STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN MINAPOLITAN RUMPUT LAUT DI KECAMATAN PAJUKUKANG KABUPATEN BANTAENG STRATEGY OF AREA DEVELOPMENT MINAPOLITAN SEA GRASS IN PAJUKUKANG SUBDISTRICT BANTAENG REGENCY
Ikhsan S, Roland. A. Barkey, Adri Arief
Bagian Perencanaan Pengembangan Wilayah, PPS Universitas Hasanuddin.
Alamat Korespondensi : Ikhsan S Program Studi Perencanaan Pengembangan Wilayah Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 081342100045 Email :
[email protected] 1
ABSTRAK Kegiatan ekonomi kelautan dan perikanan yang berada di daerah pedesaan lambat berkembang karena kawasan pedesaan lebih banyak berperan sebagai penyedia bahan baku, sedangkan nilai tambah produknya lebih banyak dinikmati di daerah perkotaan. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis faktor-faktor pendukung yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang dan (2) Merumuskan opsi strategi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang. Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah survey lapangan dengan mewancarai sejumlah informan dan studi literature. Data yang terkumpul kemudian di analisis dengan menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats) untuk menentukan strategi melalui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang ada di kawasan minapolitan rumput laut. Hasil penelitian menunjukan bahwa daya dukung lahan, sumberdaya manusia, aspek teknis budidaya serta infrastruktur kelautan dan pesisir merupakan faktor-faktor yang mendukung pegembangan kawasan minapolitan rumput laut. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah serta infrastruktur kelautan dan pesisir kurang tersedia bagi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut, olehnya itu diperlukan strategi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng dengan menggunakan analisis matriks SWOT. Hasil dari analisis strategi tersebut menunjukkan bahwa kota perikanan dengan komoditi utama rumput laut sebagai kluster kegiatan perikanan yang meliputi produksi, pengolahan dan pemasaran dalam sistem agribisnis terpadu di Kecamatan Pajukukang dapat diwujudkan dengan pengembangan kawasan minapolitan rumput laut. Kata Kunci : rumput laut,agribisnis,infrastruktur.
ABSTRACT Economic activity Oceaninc and fishery that reside in tardy country side expands because rural area more personates raw material provider, whereas its product added value is more enjoyed in urban area. This Research aims to (1) Supporting factors analysis that have an effect on to area development minapolitan sea grass in Pajukukang Subdistrict and (2) Formulate opdon of development policy strategy area minapolitan sea grass in Pajukukang Subdistrict. This Research is executed in region Pajukukang Subdistrict Bantaeng Regency. Method as used in research is field survey with interview a number of informan and studies literature. Data that gathered then analysed by using analysis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) to determine strategy pass by strength, weakness, opportunity and threat that exist in area minapolitan sea grass. Result of this research indicates that farm support capability, human resources, technical aspect conducting and oceaninc infrastructure and coastal area is development supportive factors area minapolitan sea grass. Nevertheless fact at the site indicate that quality of human resources that still low and oceaninc infrastructure and coastal area less available for area development minapolitan sea grass, in consequence are needed strategy of area development minapolitan sea grass in Pajukukang Subdistrict Bantaeng Regency by using matrix analysis SWOT. The result of strategy analysis are referred indicate that fishery city with main commodity sea grass as kluster fishery activity that cover production, processing and marketing in integrated agribusiness system in Pajukukang Subdistrict can be realized with area development minapolitan sea grass. Keyword: sea grass,agribisms,infrastructure.
