PENDAMPINGAN KAWASAN PENGEMBANGAN AGRIBISNIS HORTIKULTURA DI KABUPATEN BANTAENG BASO ALIEM LOLOGAU, dkk PENDAHULUAN Latar Belakang Kabupaten Bantaeng mempunyai delapan kecamatan yang terdiri dari 67 wilayah pemerintahan desa/kelurahan. Pada bagian utara daerah ini terdapat dataran
tinggi
pegunungan
Lompobattang
yang
merupakan
kawasan
pengembangan komoditas hortikultura dataran tinggi, sedangkan di bagian selatan membujur dari barat ke timur merupakan dataran rendah yang meliputi pesisir pantai dan persawahan. Luas wilayah Kabupaten Bantaeng sekitar 395,83 km2, dengan pemanfaatan lahan terdiri dari sawah 7.253, tegalan / kebun 15.410, perkebunan rakyat 7.145, dan tambak 49 ha. (Anonim, 2010) Sebagian besar penduduk Kabupaten Bantaeng mempunyai sumber pendapatan utama disektor pertanian. Oleh karena itu, Pemerintah Kabupaten Bantaeng mengembangkan berbagai komoditas pertanian terutama padi, jagung, kedele, tanaman hortikultura dataran tinggi, dan ternak sapi. Kentang adalah salah satu tanaman holtikultura yang paling menonjol diusahakan oleh petani. Data tahun 2006 menunjukkan bahwa produksi kentang mencapai 4.847 ton. Pemanfaatan lahan untuk pertanaman kentang berkisar 300 ha dan masih ada peluang untuk meningkatkan luas lahan tersebut menjadi 500 ha (Anonim, 2006; 2010). Produktivitas kentang yang dicapai masih rendah dan berfluktuasi dari tahun ke tahun dengan rata-rata 6,87 ton/ha/tahun bila dibanding dengan produktivitas nasional yang besarnya 13,20 ton/ha (BPS Sulsel, 2010). Rendahnya produktivitas kentang disebabkan oleh kurang tersedianya bibit unggul, lemahnya penerapan teknik bercocok tanam, pemeliharaan tanaman yang kurang memadai, adanya serangan hama dan penyakit, serta tingginya
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
1
biaya produksi usahatani (Sahat, 1995). Keterbatasan benih kentang sudah berlangsung cukup lama, sehingga petani kentang pada umumnya cenderung menggunakan benih yang disisihkan dari hasil kebun produksi Produktivitas tanaman masih berpeluang untuk ditingkatkan dengan cara pergantian varietas berdaya hasil tinggi (inbrida/hibrida) yang didukung dengan penerapan teknologi spesifik lokasi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (Suyamto, 2009). Namun demikian belum semua rekomendasi paket teknologi dapat diadopsi dan diterapkan oleh petani. Hal ini disebabkan antara lain adalah diseminasi inovasi teknologi belum efektif dilaksanakan, informasi teknologi belum sampai ke petani atau teknologi yang ada tidak sesuai dengan kondisi setempat. Lambatnya adopsi teknologi oleh petani disebabkan adanya keterbatasan dalam penerapan teknologi tersebut, kondisi sosial ekonomi dan pengetahuan petani serta kebijaksanaan pemerintah dan keterbatasan dalam tindakan operasional yang diterapkan (Made Oka et.al., 1994). Selain itu proses pemasyarakatan pemahaman teknologi di tingkat penyuluh memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar dua tahun untuk mencapai 50% penyuluh dan 6 tahun untuk diketahui manfaatnya oleh 80% penyuluh (Nugraha 2006). Permintaan benih kentang bermutu dan bersertifikasi dari tahun ke tahun terus meningkat, tetapi kebutuhan benih kentang tersebut belum dapat terpenuhi. Sebagai perbandingan pada tahun 2003, kebutuhan benih kentang nasional 103.253 ton dan benih yang tersedia hanya 3.006 ton (2,91%), selanjutnya pada tahun 2007 dibutuhkan 128.613 ton benih dan yang tersedia saat itu hanya 7.680 ton (5,97%). Akibat keterbatasan benih sebar (Generasi-5) menyebabkan ada sekitar 49% benih yang digunakan petani yang sudah tidak diketahui lagi tingkat generasinya (Anonim, 2009). Petani kentang di Kabupaten Bantaeng hanya menggunakan dua varietas kentang yaitu Nikola dan Granola. Varietas Nikola telah berada pada generasi turun temurun, sedangkan generasi varietas Granola sudah diklonisasi dan ditangkarkan, namun belum mampu memenuhi kebutuhan petani. Penggunaan benih kentang tidak bersertifikat yang disertai dengan kurangnya
adopsi
produktivitas.
