merupakan bentuk pertanian yang lebih maju dari pada usaha tani tanaman pangan.Sebagai pertanian yang lebih maju, usaha tani hortikultura berorientasi pasar sehinggaharus menguntungkan serta diusahakan secara intensif dengan modal yang memadai.Walaupun demikian, usaha tani hortikultura di Indonesia masih memperlihatkan sifat tradisional. Hal ini ditunjukan dengan
15
aktivitas yang mengandalkan kemampuan dan sumberdaya seadanya. Ciri umum aktivitas tersebut antara lain : tingkat pendidikan dan penguasaan teknologi pengelola rendah; penguasaan lahan kecil (< 0,25 Ha) dan terpencar lokasinya; akses terhadap informasi, pengetahuan, teknologi dan pasar yangterbatas; kesulitan permodalan; serta lemahnya kelembagaan pertanian (Soekartawi,1996) Di setiap wilayah berpenduduk selalu terjadi kegiatan pembangunan, namun ada beberapa wilayah yang pembangunannya berjalan di tempat atau bahkan berhenti sama sekali, dan wilayah ini kemudian menjadi wilayah kelas kedua dalam kegiatan ekonomi. Hal ini mengakibatkan penanam modal dan pelaku bisnis keluar dari wilayah tersebut karena wilayah itu dianggap sudah tidak layak lagi untuk dijadikan tempat berusaha. Akibatnya laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu menjadi semakin lambat. Upaya pengembangan sektor agribisnis dapat menolong mengembangkan dan mempromosikan agroindustri di wilayah tertinggal. Program kerjasama dengan pemilik lahan atau pihak pengembang untuk mau meminjamkan lahan yang tidak dibangun atau lahan tidur untuk digunakan sebagai lahan pertanian perlu dikembangkan. Dari jumlah lahan pertanian yang tidak produktif ini dapat diciptakan pendapatan dan lapangan kerja bagi penganggur di perdesaan. Program kerjasama
mengatasi
keterbatasan
modal,
mengurangi
resiko
produksi,
memungkinkan petani memakai bahan baku impor dan produk yang dihasilkan dapat mampu bersaing dengan barang impor yang sejenis serta mencarikan dan membuka pasaran yang baru. (Darwanto, 2002). Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang matang dalam upaya untuk melaksanakan pengembangan tersebut. Perencanaan adalah suatu proses sistematis untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat, melalui urutan pilihan-pilihan dengan memperhitungkan dan mengoptimalkan sumber daya yang ada. Juga upaya dalam penetapan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya dengan menggunakan alternatif-alternatif sesuai dengan sumberdaya yang ada. Selain itu perencanaan juga merupakan suatu cara rasional untuk mempersiapkan sesuatu yang lebih terkoordinasi guna mencapai suatu tujuan tertentu di dalam waktu tertentu yang menghasilkan suatu perubahan sosial.
16
Perencanaan merupakan suatu siklus, sehingga perlu keterkaitan yang baik pada bagian implementasi dan pengendalian melalui monitoring dan evaluasi. Dari segi jangka waktu, perencanaan dapat dibedakan menjadi perencanaan jangka pendek, perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Proses perencanaan dilakukan dengan menguji berbagai arah pencapaian dan mengkaji berbagai ketidakpastian yang ada serta mengukur kemampuan (kapasitas) kita untuk mencapainya. Perencanaan yang berhasil adalah perencanaan yang mampu meningkatkan kesejahteraan penduduknya. Menurut Isard (1975), wilayah memiliki pengertian tidak hanya sekedar areal dengan batas-batas tertentu, tetapi merupakan suatu area yang memiliki arti (meaningfull) karena adanya keterkaitan antar masalah yang ada. Oleh karena itu para ahli regional berusaha untuk mengkaji dan menyelesaikan masalah tersebut. Wilayah perencanaan dan pengelolaan dapat mencakup wilayah administratif politis (pusat atau daerah) maupun wilayah perencanaan fungsional. Wilayah didefenisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas tertentu di mana komponen di dalamnya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional satu dengan lainnya. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningfull” baik untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian, maupun evaluasi.( Rustiadi, Saefulhakim dan Panuju. 2009) Riyadi dan Bratakusumah (2004) menyatakan bahwa perencanaan adalah upaya untuk memilih dan menghubungkan fakta-fakta serta menggunakan asumsiasumsi mengenal masa yang akan datang dengan jalan menggambarkan dan merumuskan kegiatan-kegiatan yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Perencanaan pada umumnya mengandung beberapa hal pokok yang merupakan unsur-unsur dalam perencanaan, unsur-unsur tersebut meliputi: 1. Adanya asumsi-asumsi yang didasarkan pada fakta-fakta. Perencanaan hendaknya disusun berdasarkan asumsi-asumsi yang didukung dengan faktafakta atau bukti-bukti yang ada. 2. Adanya alternatif-alternatif atau pilihan-pilihan sebagai dasar penentuan kegiatan yang akan akan dilakukan 3. Adanya tujuan yang dicapai. Perencanaan merupakan sarana atau alat untuk mencapai tujuan.
17
4. Bersifat mempredikasi sebagai langkah untuk mengantisipasi kemungkinankemungkinan yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perencanaan. 5. Adanya kebijaksanaan sebagai hasil keputusan yang harus dilaksanakan. Perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang (termasuk perencanaan pergerakan) dan perencanaan kegiatan pada wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah (Tarigan, 2005). Ilmu regional (Regional Science) merupakan disiplin ilmu yang berkaitan dengan studi atau kajian mengenai dimensi wilayah atau spasial yang menggunakan atau mencakup kombinasi yang berbeda dari penelitian secara empirik dan matematis (Isard,1975 dalam Rustiadi et al. 2009). Isard (1975) juga mengemukakan defenisi ilmu regional lainnya, salah satunya menyatakan bahwa ilmu regional merupakan kajian mengenai wilayah sebagai suatu sistem yang dinamik, mencakup suatu analisis yang terintegrasi, baik faktor politik, ekonomi, sosial, budaya dan psikologis yang mempengaruhi perkembangan dari sistem tersebut. Perencanaan pembangunan dapat diartikan sebagai suatu perumusan alternatif-alternatif atau keputusan yang didasarkan pada fakta-fakta dan data yang akan digunakan sebagai bahan untuk melakukan suatu rangkaian/kegiatan kemasyarakatan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik dalam rangka mencapai tujuan yang lebih baik (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Sedangkan untuk konteks regional atau suatu wilayah tertentu terdapat istilah perencanaan pembangunan daerah. Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses perencanaan pembangunan yang dimaksudkan untuk melakukan perubahan menuju arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam suatu wilayah/ daerah tertentu dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada dan harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, tetapi masih tetap berpegang teguh pada azas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2004). Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan-tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur di dalamnya, guna
18
pemanfaatan dan pengalokasian sumberdaya-sumberdaya yang ada dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan
wilayah /daerah
dalam jangka waktu tertentu. Jangka waktu tersebut dalam bentuk perencanaan pembangunan jangka panjang (25 sampai dengan 30 tahun), perencanaan jangka menengah (5sampai dengan 6 tahun ), dan perencanaan jangka pendek (1 sampai dengan 2 tahun ). Perencanaan dapat dilakukandengan pendekatan sektoral dan pendekatan regional (wilayah).Pendekatan sektoral memfokuskan perhatian pada sektorsektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut, sedangkan pendekatan regional memperhatikan penggunaan ruang untuk kegiatan produksi barang dan jasa, memprediksi arah konsentrasi kegiatan, memperkirakan kebutuhan fasilitas untuk masing-masing
konsentrasi
kegiatan
dapat
dihubungkan
secara
efisien.
Pendekatan pembangunan wilayah haruslah gabungan antara pendekatan sektoral dan pendekatan regional (Tarigan, 2005). Pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan sektoral, serta spasial (keruangan) serta antar pelaku (institusi) pembangunan di dalam dan antar daerah. Sehingga setiap program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah (Rustiadi et al. 2009). Pengembangan wilayah diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian lingkungan hidup. Perbedaan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan geografis membutuhkan rencana pengembangan wilayah yang berbeda pula. Pengembangan wilayah yang berangkat dari permasalahan wilayah merupakan acuan dari berbagai sektor terkait. Menurut Friedman (1964) dalam Glasson (1977), pencanaan adalah terutama suatu cara berfikir mengenai persoalan-persoalan sosial ekonomi. Perencanaan terutama berorientasi pada masa datang, sangat berkenan pada hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan mengusahakan kebijakan dan program yang menyeluruh.Perencanaan regional adalah proses perumusan dan penegasan tujuan-tujuan sosial dalam penataan kegiatan-kegiatan dalam ruang di atas tingkat perkotaan (supra urban).Perencanaan pada tingkat nasional cenderung sangat bersifat ekonomis. Perencanaan ekonomi dapat dibagi
19
menjadi dua bentuk, yakni bentuk alokatif jangka pendek yang berkenaan dengan stabilisasi gelombang “naik-turunnya” dan bentuk inovatif jangka panjang yang terutama berkenaan engan pencapaian suatu laju pertumbuhan ekeonomi tertentu. Glasson (1977) juga mengemukakan istilah mengenai perencanaan pada tingkat pemerintah lokal. Dalam hal ini, perencanaan kota dan pedesaan telah memainkan peran yang lebih dominan sebagai faktoryang menimbulkan cara pendekatan yang lebih berorientasi pada tata gunalahan tanah (land use). Perencanaan pada tingkat regional merupakan penghubung antara perencanaan antara tingkat nasional dan lokal. Fokus perencanaan pada tingkat regional adalah perencanaan suatu daerah yang mempunyai ciri-ciri ekonomi dan sosial, kemungkinan-kemungkinan dan persoalan-persoalan yang berbeda, memperlakukannya secara terpisah dari daerah-daerah lain. Peranan perencanaan regional adalah menggarap secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional (Glasson, 1977 dalam Rustiadi et al. 2009).
2.2. Kawasan Hortikultura Istilah kawasan di Indonesia digunakan karena adanya penekanan fungsional suatu unit wilayah. Konsep kawasan menekankan adanya karakteristik hubungan dari fungsi-fungsi dan komponen-komponen di dalam suatu unit wilayah, sehingga batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional (Rustiadi et al. 2009). Konsep kawasan sentra produksi berawal dari perubahan UU Pemerintahan Daerah (UU No. 12 tahun 1999) tentang desentralisasi, ketahanan ekonomi masyarakat dalam situasi krisis ekonomi dan persiapan menghadapi persaingan ekonomi global. Di mana persaingan produksi dalam bidang kualitas, kuantitas, produkstivitas dan kontinuitas akan semakin tinggi sejalan dengan semakin meningkatnya sistem informasi dan komunikasi saat ini (Bappenas, 2007). Selanjutnya pengertian Kawasan Sentra Produksi (KSP) adalah kawasan budidaya yang potensial dan prospektif untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi sebaran pengembangan kegiatan produksi berikut pengolahannya, jasa dan permukiman, infrastruktur atau prasarana dan sarana bisnis serta telah memiliki pasar bagi produk unggulan. Program pengembangan KSP adalah upaya
20
terprogram sebagai strategi dalam pembangunan daerah dengan pendekatan wilayah. Hal ini diperuntukkan guna memacu kegiatan ekonomi yang berbasis pada bisnis dan industri serta pengelolaan melibatan berbagai pelaku pembangunan dengan mengembangkan jaringan kerja yang solid antara pemerintah, dunia usaha, perguruan tinggi, LSM dan masyarakat. Komoditas hortikultura
mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
Usaha
agribisnis hortikultura (buah, sayur, tanaman hias dan tanaman biofarmaka) dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar.
Hal ini disebabkan karenakomoditas hortikultura
memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumberdaya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat. Pasokan produk hortikultura nasional diarahkan untuk memenuhi kebutuhan konsumen dalam negeri, baik melalui pasar tradisional, pasar modern, maupun pasar luar negeri (ekspor). Ketersediaan sumberdaya hayati dan sumberdaya lahan, apabila dikelola secara optimal akan menjadi sumber kegiatan usaha ekonomi yang bermanfaat untuk penanggulangan kemiskinan dan penyediaan lapangan kerja di perdesaan maupun perkotaan. Dalam dinamika perekonomian global yang semakin kompetitif, eksistensi wilayah sangat ditentukan oleh kemampuan wilayah tersebut menciptakan basis-basis keunggulan dalam persaingan ekonomi antar wilayah Globalisasi telah menciptakan diversifikasi pasar, pesaing yang semakin banyak dan pilihan produk yang semakin bervariasi. Perkembangan teknologi yang berlangsung cepat merupakan salah satu pendorong persaingan suatu wilayah. Hanya wilayah-wilayah yang berdaya saing tinggi mampu membangun strateginya
melalui
harmonisasi
pengembangan
sumberdaya
manusia,
pemanfaatan teknologi yang tepat, serta eksplorasi dan pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal. Dengan diterapkannya kebijakan otonomi daerah di mana
tugas dan
kewenangan pembangunan, termasuk di dalamnya pembangunan pertanian, kini menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah daerah, yang dalam hal ini
21
adalah di tingkat kabupaten/kota sebagai daerah otonom. Maka daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional dituntut untuk dapat bersaing dalam meningkatkan daya saing wilayahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dengan mengacu pada tolok ukur kemajuan pembangunan wilayah, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan perkapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah. Hortikultura merupakan salah satu komoditas pertanian yang berkembang pesat di Indonesia. Selain sebagai komoditas yang esensial bagi manusia yaitu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dalam menyediakan vitamin dan mineral, serta memberikan kontribusi PDB sebesar 14,95 % pada tahun 2008 terhadap subsektor lainnya. (Ditjen Hortikultura,2008). Pembangunan pertanian melalui pengembangan komoditas hortikultura yang potensial di suatu wilayah merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan perekonomian wilayah, yang pada akhirnya akan meningkatkan kegiatan ekonomi yang efektif dan efisien dan berdampak bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Kawasan agribisnis hortikultura merupakan suatu wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama, sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya. Tujuan pengembangan kawasan hortikultura adalah : 1)meningkatkan produksi dan produktivitas,2) mengembangkan keanekaragaman usaha pertanian untuk menjamin kelestarian fungsi dan manfaat lahan, 3) meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara, 4) meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kapasitas ekonomi dan sosial masyarakat petani,5) meningkatkan kesempatan berusaha dan meningkatkan pendapatan masyarakat dan negara maupun petani 6) meningkatkan ikatan komunitas masyarakat di sekitar kawasan yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan kenyamanannya (Ditjen Hortikultura, 2008). Manfaat dari pengembangan kawasan hortikultura diantaranya : (1) pengembangan kawasan hortikultura memungkinkan penanganan berbagai komoditas hortikultura secara terpadu sesuai dengan kesamaan karakteristiknya,
22
(2) membuka kesempatan semua komoditas hortikultura yang penting di suatu kawasan ditangani secara proporsional serta mengurangi keinginan daerah menangani komoditas prioritas nasional yang tidak sesuai untuk daerahnya, (3) pengembangan kawasan hortikultura dapat menjadi wahana bagi pelaksana desentralisasi pembangunan secara nyata dengan pembagian
dan keterkaitan
fungsi antar tingkatan pemerintah secara lebih proporsional (4) critical mass penggalangan sumberdaya akan lebih tercipta sehingga sinergi dari berbagai sumberdaya tersebut akan terjadi, dan (5) kejelasan karakter dan pengukuran kinerja untuk jenis kegiatan pengembangan dan perbaikan kawasan, sehingga akan tercipta insentif bagi para pelaksana di kabupaten untuk kedua jenis kegiatan tersebut
dibandingkan
dengan
kecenderungan
selama
ini
yang
lebih
mementingkan kegiatan pengembangan daripada pemantapan(perbaikan), serta (6) tumbuhnya kegiatan ekonomi di kawasan dan sekitarnya yang mempercepat pertumbuhan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor-sektor usaha terkait (Backward dan forward linkages). Di dalam pengembangan kawasan, baik yang lama maupun yang baru beberapa hal yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut: 1) penyusunan profil dan peta jalan pengembangan kawasan sebagai acuan perencanaan ke depan, 2) identifikasi status rantai pasok (Existing suplly chain)
sebagai acuan untuk
strukturisasi rantai pasok yang lebih efisien, 3) perencanaan pengembangan kawasan secara terpadu dan komprehensif, 4) mensosialisasikan rancangan pengembangan kawasan, dan 5) menggalang dukungan sektor terkait dan para pelaku bisnis dan masyarakat hortikultura dalam pengembangan kawasan. Kriteria yang menjadi dasar penetapan kawasan budidaya hortikultura menurut Peraturan Menteri Pertanian No. 41/Permentan/OT.140/9/2009 tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian adalah: 1. Mempunyai kesesuaian lahan yang didukung adanya sarana dan prasarana budidaya, panen dan pasca panen 2. Memiliki potensi untuk pengembangan system dan usaha agribisnis hortikultura 3. Mempunyai akses dan prasarana transportasi jalan dan pengangkutan yang mudah, dekat dengan pusat pemasaran dan pengumpulan produksi.
23
2.3. Konsep Sistem Pengelolaan Agribisnis Istilah agribisnis pertama kali dilontarkan oleh John H. Davis pada suatu konferensi yang diadakan Badan Perdagangan Eceran Boston pada tahun 1955. Istilah ini kemudian menjadi sangat popular setelah dirumuskan dengan jelas pada suatu buku “A Concept of Agribussiness” yang ditulis oleh John H. Davis dan Ray A. Goldberg (1957). Menurut kedua penulis tersebut, pengertian agribisnis adalah : “Agribussiness is the sum total of all operations involved in the manufacturing and distribution of farm supplies, production activities on the farm and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them (Syafaat, 2003). Menurut Saragih (2001a), agribisnis sebagai bentuk modern pertanian primer, mencakup empat subsistem yaitu : 1) subsistem agribisnis hulu (Up stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertanian primer, 2) subsistem usaha tani (on farm agribussiness) disebut sebagai sektor pertanian primer, 3) subsistem agribisnis hilir (down stream agribussiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan baik untuk dimasak atau siap dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional serta 4) subsistem jasa layanan pendukung (supporting institutions) seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian pengembangan dan kebijakan pemerintah. Dalam kaitannya dengan pengembangan agribisnis berskala kecil, pengembangan agroindustri pedesaan masih menghadapi kendala-kendala, seperti (1) kegiatan pertaniannya belum memberikan dukungan yang optimal karena pada sebagian besar pola produksi komoditi pertanian belum dalam satu areal yang kompak berkelompok, sehingga skala ekonomi daerah belum efisien, (2) sarana dan prasarana ekonomi yang belum memadai untuk daerah produksi tersebut, (3) pola agroindustri sendiri kebanyakan masih terpusat bukan pada sentra produksi pertanian di pedesaan, tetapi di perkotaaan, (4) biaya transportasi yang masih relatif tinggi, (5) sistem kelembagaan yang belum mendukung dengan peranan petani produsen yang lemah dan informasi yaneg belum memadai (Saragih, 2001b).
24
Industrialisasi
pertanian
primer
menjadi sektor agribisnis tersebut
berimplikasi pada cara melihat, mengevaluasi, mengelola, dan membangun kegiatan ekonomi berbasis sumberdaya hayati. Dalam agribisnis, ke dalam kegiatan ekonomi tersebut harus dilihat sebagai suatu sektor agribisnis, di mana subsistem tersebut merupakan suatu kegiatan ekonomi yang terintegrasi. Dalam konteks konsep teori pengembangan wilayah pertanian berbasis agribisnis dapat dipandang sebagai suatu wilayah homogen yang memperlihatkan satu tingkat keherensi dalam kesatuan keputusan-keputusan ekonomi, yang dapat dikembangkan bersama-sama dengan wilayah pertanian lainnya dalam kawasan tersebut melalui pengembangan agribisnis. Dalam merencanakan pengembangan suatu wilayah untuk kegiatan pengembangan agribisnis, ada tiga pertanyaan pokok yang perlu dianalisis lebih lanjut (Dicken dan Lloyd, 1999 dalam Syafaat, 2003), yaitu bagaimana rencana bentuk spasial kegiatan agribisnis dan perspektif perubahannya ke depan?; mengapa bentuk spasial kegiatan agribisnis dipilih demikian?; serta bagaimana bentuk spasial kegiatan agribisnis tersebut membangkitkan atau mendorong perekonomian suatu wilayah? Dalam pengertian seperti itu, paradigma agribisnis tidak hanya mengandung makna kegiatan produksi pertanian saja, tetapi juga meliputi kegiatan manufaktur, distribusi input pertanian dan pengolahan serta distribusi hasil-hasil pertanian. Secara sektoral, agribisnis meliputi seluruh sektor pertanian dan sebagian sektor industri yang menghasilkan agroinput dan mengolah produk pertanian. Kegiatan terakhir ini umumnya disebut agroindustri. Dilihat dari luasnya cakupan sektoral, maka agribisnis sebagai suatu totalitas kegiatan dari ekonomi suatu negara mempunyai peranan penting baik bagi pertumbuhan maupun pemerataan. Berbeda dengan
paradigma
usahatani,
paradigma
agribisnis
memandang
bahwa
modernisasi teknologi dan pemasaran hasil pertanian telah mengubah sifat usaha tani budidaya yang semula independen menjadi suatu usaha ekonomi yang sangat tergantung pada kegiatan usaha tani lainnya ( Syafaat, 2003). Di sisi lain, pemasaran produk-produk pertanian juga telah mengalami perubahan mendasar. Perkembangan teknologi pengolahan hasil-hasil pertanian telah mendorong pengembangan produk (product development) pertanian, sehingga hasil usaha tani secara umum tidak berupa lagi produk akhir yang
25
langsung dikonsumsi. Kegiatan pasca panen dan agroindustri merupakan kunci utama pemasaran hasil-hasil pertanian. Dengan sendirinya keragaan usaha tani sangat tergantung pada keragaan bisnis perdagangan, pascapanen dan industri pengolahan produk yang dihasilkan usahatani tersebut. Agar sistem agribisnis secara keseluruhan mampu berkembang dan berkelanjutan (sustainable), semua unit kegiatan agribisnis secara ekonomi harus mampu hidup (economically viable). Untuk itu, unit-unit usaha agribisnis secara vertikal dari mulai hiliur harus salingmendukung dan memperkuat satu sama lain. Semua unit usaha tersebut tidak boleh bersaing dan saling mematikan. Kegiatan agribisnis dapat dipengaruhi oleh keputusan atau tindakan koordinator agribisnis, yang terdiri dari pemerintah, manajer agribisnis (termasuk asosiasi bisnis), pendidik dan peneliti. Peran utama pemerintah adalah sebagai regulator, fasilitator dan dinamisator, sehingga koordinasi vertikal kegiatan sistem agribisnis dan unit-unit usaha yang terlibat di dalamnya secara keseluruhan dapat berjalan secara terpadu dan terkoordinasi secara baik dengan memperhatikan secara seksama lingkungan strategis (sumberdaya alam, sosial, ekonomi, politik) yang terus bergerak secara dinamis, sehingga sistem agribisnis secara keseluruhan mampu terus berkembang dna berkelanjutan. Agribisnis sering diartikan dalam arti sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal konsep agribisnis adalah utuh, mulai dari proses produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Agribisnis dapat berkembang di Indonesia karena kondisi daerah yang menguntungkan, antara lain : lokasinya di garis khatulistiwa, berada di luar zona angin taifun, tersedianya sarana dan prasarana pendukung berkembangnya agribisnis dan kemauan politik pemerintah untuk memberikan prioritas (Soekartawi, 2005). Secara konseptual sistem agribisnis dapat diartikan sebagai semua aktivitas, mulai dari pengadaan dan penyaluran sarana produksi (input) sampai dengan pemasaran produk-produk yang dihasilkan oleh usaha tani serta agroindustri yang saling terkait satu dengan yang lainnya. Menurut Baharsjah (1997) di dalam Hasibuan (1999), sistem agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri dari subsistem yaitu :
26
1)
Subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, teknologi dan pengembangan sumberdaya manusia
2)
Subsistem budidaya dan usaha tani
3)
Subsistem pengolahan hasil pertanian atau agroindustri
4)
Subsistem pemasaran hasil pertanian Gumbira
(2001) juga menjelaskan fungsi-fungsi agribisnis terdiri atas
kegiatan pengadaan dan penyaluran sarana produksi, kegiatan produksi primer (budidaya), pengolahan (agroindustri) dan pemasaran. Fungsi-fungsi tersebut kemudian disusun menjadi suatu sistem dari subsistem agribsisnis. Soekartawi (2005) juga menyatakan bahwa hambatan dalam pengembangan agribisnis di Indonesia terletak pada berbagai aspek, antara lain : (1) pola produksi terletak di lokasi yang terpencar, sarana dan prasaran belum memadai di luar Jawa, (2) biaya transportasi menjadi lebih tinggi, (3) adanya pemusatan agroindustri di kota-kota besar , dan (4) sistem kelembagaan kurang mendukung berkembangnya kegiatan agribisnis. Menurut Jaya (2009), agribisnis memerlukan lembaga penunjang termasuk kebijakan pemerintah seperti aspek pembiayaan/keunagan, pendidikan, penelitian, perhubungan dan pertanahan. Lembaga pendidikan dan pelatihan mempersiapkan para pelaku agribisnis yang profesional, sedangkan lembaga penelitian memberikan sumbangan berupa teknologi dan in formasi. Keberadaan lembagalembaga penunjang kebanyakan berada di luar sektor pertanian. Dengan demikian, dapat diartikanbahwa pengembangan sektor pertanian terkait dengan sektor lainnya. Dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor, importir, eksportir dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam pengelolaan sistem agribisnis, maka semakin besar pula perannya terhadap pemebentukan perekonomian wilayah, terutama dalam memberikan sumbangan terhadap
Produk
Domestik
Bruto
(PDB).
Selain
itu
agribisnis
juga
berperansebagai penyedia bahan kebutuhan hidup (pangan, perumahan dan pakaian), penghasil devisa, pencipta lapangan kerjadan sumber pendapatan masyarakat.
27
Agribisnis sebagai suatu sistem merupakan konsep pengelolaan pertanian secara luas dan utuh yang terdiri dari subsistem-subsistem. Oleh karena itu dalam pengelolaan sistem agribisnis dibutuhkan keterkaitan yang erat dan utuh antar subsistem seperti subsistem input, produksi, pengolahan hasil, pemasaran dan faktor penunjang atau kinerja sistem agribisnis sangat ditentukan oleh efektivitas masing-masing subsistem. Menurut Tampubolon (2002), pengembangan
agribisnis memeprhatikan
strategi kegiatan yang berusaha semaksimal mungkin untuk mengoptimalkan potensi sumberdaya lokal yang ada (sumber daya alam dan sumber daya sosial budaya) dan memperhatikan kelestarian lingkungan. Tampubolon(2002)
juga
menyatakan bahwa rancangan pewilayahan pertanian dengan sistem agribisnis adalah suatu hal yang penting karena hal-hal sebagai berikut : 1)
Pembangunan wilayah dan pengembangan agribisnis mengacu pada pewilayahan pertanian terkait erat dengan penggunaan sumberdaya agribisnis secara efisien dan optimal berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif.
2)
Setiap daerah dapat memutuskan jenis industri apa yang dapat dikembangkan agar perkembangan ekonomi daerah dapat optimal, baik dari segi pertumbuhan dan perluasan kesempatan kerja, maupun dalam rangka memaksimalkan PAD dan pelestarian sumberdaya alam. Hal ini mengingat skala ekonomi sangat penting bagi pengembangan sistem agribisnis dari hulu hingga ke hilir.
3)
Berkaitan dengan identifikasi skala ekonomi tersebut,antar pemerintah daerah dapat ditata kerjasama dalam rangka maksimalisasi PAD yang fair.
2.4. Kelembagaan Sistem Agribisnis Rangkaian kegiatan dalam sistem agribisnis digerakkan oleh berbagai kelembagaan. Peranan kelembagaan dalam sistem agribisnis sangat menentukan perkembangan pertanian. Pertanian berwawasan agribisnis memerlukan dukungan rancang bangun kelembagaan, dalam bentuk jaringan kelembagaan agribisnis yang terpadu, sistematis dan berfungsi secara efisien dalam mendukung kegiatan pertanian (Hasibuan, 1999).
28
Kelembagaan agribisnis terdapat dalam bentuk unit-unit usaha dalam subsistem sarana produksi, usaha tani/produksi, pasca panen dan pengolahan serta pemasaran hasil. Kelembagaan agribisnis tersebut secara lebih lengkap terdiri dari dari: (1)
Kelembagaan Sarana Produksi Kelembagaan sarana produksi merupakan kelembagaan ekonomi yang bergerak di bidang produksi, penyediaan dan penyaluran sarana produksi seperti BUMN, Koperasi Unit Desa (KUD) dan usaha perdagangan swasta. Bentuk- bentuk kelembagaan sarana produksi ini antara lain adalah produsen saprodi, distributor/penyalur dan asosiasi.
(2)
Kelembagaan Usaha Tani Produksi Kelembagaan agribisnis yang bergerak di bidang usaha tani/produksi meliputi rumah tangga petani sebagai unit terkecil, kelembagaan tani dalam bentuk kelompok tani, kelembagaan usaha dalam bentuk perusahaan. Unitunit usaha tani dalam bentuk rumah tangga petani meupun kelompok tani merupakan kelembagaanyang melaksanakan fungsi agribisnis di pedesaan. Kelompok tani merupakan bentuk kelembagaan yang lebih maju dan terorganisasi. Bentuk kelembagaan yang lebih modern adalah kelembagaan yang berwujud perusahaan budidaya murni atau perusahaan budidaya terpadu dengan pengolahan (agroindustri).
(3)
Kelembagaan Pasca Panen dan Pengolahan Hasil Kelembagaan yang melakukan usaha di bidang pasca panen antara lain adalah dalam bentuk usaha pengemasan, sortasi, grading, sedangkan kelembagaan usaha di bidang pengolahan (agroindustri) adalah seperti industri pengalengan, jus buah-buahan. Berdasarkan skala usaha, unit usaha di bidang pasca panen dan pengolahan hasil meliputi usaha dalam skala kecil (skala rumah tangga), skala menengah dan skala besar yang tersebar baik di pedesaan maupun perkotaan.
(4)
Kelembagaan Pemasaran Hasil Kelembagaan pemasaran dalam sistem agribisnis menempati posisi yang sangat penting, karena melalui kelembagaan ini arus komoditi atau barang berupa hasil pertanian dari produsen disampaikan kepada konsumen.
29
Kelembagaan tersebut dapat berupa pedagang pengumpul yang ada di daerah produsen (kabupaten/kecamatan), pedagang grosir baik yang adadi dalam wilayah maupun di luar wilayah. Selain jaa perdagangan, dalam kelembagaan pemasaran hasil termasuk juga usaha jasa transportasi hasil pertanian. (5)
Kelembagaan Jasa Layanan Pendukung Di dalam sistem agribisnis terdapat pula subsistem jasa layanan pendukung dengan berbagai kelembagaan yang sangat berbeda fungsinya. Kelembagaan ini sangat menentukan keberhasilan kelembagaan agribisnis dalam mencapai tujuannya. Beberapa kelembagaan jasa layanan pendukung yang dianggap penting adalah : a) Kelembagaan di bidang permodalan Kelembagaan ini sangat bervariasi mulai dari perbankan, dana dari penyisihan keuntungan BUMN, maupun bantuan dana bergulir yang disediakan oleh pemerintah. Kelembagaan permodalan ini menyediakan modal bagi sektor agribisnis baik berbasis komersial murni maupun menyalurkan kredit program yang diskemakan oleh pemerintah. b) Kelembagaan Pendidikan, Pelatihan dan Penyuluhan Kelembagaan aparatur terdiri dari kelembagaan yang melakukan pelayanan
dan
penyuluhan,
pengaturan
dan
pembinaan.
Jadi
kelembagaan aparatur juga termasuk organisasi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah.
2.5. Metode Input-Output Pendekatan sektoral adalah di mana seluruh kegiatan ekonomi di dalam wilayah perencanaan dikelompokkan atas sektor-sektor. Selanjutnya setian sektor dianalisis satu per satu. Setiap sektor dilihat potensi dan peluangnya, menetapkan apa yang dapat ditingkatkan dan di mana lokasi dari kegiatan peningkatan tersebut. Caranya adalah masing-masing sektor diuraikan (break down), sehingga terdapat kelompok-kelompok yang bersifat homogen. Terhadap kelompok yang homogen ini dapat digunakan peralatan analisis yang biasa digunakan untuk kelompok tersebut.
30
Analisis sektoral tidaklah berarti satu sektor dengan sektor yang lain terpisah total dalam analisis. Salah satu pendekatan sektoral yang sekaligus melihat kaitan pertumbuhan antara satu sektor dengan sektor lainnya dan sebaliknya, dikenal dengan nama analisis input-output. Perubahan pada sektor secara otomatis akan mendorong perubahan pada sektor lainnya. Semenjak dirintis oleh W.W. Leontif pada tahun 1930-an, input-output telah berkembang menjadi salah satu metode yang paling luas diterima, tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perokonomian saja, tetapi juga dikaitkan dengan teknik-teknik lainnya, untuk memprediksikan perubahanperubahan struktur tersebut. Tabel input-output menggambarkan adanya saling hubungan antara berbagai sektor perekonomian, memusat terutama pada hubungan-hubungan antar industri (Glasson, 1977). Sektor menggambarkan hubungan-hubungan antara sektor-sektor eksternal. Dalam prakteknya, sektor ini tidaklah terlalu penting, terutama berfungsi sebagai faktor yang menyeimbangkan dalam akun keseluruhan. Akhirnya, dengan menjumlah baris-baris diperoleh output total, dan dengan menjumlahkan kolomkolom diperoleh input total harus sama dengan output total dan input dan output dari tiap industri dan sektor-sektor eksternal pun harus saling seimbang. Kombinasi dari keempat sektor ini menggambarkan metode yang rumit untuk mendeskripsikan sesuatu perekonomian dalam bentuk hubungan-hubungan input dan output dan telah diperluas hingga mencakup sejumlah sektor industri dan sektor eksternal dalam beberapa studi nasional. Akan tetapi, perkonomian regional jauh lebih terbuka di mana terdapat banyak sekali transaksi lintas batas dan dengan demikian menimbulkan lebih banyak persoalan. Model input-output termasuk ke dalam model keseimbangan umum. Dalam kerangka model input-output, produksi suatu sektor mempunyai dua dampak ekonomi terhadap sektor lain dalam perekonomian; bila sektor Y meningkat outputnya, maka akan terjadi kenaikan permintaan dari sektornya. Hal tersebut juga mengakibatkan akan terjadi kenaikan permintaan dari sektor akan barangbarang antara yang diproduksi oleh sektor lain. Keterkaitan ini disebut keterkaitan ke belakang (backward linkage) dalam model sisi permintaan, yang menunjukkan peran suatu sektor dalam menciptakan permintaan turunan. Sebaliknya, kenaikan
31
output di sektor Y juga berarti tambahan jumlah produk Y yang tersedia untuk digunakan sebagai input sektor lain dalam produksinya. Hal ini berarti bahwa, akan terjadi kenaikan penawaran dari sektor Y bagi sektor lain yang menggunakan produk Y dalam produksinya. Keterkaitan ini dalam model sisi penawaran disebut sebagai kaitan ke depan (forward linkage) karena menunjukkan derajat pemencaran penggunaan hasil produksi suatu sektor sebagai input bagi sektor lain. Konsep dasar yang dikembangkan oleh Leontif adalah : (1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain berinteraksi melalui transaksi jual beli, (2) output suatu sektor dijual kepada sektor-sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir, (3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga (dalam bentuk jasa tenaga kerja), pemerintah (misalnya pembayaran pajak tidak langsung, penyusutan), surplus usaha serta impor, (4) hubungan input dengan output bersyarat linier, (5)dalam suatu kurun waktu analisis (biasanya satu tahun), total input sama dengan total output dan (6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan dan output tersebut diproduksikan oleh teknologi (Issard, 1975). Tabel input-output pada dasarnya merupakan sistem penyajian data statistik tentang transaksi barang dan jasa antar sektor ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Namun demikian, tabel input-output tidak mampu memberikan informasi tentang persediaan serta arus barang dan jasa secara rinci menurut komoditi. Semua informasi yang dimuat oleh tabel input-output terbatas pada informasi untuk sektor ekonomi, yang merupakan gabungan dari berbagai kegiatan ekonomi atau komoditi (BPS, 2008). Menurut BPS (2008), meskipun memiliki keterbatasan, tabel input-output tetap merupakan sumber informasi yang komprehensif dalam melakukan berbagai analisis ekonomi. Berdasarkan tabel input-output antar lain dapat dikembangkan suatu model yang selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam melakukan evaluasi, analisis dan perencanaan pembangunan di bidang ekonomi. Tabel input-output sebagai suatu sistem pencatatan transaksi disusun berdasarkan beberapa asumsi. Asumsi-asumsi tersebut antara lain adalah :
32
1.