2
PENDAHULUAN Sumberdaya alam pesisir dan laut, dewasa ini sudah semakin disadari banyak orang bahwa sumberdaya ini merupakan suatu potensi yang cukup menjanjikan dalam mendukung tingkat perekonomian masyarakat terutama bagi nelayan. Di sisi lain, konsekuensi logis dari sumberdaya pesisir dan laut sebagai sumberdaya milik bersama (common property) dan terbuka untuk umum (open acces) maka pemanfaatan sumberdaya alam pesisir dan laut dewasa ini semakin meningkat di hampir semua wilayah. Pemanfaatan yang demikian cenderung melebih daya dukung sumberdaya (over exploitation). Ghofar (2004), mengatakan bahwa perkembangan eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dewasa ini (penangkapan, budidaya, dan ekstraksi bahan-bahan untuk keperluan medis) telah menjadi suatu bidang kegiatan ekonomi yang dikendalikan oleh pasar (market driven) terutama jenisjenis yang bernilai ekonomis tinggi, sehingga mendorong eksploitasi sumberdaya alam laut dan pesisir dalam skala dan intensitas yang cukup besar. Sedangkan menurut Purwanto (2003), mengatakan bahwa ketersediaan stok sumberdaya ikan pada beberapa daerah penangkapan (fishing ground) di Indonesia ternyata telah dimanfaatkan melebihi daya dukungnya sehingga kelestariannya terancam. Beberapa spesies ikan bahkan dilaporkan telah sulit didapatkan bahkan nyaris hilang dari perairan Indonesia. Kondisi ini semakin diperparah oleh peningkatan jumlah armada penangkapan, penggunaan alat dan teknik serta teknologi penangkapan yang tidak ramah lingkungan. Secara ideal pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan hidupnya harus mampu menjamin keberlangsungan fungsi ekologis guna mendukung keberlanjutan usaha perikanan pantai yang ekonomis dan produktif. Keberlanjutan fungsi ekologis akan menjamin eksistensi sumberdaya serta lingkungan hidup ikan (Anggoro, 2004). Perubahan mendasar cara berpikir dari daratan ke maritim yang dikenal dengan “Revolusi Biru”, telah mengubah orientasi pembangunan yang sebelumnya hanya terkonsentrasi pada wilayah daratan telah meluas pada pembangunan wilayah maritim yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Salah satu realisasi dari program revolusi biru yang digalakkan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKP-RI) adalah program pengembangan Minapolitan, yang merupakan konsep pembangunan berbasis manajemen ekonomi kawasan dengan motor penggerak disektor kelautan dan perikanan. Sistem manajemen kawasan Minapolitan didasarkan pada prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi tinggi. Program 3
yang mulai dijalankan Pemerintah RI sejak 2009 merupakan upaya untuk merevitalisasi sentra produksi perikanan dan kelautan dengan penekanan pada peningkatan pendapatan rakyat. Melalui program ini, tidak semua komoditas akan dikembangkan melainkan hanya akan memprioritaskan pada komoditas yang telah unggul (Kepmen Pedum Minapolitan, 2011). Pada tingkat implementasi, Revolusi Biru akan dilaksanakan melalui sistem pembangunan sektor kelautan dan perikanan berbasis wilayah menggunakan konsep Minapolitan. Minapolitan sendiri berasal dari kata mina berarti ikan dan politan berarti polis atau kota, sehingga secara bebas dapat diartikan sebagai kota perikanan. Pengembangan konsep dimaksudkan untuk mendorong percepatan pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan dengan pendekatan dan sistem manajemen kawasan cepat tumbuh layaknya sebuah kota (Sunoto, 2010). Secara geografis, wilayah Kecamatan Pa’jukukang terletak diantara 120 02’ 19” BT dan 05 30’ 01” LS dengan luas wilayah 48,90 km2 atau 12,35 % dari luas wilayah Kabupaten Bantaeng. Kecamatan Pa’jukukang merupakan salah satu kecamatan yang wilayahnya adalah wilayah pesisir dan laut di Kabupaten Bantaeng. Kecamatan Pa’jukukang ini terdiri atas 10 (sepuluh) desa/kelurahan dan ada 7 (tujuh) desa/kelurahan yang berbatasan langsung dengan wilayah pesisir pantai meliputi; desa/kelurahan ; Rappoa, Lumpangan, Biangkeke, Pa’jukukang, Borong Loe, Papan Loe dan Baruga (Badan Pusat Statistik Kab. Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan, 2011). Budidaya rumput laut di Kecamatan Pajukukang mulai digeluti pada tahun 1987 dan masih diminati sampai sekarang, bahkan dalam perkembangan terakhir telah menjadi primadona bagi aktivitas mata pencaharian masyarakat pesisir di Kecamatan Pajukukang. Fenomena ini tertampilkan melalui banyaknya nelayan tangkap yang beralih menjadi petani rumput laut bahkan menjadikannya sebagai pekerjaan utama. Dengan alasan yang sederhana bahwa budidaya rumput laut memiliki masa tanam yang pendek dan memiliki nilai jual yang tinggi. Hal tersebut menimbulkan suatu kekhawatiran bahwa pada saat kelak kegiatan rumput laut menunjukkan tingkat kejenuhannya, akan cukup menyulitkan bagi warga nelayan yang telah meninggalkan aktivitasnya. Dari segi ekonomi, telah ada beberapa usaha masyarakat setempat yang mencoba mengolah
rumput laut menjadi produk Industri Rumah Tangga yang
4