teknologi
budidaya
kentang
menyebabkan
rendahnya
Oleh karena itu dalam kegiatan ini mencoba memperkenalkan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
2
empat varietas kentang unggul yaitu Margahayu, Tenggo, GM-5, dan GM-8 yang didukung dengan penerapan teknologi budidaya. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan pendampingan dalam bentuk kegiatan demplot untuk memperkenalkan beberapa varietas unggul baru kentang yang dapat beradaptasi di lahan pengembangan kentang di Kabupaten Bantaeng. Tujuan a. Untuk
memperkenalkan
beberapa
varietas
kentang
yang
mempuyai
produktivitas tinggi kepada petani. b. Untuk mengetahui adaptabilitas dari beberapa varietas kentang. Perkiraan Keluaran Kegiatan pendampingan Kawasan Pengembangan Agribisnis Hortikultura di Kabupaten Bantaeng mempunyai keluaran sebagai berikut: a. Adanya 1-2 varietas kentang yang diminati untuk dikembangkan oleh petani. b. Terdapat 1-2 varietas yang beradaptasi baik dengan kondisi agroekosistem pengembangan kentang di Kabupaten Bantaeng.
METODOLOGI a. Lokasi dan Waktu Kegiatan ini dilaksanakan di Desa Bonto Lojong, Kecamatan Ulu Ere, Kabupaten Bantaeng. Waktu pelaksanaan mulai bulan Januari hingga Desember 2012. b. Cakupan Kegiatan Kegiatan lapangan dilakukan di lahan petani seluas 15 are, dan dalam pelaksanaannya melibatkan 3 orang petani kooperator. Kegiatan ini merupakan uji adaptabilitas dari beberapa varietas kentang.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
3
c. Sosialisasi Menyampaikan maksud dan tujuan kegiatan dan membuat kesepakatan awal untuk rencana tindak lanjut yang akan dilakukan. Kegiatan sosialisasi dilakukan terhadap kelompok sasaran dan pemuka masyarakat serta petugas pelaksana instansi terkait. d. Pendekatan pelaksanaan Semua kegiatan pendampingan dilakukan secara partisipatif petani, sedangkan peneliti dan penyuluh hanya bertugas sebagai fasilitator. Kegiatankegiatan demplot varietas kentang dilaksanakan di lahan petani. Model pendampingan teknologi yang akan dilakukan pada kegiatan ini adalah: menjadi pendamping dan nara sumber inovasi teknologi dalam setiap tahapan kegiatan budidaya. e. Implementasi Teknologi Varietas kentang generasi nol (G-0) yang diadaptasikan adalah: 1. Margahayu. 2. Tenggo 3. GM-05 4. GM-08 Dalam pelaksanaan demplot ini diterapkan Inovasi teknologi yang meliputi beberapa komponen teknologi budidaya kentang sebagai berikut: Pengolahan tanah sempurna. Penanaman dilakukan dengan cara meletakkan umbi bibit dalam larikan dengan kedalaman 5-7 cm, dengan jarak tanam 70 cm x 30 cm, kemudian ditutup dengan tanah. Tanaman dibumbung sampai membentuk guludan setinggi minimal 30 cm. Pemupukan: Pada saat penanaman dilakukan pemupukan menggunakan pupuk kandang dosis 10 ton/ha dan pupuk Phonska (15:15:15) dengan dosis
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
4
600 kg/ha. Pupuk tersebut diletakkan diantara bibit kentang di dalam larikan. Pada umur tanaman 35 hari setelah tanam, tanaman dipupuk dengan urea dengan dosis 200 kg/ha. Pupuk diletakkan dalam lubang tugal pada jarak 10-15 cm dari pangkal batang kentang. Pembumbunan dilakukan 2 kali: pada umur 30 hari dan 40 hari setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan prinsip PHT f. Jenis data yang diamati Parameter yang diamati: tinggi tanaman, lebar kanopi, produksi, klas umbi < 30 gr, 30 – 60 gr dan > 60 gr, serta respon petani. Data yang dikumpulkan dianalisis menggunakan statistik deskriptif. g. Pelaporan Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengukuran parameter pengamatan pada kegiatan diatas maka disusun laporan hasil kegiatan sebagai bukti pertanggung jawaban pelaksanaan kegiatan.