Homogenitas (homogenity), yaitu asumsi bahwa kenaikan satu sektor hanya akan menghasilkan satu jenis output dengan struktur input yang tunggal dan tidak ada substitusi otomatis antar output dari sektor yang berbeda
2.
Proporsionalitas
(proportionality),
yaitu
asumsi
bahwa
kenaikan
penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut. 3.
Aditivitas (additivity), yaitu bahwa asumsi jumlah pengaruh dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan hasil penjumlahan dari setiap proses produksi masing-masing sektor secara terpisah,pengaruh yang timbul dari luar sistem input-output diabaikan. Tabel input-output disajikan dalam bentuk matriks, yaitu sistem penyajian
data yang menggunakan dua dimensi : baris dan kolom. Isian sepanjang baris menunjukkan pengalokasin atau pendistribusian dari output yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara oleh sektor lainnya dan permintaan akhir, sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing-masing sektor dalam kegiatan produksinya. Sesuai dengan sifat dan jenis transaksinya, secara umum matriks dalam tabel input dapat dikelompokkan menjadi empat kuadran sebagai berikut: Tabel 4. Kerangka Penyajian Tabel Input-Output Kuadran I
Kuadran II
(nxn)
(nxm)
Kuadran III
Kuadran IV
(pxn)
(pxm)
Isian dari kuadran I adalah informasi tentang transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kuadran I sering disebut juga sebagai input/permintaan antara untuk menegaskan bahwa semua transaksi pada kuadran ini hanya merupakan “antara” untuk diproses lanjut dan bukan untuk keperluan konsumsi akhir. Kuadran ini menunjukkan saling keterkaitan antar sektor ekonomi dalam melakukan kegiatan produksi. Kuadran II mencakup dua jenis transaksi, yaitu transaksi permintaan akhir dan komponen penyediaan. Permintaan akhir yang dimaksudkan dalam hal ini
33
adalah permintaan atas barang dan jasa selain yang digunakan dalam kegiatan/proses produksi. Permintaan akhir pada umumnya dirinci lebih lanjut ke dalam
komponen-komponen pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi
pemerintah, pembentukan modal tetap, dan perubahan stok dan ekspor. Sedangkan yang dimaksud dengan penyediaan adalah semua barang dan jasayang digunakan untuk memenuhi permintaan baik permintaan antara maupun akhir. Komponen penyediaan terdiri dari impor, margin perdagangan dan biaya pengangkutan sertaoutput dari sektor-sektor domestik. Informasi pada kuadran III berupa informasi input primer atau nilai tambah bruto (NTB) sehingga kuadran ini sering disebutkuadran nilai tambah bruto atau input primer. Input primer adalah input atau biaya yang timbul karena pemakain faktor produksi dan terdiri dari upah gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Kuadran IV memuat informasi tentang input primer yang didistribusikan ke sektor-sektor permintaan akhir. Namun demikian, kuadran ini bukan merupakan tabel pokok dan untuk beberapa alasan dalam penyusunan tabel input-output Indonesia, kuadran ini diabaikan. Berdasarkan asumsi tersebut, maka model yang dikembangkan berdasrkan tabel input-output memiliki berbagai keterbatasan. Keterbatasan tersebut antara lain adalah pada rasio input yang diasumsikan konstan selama periode analisis, sehingga perubahan susunan input atau perubahan teknologi dalam kegiatan produksi tidak dapat dideteksi menggunakan model input-output. Asumsi-asumsi tersebut juga menegaskan bahwa pelipatgandaan input di suatu sektor akan menghasilkan pelipatgandaan output yang sebanding. Hal tersebut berarti bahwa peningkatan output di suatu sektor hanya disebabkan oleh peningkatan inputnya dan bukan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan seperti perubahan teknologi, peningkatan produktivitas faktor-faktor produksi dan lain sebagianya. Hal tersebut juga berarti bahwa harga dan kuantitas input dalam model input-output akan selalu sebanding dengan perubahan harga dan kuantitas outputnya. Transaksi yang disajikan pada tabel input-output dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu transaksi total dan transaksi domestik. Transaksi total
34
mencakup semua transaksi barang dan jasa, baik yang berasal dari impor maupun dari produk sektor domestik. Sedangkan pada transaksi domestik hanya mencakup transaksi barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah dalam negeri (domestik). Selain itu, penilaian atas transaksi yang disajikan dalam tabel input-output dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian atas dasar harga produsen dan atas dasar harga pembeli (konsumen). Jika penilaiannya dilakukan atas dasar harga produsen, maka nilai transaksinya hanya mencakup harga barang dan/ jasa yang dibayarkan kepada produsen barang /jasa tersebut. Sedangkan nilai transaksi atas dasar harga pembeli (konsumen) di samping mencakup harga yang dibayarkan kepada produsen juga mencakup margin perdagangan dan biaya pengangkutan yang timbul dari kegiatan penyaluran barang/jasa dari produsen ke konsumennya. Berdasarkan uraian di atas, maka jenis-jenis tabel transaksi yang dapat disajikan dalam penyusunan tabel input-output akan terdiri dari (a) tabel transaksi total atas dasar harga konsumen, (b) tabel transaksi total atas dasar harga produsen, (c) tabel transaksi domestik atas dasar harga konsumen, (d) tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Produk yang dihasilkan oleh produsen pada umumnya melalui proses penyaluran terlebih dahulu agar dapat sampai ke produsen. Akibat dari proses penyaluran tersebut, maka timbul selisih dari harga produk yang diterima oleh produsen dengan harga yang harus dibayar oleh pembeli(konsumen). Harga yang diterima oleh produsen disebut sebagai harga pembeli dan harga yang dibayar oleh pembeli disebut harga pembeli. Margin perdagangan dan biaya pengangkutan adalah selisih harga pembeli dan harga produsen. Berdasarkan klasifikasi sektor tabel input-output yang dikeluarkan oleh BPS, komoditi hortikultura yang masuk ke dalam klasifikasi tabel input-output BPS antara lain adalah buah-buahan dan sayur-sayuran. Hortikultura masuk ke dalam sektor pertanian, khusunya adalah tanaman bahan makanan. Susunan input sektor pertanian dirinci atas input antara dan input primer.Input antara lain adalah seluruh biaya selain biaya faktor produksi yang dikeluarkan mulai dari mengolah tanah, menanam, memelihara, memanen dan mengangkut hasil produksi ke gudang petani/ tempat penjualan. Beberapa contoh yang dimasukkan ke dalam
35
biaya bibit, pupuk, perbaikan saluran irigasi, obat-obatan, bahan-bahan atau alatalatnya yang digunakan (bukan barang modal), sewa alat pertanian, bahan pengikat, pembungkus, biaya administrasi, biaya pengangkutan dan lain sebainya. Jenis-jenis transaksi yang dapat disajikan dalam penyusunan tabel input-output adalah (1) tabel transaksi total atas dasar harga pembeli, (2) tabel transaksi total atas dasar harga produsen, (3) tabel transaksi domestik atas dasar harga pembeli dan (4) tabel transaksi domestik atas dasar harga produsen. Analisis tabel I-O hanya melihat kondisi perekonomian pada satu tahun tertentu, oleh karena itu idealnya tabel I-O dibuat setiap tahun. Namun untuk melakukan kegiatan tersebut tidaklah mudah, karena survei dilakukan secara komprehensif untuk seluruh sektor perekonomian dalam waktu yang lama dan biaya yang besar. Berdasarkan kondisi tersebut, berkembang metode pembuatan tabel I-O dengan pendekatan lain yakni melakukan penyesuaian tabel I-O yang sudah ada untuk merefleksikan kondisi perekonomian saat ini (updating). Selain itu
berkembang
juga
pendekatan
lain,
yaitu
menggunakan
informasi
perekonomian tabel I-O suatu daerah untuk diterapkan pada daerah lain (derivasi). Dengan dua pendekatan tersebut, maka tabel I-O dapat dimodifikasi setia tahun dan dapat dibuat di setiap daerah (Miller dan Blair, 1985, dalam Samiun 2008). Metode updating dikenal juga dengan sebutan metode survei parsial, karena tidak perlu melakukan survei secara komprehensif seperti pembuatan tabel I-O metode survei. Dengan metode ini, data yang diperlukan adalah matriks koefisien input atau koefisien teknologi (sebagai tabel dasar), total output, total permintaan antara dan total input antara masing-masing sektor. Derivasi tabel I-O atau sering juga disebut sebagai metode non survei dilakukan apabila suatu daerah sama sekali belum mempunyai tabel I-O, oleh karena itu harus menggunakan tabel daerah lain untuk dijadikan sebagai tabel dasar untuk menderivasi. Glasson (1977), tabel input-output regional membutuhkan dua tipe informasi : pertama data akunting regional dan kedua adalah taksiran arus inter regional dan antar industri. Salah satu persoalan penting terkait tabel I-O adalah masalah mendisagregasikan input antar industri. Metode yang paling populer agaknya adalah mensurvei industri-industri di dalam daerah-daerah yang bersangkutan untuk mengidentifikasi komposisi inputnya. Akan tetapi hal ini
36
biasanya tidak dapat ditempuh karena pertimbangan biaya dan cenderung untuk diganti dengan mendisagregasikan data input-output nasional. Jadi, misalnya 10% input untuk industri teknik secara nasional berasal dari industri manufakturing, maka juga diasumsikan bahwa 10% input industri teknik regional berasal dari industri manufakturing. Penggunaan keofisien-koefisien input nasional ini memang sangat menghemat dalam pengumpulan data dan mungkin tidak begitu menyesatkan, asalkan teknologi yang digunakan oleh industri yang sama di daerah-daerah lain.
2.6. Penelitian-Penelitian Yang Terkait Dengan Kajian Sumunaringtyas (2010) mengkaji mengenai peran agribisnis hortikutura dalam perekonomian wilayah dengan studi kasus di Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat.Dalam penilitian ini, salah satu analisis yang digunakan adalah analisis input output. Di mana sektor stroberi, buah-buahan, kentang dan sayur-sayuran memiliki kontribusi yang rendah terhadap kontribusi PDRB dan jumlah output total. Kontribusi PDRB sektor stroberi, , buah-buahan, kentang dan sayur-sayuran terhadap total PDRB masing-masing adalah 0,06%, 1,09%,0,11% dan 0,66%. Kontribusi output total sektor stroberi, buah-buahan, kentang dan sayur-sayuran adalah 0,04%,1,86%,0,07% dan 1,2%. Sektor hortikultura memiliki keterkaitan yang lebih kuat dengan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Sektor hortikultura terkait ke belakang cukup kuat dengan sektor industri pengolahan. Sektor industri pengolahan manghasilkan output yan digunakan sebagai input oleh sektor-sektor hortikultura. Hotman (2006) mengkaji mengenai Peran Sektor Tanaman Bahan Makanan dalam pembangunan ekonomi di Propinsi Sumatera Utara menggunakan pendekatan analisis input-output 2002 berdasarkan updating. Dalam analisa keterkaitan, diperoleh bahwa subsektor sayuran merupakan sektor dengan keterkaitan langsung ke belakang terbesar baik keterkaitan langsung maupun total dibandingkan dengan sektor tanaman bahan makan lainnya. Hasil lainnya adalah bahwa sektor tanaman bahan makanan memiliki keterkaitan langsung ke belakang terbesar terhadap sektor industri karet, plastik, kimia dan pupuk dengan nilai 0,11429. Sektor tanaman bahan makanan di Provinsi Sumatera Utara mempunyai
37
keterkaitan tertinggi ke depan teringgi dengan sektor industri makanan, minuman dan tembakau. Jaya (2009) melakukan penelitian mengenai kebocoran wilayah dalam komoditas kayu manis rakyat di kabupaten Kerinci, Jambi. Dalam penelitian ini, salah satu analisis yang digunakan adalah analisis input-output. Peran sektor kayu manis dalam perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci antara lain (1) output sektor kayu manis berkontribusi 5,58% terhadap keseluruhan nilai output, (2) nilai tambah bruto sektor kayu manis berkontribusi sebesar 6,35% terhadap keseluruhan nilai tambah bruto. Hasil analisis indikasi kebocoran wilayah menunjukkan bahwa sektor kayu manis terbukti memilki indikasi kebocoran ke depan dan kebocoran ke belakang berdasarkan nilai forward linkage dan backward linkage yang kurang dari 1 (satu). Samiun (2008) mengkaji tentang Analisis Perekonomian Provinsi maluku Utara : Pendekatan Multisektoral. Pada penelitian tersebut, penulis melakukan updating tabel input-output Provinsi Maluku Utara dengan menggunakan metode RAS. Tabel Input-output dilakukan untuk mengkaji sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara. Berdasarkan hasil kajian tersebut diperoleh hasil bahwa input primer memiliki kontribusi 43,80% terhadap total input, input antara sebesar 46,07% dan impor 10,13%. Kontribusi input antar lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontribusi input primer. Penelitian di atas mengacu pada konsep sektor unggulan dengan tidak hanya berdasarkan keunggulan komparatif dan kompetitif saja, tetapi juga berdasarkan keterkaitan sektor tersebut dengan sektor lainnya. Sitanggang (2002) melakukan penelitian tentang Peran Sektor Agroindustri Tehadap Perekonomian Sumatera Utara, Analisis Tabel Input Output tahun 2000. Dari hasil kajiannya terlihat bahwa sektor agroindustri memiliki nilai keterkaitan langsung ke belakang dan keterkaitan tak langsung ke belakang lebih tinggi dibandingkan sektor lainnya masing 0,68 dan 1,9. Berbeda dengan keterkaitan langsung ke depan dengan nilai 0,35 lebih rendah bila dibandingkan sektor pertanian dan non agroindutri, sedangkan keterkaitan tidak langsung ke depannya sebesar 1,77 lebih rendah dibanding sektor perdagangan dan pertambangan, namun lebih besar dibanding sektor pertanian dan non agroindustri.
38
Suryawardana (2006) melakukan kajian mengenai analisis keterkaitan sektor unggulan di Provinsi Jawa Timur. Pada penelitian ini juga menggunakan tabel input-output Provinsi Jawa Timur 2000 (100 sektor) menjadi tabel inputoutput Provinsi Jawa Timur 2003 (44 sektor). Pada kajian ini juga dilakukan agregasi atau reklasifikasi terlebih dahulu sebelum dilakukan updating dengan metode RAS. Menurut Jalili (2006), untuk berbagai alasan input-output peneliti memperbarui tabel input-output dengan melakukan agregasi terhadap sektorsektor yang ada. Hal ini memberikan pengaruh terhadap (1) efek dari agregasi pada keakuratan hasil yang diperoleh berdasarkan metode yang dipilih, dan (2) efek dari agregasi terhadap stabilitas antar waktu koefisien input-output. Tabel input-output yang lebih rinci atau detil dapat memberikan informasi yang lebih banyak, tetapi dengan tujuan tertentu peneliti melakukan agregasi. Penyusunan tabel input-output dengan metode survei memang lebih akurat, tetapi hal tersebut selain memerlukan biaya juga terdapat lag atau waktu anatar survei, pengolahan data dan penerbitan. Updating tabel input-output dengan metode non survei merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut. Dalam penelitiannya, dilakukan perbandingan terhadap berbagai metode updating tabel input-output apabila dilakukan agregasi. Hasil kajian menujukkan bahwa metode RAS adalah metode yang paling efisien di antara metode-metode lainnya. Metode RAS juga memiliki keunggulan dibandingkan metode-metode lainnya yaitu NAIVE dan Langrangian. Jackson dan Murray (2003) juga mengkaji mengenai berbagai metode updating tabel input-output. Berdasarkan kajian tersebut, metode RAS merupakan metode yang banyak digunakan karena memiliki kelebihan-kelebihan tertentu. Metode ini merupakan metode yang paling rasional, sehingga umum digunakan. Metode RAS dapat bekerja pada matriks ukuran besar dan mengakomodir nilai positif dan negatif dari matriks tersebut.
III.
3.1
METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran Peningkatan perekonomian daerah dapat di lakukan melalui
integrasi
berbagai sektor yang ada di dalam wilayah. Hal tersebut berarti bahwa peningkatan perekonomian wilayah dapat dilakukan dengan memberdayakan sumberdaya lokal yang ada di dalam wilayah itu sendiri. Dengan pemanfaatan sumberdaya
lokal
yang
ada
dengan
sebaik-baiknya
diharapkan
dapat
meningkatkan proses income multiplication serta dapat menghindari terjadinya kebocoran wilayah (regional leakage). Kontribusi PDRB K a b u p a t e n K a r o
pada tahun 2009 berasal dari
sembilan sektor sebagai kontributor utama yaitu sektor pertanian,sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, listrik, gas dan air bersih, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa, dengan laju pertumbuhan ekonomi sebesar 5,17% pada tahun 2009 dan 5,21 % pada tahun 2008. Pemilihan sektor prioritas di Kabupaten Karo merupakan suatu upaya pemerintah
dalam
mewujudkan
perekonomian
yang
lebih
baik. Sektor
prioritas tersebut mampu menarik sektor-sektor lainnya untuk bergerak secara sinergis sehingga dapat meningkatkan perekonomian di wilayahnya. Sektor pertanian khususnya subsektor hortikultura dianggap mampu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dan pendapatan masyarakat yang lebih layak dari sebelumnya. Hal ini dapat dilihat bahwa subsektor hortikultura memiliki potensi dalam peningkatan nilai tambah khususnya bagi sektor pertanian sekaligus dapat memperluas penyerapan tenaga kerja. Hortikultura sebagai bagian dari sektor pertanian khususnya tanaman bahan makanan merupakan satu lapangan usaha yang dapat menyerap banyak tenaga kerja dan berbagai jenis komoditasnya dapat digunakan sebagai bahan baku untuk industri pengolahan. Sumber-sumber pertumbuhan pembangunan pertanian yang dapat memicu pertumbuhan wilayah, meliputi : peningkatan produktivitas sumberdaya pertanian,
40
peningkatan nilai tambah komoditas pertanian, peningkatan peluang pasar dengan pengembangan produk berdaya saing tinggi dan peningkatan investasi dengan penciptaan iklim investasi yang menarik. Bila diperhatikan lebih lanjut, sumbersumber pertumbuhan pembangunan pertanian tersebut merupakan bagian dari konsep agribisnis. Peran subsektor hortikultura dalam struktur perekonomian Kabupaten Karo dapat dikaji melalui analisis Input-Output. Peran tersebut dapat dilihat berdasarkan pembentukan struktur permintaan dan penawaran, konsumsi masyarakat dan pemerintah, investasi, ekspor dan impor, nilai tambah bruto, dan struktur output sektoral, keterkaitan dan kepekaan antar sektor, dampak terhadap multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja. Analisis keterkaitan digunakan untuk melihat bagaimana hubungan suatu sektor dengan sektor yang lain dalam perekonomian yang dapat dilihat melalui keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan. Keterkaitan ke belakang akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan
oleh satu
unit permintaan akhir pada sektor tertentu terhadap total pembelian input semua sektor dalam perekonomian. Keterkaitan ke depan akan melihat hubungan keterkaitan tentang pengaruh yang ditimbulkan oleh suatu unit permintaan akhir suatu sektor terhadap total penjualan output semua sektor dalam perekonomian. Kondisi perekonomian Kabupaten Karo tahun 2009 yang diukur berdasarkan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan pertumbuhan, walaupun tidak terlalu besar yakni sebesar Rp. 3.175.599.350. Pada tahun 2008 nilai PDRB Kabupaten Karo sebesar Rp.3.019.387.588 dan tahun 2002 sebesar Rp. 2.869.736.960. Sektor pertanian
mendominasi struktur perekonomian di Kabupaten Karo. Hal ini
dibuktikan dengan besarnya sumbangan sektor ini dalam pembentukan PDRB Kabupaten Karo tahun 2008 yang mencapai 59,77 %. Sub sektor pertanian yang mendominasi nilai PDRB Kabupaten Karo adalah berasal dari Sub sektor Hortikultura dan Tanaman Pangan yang dikelompokkan dalam Sektor Bahan Makanan yakni sebesar 95,24 % terhadap nilai total sumbangan PDRB dari sektor Pertanian, atau sekitar 77,90 % terhadap nilai PDRB Kabupaten Karo. Tingkat kepekaan suatu sektor akan dianalisis melalui mekanisme pasar
41
output yang akan dilihat melalui analisis penyebaran. Analisis yang lain yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis multiplier. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui seberapa besar peningkatan dan penurunan output, seberapa besar peningkatan pendapatan akibat perubahan output dan seberapa besar penyerapan tenaga kerja akibat perubahan output dalam perekonomian. Dalam
menentukan
strategi
pengembangan
subsektor
hortikultura,
pemerintah dapat memilih s u b s i s t e m a g r i b i s n i s h o r t i k u l t u r a g una lebih memfokuskan pengembangan agribisnis hortikultura di Kabupaten Karo. Pemilihan s u b s i s t e m dapat dilakukan dengan cara melihat ranking sektor tersebut. Kriteria penentuan ranking dapat dilihat dari nilai koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Jika koefisien dan kepekaan penyebaran suatu sektor tinggi maka s u b s i s t e m tersebut berada pada prioritas pertama. Jika koefisien penyebaran tinggi dan kepekaan penyebaran rendah maka berada pada posisi kedua, jika koefisien penyebaran rendah dan kepekaan penyebaran tinggi maka berada pada posisi ketiga dan jika koefisien dan kepekaan penyebaran sama-sama rendah maka dapat disimpulkan sektor tersebut berada pada posisi keempat. Selain itu, dalam menentukan s u b s i s t e m prioritas dapat juga melihat jumlah nilai multiplier yang telah distandarisasi. Standarisasi dilakukan dengan membagi setiap multiplier masing-masing s u b s i s t e m dengan nilai rata-rata multiplier semua s u b s i s t e m . Jumlah nilai multiplier standarisasi tertinggi merupakan s u b s i s t e m mencerminkan
yang dapat diprioritaskan karena nilai tersebut
kontribusi
yang
diberikan
suatu
s u b s i s t e m jika
s u b s i s t e m tersebut mengalami peningkatan output. Su b s i s t e m prioritas diperoleh dengan mengkombinasikan setiap kategori penentuan prioritas yang telah dipaparkan sebelumnya.
Strategi pengembangan subsektor hortikultura
dilakukan dengan memilih beberapa s u b s i s t e m
yang dapat dijadikan
s u b s i s t e m prioritas. Menurut Saragih (2001), konsep agribisnis dikembangkan dengan ditandai ciri : 1. Berubahnya orientasi kegiatan ekonomi dari yang berorientasi peningkatan produk kepada berorientasi pasar.
42
2. Berkembangnya kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan memperdagangkan sarana produksi primer serta perdagangan. 3. Semakin kuatnya kaitan antara (1) kegiatan pruduksi dan perdagangan sarana produksi pertanian primer dengan usahatani, dan (2) pertanian primer dengan kegiatan pengolahan hasil pertanian primer dan perdagangannya serta keterkaitannya dengan konsumen. Konsep agribisnis sebagai bentuk pertanian modern memandang kegiatan ekonomi dilihat sebagai sektor agribisnis yang terdiri dari subsistem hulu, usahatani, hilir dan jasa layanan pendukung. Subsistem-subsistem tersebut merupakan suatu kesatuan kegiatan ekonomi yang integral. Selanjutnya Syafaat (2003) juga menyatakan agar sistem agribisnis secara keseluruhan mampu berkembang dan berkelanjutan (sustainable), semua unit kegiatan agribisnis secara ekonomi harus mampu hidup (economically viable). Untuk itu unit-unit usaha agribisnis secara vertikal dari mulai hulu sampai hilir harus saling mendukung dan memperkuat satu sama lain. Semua unit usaha tersebut tidak boleh bersaing dan saling mematikan. Hal ini berarti bahwa dalam pengelolaan agribisnis, keterkaitan antar pelaku dari berbagai pihak seperti penghasil produk primer, pengolah, pedagang, distributor dan lain-lain sangat dibutuhkan. Semakin baik keterkaitan dalam pengelolaan sistem agribisnis, maka semakin besar pula perannya terhadap pembentukan perekonomian wilayah. Subsistem usahatani atau pertanian primer (on-farm agribusiness), yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi pertanian yang menghasilkan komoditas pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha tani tanaman pangan dan hortikultura, usahatani perkebunan dan usaha tani perternakan, usaha perikanan dan usaha kehutanan. Subsistem usahatani memiliki keterkaitan ke belakang dengan subsistem hulu yang menghasilkan input produksi. Input produksi yang dibutuhkan dalam proses produksi apabila dapat disediakan dari sumberdaya lokal dapat menjadi sumber pertumbuhan wilayah, sebaliknya apabila berasal dari impor akan menjadi sumber kebocoran wilayah (regional leakage). Sehubungan dengan hal tersebut, pengembangan agribisnis sedapat mungkin harus menggunakan input-input produksi yang sebagian besar bersumber dari potensi lokal. Proses produksi/budidaya membutuhkan keterkaitan ke belakang
43
(backward linkage) dengan kegiatan ekonomi lainnya terutama penguasaan sarana produksi, mesin-mesin kegiatan budidaya, pengangkutan sarana produksi, kegiatan perdagangan sarana produksi dan sebagainya. Proses produksi dapat menghasilkan sumber-sumber pertumbuhan wilayah yang terjadi akibat munculnya keterkaitan tersebut. Penggunaan sumberdaya lokal dengan adanya keterkaitan tersebut diharapkan dapat menjadi local multiplier yang dihasilkan dari proses produksi. Agribisnis hilir merupakan kegiatan industri yang mengolah hasil hilir, yaitu : kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan baik produksi antara (intermediate product), maupun produk akhir. Agribisnis hilir/agroindustri diklasifikasikan atas 4 (empat) hasil kegiatan (transformasi), yaitu : 1. Kegiatan hanya berupa grading/pengkelasan dan pembersihan, 2. Kegiatan penggilingan, pencampuran dan pemotongan, 3. Kegiatan pemasakan, pengalengan, dehidrasi, ekstraksi dan pasteurisasi, dan 4. Kegiatan yang menyangkut perubahan kimia tekstur. Manfaat aktivitas agribisnis hilir adalah
meningkatkan nilai tambah,
produk dapat dipasarkan dengan mudah, peningkatan daya saing serta menambah pendapatan/kesejahteraan petani/masyarakat tani dan membuka peluang tenaga kerja (penanggulangan pengangguran). Kegiatan agribisnis hilir merupakan kegiatan untuk meningkatkan nilai tambah produk pertanian melalui kegiatan pasca panen dan pengolahan sehingga produk dapat dipasarkan dengan mudah dan dapat ditingkatkannya daya saing produk. Subsistem agribisnis hilir merupakan kegiatan yang sangat menentukan peran pertanian dalam pengembangan wilayah melalui keterkaitan ke belakang dengan subsistem agribisnis budidaya. Semakin baik keterkaitan subsistem agribisnis budidaya dengan subsistem agribisnis hilir maka efek pengganda yang dihasilkan makin besar. Proses peningkatan nilai tambah tersebut dapat dilakukan di dalam maupun di luar wilayah. Proses peningkatan nilai tambah apabila dilakukan di dalam wilayah akan meningkatkan peluang penggunaan sumberdaya lokal, sehingga meningkatkan perekonomian wilayah. Sedangkan apabila peningkatan
44
nilai tambah dilakukan di luar wilayah, maka berpotensi menimbulkan kebocoran wilayah. Selanjutnya, proses peningkatan nilai tambah yang terjadi di dalam wilayah dapat meningkatkan pendapatan dan peluang kerja. Kawasan Agribisnis Hortikultura merupakan salah satu wilayah dengan kesamaan ekosistem dan disatukan oleh fasilitas infrastruktur ekonomi yang sama sehingga membentuk kawasan yang berisi berbagai kegiatan usaha berbasis hortikultura mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, penanganan dan pengolahan pasca panen dan pemasaran serta berbagai kegiatan pendukungnya. Oleh karena itu pendekatan pengembangan kawasan dapat didekati dengan pendekatan sistem agribisnis, baik subsistem hulu, usahatani, hilir dan jasa. Selain itu, sebagai suatu kawasan diperlukan jasa infrastruktur penunjang yang mendukung kegiatan agribisnis yang ada di dalam suatu kawasan. Pengembangan kawasan hortikultura di suatu wilayah diharapkan dapat memberikan dampak bagi stakeholders yang terlibat secara merata dan berkeadilan. Pengembangan kawasan tersebut pada akhirnya diharapkan menciptakan
lapangan
kerja,
meningkatkan
kesempatan
berusaha
dan
meningkatkan pendapatan masyarakat serta memberikan pengaruh terhadap terjadinya kegiatan ekonomi di kawasan dan sekitarnya dapat mempercepat pertumbuhan pendapatan, penyerapan tenaga kerja dan tumbuhnya sektor-sektor usaha terkait (backward and forward linkages). Kerangka pemikiran penelitian digambarkan pada Gambar 1.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai Kajian Peran Agribisnis Hortikultura Terhadap Perekonomian Wilayah (Studi Kasus : Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara) dilaksanakan pada bulan Mei – September 2011 di Kabupaten Karo. Fokus kajian pada penelitian ini adalah di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Simpang Empat, Kecamatan Tiga Panah dan Kecamatan Barusjahe.
3.3.Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian berupa data primer dan sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan antara lain data produksi dan luas panen sektor
45
hortikultura, data harga komoditas hortikultura di tingkat petani, data potensi pedesaan, Tabel Input Output Kabupaten Karo (hasil ras dari Tabel IO Provinsi Sumatera Utara), Form Alat dan Mesin Hortikultura, Database Penyuluhan Tingkat Kecamatan serta data-data indikator perekonomian lainnya. Sumber data sekunder antara lain adalah Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Badan Pusat Statistik (BPS) pusat, BPS Provinsi Sumatera Utara, BPS Kabupaten Karo, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Utara, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo. Sedangkan data primer diperoleh dengan mengumpulkan data dan informasi secara langsung di lapangan dengan narasumber terdiri dari anggota kelompok tani, asosiasi, pemerintahan, mantri tani, penyuluh, pengumpul/bandar, pengusaha, pedagang, masyarakat dan lain-lain. Adapun alat-alat yang dipergunakan dalam penelitian adalah alat tulis, perangkat komputer dengan program MS Excel, Arc GIS, Software GAMS, dan lain-lain. Pengambilan data penelitian terbagi menjadi data sekunder yang diambil berdasarkan sumber data, serta data primer yang diperoleh dari lapangan. Pengambilan data primer tidak hanya data mengenai sistem agribisnis di Kabupaten Karo, tetapi juga di luar wilayah Kabupaten Karo mengingat pemasaran subsektor hortikultura sudah dapat diekspor sampai ke luar wilayah. 3.4. Teknik Analisis Yang Digunakan Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif sistem agribisnis hortikultura, analisis kelengkapan sarana dan prasarana sistem permukiman, analisis sarana dan prasarana sistem agribisnis, analisis margin tata niaga dan analisis input-output. Pada Tabel 5 ditampilkan matriks pendekatan penelitian. Dalam menganalisis kondisi profil sistem agribisnis hortikultura digunakan data sekunder yang diperoleh dari instansi yang berwewenang baik secara kuantitatif dan kualitatif. Data yang dikumpulkan menyangkut kondisi atau profil sistem agribisnis baik di subsistem hulu (upstream), subsistem usahatani (on farm), subsistem hilir (on farm) meliputi industri pengolahan dan pemasaran serta subsistem jasa.
46
Perekonomian Kabupaten Karo
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Permasalahan : 1. Keterbatasan dan penurunan kapasitas sumberdaya pertanian, 2. Rantai tata niaga yang panjang dan sistem pemasaran yang belum adil dan tidak berpihak kepada petani, 3. Akses terhadap pelayanan usaha dan permodalan masih terbatas, 4. Kelembagaan petani dan posisi tawar petani masih rendah, 5. Sarana dan prasarana penunjang yang terbatas, 6. Rendahnya nilai tambah yang dihasilkan.
Agribisnis
Subsistem Hulu
Subsistem Budidaya
Subsistem Hilir
Subsistem Jasa dan Pelayanan
Peran Agribisnis Hortikultura dalam perekonomian Kabupaten Karo (Analisis Input Output) Keterkaitan sektor lain (Analisis keterkaitan dan penyebaran)
Peran dalam struktur Ekonomi
Dampak terhadap Permintaan Output (Analisis Multiplier Out put)
Dampak terhadap Pendapatan (Analisis Multiplier Pendapatan)
Strategi Pengembangan Subsistem Agribisnis Hortikultura
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
Dampak terhadap PDRB (Analisis Multiplier Nilai Tambah Bruto)
Untuk mengetahui Margin dari Setiap Elemen yang terlibat dalam Agribisnis Hortikultura
4
Analisis Margin Tata Niaga
fasilitas
Mengevaluasi kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana sistem pemukiman dan sistem agribisnis
3
atau
Mendiskripsikan tingkat perkembangan subsistemsubsistem dalam sistem agribisnis hortikultura
2
sarana
Analisis Input Output untuk mengetahui keterkaitan subsektor hortikultura dengan sub sektor lain di dalam wilayah Analisis Deskriptif : a. Subsistem hulu (produsen saprodi, distributor saprodi baik swasta, BUMN, KUD atau bentuk koperasi lainnya) b. Subsistem usaha tani (kegiatan budidaya yang dilakukan petani, kelompok tani, gabungan kelompok tani, swasta) c. Subsistem hilir (usaha pengolahan dan kegiatan pasca panen yang dilakukan oleh gapoktan/pengumpul dll) dan kegiatan pemasaran hasil pertanian yang dilakukan baik oleh gapoktan, pengumpul dll termasuk pasar, kios) d. Subsistem jasa layanan pendukung (koperasi simpan pinjam, kredit bank, Lembaga Keuangan Mikro, penyuluhan pendidikan dan keterampilan, penelitian dan pengembangan)
Mengetahui peran agribisnis hortikultura dalam perekonomian wilayah.
1
Analisis Skalogram pemukiman
Metode Analisis
No Tujuan
Tabel 5. Matriks Pendekatan Penelitian
Data harga Data aliran barang (Data primer dan data sekunder)
Data PODES Kab. Karo Tahun 2008 Form Alat dan Mesin Hortikultura Data Primer
Data Primer dan Sekunder Data Kelembagaan
Jenis Data • Tabel I/O Kab. Karo 2009 PDRB Kab. Karo • Data Harga Komoditas Hortikultura di tingkat petani
Peran hortikultura dalam Perekonomian Wilayah
Tingkat perkembangan subsistem-subsistem dalam sistem agribisnis
- Sarana dan prasarana sistem pemukiman hirarki wilayah - sarana dan prasarana sistem agribisnis Tata Niaga Komoditas Hortikultura
• Data di lapangan • Ditjen Hortikultura • Diperta.Karo
• Diperta Karo • Pengambilan data di lapangan
• Diperta. Karo • Pengambilan data di lapangan
Keluaran
• BPS Kab. Karo • Dipertabun Kab. Karo
Sumber
47
48
3.4.1.Analisis Skalogram Analisis terhadap kelengkapan sarana dan prasarana, baik sistem pemukiman dan sistem agribisnis dilakukan dengan metoda skalogram. Analisis skalogram dilakukan berawal dari konsep wilayah nodal, dimana wilayah diasumsikan sebagai suatu sel hidup yang terdiri dari inti daan plasma yang masing-masing mempunyai fungsi yang saling mendukung. Inti dalam hal ini diasumsikan sebagai pusat kegiatan industri dan pusat pasar serta pusat inovasi. Sedangkan plasma atau hinterland merupakan pusat pemasok dari bahan mentah, tenaga kerja dan pusat pemasaran barang-barang hasil industri yang diproduksi di pusat (inti). Berdasarkan konsep wilayah nodal tersebut, pusat atau hinterland suatu wilayah dapat ditentukan berdasarkan jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduknya. Unit wilayah yang mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri dan jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas yang secara relatif paling lengkap dibandingkan dengan unit wilayah yang lain akan menjadi pusat atau mempunyai hirarki tinggi. Sebaliknya, jika suatu wilayah mempunyai jumlah dan jenis fasilitas umum, industri serta jumlah penduduk dengan kuantitas dan kualitas paling rendah merupakan wilayah hinterland dari unit wilayah yang lain. Analisis skalogram yang digunakan adalah skalogram dengan pembobotan. Tabel analisis yang digunakan seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Tampilan Tabel Untuk Analisis Skalogram dengan Pembobotan. No
Kecamatan/
Penduduk
….