dilakukan oleh koperasi usaha kecil dan menengah dalam skala rumah tangga, berupa berbagai jenis kue, dan makanan kecil dari rumput laut serta Berbagai jenis minuman semacam sirup, jus rumput laut (minuman sehat). Namun masih mengalami permasalahan-permasalahan, yaitu ; Dari sisi harga belum mampu bersaing dengan produk sejenis yang bahan bakunya non rumput laut, tenaga kerja dengan keterampilannya yang tidak/belum memadai, teknologi yang sederhana serta modal investasi yang kecil. Pengembangan Kawasan minapolitan rumput laut sebagai kota perikanan dengan komoditi utama rumput laut diharapkan dapat berkembang menjadi kluster kegiatan perikanan yang meliputi produksi, pengolahan, dan pemasaran dalam sistem agribisnis terpadu di suatu wilayah dengan prinsip integrasi, efisiensi, kualitas dan akselerasi sehingga mampu melayani, mendorong, menarik, mengelola kegiatan pembangunan perikanan (agribisnis) diwilayah sekitarnya.
Kawasan minapolitan
terdiri dari kota perikanan dan desa-desa sentra produksi rumput laut yang ada disekitarnya dengan batasan yang ditentukan oleh batasan administratif pemerintah, tetapi lebih ditentukan oleh batasan dengan memperhatikan skala ekonomi kawasan yang ada. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor pendukung yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang dan merumuskan opsi strategi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang LOKASI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
untuk mengkaji dan
menganalisis secara umum faktor – faktor yang berpengaruh dalam pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng. Penelitian dilakukan pada bulan Mei 2012 sampai dengan Juli 2012. Metode Penelitian Penelitian
ini
mengggunakan
metode
deskriptif
kualitatif.
Metode
pengumpulan data yang digunakan didasarkan pada jenis data yang dibutuhkan. Data primer diperoleh melalui observasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan atau studi literatur yang relevan atau berkaitan dengan rumusan masalah dan mengambil data – data yang dapat diperoleh dari berbagai sumber, baik melalui cara instansional ataupun melalui 5
cara pengumpulan
dokumen – dokumen yang dapat mendukung penelitian ini.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT (Strenght, Weaknesess, Oportunity, Threat) merupakan
model analisis untuk
membandingkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman dengan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan (F. Rangkuti, 2008). Analisis SWOT digunakan untuk menentukan strategi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng. HASIL PENELITIAN Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam yang dilakukan di lapangan selama penelitian ,menunjukkan bahwa bahwa daya dukung lahan, sumberdaya manusia, aspek teknis budidaya serta infrastruktur kelautan dan pesisir merupakan faktor-faktor yang mendukung pegembangan kawasan minapolitan rumput laut. Daya dukung lahan di nilai dari indikator ketersediaan lahan, kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut dan kondisi iklim dan pasang surut. Sumberdaya manusia dinilai dari indikator tingkat pendidikan, perkembangan penduduk, dan angkatan kerja. Aspek teknis budidaya dinilai dari indikator tahapan kegiatan budidaya rumput laut meliputi pengadaan dan pengikatan bibit, pemeliharaan, panen, dan pascapanen. Infrastruktur kelautan dan pesisir di nilai dari indikator sarana industri pengolahan hasil, sarana pemasaran, pariwisata, sarana dan prasarana jalan, jaringan
listrik,
sarana
komunikasi,
jaringan
sumberdaya
air
dan
sentra
kegiatan perikanan. Penelitian ini membandingkan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman dengan faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan. Penentuan strategi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng dengan analisis SWOT dengan tahap-tahapan sebagai berikut: Tahap pengumpulan dan klasifikasi data. Pada tahap ini data-data yang dikumpulkan dari informan, selanjutnya diklasifikasi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan faktor eksternal, Hasil pengklasifikasian faktor internal dan eksternal, selanjutnya diklasifikasi berdasar faktor internal berupa kekuatan dan kelemahan, dan faktor eksternal berupa peluang dan ancaman. Hasil pengklasifikasian data internal dan eksternal dapat dilihat pada Tabel 1. Tahap analisis. Hasil klasifikasi faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dipilih untuk mendapatkan masing-masing lima faktor kekuatan dan 6
kelemahan (faktor internal), dan lima faktor peluang dan ancaman yang di asumsi paling berpengaruh atau kuat. Faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dapat dilihat pada Tabel 2. Kelima faktor tersebut, selanjutnya diberi bobot dengan nilai komulatifnya mulai 0,00 (tidak penting) sampai dengan nilai 1,00 (paling penting). Faktor-faktor yang diberi bobot memberikan input, output maupun impact terhadap pengembangan strategi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng. Selanjutnya faktor-faktor yang teridentifikasi diberi skala rating dengan metode likers dengan nilai interval 1,2,3 dan 4. Hasil pemberian bobot dan skala rating faktor-faktor internal dapat dilihat pada Tabel 3, bahwa nilai komulatif rata-rata untuk factor kekuatan sebesar 0,25 lebih besar daripada nilai komulatif kelemahan sebesar
0,21.