HASIL SEMENTARA Hasil sementara sampai awal bulan Juli 2012 ( umur tanaman 30 hst) adalah sebagai berikut: Tabel 1. Tinggi tanaman dan leber kanopi pada setiap varietas kentang. Varietas Kentang
Tinggi Tanaman
Lebar Kanopi
….cm…. 34.61 43.93 37.63 41.65
….cm…. 42.78 40.08 33.95 39.73
Margahayu Tenggo GM 05 GM08
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
5
Tabel 2. Tingkat serangan penyakit layu Fusarium dan penyakit Busuk daun pada setiap varietas kentang. Varietas Kentang Margahayu Tenggo GM 05 GM08
Serangan Busuk Daun
Serangan Layu Fusarium
….%.... 30 25 30 30
….%.... 13 50 57 31
Tabel 3. Produksi umbi pada setiap varietas kentang.
Varietas Kentang Margahayu Tenggo GM 05 GM08
Produksi Umbi ….t/ha…. 7.19 12.55 17.95 12.88
Gambar 1. Klasifikasi umbi berdasarkan bobot umbi setiap varietas.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
6
Pada tabel tersebut diatas menggambarkan bahwa postur pertumbuhan tanaman ke empat varietas tersebut hampir sama, tetapi persentase serangan penyakit busuk buah pada varietas Tenggo dan GM-05 lebih rendah dari Margahayu dan GM-08. Hal ini menggambarkan bahwa varietas Tenggo dan GM-05 kemungkinan dapat beradaptasi baik di wilayah pengembangan kentang. Tingginya tingkat serangan penyakit busuk daun disebabkan karena tingginya curah hujan dan wilayah ini sudah endemik penyakit ini. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2006. Profil dan Potensi Bantaeng Butta Toa. http://Bantaeng.co.id. Anonim, 2009. Produksi Benih Sayuran Secara Klonal : Kasus pada tanaman kentang (Solanum tuberosum). Makalah dalam Kegiatan Visit Lingkage Aciar-Sadi. Balai Penelitian Sayuran Lembang. Anonim. 2010. Kebijakan Pembangunan Pertanian Kabupaen Bantaeng. Dinas Pertanian Dan Peternakan Kabupaten Bantaeng. BPS Sulsel, 2010. Sulawesi Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. Made Oka A., I. Manwan, S. Saenong, M.N. Noor dan Y. Makmun. 1994. PenelitianPengembangan: Prosedur Pelaksanaan dan Evaluasi Hasil Penelitian. Disampaikan pada Pelatihan Peningkatan Manajemen Suberdaya Manusia di BLPP Wonocatur, Yogyakarta. Nugraha, U.S. 2006. Perkembangan Implementasi Prima Tani 2005-2006 dan Rencana Evaluasi 2007. Makalah disampaikan pada Apresiasi Manajemen dan Konsep Prima Tani untuk Manajer Laboratorium Agribisnis. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Sahat, S. 1995. Varietas Kentang dan Pemuliaannya. Makalah disampaikan pada Seminar Agribisnis Kentang. Agribusiness Club, Jakarta 18 – 19 Januari 1995. 9 hal. Suyamto. 2009. Pelaksanaan Pendampingan/Pengawalan Teknologi Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id
7