SD
…
F
Desa 1
B1
F1
F1
k
Σ total
Σ jenis
fasilitas
fasilitas
indeks Σ (F1.K) / bk*(N/ak)
B2 : N
Bn
FN
Σ Kec yang
Ak
memiliki fasilitas Σ total
Bk
fasilitas Bobot
N/ak
49
Analisis skalogram dalam penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua), skalogram sistem pemukiman dengan cakupan wilayah desa berdasarkan Data Potensi Desa (PODES) dan skalogram sistem agribisnis dengan cakupan wilayah kecamatan berdasarkan form Alat dan Mesin Hortikultura yang ditambah dengan data primer dan sekunder lainnya. Pembagian ini disesuaikan dengan ketersediaan data.
Skalogram sistem agribisnis disusun berdasarkan form standar alat dan
mesin hortikultura yang dikeluarkan oleh BPS dan Departemen Pertanian serta ditambah dengan data sekunder (database agribisnis penyuluhan) dan data primer berdasarkan wawancara. Form alat dan mesin hortikultura merupakan form bagi penyuluh/mantri tani/ PPL untuk melakukan pendataan alat dan mesin hortikultura di setiap kecamatan. Alat dan mesin hortikultura tersebut terbagi menjadi : 1. Alat budidaya pertanian, 2. Alat/mesin pasca panen, dan 3. Alat/mesin pengolahan.
3.4.2 Analisis Margin Tata Niaga Analisis ini digunakan untuk mengetahui selisih suatu komoditas. Secara singkat rumus analisis ini adalah : Margin Pemasaran
: Mp = Pr – Pf atau Mp = Σ bi + Σ ki
Margin keuntungan
: Ski = [ki/(Pr – Pf) x 100%] Sbi = [bi/(Pr – Pf) x 100%] Sp = (Pf/Pr) x 100%
Keterangan : Mp : Margin Pemasaran Pr
: Harga di tingkat konsumen
Pf
: Harga di tingkat produsen
bi
: Biaya tata niaga ke-i
ki
: Keuntungan ke-i
Ski : Bagian keuntungan yang diterima lembaga Sbi : Share biaya dari margin Sp
: Besarnya kontribusi harga yang diterima produsen
50
3.4.3 Analisis Input dan Output Analisis Input-Output (I-O) secara teknis dapat menjelaskan karakteristik struktur ekonomi wilayah yang ditunjukkan dengan distribusi sumbangan sektoral serta keterkaitan sektoral perekonomian wilayah. Selain itu analisis Input-Output digunakan untuk menentukan sektor unggulan pada perekonomian Kabupaten Karo, berdasarkan data yang diturunkan dari Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara. Tabel Input-output yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel Input-Output Kabupaten Karo yang di Ras dari Tabel Input Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000, yang di updating menjadi Tabel I-O tahun 2009 yang selanjutnya di-ras menjadi tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009. Mengacu pada Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara Tahun 2000 dengan 71 sektor perekonomian (71X71) yang diturunkan ke level kabupaten maka diperoleh Tabel I-O Kabupaten Karo dengan 24 sektor (24X24) yang di-update ke tahun 2009. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kabupaten Karo (24 sektor) merupakan hasil agregasi dari sektor-sektor dalam Tabel I-O Provinsi Sumatera Utara (71 sektor) yang disesuaikan dengan klasifikasi sektor (lapangan usaha) untuk penentuan PDRB. Sektor-sektor perekonomian dalam Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 ditampilkan pada Tabel 7. Tabel 7.
Identifikasi Sektor-sektor perekonomian Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 (24 sektor)
Kode I-O 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Sektor Tanaman bahan makanan lainnya Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri bukan migas Listrik dan gas Air Bersih
Kode I-O 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Sektor Konstruksi Perdagangan besar dan eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estate Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan & Rumah Tangga
Asumsi yang digunakan dalam penurunan Tabel I-O dari tingkat provinsi ke tingkat kabupaten adalah bahwa terdapat kemiripan struktur ekonomi antara
51
Kabupaten Karo dengan Provinsi Sumatera Utara sebagai induknya. Metode yang digunakan untuk mendapatkan Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 adalah dengan metode RAS (Gambar 2).
Tabel Input Output Provinsi Sumatera Utara Tahun 200 (71X71 sektor)
Proses Agregasi menjadi Tabel Input Output KabupatenKaro Tahun 2009 (24X24 sektor)
Matriks Koefisien Teknis Tabel Input Output Kabupaten Karo Tahun 2009 (24X24 sektor)
Kabupaten Karo 2009 Konversi Data PDRB menjadi Total Input (Kabupaten Karo Tahun 2009) berdasarkan Proporsi Data PDRB dan Total Input Kabupaten Karo 2009 Data Permintaan Akhir
Sumber : Diadopsi dan dimodifikasi dari Sumunaringtyas 2010
Metode RAS
Tabel Input Output Kabupaten Karo Tahun 2009 (24X24 sektor)
Gambar 2. Tahapan metode RAS. Hasil dari metode RAS adalah Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009. Data yang diperoleh antara lain adalah; input antara masing-masing sektor, nilai tambah, total input atau output, dan jumlah permintaan akhir.
Untuk
mendetailkan data input primer atau Nilai Tambah Bruto (NTB) menjadi upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tak langsung maka didekati dengan nilai proporsi dari tabel I-O dasar.
52
Arahan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Kabupaten Karo
Penetapan Wilayah Pengembangan Subsektor Hortikultura
Analisis SIG
Barusjahe
Simpang Empat
Luar wilayah
Tigapanah
Sistem Agribisnis Hortikultura
Subsistem Hulu
Subsistem Usahatani
Subsistem Hilir
Subsistem Jasa Layanan Pendukung
Analisis Deskriptif
Analisis Ekonomi Wilayah
Sistem Tata Niaga
Analisis Input-Output Analisis Margin Tata Niaga
Sarana dan Prasarana Sistem Permukiman
Sarana dan Prasarana Sistem Agribisnis
Skalogram terhadap Sistem Permukiman
Skalogram terhadap Sistem Agribisnis
Keterkaitan antar sektor , subsistem agribisnis , peran perekonomian wilayah
Gambar 3. Kerangka Analisis
IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN KARO
4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Karo terletak diantara 02o50’ s/d 03o19’ LU dan 97o55’ s/d 98 o
38’ BT. Dengan luas wilayah 2.127,25 Km2 atau 212.725 Ha terletak pada
ketinggian 120-1.600 Meter dari permukaan laut. Kemiringan wilayah bervariasi antara 0-2% ( 23.900 Ha),2-15 % ( 74.919 Ha), 15-40% (41.169 Ha) dan 40% (72.737 Ha). Wilayah Kabupaten Karo di: - Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Deli Serdang - Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Tapanuli Utara - Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Simalungun - Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Aceh Tenggara
Gambar 4. Peta Administrasi Kabupaten Karo
54
Secara administratif, Kabupaten Karo mencakup 17 kecamatan yang meliputi : (1) Kabanjahe, (2) Berastagi, (3) Tigapanah, (4) Dolat Rayat, (5) Merek, (6) Barusjahe, (7) Simpang Empat, (8) Naman Teran, (9) Merdeka, (10) Payung, (11) Tiganderket, (12) Kutabuluh, (13) Munte, (14) Juhar, (15) Tigabinanga, (16) Lau Baleng, dan (17) Mardinding. Peta administrasi Kabupaten Karo dan fokus wilayah penelitian ditampilkan pada Gambar 4.
4.2
Kependudukan Adapun jumlah penduduk Kabupaten Karo berdasarkan sensus jumlah
penduduk tahun 2000 dan jumlah penduduk pertengahan tahun 2008 sebanyak 360.880 jiwa, berdasarkan proporsi jumlah laki-laki sebanyak 177.637 jiwa dan perempuan 183.243 jiwa (BPS Kabupaten Karo 2008). Jumlah penduduk dirinci menurut kecamatan dan jenis kelamin ditampilkan pada Tabel 8. Tabel 8. Jumlah Penduduk Kabupaten Karo Berdasar Sensus Pendudk Tahun 2000. Jumlah Penduduk (Jiwa) No Kecamatan Laki-laki Perempuan Total 1 Mardinding 8.134 8.114 16.248 2 Laubaleng 9.750 9.962 19.712 3 Tigabinanga 9.813 9.696 19.509 4 Juhar 6.632 7.394 14.026 5 Munte 10.543 10.637 21.180 6 Kutabuluh 6.030 6.147 12.177 7 Payung 5.424 5.634 11.058 8 Tiganderket 6.976 7.296 14.272 9 Simpang Empat 10.214 10.396 20.610 10 Naman Teran 6.155 6.127 12.282 11 Merdeka 6.396 6.410 12.806 12 Kabanjahe 30.871 31.271 62.142 13 Berastagi 21.130 23.881 45.011 14 Dolat Rayat 4.143 4.214 8.357 15 Tigapanah 15.733 16.243 31.976 16 Merek 7.957 7.923 15.880 17 Barusjahe 11.736 11.898 23.634 Jumlah 177.637 183.243 360.880 Sumber : BPS Kabupaten Karo,2009 Dari total penduduk 360.880 jiwa, 95.211 jiwa (72,44%) bekerja di sektor pertanian.
55
4.3 Penggunaan Lahan Dilihat dari penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Karo, penggunaan lahan didominasi oleh penggunaan lahan kering berupa perladangan dan perkebunan seluas 96.045 Ha atau 41% dari luas wilayah, selanjutnya diikuti oleh kawasan hutan seluas 77.142 Ha seperti yang ditunjukkan pada Tabel 9. Tabel 9 Penggunaan Lahan Di Kabupaten Karo. No Penggunaan Lahan 1. Lahan sawah 2. Lahan Kering - Pekarangan - Kebun Campuran - Perladangan - Perkebunan 3. Kawasan Hutan - Hutan Lindung - Suaka alam 4. Padang rumput 5. Rawa yang tidak ditanami 6. Tidak diusahakan 7. Lain-lain Total Sumber : BPS Kabupaten Karo, 2009.
Luas Area (Ha) 12.328 4.251 22.896 59.720 6.524 67.214 9.621 4.254 399 7.418 18.150 212.725
Secara garis besar penggunaan lahan di Kabupaten Karo dibagi dalam kelompok hutan lindung, budidaya (lahan kering), hutan produksi dan sawah. Penggunaan lahan yang dominan adalah untuk budidaya lahan kering. Penggunaan lahan kedua terbesar adalah kawasan hutan. 4.4. Karakteristik Wilayah Penelitian a.
Kecamatan Barus Jahe. Barus Jahe sebagai salah satu wilayah di Kabupaten Karo memiliki luas
lahan kering 12.804 Ha, penggunaan lahan berdasarkan RTRW Kabupaten Karo Tahun 2003-2013 adalah sebagai fungsi lindung (4.271 Ha), pekarangan (273 Ha), hutan produksi (1.025 Ha), tanaman keras (2.984 Ha), kebun campuran (3.421 Ha) dan lain-lain (830 Ha). Lahan di Kecamatan Barus Jahe didominasi oleh lahan kering. Lahan sawah yang ada berupa lahan sawah dengan irigasi ½ teknis seluas 935 Ha.
56
Kecamatan Barus Jahe terdiri dari 19 desa dengan jumlah penduduk berdasar data tahun 2009 sebanyak 23.634 jiwa dan rumah tangga yang berpencaharian pada sektor pertanian sebanyak 6.522 rumah tangga (97,13%). b.
Kecamatan Tiga Panah. Kecamatan Tiga Panah memiliki luas 18.684 Ha, dengan rencana
penggunaan lahan adalah sebagai fungsi pekarangan (151 Ha), kebun (750 Ha), ladang (10.078 Ha), penggembalaan (573 Ha), hutan rakyat (482 ha) kolam (9 Ha, sawah (265 Ha) dan lain-lain ( 6.376 Ha). Lahan di Kecamatan Tiga Panah didominasi oleh lahan kering. Kecamatan Tiga Panah terdiri dari 22 desa dengan jumlah penduduk berdasar data tahun 2009 sebanyak 31.976 jiwa dan rumah tangga yang berpencaharian pada sektor pertanian sebanyak 6.773 rumah tangga (84,65%). c.
Kecamatan Simpang Empat. Kecamatan Simpang Empat memiliki luas 9.333 Ha, dengan penggunaan
lahan adalah sebagai fungsi hutan negara (500 Ha), perkebunan (120 Ha), pekarangan (60 Ha), kebun (495 Ha), ladang (7.740 Ha), hutan rakyat (293 ha) kolam (80 Ha), rawa-rawa (20 Ha) dan lain-lain ( 25 Ha). Lahan di Kecamatan Simpang Empat didominasi oleh lahan kering. Kecamatan Simpang Empat terdiri dari 17 desa dengan jumlah penduduk berdasar data tahun 2009 sebanyak 20.610 jiwa dan rumah tangga yang berpencaharian pada sektor pertanian sebanyak 4.594 rumah tangga (80,50%).
57
Gambar 5. Peta Penggunaan Lahan Pertanian 4.5 Perekonomian Kabupaten Karo Berdasarkan data Produksi Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Karo dapat diketahui bahwa pada tahun 2007 dan 2008 PDRB tertinggi disumbangkan oleh sektor pertanian disusul dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak kebijaksanaan pembangunan yang dilaksanakan, khususnya bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan perubahan jumlah produksi yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi, yang secara tidak langsung hal ini merupakan gambaran tingkat perubahan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Bagi suatu daerah indikator ini penting untuk mengetahui keberhasilan pembangunan yang dicapai dan juga berguna untuk menentukan arah kebijaksanaan pembangunan di masa yang akan datang. Untuk melihat pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dapat dilihat melalui perubahan PDRB atas dasar harga konstan, di mana pada tahun
58
2009 kegiatan perekonomian di Kabupaten Karo mengalami pertumbuhan sebesar 5,17 persen seperti terlihat pada Tabel 10. Tabel 10 Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Karo Tahun 2005 – 2009. Atas Dasar Harga Konstan Tahun Atas Dasar Harga Berlaku 2000 Nilai Pertumbuhan Nilai Pertumbuhan (Jutaan (%) (Jutaan (%) Rupiah) Rupiah) 2005 3.683.020,64 12,62 2.600.529,76 4,71 2006 3.978.802,62 8,03 2.729.610,27 4,96 2007 4.483.323,77 12,68 2.869.736,96 5,13 2008 r) 5.058.679,19 12,83 3.019.387,58 5,21 *) 5.646.544,41 11,62 3.175.599,35 5,17 2009 Keterangan : r) = Angka Perbaikan *) = Angka Sementara Sumber : BPS Kabupaten Karo 2009 Pertumbuhan tersebut didukung oleh semua sektor perekonomian di Kabupaten Karo, seperti terlihat dari Tabel 11. Tabel 11 Perbandingan Pertumbuhan PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2005-2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Usaha Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB Kabupaten Karo
Keterangan: :
Pertumbuhan (%) 2006 2007 2008 r) 3,98 4,29 4,48
2009 *) 4,67
23,93
3,26
3,23
12,80
10,99
11,70
8,31
3,55
3,83
1,13
7,17
0,82
6,00
4,33
4,43
6,23
7,92
4,77
5,30
4,86
6,88
6,18
6,15
6,49
6,00
18,00
5,74
3,04
5,06
2,96
3,69
6,45
15,32
6,29
5,73
8,25 5,35
7,08 4,96
9,37 5,13
7,38 5,12
8,78 5,17
:r) = Angka Perbaikan = Angka Sementara BPS Kabupaten Karo 2009 *)
Sumber
2005 3,14
59
Tahun 2009
sektor
pertanian mengalami pertumbuhan sebesar 4,67
persen dan melebihi pertumbuhan pada tahun 2008 sebesar 4,48 persen. Pertumbuhan tertinggi pada tahun 2009 terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu tumbuh sebesar 10,99 persen dan diikuti sektor jasa-jasa sebesar 8,78 persen, sedangkan sektor industri pengolahan mengalami pertumbuhan terendah sebesar 1,13 persen. Sub sektor tanaman bahan makanan juga memiliki potensi yang cukup baik terutama tanaman hortikultura baik dari tanaman sayuran, buah maupun tanaman hias. Sayuran unggulan yang ada di kabupaten Karo antara lain adalah kentang, kubis, cabai dan tomat, buah-buahan unggulan adalah Jeruk dan markisa dan untuk tanaman hias unggulan adalah bunga-bunga dataran tinggi seperti gerbera dan krisan. Luas lahan pertanian di Kabupaten Karo terdiri dari lahan basah (sawah dan kolam) seluas 11.927 Ha, lahan darat seluas 200.798 Ha yang terdiri dari lahan perkarangan seluas 4.466 Ha, tegalan/kebun seluas 20.529 Ha, ladang/huma seluas 81.169 Ha, penggembalaan/padang rumput seluas 1.375 Ha, perkebunan seluas 7.489 Ha, hutan negara seluas 59.505 Ha, hutan rakyat seluas 5.608 Ha dan lain-lain seluas 20.657 Ha. Adapun komoditas hortikultura yang dibudidayakan di Kabupaten Karo terdiri dari tanaman palawija, sayuran dan buah. Pada tahun 2008, luas panen komoditas tanaman palawija di Karo 66.537 Ha dengan produksi 431.392 ton, sedangkan luas panen komoditas tanaman sayuran mencapai 16.944 Ha dengan produksi tanaman sayuran mencapai 380.112 ton. Untuk komoditas buah-buahan, luas panen adalah 10.946 Ha dengan produksi 428.082 ton. (Dinas Pertanian Kabupaten Karo, 2009). Berdasarkan sumber data dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Karo, sentra utama komoditas hortikultura tersebar di kecamatan Tigapanah, Barusjahe, dan Simpang Empat. Produksi Tanaman Sayuran Menurut Kecamatan dapat dilihat pada Tabel 12.
60
Tabel 12. Produksi Tanaman Sayuran Menurut Kecamatan Tahun 2009. No Kecamatan
Produksi (Ton) Tomat
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Mardinding Lau Baleng Tiga Binanga Juhar Munthe Kutabuluh Payung Tiganderket Simpang Empat Barus Jahe Merdeka Kabanjahe Berastagi Tigapanah Dolat Rayat Naman Teran Merek
-
Kubis
Kentang -
Bawang Cabai Sayuran Merah Lainnya 138 479 850 -
63 1.844 165 1.265 12.420 68.792
27 11.585
4.640 12.929 1.945 7.635 2.702 4.900 1.255 7.450 1.230 5.248 130 1625 4.832 3.935 -
Jumlah (Ton)
1.699
138 479 850
26 - 2.981 750 689 8.944 247 734 - 11.240
26 653 3.697 750 4.974 16.616 606 2.879 47.781 151.818
4.766 4.200 1.869 2.650 3.050 578 3.685
468
1.952 1.365 2.758 728 2.242 300 1.333
7.336 8.713 8.074 13.881 7.758 740 2.411
31.623 23.858 20.303 25.964 19.528 3.373 16.664
1.845
-
852
2.292
6.688
Sumber : Kabupaten Karo Dalam Angka 2009 (data diolah) Berdasarkan uraian tersebut, maka Kabupaten Karo dapat dinyatakan merupakan salah satu kawasan sentra hortikultura di Provinsi Sumatera Utara khususnya komoditas sayuran dan buah-buahan. Potensi ini juga dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2006-2010 yakni mengembangkan secara optimal pertanian, pariwisata, industri dan perdagangan berbasis agribisnis yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan serta pelestarian hutan dan rehabilitasi lahan kritis. Visi pembangunan Kabupaten Karo adalah terwujudnya masyarakat Kabupaten Karo yang maju, demokratis, beriman dan sejahtera dalam suasana kekerabatan Karo. Hal ini berarti bahwa sektor ekonomi yang akan menjadi landasan gerak adalah agribisnis, industri dan pariwisata. RPJMD Kabupaten Karo 2006- 2010 tampaknya juga mencoba untuk mengembangkan wilayah Kabupaten Karo dengan orientasi ekonomi masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya lokal. Adapun untuk mewujudkan visi tersebut, dirumuskan menjadi 8 misi, yaitu :
61
1. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Kabupaten Karo 2. Meningkatkan peran serta masyarakat khususnya tokoh agama dan rohaniawan dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. 3. Mengembangkan
secara
optimal
pertanian,
pariwisata,
industri
dan
perdagangan berbasis agribisnis yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan serta pelestarian hutan dan rehabilitasi lahan kritis. 4. Memfasilitasi peningkatan budi pekerti dan keimanan masyarakat. 5. Meningkatkan peranan koperasi dan UMKM untuk menunjang perekonomian masyarakat 6. Meningkatkan dan mengembangkan infrastruktur 7. Melestarikan nilai-nilai budaya Karo. 8.
Meningkatkan ketertiban dan ketentraman masyarakat serta kesadaran politik berdasarkan nilai demokrasi. Konsep pembangunan daerah yang berbasis pada sektor unggulan
memiliki beberapa kriteria sektor sebagai motor penggerak pembangunan suatu daerah, antara lain : 1. Mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada peningkatan produksi. 2. Mempunyai keterkaitan ke depan dan belakang (forward and backward linkage) yang kuat, 3. Mampu bersaing (competitiveness), 4. Memiliki keterkaitan dengan daerah lain, 5. Mampu menyerap tenaga kerja, 6. Bertahan dalam jangka waktu tertentu, 7. Berorientasi pada kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan, 8. Tidak rentan terhadap gejolak internal dan eksternal (Suripto, 2003)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai peran agribisnis hortikultura terhadap perekonomian wilayah, bagian (2) penelaahan secara mikro pada tiga kecamatan yang dipilih, hal yang dibahas adalah tingkat perkembangan subsistem-subsistem agribisnis hortikultura, kondisi dan kelengkapan sarana prasarana wilayah dan sistem agribisnis, dan tata niaga hortikultura, bagian (3) sintesis hasil analisis. 5.1. Penelaahan Makro 5. 1. 1. Peranan Hortikultura dalam Perekonomian Kabupaten Karo Peranan sektor hortikultura sayur-sayuran dan buah-buahan dalam perekonomian wilayah Kabupaten Karo dapat diketahui melalui analisis Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan analisis Input-Output (I-O). Analisis PDRB digunakan untuk mengetahui struktur perekonomian Kabupaten Karo tahun 2009 sedangkan analisis I-O digunakan untuk mengetahui keterkaitan sektoral dan multiplier effect. 5.1.1.1. Struktur Perekonomian Kabupaten Karo Salah satu indikator yang dapat menggambarkan perekonomian wilayah adalah PDRB. PDRB didefinisikan sebagai seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi. Tabel 13 menampilkan nilai PDRB sektor-sektor perekonomian menurut lapangan usaha Kabupaten Karo Tahun 2000- 2009 berdasarkan harga konstan tahun 2000. Berdasarkan tabel tersebut tiga sektor penyumbang PDRB tertinggi berturut-turut adalah; sektor pertanian (63,87%), jasa-jasa (11,50%), perdagangan, hotel dan restoran (9,80%). Kontribusi PDRB ke tiga sektor tersebut mencapai 85,17% dari total PDRB. Sektor pertanian menempati peringkat tertinggi. Sektor ini
merupakan
agregat dari tujuh subsektor pertanian menurut klasifikasi 24 sektor perekonomian Kabupaten Karo, yaitu: (1) tanaman bahan makanan lainnya; (2) sayur-sayuran; (3) buah-buahan (4) tanaman perkebunan; (5) perternakan dan hasil-hasilnya; (6)
63
Kehutanan
dan (7) perikanan. Seluruh sektor tersebut sangat erat kaitannya
dengan sektor-sektor primer dalam perekonomian. Agregasi dilakukan untuk menyesuaikan sektor-sektor perekonomian penyusun PDRB dengan sektor-sektor dalam Tabel I-O. Adapun enam sektor lainnya yang memberikan sumbangan paling rendah terhadap PDRB adalah sekor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan, sektor bangunan, sektor industri, sektor pertambangan dan penggalian dan sektor listrik, gas dan air bersih. Tabel 13 Produk Domestik Regional Kabupaten Karo Tahun 2009. Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah) Tahun 2009*) Rata-Rata (%) No. Lapangan Usaha 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa
2.030.151,507 7.909,467 89.941,069 4.444,863 172.274,533
365.521,707
11,503
PDRB Kabupaten Karo
3.177.716,003
100
311.507,531 166.113,542 29.851,784
63,887 0,249 2,830 0,140 5,421 9,803 5,227 0,939
Keterangan : *) = Angka Sementara Sumber : BPS Kabupaten Karo 2009 (data diolah) Kecenderungan perubahan struktur ekonomi Kabupaten Karo antara tahun 2000 hingga 2009 ditampilkan pada Tabel 14. Berdasarkan tabel tersebut, sektor pertanian memiliki tingkat pertumbuhan PDRB rata-rata sebesar 4,11 %/tahun (peringkat ke-9). Sektor-sektor yang memiliki pertumbuhan PDRB rata-rata di atas 5,00%/tahun berjumlah 7 sektor dari 9 sektor perekonomian yang ada di Kabupaten Karo, yaitu sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa.
64
Tabel 14 Laju pertumbuhan PDRB Kabupaten Karo atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha (%) No. 1. 2.
Pertumbuhan (%)
Lapangan Usaha 2005 3,14 23,93
2006 3,98 3,26
2007 4,29 3,23
2008 r) 4,48 12,80
Ratarata 2009 *) 4,67 4,11 10,99 10,84
Pertanian Pertambangan dan Penggalian 3. Industri 11,70 8,31 3,55 3,83 1,13 5,70 4. Listrik, Gas dan Air 7,17 0,82 6,00 4,33 4,43 4,55 Bersih 5. Bangunan 6,23 7,92 4,77 5,30 4,86 5,82 6. Perdagangan, Hotel 6,88 6,18 6,15 6,49 6,00 6,34 dan Restoran 7. Pengangkutan dan 18,00 5,74 3,04 5,06 2,96 6,96 Komunikasi 8. Keuangan, 3,69 6,45 15,32 6,29 5,73 7,50 Persewaan dan Jasa Perusahaan 9. Jasa-jasa 8,25 7,08 9,37 7,38 8,78 8,17 Rata-rata 5,35 4,96 5,13 5,12 5,17 6,665 Keterangan: :r) = Angka Perbaikan *) = Angka Sementara Sumber : PDRB Kabupaten Karo menurut lapangan usaha tahun 2009. Sektor pertanian menempati peringkat pertama berdasarkan kontribusinya dalam pembentukan PDRB dan menempati peringkat ke- 9 berdasarkan pertumbuhan PDRB rata-rata tahunan (4,11 %/tahun). Tren pertumbuhan PDRB sektor pertanian sejak tahun 2005 terus meningkat sampai pada tahun 2009, namun pertumbuhannya tidak melebihi pertumbuhan sektor-sektor lainnya, pertumbuhan PDRB pertanian secara rata-rata tahunan relatif stabil. Berdasarkan analisis struktur output diketahui bahwa dari output total sebesar Rp 4.256.211,599 juta, sebanyak 25,34% (Rp 1.078.495,596 juta) merupakan permintaan antara dan sisanya 74,66% (Rp 3.177.716,003) adalah permintaan akhir (Tabel 15). Besarnya permintaan antara dibandingkan permintaan akhir menggambarkan besarnya permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Semakin besar persentase permintaan antara suatu wilayah, maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik. Dengan demikian semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Struktur Tabel I-O dengan nilai output total yang ada lebih banyak dialokasikan sebagai permintaan antara
65
daripada permintaan akhir menunjukkan bahwa output yang ada cenderung ditransaksikan antar sektor dalam proses produksi daripada digunakan untuk konsumsi secara langsung (baik masyarakat maupun belanja pemerintah). Nilai Tambah Bruto (NTB) adalah balas jasa pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri atas komponen upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung. NTB sering juga disebut sebagai input primer yang merupakan selisih antara total input dan input antara. Berdasarkan struktur NTB, sebanyak 53,05% dari NTB merupakan surplus usaha (Rp 1.685.910,309 juta), 31,15 % merupakan upah dan gaji (Rp 989.926,592juta), 11,40% merupakan penyusutan (Rp 362.194,714 juta) dan 4,40 % adalah pajak tak langsung (Rp 139.684,390 juta). Komponen surplus usaha yang besar menunjukkan besarnya surplus atau keuntungan yang diperoleh dari investasi di wilayah tersebut. Tabel 15 Struktur perekonomian Kabupaten Karo berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 (24 x 24 sektor) No. 1 2
3 4 5
Uraian Struktur Input Jumlah Input Antara Jumlah Input Primer/Nilai Tambah Bruto - Upah dan Gaji - Surplus Usaha - Penyusutan - Pajak Tak Langsung Struktur Output Jumlah Permintaan Antara Jumlah Permintaan Akhir Total Output
Jumlah (Juta Rupiah)
Persentase (%)
1.078.495,596 3.177.716,003 989.926,592 1.685.910,309 362.194,714 139.684,390
100,00 31,15 53,05 11,40 4,40
1.078.495,596 3.177.716,003 4.256.211,599
25,34 74,66 100,00
Kondisi ideal bagi pengembangan wilayah berdasarkan struktur NTB, seharusnya menempatkan proporsi komponen upah dan gaji lebih besar dari komponen-komponen lain, karena dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung. Namun demikian, proporsi komponen surplus usaha yang lebih besar dibandingkan komponen upah gaji masih tetap baik apabila keuntungan tersebut diinvestasikan lagi di daerah dimana keuntungan atau surplus usaha diperoleh. Hal ini dimungkinkan terutama apabila pemilik modal atau investor merupakan pengusaha lokal dibandingkan investor dari luar wilayah. Oleh karena itu investasi yang baik selain dilakukan dengan memanfaatkan sumber daya lokal
66
yang ada, juga memberikan pengaruh positif bagi wilayah secara keseluruhan, serta mampu mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran wilayah. Besarnya permintaan dari input antara menggambarkan permintaan yang terjadi antar sektor ekonomi. Secara umum komponen permintaan akhir seperti konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan
stok
menggambarkan
transaksi
domestik,
sedangkan
ekspor
menggambarkan kegiatan transaksi antar wilayah. Struktur Tabel I-O Kabupaten Karo tahun 2009 dapat dilihat pada Lampiran 1. Semakin besar nilai (persentase) permintaan antara suatu wilayah maka semakin besar keterkaitan ekonomi domestik atau dengan kata lain semakin kecil kemungkinan kebocoran wilayah yang terjadi. Berdasarkan tampilan output total setiap sektor pada Tabel I-O, lima sektor yang memiliki kontribusi terbesar berturut-turut
adalah:
tanaman
bahan
makanan
lainnya,
pengangkutan,
perdagangan besar dan eceran, pemerintahan umum, dan tanaman perkebunan. Sektor sayur-sayuran memberikan kontribusi sebesar Rp 180.702,023 juta atau sebesar 4,246 % dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 4.256.211,599 juta. Sektor buah-buahan memberikan kontribusi sebesar Rp 55.715,643 juta atau sebesar 1,309 % dari pembentukan output total seluruh sektor perekonomian. Kontribusi paling tinggi diberikan oleh sektor tanaman bahan makanan lainnya lainnya sebesar Rp 1.503.960,453 juta atau 35,336 % sedangkan sektor perikanan menempati urutan terakhir dengan output total sebesar 0,098 % (Tabel 16). Berdasarkan nilai kontribusi terhadap PDRB dan output total yang terbentuk, terlihat bahwa dari 10 sektor penyumbang PDRB tertinggi, 9 diantaranya juga memberikan output total dalam peringkat 10 besar. Hal ini berarti bahwa besarnya sumbangan terhadap PDRB ditentukan oleh besarnya output total. Sektor-sektor dengan peranan yang besar baik dalam PDRB maupun output total dapat dikelompokkan sebagai sektor kunci atau key sectors (BPS 2000). Sektor sayur-sayuran menempati peringkat ke delapan dan sektor buahbuahan pada sektor ke sepuluh, baik dalam kontribusi terhadap PDRB maupun output total, oleh karena itu sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tergolong sebagai sektor utama dalam perekonomian di Kabupaten Karo. Sektor-sektor yang
67
merupakan sektor kunci selain sektor sayur-sayuran dan buah-buahan antara lain: sektor tanaman bahan makanan lainnya, pengangkutan, perdagangan besar dan eceran, pemerintahan umum, tanaman perkebunan, konstruksi, peternakan dan hasil-hasilnya,serta sektor industri bukan migas. Berdasarkan tabel input-output, sektor tanaman bahan makanan lainnya memiliki konstribusi terbesar 35,336% diikuti sektor pengangkutan (14,296%). Output sektor sayur-sayuran dan buah-buahan masih lebih rendah bila dibandingkan dengan sektor tanaman bahan makanan lainnya lainnya. Total persentase konstribusi tanaman bahan makanan lainnya di dalam sektor pertanian masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan sektor pertanian lainnya. Tabel 16. Output total berdasarkan Tabel I-O Kabupaten Karo Tahun 2009 No.
Sektor Perekonomian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tanaman bahan makanan lainnya Pengangkutan Perdagangan Besar dan Eceran Pemerintahan Umum Tanaman Perkebunan Konstruksi Peternakan dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Industri bukan migas Buah-buahan Jasa Perorangan & Rumah Tangga Restoran Bank Swasta Komunikasi Real estate Hotel Minyak dan gas bumi Listrik dan gas Jasa Perusahaan Kehutanan Penggalian Air bersih Perikanan Jumlah
Output Total (Juta rupiah) 1.503.960,453 608.448,440 461.573,538 292.040.000 291.973,032 204.210,237 190.119,092 180.702,023 179.882,138 55.715,643 49.558,734 41.652,710 39.302,267 37.467,551 32.400,453 20.007,538 19.877,050 10.204,196 8.630,173 7.573,300 6.354,012 6.049,730 4.332,485 4.176,804 4.256.211,599
Persentase (%) 35,336 14,296 10,845 6,862 6,860 4,798 4,467 4,246 4,226 1,309 1,164 0,979 0,923 0,880 0,761 0,470 0,467 0,240 0,203 0,178 0,149 0,142 0,102 0,098 100,00
68
5.1.1.2. Keterkaitan Sektoral Salah satu keunggulan analisis I-O adalah dapat mengetahui keterkaitan sektoral, baik keterkaitan ke belakang (backward linkage) maupun keterkaitan ke depan (forward linkage). Dengan analisis tersebut dapat diketahui tingkat hubungan atau keterkaitan teknis antar sektor perekonomian. Keunggulan suatu sektor dapat dilihat dari tingkat kekuatan antar sektor tersebut dengan sektor lainnya (Daryanto dan Hafizrianda 2010; Rustiadi et al. 2009). Sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang yang kuat ditandai dengan angka keterkaitan yang tinggi. Hal ini berarti peningkatan output sektor tersebut dapat menarik aktivitas sektor-sektor di belakangnya (hulu). Sedangkan sektor yang mempunyai keterkaitan ke depan yang kuat berarti mampu mendorong aktivitas sektor-sektor perekonomian yang ada di hilirnya (BPS 2000a). Roda perekonomian dapat bersinergi dengan baik dengan adanya keterkaitan. Makin kuat keterkaitan antar sektor, makin kecil ketergantungan sektor tersebut pada impor, sekaligus memperkecil kebocoran wilayah yang mengalir ke wilayah lainnya, sehingga nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyarakat di wilayahnya sendiri. Analisis keterkaitan antar sektor pada dasarnya melihat dampak output dan kenyataan bahwa sektor-sektor dalam perekonomian tersebut saling mempengaruhi (Rustiadi et al. 2009). Keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung ke belakang dianalisis dengan menggunakan matriks koefisien, sedangkan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang dianalisis dengan menggunakan matriks kebalikan Leontief terbuka. Keterkaitan langsung ke depan menunjukkan akibat suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menggunakan sebagian output tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Pada Gambar 6 ditampilkan keterkaitan langsung ke depan atau Direct Forward Linkage (DFL) sektor-sektor perekonomian yang berhubungan dengan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan. Sektor sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,281 dan sektor buahbuahan memiliki nilai DFL sebesar 0,099 .