Keadaan
ini
menunjukkan
bahwa
faktor
kekuatan
untuk
mengembangkan kawasan minapolitan di Kecamatan Pajukukang lebih besar darapada faktor kelemahan.
Kelemahan utama tedapat pada rendahnya kualitas
sumber daya manusia dan ketersediaan infrastruktur Kelautan dan pesisir. Faktor eksternal pada Tabel 4 , menunjukkan bahwa nilai komulatif rata-rata untuk faktor peluang sebesar 0,23 lebih besar daripada nilai komulatif rata-rata faktor ancaman sebesar 0,22 keadaan ini mengidentifikasikan bahwa faktor peluang untuk pengembangan minapolitan di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng dari pada faktor ancaman yang akan menghambatnya. Ancaman utama dalam pengembangan kawasan minapolitan di Kecamatan Pajukukang, yaitu kerusakan hutan mangrove serta belum diterapkannya tata ruang pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara optimal. Berdasarkan hal itu maka perlu dilakukan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian modal usaha dan Penegakan hukum dan kebijakan pemerintah dengan konsisten mengenai zonasi wilayah pesisir dan laut baik secara individu maupun kelembagaan. Tahap penetapan strategi. Setelah melakukan analisis dengan pemberian nilai bobot dan skala rating, selanjutnya dilakukan penetapan strategi penggabungan
dengan
faktor internal dan eksternal. Alternatif strategi pengembangan
kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng dapat dilihat matriks analisis SWOT pada Tabel 5.
7
PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor – faktor pendukung yang berpengaruh terhadap pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang yaitu ; (1) Daya dukung lahan dilihat dari ketersediaan lahan, kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut dan kondisi iklim dan pasang surut. (2) Sumberdaya manusia dilihat dari tingkat pendidikan, perkembangan penduduk, dan angkatan kerja. (3) Aspek teknis budidaya dinilai dari indikator tahapan kegiatan budidaya rumput laut meliputi pengadaan dan pengikatan bibit, pemeliharaan, panen, dan pascapanen. (4) Infrastruktur kelautan dan pesisir di nilai dari indikator sarana industri pengolahan hasil, sarana pemasaran, pariwisata, sarana dan prasarana jalan, jaringan listrik, sarana komunikasi, jaringan sumberdaya air dan sentra kegiatan perikanan. Keberhasilan kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor ketersediaan dan kesesuai lahan perairan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang optimal dari kegiatan tersebut hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan aspek ekobiologinya (persyaratan tumbuhnya). Bagaimanapun bermutunya bibit yang digunakan kalau lahannya tidak sesuai dengan karakteristik yang dibutuhkan oleh rumput laut maka hasilnya pasti tidak seperti yang diharapkan. Menurut Anggadireja (2006) menyatakan bahwa kesesuaian kedalaman air pasang terendah untuk budidaya rumput laut sekitar 30 – 70 cm dan 10 – 30 cm pada saat surut terendah, tingkat kecerahan yang baik untuk budidaya rumput laut adalah 2 – 5 m, suhu perairan yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangan rumput laut Eucheuma cottonii adalah 26 - 30ºC, salinitas yang optimal untuk pertumbuhan rumput laut adalah 28 – 33 ‰. Luas lahan potensial untuk budidaya rumput laut di Kecamatan Pajukukang seluas 5.375 pada tahun 2012 dan telah tergarap 3.791 ha. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan produksi rumput laut melalui perluasan areal lahan budidaya masih dapat dilakukan apabila lahan yang potensial tersebut dapat dioptimalkan. Lokasi perairan laut di Kecamatan Pa’jukukang dengan kedalaman 1 – 3,5 meter memiliki kesesuaian sedang untuk budidaya rumput laut. Perairan dengan kedalaman antara 3,5 – 10 meter sesuai untuk budidaya rumput laut. Perairan dengan kedalaman antara 10 – 15 meter memiliki kesesuaian sedang, demikian juga dengan perairan dengan kedalaman diatas 15 meter. Tingkat kesesuaian menurun pada kedalaman diatas 15 meter. Artinya bahwa semakin dalam perairan semakin tidak sesuai untuk budidaya rumput laut pada kedalaman diatas 15 meter. 8