69
Hotel Kehutanan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Perikanan Restoran Buah-buahan Bank Tanaman Bahan Makanan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Jasa Swasta Sayur-sayuran Industri Bukan Migas
0,011 0,017 0,025 0,043 0,096 0,099 0,135 0,150 0,156 0,198 0,234 0,281
Direct Forward Linkage
0,592
Perdagangan Besar & Eceran
1,191
0.0000 0.2000 0.4000 0.6000 0.8000 1.0000 1.2000 1.4000
Gambar 6. Keterkaitan Langsung Ke Depan Keterkaitan langsung ke belakang atau Direct Backward Linkage (DBL) menunjukkan akibat dari suatu sektor tertentu terhadap sektor-sektor yang menyediakan input bagi sektor tersebut secara langsung per unit kenaikan permintaan akhir. Keterkaitan langsung ke belakang sektor-sektor perekonomian ditampilkan pada Gambar 7. Nilai DBL di atas rata-rata adalah yang memiliki nilai indeks ≥1. Berdasarkan gambar tersebut, hampir semua sektor memiliki nilai DBL <1, hal ini menunjukkan bahwa semua sektor memiliki nilai di bawah ratarata. Sektor sayur–sayuran memiliki nilai DBL sebesar 0,830 dan sektor buahbuahan memiliki nilai DBL sebesar 0,133.
70
Tanaman Perkebunan
0,067 0,085 0,101 0,104 0,105 0,123 0,132 0,133 0,206 0,226 0,238 0,366 0,373
Kehutanan Perdagangan Besar & Eceran Tanaman Bahan Makanan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Perikanan Buah-buahan Bank Peternakan dan Hasil-hasilnya Hotel Jasa Swasta Industri Bukan Migas Restoran
Direct Backward Linkage
Sayur-sayuran
0,830 0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
Gambar 7. Keterkaitan Langsung ke Belakang Sektor sayur-sayuran memiliki nilai DFL sebesar 0,281 yang lebih kecil dibandingkan nilai DBL (0,830) dan sektor buah-buahan memiliki nilai DFL sebesar 0,099 lebih kecil dibandingkan dengan nilai DBL 0,133. Hal ini menunjukkan bahwa kedua sektor tersebut lebih banyak menghasilkan output yang dapat digunakan oleh sektornya sendiri sebagai input secara langsung dibandingkan penggunaan output dari sektor tersebut untuk digunakan sebagai input untuk sektor-sektor lainnya. Nilai DBL sektor sektor sayur-sayuran dan buah-buahan yang rendah menunjukkan bahwa sektor tersebut menggunakan input dari sektor-sektor lain dengan jumlah yang rendah. Sebaliknya output sektor sayur-sayuran dan buahbuahan justru digunakan sebagai input oleh sektor-sektor lain, terutama oleh sektor industri non migas khususnya sektor pengolahan. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor sayur-sayuran ditampilkan pada Gambar 8 dan 9. Sektor sayuran memiliki keterkaitan ke depan dengan tujuh sektor, termasuk dengan sektornya sendiri. Keterkaitan tertinggi adalah dengan sektor sayur-sayuran itu sendiri (0,233) diikuti sektor restoran (0,030), dan berikutnya sektor peternakan dan hasil-hasilnya (0,007).
71
0,0001
Industri Bukan Migas Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,002
Hotel
0,003
Jasa Swasta
0,003
Peternakan dan Hasil‐hasilnya
0,007
Keterkaitan Ke depan Sektor Sayur‐sayuran Terhadap Sektor lain
0,030
Restoran
0,233
Sayur‐sayuran
0.00000 0.05000 0.10000 0.15000 0.20000 0.25000
Gambar 8.Keterkaitan ke Depan Sektor Sayur-sayuran Dengan Sektor-sektor Lain.
Tanaman Perkebunan
0.00050
Peternakan dan Hasil-hasilnya
0,001
Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,001
Jasa Swasta
0,001
Bank
0,008
Restoran Perdagangan Besar & Eceran
0,188
Sayur-sayuran
0,233
Industri Bukan Migas 0.00000
Keterkaitan Ke Belakang Sektor Sayur-sayuran Terhadap Sektor Lain
0,018
0,295 0.10000
0.20000
0.30000
0.40000
Gambar 9. Keterkaitan Ke Belakang Sektor Sayur-sayuran Dengan Sektor-sektor Lain. Sektor sayur-sayuran memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor-sektor sebagai berikut: (1) sektor industri bukan migas, (2) sektor sayur-sayuran, (3) sektor perdagangan besar dan eceran, (4) sektor restoran, (5) bank, (6) jasa swasta, (7) Jasa perorangan dan rumah tangga, (8) peternakan dan hasil-hasilnya, dan (9) tanaman perkebunan. Tiga sektor yang memiliki keterkaitan ke belakang tertinggi dengan sektor sayur-sayuran berturut-turut adalah sektor industri bukan migas, sektor sayur-sayuran itu sendiri dan sektor perdagangan besar dan eceran, Sektorsektor yang memiliki keterkaitan dengan sektor buah-buahan ditampilkan pada Gambar 10 dan 11. Sektor buah-buahan memiliki keterkaitan ke depan dengan
72
delapan sektor, termasuk dengan sektornya sendiri. Keterkaitan tertinggi adalah dengan sektor buah-buahan itu sendiri (0,062) diikuti sektor restoran (0,025) , dan berikutnya sektor jasa swasta(0,003).
Perdagangan Besar & Eceran
0,0001
Peternakan dan Hasil-hasilnya
0,001
Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,002
Restoran
0,002
Hotel
0,003
Jasa Swasta
0,003
Industri Bukan Migas
Keterkaitan ke depan Sektor Buahbuahan terhadap sektor lain
0,025
Buah-buahan
0,062
0.00000 0.01000 0.02000 0.03000 0.04000 0.05000 0.06000 0.07000
Gambar 10. Keterkaitan ke Depan Sektor Buah-buahan dengan sektor-sektor lain. Jasa Swasta Hotel Peternakan dan Hasil-hasilnya Jasa Perorangan Dan Rumah Tangga Restoran Perdagangan Besar & Eceran Buah-buahan
0,0001 0,0001 0,0002 0,0003
Keterkaitan Ke Belakang Sektor Buahbuahan Dengan Sektor Lain
0,003 0,048 0,062
0.00000 0.01000 0.02000 0.03000 0.04000 0.05000 0.06000 0.07000
Gambar 11. Keterkaitan Ke Belakang Sektor Buah-buahan dengan sektor-sektor lain. Sektor Buah-buahan memiliki keterkaitan ke belakang dengan sektor-sektor sebagai berikut: (1) sektor buah-buahan, (2) perdagangan besar dan eceran, (3) restoran, (4) jasa perorangan dan rumah tangga, (5) peternakan dan hasil-hasilnya, (6) hotel,dan (7) jasa swasta.
73
Selanjutnya untuk mengetahui sektor yang mempunyai kemampuan untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulu atau hilir baik melalui mekanisme transaksi pasar output maupun pasar input dapat dianalisis menggunakan daya penyebaran dan derajat kepekaan. Daya penyebaran adalah jumlah dampak akibat perubahan permintaan akhir suatu sektor terhadap output seluruh sektor ekonomi, sedangkan derajat kepekaan merupakan jumlah dampak terhadap suatu sektor sebagai akibat perubahan seluruh sektor perekonomian. Untuk membandingkan dampak yang terjadi pada setiap sektor, maka daya penyebaran ataupun derajat kepekaan harus dinormalkan dengan cara membagi rata-rata dampak suatu sektor dengan rata-rata dampak seluruh sektor. Dari proses tersebut diperoleh indeks daya penyebaran (IDP) dan indeks derajat kepekaan (IDK). Nilai IDP lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkatkan output sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut. Nilai IDP sektor sayur-sayuran sebesar 1,227. Sedangkan nilai yang kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu dalam menarik sektor hulunya. Berdasarkan nilai IDP, sektor buah-buahan yang bernilai kurang dari satu (0,584) dikelompokkan sebagai sektor yang kurang mampu menarik sektorsektor hulunya. Artinya setiap kenaikan 1 unit output sektor buah-buahan hanya mengakibatkan penggunaan sektor-sektor lain sebagai input sebesar 0,584 unit (Gambar 12).
74
Tanaman Perkebunan
0,545
Tanaman Bahan Makanan
0,560
Perikanan
0,580
Buah-buahan
0,584
Kehutanan
0,592
Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,600
Perdagangan Besar & Eceran
0,618
Peternakan dan Hasil-hasilnya
0,635
Indeks Penyebaran
Bank
0,683
Jasa Swasta
0,706
Industri Bukan Migas
0,750
Restoran
0,802
Hotel
0,871
Sayur-sayuran
1,227
0
0.5
1
1.5
Gambar 12. Nilai Indeks Daya Penyebaran sektor-sektor perekonomian. Nilai IDK suatu sektor yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilir yang memakai input dari sektor tersebut. Pada Gambar 13 terlihat bahwa sektor sayur-sayuran dan buah-buahan memiliki IDK kurang dari satu yaitu nilai IDK sayur-sayuran 0,689 dan nilai IDK buah-buahan 0,556. Hal ini berarti kenaikan 1 unit permintaan akhir sektor sayur-sayuran akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain termasuk sektornya sendiri secara keseluruhan sebesar 0,689 unit dan kenaikan 1 unit permintaan akhir sektor buah-buahan akan menyebabkan naiknya output sektor-sektor lain termasuk sektornya sendiri secara keseluruhan sebesar 0,556 unit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sektor sayur-sayuran dan buah-buahan kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor-sektor hilir yang menggunakan outputnya sebagai input produksi. Oleh karena itu sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tidak akan mudah terpengaruh bila terjadi perubahan pada sektor-sektor yang menggunakan output sektor sayursayuran dan buah-buahan sebagai input produksinya. Sektor-sektor perekonomian yang memiliki nilai IDK lebih dari satu yaitu sektor perdagangan besar dan eceran.
75
Kehutanan
0,512
Hotel
0,513
Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,529
Perikanan
0,530
Buah-buahan
0,556
Tanaman Bahan Makanan
0,608
Restoran
0,611
Bank
0,613
Peternakan dan Hasil-hasilnya
0,628
Tanaman Perkebunan
0,631
Jasa Swasta
Indeks Kepekaan
0,656
Sayur-sayuran
0,670
Industri Bukan Migas
0,920
Perdagangan Besar & Eceran
1,331
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
Gambar 13. Nilai Indeks Derajat Kepekaan sektor-sektor perekonomian. Berdasarkan IDP dan IDK, sektor-sektor perekonomian dikelompokkan dalam 4 kelompok sebagai berikut: -
Kelompok I adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di atas ratarata (>1)
-
Kelompok II adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di atas rata-rata (>1) dan IDK di bawah rata-rata (<1)
-
Kelompok III adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP di bawah rata-rata (<1) dan IDK di atas rata-rata (>1)
-
Kelompok IV adalah sektor-sektor yang mempunyai IDP dan IDK di bawah rata-rata (<1) Tabel 17 memperlihatkan pengelompokan sektor-sektor perekonomian
Kabupaten Karo berdasarkan nilai IDP dan IDK. Sektor sayur-sayuran menempati kuadran ke-2 karena memiliki IDP di atas rata-rata (>1) dan IDK di bawah rata-rata (<1) dan sektor buah-buahan menempati kuadran ke-4 dalam pengelompokan tersebut, karena memiliki nilai IDP dan IDK kurang dari satu. Sektor yang mempunyai IDP tinggi memberikan indikasi bahwa sektor tersebut mempunyai pengaruh terhadap sektor lain, sebaliknya sektor yang
76
mempunyai IDK yang tinggi berarti sektor tersebut akan cepat terpengaruh bila terjadi perubahan pada sektor lainnya. Tabel 17 Pengelompokan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Karo berdasarkan nilai IDP dan IDK IDP>1 -
IDK>1 IDK<1 2. Sayur-sayuran 18.Komunikasi
IDP<1 17. Pengangkutan
1.Tanaman Bahan Makanan lainnya 3.Buah-buahan 4.Tanaman Perkebunan 5.Peternakan dan hasil-hasilnya 6.Kehutanan 7. Perikanan 8. Minyak dan gas bumi 9.Penggalian 10.Industri bukan migas 11. Listrik dan gas 12.Air bersih 13. Konstruksi 14. Perdagangan besar dan ecera 15. Restoran 16.Hotel 19.Bank 20.Real estate 21. Jasa Perusahaan 22.Pemerintahan umum 23.Swasta 24.Jasa perorangan dan rumah tangga
Dari kajian tersebut terlihat bahwa sektor-sektor perekonomian dominan menempati kuadran ke-empat. Hal ini dapat dinyatakan bahwa sektor-sektor penunjang perekonomian di Kabupaten Karo relatif rapuh. Sektor-sektor perekonomian hanya berkembang untuk dirinya sendirinya, rentan untuk
77
dieksplorasi wilayah sekitarnya dan belum mampu mengambil manfaat dari wilayah sekitarnya. Namun jika dilihat dari struktur tenaga kerja yang diserap oleh semua sektor beserta nilai output yang diberikan oleh masing-masing sektor maka sektorsektor tersebut memberikan pengaruh yang nyata/ penting. (Tabel 18). Alokasi tenaga kerja berdasarkan sektor ekonomi terlampir pada Lampiran 10. Tabel 18 Penyerapan Tenaga Kerja Pada Masing-Masing Sektor beserta Output. No
Sektor Perkonomian Sub Sektor Perekonomian
1 Pertanian
2 Perdagangan,hotel & Restoran
3 Jasa-Jasa
4 Pertambangan 5 Bangunan 6 Industri Pengolahan 7 Listrik, Gas,dan Air Bersih 8 Keuangan, Persewaan 9 Pengangkutan & Komunikasi
Tanaman bahan makanan lainnya Sayur-sayuran Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasilhasilnya Buah-buahan Perikanan Kehutanan Perdagangan Besar dan Eceran Hotel Restoran Pemerintahan Umum Jasa Perorangan & Rumah Tangga Jasa Perusahaan Penggalian Minyak dan gas bumi Konstruksi Real estate Industri bukan migas Listrik dan gas Air bersih Bank Swasta Komunikasi Jumlah
Output Total (Juta rupiah)
1.503.960,453
Persentase Tenaga Kerja (%) 49,64
180.702,023 291.973,032 190.119,092 55.715,643 4.176,804 6.354,012 461.573,538 19.877,050 41.652,710 292.040.000 49.558,734 7.573,300 6.049,730 10.204,196 204.210,237 20.007,538 179.882,138
19,25
11,81
0,24 3,75 7,08
8.630,173 4.332,485 39.302,267 37.467,551 32.400,453
0,33
6,60
4.256.211,599
100,00
1,30
Persentase penyerapan tenaga kerja terbesar berada pada sektor pertanian yang mencakup subsektor tanaman bahan makanan lainnya, sayur-sayuran,
78
tanaman perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, buah-buahan, perikanan dan kehutanan dan sektor ini juga memberikan output yang paling besar. Dapat disimpulkan bahwa dampak pembangunan di sektor pertanian terjadi secara langsung (direct impact) dan tidak langsung (indirect impact). Dampak tidak langsung menunjukkan bahwa pembangunan di sektor pertanian akan memiliki pengaruh terhadap kenaikan output, value added, kegiatan produksi di sektorsektor lainnya, dan pendapatan masyarakat, jika pembangunan di sektor ini berjalan melalui proses dan kegiatan yang sinergis dengan sektor -sektor lainnya. Demikian juga bila dilihat dari Indeks Pembangunan manusia (IPM). IPM merupakan indikator komposit tungal yang walaupun tidak mengukur semua dimensi dari pembangunan manusia, tetapi mengukur tiga dimensi pokok pembangunan manusia yang dinilai mencerminkan status kemampuan dasar penduduk. Ketiga kemampuan itu adalah mengukur peluang hidup ataupun harapan hidup, pengetahuan dan keterampilan, serta akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan untuk mencapai hidup layak. Jika dilihat dari komponen IPM maka nilai IPM Kabupaten Karo menunjukkan nilai yang relatif baik. Nilai IPM dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Komponen Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Utara Tahun 2004. No
Kabupaten
Harapan Hidup
Melek Huruf
Pengeluaran riil Perkapita
IPM
Rangking
97,6
Ratarata lama Sekolah 9,5
1
Karo
72,8
615,9
71,9
1
2
Dairi
66,8
96,7
8,3
614,1
68,1
5
3
Simalungun 67,6
96,4
8,0
615,2
68,9
3
4
Toba Samosir Tapanuli Utara Samosir
65,6
97,1
9,0
633,5
71,4
2
66,1
97,0
8,7
608,6
67,8
6
64,23
96,5
8,0
631,4
68,2
4
5 6
Sumber : Sumatera Utara Dalam Angka 2004.
79
5.1.2. Multiplier Effect Analisis multiplier effect dari sektor-sektor perekonomian wilayah Kabupaten Karo berdasarkan Tabel I-O tahun 2009 terdiri atas multiplier output, NTB, dan pendapatan (income). Nilai multiplier tersebut akan dijelaskan sebagai berikut. 5.1.2.1 Multiplier Effect Output Dalam model I-O, output memiliki hubungan timbal balik dengan permintaan akhir, artinya; jumlah output yang dapat diproduksi tergantung jumlah permintaan akhirnya. Namun demikian, dalam keadaan tertentu, output justru yang menentukan besarnya permintaan akhir (BPS 2000a). Berdasarkan analisis diperoleh multiplier effect output sektor sayur-sayuran 2,727 dan sektor buah-buahan memiliki multiplier effect output dengan nilai 1,167. Hal ini berarti apabila permintaan akhir sektor sayur-sayuran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap perekonomian wilayah (output) meningkat 2,727 milyar rupiah. Nilai multiplier effect output per sektor ditampilkan pada Gambar 14. Perikanan Kehutanan Jasa Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Tanaman Perkebunan Tanaman Bahan Makanan Hotel Buah‐buahan Perdagangan Besar & Eceran Bank Peternakan dan Hasil‐hasilnya Restoran
1,010 1,020 1,022 1,070 1,083 1,105 1,139 1,167 1,194 1,208 1,217 1,272
2,727
Sayur‐sayuran 0.00000
Multiplier Effect Output
1.00000
2.00000
3.00000
Gambar 14. Nilai multiplier effect terhadap output sektor-sektor perekonomian. Dibandingkan dengan sektor-sektor lain dalam sektor-sektor perekonomian multiplier effect output sektor sayur-sayuran berada pada urutan ke tiga namun untuk sektor buah-buahan berada di urutan ke tiga belas. Multiplier effect output sektor sayur-sayuran memberikan pengaruh dalam pembentukan output total,
80
melalui skenario peningkatan final demand, khususnya konsumsi rumah tangga sebesar 10%, akan dicapai peningkatan output total sebesar 4,7405 % atau sebesar Rp. 14.260.662,2 juta. Multiplier effect output sektor buah-buahan juga memiliki pengaruh yang besar dalam pembentukan output total, melalui skenario peningkatan final demand, khususnya konsumsi rumah tangga sebesar 10%, akan dicapai peningkatan output total sebesar 2,045 % atau sebesar Rp. 6.166.448,36 juta. Sektor tanaman bahan makanan lainnya merupakan sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi (40,7413%) diikuti oleh sektor pengangkutan (19,868%) dan perdagangan besar dan eceran (10,00%). Skenario
peningkatan
final
demand
melalui
belanja
pemerintah
mendapatkan peningkatan output total sebesar 9,053 % untuk tiap kenaikan 10% atau Rp 38.266.288,2 juta. Sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah sektor pemerintahan umum (58,497%), sektor tanaman bahan makanan lainnya (11,541%) dan sektor tanaman perkebunan (7,493%). Sedangkan sektor sayur-sayuran mengalami peningkatan sebesar 0,5334% dan sektor buah-buahan mengalami peningkatan sebesar 0,204% Skenario peningkatan final demand melalui investasi (pembentukan modal tetap bruto) sebesar 10% mampu meningkatkan output total sebesar Rp 84.997.443,33 juta (20,110%). Peningkatan yang paling tinggi dicapai oleh sektor tanaman bahan makanan lainnya (5,192%), konstruksi (4,284%) dan tanaman perkebunan(3,936%). Sektor sayur-sayuran berada pada peringkat ke-15 dengan peningkatan 0,047% dan sektor buah-buahan mengalami peningkatan sebesar 0,016% berada pada peringkat ke -21. Peningkatan final demand sebesar 10% melalui skenario ekspor barang dan jasa mampu meningkatkan output total sebesar Rp 39.028.553 juta (9,233%). Sektor yang mengalami peningkatan paling tinggi adalah tanaman makanan (45,545%), tanaman perkebunan (21,864%) dan sektor perdagangan besar dan eceran
(17,870%).
Sektor
sayur-sayuran
dengan
peningkatan
13,216%
menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor perekonomian dan sektor buah-buahan dengan peningkatan 0,635% menempati urutan ke-11 dari seluruh sektor perekonomian. Dengan demikian, sektor sayur-sayuran dan buah-buahan masih
81
memiliki prospek penting untuk dikembangkan bagi peningkatan perekonomian wilayah Kabupaten Karo. 5.1.2.2 Multiplier Effect Nilai Tambah Bruto Nilai tambah bruto (NTB) adalah input primer yang merupakan bagian dari input secara keseluruhan. Sesuai dengan asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan tabel I-O, maka hubungan antara NTB dengan output bersifat linier. Artinya peningkatan atau penurunan output akan diikuti secara proporsional oleh kenaikan dan penurunan NTB. Dampak NTB sektor-sektor perekonomian berdasarkan urutan dari yang tertinggi hingga terendah ditampilkan pada Tabel 20. Tabel 20 Peringkat dampak sektor-sektor perekonomian terhadap NTB No.
Sektor Perekonomian
Dampak terhadap NTB
1
Komunikasi
8,2894
2
Listrik dan gas
2,2443
3
Sayur-sayuran
2,1122
4
Real estate
1,6647
5
Industri bukan migas
1,6647
6
Restoran
1,4994
7
Konstruksi
1,4153
8
Hotel
1,3032
9
Swasta
1,2959
10
Pengangkutan
1,2943
11
Bank
1,2830
12
Jasa Perusahaan
1,2623
13
Penggalian
1,1958
14
Minyak dan gas bumi
1,1872
15
Peternakan dan hasil-hasilnya
1,1797
16
Air bersih
1,1712
17
Perdagangan besar dan eceran
1,1540
18
Perikanan
1,1379
19
Kehutanan
1,1270
20
Buah-buahan
1,1249
21
Jasa Perorangan dan Rumah Tangga
1,1055
22
Tanaman bahan makanan lainnya
1,0989
23
Tanaman Perkebunan
1,0640
24
Pemerintahan Umum
1,0000
82
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa sektor sayur-sayuran memiliki nilai dampak terhadap NTB sebesar 2,112 yang berarti bahwa apabila permintaan akhir sektor sayur-sayuran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap NTB akan meningkat 2,112 milyar rupiah dan sektor buah-buahan memiliki nilai dampak terhadap NTB sebesar 1,125 yang berarti bahwa apabila permintaan akhir sektor buah-buahan meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap NTB akan meningkat 1,125 milyar rupiah. Sektor-sektor yang memiliki dampak NTB paling tinggi adalah sektor komunikasi (8,289) dan sektor listrik dan gas (2,244). Tingginya nilai dampak sektor komunikasi dikarenakan kuatnya keterkaitan sektor tersebut dengan sektor-sektor perekonomian lain di Kabupaten Karo. 5.1.2.3 Multiplier Effect Pendapatan Berdasarkan analisis multiplier effect terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian, diperoleh lima sektor yang memiliki nilai tertinggi, yaitu: peternakan dan hasil-hasilnya, komunikasi, real estate, minyak dan gas bumi, dan sektor sayur-sayuran. Sektor sayur-memiliki nilai 2,906, artinya apabila permintaan akhir sektor sayur-sayuran meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap pendapatan wilayah akan meningkat 2,906 milyar rupiah dan untuk sektor buah-buahan memiliki nilai 1,188 artinya apabila permintaan akhir sektor buah-buahan meningkat 1 milyar rupiah, maka dampak terhadap pendapatan wilayah akan meningkat 1,188 milyar rupiah (Gambar 15). Tanaman Perkebunan
1,060
Tanaman Bahan Makanan
1,120
Kehutanan
1,170
Bank
1,171
Buah-buahan
1,188
Perikanan
1,227
Hotel
1,238
Perdagangan Besar & Eceran
1,276
Industri Bukan Migas
Multiplier Pendapatan
1,403
Restoran
1,538
Swasta
1,583
Jasa Perorangan dan Rumahtangga
1,779
Sayur-sayuran
2,906
Peternakan dan Hasil-hasilnya
3,138
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
Gambar 15. Nilai multiplier effect pendapatan sektor-sektor perekonomian.
83
5.1.3 Hasil Sintesa PerekonomianKabupaten Karo Secara Makro Berdasarkan seluruh indikator keterkaitan dan multiplier effect melalui analisis I-O di atas diketahui bahwa sektor sayur-sayuran dan buah-buahan tidak tergolong sebagai sektor strategis. Menurut Rustiadi et al. (2009) sektor strategis adalah sektor yang memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang besar serta mampu menciptakan angka pengganda (multiplier) yang besar dalam perekonomian. Indikator tersebut kontradiktif dengan besarnya potensi sayursayuran dan buah-buahan yang dimiliki serta sumbangan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan terhadap PDRB. Potensi produksi yang belum termanfaatkan serta pangsa pasar yang besar menjadi modal untuk menjadikan sektor-sektor tersebut sebagai sektor unggulan. Dilihat dari nilai PDRB Kabupaten Karo, sub sektor Hortikultura dan Tanaman Pangan yang dikelompokkan dalam Sektor Bahan Makanan berkontribusi sebesar 97,24 % terhadap nilai total sumbangan PDRB dari sektor Pertanian, atau sekitar 77,90 % terhadap nilai PDRB Kabupaten Karo. Penyerapan tenaga kerja pada subsektor hortikultura (49,64%), termasuk dalam kategori sedang sampai tinggi, dengan basis di perdesaan, karena itu pengembangan subsektor ini telah berkontribusi secara signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di perdesaan. Upaya pengembangan yang dapat dilakukan dalam mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan meningkatkan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain dalam internal wilayah Kabupaten Karo. Keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain yang rendah terutama dikarenakan output sektor tersebut lebih banyak digunakan untuk memenuhi permintaan akhir dibandingkan ditransaksikan antar sektor perekonomian dalam proses produksi. Dari output total sektor sayur-sayuran sebesar Rp 1.800.702,023 juta, permintaan antara sektor sayur-sayuran hanya sebesar 25,118% (Rp 45.390,039 juta), sedangkan permintaan akhir mencapai 74,881% (Rp 135.311,984 juta). Output total sektor buah-buahan sebesar Rp 55715,643 juta, permintaan antara hanya sebesar 9,744 % (Rp. 5.428,860 juta), sedangkan permintaan akhir mencapai 90,256% (Rp 50.286,783 juta). Dilihat dari komposisi permintaan akhir (final demand) sektor sayur-sayuran, pengeluaran konsumsi rumah tangga menempati persentase paling besar yaitu 71,30% dan
84
sisanya adalah ekspor barang dan jasa 28,700 %. Komposisi permintaan akhir (final demand) sektor buah-buahan, pengeluaran konsumsi rumah tangga menempati persentase paling besar dengan angka 98,3867% dan sisanya adalah ekspor barang dan jasa 1,613%. Pengeluaran konsumsi pemerintah, investasi (pembentukan modal tetap bruto) dan perubahan stok tidak memiliki permintaan akhir dari sektor sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain nilai transaksi antar sektor yang rendah, jumlah sektor yang terkait dengan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan juga sedikit. Keterkaitan ke depan sektor sayur-sayuran hanya terkait dengan 8 sektor, yaitu: (1) sayur-sayuran, (2) peternakan dan hasil-hasilnya, (3) industri bukan migas, (4) restoran, (5) hotel, (6) swasta, (7) jasa perorangan dan rumah tangga dan (8) pengangkutan. Keterkaitan ke belakang, sektor sayur-sayuran terkait dengan 13 sektor, yaitu: (1) sayur-sayuran, (2) tanaman perkebunan, (3) peternakan dan hasil-hasilnya, (4) industri bukan migas, (5) konstruksi, (6) perdagangan besar dan eceran, (7) restoran, (8) pengangkutan, (9) komunikasi, (10) Bank, (11) real estate, (12) jasa perusahaan dan (13) jasa perorangan dan rumah tangga. Ke depan sektor buahbuahan hanya terkait dengan 8 sektor, yaitu: (1) buah-buahan, (2) peternakan dan hasil-hasilnya, (3) industri bukan migas, (4) perdagangan besar dan eceran, (5) restoran,(6) hotel, (7) swasta dan (8) jasa perorangan dan rumah tangga. Ke belakang, sektor buah-buahan terkait dengan 13 sektor, yaitu: (1) buah-buahan, (2) peternakan dan hasil-hasilnya, (3) konstruksi, (4) perdagangan besar dan eceran, (5) restoran, (6) hotel, (7) pengangkutan, (8) Komunikasi (9) Bank, (10) real estate, (11), jasa perusahaan (12) swasta dan (13) jasa perorangan dan rumah tangga. Peningkatan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik peningkatan keterkaitan ke belakang maupun ke depan. Peningkatan keterkaitan ke belakang sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor sayur-sayuran dan buahbuahan itu sendiri misalnya penggunaan benih lokal untuk kegiatan budidaya. Apalagi
kebutuhan
akan
benih
hortikultura
semakin
meningkat
dan
penyediaannya tampaknya sebagian berasal dari benih impor. Dan perkembangan industri perbenihan di Kabupaten Karo masih terbilang lambat. Kebanyakan
85
industri perbenihan masih dalam skala kecil atau masih dalam tingkat penangkar yang produksinya masih terbatas sehingga sebagian besar kebutuhan benih didatangkan dari luar. Ketergantungan akan benih impor akan menambah biaya produksi, ketergantungan ini juga memiliki resiko yang tinggi terhadap kelanjutan dan penyediaan benih. Untuk menjamin ketersediaan benih dengan harga yang terjangkau dan bisa tersedia setiap saat, maka perlu dilakukan pengembangan industri perbenihan yang modern di Kabupaten Karo. (Lampiran 4). Adapun keterkaitan ke depan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor industri non migas dapat ditingkatkan dengan menyuplai produk sayursayuran dan buah-buahan sebagai bahan baku pada industri pengolahan dengan jumlah cukup dan mutu yang baik. Efek berantai akan dirasakan pula melalui peningkatan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor restoran, sektor tanaman bahan makanan lainnya, sektor perdagangan besar dan eceran (komoditas dagangan) maupun sektor angkutan yang menunjang mobilitas barang. Saat ini kebanyakan industri pengolahan tidak berada di lokasi sentra, tetapi berada di ibukota provinsi. Contohnya komoditas markisa yang dihasilkan di Kabupaten Karo pabrik pengolahannya sebagian besar berada di kota Medan. Di Kabupaten Karo sendiri hanya terdapat 3 (tiga) industri pengolahan yaitu 2(dua) industri pengolahan markisa dan 1 (satu) pengolahan sayuran yang terdapat di Berastagi. (Kabupaten Karo dalam angka, 2009). Bila pabrik pengolahan markisa berada di dalam kawasan sentra maka akan meningkatkan keuntungan karena berkurangnya biaya transportasi serta limbah atau sisa-sisa produk tersebut dapat diolah menjadi pupuk organik yang dapat dimanfaatkan untuk pupuk pertanian. Peningkatan keterkaitan sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor-sektor lain juga akan meningkatkan multiplier effect terhadap output, nilai tambah bruto, serta pendapatan. Dengan demikian melalui upaya tersebut diharapkan sektor hortikultura dapat menjadi sektor unggulan sebagaimana halnya jika dilihat melalui sumbangan terhadap PDRB dan output total yang terbentuk selama ini. Penggolongan PDRB tanpa keterkaitan antar sektor hortikultura (sayursayuran dan buah-buahan) dengan industri pengolahan hasil dan perdagangan
86
pada hakekatnya memiliki kelemahan karena belum mencerminkan keterkaitan antar sektor ekonomi. Kenyataannya dalam perekonomian daerah di Indonesia sebagian besar kegiatan industri pengolahan adalah pengolahan hasil pertanian. Demikian juga sektor perdagangan, sebagian besar adalah perdagangan hasil pertanian primer maupun produk olahannya. Artinya kegiatan sektor pengolahan, perdagangan, pengangkutan merupakan kegiatan lanjutan dari kegiatan sektor pertanian di daerah yang disebut sebagai kegiatan sektor agribisnis. Secara diagram keseluruhan hasil sintesa diatas dapat dilihat pada Gambar 16. Sektor
Keterkaitan Ke Belakang Tidak Langsung
4
Langsung
5
1
Pusat
7
6
2
8
9
3
Sektor Hortikultura
Pertumbuhan
MP
(sayur-sayuran dan buah-buahan
Keterkaitan Ke depan Langsung
Tidak Langsung
11
10
13
14
15
12
16
17
18
Gambar 16 Keterkaitan Sektor Hortikutura (Sayur-sayuran dan Buahbuahan) dalam Perekonomian Kabupaten Karo . Keterangan: 1-3 :
sektor yang outputnya merupakan input bagi sektor hortikultura (sayursayuran dan buah-buahan) contohnya bibit, pupuk, alsintan. Dalam perekonomian Kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah :
87
sektor sayur-sayuran, buah-buahan (penyedia bibit), industri bukan migas (pupuk, alsintan), perdagangan besar dan eceran (penyedia saprodi). 4-9
: sektor hulu yang outputnya merupakan input bagi sektor 1-3. Dalam perekonomian Kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah sektor sayur-sayuran, buah-buahan, industri bukan migas, perdagangan besar dan eceran.
10-12: sektor yang inputnya berasal dari sektor hortikultura, contohnya pabrik pembuatan kripik kentang, pabrik pengolahan sirup, dll. Dalam perekonomian kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah industri non migas, jasa perorangan dan rumah tangga, restoran, hotel. 13-18 : sektor yang inputnya berasal dari sektor 10-12 contohnya industri pengolahan sirup, keuangan, dan lainnya. Dalam perekonomian Kabupaten Karo yang masuk dalam sektor ini adalah Bank, industri non migas, perdagangan besar dan eceran, jasa perorangan dan rumah tangga, jasa swasta, hotel dan restoran. MP
: Multiplier Effect. Dalam perekonomian kabupaten Karo multiplier effect pendapatan dari sektor sayur-memiliki nilai 2,9060 dan untuk sektor buah-buahan memiliki nilai 1,1879. Untuk multiplier effect output sektor sayur-sayuran 2,72714 dan sektor buah-buahan memiliki multiplier effect output dengan nilai 1,16726. Atas dasar pemikiran tersebut, terlihat bahwa sektor hortikultura diharapkan
dapat menjadi sektor yang strategis akibat besaran sumbangan yang diberikannya dalam perekonomian Kabupaten Karo serta keterkaitan sektoral dan spasialnya. Perkembangan sektor tersebut memberikan dampak langsung dan tidak langsung yang cukup signifikan. Dampak tidak langsung akibat perkembangan sektor tersebut berpengaruh terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya, dan secara spasial berpengaruh secara luas di wilayah sasaran. Ringkasan keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 21 dan Tabel 22.
88
Tabel 21 Ringkasan Sektor Sayur-Sayuran Uraian
Peranan PDRB
Tot. Output
Keterkaitan
Keterkaitan Ke
Ke Belakang
Depan
DBL
DFL
IDP
IDK
Multiplier Out.
NTB
Pend.
Mult.
Mult.
Mult.
Nilai
135.311,984
180.702,023
0,830
1,222
0,281
0,682
2,727
2,112
2,906
Persen
4,25
4,24
-
-
-
-
-
-
-
Rangking
8
8
2
1
5
3
3
3
5
Rendah Keterangan
Menarik
Tidak
sektor Hulu
Mendorong
Efek Pengganda Tinggi
Sektor Hilir Rendah
Rendah namun berindikasi menjadi sektor unggulan
Tabel 22 Ringkasan Sektor Buah-Buahan Uraian
Peranan PDRB
Tot. Output
Keterkaitan
Keterkaitan Ke
Ke Belakang
Depan
DBL
DFL
IDP
IDK
Multiplier Out.
NTB
Pend.
Mult.
Mult.
Mult.
Nilai
50.286,83
55.715,643
0,132
1,583
0,096
0,556
1,167
1,124
1,187
Persen
1,58
1,30
-
-
-
-
-
-
-
Rangking
10
10
8
11
9
10
13
20
18
Peranan Rendah Keterangan
Tidak Menarik
Tidak
sektor Hulu
Mendorong
Efek Pengganda Tinggi
Sektor Hilir Rendah
Rendah namun berindikasi menjadi sektor unggulan
5.2. Penelaahan Secara Mikro 5.2.1 Tingkat Perkembangan Subsistem-subsistem Agribisnis Hortikultura Menurut Saragih (2001) agribisnis sebagai bentuk modern pertanian primer, mencakup empat subsistem yaitu : (1) Subsistem agribisnis hulu (Up-stream agribussiness) yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi pertanian
primer, (2) Subsistem usahatani (On farm agribussiness) disebut
sebagai sektor pertanian primer, (3) Subsistem agribisnis hilir (Down stream agribussiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan baik untuk siap diolah dan siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional serta (4) Subsistem jasa layanan pendukung (Supporting agribussiness) seperti lembaga keuangan,
89
penyuluhan, penelitian pengembangan dan kebijakan pemerintah. Analisis sistem agribisnis dilakukan secara deskriptif terhadap subsistem hulu, usahatani, hilir, pemasaran dan jasa di ketiga wilayah fokus kajian yakni : Tiga Panah, Simpang Empat, dan Barus Jahe. Ketiga kecamatan ini dianggap dapat mewakili analisis sistem agribisnis yang berlangsung di Kabupaten Karo, di samping itu juga ketiga wilayah ini merupakan wilayah sentra komoditas hortikultura yang memberikan sumbangan besar terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Karo. Komoditas yang merupakan unggulan dari ketiga kecamatan tersebut adalah jeruk, kentang, kubis, dan wortel. Sumbangan terhadap PDRB tahun 2009 berdasarkan harga berlaku tahun 2009 adalah sebagai berikut: kentang : Rp. 2.490 juta, kubis : Rp. 2.198 juta, wortel: Rp. 468 juta dan jeruk Rp. 10.961,38 juta. Sumbangan dari keempat komoditas ini terhadap nilai total PDRB hortikultura sebesar 20%. Kesesuaian lahan untuk keempat komoditas tersebut di tiga kecamatan dapat dilihat pada Lampiran 5. a.
Subsistem Agribisnis Hulu (Up-stream agribussiness ) Subsistem agribisnis hulu adalah ragam kegiatan industri dan tata niaga/
perdagangan sarana produksi. Subsistem agribisnis hulu mencakup industri yang menghasilkan sarana produksi (input) pertanian, industri agro otomotif (mekanisasi pertanian), dan industri perbenihan. Pada prinsipnya, subsistem agribisnis hulu secara umum membangun industri jasa dan bersifat pendukung dalam pengembangan subsistem agribisnis usahatani maupun hilir. Manfaat yang diperoleh pengembangan sektor industri hulu adalah memberikan kemudahan bagi petani dalam mengelola agribisnis komoditi unggulan yang dikembangkannya. Berkembangnya subsistem agribisnis hulu menyebabkan pengelolaan subsistem usahatani menjadi lebih efisien dan dapat meningkatkan produktivitas/produksi komoditi yang dikembangkan (Departemen Pertanian, 2009). Ketersediaan kios sarana produksi Tiga Panah, Simpang Empat, dan Barus Jahe sudah cukup baik. KUD yang ada dapat dimanfaatkan oleh petani secara optimal. KUD juga berperan dalam akses permodalan bagi petani. Partisipasi petani di dalam KUD sudah terbilang cukup baik. Hal ini terlihat dari banyaknya anggota kelompok tani yang ada di wilayah tersebut yang menjadi anggota KUD. Kelembagaan yang ada seperti kelompok tani dan gabungan kelompok tani juga
90
berperan dalam pertukaran informasi cara budidaya dan pemasaran bahkan juga dimungkinkan adanya pertukaran sarana produksi di antara kelompok tani. Selain membeli di kios saprodi,beberapa petani juga mengolah sendiri pupuk yang digunakan dalam usaha budidaya khususnya pupuk organik seperti pupuk kandang. Jumlah Kelompok tani yang sudah dapat mengolah pupuk kandang sendiri dapat dilihat pada Tabel 27. Jumlah Kios yang menjual sarana produksi dan KUD dapat dilihat pada Tabel. 23. Tabel 23 Jumlah Kios Sarana Produksi dan KUD. No
Kecamatan
Kios
KUD
1
Tiga Panah
27
5
2
Simpang Empat
48
1
3
Barus Jahe
30
4
Sumber : Kabupaten Karo Dalam Angka 2009. Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa secara umum petani sudah dapat mengakses sarana produksi pertanian primer. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kinerja kelembagaan yang terlibat dalam kegiatan produksi dan perdagangan sarana produksi pertanian primer. Beberapa kelembagaan sudah dapat menyediakan sarana produksi bagi para anggotanya, tetapi terdapat juga kelembagaan yang belum dapat menyediakan sarana produksi pertanian primer. Beberapa petani memperoleh sarana produksi pertanian di kios saprodi dan KUD. Meskipun begitu, secara umum subsistem hulu di wilayah ini sudah terlihat lebih berkembang. Beberapa sarana produksi yang belum dapat diperoleh di masingmasing kecamatan biasanya dapat diperoleh di ibukota kabupaten yang jarak tempuhnya rata-rata 5-7 Km. b.
Subsistem Usahatani atau Pertanian Primer (On farm agribussiness) Subsistem usahatani adalah subsistem pertanian dalam arti luas (produksi,
operasi di lokasi usaha tani) yang menghasilkan produk primer. Subsistem usahatani berupa aktivitas pertanian skala ekonomi, baik secara individu maupun berkelompok dalam suatu kelembagaan. Jenis tanaman dan luas pertanaman yang diusahakan oleh kelompok tani di 3(tiga) kecamatan tertera pada Tabel 24 dan 25.
91
Tabel 24. Jenis Komoditas Yang Diusahakan No Komoditas Simpang Empat 1 Alpukat v 2 Jambu Biji v 3 Jambu Air v 4 Jeruk v 5 Pisang v 6 Markisa v 7 Bawang Daun v 8 Kentang v 9 Kubis v 10 Sawi v 11 Wortel v 12 Cabai Merah v 13 Tomat v 14 Buncis v 15 Kol Bunga v 16 Lobak v 17 Cabe Rawit 18 Terong 19 Labu Siam Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo. Ket : v : diusahakan
Kecamatan Barus Jahe
Tiga Panah
v v
v
v v v v v v v v v
v v v v v v v v v v v v v v v v
v v
Jika diperhatikan pada Tabel 25 terlihat bahwa terdapat keragaan dalam luas pertanaman dan persentase lahan yang digunakan, hal ini juga tentunya akan berpengaruh produktivitas komoditas di masing-masing wilayah. Produktivitas tersebut juga dipengaruhi oleh perlakuan yang digunakan oleh petani di masing-masing kecamatan. Petani juga sudah mulai menyadari pentingnya melakukan kegiatan budidaya sesuai dengan Good Agricultural Practices (GAP) atau norma budidaya dengan baik dan benar. Petani juga sudah dapat melaksanakan pengendalian hama penyakit tanaman sesuai dengan prinsip Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Budidaya pertanian secara organik juga sudah dilakukan oleh beberapa petani, bahkan terdapat pula petani yang menanamnya di halaman rumah. Hal ini ditunjang dengan adanya sosialisasi penerapan GAP dan PHT dengan metode sekolah lapang. Jumlah kelompok tani dan kelompok tani yang sudah dapat menerapkan GAP dan PHT dapat dilihat pada Tabel 27.
92
Tabel 25. Luas Pertanaman Komoditas Hortikultura. No
Komoditas
Luas Pertanaman (Ha)
Persentase Penggunaan lahan kering Untuk Pertanaman Komoditas
1
Alpukat
2
Simpang
Tiga
Barus
Simpang
Tiga
Barus Jahe
Empat
Panah
Jahe
Empat
Panah
6,7
2,1
3,5
0,072
0,011
0,027
Jambu Biji
2
0
0,99
0,021
0
0,007
3
Jambu Air
4
0
0
0,043
0
0
4
Jeruk
2066,33
1186,6
2298
22,380
6,445
17,947
5
Pisang
1
4,1
70
0,010
0,022
0,547
6
Markisa
7,8
327,93
38,71
0,084
1,781
0,302
7
Bawang Daun
23
10
19
0,259
0,054
0,149
8
Kentang
347
96
90
3,758
0,521
0,702
9
Kubis
752
128
65
8,144
0,700
0,507
10
Sawi
587
228
130
6,357
1,238
1,015
11
Wortel
821
49
36
8,892
0,266
0,281
12
Cabai Merah
654
154
76
7,083
0,836
0,593
13
Tomat
152
52
0
1,646
0,282
0
14
Buncis
821
49
36
8,892
0,266
0,281
15
Kol Bunga
376
90
52
4,072
0.488
0,406
16
Lobak
134
16
0
1,451
0,086
0
17
Terong
0
15
0
0
0,081
0
18
Labu Siam
0
4
0
0
0,021
0
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karo (diolah) Keterangan: Luas Lahan Kering Kecamatan Tigapanah :18.410 Ha; Barusjahe : 12.804 Ha dan Simpang Empat : 9,233 Ha c.
Subsistem Agribisnis Hilir (Down Stream Agribussiness) Subsistem industri hilir mencakup kegiatan pengolahan dan pemasaran,
yang sering disebut agroindustri. Subsistem hilir merupakan kegiatan industri yang mengolah hasil hilir, yaitu kegiatan industri yang mengolah hasil pertanian menjadi produk olahan baik poduk antara (intermediate product), maupun produk akhir. Manfaat aktivitas subsistem agribisnis hilir adalah dapat meningkatkan nilai tambah, mempermudah pemasaran produk, meningkatkan daya saing produk, menambah pendapatan petani dan membuka peluang penyerapan tenaga kerja. Subsistem hilir sektor hortikultura mencakup kegiatan pasca panen dan pengolahan. Teknologi pasca panen hortikultura di ketiga kecamatan masih
93
bergerak pada tahap sortasi, grading dan packing dengan menggunakan alat tradisional yang masih sangat tradisional. d.
Subsistem Jasa Layanan Pendukung (Supporting Agribussiness ) Subsistem jasa merupakan subsistem yang menyediakan jasa bagi subsistem
agribisnis hulu,subsistem usahatani, dan subsistem agribisnis hilir. Subsistem jasa antara lain meliputi penyuluhan, pendidikan dan pelatihan, akses modal, penelitian dan pengembangan. Kelompok tani yang ada di ketiga wilayah kecamatan cukup banyak. Jumlah kelembagaan kelompok tani yang ada di ketiga wilayah tersebut adalah sebagai berikut : Kecamatan Simpang Empat 223 kelompok tani, Kecamatan Tiga Panah 277 kelompok tani dan Kecamatan Barusjahe 217 kelompok tani. Kelembagaan kelompok tani dapat dilihat pada Tabel 27. Kelompok tani sebagai kelembagaan yang terdapat di masing-masing desa hendaknya dapat berperan dalam penentuan harga komoditas
(peningkatan
bargaining position). Kelompok tani juga berperan dalam penciptaan pemenuhan rantai pasokan dalam pasar, hal ini dapat terwujud jika kelompok tani memiliki kesepakatan dalam melakukan budidaya secara kontinu artinya kelompok tani dapat memberikan jaminan terhadap pasar akan ketersediaan komoditas yang mereka usahakan. Peningkatan posisi tawar dan peran dalam pemenuhan pasokan akan memberikan nilai tambah bagi petani (farmer share meningkat). Tabel 26. Pelaksanaan Subsistem Jasa Layanan Pendukung No Kecamatan Subsistem Jasa Layanan Pendukung Penyuluhan Pendidikan Akses Penelitian dan dan Modal Pengembangaan Pelatihan 1 Simpang Empat BRI, 2 Tiga Panah KUD, Penangkaran PPL Demplot Credit Benih / 3 Barus Jahe Union Pembibitan (CU)
94
Tabel 27. Kelembagaan Kelompok Tani No Kecamatan A B C D 1 Simpang Empat 223 7525 67 45 2 Tiga Panah 277 9088 84 55 3 Barus Jahe 217 6826 66 43 Sumber : Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kabupaten Karo. Keterangan : A : Jumlah Kelompok Tani B : Jumlah Anggota (orang/petani) C : Jumlah Kelompok Tani Yang melakukan Penerapan GAP dan PHT D: Jumlah Kelompok Tani Yang melakukan Pengolahan Kompos/ Pupuk Organik 5.2.2. Kondisi dan Kelengkapan Sarana dan Prasarana Wilayah dan Sistem Agribisnis. 5.2.2.1 Kelengkapan Sarana dan Prasarana Wilayah Analisis mengenai kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana wilayah dilakukan dengan menganalisis kelengkapan sarana
dan prasarana sistem
permukiman. Dalam kajian ini pembagian hirarki wilayah dibagi dalam 3 kelompok kategori yakni hirarki untuk ketersediaan pasar, permodalan, dan infrastruktur umum (pelayanan pendidikan dan kesehatan) Wilayah dengan
sarana dan prasarana terlengkap merupakan wilayah
dengan hirarki tertinggi dan dianggap sebagai pusat wilayah. Selain itu sarana dan prasarana yang ada dapat diketahui mana yang lebih lengkap dan mana yang kurang lengkap. Ketersediaan sarana dan prasarana dasar, seperti kesehatan dan pendidikan juga dianalisis dalam kajian ini. Unit analisis dalam kelengkapan sarana dan prasarana permukiman adalah desa. Berdasarkan
skalogram
sistem
permukiman
yang
diolah
dengan
menggunakan data Potensi Perdesaan (PODES) Kabupaten Karo Tahun 2008, adapun parameter yang digunakan adalah mengacu kepada Keputusan Menteri Permukiman dan PrasaranaWilayah No. 534/Kpts/M/2001 tentang Pedoman Standar Pelayanan Minimal Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal Bidang Penataan Ruang, Perumahan dan Permukiman dan Pekerjaan Umum. Infrastruktur yang dianalisis seperti tertera pada Tabel 28.
adalah sarana pendidikan dan sarana kesehatan,
95
Tabel 28. Pedoman Standar Pelayanan Minimal No 1
Fasilitas Pasar
Standar Pelayanan Minimal Minimal tersedia 1 (satu) pasar untuk setiap 30.000 penduduk 2 TK Minimal tersedia 1 (satu) TK untuk setiap 1.000 penduduk 3 SD Minimal tersedia 1 (satu) SD untuk setiap 6.000 penduduk 4 SMP Minimal tersedia 1 (satu) SMP untuk setiap 25.000 penduduk 5 SMA Minimal tersedia 1 (satu) SMA untuk setiap 30.000 penduduk 6 Puskesmas Minimal tersedia 1 (satu) Puskesmas untuk setiap 120.000 penduduk Sumber : Kepmen Kimpraswil No. 534/Kpts/M/2001 Di tiga wilayah kajian terdapat 2 (dua) desa sebagai hiraki 1 (satu) di Kecamatan Simpang Empat yakni Desa Ndokum Siroga dan desa Surbakti, di Kecamatan Tiga Panah terdapat juga terdapat 2 (dua) desa sebagai desa dengan hirarki 1 (satu) yakni desa Tiga Panah dan Ajijulu, untuk Kecamatan Barus Jahe desa yang menduduki hiraki 1(satu) adalah desa Sukajulu. Jumlah desa yang menjadi hirarki 1(satu), 2(dua), dan 3(tiga) serta persentase jumlah hirarki 1(satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) terhadap jumlah keseluruhan desa di wilayah kajian masing-masing ditampilkan pada Tabel 29 dan Tabel 30. Tabel 29. Jumlah dan Persentase Desa Berdasarkan Hirarki Dengan 3 Kategori di Tiap Kecamatan Kajian. Kecamatan Hirarki Wilayah Jumlah Desa Persentase (%) Simpang Empat Hirarki 1 (satu) 2 3,45 Hirarki 2(dua) 6 10,34 Hirarki 3 (tiga) 9 15,52 Tiga Panah Hirarki 1 (satu) 2 3,45 Hirarki 2(dua) 2 3,45 Hirarki 3 (tiga) 18 31,03 Barus Jahe Hirarki 1 (satu) 1 1,72 Hirarki 2(dua) 2 3,45 Hirarki 3 (tiga) 16 27,59
96
Tabel 30 Jumlah dan Persentase Desa Berdasarkan Jumlah dan Persentase Hirarki Dengan Tiga Kategori. Hirarki Wilayah Jumlah Desa Persentase (%) Hirarki 1 (satu) 5 8,62 Hirarki 2(dua) 10 17,24 Hirarki 3 (tiga) 43 74,14 Berdasarkan Tabel 27 dan Tabel 28, besaran hirarki wilayah dengan hirarki terendah didominasi oleh hirarki 3 (tiga) sebesar 74,14 % dari angka tersebut 31,03% berada di kecamatan Tiga Panah. Di setiap kecamatan desa-desa dengan hirarki 3 (tiga) juga memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan desa-desa dengan hirarki 1 (satu) dan 2 (dua). Peta untuk masing-masing hirarki disajikan pada Gambar 17. Persentase jumlah desa hiraki 1 (satu), 2 (dua), dan 3 (tiga) terhadap jumlah desa di masing –masing kecamatan dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Jumlah dan Persentase Desa Terhadap Jumlah Desa di Tiap Kecamatan Dengan Tiga Kategori. Kecamatan Hirarki 1 (satu) Hirarki 2(dua) Hirarki 3 (tiga) Simpang Empat 11,77 35,29 52,94 Tiga Panah 9,09 9,09 81,83 Barus Jahe 5,26 10,54 84,21 Desa di Kecamatan Simpang Empat merupakan wilayah dengan persentase hirarki 1 (satu ) terbesar, tetapi desa yang memiliki jumlah fasilitas / infrastruktur terbanyak terdapat di desa Sukajulu Kecamatan Barus Jahe.
Ndokum Siroga Aji Julu Surbakti
Sukajulu Tiga Panah
Gambar 17. Pemetaan Hirarki Kecamatan
97
Adapun kebutuhan dan ketersediaan infrastruktur untuk pasar di tiap desa ditampilkan pada Tabel 32 ,data lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Tabel 32. Kebutuhan dan Ketersediaan Pasar No Kecamatan Status Pasar (Rata-rata Desa) 1 Simpang Empat 2 Tiga Panah 3 Barus Jahe + Keterangan : - : Membutuhkan infrastruktur Pasar +: Tersedia Jika dilihat dari Tabel 32, tiap-tiap desa di Kecamatan Tiga Panah dan Simpang Empat masih membutuhkan infrastruktur pasar. Namun berdasarkan kebutuhannya dapat dianggap sangat kecil sehingga dianggap pasar yang ada di ibukota kecamatannya sudah memadai untuk memenuhi kebutuhan pasar desa, tetapi untuk kecamatan Simpang Empat tidak diperoleh pasar permanen maupun yang non permanen. Jika dilihat dari kebutuhan per desa kebutuhan akan pasar juga relatif kecil. Hal-hal tersebut juga dapat di atasi karena jarak ke pasar terdekat dari masing-masing desa masih relatif dekat dan dapat diakses dengan mudah. Untuk Kecamatan Barus Jahe ketersediaan pasar secara rata-rata per desa sudah terpenuhi, gambaran pemenuhannya dapat dilihat Gambar 18.
Kecamatan Barus Jahe
Kecamatan Simpang Empat
Kecamatan Tiga Panah
Gambar 18. Status Ketersediaan Pasar Di Tiap-tiap Desa Di Ketiga Kecamatan
98
Sarana pendidikan terdiri dari TK, SD,SLTP dan SMU. Ketesediaan sarana pendidikan dan kebutuhannya ditampilkan pada Lampiran 7 dan 8. Ketersediaan sarana pendidikan bila dibandingkan dengan jumlah kebutuhan yang disyaratkan masih belum terpenuhi atau jumlahnya masih di bawah jumlah yang ditetapkan walaupun jumlah kebutuhan tersebut juga masih bernilai dibawah 1 (satu) yang berarti bahwa kebutuhan sarana tersebut masih dapat dipenuhi di wilayah yang berdekatan dengan masing-masing desa, apalagi jarak ke Kabanjahe
sebagai
ibukota kabupaten juga tidak terlalu jauh dari masing-masing kecamatan tersebut. Kebutuhan dan ketersediaan sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33. Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendidikan No Kecamatan Status Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendiikan rata-rata Per Desa TK SD SLTP SMU 1 Simpang Empat + + 2 Tiga Panah + + 3 Barus Jahe Keterangan : - : dibutuhkan sarana pendidikan Kebutuhan dan ketersediaan Pelayanan kesehatan di tiap desa ditampilkan pada Lampiran 9. Jumlah Pelayanan Kesehatan yang tersedia bila dibandingkan dengan kebutuhannya sudah dapat terpenuhi dengan baik, bahkan jauh melampaui ketentuan standar yang ditetapkan. Bahkan di beberapa desa sudah terdapat Puskemas Pembantu, klinik dokter dan bidan sebagai pelayan kesehatan masyarakat. Puskesmas rata-rata hanya ditemui di masing-masing ibukota kecamatan. Kebutuhan dan ketersediaan sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pelayanan Kesehatan No Kecamatan Status Kebutuhan dan Ketersediaan Rata-rata Sarana Pelayanan Kesehatan Per desa Fasilitas Kesehatan Para Medis 1 Simpang Empat + + 2 Tiga Panah + + 3 Barus Jahe + + Keterangan : + : tersedia Berdasarkan kelengkapan fasilitas yang ada di ketiga wilayah kecamatan, maka prasarana dasar pendidikan dan kesehatan sudah cukup berkembang. Untuk
99
fasilitas pendidikan dapat ditunjang dengan keberadaan sarana pendidikan di ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten. Prasarana penunjang pasar juga sudah berkembang baik untuk toko grosir, eceran, dan warung. Berdasarkan kelengkapan jumlah fasiltas yang ada di ketiga wilayah tersebut yaitu dari fasilitas yang dianalisa, maka fasiltas yang terlengkap adalah fasilitas fasilitas umum bidang pelayanan kesehatan, pasar, KUD/Koperasi, sementara untuk fasilitas umum bidang pendidikan masih dibutuhkan.
5.2.2.2. Kelengkapan Sarana dan Prasarana Sistem Agribisnis Kelengkapan sarana dan prasarana sistem agribisnis dianalisis berdasarkan ketersediaan yang ditemukan di lapangan. Alsin hortikultura terbagi menjadi 4 (empat) kategori yakni: (1) alsin budidaya pertanian, (2) alsin pasca panen, (3) alsin pengolahan dan (4) alsin pemasaran. Alsin budidaya terdiri dari shading net, perangkap serangga,power sprayer, mesin babat, tarktor mini dan screen house. Alsin pasca panen antara lain adalah timbangan, tangga pemanenan buah, wrapping, packing house dan alat pengepress paking plastik. Alsin pengolahan terdiri dari alat perajang, alat pembuka, blender pengolahan hasil, dan lain-lain namun untuk ketiga wilayah tersebut alsin pengolahan tersebut belum tersedia. Alsin pemasaran adalah truck dan sorong roda dua. Berdasarkan sarana dan prasarana agribisnis yang tersedia di ketiga wilayah, kecuali alsin pengolahan, ketiga sarana dan prasarana tersebut menyebar secara merata di masing-masing kecamatan. Industri pengolahan belum berkembang. Banyak potensi hortikultura yang dapat dikembangkan menjadi olahan. Namun masih terdapat pola pikir bahwa bila dengan produk segar sudah dapat dijual, sehingga tidak perlu diolah menjadi produk olahan. Berdasarkan Tabel 35 terlihat bahwa Kecamatan Tiga Panah telah memiliki potensi untuk pengembangan agribisnis hortikultura dalam hal luas wilayah dalam usaha tani hortikultura dan fasilitas pasar. Untuk Kecamatan Simpang Empat berpotensi
dalam
luasan
pengusahaan
hortikultura.
hortikultura masih dibutuhkan di tiga kecamatan tersebut.
Industri
pengolahan
100
Tabel 35 Ringkasan Kelengkapan Sarana Prasarana Wilayah dan Agribisnis Fasilitas
Subsistem Agribisnis Hulu
Kecamatan
Pasar
Permo dalan
Usahatani
Hilir
Jasa Layanan
Pasca
Kelompok
Panen
Tani
(% terhadap
Umum
luas
lahan
kering) Simpang Empat
73,353
-Kesehatan
Kios
(petani,
-Pendidikan
Saprodi,
pengumpul)
(SD-SLTP)
KUD
KUD
-Kesehatan -Pendidikan (SD-SLTP)
Kios Saprodi, KUD
13,098
Pasca Panen
Kelompok Tani (penyuluhan, pelatihan)
KUD
-Kesehatan -Pendidikan (SD-SLTP)
Kios Saprodi, KUD
22,764
Pasca Panen
Kelompok Tani (penyuluhan, pelatihan)
Pasar Desa
KUD
(penyuluhan, pelatihan)
Tiga Panah
Pasar Kecamatan (Petani, pengumpul, grosir, eceran)
Barusjahe
Pasar Desa (petani, pengumpul)
5.2.3. Tata Niaga Hortikultura Tantangan masa datang untuk mengantisipasi permintaan pasar adalah melalui pelaksanaan : (1) menciptakan teknologi yang mampu meningkatkan produksi pertanian, baik kualitas maupun kuantitasnya dan (2) menciptakan nilai tambah serta meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumberdaya. Pada sektor agribisnis hortikultura di kawasan sentra produksi hortikultura setiap kegiatan agribisnis mulai dari kegiatan pengadaan sarana produksi, kegiatan produksi, hingga kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil, serta kegiatan jasa penunjang umumnya dilakukan oleh pelaku agribisnis yang berbeda. Ada tiga faktor utama yang menyebabkan struktur agribisnis menjadi tersekat-sekat dan kurang memiliki daya saing yaitu : (1) tidak ada keterkaitan fungsional yang harmonis antara setiap kegiatan atau pelaku agribisnis, (2) terbentuknya margin ganda sehingga ongkos produksi, pengolahan dan pemasaran hasil yang harus dibayar konsumen menjadi lebih mahal, sehingga sistem agribisnis berjalan tidak efisien, (3) tidak adanya kesetaraan posisi tawar antara petani dengan pelaku agribisnis lainnya, sehingga petani sulit mendapatkan harga pasar yang wajar.
101
Dalam agribisnis hortikultura ada beberapa kekhasan antara lain: (1) usahatani yang dilakukan lebih berorientasi pasar (tidak konsisten), (2) bersifat padat modal, (3) resiko harga relatif besar karena sifat komoditas yang cepat rusak dan (4) dalam jangka pendek harga relatif berfluktuasi. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Sudaryanto, et.al ( 1993) yang mengemukakan bahwa petani buah unggulan di sentra produksi pada saat panen raya berada pada posisi lemah. Lebih lanjut Rachman (1997) mengungkapkan
rata-rata
perubahan harga ditingkat produsen lebih rendah dari rata-rata perubahan harga ditingkat pengecer, sehingga dapat dikatakan bahwa efek transmisi harga berjalan tidak sempurna (Imperfect price transmission) Kelembagaan pemasaran yang berperan dalam memasarkan komoditas pertanian hortikultura dapat mencakup petani, pedagang pengumpul, pedagang perantara/grosir dan pedagang pengecer (Kuma’at, 1992). Permasalahan yang timbul dalam sistem pemasaran hortikultura antara lain : kegiatan pemasaran yang belum berjalan efisien (Mubyarto, 1989). Artinya bahwa sistem pemasaran belum mampu menyampaikan hasil pertanian dari produsen kepada konsumen dengan biaya yang murah dan belum mampu mengadakan pembagian balas jasa yang adil dari keseluruhan harga konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan pemasaran komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang adil dalam konteks tersebut adalah pembagian balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai kontribusi masing - masing kelembagaan pemasaran yang berperan. Menurut Saefudin dalam Nurmalinda, et al. (1997) ; Thomas, Nurmalinda, dan Adiyoga ( 1995) yang sangat penting menjadi perhatian ialah sistem tataniaga yang efisien, bagaimana masing-masing lembaga niaga yang terlibat memperoleh imbalan yang adil. Dengan demikian hubungan antara harga, produksi dan tataniaga mempunyai kaitan yang erat, dimana petani sebagai produsen dan lembaga tataniaga dengan fungsi tataniaga yang dilakukannya masing-masing mempunyai peranan yang menentukan dan saling mempengaruhi (Setyawati, et al. 1990). Hasil penelitian Gonarsyah (1992), menemukan bahwa yang menerima marjin keuntungan terbesar dalam pemasaran hortikultura dari pusat produksi
102
ke pusat konsumsi DKI Jakarta adalah pedagang grosir. Juga ditemukan bahwa, marjin
keuntungan
pemasaran yang
diterima
pedagang
yang
memasukkan buahnya ke PIKJ (Pasar Induk Kramat Jati) lebih rendah dari pedagang yang memasarkan langsung buahnya ke pasar-pasar eceran. Tata niaga hortikultura terbagi menjadi tata niaga untuk komoditas sayursayuran dan buah-buahan. Tata niaga untuk komoditas tersebut melibatkan pengumpul, bandar, pedagang, dan lain-lain sebelum akhirnya sampai ke konsumen. Tujuan pemasaran untuk komoditas tersebut lebih banyak dipasarkan ke pasar yang berada di luar wilayah produksi. Tata niaga hortikultura dianalisis berdasarkan nilai proporsi marjin harga dan proporsi marjin laba/ keuntungan. Proporsi marjin laba/ keuntungan sudah memperhitungkan biaya-biaya yang dikeluarkan, sedangkan proporsi marjin harga memperhitungkan harga jual suatu komoditas. Komoditas yang dianalisis dibatasi pada jenis-jenis tanaman hortikultura yang merupakan komoditas unggulan wilayah Tanah Karo.
5.2.3. 1.Tata Niaga Buah-buahan dan Sayur- Sayuran Tata niaga sebagai suatu keragaan dari semua usaha yang mencakup kegiatan dalam arus barang dan jasa, mulai dari titik usahatani sampai di tangan konsumen akhir, yaitu melihat segala sesuatu yang terjadi diantara petani dan kosumen. Pemasaran merupakan proses perdagangan, melalui proses ini produkproduk disesuaikan dengan pasar dan melalui proses ini terjadi pengalihan kepemilikan. Dalam pengangkutan komoditas pertanian dari petani ke konsumen akan mengalami berbagai macam resiko dan memerlukan penanganan yang memerlukan biaya dan hal ini menyebabkan terjadinya perbedaan harga yang diterima oleh petani sebagai produsen dan harga yang diterima oleh masingmasing kelembagaan yang ada. Perbedaan harga ini disebut sebagai marjin pemasaran. Tinggi rendahnya biaya yang diperlukan ini berpengaruh terhadap besarnya marjin pemasaran dan harga yang diterima petani. Marjin dalam suatu pemasaran dapat menunjukkan baiknya sistem pemasaran tersebut berjalan. Pada tulisan ini akan diuraikan pemasaran pada berbagai bentuk kelembagaan pemasaran sayur-sayuran dan buah-buahan. Komoditas utama untuk buah-buahan yang diteliti adalah buah jeruk di Kabupaten Karo yang
103
merupakan salah satu sentra produksi jeruk di Sumatera Utara dan untuk sayuran komoditas yang diteliti adalah Kubis, Kentang dan Wortel. A.
Tata Niaga Komoditas Jeruk Berdasarkan pantauan di wilayah penelitian pemasaran jeruk dilakukan
petani secara sendiri-sendiri dengan mekanisme dan sistem pembayaran yang beragam. Belum muncul suatu lembaga yang mampu memperkuat posisi tawar petani. Apalagi pada saat panen, peran pedagang lebih dominan dalam menentukan klasifikasi buah, penetapan warna dan biaya transportasi yang berakibat tingkat harga jual petani jadi lebih rendah. Berdasarkan informasi dari Dinas Pertanian Kabupaten Karo bahwa dalam rangka mengatasi kondisi tersebut telah terbentuk lembaga Masyarakat Jeruk Indonesia komisariat Sumatera Utara. Salah satu misi yang diembannya adalah
memperkuat
kemampuan dan daya saing petani jeruk baik usahatani maupun pemasarannya. Di Kabupaten Karo ada beberapa pola petani dalam memasarkan produksi yaitu menjual sendiri ke pasar atau menjual kepada pedagang yang datang ke rumah/kebun. Pola pemasaran pertama, banyak dilakukan oleh petani yang memiliki tanaman kurang dari 100 pohon, lahan kurang dari 0.25 ha, atau lokasi lahan susah dijangkau kendaraan roda empat. Alasan ketidak seimbangan antara biaya panen dan angkut dibanding volume yang harus dijual mendorong petani melakukan penjualan langsung ke pasar. Pedagang pengumpul kerap keberatan jika membeli jeruk dalam jumlah sedikit di lokasi yang agak memencil. Pada pola pertama ini, tenaga untuk memetik, packing dan angkut dicari dan dibayar oleh petani sendiri. Jeruk yang dipanen, disusun ke dalam keranjang tanpa di-grading terlebih dahulu (kualitas campuran). Beragam teknik penyusunan yang dilakukan petani untuk menunjukkan kualitas jeruk cukup baik menjadi perhatian pembeli dalam menyepakati tingkat harga. Kapasitas tiap keranjang bisa mencapai berat 80-120 kg. Penjualan jeruk di pasar buah bisa langsung ke pedagang yang akan membawa dan menjual jeruk ke kota lain pedagang antar kabupaten/provinsi. Bisa juga menjualnya kepada pedagang perantara (pedagang yang mempunyai lapak/ tenda di pasar). Jeruk ini kemudian dijual kembali kepada pedagang besar.
104
Pola kedua, petani menjual produksi jeruk kepada pedagang yang mendatangi petani ke rumah atau ke kebun. Pembeli memberi penawaran harga setelah memeriksa dan memperkirakan produksi jeruk di kebun yang bisa dipanen. Setelah terjadi kesepakatan sistem dan harga antara petani sebagai penjual dengan pedagang, maka dilakukan pemanenan. Sebelum disusun ke dalam keranjang, jeruk di-grading menurut klasifikasi mutu seperti kelas A atau super (4-6 buah/kg), kelas AB (8 buah/kg), kelas B (12 buah/kg), kelas
C (15 buah/kg),
kelas D atau unyil (20 buah/kg) dan kelas
guli/kelereng atau anak jeruk (24 buah/kg). Kecuali untuk kelas unyil dan guli/kelereng, setiap keranjang bermuatan 60-65 kg. Jeruk yang dibeli, diklasifikasi dan di-packing seperti dimaksud banyak dilakukan oleh pedagang pengumpul yang menjual/mengirim barang ke luar kabupaten bahkan keluar provinsi. Sementara k elas unyil dan guli/kelereng disusun lebih dari 70 kg per keranjang untuk dipasarkan ke Pasar Rengit Berastagi atau Pasar Buah Tiga Panah. Pasar Rengit beroperasi dua kali seminggu, hari Selasa dan Minggu, sedangkan Pasar Buah Tiga Panah beroperasi setiap hari setelah pukul 14.00 WIB. Pada pola pemasaran kedua ini, ada dua sistem perhitungan dalam penjualan. Pertama, sistem sekop yang berarti pedagang membeli seluruh jeruk yang layak panen tanpa melihat kelas mutu.