Pendidikan merupakan salah satu penentu dari kualitas sumberdaya nelayan rumput laut. Pendidikan formal maupun nonformal merupakan modal dasar bagi nelayan rumput laut untuk dapat mengakses informasi melalui berbagai media sehingga memudahkan mereka menyerap suatu perubahan atau inovasi yang berhubungan dengan perilaku. Kemampuan dan keterampilan untuk berfikir dan bertindak dalam kehidupan sehari-hari, sangat ditentukan oleh faktor pendidikan yang dimiliki. Pendidikan merupakan proses pengetahuan, keterampilan maupun sikap yang dapat dilakukan secara terencana sehingga diperoleh perubahan dalam meningkatkan taraf hidup. Slamet (2003), mendefinisikan pendidikan sebagai kegiatan untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia.
Kualitas sumberdaya manusia di Kecamatan Pajukukang masih rendah, hal ini dapat dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat Kecamatan Pajukukang. Kondisi pendidikan yang masih rendah akan menjadi kendala dalam proses pengembangan Kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pa’jukukang. Oleh Karena itu perlu suatu upaya untuk meningkatkan potensi sumber daya manusia agar masyarakat mampu berbuat untuk lebih meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Infrasatruktur kelautan dan pesisir sebagai salah satu faktor pendukung pengembangan kawasan minapolitan rumput laut masih sangat minim, terutama sarana penyimpanan hasil dan pergudangan. Industri pengolahan hasil masih bersifat lokal dalam skala rumah tangga. Dengan konsep minapolitan rumput laut berbasis agribisnis terpadu, maka industri pengolahan hasil sebagai hilir dari kawasan minapolitan rumput laut merupakan faktor utama yang harus dikembangkan. Jaringan jalan untuk menghubungkan pusat-pusat produksi dan pemasaran hasil dibutuhkan jalan yang memadai. Manfaat jalan bukan hanya untuk mempermudah arus barang dan jasa dari satu daerah ke daerah lain juga bermanfaat bagi proses pergerakan penduduk dari satu tempat ke tempat lain. Berdasarkan hasil penilaian pada setiap faktor internal dan eksternal serta pada pemberian bobot dan rating maka strategi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut, dapat dilakukan alternative strategi sebagai berikut: Strategi Kombinasi antara kekuatan dan peluang (SO). Adapun strategi yang dapat dimanfaatkan adalah: Perluasan areal budidaya dengan memperhatikan tata ruang pemanfaatan wilayah pesisir dan laut, Mengintensifkan Industri Rumah Tangga pengolahan produk-produk kelautan yang dilakukan oleh koperasi usaha kecil dan menengah – dalam skala
9
rumah tangga, Membuka jaringan pemasaran baik dalam dan luar negeri, Menciptakan iklim investasi yang kondusif di Kecamatan Pajukukang Strategi Kombinasi antara Kekuatan dan Ancaman (ST) yaitu Melakukan program reboisasi mangrove untuk daerah yang telah rusak, Membentuk kemitraan antara pembudidaya dengan pengusaha, Mengaktifkan penyuluhan sistem “laku” (latihan dan kunjungan). Strategi
Kombinasi
antara
Peluang
dan
Kelemahan
(WO)
yaitu;
Pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan serta pemberian bantuan modal usaha, membangun fasilitas penyimpanan hasil produksi rumput laut, Melakukan bimbingan tentang teknis budidaya yang tepat, membuat rencana lokasi dan pelaksanaan budidaya dengan melibatkan stakeholders. Strategi Kombinasi antara Kelemahan dan Ancaman (WT) Strategi ini digunakan untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman yaitu: Penataan kembali kepemilikan lahan dengan melibatkan stakeholders berdasar pada zonasi wilayah pesisir dan laut yang telah berlaku (3) Penegakan hukum dan kebijakan pemerintah dengan konsisten mengenai zonasi wilayah pesisir dan laut baik secara individu maupun kelembagaan. KESIMPULAN DAN SARAN Pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang sangat dipengaruhi oleh faktor – faktor pendukung yang berpengaruh, baik dari segi daya dukung lahan, sumberdaya manusia, aspek teknis budidaya, serta infrastruktur kelautan dan pesisir. Berdasarkan pada hasil analisis matriks SWOT maka strategi pengembangan kawasan minapolitan rumput laut di Kecamatan Pajukukang layak untuk diterapkan sesuai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Pengembangan infrastruktur perikanan budidaya berbasis perairan darat, lebih diarahkan melalui peningkatan produktivitas lahan. Sebaran penambahan infrastruktur budidaya lebih diprioritaskan pada wilayah yang telah ditetapkan menjadi akwasan minapolitan. Peningkatan infrastruktur pengolahan harus memperhitungkan ketersediaan jumlah bahan baku dan perubahan komposisi produksi yang akan lebih besar pada hasil budidaya, sedangkan peningkatan infrastruktur pemasaran terutama dilakukan untuk meningkatkan prasaran pemasaran dalam bentuk pengembangan depo pemasaran produk-produk olahan perikanan. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai Kebijakan
10
pengembangan kawasan minapolitan sebagai suatu proses transformasi dalam hubungan sosial, ekonomi, budaya dan politik masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Anggadireja, T.J,. A.Zatnika, H.Purwoto, S. Istini. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta. Anggoro, S. (2004). Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah, MSDP, UNDIP, Semarang. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bantaeng Provinsi Sulawesi Selatan. (2011). Kabupaten Bantaeng Dalam Angka, Bantaeng Ghofar, A., (2004). Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Secara Terpadu dan Berkelanjutan, Cipayung-Bogor. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. Kep. 18/Men/2011 tentang Pedoman Umum Minapolitan.2011. Slamet,M. 2003. Membentuk Pola Prilaku Pembangunan. Editor. Ida Yustina dan Adjat Sudradjat. Bogor. IPB Press. Sunoto, M. (2010). Arah Kebijakan Pengembangan Konsep Minapolitan di Indonesia. IPB Press. Bogor. Rangkuti, F. (2008). Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis: Reorientasi Konsep Perencanaan Strategis untuk Menghadapi Abad 21. PT.Gramedia Pustaka Utama.Jakarta. Purwanto, (2003). Pengelolaan Sumberdaya Perikanan, Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
11
Tabel 1. Hasil Pengklasifikasian Data Internal Dan Data Eksternal Faktor Internal 1. Dayang dukung lahan perairan yang sangat mendukung. 2. Lahan budidaya masih tersedia 3. Sarana dan prasarana produksi mudah diperoleh 4. Tersedianya industri pengolahan skala rumah tangga 5. Tersusunnya rencana tata ruang wilayah sebagai pengembangan kawasan minapolitan 6. Hasil produksi belum optimal 7. Rendahnya tingkat pendidikan 8. Masih kurangnya pengetahuan dan keterampilam tentang budidaya rumput laut yang sesuai. 9. Belum adanya sistem pascapanen yang memadai yang meliputi penyimpanan hasil dan pergudangan 10. Adanya konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir
Faktor Eksternal 1. Persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi 2. Permintaan produksi rumput laut di pasat internasional yang terus meningkat 3. Mempunyai daya tarik sektor pariwisata yang tinggi 4. Infrastruktur jalan yang baik sehingga mudah diakses transportasi 5. Posisi strategis Kabupaten Bantaeng sehingga memudahkan dalam hal koordinasi dengan kabupaten sekitarnya terutama dalam hal penyediaan bahan baku industri perikanan 6. Harga rumput laut yang fluktuatif 7. Kerusakan hutan mangrove/bakau di hampir seluruh perairan pantai Kabupaten Bantaeng. 8. Belum diterapkannya tata ruang pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara optimal sehingga berpotensi terjadinya konflik 9. Status kepemilikan lahan produksi tidak jelas 10. Kurangnya bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait
12
Tabel 2. Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, Dan Ancaman
A 1. 2. 3. 4.