Sementara yang kedua sistem
sam-sam yang berarti pedagang membeli seluruh jeruk kelas D atau unyil ke atas. Dengan kata lain, kelas unyil dan guli tidak ikut dijual. Biasanya kedua kelas ini akan dijual petani kepada pengumpul di pasar buah. Kemampuan pedagang dalam memperkirakan produksi menurut volume total maupun volume antar kelas, sangat berpengaruh pada untung atau ruginya proses pemasaran. Pada sistem pemasaran di atas, umumnya tenaga kerja petik, sortir, grading, packing dan angkut, disediakan dan dibayar oleh pedagang/pembeli. Petani yang melakukan cara pemasaran ini umumnya petani yang memiliki jeruk produktif di atas 100 pohon atau lahan lebih dari 0.25 ha. Terkait dengan tempat transaksi, terlihat bahwa sebagian besar petani di wilayah penelitian melakukan transaksi di lokasi lahan petani, apakah di kebun atau rumah. Sisanya melakukan transaksi di lokasi pembeli, pasar buah atau
105
tempat lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa cara pemasaran kedua lebih banyak terjadi di petani dibanding cara yang pertama. Terlepas dari cara pemasaran dan tempat transaksi yang dipilih petani, sistem pembayaran terhadap produksi jeruk yang dipasarkan juga sangat beragam. Sistem dimaksud meliputi pembayaran kontan/tunai, pembayaran tunda, sistem cicil, bahkan ada yang telah membayar sebagian di depan saat sebelum panen tiba. Sistem terakhir ini bisa disebut sebagai sistem ijon semu karena hampir menyerupai sistem ijon, namun harga jual jeruk ditentukan saat panen dan menurut harga pasar yang berlaku. Jika tidak terjadi kesepakatan, petani bisa menjual jeruknya kepada pembeli lain. Biasanya petani sudah meminjam uang kepada pedagang dan sepakat untuk di potong-bayar dengan penjualan jeruk kepada pedagang bersangkutan. Sedikitnya kondisi ini menjadi perangkap pedagang dalam memegang petani untuk kepastian perolehan barang dagangan. Secara berjenjang pelaku pemasaran
jeruk
meliputi
petani,
pedagang pengumpul, pedagang antar kabupaten /provinsi atau pengirim, grosir di Pasar Induk/lapak dan pengecer. Kegiatan pemasaran terpola dari hulu sampai hilir,namun pelakunya banyak yang double role. Misalnya, pedagang pengumpul merangkap pedagang pengirim, petani merangkap
pedagang
pengumpul sekaligus pengirim. Atau pedagang pengumpul merangkap pengirim dan grosir. Oleh karena itu, jalur pemasarannya bisa digolongkan sederhana. Dalam beberapa kasus pedagang pengumpul yang langsung membeli ke petani merupakan “kaki tangan” pedagang pengirim, pedagang grosir atau toke. Perbedaan ketiga pola pemasaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Perbedaan Ketiga Jenis Pola Pemasaran Jeruk Pelaksanaan Pola Pertama Pola Kedua Sistem ijon Semu
Pelaku Petani Pedagang Petani Pedagang Petani Pedagang
Keterangan v : Pelaku
Petik
Sortir Grading
Kegiatan Packing
v
-
v
v
Pengang kutan
Peminjaman Modal
v v v
v -
v v
v v
v v
v
106
Interaksi sesama petani diperkuat pengamatan
terhadap kehidupan
petani yang menanam jeruk terlebih dahulu, telah mendorong petani lain untuk berusahatani komoditas yang sama. Data menunjukkan perkembangan luas pertanaman jeruk yang cukup pesat dari sekitar 11. 0 0 0 H a pada tahun 2001 menjadi 14.298,17 Ha pada tahun 2005. Namun pada tahun 2009 menurun sekitar 0,30% menjadi 12.123,90 Ha namun mengalami kenaikan produksi sebesar 1,23 % (Tabel 37). Sebagian adalah pengembangan dari lahan yang belum diusahakan, dan sebagian besar adalah perubahan usahatani dari tanaman lain menjadi tanaman jeruk. Hal ini mengindikasikan bahwa orientasi petani jeruk Tanah Karo sepenuhnya untuk komersial. Upaya berusahatani secara maksimal bertujuan meningkatkan produksi agar bisa dijual dan menghasilkan uang. Dari keseluruhan produksi, lebih
kurang 97% dijual atau dipasarkan. Sisanya
merupakan produksi yang dikonsumsi oleh petani dan keluarganya. Tabel 37. Luas Pertanaman dan Produksi Jeruk No Tahun Luas Pertanaman (Ha) 1 2005 14.298,17 2 2006 14.304,45 3 2007 13.850,22 4 2008 12.160,57 5 2009 12.123,90 Sumber Dinas Pertanian Kabupaten Karo.
Produksi (Ton) 542.237,00 588.706,00 653.622,75 408.912,00 413.968,66
Seperti layaknya komoditi buah lain, jeruk Tanah Karo dijual dalam bentuk segar. Hingga ke tingkat konsumen buah dijual dalam bentuk yang sama. Hingga saat ini belum ada penanganan pengolahan jeruk baik untuk sirup maupun jus. Meskipun demikian, pemikiran dan upaya ke arah sana sudah ada. Memperhatikan sistem penjualan yang umum berlaku,indikator pengukuran penjualan adalah berat atau dengan cara ditimbang. Penjualan pada tingkat produsen, saat petani menjual produksinya kepada pedagang yang datang langsung ke kebun, penentuan harga terkesan memakai sistem borongan. Tetapi harga total oleh petani maupun pedagang dihitung berdasarkan berat. Pedagang sendiri melakukan penawaran harga dengan mempertimbangkan berat dan prosentase kelas mutu. Memperhatikan kelembagaan pemasaran jeruk Tanah Karo maka secara sederhana rantai pemasaran bisa digambarkan sebagai berikut.
107
Daerah Produksi
Petani
Pedagang /Pengumpul Pedagang antar kabupaten / provinsi Pedagang Pengecer Daerah Konsumen
Pengirim /grosir
Bandar di Pasar Induk
Pedagang Pengecer
Pasar Modern
Konsumen
Gambar 19. Rantai Tata Niaga Jeruk Penyebaran marjin keuntungan jeruk tersebut ke pusat pasar konsumen dapat dikatakan tidak merata. Hal ini disebabkan karena perbedaan harga di tingkat produsen dan harga di tingkat konsumen yang terlalu besar. Harga yang berlaku diambil pada bulan September 2011. Harga dan marjin pemasaran jeruk dapat dilihat pada Tabel 38 dan Tabel 39. Tabel 38. Harga Jeruk Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Rantai Pemasaran Petani Pedagang Pengumpul Pengirim / Grosir Pedagang Antar Kabupaten/ Provinsi Bandar di Pasar Induk Pedagang Pengecer Konsumen (Pasar tradisional/eceran) Pasar Modern Konsumen Pasar Modern
Harga Yang Diterima (Rp) 3.500 5.500 7.500 8.500 8.500 10.000 12.000 11.500 15.000
108
Tabel 39. Marjin Pemasaran Jeruk No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Rantai Pemasaran Petani - Pedagang Pengumpul Petani - Pengirim / Grosir Petani - Pedagang Antar Kabupaten/ Provinsi Pedagang Pengumpul - Pedagang Antar Kabupaten/ Provinsi Pengirim / Grosir - Bandar di Pasar Induk Pedagang Antar Kabupaten/ Provinsi - Pedagang Pengecer Bandar di Pasar Induk - Pedagang Pengecer Bandar di Pasar Induk - Pasar Modern Pedagang Pengecer - Konsumen (Pasar tradisional/eceran) Pasar Modern – Konsumen Pasar Modern
Marjin (Rp) 2.000 4.000 5.000 3.000 1.000 1.500 1.500 3.000 2.000 3.500
Berdasarkan data konsumsi buah-buahan hasil Susenas tahun 2009 konsumsi perkapita buah-buahan segar sebesar 32,59 Kg/ kapita/tahun dan data produksi Jeruk Kabupaten Karo tahun 2009 sebesar 890.091 ton, jika dari hasil susenas tersebut diasumsikan bahwa 0,5 % adalah konsumsi untuk buah jeruk maka konsumsi buah jeruk sebesar 0,162Kg /tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Karo tahun 2009 adalah 360.880 jiwa, sehingga total kebutuhan konsumsi jeruk sebesar 58,462 ton. Artinya bahwa ada kelebihan sebesar 890.032,53 ton yang setiap tahunnya keluar dalam bentuk segar dari kabupaten Karo ke wilayah lain. Berdasarkan hasil di lapangan terlihat bahwa hasil produksi jeruk di Kabupaten Karo semuanya di jual dalam bentuk segar (raw material) karena dalam rantai pemasaran tidak terlihat adanya hubungan ke bentuk industri pengolahan maka nilai tambah dari sektor ini dapat dikatakan sangat kecil terhadap wilayahnya. Hal ini memperbesar peluang terjadinya kebocoran wilayah. Dan hal ini juga didukung oleh pengolahan dari tabel struktur tabel Input-Output bahwa sektor buah-buahan ini belum memiliki nilai keterkaitan dengan sektor pengolahan artinya bahwa sektor ini belum mampu menjadi penggerak untuk tumbuhnya sektor perekonomian lainnya.
109
B.
Tata Niaga Sayuran Pada penelitian ini contoh komoditas yang dihitung nilai marjin tata
niaganya untuk setiap elemen rantai pasokan adalah Kubis, kentang dan wortel. Sayuran di ketiga wilayah dipasarkan ke beberapa pasar induk. Pengumpul dan pedagang besar/bandar merupakan warga Tanah Karo, meskipun mereka bukan merupakan warga asli dari wilayah penelitian ini. Sering terjadi bandar membeli sayuran dan menjualnya di los miliknya di pasar induk. Rantai tata niaga sayuran melibatkan petani, pengumpul kecil, pengumpul besar, bandar, pedagang tradisional, pengecer dan konsumen. Transaksi dilakukan oleh petani dengan pengumpul kecil, pengumpul besar dan bandar terjadi di dalam wilayah produksi. Saluran pemasaran sayuran kubis, kentang dan wortel dari pusat produksi ke pusat pasar melalui rantai pemasaran sebagai berikut : (1)
Pola Pertama : petani menjual sayuran kepada pedagang pengumpul, selanjutnya dijual kepada pedagang besar/ bandar dengan perlakuan khusus, pedagang besar menjual kepada pedagang eceran di pusat pasar konsumen, kemudian pengecer menjualnya ke konsumen.
(2)
Pola kedua: petani menjual kepada pedagang pengumpul kemudian pedagang pengumpul menjual ke pedagang eceran dan pengecer menjualnya langsung ke konsumen.
(3)
Pola ketiga : petani menjual sayuran ke pedagang pengumpul, selanjutnya pengumpul langsung menjualnya ke konsumen di tempat-tempat yang telah disediakan.
Secara umum rantai tata niaga yang terjadi dapat digambar pada Gambar 20.
110
Petani
Pedagang Pengumpul Kecil
Pedagang Pengumpul Besar
Bandar Pasar Induk
Grosir / Pedagang Besar
Pedagang Antar Daerah
Pedagang Pasar Tradisonal
Pasar Modern
Pengecer
Konsumen Gambar 20. Rantai Tata Niaga Sayuran Secara Umum Proses yang dilakukan oleh petani hanya pencucian dan tanpa pengemasan. Pengumpul besar menerima hasil sayuran dari petani atau pengumpul kecil, melakukan
proses
penimbangan
dan
pembayaran
secara
tunai.
Proses
pengumpulan dilakukan di rumah pengumpul atau di tempat-tempat tertentu yang telah disepakati bersama. Pengumpul besar lainnya ada juga berasal dari luar wilayah produksi ini. Fungsi pemasaran yang dilakukan dalam hal ini adalah fungsi pertukaran yaitu penjualan dan pembelian, fungsi fisik yaitu pengangkutan dan fungsi fasilitas yaitu grading, standardisasi dan penanggung resiko. Marjin pemasaran
111
yang terjadi dari pusat produksi Kabupaten Karo ke pusat pasar menyebar tidak merata diantara lembaga-lembaga pemasaran. Sayuran yang diproduksi dan yang dianalisis di ketiga wilayah penelitian antara lain : a.
Komoditas Kubis . Penyebaran marjin keuntungan sayuran kubis ke pusat pasar konsumen juga tidak merata. Hal ini disebabkan karena
perbedaan harga di tingkat
produsen dan harga di tingkat konsumen yang terlalu besar. Tabel 40 Harga Kubis Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran No Rantai Pemasaran Harga Yang Diterima (Rp) 1 Petani 862 2 Pedagang Pengumpul Kecil 900 3 Pedagang Pengumpul Besar 920 4 Bandar di Pasar Induk 1050 5 Grosir/ Pedagang Besar 1200 6 Pedagang Antar Daerah 1200 7 Pasar Tradisonal 1250 8 Pedagang Pengecer 1300 9 Pasar Modern 1500 10 Konsumen (Pasar tradisional/eceran) 1400 11 Konsumen Pasar Modern 1700 Tabel 41 Marjin Pemasaran Kubis No Rantai Pemasaran 1 Petani - Pedagang Pengumpul Kecil 2 Pedagang Pengumpul Kecil - Pedagang Pengumpul Besar 3 Pedagang Pengumpul Besar - Bandar di Pasar Induk 4 Bandar di Pasar Induk – Grosir / pedagang besar 5 Bandar di Pasar Induk – Pedagang Antar Daerah 6 Grosir / pedagang besar - Pasar Modern 7 Grosir / pedagang besar - Pasar tradisional 8 Pedagang Antar Daerah - Pasar Modern 9 Pedagang Antar Daerah- Pasar tradisional 10 Pasar tradisional - Pedagang Pengecer 11 Pedagang Pengecer - Konsumen (Pasar tradisional/eceran) 12 Pasar Modern – Konsumen Pasar Modern
Marjin (Rp) 38 20 130 150 150 300 50 300 50 50 100 200
112
b.
Komoditi Kentang Tingginya harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir memberikan marjin keuntungan pemasaran kentang cukup besar untuk pemasaran dari pusat produksi ke pasar konsumen, sebaliknya rendahnya harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir kepada pedagang pengecer menyebabkan rendahnya marjin keuntungan pemasaran kentang dari pusat produksi ke pusat pasar konsumen.
Tabel 42. Harga Kentang Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran No Rantai Pemasaran Harga Yang Diterima (Rp) 1 Petani 2250 2 Pedagang Pengumpul Kecil 2400 3 Pedagang Pengumpul Besar 2500 4 Bandar di Pasar Induk 2700 5 Grosir/ Pedagang Besar 2850 6 Pedagang Antar Daerah 3900 7 Pasar Tradisional 4000 8 Pedagang Pengecer 4100 9 Pasar Modern 5700 10 Konsumen (Pasar tradisional/eceran) 4300 11 Konsumen Pasar Modern 6200 Tabel 43. Marjin Pemasaran Kentang No Rantai Pemasaran 1 Petani - Pedagang Pengumpul Kecil 2 Pedagang Pengumpul Kecil - Pedagang Pengumpul Besar 3 Pedagang Pengumpul Besar - Bandar di Pasar Induk 4 Bandar di Pasar Induk – Grosir / pedagang besar 5 Bandar di Pasar Induk – Pedagang Antar Daerah 6 Grosir / pedagang besar - Pasar Modern 7 Grosir / pedagang besar - Pasar tradisional 8 Pedagang Antar Daerah - Pasar Modern 9 Pedagang Antar Daerah- Pasar tradisional 10 Pasar tradisional - Pedagang Pengecer 11 Pedagang Pengecer - Konsumen (Pasar tradisional/eceran) 12 Pasar Modern – Konsumen Pasar Modern c.
Marjin (Rp) 150 100 200 150 1.200 2.850 1.150 1.800 100 100 200 500
Komoditas Wortel Total marjin pemasaran pemasaran wortel dari pusat produksi ke konsumen sebesarRp. 1100,00 Marjin keuntungan pemasaran wortel yang diperoleh pedagang pengumpul sebesar 13,63 %, pedagang besar 59,09
% dan
pedagang pengecer sebesar 27,27%. Dari hasil tersebut tampak bahwa
113
marjin keuntungan pemasaran yang lebih besar diterima oleh pedagang besar. Tabel 44. Harga Wortel Yang Diterima Pada Setiap Lembaga Pemasaran No Rantai Pemasaran Harga Yang Diterima (Rp) 1 Petani 850 2 Pedagang Pengumpul Kecil 900 3 Pedagang Pengumpul Besar 920 4 Bandar di Pasar Induk 1050 5 Grosir/ Pedagang Besar 1200 6 Pedagang Antar Daerah 1500 7 Pasar Tradisional 1700 8 Pedagang Pengecer 1800 9 Pasar Modern 2000 10 Konsumen (Pasar tradisional/eceran) 2350 11 Konsumen Pasar Modern 2500 Tabel 45. Marjin Pemasaran Wortel No Rantai Pemasaran 1 Petani - Pedagang Pengumpul Kecil 2 Pedagang Pengumpul Kecil - Pedagang Pengumpul Besar 3 Pedagang Pengumpul Besar - Bandar di Pasar Induk 4 Bandar di Pasar Induk – Grosir / pedagang besar 5 Bandar di Pasar Induk – Pedagang Antar Daerah 6 Grosir / pedagang besar - Pasar Modern 7 Grosir / pedagang besar - Pasar tradisional 8 Pedagang Antar Daerah - Pasar Modern 9 Pedagang Antar Daerah- Pasar tradisional 10 Pasar tradisional - Pedagang Pengecer 11 Pedagang Pengecer - Konsumen (Pasar tradisional/eceran) 12 Pasar Modern – Konsumen Pasar Modern
Marjin (Rp) 50 20 130 150 450 800 500 500 200 100 550 500
Jika diperhatikan pada Tabel 40, 41, 42, 43, 44 dan 45 terlihat bahwa marjin yang ditimbulkan dari masing-masing komoditas pada setiap rantai pemasaran cukup beragam. Hal ini disebabkan karena semakin panjang rantai pemasaran maka resiko yang ditanggung terhadap komoditas sayuran juga semakin besar.
Produksi komoditas sayuran dari
Kabupaten Karo memiliki
daerah konsumen yang relatif tersebar, kondisi demikian menyebabkan jarak pemasaran sayuran menjadi relatif jauh. Salah satu konsekuensinya adalah marjin pemaaran sayuran yang meliputi biaya sewa alat pengangkutan, biaya pengepakan, resiko kerusakan selama pengangkutan dan keuntungan pedagang yang akan relatif tinggi. Marjin pemasaran sayuran yang paling tinggi terjadi
114
pada komoditas kentang yakni pada rantai grosir ke pasar modern sebesar Rp. 2.850,00. Dalam nilai relatif harga konsumen, marjin pemasaran membentuk nilai yang diterima petani menjadi berbeda, hal ini disebabkan oleh : 1) Petani sayuran memilki posisi tawar yang relatif rendah dalam memasarkan hasil panennya. Kondisi demikian dapat terjadi akibat ketidak mampuan petani sayuran untuk menahan penjualannyadengan tujuan mendapatkan harga jual yang cukup tinggi. Ketidak mampuan petani tersebut dapat didorong oleh faktor
komoditas sayuran umunya relatif lebih cepat busuk sedangkan di
tingkat petani penerapan teknologi penyimpanan sayuran yang dapat memperlambat proses pembusukan masih sangat terbatas 2) Adanya kekuatan monopsoni/oligopsoni dalam pemasaran sayuran sehingga petani sayuran dihadapkan pada keterbatasa alternatif pemasaran. Tata niaga komoditas hortikultura khususnya sayuran untuk Supermarket, petani memiliki halangan. Petani Karo sudah ada yang mencoba memasuki pasar swalayan, namun karena rantai tata niaga yang terlalu panjang dan sarana penyimpanan serta pelayanan logistik yang kurang baik berakibat pada kurang terpenuhinya jumlah pasokan sesuai kebutuhan pasar swalayan. Hal ini membuat pola kemitraan antara petani dengan pasar swalayan masih sulit terlaksana. Namun demikian, ada beberapa petani yang berhasil menembus pasar tersebut meskipun hubungan dengan pasar swalayan masih tergantung pada produksi sesuai musim tanam, sehingga pola pemasaran ke swalayan tidak kontinu. Agar petani dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi maka perlu dilakukan perbaikan signifikan terhadap rantai-rantai penawaran domestik. Peningkatan nilai tambah seyogyanya sudah dapat dilakukan di tingkat petani/ kelompok tani, dengan peningkatan proses pasca panen, maka diharapkan juga dapat menjadi pertimbangan terbukanya akses ke pasar-pasar swalayan. Meskipun elemen tata niaga selain petani memperoleh marjin yang lebih banyak, tetapi terdapat perspektif lainnya yaitu resiko yang harus ditanggung oleh setiap elemen dalam tata naga. Sifat produk hortikultura yang mudah sekali rusak dan tidak tahan lama, mengakibatkan resiko kerusakan harus ditanggung oleh petani, pengumpul, bandar, pengecer dan bahkan konsumen.
115
Petani memiliki posisi yang rendah dalam penentuan harga. Produk yang dihasilkan petani harus dipanen sesuai waktu dan dijual segera untuk menghindari terjadinya kerusakan. Oleh karena itu, petani akan menjual berapapun harga yang ditetapkan oleh pengumpul/ bandar, meskipun harga yang ditetapkan tersebut rendah, bahkan terkadang mengakibatkan kerugian pada pihak petani. Petani memiliki posisi lemah dalam sistem agrbisnis. Ke hulu (ke penyedia saprodi) mereka lemah karena pengadaan sarana produksi pertanian dikuasai pihak lain yang belum tentu kondusif terhadap kebutuhan para petani. Ke hilir (ke industri pengolahan dan pemasaran) mereka juga lemah karena jalur pemasaran hasil dikuasai oleh pihak lain. Pada prinsipnya hanya petanilah yang harus dapat memperbaiki posisinya dalam pasar. Jika petani tidak dapat melakukannya sendiri dapat dilakukan secara kelompok sehingga diharapkan mampu menciptakan posisi tawar yang lebih baik. Petani juga membutuhkan pihak luar untuk meningkatkan posisi tawarnya atau dengan kata lain pola kemitraan masih dibutuhkan untuk mencapai dua tujuan pemberdayaan di atas. Kemitraan itu seharusnya ada pada tataran independen, yang berarti bahwa setiap pihak yang bermitra itu berada pada posisi yang sederajat, kemandirian serta saling menghormati keberadaan dan kebutuhan mitranya. Dalam posisi ini tidak ada pihak yang dominan. Dengan pola hubungan seperti ini, maka kemitraan itu akan menghasilkan sinergi. Jadi secara konseptual sungguh tidak mungkin tercipta pola hubungan yang interdependen jika salah satu pihak tampil dengan dominasinya sendiri-sendiri. Ketiadaan fasilitas/ sarana prasarana penyimpanan seperti cold storage, chiller mengakibatkan juga sayuran menjadi cepat rusak dan harus segera dijual. Penanganan pasca panen dengan tepat dan benar sangat dibutuhkan agar produk sayuran menjadi lebih tahan lama. Pengumpul merupakan elemen tata niaga dengan resiko terendah, karena hanya mengumpulkan produk dari petani di suatu tempat. Pengemasan dilakukan oleh pengumpul. Selang waktu yang dibutuhkan dari pengumpulan tidak melebihi waktu sehari, sehingga resikonya tidak terlalu besar. Bandar memiliki resiko yang lebih tinggi daripada pengumpul. Resiko bandar antara lain adalah resiko selama transportasi. Bandar menanggung biaya
116
transaksi seperti biaya transportasi dan pungutan- pungutan di jalan dan di pasar. Resiko lainnya yakni resiko kerusakan selama di perjalanan. Hal tersebut dipengaruhi oleh penanganan pasca panen dan teknik penyimpanan di dalam truk yang tidak tepat. Pedagang juga memiliki resiko. Sebagai rantai tata niaga di tingkat akhir sebelum sampai ke konsumen, bila penanganan sebelumnya kurang benar maka produk yang diterima merupakan produk dengan kualitas yang kurang baik. Hal ini berakibat pada resiko kerusakan yang lebih banyak. Dari setiap marjin yang dibentuk, share petani (besarnya kontribusi harga yang diterima) terlihat seperti pada Tabel 46. Tabel 46 Share Petani No Komoditas Pemasaran 1 Jeruk Konsumen Pasar Tradisional Konsumen Pasar Modern 2 Kubis Konsumen Pasar Tradisional Konsumen Pasar Modern 3 Kentang Konsumen Pasar Tradisional Konsumen Pasar Modern 4 Wortel Konsumen Pasar Tradisional Konsumen Pasar Modern
Share Petani (%) 30,43 23,33 61,57 50,72 52,32 36,92 36,17 34,00
Jika dilihat pada Tabel 46 maka bagian yang diterima
petani dalam
pembentukan harga cukup besar. Dalam pemasaran hortikultura (jeruk, kubis, kentang dan wortel), transmisi harga dari tingkat konsumen kepada petani pada umumnya berbeda menurut komoditas dan dalam kajian ini berkisar antara 23,33 % sampai 61,57%. Variasi transmisi harga tersebut secara umum dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : 1) Adanya kekuatan monopsoni/oligopsoni pada pedagang sehingga mereka memiliki kekuatan untuk mengendalikan harga beli dari petani atau harga di tingkat produsen. Adanya kekuatan monopsoni pada pedagang menyebabkan kenaikan harga yang terjadi di tingkat konsumen tidak selalu diteruskan kepada petani secara sempurna.
117
2) Rantai pemasaranyang semakin panjangyang memungkinkan terjadinya akumulasi bias transmisi harga yang semakin besar. Sama seperti komoditas buah-buahan, hasil Susenas tahun 2009 konsumsi perkapita sayur-sayuran segar sebesar 42,62 Kg/ kapita/tahun dan data produksi sayur-sayuran Kabupaten Karo tahun 2009 sebesar 2.703,08 ton,sumbangan produksi kentang, wortel dan kubis sebesar 787,59 ton (29,13%), jika dari hasil susenas tersebut diasumsikan bahwa 0,5 % adalah konsumsi untuk kentang, kubis dan wortel maka konsumsi ketiga komoditas tersebut sebesar 0,213 Kg /tahun. Jumlah penduduk Kabupaten Karo tahun 2009 adalah 360.880 jiwa, sehingga total kebutuhan konsumsi sebesar 76,867 ton/thn. Artinya bahwa ada kelebihan ketiga komoditas tersebut sebesar 710,723 ton yang setiap tahunnya keluar dalam bentuk segar dari Kabupaten Karo ke wilayah lain. Dari hasil kajian terlihat bahwa produksi sayuran di Kabupaten Karo semuanya juga masih di jual dalam bentuk segar (raw material) karena dalam rantai pemasaran tidak terlihat adanya hubungan ke bentuk industri pengolahan maka nilai tambah dari sektor ini dapat dikatakan sangat kecil terhadap wilayahnya, hal ini menujukkan bahwa semakin memperbesar peluang terjadinya kebocoran wilayah. Dan hal ini juga didukung oleh pengolahan dari tabel struktur tabel Input-output bahwa sektor sayur-sayuran ini belum memiliki nilai keterkaitan dengan sektor pengolahan artinya bahwa sektor ini belum mampu menjadi penggerak untuk tumbuhnya sektor perekonomian lainnya khususnya pengolahan. Gambaran aliran dan arahan wilayah industri pengolahan dapat dilihat pada Gambar 21.
118
Gambar 21 Aliran Komoditas Hortikultura Ke Luar Wilayah dan Arahan Lokasi
Industri Pengolahan Hortikultura Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Karo dan Arahan Lokasi Industri Pengolahan
Berastagi
Kabanjahe
Keterangan: Komoditas Hortikultura mengalir dari kabupaten Karo ke luar wilayahnya dalam bentuk segar. Industri pengolahan diarahkan di ibukota kabupaten Karo (Kabanjahe) dan Berastagi sebagai salah satu lokasi pasar induk kabupaten Karo.
119
5.3.Sintesis Hasil Analisis 5.3.1. Makro Peran hortikultura terhadap perekonomian wilayah dapat diketahui persentase PDRB sektor-sektor hortikultura terhadap total PDRB, persentase output total sektor-sektor hortikultura terhadap keseluruhan output total, keterkaitan sektor hortikultura dengan sektor-sektor lainnya dan nilai multiplier. Kontribusi PDRB sayur-sayuran dan buah-buahan masing masing terhadap sektor pertanian berturut-turut adalah adalah : 0,067% dan 0,025%, sementara untuk kontribusi total PDRB sayur-sayuran dan buah-buahan memberikan sumbangan sebesar : 0,04% dan 0,015%. Berdasarkan kontribusi output total, maka peran kedua sektor menunjukkan kontribusi yang rendah terhadap pembentukan output total. Dari hasil analisis Nilai keterkaitan ke depan (DFL) dan keterkaitan ke belakang (DBL) sektor-sektor hortikultura dengan sektor-sektor lainnya terlihat bahwa sektor sayur- sayuran dan buah-buahan memiliki nilai DFL yang lebih kecil dibandingkan nilai DBL. Hal ini mengindikasikan bahwa penggunaan output kedua sektor tersebut lebih besar oleh sektornya sendiri dibandingkan dengan penggunaan oleh sektor lainnya. Nilai Indeks Penyebaran (IDP) sayur- sayuran lebih dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki kemampuan untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya atau meningkatkan output sektor lainnya yang digunakan sebagai input oleh sektor tersebut. Sedangkan buah-buahan memiliki nilai yang kurang dari satu, menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu dalam menarik sektor hulunya. Nilai Indeks kurang dari satu,
Kepekaan (IDK) sektor-sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan bahwa sektor tersebut
tidak memiliki
kemampuan untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor hilir yang memakai input dari sektor tersebut. Hal ini berarti bahwa sektor sayur-sayuran dan buahbuahan kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor-sektor hilir yang menggunakan outputnya sebagai input produksi. Berdasarkan hasil kajian terlihat bahwa ke dua sektor tersebut memiliki keterkaitan yang lemah dengan sektor hilirnya. Keterkaitan sektor hortikultura
120
dengan sektor hulunya lebih kuat bila dibandingkan dengan sektor hulunya. Hal ini dicirikan dengan lebih kuatnya keterkaitan sektor hortikultura dengan sektorsektor lain ke belakang dibandingkan dengan keterkaitan ke depan. Keterkaitan ke depan sektor sayuran dan buah-buahan dengan sektor pengolahan (industri bukan migas) sangat kecil yaitu 0,00087 untuk sektor sayursayuran dan 0,00235 untuk sektor buah-buahan. Berdasarkan analisis terhadap sistem agribisnis, maka industri pengolahan khusus untuk sektor tersebut masih relatif sedikit dan berada di luar wilayah produksi. Hal ini merupakan salah satu indikasi terjadinya kebocoran wilayah, apabila kegiatan pengolahan tersebut dilakukan di dalam wilayah maka tentu saja akan lebih bermanfaat bagi masyarakat di dalam wilayah dan juga bagi wilayah itu sendiri. Oleh karena itu, industri pengolahan yang dikembangkan dapat berupa industri skala kecil maupun menengah sehingga dapat dikelola oleh petani maupun kelompok tani. Industri skala kecil dan menengah dikembangkan dengan harapan dapat meningkatkan pendapatan petani dan penyerapan tenaga kerja. Dengan pengembangan subsistem hilir dalam bentuk industri pengolahan skala kecil dan menengah oleh petani/kelompok tani diharapkan nilai tambah subsistem hilir dapat diperoleh oleh petani/kelompok tani. Keterkaitan yang terjadi antara sektor sayur-sayuran dan buah-buahan dengan sektor perdagangan besar dan eceran merupakan keterkaitan ke belakang, bukan merupakan keterkaitan ke depan. Transaksi antara elemen tataniaga juga terjadi di luar wilayah kabupaten Karo. Keterkaitan ke depan antara ke dua sektor ini dengan perdagangan besar dan eceran tidak ada. Bila dikoreksi dengan marjin tata niaga, maka pihak yang lebih banyak mendapatkan keuntungan dalam transaksi adalah pengumpul atau pedagang besar dan transaksi tersebut di dalam wilayah. Dalam analisis ini, nilai transaksi ekspor tidak dirinci dan hanya masuk dalam permintaan akhir. Kemungkinan tidak terkaitnya ke dua sektor tersebut dengan sektor perdagangan besar dan eceran adalah karena komoditas hortikultura lebih banyak di perdagangkan di luar wilayah. Bila hal ini terjadi, maka ada indikasi telah terjadinya kebocoran wilayah di dalam perdagangan. Keterkaitan ke belakang dengan sektor perdagangan besar dan eceran berhubungan dengan perdagangan input produksi sektor hortikultura. Hal ini
121
menunjukkan perkembangan di subsistem hulu. Subsistem hulu merupakan susbistem yang menyediakan sarana produksi pertanian primer bagi subsistem budidaya, baik industri maupun perdagangannya. Bila dihubungkan, maka keterkaitan sektor hortikultura ke belakang dengan sektor perdagangan besar dan eceran merupakan keterkaitan perdagangan sarana produksi pertanian primer. Sebagai contoh adalah keterkaitan dengan kios sarana produksi yang menyediakan sarana produksi pertanian primer untuk kegiatan budidaya seperti polybag, pupuk kimia, pestisida dan lain-lain. Keterkaitan lain yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan yang terjadi di dalam masing-masing subsistem agribisnis itu sendiri. Sebagai contoh dalam subsistem budidaya menghasilkan limbah tanaman yang dapat digunakan sebagai pupuk organik. Perbanyakan tanaman juga dapat dilakukan dari bagian tanaman itu sendiri. Keterkaitan di dalam subsistem hulu dapat dilakukan melalui kegiatan produksi dan perdagangan dari sarana produksi pertanian primer yang dilakukan di dalam suatu kelembagaan, seperti kelompok tani. Kelompok tani dapat berperan dalam penyediaan sarana produksi, baik kegiatan produksi pupuk organik dari limbah tanaman yang ada, sedangkan kegiatan perdagangan dapat dilakukan melalui penjualan sarana produksi pertanian primer seperti benih, pupuk, pestisida, polybag dan lain-lain. Suatu sektor dengan keterkaitan ke depan dan belakang lebih besar dengan sektor-sektor lainnya, memiliki potensi kebocoran wilayah yang lebih kecil dibandingkan apabila sektor tersebut memiliki keterkaitan ke depan dan ke belakang yang lebih kecil dengan sektor-sektor lainnya. Efek pengganda dari sektor ini lebih tinggi bila keterkaitan menyebar dalam suatu perekonomian (Reis dan Rua, 2006).
5.3.2 Mikro Sistem agribisnis sebagai suatu sistem yang terdiri dari subsistem hulu, usahatani, hilir dan jasa layanan pendukung merupakan suatu sistem yang secara keseluruhan
memerlukan
keterkaitan
antar
subsistem-subsistem
tersebut.