5.
B 1. 2. 3.
4.
5.
Faktor Internal Kekuatan (Strenghts) Dayang dukung lahan perairan yang sangat mendukung. Lahan budidaya masih tersedia Sarana dan prasarana produksi mudah diperoleh Tersedianya industri pengolahan skala rumah tangga Tersusunnya rencana tata ruang wilayah sebagai pengembangan kawasan minapolitan
Kelemahan (Weaknesses) Hasil produksi belum optimal Rendahnya tingkat pendidikan Masih kurangnya pengetahuan dan keterampilam tentang budidaya rumput laut yang sesuai. Belum adanya sistem pascapanen yang memadai yang meliputi penyimpanan hasil dan pergudangan Adanya konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir
C 1. 2.
3. 4. 5.
D 1. 2.
3.
4. 5.
13
Faktor Eksternal Peluang (Opportunities) Persyaratan mutu produk yang mudah dipenuhi Permintaan produksi rumput laut di pasat internasional yang terus meningkat Mempunyai daya tarik sektor pariwisata yang tinggi Infrastruktur jalan yang baik sehingga mudah diakses transportasi Posisi strategis Kabupaten Bantaeng sehingga memudahkan dalam hal koordinasi dengan kabupaten sekitarnya terutama dalam hal penyediaan bahan baku industri perikanan Ancaman (Threats) Harga rumput laut yang fluktuatif Kerusakan hutan mangrove/bakau di hampir seluruh perairan pantai Kabupaten Bantaeng. Belum diterapkannya tata ruang pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara optimal sehingga berpotensi terjadinya konflik Status kepemilikan lahan produksi tidak jelas Kurangnya bimbingan dan penyuluhan dari instansi terkait
Tabel 3. Hasil Pemberian Bobot Dan Skala Rating Faktor Internal FAKTOR – FAKTOR INTERNAL A KEKUATAN 1.
2. 3.
4.
5.
Dayang dukung lahan perairan yang sangat mendukung. Lahan budidaya masih tersedia Sarana dan prasarana produksi mudah diperoleh Tersedianya industri pengolahan skala rumah tangga Tersusunnya rencana tata ruang wilayah sebagai pengembangan kawasan minapolitan
BOBOT RATING (B) (R) 0,11 4
0,09
2
0,12
3
0,10
3
0,07
1
BXR
Komentar
0,44 Kekuatan utama yaitu: Dayang dukung lahan perairan 0,18 yang sangat mendukung Tersedianya industri 0,36 pengolahan skala rumah tangga Nilai rata-rata 0,30 0,25 0,07
B 1. 2. 3.
4.
5.
KELEMAHAN Hasil produksi belum optimal Rendahnya tingkat pendidikan Masih kurangnya pengetahuan dan keterampilam tentang budidaya rumput laut yang sesuai. Belum adanya sistem pascapanen yang memadai yang meliputi penyimpanan hasil dan pergudangan Adanya konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir
JUMLAH
0,09
4
0,10
3
0,08
2
0,36 Kelemahan utama yaitu: 0,30 Hasil produksi belum optimal 0,16 Rendahnya tingkat pendidikan Nilai rata-rata 0,21
0,12
1
0,12
0,12
1
0,12
1,00
2,61
14
Tabel 4. Hasil Pemberian Bobot Dan Skala Rating Faktor Eksternal
A 1. 2.
3.
4.
5.
B 1. 2.
3.
4. 5.