122
Keterkaitan antar subsistem tersebut dapat menggambarkan perekonomian di suatu wilayah. Keterkaitan antar subsistem tersebut didukung pula oleh kelengkapan sarana prasarana yang dimiliki oleh suatu wilayah baik sarana prasarana wilayah maupun sarana prasarana agribisnis itu sendiri. Kelengkapan sarana prasana tersebut juga dapat menggambarkan tingkat perkembangan wilayah. Dalam kajian ini kelengkapan sarana prasarana tersebut dikaji menggunakan data Potensi Desa (Podes) tahun 2008 dan kondisi lapang yang ditemui pada saat melakukan kajian. Sarana dan parasarana yang dikaji dikelompokkan dalam tiga kategori yakni permodalan, pasar dan umum. Sarana dan prasarana permodalan dan berperan juga dalam penyedia saprodi yang dikaji adalah KUD/ koperasi, sarana dan prasarana pasar yang dikaji adalah ketersediaan pasar di tiap-tiap kecamatan dan untuk kategori umum adalah pelayanan kesehatan dan pendidikan. Sarana prasarana permodalan dan pasar
dikaji untuk menjawab
perkembangan usaha agribisnis, sementara kategori umum dikaji untuk melihat kesiapan SDM dalam pelaksanaan agribisnis hortikultura. Wilayah dengan kelengkapan sarana prasarana yang tertinggi berdasarkan analisis skalogram dimasukkan dalam kelompok hirarki satu. Sarana produksi pertanian primer yang diperlukan oleh petani sudah dapat disediakan oleh kios saprodi dan beberapa Koperasi. Berdasarkan analisis skalogram dengan menggunakan data PODES diketahui
bahwa kios sarana
produksi yang ada di tiga kecamatan tersebut adalah koperasi yang berbentuk KUD. Perkembangan subsistem budidaya dicirikan oleh teknologi budidaya yang dilakukan petani. Petani juga sudah mulai menyadari adanya penerapan Good Agricultural Practices (GAP) dan pengendalian hama penyakit tanaman dengan menggunakan tenknik Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Perkembangan subsistem budidaya juga didukung dengan fasilitas budidaya yang baik seperti sudah mulai terlihat penggunaan mulsa dan screen house di beberapa pertanaman. Subsistem hilir merupakan subsistem yang memiliki nilai tambah besar dibandingkan dengan subsistem budidaya. Nilai tambah hortikultura merupakan nilai tambah yang diperoleh melalui penanganan pasca panen. Kebanyakan
123
produk hortikultura merupakan produk yang dijual dalam bentuk segar. Oleh karena itu keterkaitan dengan industri pengolahan tidaklah besar. Berdasarkan hasil deskripsi sistem agrbisnis, penanganan pada bagian hilir masih terbatas pada kegiatan sortasi dan packing belum menyentuh pada arah pengolahan, sehingga pada saat panen raya dan harga tidak terlalu tinggi ditambah lagi dengan upah tenaga kerja yang besar mengakibatkan banyak pertanaman yang tidak dipanen, petani membiarkan tanamannya begitu saja. Semestinya hal ini dapat diatasi jika sudah ada kegiatan pengolahan terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh petani. Aspek lain dari subsistem hilir adalah pemasaran. Produk hortikultura di Kabupaten Karo lebih banyak yang dipasarkan ke luar wilayah dibanding dengan pemasaran di dalam wilayah. Komoditas hortikultura yang dihasilkan kebanyakan dipasarkan secara segarke pasar di luar wilayah kabupaten Karo seperti Kota Medan, Jakarta, Pekan Baru dan wilayah di sekitarnya. Petani juga sudah dapat mengakses informasi mengenai teknologi budidaya dari luar. Peran penyuluh dalam subsistem jasa pendukung adalah sebagai pendamping, karena petani sudah terlihat lebih mandiri. Kelembagaan sebagai penunjang juga berkembang di ketiga kecamatan tersebut. Kelompok tani yang ada di ketiga kecamatan cukup banyak. Jumlah kelembagan kelompok tani yang ada di ketiga wilayah tersebut adalah sebagai berikut: Kecamatan Simpang Empat 223 kelompok tani, Kecamatan Tiga Panah 277 kelompok tani dan Kecamatan Barusjahe 217 kelompok tani. Berdasarkan kelengkapan sarana dan prasarana sistem pemukiman, desadesa di kecamatan Barus Jahe, Tiga Panah dan Simpang Empat sudah dapat memenuhi persyaratan sarana dan prasarana dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Untuk fasilitas pendidikan dapat ditunjang dengan keberadaan sarana pendidikan di ibukota kecamatan dan ibukota kabupaten. Prasarana penunjang pasar juga sudah berkembang baik untuk toko grosir, eceran, dan warung. Berdasarkan kelengkapan jumlah fasiltas yang ada di ketiga wilayah tersebut yaitu dari fasilitas yang dianalisa, maka fasilitas yang terlengkap adalah fasiltas pelayanan kesehatan, para medis, pasar, KUD/Koperasi, Industri rumah tangga. Hirarki wilayah dengan hirarki terendah didominasi oleh hirarki 3 (tiga)
124
sebesar 74,14 % dari angka tersebut 31,03% berada di kecamatan Tiga Panah. Di setiap kecamatan, desa-desa dengan hirarki 3 (tiga) juga memiliki persentase tertinggi dibandingkan dengan desa-desa dengan hirarki 1 (satu) dan 2 (dua). Berdasarkan persentase, di Kecamatan Simpang Empat desa dengan Hirarki 1(satu ) sebesar 11,775, Hiraki 2 (dua) sebesar 35,29% dan Hirarki 3 (tiga) sebesar 52,94 %, desa dengan hirarki 1 (satu) di Kecamatan Tiga Panah sebesar 9,09%, hiarki 2(dua) sebesar 9,09% dan hirarki 3 (tiga) sebesar 81,83%, di Kecamatan Barus Jahe untuk desa dengan hirarki 1 (satu),sebesar 5,26%, hirarki 2(dua) sebesar 10,54% dan hirarki 3 (tiga) sebesar 84,21%. Dari masing-masing kecamatan berdasarkan tiga kategori yang digunakan dalam analisis skalogram wilayah yang paling memiliki kesiapan dalam pengembangan agribisnis hortikultura adalah Kecamatan Simpang Empat meskipun Kecamatan tersebut berdasrkan data Podes tahun 2008 belum memiliki bangunan pasar yang permanen, namun dari kriteria permodalan dan SDM sudah dianggap lebih mampu dibandingkan dengan dua kecamatan lainnya. Alsin hortikultura terbagi menjadi 4 (empat) kategori yakni: (1) alsin budidaya pertanian, (2) alsin pasca panen, (3) alsin pengolahan dan (4) alsin pemasaran. Alsin budidaya terdiri dari shading net, perangkap serangga,power sprayer, mesin babat, tarktor mini dan screen house. Alsin pasca panen antara lain adalah timbangan, tangga pemanenan buah, wrapping, packing house dan alat pengepress paking plastik. Alsin pengolahan terdiri dari alat perajang, alat pembuka, blender pengolahan hasil, dan lain-lain namun untuk ketiga wilayah tersebut alsin pengolahan tersebut belum tersedia. Alsin pemasaran adalah truck dan sorong roda dua. Berdasarkan sarana dan prasarana agribisnis yang tersedia di ketiga wilayah, kecuali alsin pengolahan, ketiga sarana dan prasarana tersebut menyebar secara merata di masing-masing kecamatan.Industri pengolahan belum berkembang. Banyak potensi hortikultura yang dapat dikembangkan menjadi olahan. Namun masih terdapat pola pikir bahwa bila dengan produk segar sudah dapat dijual, tidak perlu diolah menjadi produk olahan. Untuk mengusahakan agar nilai tambah lebih banyak tinggal di tingkat petani, maka fasilitas penyimpanan yang ada diharapkan tidak hanya melayani
125
jasa penyimpanan saja, tetapi terkait dengan dengan kegiatan lainnya seperti sortasi, grading, packing dan packaging, pengolahan, maupun perdagangan. Kegiatan-kegiatan peningkatan nilai tambah tersebut umumnya tidak jatuh ke petani bahkan ke pemerintah daerah. Kegiatan-kegiatan tersebut dapat dikelola oleh petani, sehingga nilai tambah dapat dinikmati petani dan daerah untuk menggerakkan perekonomian daerah. Pada segmen pasar dan kualitas produk suatu agrbisnis hortikultura ditentukan oleh kemampuan agribisnis hortikutura tersebut dalam memproduksi dan memasarkan produk yang dihasilkan kepada konsumen dengan biaya serendah mungkin. Walaupun memiliki biaya produksi per unit cukup rendah, suatu agribisnis belum tentu berdaya saing tinggi jika biaya pemasaran yang dibutuhkan untuk menyampaikan produk kepada konsumen sangat tinggi. Oleh karena itu upaya untuk meningkatkan daya saing agribisnis seyogyanya tidak hanya ditempuh melalui peningkatan efisiensi produksi untuk menekan biaya produksi per unit produk, tetapi dilengkapi pula dengan upaya peningkatan efisiensi pemasaran dalam rangka menekan biaya pemasaran dari petani kpada konsumen. Produksi komoditas hortikultura
pada umumnya terkonsentrasi di
daerah-daerah tertentu (sentra) sedangkan daerah konsumennya relatif tersebar. Kondisi demikian menyebabkan jarak pemasaran dari daerah produsen ke daerah konsumen relatif jauh. Salah satu konsekuensinya adalah marjin pemasaran hortikultura yang meliputi biaya sewa alat pengangkutan, biaya pengepakan, risiko kerusakan selama pengangkutan dan keuntungan pedagang relatif tinggi. Petani berperan sebagai penerima harga. Karenanya untuk mendapatkan harga yang lebih menguntungkan petani harus mampu memanfaatkan variasi harga yang terjadi di pasar baik menurut tempat, bentuk produk, waktu maupun kualitas produk. Hal ini berarti bahwa petani harus mampu mengatur pola penawarannya dengan mengatur kegiatan produksinya dan mengatur kegiatan pemasarannya yang disesuaikan dengan kebutuhan pasar.Namun akibat berbagai faktor petani seringkali tidak mampu mengatur pola penawarannya pada pasar yang lebih menguntungkan, akibatnya share dibandingkan dengan rantai pemasaran lainnya.
petani selalu lebih kecil
126
Rantai pemasaran hortikultura di Kabupaten Karo masih didominasi oleh pemasaran produk dalam bentuk segar. Belum terlihat adanya rantai pemasaran ke arah industri pengolahan. Petani masih tetap berada pada rantai produsen buah segar. Struktur agribisnis yang hanya memberikan subsistem agribisnis usahatani sebagai porsi ekonomi petani, sulit diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani. Dalam suatu sistem agribisnis, nilai tambah yang terbesar berada pada subsistem hulu dan hilir, sedangkan subsistem usahatani sangat kecil, sehingga petani yang berada pada subsistem ini akan selalu menerima pendapatan yang lebih rendah. Struktur agribisnis yang demikian menempatkan petani pada 2 (dua) kekuatan eksploitasi ekonomi, yaitu pada pasar faktor produksi, petani menghadapi kekuatan monopolistis, sedangkan pada pasar output petani menghadapi kekuatan monopsonistis. Oleh karena itu petani akan selalu dirugikan (Saragih, 2001b). Oleh karena itu, kelembagaan yang ada sebaiknya dikembangkan agar tidak hanya bergerak di tataran budidaya, tetapi bergerak ke arah pengembangan pasca panen, pengolahan dan pemasaran. Seperti yang terlihat dalam hasil kajian makro, bahwa di Kabupaten Karo belum terdapat suatu pola penghubung antara sektor sayur-sayuran dan buahbuahan dengan industri pengolahan. Demikian pula pala kajian mikro, pemasaran yang umumnya terjadi masih dalam bentuk pemasaran buah segar/ raw material. Hal ini mengindikasikan peluang terjadinya kebocoran wilayah, di mana dimungkinkan nilai tambah kedua sektor ini berada di luar Kabupaten Karo. Sehingga untuk meningkatkan harga yang diterima petani dan rantai pemasaran lainnya, serta untuk mencegah terjadinya kebocoran wilayah, selain dibutuhkan peningkatan efisiensi pemasaran dibutuhkan pula peningkatan daya saing agribisnis hortikultura. Hal tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi Kabupaten Karo. Untuk mencapai hal tersebut diperlukan adanya keterkaitan antar kedua sektor ini dengan sektor industri pengolahan yang dapat memberikan nilai tambah kedua sektor tersebut.
127
5.4. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah : 1.
Dalam rangka meningkatkan akses petani dalam hal pemasaran hasil terhadap kelembagaan pemasaran seperti suplier dan pasar modern lainnya , maka diperlukan suatu penguatan kelembagaan kelompok tani yang mampu merencanakan produksi suatu komoditas secara kontinu dan pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan usaha tani. Bersamaan dengan itu dapat pula dibentuk koperasi pertanian atau penguatan kelembagaan lainnya di tingkat petani di tiap-tiap desa yang lebih efektif yang berfungsi menampung dan memasarkan komoditas petani dengan harga yang bersaing. Peran kelompok tani lebih kepada proses poduksi dan kolektivitas pemasaran, sedangkan peran koperasi atau kelembagaan ekonomi di tingkat petani lebih pada stabilisasi harga.
2.
Mengingat Kabupaten Karo merupakan sentra produksi hortikultura maka sangat mendesak untuk mempermudah transportasi pengangkutan barang ke pusat-pusat konsumsi. Perbaikan sarana transportasi dengan pengamanan aliran barang-barang dan kutipan-kutipan yang sifatnya illegal. Sementara untuk kutipan legal yang ditentukan oleh daerah lintasan sebagai dampak otonomi perlu diatur dalam Undang-undang yang sifatnya lebih nasional dan perlakuan khusus bagi komoditas pertanian yang rawan rusak atau busuk. Terkait pemecahan masalah dalam hal transportasi komoditas ini diperlukan kerjasama lintas instansi yaitu instansi pertanian, perhubungan dan aparat penegak hukum.
3.
Pemerintah Daerah dan Kementerian Pertanian tidak cukup hanya melakukan pengembangan sentra, tetapi perlu melakukan saling silang informasi antar sentra termasuk informasi pemantauan intensif mengenai perkembangan barang dan harga dari waktu ke waktu di pusat konsumsi. Informasi ini sangat berguna bagi petani untuk merencanakan penanaman dan pemanenan hasil pertaniannya agar tidak terjadi saat-saat over supply akibat panen serentak atau kekurangan barang akibat seluruh sentra masa
128
paceklik. Singkatnya, informasi pasar dan kondisi sentra lain yang memadai bagi petani mampu mensiasati terjadinya fluktuasi harga. 4.
Menyusun dan menerapkan secara tegas kebijakan impor produk hortikultura dengan memperhatikan dan mengutamakan kemanan pasar produk domestik. Poin penting yang perlu diatur adalah bea masuk impor, waktu impor, dan kuantitas komoditas yang diimpor. Impor komoditas hortikultura dengan pengenaan tarif yang seimbang, dilakukan pada saat produksi dalam negeri rendah dan dengan jumlah yang terbatas merupakan dukungan kebijakan yang sangat membantu pemasaran poduksi hortikultura dalam negeri. Terkait dengan kebijakan ini, diperlukan kerjasama yang sinergi antara instansi Kementerian Pertanian dan Perdagangan.
5.
Salah satu permasalahan penting terkait pengembangan komoditas hortikultura adalah bahwa sebagian besar nilai tambah kegiatan agribisnis hortikultura lebih banyak dinikmati oleh industri hulu dan hilir, bukan dinikmati oleh petani. Gejala demikian lebih kuat terjadi pada komoditas hortikultura akibat sifat usaha petani yang berorientasi pasar dan posisi tawar petani yang lemah. Hal ini berarti pengembangan komoditas hortikultura pada aspek produksi hanya akan memberikan manfaat lebih besar pada industri hulu dan hilir. Oleh karena itu, dalam pengembangan komoditas hortikultura sudah seyogyanya juga menekankan pada aspek pemasaran bukan pada aspek produksi saja. Pembenahan pada aspek-aspek tersebut dapat dilakukan dengan membangun sarana serta kelembagaan pemasaran yang dibutuhkan serta mengupayakan pemasaran komoditas hortikultura yang mengarah kepada stabilitas harga yang lebih baik dan petani mendapat bagian harga yang lebih baik.
6.
Dalam rangka peningkatan kegiatan pasca panen di tingkat petani, maka diperlukan adanya sarana prasarana pasca panen dan sarana penyimpanan, selain itu juga sarana prasarana yang menujang distribusi pemasaran.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN 1. Berdasarkan kontribusi output total, maka peran sektor sayur-sayuran dan buah-buahan menunjukkan kontribusi yang rendah terhadap pembentukan output total. Nilai keterkaitan ke depan (DFL) dan keterkaitan ke belakang (DBL) sektor-sektor hortikultura dengan sektor-sektor lainnya maka sektor hortikultura memiliki nilai DFL yang lebih kecil dibandingkan nilai DBL. Sektor
sayur-sayuran
memiliki
nilai
IDP
yang
mampu
mendorong
pertumbuhan sektor lainnya semantara buah-buahan belum mampu mampu menjadi penggerak tumbuhnya sektor lainnya.Nilai IDK sayur-sayuran dan buah-buahan berada dibawah 1 (satu), artinya sektor sayur-sayuran dan buahbuahan
kurang memiliki kemampuan untuk mendorong sektor-sektor hilir
yang menggunakan outputnya sebagai input produksi. 2. Subsistem agribisnis yang sudah berkembang dengan baik adalah subsistem hulu dan usahatani. Subsistem hulu sudah dapat berperan dalam penyediaan sarana produksi. Sarana produksi pertanian yang diperlukan oleh petani sudah dapat disediakan ole kios saprodi dan KUD. Subsistem usahatani menunjukkan kinerja yang baik. Perkembangan subsistem budidaya dicirikan oleh besarnya produktivitas yang diperoleh. Kegiatan industri hilir dalam bentuk pengolahan hortikultura saat ini belum berkembang. 3. Wilayah yang menjadi pusat dan merupakan hirarki satu terdapat di yakni desa Ndokum Siroga dan desa Surbakti (Kecamatan Simpang Empat) di desa Tiga Panah dan Ajijulu (Kecamatan Tiga Panah) dan desa Sukajulu (Kecamatan Barus). Besaran hirarki wilayah dengan hirarki terendah didominasi oleh hirarki 3 (tiga) sebesar 74,14% dari angka tersebut 31,03% berada di kecamatan Tiga Panah. 4. Petani mendapatkan share tataniaga terendah dibandingkan dengan elemen tata niaga lainnya. Share yang diterima petani dalam pembentukan harga berkisar 23,33% sampai 61,57 % .
130
6.2. Saran 1.
Dalam rangka meningkatkan akses petani dalam hal pemasaran hasil terhadap kelembagaan pemasaran seperti suplier dan pasar modern lainnya , maka diperlukan suatu penguatan kelembagaan kelompok tani yang mampu merencanakan produksi suatu komoditas secara kontinyu dan pada gilirannya akan mampu meningkatkan pendapatan usaha tani
2.
Peningkatan kegiatan pasca panen oleh petani/ kelompok tani sehingga akan meningkatkan nilai tambah .
3.
Sistem
transportasi
darat
merupakan
sarana
yang
utama
(vital)
untuk menguatkan keterpaduan dengan wilayah lain. Karena itu perlu dikembangkan jaringan jalan dan sistem transportasi (reguler), baik dengan membangun jaringan jalan yang menghubungkan antar kawasan secara internal (desa-desa di dalam wilayah kecamatan) maupun jaringan jalan dengan wilayah eksternal (kecamatan, kabupaten, dan wilayah lain). 4.
Pengembangan dengan
pola
potensi
usaha
sumberdaya
perkebunan, ataupun jasa/ atau
ekonomi
jasa /industri
harus
setempat
industri.
baik
memiliki
keterkaitan
potensi
pertanian,
Pengembangan
usaha
pertanian
harus terhubung (lingkage) dengan ketersediaan
sarana dan prasarana produksi pertanian, dan terhubung pula dengan industri pengolahan pasca panen. 5.
Dalam pengembangan keterkaitan antar kecamatan di Kabupaten Karo yang berbasis pertanian perlu mengembangkan jaringan pasar hasil produksi
baik
secara
internal
maupun
eksternal.
Khusus
untuk
pengembangan pasar ekternal (ke luar kabupaten atau bahkan ke luar negeri) perlu difasilitasi dengan kebijakan dan pangaturan perdagangan antar kota atau negara 6.
Penelitian ini akan lebih baik apabila dilanjutkan dengan analisis mengenai kebocoran wilayah dalam sistem agribisnis hortikultura.
DAFTAR PUSTAKA
[Bappenas] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. 2007. Kawasan Sentra Produksi. Jakarta : http: www.bappenas.go.id ( 25 Agustus 2011). [BPS] Badan Pusat Statistik. 2000. Kerangka Teori dan Analisis Tabel InputOutput. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS Sumatera Utara] Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 2004. Sumatera Utara Dalam Angka. Medan. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Teknik Penyusunan Tabel Input-Output. Jakarta: Badan Pusat Statistik. [BPS Kabupaten Karo] Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo.2008. Kabupaten Karo Dalam Angka. Kabanjahe. [BPS Kabupaten Karo] Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo.2009. Kabupaten Karo Dalam Angka. Kabanjahe. Darmansyah, A., Rochana, S.H., dan Hamidah. 2010. Strategi Pembangunan Daerah yang Berwawasan Agribisnis di Kabupaten Cirebon STIE INABA, Bandung. (diunduh tanggal 10 Desember 2011) Darwanto, H. 2002. Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah. Majalah PP. 28: 1-15. Bappenas (diunduh tanggal 10 Desember 2011) Daryanto, A, dan Hafizrianda Y. 2010. Analisis Input-Output dan Social Accounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor: IPB Press. Departemen Pertanian.2008. Enam Pilar Pengembangan Hortikultura.Jakarta: Ditjen Hortikultura. Jakarta. Djaenuddin, D., 1996 . Evaluasi Sumberdaya Lahan Untuk Menunjang Penataan Ruang Provinsi Jawa Barat, PPTA, Bogor. Djaenudduin, D., Hendrisman, M., Nugroho, K., Rossiter D. G., dan Jordens, E.R. 1996. Evaluasi Lahan Sistem Otomatisas Untuk Membantu PemetaanTanah, LREP-II, Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Gie, K. K. 2002. Kebijakan dan Strategi Pembangunan Nasional : Sektor Pertanian Sebagai “Prime Mover” Pembangunan Ekonomi Nasiona. Makalah dalam Rapat Koordinasi Nasional Partai Golkar bidang Pertanian, Kehutanan dan Kelautan di Jakarta, 2 November 2002 Bappenas (diunduh tanggal 10 Desember 2011)
132
Glasson, J. 1977. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan. Sitohang. P. (Penerjemah) Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Gonarsyah, I. 1992. Peranan Pasar Induk Kramat Jati Sebagai Barometer Harga Sayur Mayur di Wilayah DKI Jakarta. Mimbar Sosek, Institut Pertanian Bogor, Bogor. (5):43-48. Gumbira, S. E. dan Intan A. H. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta : Ghalia Indonesia. Hasibuan,N. 1999. Kelembagaan Pendukung Bagi Pengembangan Agribisnis di Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Hotman,J. 2006. Peran Sektor Tanaman Bahan Makanan dalam Pembangunan Ekonomi di Propinsi Sumatera Utara (Analisis Input-Output). [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Isard, W. 1975. Introduction to Regional Science. Prentice Hall Inc, Englewood Cliffs. Jackson, A.W and Murray, A.T. 2003. Alternate Input-Output Matrix Upadting Formulation. Research Paper 2003-6. Jalili, A.R. 2006. Impacts of Agregation on Relative Performance of Non Survey Updating Tehniques and Intertemporal Stability of Input Output Coefficient. Journal Economics Change and Restructuring. Springer. Jaya, A. 2009. Kebocoran Wilayah Dalam Agribisnis Komoditas Kayu Manis Rakyat Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian Wilayah (Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi ) [Disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Jayadinata, J. T., 1999. Tata Guna Tanah Dalam Perdesaan,Perkotaan dan wilayah, Penerbit ITB, Bandung.
Perencanaan
Kasryno. F, 1984. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia,Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Kementerian Pertanian.2010. Rencana Strategis.Jakarta: Ditjen Hortikultura. Jakarta Kuma’at, R. 1992. Sistem Pemasaran Sayuran Dataran Tinggi di Provinsi Sulawesi Utara.Thesis MS – FPS IPB, Bogor. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Nurmalinda, Martiningsih dan Santika, 1997 Tataniaga dan Penanganan Pascapanen Bunga Anggrek Dendrobium potong di Jabotabek. J. Hort. 2 (2) : 9 – 13.
133
Rachman, H.P.S. 1997. Aspek Permintaan, Penawaran dan Tataniaga Hortikultura di Indonesia. Forum Agro Ekonomi 15 (1&2) : 44-56. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Reis, H dan Rua. 2006. An Input-Output Analysis : Linkages vs Leakages. Working Papers. Banco de Portugal Eurosistema. Riyadi dan Bratakusumah. D. S. 2004. Perencanaan Permbangunan Daerah. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju. D. R. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor: Cresspent Press. Samiun. 2008. Analisis Perekonomian Provinsi Maluku Utara : Pendekatan Multisektoral. [Tesis]. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saragih, B., 1997. Pembangunan Sektor Agribisnis Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia, BAPPENAS, Jakarta
Kerangka
Saragih, B. 2001a. Pembangunan Sistem Agribisnis di Indonesia dan Peranan Public Relation (Makalah). Disampaikan pada Seminar Peranana Public Relation dalam Pembangunan Pertanian. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Saragih, B. 2001b. Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan Ekonomi Berbasis Pertanian Kumpulan Pemikiran. Jakarta: PT. Surveyor Indonesia. Setyawati, T., Suhandoko, Trisulo, W., Rais M., 1990 Tataniaga Pisang Batu dan Pisang Buai di Sentra Produksi Sumatera Barat. Bull. Pel. Hort. 5 (1) : 59 – 65. Sitanggang.M, 2002. Peran Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Sumatera Utara , Analisis Input-Output Tahun 2002. [Tesis]. Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, 1996 . Pembangunan Pertanian, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta Soekartawi. 2005. Agribisnis : Teori dan Aplikasinya. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Sudaryanto, T., Yusdja,Y., Purwoto, A., Noekman, K.M., Bariyadi, A., dan Limbong,W.H.1993. Agribisnis Komoditas Hortikultura. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
134
Sumunaringtyas, S. I., 2010. Kajian Peran Sistem Agribisnis Hortikultura Dalam perekonomian Wilayah (Kabupaten Bandung Barat Provinsi Jawa Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Suripto. 2003. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta. Suryawardana , M. I. 2006. Analisa Keterkaitan Sektor Unggulan dan Alokasi Anggaran Untuk Penguatan Kinerja Pembangunan Daerah Di Provinsi Jawa Timur [Tesis]. Bogor. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Syafa’at, N., Simatupang, P., Mardianto S., dan Pranadji. T., 2003. Konsep Pengembangan Wilayah Berbasis Agribisnis Dalam Rangka Pemberdayaan Petani. Bogor : Forum Penelitian Agro Ekonomi 21 (1): 26-43. Tampubolon, S.M.H. 2002. Sistem dan Usaha Agribisnis. Kacamata Sang Pemikir. Suara Dari Bogor. Bogor : Pusat Studi Pembangunan IPB bekerjasama dengan USESE Foundation. Tarigan. R. 2005.Perencanaan Pembangunan Wilayah Jakarta: PT. Bumi Aksara. Thomas, A. S., Nurmalinda dan Adiyoga. W., 1995. Efisiensi Saluran Tataniaga Bawang Putih dari Kecamatan Ciwidey ke Kotamadya Bandung dan DKI Jakarta. J. Hort. 1 (1): 27 – 37
LAMPIRAN
135
Lampiran 1. TABEL INPUT –OUTPUT KABUPATEN KARO TAHUN 2009 (Jutaan) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
1
2
3
4
87.721,360 0,000 0,000 1.009,504 2.794,486 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 3.879,999 58.286,165 340,260 0,000 2.311,759 0,000 566,177 528,641 56,331 0,000 349,683
0,000 42.272,549 90,594 251,629 0,000 0,000 0,000 0,000 53.370,000 0,000 0,000 4.920,995 34.057,786 3.310,364 90,251 7.506,510 447,307 1.572,208 1.685,189 273,479 0,000 0,000
0,000 0,000 3.460,711 0,000 13,867 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 289,868 2.722,636 196,098 7,912 487,340 23,374 89,594 90,901 2,453 0,000 6,940
0,000 0,000 0,000 5.473,768 393,690 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 173,456 30,838 4.656,635 4.717,874 235,577 35,058 2.957,286 137,866 328,814 336,277 50,582 0,000 90,952
0,000
271,961
15,949
35,359
101.845,005
45.390,039
5.428,860
28.869,578
0,000
0,000
0,000
0,000
190
Jumlah input Antara
200
IMPOR
201
Upah dan Gaji
277.031,178
28.736,874
8.334,869
110.842,663
202
Surplus Usaha
958.456,977
106.425,488
41.679,842
114.863,780
203
Penyusutan
144.694,740
49,788
59,140
35.552,449
204
Pajak Tak Langsung
21.932,552
99,835
212,932
1.844,562
205
Subsidi
0,000
0,000
0,000
0,000
209
NILAI TAMBAH BRUTO
1.402.115
135.312
50.287
263.103
136
Lampiran 1. (Lanjutan) 5
6
7
8
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
Sektor
2.719,995 1.368,459 142,009 146,834 4.378,810 4,405 0,000 0,000 0,000 2392,226 706,685 99,366 1.660,765 23.496,552 256,058 0,000 636,104 0,000 486,624 526,520 75,840 0,000 228,931
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 42,169 0,000 0,000 0,000 249,285 4,853 0,000 42,783 123,732 10,832 0,000 23,868 28,324 0,455 0,440 8,187 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 154,108 0,000 0,000 0,000 14,140 0,599 17,696 271,705 23,663 0,664 8,339 1,964 9,453 10,107 2,776 0,000 0,591
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 505,383 0,000 0,000 0,807 1,004 27,243 15,567 48,902 0,000 75,482 66,193 8,563 8,958 33,410 0,000 177,682
0,000
5,638
0,000
0,000
190
Jumlah input Antara
17.713,407
2.118,004
1.484,659
5.319,594
200
IMPOR
0,000
0,000
0,000
0,000
201
Upah dan Gaji
285,298
1.420,700
464,026
100,566
202
Surplus Usaha
3.200,720
2.065,037
1.383,589
3.977,837
203
Penyusutan
78.911,303
610,534
833,762
689,575
204
Pajak Tak Langsung
90.008,364
139,737
10,768
116,624
205
Subsidi
0,000
0,000
0,000
0,000
209
NILAI TAMBAH BRUTO
172.406
4.236
2.692
4.885
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
137
Lampiran 1. (Lanjutan) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
9
10
11
12
0,000 0,000 0,000 0,000 0,499 0,000 0,000 0,000 51,424 0,925 765,784 5,537 1,920 76,222 5,416 0,537 186,443 23,407 3,117 3,007 5,551 0,000 1,997
10.716,772 156,078 422,467 21.598,951 3.698,961 731,136 879,242 1.494,581 168,693 12.245,008 481,076 65,023 136,234 9.097,224 203,405 27,780 1.616,643 619,464 376,133 401,405 199,286 0,000 528,710
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1.004,955 0,000 263,222 246,158 0,000 450,660 595,267 2,713 4,609 113,226 13,657 8,800 9,747 35,472 0,000 27,686
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 77,804 203,730 54,079 222,636 2,379 6,175 24,510 6,088 20,820 22,068 18,933 0,000 4,262
1,078
0,000
0,000
0,000
3.024,865
89.941,069
7.032,957
1.484,838
0,000
0,000
0,000
0,000
190
Jumlah input Antara
200
IMPOR
201
Upah dan Gaji
1.313,165
51.635,966
457,840
539,725
202
Surplus Usaha
1.311,768
25.979,891
407,893
136,446
203
Penyusutan
200,966
11.212,295
439,280
1.926,025
204
Pajak Tak Langsung
198,966
1.112,918
292,203
245,451
205
Subsidi
0,000
0,000
0,000
0,000
209
NILAI TAMBAH BRUTO
3.025
89.941
1.597
2.848
138
Lampiran 1. (Lanjutan) Sektor
13
14
15
16
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1.340,294 0,000 0,000 2.804,748 20.790,751 149,801 129,480 1.049,776 51.334,152 1.129,922 141,409 2.654,544 1.956,331 2.524,789 2.703,196 749,445 0,000 810,711
0,000 0,000 56,503 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 978,691 207,652 5.587,142 3.692,802 0,000 175,297 16.631,903 3.106,025 10.958,911 3.295,979 899,134 0,000 1.277,700
508,300 1.258,588 1.054,493 314,854 5.154,035 0,000 0,000 0,000 0,000 355,673 183,097 173,150 315,013 5.368,196 60,227 7,636 192,185 271,319 21,810 20,643 85,180 0,000 205,150
71,785 66,147 64,900 93,703 274,047 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 280,280 41,140 323,887 582,732 284,307 12,923 816,484 564,487 48,608 49,866 47,423 0,000 874,725
663,890
58,898
23,061
2,606
190
Jumlah input Antara
31.935,704
199.831,333
10.622,132
1.142,302
200
IMPOR
0,000
0,000
0,000
0,000
201
Upah dan Gaji
71.825,901
73.767,520
6.495,563
9.564,070
202
Surplus Usaha
48.962,619
165.648,658
4.462,994
6.246,846
203
Penyusutan
42.197,753
21.493,142
11.220,360
2.002,381
204
Pajak Tak Langsung
9.288,261
832,886
8.851,661
921,451
205
Subsidi
0,000
0,000
0,000
0,000
209
NILAI TAMBAH BRUTO
172.275
261.742
31.031
18.735
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
139
Lampiran 1. (Lanjutan) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
17
18
19
20
0,000 23,686 0,000 0,000 257,784 0,000 396,606 0,000 0,000 0,000 460,731 224,650 3.211,234 2.161,346 3.769,212 505,511 24.591,908 4.478,718 873,618 928,616 829,301 0,000 1.032,171
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 2.314,675 0,000 0,000 1.585,108 196,771 520,412 22,276 345,770 24,585 396.664,000 1.283,715 187,328 194,995 56,287 0,000 274,866
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 29,470 8,097 524,948 54,353 58,059 27,523 462,179 469,213 1.559,936 1.617,679 168,460 0,000 250,848
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 42,467 0,000 3.175,629 17,801 10,346 4,859 1.182,077 55,002 87,006 89,933 10,796 0,000 61,625
976,599
0,000
18,503
0,000
460.767,239
13.968,112
20.214,415
13.030,256
0,000
0,000
0,000
0,000
190
Jumlah input Antara
200
IMPOR
201
Upah dan Gaji
89.632,383
7.503,167
14.921,687
556,471
202
Surplus Usaha
53.494,529
8.338,614
3.806,379
5.064,019
203
Penyusutan
4.168,387
2.512,519
212,815
272,308
204
Pajak Tak Langsung
385,903
78,041
146,971
1.084,484
205
Subsidi
0,000
0,000
0,000
0,000
209
NILAI TAMBAH BRUTO
147.681
18.432
19.088
6.977
140
Lampiran 1. (Lanjutan) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 200 201 202 203 204 205 209
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Jumlah input Antara IMPOR Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Subsidi NILAI TAMBAH BRUTO
21
22
23
24
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 273,979 15,383 0,000 116,988 99,255 83,681 18,638 196,593 15,034 62,488 65,042 67,657 0,000 101,551
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
38,241 143,247 124,671 109,727 228,648 0,000 28,071 0,000 0,000 0,000 554,644 81,166 423,756 1.915,926 223,735 32,084 818,886 215,221 371,942 391,563 80,286 0,000 3.003,568
68,552 101,285 103,106 31,643 266,951 0,000 26,632 0,000 0,000 0,000 282,522 16,635 548,042 899,128 21,206 18,851 608,970 185,403 47,221 49,484 30,381 0,000 1.897,925
88,811
0,000
148,605
25,346
3.786,650 0,000 812,435 923,362 171,032 1.879,820 0,000 3.787
0,000 0,000 227.642,660 61.633,180 2.764,160 0,000 0,000 292.040
11.208,274 0,000 4.041,968 22.217,310 0,000 0,000 0,000 26.259
2.336,304 0,000 1.999,898 45.222,530 0,000 0,000 0,000 47.222
141
Lampiran 1. (Lanjutan) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 200 201 202 203 204 205 209
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Jumlah input Antara IMPOR Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Subsidi NILAI TAMBAH BRUTO
180
309
600
101.845,005 45.390,039 5.428,860 28.869,578 17.713,407 2.118,004 1.484,659 5.319,594 3.024,865 89.941,069 7.032,957 1.484,838 31.935,704 199.831,333 10.622,132 1.142,302 460.767,239 13.968,112 20.214,415 13.030,256 3.786,650 0,000 11.208,274 2.336,304
1402115,448 135311,984 50286,783 263103,454 172405,685 4236,008 2692,145 4884,602 3024,865 89941,069 1597,216 2847,647 172274,533 261742,205 31030,578 18734,748 147681,201 18432,341 19087,852 6977,282 3786,650 292040,000 26259,277 47222,430
1503960,453 180702,024 55715,643 291973,032 190110,181 2118,003 4176,804 10204,196 30204,865 89941,271 8630,173 4332,484 204210,237 461573,640 41652,710 19877,050 311051,692 32400,453 39302,267 20007,540 3787,100 292040,000 37467,987 49558,732
1.078.495,596 0,000 989.926,592 1.685.910,309 362.194,714 139.684,390 0,000 3.177.716,003
3.177.716,003
3.884.998,537
142
Lampiran 1. (Lanjutan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 200 201 202 203 204 205 209
Sektor
409
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
509 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
1503960,453 180702,023 55715,643 291973,032 190119,092 6354,012 4176,804 10204,196 6049,730 179882,138 8630,173 4332,485 204210,237 461573,538 41652,710 19877,050 608448,440 32400,453 39302,267 20007,538 7573,300 292040,000 37467,551 49558,734
700
Jumlah input Antara IMPOR Upah dan Gaji Surplus Usaha Penyusutan Pajak Tak Langsung Subsidi NILAI TAMBAH BRUTO
0,000
0,000
4.256.211,599
I-O Klasifikasi 71 Sektor Padi Jagung Umbi-umbian dan Pati Tanaman Bahan Makanan Lainnya Sayur-sayuran Buah-buahan Karet Coklat Kelapa Kelapa Sawit Kopi Tanaman Perkebunan Lainnya Ternak dan hasilnya Unggas dan Peternakan lainnya Kehutanan Perikanan, Pengeringan dan Penggaraman Ikan
Penambangan Minyak dan Gas Bumi Penggalian dan Penambangan Lainnya
Industri Pengolahan Daging, sayur-sayuan dan buaha-buahan Industri minyak makan Industri Penggilingan beras, biji-bijian dan tepung industri makanan dari tepung, gula, coklat dan pengolahannya Industri makanan lainnya Industri Minuman dan Sirop Industri rokok dan tembakau Industri Pemintalan, penenunan dan perajutan Industri pakaian jadi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
17 18
19 20 21 22 23 24 25 26 27
Lampiran 1.A. Agregasi Sektor-Sektor Perekonomian
Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan
5 6 7
10
Industri Bukan Migas
Minyak dan Gas Bumi Penggalian
Sayur-sayuran Buah-buahan
2 3
8 9
I-0 Klasifikasi 24 Sektor Tanaman Bahan Makanan Lainnya
1
3
2
1
PERTAMBANGAN & PENGGALIAN Minyak dan Gas Bumi Penggalian INDUSTRI PENGOLAHAN Industri Bukan Migas
Lapangan Usaha PDRB (9 Sektor) PERTANIAN Tanaman Bahan Makanan Lainnya Sayur-sayuran Buah-buahan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan
143
143
Listrik dan Gas Air Minum Bangunan tempat tinggal dan bangunan bukan tempat tinggal Bangunan lainnya Perdagangan
49 50 51 52 53
48
47
46
Industri penyamakan kulit, alas kaki dan barang dari kulit Industri penggergajian kayu dan bahan bangunan dari kayu Industri kayu lapis dan sejenisnya Industri perabotan rumahtangga dari kayu, bambu dan rotan Industri kertas, barang kertas, percetakan dan penerbitan industri kimia dasar dan pupuk Industri obat-obatan dan pupuk Industri bahan pembersih, kosmetik dan barang kimia lainnya Industri pengilangan migas Industri karet dan barang-barang dari karet Industri plastik dan barang dari plastik Industri keramik, kapur, bahan bukan logam Industri kaca dan barang dari kaca Industri logam dasar besi dan baja Industri barang dari logam, kecuali mesin dan peralatannya Industri mesian dan perlengkapan Industri barang elektronik untuk komunikasi dan rumagtangga Industri aki baterai dan perlengkapan listrik lainnya Industri Kapal, Kereta Api, Pesawat terbang, perlengkapannya dan perbaikannya Industri kendaraan bermotor dan perlengkapannya dan industri alat angkutan lainnya Industri barang-barang lainnya
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
I-O Klasifikasi 71 Sektor
Lampiran 1.A. (Lanjutan)
Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran
11 12 13 14
I-0 Klasifikasi 24 Sektor
6
5
4
PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
LISTRIK, GAS & AIR BERSIH Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI
Lapangan Usaha PDRB (9 Sektor)
144
144
Restoran Perhotelan
Angkutan kereta api angkutan jalan raya Angkutan Laut, Danau dan Sungai Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi
Bank dan Lembanga Keuangan lainnya Usaha Persewaan Bangunan dan Tanah Jasa Perusahaan
Pemerintah dan Pertahanan Jasa Pendidikan dan Kemasyarakatan Jasa Hiburan, Rekreasi dan Kebudayaan Jasa Perbengkelan jasa Kesehatan Jasa Perorangan dan Rumahtangga Barang dan Jasa Tidak Termasuk Dimanapun
54 55
56 57 58 59 60 61
62 63 64
65 66 67 68 69 70 71
I-O Klasifikasi 71 Sektor
Lampiran 1.A. (Lanjutan)
Pemerintahan Umum Jasa Swasta
Jasa Perorangan dan Rumahtangga
22 23
24
Bank Real Estat Jasa Perusahaan
Komunikasi
18 19 20 21
Pengangkutan
Restoran Hotelan
17
15 16
I-0 Klasifikasi 24 Sektor
9
8
7
Perdagangan Restoran Perhotelan PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI Angkutan kereta api angkutan jalan raya Angkutan Laut, Danau dan Sungai Angkutan Udara Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi KEUANGAN, REAL ESTAT, & JS. PRSH. Bank Lembaga Keuangan Bukan Bank Jasa Penunjang Keuangan Real Estat Jasa Perusahaan JASA-JASA Pemerintahan Umum Jasa Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
Lapangan Usaha PDRB (9 Sektor)
145
145
146
Lampiran 2. Nilai Koefisien Teknis Matriks A
Nama Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 209 210
1
2
3
4
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,058 0,000 0,000 0,001 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,039 0,000 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
0,000 0,234 0,000 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,295 0,000 0,000 0,027 0,188 0,018 0,000 0,042 0,002 0,009 0,009 0,002 0,000 0,000 0,002
0,000 0,000 0,062 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,005 0,049 0,004 0,000 0,009 0,000 0,002 0,002 0,000 0,000 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000 0,019 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,016 0,016 0,001 0,000 0,010 0,000 0,001 0,001 0,000 0,000 0,000 0,000
Jumlah Input Antara NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT
0,068 0,932 1,000
0,251 0,749 1,000
0,097 0,903 1,000
0,099 0,901 1,000
147
Lampiran 2. (Lanjutan) Nama Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 209 210
5
6
7
8
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,014 0,007 0,001 0,001 0,023 0,000 0,000 0,000 0,000 0,013 0,004 0,001 0,009 0,124 0,001 0,000 0,003 0,000 0,003 0,003
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,007 0,000 0,000 0,000 0,039 0,001 0,000 0,007 0,019 0,002 0,000 0,004 0,004 0,000 0,000
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,037 0,000 0,000 0,000 0,003 0,000 0,004 0,065 0,006 0,000 0,002 0,000 0,002 0,002
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,050 0,000 0,000 0,000 0,000 0,003 0,002 0,005 0,000 0,007 0,006 0,001 0,001
0,000 0,000 0,001 0,000
0,001 0,000 0,000 0,001
0,001 0,000 0,000 0,000
0,003 0,000 0,017 0,000
Jumlah Input Antara NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT
0,093 0,907 1,000
0,333 0,667 1,000
0,355 0,645 1,000
0,521 0,479 1,000
148
Lampiran 2. (Lanjutan) Nama Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 209 210
9
10
11
12
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,009 0,000 0,127 0,001 0,000 0,013 0,001 0,000 0,031 0,004 0,001 0,000
0,060 0,001 0,002 0,120 0,021 0,004 0,005 0,008 0,001 0,068 0,003 0,000 0,001 0,051 0,001 0,000 0,009 0,003 0,002 0,002
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,116 0,000 0,031 0,029 0,000 0,052 0,069 0,000 0,001 0,013 0,002 0,001 0,001
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,018 0,047 0,012 0,051 0,001 0,001 0,006 0,001 0,005 0,005
0,001 0,000 0,000 0,000
0,001 0,000 0,003 0,000
0,004 0,000 0,003 0,000
0,004 0,000 0,001 0,000
Jumlah Input Antara NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT
0,500 0,500 1,000
0,500 0,500 1,000
0,815 0,185 1,000
0,343 0,657 1,000
149
Lampiran 2. (Lanjutan) Nama Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 209 210
13
14
15
16
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,007 0,000 0,000 0,014 0,102 0,001 0,001 0,005 0,251 0,006 0,001 0,013 0,010 0,012 0,013
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,012 0,008 0,000 0,000 0,036 0,007 0,024 0,007
0,012 0,030 0,025 0,008 0,124 0,000 0,000 0,000 0,000 0,009 0,004 0,004 0,008 0,129 0,001 0,000 0,005 0,007 0,001 0,000
0,004 0,003 0,003 0,005 0,014 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,014 0,002 0,016 0,029 0,014 0,001 0,041 0,028 0,002 0,003
0,004 0,000 0,004 0,003
0,002 0,000 0,003 0,000
0,002 0,000 0,005 0,001
0,002 0,000 0,044 0,000
Jumlah Input Antara NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT
0,156 0,844 1,000
0,433 0,567 1,000
0,255 0,745 1,000
0,057 0,943 1,000
150
Lampiran 2. (Lanjutan) Nama Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 209 210
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Jumlah Input Antara NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT
17
18
19
20
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,005 0,004 0,006 0,001 0,040 0,007 0,001 0,002
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,071 0,000 0,000 0,049 0,006 0,016 0,001 0,011 0,001 12,243 0,040 0,006 0,006
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,013 0,001 0,001 0,001 0,012 0,012 0,040 0,041
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,002 0,000 0,159 0,001 0,001 0,000 0,059 0,003 0,004 0,004
0,001 0,000 0,002 0,002 0,757 0,243 1,000
0,002 0,000 0,008 0,000 0,431 0,569 1,000
0,004 0,000 0,006 0,000 0,514 0,486 1,000
0,001 0,000 0,003 0,000 0,651 0,349 1,000
151
Lampiran 2. (Lanjutan) Nama Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 190 209 210
Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Jumlah Input Antara NILAI TAMBAH BRUTO JUMLAH INPUT
21
22
23
24
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,036 0,002 0,000 0,015 0,013 0,011 0,002 0,026 0,002 0,008 0,009 0,009 0,000 0,013 0,012 0,500 0,500 1,000
0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000
0,001 0,004 0,003 0,003 0,006 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,015 0,002 0,011 0,051 0,006 0,001 0,022 0,006 0,010 0,010 0,002 0,000 0,080 0,004 0,299 0,701 1,000
0,001 0,002 0,002 0,001 0,005 0,000 0,001 0,000 0,000 0,000 0,006 0,000 0,011 0,018 0,000 0,000 0,012 0,004 0,001 0,001 0,001 0,000 0,038 0,001 0,047 0,953 1,000
TOTAL 0,150429 0,281451 0,099321 0,156605 0,197964 0,017288 0,043722 0,245722 0,023173 0,592416 0,280714 0,065632 0,411451 1,191901 0,096863 0,011259 12,64566 0,149443 0,135439 0,124168 0,047564 0 0,234071 0,025322 8,078226 15,92177
152 Lampiran 3. Matriks Kebalikan Leontief
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Sektor Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumah tangga Total
1 1,06200 0,00004 0,00002 0,00079 0,00208 0,00003 0,00001 0,00006 0,00005 0,00044 0,00015 0,00003 0,00353 0,04281 0,00033 0,00003 0,00903 0,00044 0,00155 0,00082 0,00016 0,00000 0,00046 0,00004 1,10519
2 0,02714 1,30706 0,00183 0,05231 0,01429 0,00202 0,00227 0,00475 0,00103 0,41996 0,00296 0,00061 0,04545 0,28997 0,02626 0,00108 0,19573 0,00950 0,02116 0,01732 0,00371 0,00000 0,00356 0,00256 2,72714
3 0,00012 0,00017 1,06635 0,00014 0,00082 0,00005 0,00002 0,00013 0,00010 0,00088 0,00027 0,00007 0,00693 0,05517 0,00400 0,00021 0,02781 0,00123 0,00332 0,00244 0,00025 0,00000 0,00049 0,00039 1,16726
4 0,00017 0,00007 0,00004 1,01936 0,00161 0,00012 0,00003 0,00020 0,00024 0,00197 0,00083 0,00016 0,01715 0,02163 0,00111 0,00017 0,02582 0,00108 0,00203 0,00171 0,00034 0,00000 0,00061 0,00023 1,08305
153 Lampiran 3. (Lanjutan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Sektor Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Total
5 0,01676 0,00973 0,00094 0,00310 1,02428 0,00018 0,00012 0,00082 0,00019 0,01846 0,00447 0,00068 0,01230 0,13512 0,00190 0,00011 0,02950 0,00153 0,00648 0,00449 0,00087 0,00000 0,00206 0,00014 1,21781
6 0,00280 0,00017 0,00018 0,00534 0,00128 1,00691 0,00028 0,00098 0,00015 0,04347 0,00139 0,00012 0,00804 0,02521 0,00241 0,00010 0,07902 0,00575 0,00109 0,00069 0,00158 0,00000 0,00057 0,00107 1,02011
7 0,00016 0,00026 0,00018 0,00017 0,00081 0,00005 1,03833 0,00060 0,00009 0,00101 0,00394 0,00024 0,00633 0,07114 0,00612 0,00023 0,02295 0,00138 0,00438 0,00337 0,00095 0,00000 0,00059 0,00009 1,01044
8 0,00017 0,00036 0,00024 0,00021 0,00097 0,00003 0,00010 1,05286 0,00006 0,00083 0,00098 0,00029 0,00433 0,00538 0,00606 0,00014 0,11477 0,00828 0,00160 0,00158 0,00375 0,00000 0,02039 0,00033 1,03923
154 Lampiran 3. (Lanjutan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Sektor Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Total
9 0,00039 0,00010 0,00007 0,00070 0,00050 0,00008 0,00010 0,01663 1,00870 0,00555 0,13194 0,00108 0,00859 0,02540 0,00184 0,00028 0,10658 0,00556 0,00169 0,00129
10 0,06839 0,00155 0,00279 0,13163 0,02328 0,00444 0,00551 0,01027 0,00110 1,07487 0,00388 0,00056 0,00573 0,06602 0,00216 0,00030 0,08258 0,00530 0,00457 0,00366
11 0,00260 0,00018 0,00020 0,00497 0,00120 0,00054 0,00026 0,12693 0,00083 0,04026 1,03029 0,00020 0,05692 0,08975 0,00197 0,00072 0,07991 0,00467 0,00454 0,00325
12 0,00020 0,00007 0,00006 0,00035 0,00025 0,00012 0,00005 0,00266 0,00023 0,00269 0,01984 1,04943 0,01652 0,06067 0,00110 0,00160 0,04437 0,00271 0,00717 0,00651
0,00180 0,00000 0,00160 0,00041 1,25775
0,00161 0,00000 0,00426 0,00022 1,12324
0,00529 0,00000 0,00702 0,00042 1,24661
0,00501 0,00000 0,00185 0,00020 1,13078
155 Lampiran 3. (Lanjutan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Sektor Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Total
13 0,00723 0,00051 0,00055 0,01376 0,00350 0,00715 0,00072 0,00265 0,01415 0,11167 0,00469 0,00109 1,01375 0,26670 0,00745 0,00106 0,21349 0,01459 0,02055 0,01709 0,00492 0,00000 0,00667 0,00378 1,47261
14 0,00015 0,00008 0,00019 0,00026 0,00030 0,00011 0,00012 0,00104 0,00021 0,00191 0,00295 0,00063 0,01533 1,01338 0,00124 0,00056 0,15219 0,00884 0,02565 0,00890 0,00242 0,00000 0,00381 0,00048 1,19415
15 0,01659 0,04086 0,02731 0,01104 0,12788 0,00020 0,00023 0,00171 0,00022 0,02576 0,00631 0,00468 0,01426 0,16282 1,00364 0,00043 0,13621 0,00953 0,00599 0,00336 0,00289 0,00000 0,00674 0,00098 1,27248
16 0,00474 0,00552 0,00420 0,00578 0,01713 0,00018 0,00040 0,00483 0,00033 0,00542 0,01783 0,00283 0,02321 0,04766 0,01840 1,00120 0,48812 0,03454 0,00571 0,00510 0,00362 0,00000 0,04982 0,00126 1,13974
156 Lampiran 3. (Lanjutan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Sektor Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Total
17 18 19 20 0,00020 0,00301 0,00025 0,00120 0,00039 0,00551 0,00020 0,00016 0,00022 0,00321 0,00013 0,00014 0,00021 0,00332 0,00041 0,00225 0,00151 0,02091 0,00064 0,00081 0,00005 0,00081 0,00016 0,00115 0,00079 0,01016 0,00016 0,00019 0,00089 0,09621 0,00142 0,00103 0,00010 0,00156 0,00032 0,00227 0,00110 0,01854 0,00287 0,01807 0,00153 0,07255 0,00210 0,00331 0,00056 0,01390 0,00046 0,00026 0,00704 0,11152 0,02286 0,16267 0,00766 0,11097 0,00949 0,04474 0,00741 0,10640 0,00329 0,00250 0,00099 0,01354 0,00097 0,00052 1,15991 14,80804 0,20968 0,14565 0,00917 1,15959 0,01513 0,00620 0,00215 0,03465 1,04261 0,00814 0,00214 0,03463 0,04405 1,00772 0,00170 0,02429 0,00500 0,00155 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00252 0,04396 0,00826 0,00478 0,00192 0,02470 0,00100 0,00081 1,30107 10,32697 1,20817 1,33916
157 Lampiran 3. (Lanjutan)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Nama Sektor Tanaman Bahan Makanan Sayur-sayuran Buah-buahan Tanaman Perkebunan Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Minyak dan Gas Bumi Penggalian Industri Bukan Migas Listrik dan Gas Air Bersih KONSTRUKSI Perdagangan Besar & Eceran Restoran Hotel Pengangkutan Komunikasi Bank Real Estat Jasa Perusahaan / Business Services Pemerintahan Umum Swasta Jasa Perorangan dan Rumahtangga Total
21 0,00288 0,00067 0,00053 0,00527 0,00265 0,00030 0,00028 0,00101 0,00030 0,04173 0,00303 0,00020 0,01895 0,02419 0,01203 0,00261 0,07716 0,00366 0,01001 0,01000 1,00943 0,00000 0,01601 0,01211 4,21467
22 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 0,00000 1,00000 0,00000 0,00000 1,00000
23 0,00171 0,00584 0,00411 0,00390 0,00801 0,00014 0,00097 0,00284 0,00025 0,00467 0,01754 0,00267 0,01781 0,06644 0,00781 0,00113 0,13952 0,00863 0,01361 0,01314 0,00296 0,00000 1,08838 0,00467 1,02286
24 0,00180 0,00300 0,00243 0,00114 0,00607 0,00010 0,00066 0,00127 0,00019 0,00278 0,00700 0,00055 0,01341 0,02664 0,00143 0,00052 0,08192 0,00521 0,00250 0,00216 0,00100 0,00000 0,04215 1,00088 1,07078
158
Lampiran 4. Ketersediaan dan Penggunaaan Benih Beserta Produsennya Tahun Uraian
Keteresediaan Benih
Penggunaan Benih
Tanaman Buah Lokal (penangkar lokal dan benih produksi dalam Lokal negeri) (Bibit) Tanaman Sayuran BuahUmbi (kg) Non-Kentang buahan (kg)
Tanaman Sayuran Biji(kg) Non-
Kentang (kg)
2005
4.821.826
3.406.734
1.002.008
-
-
‐
2006
8.034.790
3.006.420
2.137.173
-
-
‐
2007
12.645.867
4.702.932
2.374.637
18.294,00
131.132
2.741.000
2008
8.708.152
5.043.070
2.191.407
14.713,50
63.658
7.285.000
4,740,004
2,759,455
981.968
2005 2006
4,874,557
2,696,759
2.106.611
2007
6.747.919
3,558,555
2.350.891
2008
3.154.836
4.538.763
1.972.267
Sumber : Badan Benih Nasional (diolah)
Import
159 Lampiran 5. Kesesuaian lahan untuk keempat komoditas tersebut di tiga kecamatan
160
Lampiran 6. Kebutuhan dan Ketersediaan Infrastruktur Pasar No
Kecamatan
Desa
Kebutuhan
Pasar Tanpa Bangunan (Unit)
Jumlah Tersedia (Unit)
Status
0,06
Pasar dengan Bangunan Permanen atau Semi Permanen (Unit) 0
1
Beganding
18
Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Simpang Empat Tiga Panah
0
0
(0,06)
Serumbia
0,02
0
0
0
(0,02)
Nang Belawan Lingga
0,03
0
0
0
(0,03)
0,10
0
0
0
(0,10)
Lingga Julu
0,05
0
0
0
(0,05)
Ndokum Siroga Surbakti
0,07
0
0
0
(0,07)
0,07
0
0
0
(0,07)
Tiga Pancur
0,03
0
0
0
(0,03)
Berastepu
0,08
0
0
0
(0,08)
Pintu Besi
0,01
0
0
0
(0,01)
Jeraya
0,02
0
0
0
(0,02)
Perteguhen
0,03
0
0
0
(0,03)
Kuta Tengah
0,02
0
0
0
(0,02)
Torong
0,01
0
0
0
(0,01)
Gajah
0,03
0
0
0
(0,03)
Bulan Baru
0,02
0
0
0
(0,02)
Gamber
0,01
0
0
0
(0,01)
Sukamaju
0,02
0
0
0
(0,02)
19
Tiga Panah
Kuta Mbelin
0,02
0
0
0
(0,02)
20
Tiga Panah
Singa
0,08
0
0
0
(0,08)
21
Tiga Panah
0,05
0
0
0
(0,05)
22
Tiga Panah
Kubu Simbelang Kacinambun
0,04
0
0
0
(0,04)
23
Tiga Panah
Lau Riman
0,01
0
0
0
(0,01)
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
161
Lampiran 6. (Lanjutan) 0,01
0
0
0
(0,01)
Tiga Panah
Manuk Mulia Kuta Kepar
0,04
0
0
0
(0,04)
26
Tiga Panah
Bunuraya
0,1
0
0
0
(0,1)
27
Tiga Panah
Mulawari
0,02
0
0
0
(0,02)
28
Tiga Panah
Suka
0,15
0
0
0
(0,15)
29
Tiga Panah
Sukadame
0,09
0
0
0
(0,09)
30
Tiga Panah
Tigapanah
0,08
1
0
1
(0,08)
31
Tiga Panah
Kuta Bale
0,07
0
0
0
(0,07)
32
Tiga Panah
Seberaya
0,08
0
0
0
(0,08)
33
Tiga Panah
0,01
0
0
0
(0,01)
34
Tiga Panah
Lepar Samura Ajimbelang
0,018
0
0
0
(0,018)
35
Tiga Panah
Kutajulu
0,01
0
0
0
(0,01)
36
Tiga Panah
Bertah
0,01
0
0
0
(0,01)
37
Tiga Panah
Ajibuhara
0,06
0
0
0
(0,06)
38
Tiga Panah
Ajijahe
0,04
0
0
0
(0,04)
39
Tiga Panah
Ajijulu
0,07
0
0
0
(0,07)
40
Barusjahe
Rumamis
0,04
0
0
0
(0,04)
41
Barusjahe
Semangat
0,02
0
0
0
(0,02)
42
Barusjahe
Sinaman
0,04
0
0
0
(0,04)
43
Barusjahe
Talimbaru
0,03
0
0
0
(0,03)
44
Barusjahe
Pertumbuken
0,03
0
0
0
(0,03)
45
Barusjahe
Bulan Julu
0,02
0
0
0
(0,02)
46
Barusjahe
Bulan Jahe
0,04
0
0
0
(0,04)
47
Barusjahe
Sukanalu
0,12
0
0
0
(0,12)
48
Barusjahe
Sukajulu
0,07
0
0
0
(0,07)
49
Barusjahe
Barus Jahe
0,10
1
0
1
0,9
24
Tiga Panah
25
162
Lampiran 6. (Lanjutan) 50
Barusjahe
Serdang
0,03
0
0
0
(0,03)
51
Barusjahe
Penampen
0,02
0
0
0
(0,02)
52
Barusjahe
Sarimanis
0,03
0
0
0
(0,03)
53
Barusjahe
Tengkidik
0,01
0
0
0
(0,01)
54
Barusjahe
Paribun
0,03
0
0
0
(0,03)
55
Barusjahe
Persadanta
0,03
0
0
0
(0,03)
56
Barusjahe
Sikap
0,04
0
0
0
(0,04)
57
Barusjahe
0,05
0
0
0
(0,05)
58
Barusjahe
Tanjung Barus Barus Julu
0,05
0
0
0
(0,05)
Sumber: Data Podes 2008, diolah
163
Lampiran 7. Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendidikan Tingkat TK dan SD NO
Desa
Kebutuhan
Jumlah TK Tersedia (unit)
1
Beganding
2
Serumbia
0,6
3
Nang Belawan
0,9
4
Lingga
3,0
5
Lingga Julu
1,5
6
1,7
7
Ndokum Siroga Surbakti
2,2
8
Tiga Pancur
0,9
9
Berastepu
2,5
10
Pintu Besi
0,2
11
Jeraya
0,5
12
Perteguhen
0,8
13
Kuta Tengah
0,5
14
Torong
0,1
15
Gajah
1,0
16
Bulan Baru
0,5
17
Gamber
1,7
0,4
18
Sukamaju
0,7
19
Kuta Mbelin
2,5
20
Singa
1,7
21
1,1
22
Kubu Simbelang Kacinambun
23
Lau Riman
0,3
24
Manuk Mulia
1,1
25
Kuta Kepar
2,9
26
Bunuraya
0,7
0,3
0 0 0 0 0 0 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
Status
(1,7) (0,6)
Kebutuhan
0,3
Jumlah SD Tersedia (unit)
Status
1
0,1
2
0,1
1
(3,0)
0,5
1
(1,5)
0,2
(1,7)
0,3
(0,9)
(0,2) 0,1 (1,5)
0,4 0,1 0,4
0,8
0,1
(0,5)
0,1
(0,8) (0,5) (0,1) (1,0) (0,5) (0,4) (0,7) (2,5)
0 2 0 1 0
0,9 0,5 1,8 1,7 (0,4) 1,9 (0,4) 0,9 (0,1)
0
(0,1)
0,1
1
0,9
0,1
0
(0,1)
0,2
0
(0,2)
0,1
1
(0,1)
0,1
0
(0,1)
0,1
1
0,9
0,1
1
0,9
0,4
(1,1)
0,3
(0,3)
0,2
(1,1)
1
1,9
0,1
(1,7)
(0,3)
2
0,7
1 1 1
0,6 0,7 0,8
0,1
0
(0,1)
0,1
1
0,9
(2,9)
0,2
0,3
0,5
1 1
0,8 0,5
164
Lampiran 7. (Lanjutan) 27
Mulawari
4,6
28
Suka
2,6
29
Sukadame
2,4
30
Tigapanah
0,2
31
Kuta Bale
0,2
32
Seberaya
2,5
33
Lepar Samura
0,4
34
Ajimbelang
0,5
35
Kutajulu
0,2
36
Bertah
0,3
37
Ajibuhara
1,7
38
Ajijahe
1,3
39
Ajijulu
2,0
40
Rumamis
1,1
41
Semangat
0,6
42
Sinaman
1,1
43
Talimbaru
1,0
44
Pertumbuken
0,9
45
Bulan Julu
46
Bulan Jahe
47
Sukanalu
0,6 1,1 3,5
48
Sukajulu
2,1
49
Barus Jahe
2,8
50
Serdang
0,8
51
Penampen
0,7
52
Sarimanis
1,0
53
Tengkidik
0,3
0 1 0 1 0 2 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0
(4,6)
0,1
(1,6)
0,8
(2,4) 0,8
3,2
2
1,6
0,4
3
2,6
0,1
0,5
0,4
(0,4)
0,1
(0,5)
0,1
(0,2)
0,1
(0,3)
0,1
(1,7)
0,3
0,3
0,2
(2,0)
0,3
(1,1)
0,2
(0,6)
0,1
(1,1)
0,2
(1,0)
0,2
(0,9)
0,1
(0,6)
0,1
(1,1)
0,2
(2,5)
0,6
1,1
0,4
(2,8)
0,5
(0,7)
4
0,9
0,4
(0,2)
0,2
1
0 2 0 0 0 0 1 2 1 2 0 1 1 1 1 1 2 4 1
(0,1) 1,6 (0,1) (0,1) (0,1) (0,1) 0,7 1,8 0,7 1,8 (0,1) 0,8 0,8 0,9 0,9 0,8 1,4 3,6 0,5
0,1
1
0,9
0,1
1
0,9
(1,0)
0,2
(0,3)
0,1
0 1
(0,2) 0,9
165
Lampiran 7. (Lanjutan) 54
Paribun
55
Persadanta
56
Sikap
1,3
57
Tanjung Barus
1,5
58
Barus Julu
1,5
0,9
0
(0,9)
0,9
0
(0,9)
Sumber: Data Podes 2008, diolah
1 0 1
0,2 0,1
(0,3)
0,2
(1,5)
0,3
(0,5)
0,3
0 1 1 2 2
(0,2) 0,9 1,8 1,7 0,3
166
Lampiran 8. Kebutuhan dan Ketersediaan Sarana Pendidikan Tingkat SLTP dan SMU. NO
Desa
Kebutuhan
1
Beganding
0,07
0
(0,07)
0,057
2
Serumbia
0,02
0
(0,02)
0,02
3
Nang Belawan
0,04
0
(0,04)
0,03
4
Lingga
0,12
0
(0,12)
0,10
5
Lingga Julu
0,06
0
(0,06)
0,05
6
Ndokum Siroga
0,07
0
(0,07)
0,06
7
Surbakti
0,09
1
0,91
0,07
8
Tiga Pancur
0,06
0
(0,06)
0,03
9
Berastepu
0,10
0
(0,10)
0,08
10
Pintu Besi
0,01
0
(0,01)
0,01
11
Jeraya
0,02
0
(0,02)
0,018
12
Perteguhen
0,03
0
(0,03)
0,03
13
Kuta Tengah
0,02
0
(0,02)
0,02
14
Torong
0,01
0
(0,01)
0,01
15
Gajah
0,04
0
(0,04)
0,03
16
Bulan Baru
0,02
0
(0,02)
0,02
17
Gamber
0,02
0
(0,02)
0,02
18
Sukamaju
0,02
0
(0,02)
0,02
19
Kuta Mbelin
0,03
0
(0,03)
0,02
20
Singa
0,10
1
0,9
0,10
21
Kubu Simbelang
0,07
0
(0,07)
0,06
22
Kacinambun
23
Lau Riman
0,01
0
(0,01)
0,01
24
Manuk Mulia
0,01
0
(0,01)
0,01
0,04
Jumlah SMP Tersedia (unit)
Status
(0,04)
0
Kebutuhan
0,04
Jumlah SMA Tersedia (unit)
Status
0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
(0,057) (0,02) (0,03) (0,10) (0,05) (0,06) (0,07) (0,03) (0,08) (0,01) (0,018) (0,03) (0,02) (0,01) (0,03) (0,02) (0,02)
(0,02) (0,02) (0,10) (0,06) (0,04)
0 0
(0,01) (0,01)
167
Lampiran 8. (Lanjutan) 25
Kuta Kepar
0,04
0
(0,04)
0,04
26
Bunuraya
0,12
0
(0,12)
0,10
27
Mulawari
0,3
0
(0,3)
0,02
28
Suka
0,20
1
0,8
0,15
29
Sukadame
0,10
1
0,9
0,09
30
Tigapanah
0,10
0
(0,10)
0,08
31
Kuta Bale
0,01
0
(0,01)
0,01
32
Seberaya
0,10
0
(0,10)
0,01
33
Lepar Samura
0,02
0
(0,02)
0,012
34
Ajimbelang
0,02
0
(0,02)
0,01
35
Kutajulu
0,01
0
(0,01)
0,01
36
Bertah
0,01
0
(0,01)
0,01
37
Ajibuhara
0,01
0
(0,01)
0,01
38
Ajijahe
0,05
1
0,95
0,04
39
Ajijulu
0,08
0
(0,08)
0,07
40
Rumamis
0,04
0
(0,04)
0,04
41
Semangat
0,03
0
(0,03)
0,02
42
Sinaman
0,05
1
0,95
0,04
43
Talimbaru
0,04
0
(0,04)
0,03
44
Pertumbuken
0,04
0
(0,04)
0,03
45
Bulan Julu
0,02
0
(0,02)
0,02
46
Bulan Jahe
0,04
0
(0,04)
0,04
47
Sukanalu
0,14
1
0,86
0,12
48
Sukajulu
0,09
1
0,91
0,07
49
Barus Jahe
0,11
0
(0,11)
50
Serdang
0,03
1
0,97
0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1
(0,04) (0,10) 0,8 (0,15) (0,09) (0,08) (0,01) (0,01) (0,012) (0,01) (0,01) (0,01) (0,01) (0,04) (0,07) (0,04) (0,02) (0,04) (0,03) (0,03) (0,02) (0,04) (0,12) 0,93
0,10
0
(0,10)
0,03
0
(0,03)
168
Lampiran 8. (Lanjutan) 51
Penampen
0,03
0
(0,03)
0,02
52
Sarimanis
0,04
0
(0,04)
0,03
53
Tengkidik
0,01
0
(0,01)
0,01
54
Paribun
0,04
0
(0,04)
0,03
55
Persadanta
0,04
0
(0,04)
0,03
56
Sikap
0,05
1
0,95
0,04
57
Tanjung Barus
0,06
0
(0,06)
0,05
58
Barus Julu
0,06
1
0,94
0,05
Sumber: Data Podes 2008, diolah
0 0 0 0 0 0 0 0
(0,02) (0,03) (0,01) (0,03) (0,03) (0,04) (0,05)
(0,05)
169
Lampiran 9. Fasiltas Pelayanan Kesehatan Masyarakat NO
Desa
Kebutuh
Jumlah
Status
Jumlah
an
Fasilitas
Paramedis
Kesehatan
(orang)
Kebutuhan
Status
(unit) 1
Beganding
0,015
1
0,985
4
0
4
2
Serumbia
0,004
2
1,996
2
0
2
3
Nang Belawan
0,007
1
0,993
1
0
1
4
Lingga
0,02
1
0,98
2
0
2
5
Lingga Julu
0,01
1
0,99
2
0
2
6
0,01
1
0,99
8
0
8
7
Ndokum Siroga Surbakti
0,01
1
0,99
3
0
3
8
Tiga Pancur
0,007
2
1,993
1
0
1
9
Berastepu
0,02
1
0,08
3
0
3
10
Pintu Besi
0,002
2
1,998
1
0
1
11
Jeraya
0,004
1
0,996
1
0
1
12
Perteguhen
0,006
1
0,994
1
0
1
13
Kuta Tengah
0,004
1
0,996
1
0
1
14
Torong
0,006
1
0,994
1
0
1
15
Gajah
0,004
1
1,996
1
0
1
16
Bulan Baru
0,0008
2
1,992
1
0
1
17
Gamber
0,008
1
0,992
4
0
4
18
Sukamaju
0,004
1
0,996
2
0
2
19
Kuta Mbelin
0,003
1
0,997
1
0
1
20
Singa
0,005
2
1,995
1
0
1
21
0,02
1
0,98
2
0
2
22
Kubu Simbelang Kacinambun
0,013
2
1,987
2
0
2
23
Lau Riman
0,008
2
1,992
2
0
2
24
Manuk Mulia
0,002
1
0,998
1
0
1
25
Kuta Kepar
0,009
2
1,991
3
0
3
26
Bunuraya
0,024
4
3,76
5
0
5
170
Lampiran 9. (Lanjutan) 27
Mulawari
0,005
2
1,995
1
0
1
28
Suka
0,03
4
3,97
6
0
6
29
Sukadame
0,021
4
3,979
3
0
3
30
Tigapanah
0,02
5
4,98
6
0
6
31
Kuta Bale
0,001
2
1,999
1
0
1
32
Seberaya
0,02
2
1,98
5
0
5
33
Lepar Samura
0,003
2
1,997
1
0
1
34
Ajimbelang
0,004
2
1,996
1
0
1
35
Kutajulu
0,001
1
0,999
1
0
1
36
Bertah
0,002
2
1,998
1
0
1
37
Ajibuhara
0,014
1
0,986
1
0
1
38
Ajijahe
0,016
1
0,984
4
2
4
39
Ajijulu
0,004
3
2,996
2
0
2
40
Rumamis
0,005
2
1,995
1
0
1
41
Semangat
0,020
2
1,80
2
0
2
42
Sinaman
0,013
4
3,87
3
0
3
43
Talimbaru
0,008
1
0,992
2
0
2
44
Pertumbuken
0,002
1
0,998
1
0
1
45
Bulan Julu
0,002
1
0,998
2
0
2
46
Bulan Jahe
0,009
3
2,991
4
0
4
47
Sukanalu
0,024
2
1,976
3
0
3
48
Sukajulu
0,005
1
0,995
5
0
5
49
Barus Jahe
0,03
1
0,97
1
0
1
50
Serdang
0,02
4
3,98
2
0
2
51
Penampen
0,001
2
1,999
1
0
1
52
Sarimanis
0,021
2
1,979
1
0
1
53
Tengkidik
0,02
4
3,98
2
0
2
54
Paribun
0,001
2
1,99
1
0
1
171
Lampiran 9. (Lanjutan) 55
Persadanta
0,020
2
1,98
1
0
1
56
Sikap
0,003
4
3,997
3
0
3
57
Tanjung Barus
0,004
2
1,996
2
0
2
58
Barus Julu
0,001
1
0,999
2
0
2
Sumber: Data Podes 2008, diolah
172
Lampiran 10. Alokasi Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi 2006-2009 Persen (%) Sektor 2006 2007 2008 2009 Pertanian
56,03
51,60
55,73
49,64
Pertambangan
0,33
0,62
0,02
0,24
Industri Pengolahan Listrik, Gas,dan Air Bersih Bangunan
6,00
8,07
6,87
7,08
0,30
0,25
0,37
0,33
3,56
4,11
4,92
3,75
16,69
17,18
14,86
19,25
5,77
6,28
6,47
6,60
0,98
1,00
0,78
1,35
10,24
10,78
9,97
11,81
0,09
0,11
0,00
0,00
Perdagangan,hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan Jasa-Jasa Lainnya
Sumber : Karo dalam Angka (BPS), berbagai Terbitan