FAKTOR – FAKTOR EKSTERNAL PELUANG BOBOT RATING B X (B) (R) R Persyaratan mutu produk 0,08 1 0,08 yang mudah dipenuhi Permintaan produksi rumput laut di pasar 0,12 4 0,48 internasional yang terus meningkat Mempunyai daya tarik 0,08 1 0,08 sektor pariwisata yang tinggi Infrastruktur jalan yang 0,08 2 0,16 baik sehingga mudah diakses transportasi Posisi strategis Kabupaten 0,12 3 0,36 Bantaeng sehingga memudahkan dalam hal koordinasi dengan kabupaten sekitarnya terutama dalam hal penyediaan bahan baku industri perikanan ANCAMAN BOBOT RATING B X (B) (R) R Harga rumput laut yang 0,12 3 0,36 fluktuatif Kerusakan hutan 0,12 1 0,12 mangrove/bakau di hampir seluruh perairan pantai Kabupaten Bantaeng Belum diterapkannya tata ruang pemanfaatan wilayah 0,08 4 0,32 pesisir dan laut secara optimal sehingga berpotensi terjadinya konflik Status kepemilikan lahan produksi tidak jelas Kurangnya bimbingan dan 0,10 2 0,20 penyuluhan dari instansi terkait 0,10 1 0,10
JUMLAH
1,00
15
1,96
Komentar Peluang utama yaitu: Permintaan produksi rumput laut di pasar internasional yang terus meningkat Posisi strategis Kabupaten Bantaeng Nilai rata-rata 0,23
Komentar Kelemahan utama yaitu: Harga rumput laut yang fluktuatif Belum diterapkannya tata ruang pemanfaatan wilayah pesisir dan laut secara optimal Nilai rata-rata 0,22
Tabel 5. Matriks Analisis SWOT Pengembangan kawasan Minapolitan Strenghts (S) 1. Dayang dukung lahan perairan yang sangat mendukung. Faktor internal 2. Lahan budidaya masih tersedia 3. Sarana dan prasarana produksi mudah diperoleh 4. Tersedianya industri pengolahan skala rumah tangga 5. Tersusunnya rencana tata ruang wilayah sebagai pengembangan kawasan minapolitan Faktor eksternal
Opportunities (S)
Strategi S Vs O
Weaknesses (W) 1. Hasil produksi belum optimal 2. Rendahnya tingkat pendidikan 3. Masih kurangnya pengetahuan dan keterampilam tentang budidaya rumput laut yang sesuai. 4. Belum adanya sistem pascapanen yang memadai yang meliputi penyimpanan hasil dan pergudangan 5. Adanya konflik pemanfaatan ruang wilayah pesisir Strategi W Vs O
1. Persyaratan mutu produk yang 1. Memperluas areal 1. Peningkatan mudah dipenuhi lahan budidaya dengan keterampilan teknis 2. Permintaan produksi rumput memperhatikan tata budidaya untuk laut di pasat internasional yang ruang pemanfaatan peningkatan mutu terus meningkat wilayah pesisir dan produk 3. Mempunyai daya tarik sektor laut 2. Pemberdayaan pariwisata yang tinggi 2. Mengintensifkan masyarakat melalui 4. Infrastruktur jalan yang baik Industri Rumah pendidikan dan sehingga mudah diakses Tangga pengolahan pelatihan serta transportasi produk-produk rumput pemberian bantuan 5. Posisi strategis Kabupaten laut modal usaha Bantaeng sehingga memudahkan dalam hal koordinasi dengan kabupaten sekitarnya terutama dalam hal penyediaan bahan baku industri perikanan
16
Ancaman (T)
Strategi S Vs T
Strategi W Vs T
1. Harga rumput laut yang 1. Perbaikan kualitas 1. Membangun fluktuatif lingkungan melalui fasilitas 2. Kerusakan hutan program reboisasi penyimpanan hasil mangrove/bakau di hampir mangrove untuk produksi rumput seluruh perairan pantai daerah yan g telah laut Kabupaten Bantaeng. rusak 2. Penegakan hukum 3. Belum diterapkannya tata 2. Intensifikasi budidaya dan kebijakan ruang pemanfaatan wilayah melalui pengoptimalan pemerintah dengan pesisir dan laut secara optimal kapasitas produksi konsisten mengenai sehingga berpotensi terjadinya yang telah ada zonasi wilayah konflik pesisir dan laut baik 4. Status kepemilikan lahan secara individu produksi tidak jelas maupun 5. Kurangnya bimbingan dan kelembagaan. penyuluhan dari instansi terkait
17